REFERAT ILMU BEDAH DIVERTIKULITIS Disusun untukmemenuhisebagiansyarat kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Bedah RS Bethesda pada Program Pendidikan Dokter Tahap Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana
DisusunOleh : NUGRADHYANI JWALITA 42160088
BAGIAN ILMU BEDAH RS BETHESDA FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA YOGYAKARTA 2017
BAB I PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Istilah "diverticulosis" dan "diverticular disease" digunakan untuk menggambarkan adanya kantong abnormal pada sisi dalam kolon.Penyakit divertikular pada kolon juga relative umum menyebabkan adanya perdarahan akut pada gastrointestinal bagian bawah dan 23% pasien di antara yang terdiagnosis menunjukkan tanda gejala akut.Sedangkan istilah "divertikulitis" menunjukkan adanya peradangan pada divertikula yang biasanya disertai oleh perdarahan dan atau mikro perforasi. Uncomplicated diverticulitis adalah peradangan local, sedangkan complicated diverticulitis adalah peradangan diverticula yang menimbulkan abses, phlegmon, fistula, obstruksi, perdarahan, atau perforasi. Penyakit divertikular kolon jarang terjadi di negara berkembang namun umum terjadi di wilayah Barat serta masyarakat industri, terhitung sekitar 130.000 orang dirawat di rumah sakit setiap tahunnyadi Amerika Serikat.Kebanyakan pada masyarakat Barat, sebanyak 85% ditemukan diverticula di bagian sigmoid serta kolon desenden.Namun diverticula biasa ditemukan di bagian kolon asenden pada populasi Asia. Prevalensi divertikulosis memiliki perbandingan yang sama antara pria dan wanita. Namun meningkat seiring dengan bertambahnya usia, berkisar sekitar 10% pada orang dewasa yang berusia kurang dari 40-50 tahun dan 70% terjadi pada usia lebih dari 80 tahun. 80% pasien dengan diverticulitis menyerang usia 50 tahun ke atas. Sejak tahun 1998 hingga 2005, angka kasus diverticulitis mengalami peningkatan sebanyak 26% di Amerika Amerika Serikat.
II.
Perumusan masalah
1. Apa definisi divertikulitis? 2. Bagaimana patofisiologi terjadinya diverticula hingga divertikulitis? 3. Bagaimana penegakan diagnosis dvertikulitis? 4. Bagaimana terapi dari divertikulitis?
III.
Tujuan penulisan
1. Dokter muda memahami definisi diverticulitis. 2. Dokter muda memahami patofisiologi diverticula dan diverticulitis. 3. Dokter muda memahami cara penegakan diagnosis diverticulitis. 4. Dokter muda mengetahui terapi diverticulitis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kolon 1. Anatomi dan histologi
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil.
Gambar 1. Anatomi usus besar
Sumber: Thibodeau, G.A. & Patton, K. T. 2007. Anathomy and physiology. 6th ed. St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum.Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum.Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar.Katup ileosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum.Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens, dan sigmoid.Tempat dimana kolon membentuk kelokan tajam, yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid dimulai dari krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S.
Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Rektum terbentang dari kolon sigmoid sampai dengan anus.Satu inci terakhir dari rektum terdapat kanalis ani yang dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum sampai kanalis ani adalah 5,9 inci (Lindseth, 2005) Vaskularisasi usus besar diatur oleh arteri mesenterika superior dan inferior.Arteri mesenterika superior memvaskularisasi kolon bagian kanan (mulai dari sekum sampai dua pertiga proksimal kolon transversum).Arteri mesenterika superior mempunyai tiga cabang utama yaitu arteri ileokolika, arteri kolika dekstra, dan arteri kolika
media.Sedangkan
arteri
mesenterika
inferior
memvaskularisasi kolon bagian kiri (mulai dari sepertiga distal kolon transversum sampai rektum bagian proksimal).Arteri mesenterika inferior mempunyai tiga cabang yaitu arteri kolika sinistra, arteri hemorroidalis superior, dan arteri sigmoidea.Vaskularisasi tambahan daerah rektum diatur oleh arteria sakralis media dan arteria hemorroidalis inferior dan media.Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior melalui vena mesenterika superior dan inferior serta vena hemorroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah ke hati.Vena hemorroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik.Ada anastomosis antara vena hemorroidalis superior, media, dan inferior sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke dalam vena-vena ini dan mengakibatkan hemorroid.Aliran pembuluh limfe kolon mengikuti arteria
regional
ke
limfenodi
preaorta
pada
pangkal
arteri
mesenterika superior dan inferior.Aliran balik pembuluh limfe melalui sisterna kili yang bermuara ke dalam sistem vena pada sambungan
vena
subklavia
dan
jugularis
sinistra.
