Kaitan dengan nasionalisme di Indonesia tidak bisa lepas dari pluralistis dan kebhinekaan. Kenyataan di Indonesia sering terjadi permasalahan yang mengarah pada unsur SARA dan ujaran kebencian. Kecendurungan ini sering terjadi pada saat bangsa Indonesia menyelenggarakan PEMILU. Mengapa bisa terjadi dan bagaimana cara mencegah agar tetap bersatu dalm NKRI. Bagaimana pula mempersatukan masyarakat multikultur di Indonesia dengan beragama perbedaan baik suku, agama, dan budaya. Media atau metode apa yang tepat untuk menanamkan rasa nasionalisme bagi peserta didik di sekolah yang b iasa bapak/ibu terapkan Mengapa bisa terjadi dan bagaimana cara mencegah agar tetap bersatu dalam NKRI Indonesia terkenal akan penduduk yang banyak didalamnya. Indonesia memiliki penduduk sebesar 200 juta lebih yang menempatkannya kedalam kategori negara dengan posisi terbanyak penduduk nomer 4 setelah China, India, dan Amerika Serikat. Dengan penduduk yang banyak ini wajar apabila adanya keberagaman suku, ras, agama, dan antar golongan. Dengan keberagaman ini bisa menimbulkan keindahan. Namun belakangan ini negara negara kita dihadapi dihadapi persoalan yang cukup serius serius dimana isu SARA dijadikan senjata untuk memenangkan suatu pemilihan umum. Negara kita yang terdiri dari berbagai Suku, Agama & Ras ini sangat mudah dipengaruhi oleh penggunaaan isu SARA ini, para aktor politik di negara kita ini masih suka menggunakan isu ini untuk mendulang suara. Isu SARA sendiri sangatlah mudah namun berbahaya untuk dijadikan sebagai senjata dalam pemilihan umum. Bahaya disini karena dapat menimbulkan perpecahan yang dapat menjadikan masyarakat kita terpecah, fanatisme, paranoid terhadap yang kelompok lain. Aktor
politik yang menggunakan isu ini biasanya “miskin” prestasi sehingga menggunakan isu ini sebagai senjata, juga adanya sekelompok ormas yang mengatasnamakan suatu golongan untuk mendukung calon pemimpin tertentu untuk mempengaruhi masyarakat sehingga persepsi masyarakat yang seharusnya mengutamakan kualitas dan prestasi dari seorang calon pemimpin teralihkan untuk memilih seorang pemimpin berdasarkan latar belakang Identitasnya. Isu SARA menjadi isu yang memang mudah untuk dijadikan sebagai alat dalam memenangkan suatu pemilihan umum, namun sedianya hal ini justru menjadi kemunduran dalam berdemokrasi, demokrasi sejatinya menjadi ajang menunjukan prestasi, kualitas, & kompetennya seorang pemimpin bukan sebuah ajang untuk menjual isu identitas. Isu SARA
memang menjadikan masalah yang sering muncul saat pemilihan umum. Eksploitasi isu ini sejak sej ak dulu sudah sering digunakan dalam mendapatkan suara rakyat. Pemilihan Umum yang sedianya menjadi ajang menunjukkan prestasi disalahgunakan dengan memainkan isu SARA sebagai senjata ampuh yang sangat mungkin untuk mengantar aktor yang menggunakan isu ini untuk memenangkan
Pemilihan Umum. Isu SARA di negara kita memang masih menjadi “jualan” yang laku disuguhkan saat pemilihan umum. Isu SARA sangat tidak bijak digunakan pada pemilihan umum, karena dalam berdemokrasi setiap orang punya hak untuk dipilih menjadi pemimpin tanpa memandang identitas yang melekat pada diri orang tersebut. Masyarakat kita dipertontonkan oleh gaya berpolitik yang salah, aktoraktor politik yang seharusnya memberi pendidikan politik yang baik kepada masyarakat malah mempertontonkan yang tak patut untuk dicontoh. Kurangnya kesadaran aktor politik kita untuk tidak bermain-main dengan isu ini dan kedewasaan berdemokrasi yang mengutamakan prestasi inilah yang harus kita bangun. Isu SARA menjadi hal yang harus dihindari karena isu ini sangat berpotensi menyebabkan perpecahan di masyarakat, sebagian masyarakat kita masih mudah terprovokasi dengan penggunaan isu ini sehingga sangatlah mungkin menimbulkan