faktor penyebab terjadinya konflik sosial di masyarakat. Berdasarkan pengalaman dan sejarah, beberapa konflik antar suku pernah terjadi di Indonesia. Indonesia. Berikut ini contoh konflik antar suku tersebut lengkap dengan penjelasan latar belakang terjadinya terjadinya dan cara penyelesaiannya.
Contoh Konflik Antar Suku Konflik antar suku adalah konflik yang terjadi dengan melibatkan 2 atau lebih etnis yang saling bertentangan. Konflik Konflik antar suku sering sering terjadi di negara negara yang memiliki memiliki penduduk penduduk dengan latar latar belakang suku yang yang heterogen. Di Di Indonesia sendiri ada beberapa kasus kasus konfilk antar suku yang yang pernah terjadi, di antaranya konflik antara suku Aceh dan suku Jawa, suku Dayak Dayak dan Madura, Madura, suku Lampung dan Bali, suku asli Bangka dan suku pendatang, serta konflik antar suku di Papua.
1. Konflik suku Aceh dan Jawa Konflik antara suku Aceh dan Jawa dilatarbelak dilatarbelakangi angi oleh sejarah panjang, yakni sejak zaman kerajaan Majapahit yang menginvasi kerajaan Aceh di masa silam. Selain itu, adanya tindakan diskriminatif pemerintah pemerintah pada masa orde baru yang dinilai masyarakat Aceh sebagai pemerintahan
Jawa, dinilai juga sebagai latar belakang kembali kembali tumbuhnya kecurigaan dan rasisme antar kedua suku ini. Advertisement Lewat gerakan separatis yang bernama Gerakan Aceh Merdeka, sebagian warga Aceh kemudian berusaha mengusir mengusir suku-suku pendatang pendatang dari tanah nenek nenek moyangnya. moyangnya. Dalam hal ini, ini, suku Jawa yang menjadi suku pendatang mayoritas menganggap bahwa Aceh termasuk bagian dari NKRI dimana mereka berhak untuk ikut tinggal di sana. Konflik pun muncul dan pengusiran orang-orang suku Jawa dari tanah Aceh harus terjadi. Namun, seiring perundingan antara pemerintah NKRI dan Gerakan Separatis Aceh Merdeka, konflik inipun dapat diselesaikan. Melalui perundingan itu pula hingga saat ini, kondisi Aceh dapat kembali kondusif.
2. Konflik Sampit (suku Madura dan suku Dayak) Contoh konflik antar suku selanjutnya terjadi di Kalimantan Tengah. Bermula dari kerusuhan kecil yang terjadi di Kota Sampit di tahun 2001, dimana adanya penyerangan terhadap 2 warga suku Madura oleh beberapa orang suku Dayak asli, konflik ini menjadi sebuah konflik antar suku yang meluas hingga seluruh penjuru provinsi Kalimanta Kalimantan n Tengah. Akibat konflik ini, tercatat ada sekitar 500 orang meninggal dunia dengan jumlah korban lebih besar pada suku Madura. Selain Selain itu, diperkirakan diperkirakan 100.000 orang suku Madura kehilangan kehilangan tempat tempat tinggal tinggal dan harta bendanya karena mereka harus kembali ke asal muasal mereka, yakni Pulau Madura. Advertisement
3. Konflik suku Lampung dan suku Bali Konflik antara suku asli Lampung dan suku Bali pendatang merupakan contoh konflik antar suku yang belum lama terjadi. Konflik ini berlangsung di sekitar tahun 2009. Bermula dari adanya perselisihan antar antar warga, konflik ini meluas menjadi menjadi tragedi berdarah berdarah antara suku Lampung Lampung pribumi pribumi dan suku Bali pendatang. Beruntung karena penanganan yang cepat dan tanggap dari pihak kepolisian dan TNI, konflik berdarah ini dapat segera segera diredam, sehingga sehingga jumlah korbanpun tidak tidak terlalu banyak. banyak. Tercatat sekitar 12 orang tewas karena tragedi tr agedi ini dan kondisi keamanan pun kembali kondusif setelah adanya perundingan dari dari kedua belah pihak. pihak. [Baca Juga : Contoh Konflik antar Agama] Agama ]
4. Suku asli Bangka dan suku Pendatang Konflik antara suku asli Bangka dan suku pendatang di Pulau Bangka merupakan salah satu contoh konflik antar suku yang terjadi akibat persaingan dalam pemanfaatan sumber daya yang terbatas. Kendati demikian, konflik ini sebetulnya hanya dipicu oleh masalah sepele, yakni kasus pemerasan terhadap seorang suku asli Bangka oleh beberapa orang pemuda dari suku pendatang. Meski dipicu masalah sepele, konflik ini kemudian menjadi sebuah tragedi besar karena melibatkan sara. Selain jatuhnya beberapa korban jiwa, konflik ini juga mengakibat mengakibatkan kan puluhan rumah warga pendatang hangus hangus terbakar. Beruntung Beruntung konflik sosial ini dapat ditangani pihak kepolisian lewat jalur
rekonsiliasi.