Hal
ini
menyebabkan metastase karsinoma gastrointestinal bisa ada dalam kelenjar limfe leher (kelenjar limfe virchow). Aliran balik pembuluh limfe rektum mengikuti aliran pembuluh darah hemorroidalis superior dan pembuluh limfe kanalis ani menyebar ke nodi limfatisiiliaka interna, sedangkan aliran balik pembuluh limfe anus
dan kulit perineum mengikuti aliran limfe inguinalis superficialis. (Taylo, 2005) Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom kecuali sfingter eksternus yang diatur secara volunter.Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sakral mensuplai bagian distal. Serabut simpatis yang berjalan dari pars torasika dan lumbalis medula spinalis melalui rantai simpatis ke ganglia simpatis preortika. Disana bersinaps dengan post ganglion yang mengikuti aliran arteri utama dan berakhir pada pleksus mienterikus (Aurbach) dan submukosa (Meissner). Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan
sfingter
rektum,
sedangkan
saraf
parasimpatis
mempunyai efek yang berlawanan.Kendali usus yang paling penting adalah aktivitas refleks lokal yang diperantarai oleh pleksus nervosus intramural (Meissner dan Aurbach) dan interkoneksinya. Jadi pasien dengan kerusakan medula spinalis maka fungsi ususnya tetap normal, sedangkan pasien dengan penyakit hirschsprung akan mempunyai fungsi usus yang abnormal karena pada penyakit ini terjadi keabsenan pleksus aurbach dan meissner (Taylo, 2005) Dinding kolon terdiri dari empat lapisan, tunika serosa, muskularis, tunika submukosa, dan tunika mukosa akan tetapi usus besar mempunyai gambaran-gambaran yang khas berupa lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut taenia koli yang bersatu pada sigmoid distal. Panjang taenia lebih pendek daripada usus sehingga usus tertarik dan berkerut
membentuk
kantong-kantong
kecil
yang
disebut
haustra.Pada taenia melekat kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak yang disebut apendices epiploika.Lapisan mukosa usus besar lebih tebal dengan kriptus lieberkuhn terletak lebih dalam serta mempunyai sel goblet lebih banyak daripada usus halus. (Taylo, 2005)
B. Divertikula 1. Definisi
Divertikula
merupakan
penonjolan
lapisan
mukosa
menyerupai kantong yang tumbuh pada bagian dalam usus besar.(Grace Pierce A. & Borley Neil R.) 2. Patofisiologi
Pembentukan divertikula diduga disebabkan oleh kombinasi peningkatan tekanan intraluminal dengan melemahnya dinding usus. Diet serat makanan yang tinggi akanmeningkatkan volume tinja dan mengurangi waktu transit di usus, inilah yang akan menyebabkan penurunan tekanan intrakolon. Secara
makroskopik,
permukaan
kolon
sigmoid
menampakkan kantong-kantong abnormal yang tumbuh di kedua sisi kolon baik antara taenia mesenterik maupun antimesenterik <1cm.