efek perpecahan dalam dalam kehidupan berbangsa dan dan bernegara ini. Penggunaan isu SARA tanpa disadari dapat meninggalkan persoalan yang bisa jadi berdampak besar dalam kehidupan berbangsa & bernegara kita karena sebelumnya telah terbelah karena isu SARA, rekonsiliasi yang lama karena dampak penggunaan isu SARA dalam Pemilihan Umum ini menyebabkan sulitnya untuk mencapai cita-cita mulia untuk memajukan kesejahteraan kesejahteraan masyarakat. Dampak inilah yang harusnya diperhatikan diperhatikan secara teliti oleh para peserta pemilihan umum untuk tidak menimbulkan gejolak
baru, namun nampaknya para aktor politik begitu “bernafsu” u ntuk tetapkan menggunakan isu ini. Masyarakat kita yang sejak awal hidup damai berdampingan satu sama lainnya harus dikorbankan, jika melihat ini terus menerus terjadi tanpa adanya komitmen untuk melawannya maka cita-cita demokrasi dan reformasi kita terbukti gagal. Penggunaan isu SARA bisa jadi menyebabkan generasi muda kita yang berasal dari
golongan “minoritas” yang sebenarnya memiliki kompeten dan kualitas yang baik dikandaskan cita-citanya hanya karena dia seorang yang berasal dari kalangan
“minoritas”. Hal ini jelas tidak sesuai dengan arti demokrasi sesungguhnya bahwa setiap orang berhak dipilih untuk menjadi pemimpin tanpa memandang latar belakang identitasnya. Hal inilah yang harus kita ubah agar demokrasi sehat dan semakin maju kedepan bukan malah mengalami kemunduran. Juga mewujudkan cita-cita kita untuk berdemokrasi secara sehat.
Bagaimana pula mempersatukan masyarakat multikultur di Indonesia dengan beragama perbedaan baik suku, agama, dan budaya Kita tahu bahwa segala macam bentuk konflik yang membawa atas dasar kepentingan Suku, Agama, Ras dan Antar golongan, itulah yang biasanya kita kenal dengan sebutan SARA. Sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari format hubungan masyarakat yang tidak harmonis. Merawat kemajemukan memang susahsusah gampang, susah tetapi tidak sesulit memindah gunung dan mudah tak segampang membalikan telapak tangan. Nah, artikel ini akan membahas bagaimana caranya merawat kemajemukan bangsa Indonesia. Berikut adalah Cara merawat kemajemukan bangsa Indonesia : 1.
Menghormati perbedaan Dalam kehidupan sosial berbangsa perbedaan adalah lumrah, tetapi perbedaan bukanlah halangan untuk terus bersatu, dan bukan pula alasan pembenar untuk berpisah. Semua warga negara yang mendiami Indonesia sudah seharusnya menyadari perbedaan itu, baik berbeda suku, ras, agama, dan golongan. Kita tidak harus memaksakan untuk menjadi sama, karena kita samasama memahami bahwa negara Indonesia lahir diatas perbedaan. Tidak ada lagi yang merasa sukunya paling hebat, dan tidak ada lagi ceritanya memaksakan kebenaran atas dalil kebenaranya sendiri. Coba kita tengok kebelakang seperti peristiwa Ambon, Poso, Madura, dan yang paling anyar kerusuhan Tolikora. Semua peristiwa itu seharusnya tak perlu terjadi jika kita sama-sama meghormati perbedaan. Sudah tak terhitung lagi, berapa ratus jiwa yang harus gugur sia-sia atas nama perbedaan di negara yang
katanya ‘Berbeda tetap satu’ ini. Oleh karena itu, sekarang saatnya berangkulan, dan kita sebagai warga negara sama-sama menjunjung toleransi antar sesama dan menghormati perbedaan.
2.
Memelihara Hak dan Kewajiban Umat Beragama Sudah banyak sekali kekarasan berdalih agama, kekerasan ini sebenarnya berangkat dari ruang keegoisan yang menganggap golongannya sendiri paling benar. Indonesia sendiri secara terbuka mengakui 5 agama sebagai agama resmi masyarakatnya, oleh sebab itu, antar sesama umat beragama sudah sepantasnya saling menghormati dengan sama-sama memberikan ruang untuk menjalankan hak dan kewajiban sebagai pemeluk agama yang taat dan mematuhi berbagai macam berbagai macam macam norma.