5. Konflik antar suku di Papua Kita mungkin hanya mengenal bahwa masyarakat Papua memiliki latar belakang suku yang sama. Padahal, sebetulnya jumlah jumlah suku asli di Papua adalah yang terbanyak di antara provinsi lainnya di Indonesia. Selain itu, perbedaan budaya, bahasa, dan adat istiadat antar suku-suku di Papua juga sangat kentara. Oleh karenanya, konflik antar suku di Papua masih kerap terjadi hingga saat ini. (Diperoleh dari Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia, 2015)
1. Landasan Filosofis Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa RUU Praktik Pekerjaan Sosial mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pancasila dan Alinea kedua Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Indonesia.. Hal tersebut sejalan dengan nilai-nilai umum dan komitmen profesi pekerjaan sosial yakni peningkatan yakni peningkatan kualitas hidup, keadilan sosial, dan harkat dan martabat manusia. (Reamer, manusia. (Reamer, 1995; 1999). Selain itu juga sesuai dengan Nilai-Nilai Utama profesi pekerjaan pekerjaan sosial, yang menurut menurut CSWE (2001) didasarkan pada nilai-nilai pelayanan, keadilan sosial dan ekonomi, martabat dan nilai pribadi, pentingnya hubungan hubungan manusia, dan dan integritas serta kompetensi dalam dalam praktik. Untuk mewujudkan kehidupan yang layak dan bermartabat, serta untuk memenuhi hak atas kebutuhan dasar warga negara demi tercapainya kesejahteraan sosial, negara melalui pekerja sosial profesional menyelenggara menyelenggarakan kan pelayanan dan pengembangan kesejahteraan sosial secara terencana, terarah, dan be rkelanjutan. Praktik pekerjaan sosial didasari oleh kerangka nilai yaitu nilai-nilai, asas-asas, prinsipprinsip, standar-standar perilaku yang diangkat dari nilai-nilai luhur, falsafah hidup dan pandangan hidup serta nilai-nilai dan norma-norma sosial budaya bangsa Indonesia dimana pekerjaan sosial dilaksanaka dilaksanakan. n.
Bagi pekerja sosial Indonesia, Pancasila adalah sumber nilai yang menjadi falsafah hidup dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Pekerja sosial Indonesia mengakui bahwa bangsa Indonesia memiliki tekad yang tunggal untuk melaksanakan lima kehendak yakni untuk melaksanakan kelima sila dari Pancasila. Dikatakan tekad yang tunggal karena tekad itu sangat kuat dan tidak tergoyahkan lagi, sehingga disepakati dan dicantuman didalam setiap peraturan perundangan-undangan perundangan-undangan yang dibuat. Pancasila adalah dasar dasar dari semua urusan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan dan menjadi pedoman, penuntun sikap dan tingkah laku l aku manusia Indonesia didalam melaksanakan urusan-urusan tersebut. Keyakinan pada sila sila Ketuhahan Yang Maha Maha Esa diwujudkan dalam kehidupan beragama, memberikan landasan yang penting untuk membentuk kehidupan beragama dan bernegara. Ajaran-ajaran Ajaran-ajara n agama yang sangat luhur merupakan factor kunci kesuksesan dalam membentuk system kenegaraan di Indonesia. Sebagai contoh ajaran agama tentang keikhlasan dan tanggungjawab. Ikhlas adalah unsure penting dalam membentuk system yang mandiri. Dan orang-orang yang bertanggungjawab adalah orang yang bermanfaat bagi system masyarakat. Berketuhanan adalah hal yang asasi dan merupakan hak asasi manusia yang paling utama. Berketuhanan adalah urusan hati, yang menyangkut hubungan pribadi antara manusia dengan penciptanya, sehingga manusia lain tidak bisa dan tidak berhak mencampuri. Negara tidak bisa mencampuri urusan agama, tetapi berkewajiban memfasilitasi agar agama bisa tumbuh dan berkembang dengan bai k. Negara melindungi agama atau kepercayaan apapun, selama tidak mengganggu kehidupan beragama dan bernegara yang seharusnya, yaitu kerukunan bersama, saling menghormati dan tidak ada pemaksaan. Kemanusiaan yang adil dan beradab menunjukkan bahwa kemanusiaan adalah sifat yang dimiliki setiap manusia. Manusia pada dasarnya adalah sama dan mempunyai nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal. Segala perbedaan yang Nampak tidak boleh dijadikan alas an untuk bertentangan dengan nilai -nilai kemanusiaan tersebut, termasuk perbedaan agama, karena agama pada dasarnya menjunjung tinggi persamaan derajat manusia. Salah satu faktor utama dari peri kemanusiaan adalah sikap toleransi yang positip, yaitu toleransi dalam hal kebaikan. Toleransi merupakan hal krusial di Indonesia mengingat keragaman yang luar biasa dari suku, bahasa, budaya, agama, adat i stiadat dan lain-lain. Toleransi positip akan menyuburkan sikap berperikemanusiaan seperti menjunjung tinggi