Gambar 2. Divertikula
Secara mikroskopik, divertikula kolon adalah kantong yang terbentuk dari lapisan mukosa dan submukosa yang disebabkan oleh meningkatnya tekanan intraluminal dari waktu ke waktu.Kantong tersebut paling sering terjadi di tempat yang paling lemah di mana vasa rekta dan saraf menembus lapisan muscular propria, yang mengakibatkan gangguan pada kerja otot. (Natesan, Sreeja MD et al )
Gambar 3. Gambaran histologi diverticula
sumber: Rosai Surgical Pathology 9th edition, Elsevier inc., 2007
Pada gambaran mikroskopis tersebut di atas terlihat jaringan kolon dengan penonjolan dari lumen ke tunica muscularis yang berbentuk seperti botol labu.Dasar dari diverticula ini dibentuk oleh jaringan ikat serosa dan terdapat banyak sel-sel inflamasi kronis seperti limfosit, leukosit, sel plasma, dan histiosit disertai dengan dilatasi pembuluh darah ke kripta dan sekitar lemak perikolon. (Scheiman, Laura, et al .) C. Divertikulitis 1. Definisi
Divertikulitis, didefinisikan sebagai peradangan dan infeksi dinding usus yang terkait dengan divertikula, yang paling sering terjadi sebagai komplikasi dari diverticulosis.(Sifri CD, Lawrence CM.) 2. Patogenesis
Patogenesis divertikulitis dianggap sangat mirip dengan apendisitis akut: fecalith menghalangi leher atau pintu masuk divertikulum, kemudian menyebabkan akumulasi lendir meningkat sehingga mendukung adanya pertumbuhan bakteri, perforasi, dan pembengkakan dinding usus dan jaringan sekitarnya. (Beer F.) Mikro perforasi dapat terlokalisasi dengan baik, sehingga peradangan pembentukan
dinding kolon phlegmon
dapat
atau
dibatasi
abses
serta
memperkecil
peridiverticular.Sedangkan
makroperforasi dapat menyebabkan terbentuknya abses yang lebih besar, menyebar ke organ lain, peritonitis yang luas, massa inflamasi yang lebih besar, dan fistula. (Ferzoco IB,Raptopoulos V,Silen W.) Fistula
sering
mengakibatkan memerlukan
terjadi fistula
intervensi
sebagai
komplikasi
colo-vesikular bedah.Perforasi
atau
perforasi
yang
kolo-vagina
yang
hingga
menyebabkan
peritonitis merupakan komplikasi divertikulitis yang jarang terjadi, namun berpotensi menimbulkan bencana, dengan tingkat kematian hampir 30%. (Weizman A, Nguyen G.)
Gambar 4. Divertikulosis dan diverticulitis
Sumber: Danny O. Jacobs, M.D., M.P.H. Diverticulitis. N Engl J Med 2007;357:2057-66.
Divertikulitis dapat disebabkan oleh multifactor, di antaranya ialah iritasi fekalith, perbedaan tekanan antar lumen kolon dan serosa serta area kelemahan dalam dinding kolon, penuaan dinding kolon, diet rendah serat, bakteri.
3. Etiologi dan faktor resiko
Faktor kontributor diverticulosis yang beresiko menyebabkan divertikulitis meliputi: (a) bertambahnya usia (b) sembelit (c) diet yang rendah serat (d) gangguan jaringan ikat (seperti sindrom Marfan) yang dapat menyebabkan kelemahan di dinding usus besar (e) predisposisi turunan atau genetik. Namun penyebab pastinya belum dapat dipastikan. a. Usia Usia dianggap sebagai faktor risiko yang penting dalam perkembangan diverticulosis dengan prevalensi yang meningkat seiring bertambahnya usia. Lebih dari separuh pasien berusia 60 tahun ke atas mengalami divertikuli kolon.Sangat jarangkasus diverticulitis terjadi pada usia kurang dari 40 tahun(5-11%), sementara lebih dari dua pertiga kasus terjadi pada mereka yang berusia 65 tahun ke atas. (Pilgrim S, Hart A, Speakman C.)
Gambar 5. Hubungan usia dengan insidensi kejadian diverticulitis
Sumber: Bharucha AE, Parthasarathy G, Ditah I, et al. Temporal Trends in the Incidence and Natural History of Diverticulitis: A Population-Based Study. The American journal of gastroenterology. 2015
b. Diet rendah serat. Secara historis, diet rendah serat dianggap sebagai pencetus
terjadinya
divertikulosis,
namun
sebenarnya
hubungannya dengan perkembangan divertikulitis akut tidak jelas. Diet rendah serat dihipotesiskan menyebabkan ukuran lumen kolon mengecil sehingga volume usus akan mengalami penurunan. Hal tersebut menyebabkan tekanan kontraksi otot ke dinding lumen lebih besar dibandingkan di dalam kolon.Perpindahan tekanan tinggi ke dinding lumen inilah yang membentuk divertikula. Diverticulosis umumnya terjadi di negara maju dimana asupan seratnya cenderung jauh lebih rendah.Studi dengan variasi asupan serat menunjukkan perubahan pada waktu transit
tinja,
dan
membuktikan
bahwaangka
kejadian
divertikulosis menurun pada populasi dengan diet serat tinggi, seperti pada vegetarian. c. Genetik Adanya factor keturunan diperkirakan berperan dalam perkembangan divertikulum dan divertikulitis. Penyakit yang mengganggu pembentukan kolagen atau elastin dikaitkan dengan penyakit complicated divertikular pada usia dini. (Wilkins T.) Pada penelitian kohort yang dilakukan di Swedia lebih dari 100.000 bayi kembar,2.296 di antaranya dirawat di rumah sakit dengan diagnosis diverticular disease (diverticulosis, diverticulitis, atau perdarahan). (Granlund J, Svensson T, Olen O, et al .)