3. NKRI lebih utama dari apapun Semua golongan, ras, agama dan suku tentulah memiliki kepentingan, akan tetapi kepentingan Negara harus selalu diprioritaskan, karena adanya Indonesia bukanlah warisan dari nenek moyang sebelah pihak semata, bukan warisan dari suku A maupun suku B, akan tetapi Indonesia Indonesia lahir dari dari rahim perjuangan berdarah, yang darinya ( founding ( founding father ) mereka rela melepas jubah dan bendera golongannya masing-masing demi tegak dan kokohnya Indonesia. Jadi, sekarang sudah waktunya mengesampingkan kepentingan golongan, karena kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia inilah yang paling utama dari kepentingan apapun. 4. Genggam Erat Bhinneka Tunggal Ika Bhinneka Tunggal Ika sebagai s ebagai motto bangsa kita tempatkan bukan menjadi penghias lambang negara belaka. Bhinneka tunggal ika harus tetap digenggam seerat-eratnya, untuk menjaga keharmonisan sosial. Walaupun kita tercipta diatas perbedaan tetapi tetaplah mempunyai mempunyai satu tujuan yang sama, satu cita-cita yang sma, dengan menciptakan satu keharmonisan hidup. Untuk mewujudkan itu, falsafah ini harus benar-benar dipegang kuat dan dipahami oleh masyarakat, dengan memanifestasikanya dalam bentuk nyata setiap hari. Perbedaan dari kelompok minoritas tidak harus selalu dikerdilkan dengan menghakimi sesuka hati, tetapi semuanya harus di rangkul menjadi satu kekayaan dalam ruang kebhinnekaan. 5. Daya Paksa Pemerintah Sebagai otoritas tertinggi dari negara, peran turut serta pemerintah untuk merawat kemajemukan juga sangat dibutuhkan. pemerintah di tuntut untuk menciptakan suatu kebijakan yang jelas, bersifat mengikat, yang mampu menjadi
daya paksa masyarakat. Sehingga antara kebijakan pemerintah dan kesadaran masyakat menjadi satu pondasi yang kokoh untuk membentengi terjadinya konflik
dan penyebab
terjadinya
tindakan
penyalahgunaan
kewenangan. kewenangan.
Pemerintah harus tegas dan jelas, dengan menutup celah yang bisa digunakan oknum yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kekerasan berdalih penyelamatan suku maupun agama. 6. Kesadaran Masyarakat Manakala terjadi konflik horisontal sebenarnya musuh yang akan di hadapi sejatinya adalah saudara-saudara kita setanah dan air yang sama, maka kepedulian masyarakat teramat penting untuk sama-sama memberikan kesadaran, sehingga tercipta satu tatanan kehidupan sosial yang aman raharja, tanpa harus dibayang-bayangi ketakutan konflik saudara. Itu bisa diterapkan seandainya tumbuh kesadaran penuh dari masyarakat tentang pentingnya menanamkan nilai-nilai berbangsa dan bernegara. Serta merawat dan menggenggam
kebhinnekaan
dalam
bingkai
Indonesia
dan
menghindari menghindari penyebab lunturnya bhinneka tunggal ika. 7. Hilangkan Semangat Sekterian Semangat sekterian harus dihilangkan karena itu hanya akan memunculkan ambisi sesaat dan berkutat di kebenaran relatif, justru yang harus digenggam adalah semangat ke-Indonesia-an dengan merawat kemajemukan menjadi kekayaan bangsa. Itulah tujuh cara merawat kemajemukan. Diatasa tanah dan air yang kita sepakati bernama Indonesia inilah harusnya kita patut bersyukur diberikan modal luar biasa beruapa keberagaman dan perbedaan dengan terbentang beraneka macam suku, agama, ras, budaya, bahasa, dan etnis yang semuanya bisa menjadi kekayaan luar biasa, jika disikapi dengan arif dan bijaksana.