4. Manifestasi Klinis
a. Uncomplicated diverticulitis Pasien mengeluhkan gejala seperti kram, perut kembung, dan buang air besar yang tidak teratur.Namun, belum jelas apakah gejala ini disebabkan oleh divertikulitis atau karena manifestasi dari
irritable
bowel
syndrome.
Manifestasi
klinis
dari
uncomplicated divertikulitis menyerupai apendisitis, namun biasanya nyeri berada di abdomen kiri. Divertikulitis sering ditunjukkan dengan awitan nyeri pinggul hypogastric viseral yang berkembang menjadi nyeri somatik yang terlokalisasi untuk kelainan pada sigmoid; beralih ke kuadran kiri bawah. OS akan mengalami mual muntah, perubahan kebiasaan buang air besar, dan kelainan pola buang air kecil disamping nyeri yang dirasakan. b. Complicated diverticulitis Tipe
ini
sangat
jarang
terjadi
tetapi
cukup
berbahaya.Divertikula dapat mengalami perdarahan, baik secara cepat (yang menyebabkan perdarahan melalui rektum) atau perlahan (menyebabkan anemia). Divertikula dapat terinfeksi dan akan berkembang menjadi abses, atau bahkan perforasi. Diverticulitis yang telah berkembang menjadi abses bahkan perforasi
membutuhkan
penanganan
medis
yang
cukup
serius.(Mustafa, M., Menon, J., et al.)
5. Penegakan Diagnosis
a. Subjective Pasien sering datang dengan keluhan yang dirasakan beberapa jam hingga beberapa hari, berupa nyeri, sensitif, dan atau kram pada bagian kiri bawah perut dan lebih terasa bila tubuh digerakkan.Selain itudemam, mual muntah atau mungkin juga mengeluhkan diare, dan sembelit.Beberapa pasien melaporkan adanya perdarahan dari dubur. b. Objective Dilakukan pemeriksaan fisik abdomen dan mungkin akan didapatkan adanya nyeri tekan pada regio hypogastric yang kemudian menjalar ke region iliac. Adanya rebound tenderness, rigiditas atau kekakuan otot tanda peritonitis membuat perkiraan akan adanya perforasi semakin tinggi. Kemudian adanya darah pada feses, juga adanya tenderness di kuadran kiri menunjukkan kemungkinan terjadinya abses. (Tintinalli J.)
Temuan nyeri perut kiri, tanda-tanda sembelit, dan angka protein C-reaktif yang tinggi ditemukan pada pasien dengan divertikulitis, Sedangkan muntah dan nyeri perut sisi kanan lebih sering terjadit pada pasien dengan nyeri perut nonspesifik di mana etiologinya tidak dapat ditentukan. i. Staging Tingkat keparahan divertikulitis sering dinilai dengan menggunakan kriteria Hinchey, walaupun sistem klasifikasi ini tidak memperhitungkan efek terhadap outcome. Risiko kematian pasien dengan divertikulitis stadium 1 atau 2 berada pada angka kurang dari 5%, sedangkan pada pasien dengan stadium 3 sekitar 13%, dan 43% untuk mereka yang berada pada stadium 4. Kriteria Hinchey dibagi sebagai berikut:
Gambar 6. Klasifikasi Hinchey
Sumber: Danny O. Jacobs, M.D., M.P.H. Diverticulitis. N Engl J Med 2007
I - abses lokal (para-kolonik).
II - abses pelvis.
III - peritonitis purulen (adanya nanah di rongga perut).
IV
-
peritonitis
fekulen.
(Perforasi
usus
memungkinkan kotoran masuk ke rongga perut)
c. Assessment Terdapat beberapa pemeriksaan yang menunjang diagnostik, di antaranya ialah: i. Pemeriksaan Lab Trias yang terdiri dari nyeri abdomen kuadran kiri bawah, demam, dan leukositosis merupakan tanda klasik yang menunjukkan adanya diverticulitis.Pada rawat jalan, panduan praktik perawatan primer, gastroenterologi, dan bedah umum mendukung penggunaan terapi antibiotik pada pasien
dengan
gejala
pemeriksaan pencitraan
ini
dan
merekomendasikan
abdomen hanya pada untuk
diagnosis yang belum pasti. Namun kenyataannya, trias ini kurang sensitive dan hanya dapat ditemukan 47% pasien dengan temuan CT scan abses dan perforasi yang parah. (Humes D, Spiller R.) Pemeriksaan laboratorium rutin seharusnya dapat digunakan untuk mengetahui sumber nyeri perutnya serta dapat
digunakan
untuk
persiapan
imaging.Misalnya,
hiperkalsemia berhubungan dengan terjadinya nyeri perut dan dapat menyebabkan konstipasi.Evaluasi fungsi ginjal juga cukup penting, hal ini dapat ditilik dari angka kreatinin yang berhubungan dengan pemeriksaan radiologi untuk pasien. Leukositosis sering ditunjukkan pada saat adanya gejala nyeri perut, hal ini meningkatkan kecurigaan akan peradangan dan infeksi, namun hal ini kurang sensitivitas
atau spesifisitasnya. Leukositosis sendiri tidak bernilai pada pasien divertikulosis akut untuk membedakan antara complicated divertikulitis dan uncomplicated divertikulitis. (Van de Wall B, Draaisma W, Van der Kaaij R, et al .) Beberapa faktor yang disarankan terkait dengan tingginya risiko divertikulitis termasuk rasa sakit hanya di kuadran kiri bawah, tidak adanya muntah, dan protein Creaktif lebih besar dari 50 mg/L. dengan adanya faktor tersebut sehingga meningkatkan reliabilitas diagnostik menjadi 97%. (Andeweg C, Mulder I, Felt-Bersma R, et al .)
ii. Radiografi Beberapa ahli menyarankan “pendekatan bertahap” dalam melakukan imaging untuk kasus divertikulitis, hal ini dilakukan
untuk
mengurangi
paparan
radiasi.Mereka
menyarankan untuk dilakukan ultrasonografi terlebih dahulu, kemudian CT-abdomen hanya dilakukan jika hasil USG tidak jelas.Selain dapat menurunkan biaya juga dapat mengurangipaparan yang dapat mengakibatkan induksikontras nefropati.
iii. Ultrasonografi Ultrasonografi
ialah
modalitas
lain
yang
harus
dipertimbangkan pada populasi tertentu seperti pada pasien hamil atau pasien usia muda yang dicurigai divertikulitis. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa ultrasonografi ini digunakan untuk mengurangi paparan ion. Selain itu, USG juga digunakan untuk inspeksi struktur lain di dalam panggul yang mungkin dapat menyebabkan adanya gejala tertentu pada pasien.Penggunaan ultrasonografi dengan pendekatan “compression graded” memiliki sensitivitas sebesar 90% dalam mendeteksi adanya diverticulitis akut. Namun, ultrasonografi bukanlah pilihan awal pada pasien
obesitas karena gambar yang ditunjukkan cenderung tidak optimal.(Hammond N, Nikolaidis P, Miller F.)
Gambar 7. Ultrasonografi diverticulitis Sumber: http://www.ultrasoundcases.info/files
iv. Computed Tomography (CT) CT abdomen/pelvis merupakan standar emas untuk evaluasi
diverticular
mendekati
100%.CT
disease
karena
abdomen/pelvis
sensitivitasnya dengan
kontras
biasanya menunjukkan adanya penebalan dinding usus dan lemak perikolik yang sesuai dengan tanda peradangan. Jenis pencitraan ini dapat juga mendeteksi komplikasi dari diverticulitis seperti abses, fistula, adanya udara, juga tingkat keparahan penyakit untuk merujuk pada pengobatan yang
akan
diberikan.
Longaroni M, et al .)