Media atau metode apa yang tepat untuk menanamkan rasa nasionalisme bagi peserta didik di sekolah Untuk bisa menanamkan menanamkan Nasionalisme dan semangat cinta tanah tanah air pada anak-anak, kita memerlukan metode yang tepat, sesuai dengan karakteristik anakanak. Ada empat metode metode yang bisa kita lakukan lakukan untuk menumbuhkan Nasionalisme dan semangat cinta tanah air
1. Metode menyanyi. Anak-anak sangat menyukai menyanyi. Setiap ingin memahami sesuatu, anak sering menggunakan metode menyanyi. Dengan menyanyi, anak-anak akan cepat tahu dan hapal. Tidak heran jika di kelompok bermain, metode menyanyi menjadi metode utama dalam mengajar. Di sinilah, dengan karakteristik ini, kita bisa menggunakan menyanyi sebagai metode dalam menanamkan semangat cinta tanah air. Untuk itu, sering-seringlah memutarkan musik lagu-lagu nasionalisme, atau kita sebagai guru dan orang tua sering menyanyikan lagu nasional. Dengan cara ini, anak-anak akan akrab, dan bahkan hapal lagu-lagu nasional. Dari sinilah semangat cinta tanah air akan tertanam di dalam benak anak. 2. Kedua, metode wisata. Anak-anak sangat suka dengan wisata. Setiapkali diajak wisata, anak-anak selalu histeris. Dan setelah wisata, kesan atas segala hal yang telah dialami dalam wisata tidak mudah dilupakan. Anak-anak selalu ingat, karena dalam wisata banyak pengalaman yang menyenangkan. Di sinilah, wisata ke tempattempat bersejarah atau museum perjuangan menjadi hal penting. Di tempat wisata inilah kita bisa menjelaskan banyak hal tentang perjuangan dalam merebut kemerdekaan. Dari sini semangat cinta tanah air akan tertanam dalam benak anak. Pada tingat sekolah yang lebih tinggi, jika metode wisata tidak dapat dilakukan bisa dilakukan dengan cara menggali sejarah dan keanekaragaman keanekaragaman bangsa Idonesia melalui media online. 3. Ketiga, metode bercerita. Biasanya anak senang akan cerita atau atau mendongeng. Inilah saat yang tepat untuk bercerita tentang sejarah kemerdekaan atau segala hal tentang Indonesia yang menarik. Melalui cerita ini, rasa cinta pada tanah air akan tertanam di dalam benak anak-anak. Khususnya di sekolah metode ini bisa diganti dengan mengamati dan mendiskusikan film yang menggambarkan rasa nasionalisme 4. Keempat, metode gambar dan buku. Kenalkan buku sedini mungkin, terutama buku bergambar yang disukai anak-anak. Khusus di sekolah mulai lengkapi buku sebagai gerakan menumbuhkan literasi. Pilihlah buku-buku bergambar tentang pahlawan dan
perjuangan bangsa Indonesia. Ceritakan gambar-gambar kemerdekaan itu pada anak. Anak pasti suka. Anak akan selalu ingat gambar wajah-wajah pahlawan Indonesia. Di sinilah semangat cinta tanah air akan tertanam di dalam benak anak. Pada tingkat yang lebih tinggi metode ini dapat dilakukan dengan cara menelusuri jejak pahlawan sesuai kompetensi dasar yang sedang di ajarkan. Selain menggunakan empat empat metode di atas, penanaman penanaman rasa cinta air di lingkungan sekolah atau pendidikan dapat dilakukan dengan cara, antara lain: 1. Membiasakan upacara bendera. Agar tetanam rasa cinta air, guru harus harus memberi contoh dengan membiasakan hadir tepat waktu pada saat upacara bendera 2. Suksekan gerakan budaya bersih, guru harus memberikan contoh budaya bersih bukan sekedar memerintah dan memberikan sanksi. 3. Jika dekat dengan makam pahlawan, guru dianjurkan membawa siswa mengunjungi taman makam pahlawan sambil menceritakan sejarah perjuangan salah satu pahlawan yang diketahuinya 4. Biasanya sekolah mengadakan parade yang menampilkan anak-anak dengan kostum cita-cita atau profesi, biarkan anak-anak berkreasi dengan imajinasi dan dukung mereka. 5. Membiasakan anak ikut lomba dengan kompetisi sehat, tanamkan sikap fair play. Bimbing anak-anak ketika saat mengalami kekalahan. Bersaing secara sehat akan menumbuhkan sikap berani bersaing dengan kreatif dan tetap jujur. Anak-anak kita kelak yang akan memimpin Indonesia. Sikap yang tertanam sejak kecil akan membuat bangsa ini kelak tegak dengan ketangguhannya. 6. Mengajak lebih memilih dan mengutamakan produk dalam negeri 7. Jika akan berwisata pilih tujuan wisata keliling Indonesia lebih dulu sebelum ke luar negeri. 8. Kenalkan dengan permainan tradisional. Meski permainan tradisional kini memudar, berbagai alat tradisional masih bisa didapatkan walau tak mudah. Atau Sahabat Ummi bisa berkreasi membuat alat permainan sendiri bersama anak. 9.