(Bugiantella
W,
Rondelli
F,
Gambar 8. A: Computed tomography (CT) imaging demonstrating acute, uncomplicated diverticulitis. B: CT imaging demonstrating acute diverticulitis with localized perforation with a small amount of extraluminal air. Sumber: Stocchi L. Current indications and role of s urgery in the management of sigmoid diverticulitis. World J Gastroenterol 2010
v. Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI adalah alternatif bagi mereka tidak mendapatkan hasil yang jelas menggunakan ultrasonografi atau CT scan, dengan sensitivitas 94-96% dan spesifisitas 88%. Namun kekurangan MRI termasuk ketersediaan yang terbatas, waktu pemindaian yang lebih lama dengan kerentanan yang lebih besar terhadap gerak, sertabiaya lebih mahal.
vi. Kolonoskopi Pada fase peradangan akut yang berhubungan dengan divertikulitis akut, kolonoskopi tidak dianjurkan. Ada beberapa setidaknya
alasan 4-6
yang
dianjurkan
minggu
untuk
sebelum
menunggu melakukan
kolonoskopi,termasuk risiko perforasi dengan insufflasi udara, serta kualitas kolonoskopi yang terbatas yang disebabkan karena nyeri, persiapan yang tidak memadai, dan potensi terjadi stenosis usus.
Gambar 9. Divertikula di kolon desenden
Sumber: Bharucha AE, Parthasarathy G, Ditah I, et al. Temporal Trends in the Incidence and Natural History of Diverticulitis: A Population-Based Study. The American journal of gastroenterology. 2015
Banyak dilakukan
yang
6
minggu
merekomendasikankolonoscopi pasca
peradangan
akut
untuk
menyingkirkan kecurigaan adanya keganasan, walaupun beberapa
penelitian
baru
menentang
dilakukannya kolonoskopi sama sekali.
kebutuhan
I m a g i n g Mo d a l i t y F
i
n
d
i
n
g
s Sensitivity Specificity
Plain Radiography: Upright X-Ray Free air under the diaphragm, air fluid level 7
5
%5
0
%
Ultrasonography: Graded Compression Thickened bowel loop with a target-like appearance 9
2
%9
0
%
Computed Tomography: Abdomen/Pelvis Thickness of colonic wall, pericolic fat stranding, inflamed diverticula, abscess formation, free air, fistula formation Near 100% Near 100% Magnetic Resonance Imaging: Abdomen/Pelvis A
s
a
b
o
v
e 9 4 - 9 6 % 88-100%
C o l o n o s c o p y Not recommended in acute phase of diverticulitis17 —
—
Tabel 1. Ringkasan pemeriksaan imaging
Sumber: Sreeja Natesa, MD., et al. Diverticulitis: Evaluation and Management.
6. Rencana Terapi (Plan)
Divertikulitis dapat ditangani secara medikamentosamaupun pembedahan. Tujuan manajemen medikamentosa yang diberikan adalah untuk mengurangi peradangan akut, mencegah kekambuhan, dan mengatasi gejala kronis. Manajemen untuk divertikulitis bergantung pada tingkat keparahan
penyakit
jugagambaran
klinis
pasien
secara
keseluruhan.Salah satu pertimbangannya yaitukondisi pasien stabil atau tidak stabil.Pasien yang tidak stabil dikarenakan adanya perforasi dan/atau peritonitis jelas memerlukan resusitasi dan pemberian antibiotik intravena secara dini.Pasien tersebut harus disiapkan untuk dilakukan operasi sesuai dengan hasil laboratorium pra-operasi yang telah dipesan. Kebanyakan pasien dengan diverticulosis dengan sedikit gejala dan tidak memerlukan penanganan khusus.Diet tinggi serat cukup membantu mengatasi dan mencegah konstipasi.Rencana manajemen diverticulitis ada beberapa: a. Antibiotik Keuntungan yang signifikan dari pemberian antibiotik intravena dibandingkan dengan antibiotik oral belum dapat dibuktikan,
dan
data
menunjukkan
keefektifan
antibiotik
ekuivalen selama empat hari lebih tinggi dibandingkan dengan antibiotik spektrum luas tujuh hari. Namun, kurangnya bukti yang mendukung penggunaan antibiotik untuk diverticulitis tanpa komplikasi.Sebuah studi mengacak 623 pasien dengan antibiotik atau plasebo dan
menemukan bahwa terapi antibiotik untuk divertikulitis tanpa komplikasi tidak mendukungcepatnya pemulihan, mencegah komplikasi, atau divertikulitis berulang.Secara khusus, tidak ada bukti
adanya
peningkatan
tingkat
perforasi
usus
atau
pembentukan abses pada pasien yang hanya mendapatkan perawatan suportif. Pendapat ahli dari Society for the Surgery of the Alimentary Tract menunjukkan bahwa antibiotik harus dilanjutkan hanya sampai masalah leukositosis terselesaikan, defisiensi demam, dan sampai pasien dapat mentolerir pemberian makanan oral. Sebuah praktik dilakukan di Amerika Serikat, pemberian antibiotic sebagai terapi pengobatan divertikulitis mencakup antibiotik spektrum luas yang peka terhadap bakteri gram negatif, gram positif, dan bakteri anaerobik.Pilihan yang umum digunakan dengan cakupan tersebut meliputi ciprofloxacin yang dikombinasikan dengan metronidazol, ampicillin-sulbactam, atau amoxicillin/clavulanate.Sedangkan
pilihan
umum
untuk
pemberian antibiotic intravena meliputi piperacillin/tazobactam, gabungan ceftriaxone dan metronidazole, atau meropenem. (Weizman A, Nguyen G.)