Kenalkan dengan tokoh berprestasi Indonesia.
Menumbuhkan nilai-nilai nasionalisme seperti kedisiplinan keragaaman, kesatuan, kesamaan. Dalam meningkatkan nasionalisme adapun hambatanhambatan yang dilalui seperti masih adanya rasa malas pada diri siswa, lingkungan sekitar yang memberi dampak negative pada pertemanan mereka dan era globalisasi yang dengan mudahnya masuk dan memberi pengaruh negatif pada siswa
Sedikit menambahkan, bisa juga siswa bermain peran dengan teman-temannya sesuai dengan tema/materi yang dipelajari ,dan siswa lain mengamati dan mengevaluasinya Dengan kata lain bahwa model pembelajaran role playing adalah playing adalah suatu model pembelajaran dengan melakukan permainan peran yang di dalamnya terdapat aturan, tujuan, dan unsur senang dalam melakukan proses belajar-mengajar. 1. Pengertian Bermain Peran ( Role Playing ) Pengertian bermain peran adalah salah satu bentuk pembelajaran, dimana peserta didik ikut terlibat aktif memainkan peran-peran tertentu. Bermain pada anak merupakan salah satu sarana untuk belajar. Melalui kegiatan bermain yang menyenangkan, anak berusaha untuk menyelidiki dan mendapatkan pengalaman yang kaya, baik pengalaman dengan dirinya sendiri, orang lain maupun dengan lingkungan di sekitarnya. Bermain merupakan bagian terbesar dalam kehidupan anak-anak untuk dapat belajar mengenal dan mengembangkan keterampilan sosial dan fisik, mengatasi situasi dalam kondisi sedang terjadi konflik. Secara umum bermain sering dikaitkan dengan kegiatan anak-anak yang dilakukan secara spontan dan dalam suasana riang gembira. Dengan bermain berkelompok anak akan mempunyai penilaian terhadap dirinya tentang kelebihan yang dimilikinya sehingga dapat membantu pembentukkan konsep diri yang positif, pengelolaan emosi yang baik, memiliki rasa empati yang tinggi, memiliki kendali diri yang bagus, dan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi. Bermain peran (role ( role playing) playing) merupakan sebuah permainan di mana para pemain memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama. Para pemain memilih aksi tokoh-tokoh mereka berdasarkan karakteristik tokoh tersebut, dan keberhasilan aksi mereka tergantung dari sistem peraturan permainan yang telah ditetapkan dan ditentukan, asalkan tetap mengikuti peraturan yang ditetapkan, para pemain bisa berimprovisasi membentuk arah dan hasil akhir permaian. Santrock (1995: 272) menyatakan bermain peran (role play) ialah suatu kegiatan yang menyenangkan. Secara lebih lanjut bermain peran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh kesenangan. Role playing merupakan suatu metode bimbingan dan konseling kelompok yang dilakukan secara sadar dan diskusi tentang peran dalam kelompok. Di dalam kelas, suatu masalah
diperagakan secara singkat sehingga siswa dapat mengenali karakter tokoh seperti apa yang siswa peragakan tersebut atau yang menjadi lawan mainnya memiliki atau kebagian
peran
seperti
apa.
Santrock
juga
menyatakan
bermain
peran
memungkinkan anak mengatasi frustrasi dan merupakan suatu medium bagi ahli terapi untuk menganalisis konflik-konflik anak dan cara-cara mereka mengatasinya. Ginnot (1961; dalam Eka, 2008) menyatakan bermain peran diyakini sebagai sarana perkembangan potensi juga dapat dijadikan sebagai media terapi. Terapi bermain peran khususnya merupakan pendekatan yang sesuai untuk melakukan konseling dengan anak karena bermain adalah hal yang alami bagi anak. Melalui manipulasi mainan, anak dapat menunjukkan bagaimana perasaan mengenai dirinya, orang-orang yang penting serta peristiwa dalam hidupnya secara lebih memadai daripada melalui kata-kata. Ginnot (1961; dalam Eka, 2008) menegaskan bahwa bermain peran merupakan seperangkat prosedur yang digunakan untuk melakukan konseling dengan anak melalui penggunaan secara sistematis dari metode bermain, permainan, dan alat permainan. Van Fleet (2001) menyatakan bermain peran merupakan intervensi yang dikembangkan yang berkaitan dengan penggunaan sistematis dari metode bermain oleh seorang konselor untuk membawa peningkatan dalam kemampuan siswa sampai penampilan yang optimal di sekolah. Bermain peran juga meliputi penggunaan bermain secara sistematis untuk mengatasi kesulitan-kesulitan anak, mengembangkan pola perilaku adaptif, mengendalikan diri siswa yang agresifnya tinggi, meningkatkan kemampuan berempati, dapat mengelola emosi, dapat menjadi individu yang bertanggung jawab, memiliki interpersonal skill yang bagus dan dapat memecahkan masalah secara efektif dan bijaksana. Corsini (1996), (Tatiek, 1989) menyatakan bahwa bermain peran dapat digunakan sebagai alat untuk mendiagnosis dan mengerti seseorang dengan cara mengamati perilakunya waktu memerankan dengan spontan situasi-situasi atau kejadian yang terjadi dalam kehidupan yang sebenarnya. Selain itu teknik bermain peran dapat digunakan sebagai media pengajaran melalui proses modeling anggota kelompok dapat belajar lebih efektif keterampilan-keterampilan yang berhubungan dengan interpersonal, dengan mengamati berbagai macam cara dalam memecahkan masalah.
Kenneth (Sumber Lead Sabda) menyatakan bahwa teknik bermain peran (role playing) merupakan teknik psikoterapi tahun 1930-an. Role playing yang dapat membawa perubahan perilaku yang tidak baik menjadi baik dan terarah. Mulyasa (2004; dalam Asriyanti 2011) menyatakan empat asumsi yang mendasari teknik bermain peran (role playing) dapat mengembangkan perilaku yang baik dan nilai-nilai sosial, yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar lainnya. Sudjana (1989 : 61) menyatakan bermain peran / sosio drama adalah sandiwara tanpa naskah, tanpa latihan lebih dulu sehingga dilakukan secara spontan, masalah yang didramakan adalah mengenai situasi sosial. sosi al. Hamalik (2006 : 214) menjelaskan bahwa pengajaran berdasarkan pengalaman lainnya adalah bermain peran karena pada umumnya siswa si swa menyenangi penggunaan strategi ini karena berkenaan dengan isu-isu sosial dan kesempatan komunikasi interpersonal di dalam kelas. Di dalam bermain, peran guru menerima petan noninterpersonal di dlam kela, siswa menerima karakter, perasaan, dan ide-ide orang lain dalam situasi yang khusus. Sudjana (2000 : 90), sosiodrama adalah bermain peranan yang ditujukan untuk menentukan alternatif pemecahan masalah sosial. Metode sosio drama dan bermain peran merupakan salah satu metode dalam kegiatan belajar. Metode adalah suatu cara yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Makin baik metode itu, makin efektif pula pencapaian tujuan. Untuk menetapkan apakah suatu metode dapat disbeut baik, diperlukan patokan yang bersumber dari beberapa faktor (Surakhmad, 1986 : 75). Lain halnya dengan Subari (1994 : 93) yang menjelaskan bahwa metode sosiodrama atau bermain peran adalah mendramatisasi cara bertingkah laku di dalam hubungan sosial dan menekankan penghayatan di mana para siswa turut serta dalam memainkan peranan di dalam mendramatisasikan masalah-masalah sosial. Jadi dapat diambil kesimpulan Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan
bahan-bahan
pelajaran
melalui
pengembangan
imajinasi
dan
penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.
Dalam metode bermain peran unsul yang menonjol adalah unsur hubungan sosial, dalam bermain peran menempatkan diri sebagai tokoh atau pribadi tertentu misalnya sebagai pahlawan, petani, dokter, guru, sopir, dan sebagainya (Semiawan, 1993 : 82). Menurut pendapat dari Shaftel dalam Rianto (2000 : 107) menyatakan bahwa metode bermain peran diartikan sebagai suatu metode pemecahan masalah yang melibatkan dua orang atau lebih untuk mengambil keputusan secara terbbuka dalam situasi yang dilematis. Pemeranan diakhiri pada saat mencapai titik dilema dan masing-masing pemeran bebas menganalisa apa yang terjadi melalui diskusi yang melibatkan para pengamat untuk mencari pemecahannya