b. Reseksi Bedah Divertikulitis tanpa komplikasi paling sering ditangani secara medikamentosa, sementara kecenderungan divertikulitis dengan komplikasi telah berevolusi selama bertahun-tahun. Secara historis, pasien yang gagal dalam pengelolaan medis akan ditawarkan
pilihan
kolektomi
sigmoid
untuk
mencegah
terulangnya penyakit.Sebaliknya, pasien divertikulitis dengan komplikasi sering ditangani melalui operasi segera.Namun, praktik klinis saat ini sedang menerapkan metode baru menggunakan pengelolaan bedah invasif bahkan pada beberapa pasien dengan komplikasi. Sebuah pendekatan menyarankan kolektomi tetap dilakukan setelah dua episode divertikulitis, sementara ulasan studi terbaru
menemukan bahwa peningkatan jumlah episode divertikulitis akut tanpa komplikasitidak meningkatkan kebutuhan akan operasi yang mendesak, risiko kekambuhan, atau risiko komplikasi. (Wieghard N, Geltzeiler C, Tsikitis V.) Reseksi
bedah
merupakan
pilihan
bagi
pasien
divertikulitisdengan komplikasibahkan yang berulang. Urgent kolostomi bagi pasien dengan sepsis dan peritonitis, sertauntuk mereka yang tidak membaik dengan manajemen non-operatif, biasanya terjadi bagi pasien Hinchey III dan IV. Jika akhirnya memilih tindakan operasi, maka operasi laparoskopi terbuka akan lebih baik untuk dilakukan.
c. Manajemen Abses Adanya peningkatan pilihan manajemen bagi divertikulitis yang non-operatif, seperti drainase abses perkutaneous dan bilas intraperitoneal, serta dilakukannya prosedur invasif minimal lainnya.Abses yang berukuran kecil (<4-5cm) dapat diobati secara
medis
dengan
antibiotic
sendiri.Sementara
yang
ukurannya lebih besar (> 5cm) biasanya memerlukan drainase perkutan yang dikombinasikan dengan antibiotik.
Gambar 10. Algoritma penegakan diagnosis hingga penanganan diverticulitis Sumber:
Danny O. Jacobs, M.D., M.P.H. Diverticulitis. N Engl J Med 2007
7. Prognosis
Diverticulitis menyajikan prognosis yang lebih serius daripada divertikulosis karena komplikasinya bisa berakibat fatal, tetapi jka cepat didiagnosa dan menjalani perawatan yang tepat (mungkin pembedahan), dapat disembuhkan. Sebagian besar pasien sembuh total setelah menjalani pengobatan. Jika tidak ditangani awal, divertikulitis dapat menyebabkan perforasi dan pelepasan bakteri dari fekal ke jaringan peridivertikuler.Hasil lanjutannya berupa abses yang biasanya berisi jaringan apendises apiploika dan jaringan perikolonik.Perforasi jarang menimbulkan peritonitis.Fibrosis sebagai respon terhadap episode berulang dapat menekan lumen usus, menimbulkan obstruksi.Perdarahan intestinal dapat juga terjadi.Fistula dapat terbentuk antara kolon dan organ sekitar, termasuk kandung kemih, vagina, usus halus dan kulit abdomen.Komplikasi lainnya adalah pyeleplebitis dan abses liver. Individu yang berusia kurang dari 40 tahun yang memiliki imunitas terdepresi karena medikasi atau penyakit lainnya akan memiliki kemungkinan leih besar untuk terjadi komplikasi dan menjalani pembedahan. Sekitar setengah pasien yang memiliki diverticulitis akan kambuh dalam beberapa tahun setelah ditangani dan dalam masa remisi. Dari paien yang masuk rumah sakit, sekitar 15-20% mengalami komplikasi yang membutuhkan pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. “Diverticulosis
and
Diverticulitis”.
(http://patients.gi.org/topics/diverticulosis-anddiverticulitis)
American
College of Gasteroenterology. 2. Andeweg C, Mulder I, Felt-Bersma R, et al. Guidelines of diagnostics and treatments
of
acute
left-sided
colonic
diverticulitis. Digestive
Surgery 2013;30:278-292. 3. Beer F. Some pathological and clinical aspects of acquired (false) diverticula of intestine. Am J Med Sci. 1904;128:135-45 4. Bharucha AE, Parthasarathy G, Ditah I, et al. Temporal Trends in the Incidence and Natural History of Diverticulitis: A Population-Based Study. The American journal of gastroenterology. 2015;110(11):1589-1596. doi:10.1038/ajg.2015.302. 5. Bugiantella W, Rondelli F, Longaroni M, et al. Left colon acute diverticulitis:
An
update
on
diagnosis,
treatment
and
prevention. International Journal of Surgery 2015;13:157-164. 6. Ferzoco IB, Raptopoulos V, Silen W. Acute diverticulitis. N Engl J Med . 1998;338:1521-26 7. Granlund J, Svensson T, Olen O, et al . The genetic influence on diverticular disease - a twin study. Aliment Pharmacol Ther . 2012 10.1111/j.13652036.2012.05069.x 8. Hammond N, Nikolaidis P, Miller F. Left lower-quadrant pain: Guidelines from the American College of Radiology Appropriateness Criteria. Am Fam Physician 2010;82:766-770. 9. Humes D, Spiller R. Review article: The pathogenesis and management of acute colonic diverticulitis. Alimentary Pharmacology & Therapeutics 2014;39:359-370. 10. Lindseth, G.N., 2005. Gangguan Usus Besar. In: Huriawati, H., Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC, 456-468. 11. Mustafa, M., Menon, J., et al. Colonic Diverticulitis: Risk Factors, Diagnosis and Management. IOSR Journal Of Pharmacy. Volume 5, Issue 3 (March 2015), PP. 20-25
12. Pilgrim S, Hart A, Speakman C. Diverticular disease in younger patients — is it clinically more complicated and related to obesity? Colorectal Disease 2013;15:1205-1210. 13. Scheiman, Laura, et al. Chronic Diverticulitis : Clinical, Radiographic and Pathologic Findings. Philadelphia. 2007. 14. Sherwood, L.Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. 6th ed. Jakarta: EGC . 2011:p. 595-597 15. Sifri CD, Lawrence CM. Diverticulitis and Typhlitis. In Mandell, Douglas and Benntte’s Principles and Practice of Infectious Diseases. 7th ed. Mandell GL, Bennette JE, Dolin R(editors). Churchill Livingstone Elsevier . 2010. 16. Taylo, C.R. Struktur dan Fungsi, Sindrom Malabsorbsi, Obstruksi Usus. In: Mahanani, D.A., Ringkasan Patologi Anatomi. Jakarta: EGC . 2005:532-538. 17. Tintinalli J. Gastroenterology. In: Tintinalli’s Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide,7 th ed. New York: McGraw-Hill ; 2011. 18. Van de Wall B, Draaisma W, Van der Kaaij R, et al. The value of inflammation
markers
and
body
temperature
in
acute
diverticulitis. Colorectal Disease 2012;15:621-626. 19. Weizman
A,
Nguyen
G.
Diverticular
disease:
Epidemiology
and
management. Can J Gastroenterol 2011;27(7):385-389. 20. Wieghard N, Geltzeiler C, Tsikitis V. Trends in the surgical management of diverticulitis. Ann Gastroenterology 2015;28:25-30. 21. Wilkins T. Diagnosis and management of acute diverticulitis. Am Fam Physician 2013;87(9):612-620