persamaan kewajiban asasi setiap manusia tanpa melihat apapun perbedaannya, perbedaannya, mengembangkan sikap tenggang rasa, empati dan sebainya. Adil adalah satu factor terpenting dalam hubungan antar manusia. Tidak ada satu manusiapun yang mau di perlakukan dengan tidak adil. Didalam hubungan antar manusia sering terjadi gesekan-gesekan yang menimbulkan permasalahan. Dan nilai keadilan merupakan poin utama yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahanpermasalahan tersebut. Dengan memegang prinsip adil tersebut maka hubungan antar manusia akan harmonis sesuai dengan yang seharusnya. Dengan prinsip keadilan maka dapat dikembangkan prinsip-prinsip lain antara lain tidak melakukan perbuatan yang merugikan orang lain, menghargai hakn orang l ain, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, tidak memaksakan kehendak kepada orang lain, tidak menggunakan fasilitas Negara untuk kepentingan pribadi, dan lain-lain. Beradab menunjuk kepada tingkatan ti ngkatan kemajuab kehidupan, baik dalam bermasyara bermasyarakat kat maupun secara individual. Beradab erat kaitannya dengan aturan-aturan hidup, budi pekerti, tata karma, sopan santun, adat i stiadat, kebudayaan, kemajuan ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Semua aturan tersebut untuk menjaga agar manusia t etap beradab dan menghindari kezaliman. Adab diperlukan agar manusia bisa meletakkan diri pada tempatb yang sesuai. Sesuatu tidak pada tempatnya akan cenderung menyebabkan ketidaksadaran, kebodohan, dan kerusakan pada system kemasyarak kemasyarakatan. atan. Persatuan yang semakin kuat akan memberikan efek sinergi yang semakin besar, sehingga sebesar apapun permasalahan yang dihadapi akan jauh lebih mudah untuk diselesaikan. Hal ini telah disadari bangsa Indonesia sejak dahulu kala, dan diwujudkan dalam bentuk gotong royong. Dengan kata lain, gotong royong adalah bentuk kesadaran bersinergi dari bangsa Indonesia. Bhineka tunggal ika adalah hakikat dari bangsa Indoensia, sehingga tidak perlu dipecah kembali, karena perpecahan akan menimbulkan mudharat yang lebihy besar dibandingkan manfaat. Persatuan Indonesia adalah proses yang terus menerus dilakukan, karena keragaman di Indonesia. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyaw permusyawaratan/perwa aratan/perwakilan. kilan. Kerakyatan adalah identik dengan demokrasi, yaitu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Kerakyatan atau demokrasi diwarnai oleh watakm asli bangsa Indonesia yakni kekeluargaan, gotong royong, tenggang rasa, tepa selira, santun, penuh kerukunan, tolong menolong dalam kebaikan, dan lain-lain. Dipimpin menyiratkan adanya pemimpin, yang
berarti dua, pertama, bersifat semangat, kedua, berupa manusia pemimpin. Semangat dimaksud adalah hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. permusyawaratan/perwakilan. Sedangkan manusia pemimpin adalah orang yang dili puti semangat dan mampu menjadi yang terdepan didalam pelaksanaannya. Seorang Seorang pemimpin sebaiknya adalah yang terbaik dari kaumnya. Secara intelektual seorang pemimpin sebaiknya mempunyai kemampuan yang mumpuni. Pemimpin adalah figure manusia ideal. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan harus menjadi syarat dan tolok ukur keberhasilan dari seluruh produk kenegaraan. Sosial bukan berate faham sosialisme melainkan berarti rakyat banyak. Keadilan sosial berarti suatu hirarkhi, bahwa keadilan untuk rakyat banyak dan lebih penting dibandingkan kedilan untuk kelompok tertentu. Seluruh rakyat Indonesia berarti bahwa keadilan sosial berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia, dimanapun tanpa terkecuali. Tidak boleh ada di skriminasi keadilan terhadap siapapun, terhadap kelompok manapun, juga terhadap minoritas. Diskriminasi akan memicu perpecahan dalam masyarakat, masyarakat, yang bisa menggerus nilai-nilai luhur yang dimiliki rakyat Indonesia sejak dahulu. Keyakinan bangsa Indonesia terhadap Pancasila dalam sejarahnya telah menjadi dasar dari penyelenggara Negara untuk merumuskan Ekaprasetya Pancakarsa Pancakarsa (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang mengandung petunjuk-petunjuk nyata dan jelas tentang pengamalan kelima sila Pancasila, yang tersurat dalam 45 butir-butirnya. Ekaprasetya Pancakarsa Pancakars a adalah pedoman, penuntun sikap dan tingkah laku manusia Indonesia didalam menghayati dan mengamalkan Pancasila. Pedoman tersebut bersifat manusiawi serta merupakan pedoman yang mungkin dilaksanakan oleh manusia biasa. Dalam kaitan ini manusia ditempatkan didalam batas kemampuan dan kelayakan manusia. Pancasila menempatkan manusia dalam keluhuran harkat dan martabatnya sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Manusialah yang menjadi titik tolak usaha untuk memahami manusia itu sendiri, manusia dan masyarakatnya, masyarakatnya, serta manusia dengan lingkungan hidupnya. Adapun Adapun manusia yang yang dipahami disini bukanlah bukanlah manusia yang luar biasa, tetapi manusia yang memiliki kekuatan yang disertai dengan kelemahannya, manusia yang memiliki kemampuan yang disertai dengan kelemahannya, manusia yang memiliki kemampuan yang disertai dengan keterbatasa keterbatasannya, nnya, manusia yang mempunyai sifat yang baik dan sifat yang kurang baik.
Ekaprasetya Ekaprase tya Pancakarsa memandang manusia sesuai dengan kodratnya sebagai mahluk Tuhan, mahluk pribadi dan mahluk sosial. Manusia dilahirkan dengan susunan tubuh yang dilengkapi dengan daya pikir dan kesadarannya, yang dalam perkembangannya hanya akan mempunyai arti sebaik-baiknya sebaik-baiknya apabila ia hidup hidup bersama manusia manusia lainnya didalam masyarakat. masyaraka t. Dalam kaitan ini i ni relasi kemanusiaan menjadi titik sentral bagi perkembangan manusia. Relasi yang timbal balik dan seimbang antara manusia dan masyarakat merupakan landasan falsafah yang memberi corak dan warna dasar kehi dupan masyarakat masyarakat serta diyakini oleh pekerja sosial Indonesia. Pancasila yang bulat dan utuh memberi keyakinan kepada pekerja sosial dan seluruh bangsa Indonesia bahwa kebahagiaan manusia akan tercapai apabila didasarkan atas keselarasan, keserasian keserasian dan keseimbangan, baik dalam kehidupan manusia sebagai pribadi, dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, dengan manusia lain, dengan masyarak masyarakat, at, dengan lingkungan alam dan dan dalam hubungan dengan seluruh bangsa. Dalam berbagai hubungan ini, manusia dibentuk menjadi manusia yang berkepribadian, yang mampu menempatkan diri secara tepat dan benar. Dengan kata lain mampu mengendalikan diri. Berkaitan dengan HAM dapat dikatakan bahwa Pancasila telah mengandung pengakuan dan penghargaan terhadap HAM, bahkan kelahirannya 3 tahun lebih cepat daripada kelahiran DUHAM. Hak-hak asasi pribadi atau personal rights terkandung dalam sila pertama dan kedua dari Pancasila, yang lebih lanjut l anjut dijabarkan didalam pasal-pasal UUD’45. Pengakuan dan penghargaan hak-hak asasi pribadi terlihat pula didalam butir-butir P4 yang merupakan penjabaran dari sila Ketuhanan yang Maha Esa, seperti agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan YME yang dipercayai dan diyakininya di yakininya (butir 5); mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing (butir 6); tidak memaksaka memaksakan n suatu agama dan kepercayaa kepercayaan n terhadap Tuhan YME kepada orang lain (butir 7). Dalam penjabaran sila kemanusiaan yang adil dan beradab, pengakuan dan penghargaan hak-hak asasi pribadi terlihat dalam butir-butir P4, seperti mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai mahluk Tuhan YME (butir 1); mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepa seli ra (butir 4); dan mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain (butir 5).
Hak-hak asasi ekonomi atau property atau property rights, rights, terdapat dalam sila kelima Pancasila. Pengakuan dan penghargaan hak asasi tersebut penjabarannya terlihat didalam butir-butir P4 berikut ini : mengembangkan perbuatan perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekekluargaan kekekluargaan dan kegotongroyongan (butir 1), i ni merupakan nilai dasar dalam sistem perekonomian Indonesia; tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang orang lain (butir 6); tidak menggunakan hak milik untuk halhal yang bersifat pemborosan dan gaya hi dup mewah (butir 7); tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum (butir 8); dan suka bekerja keras (butir 9). Hak-hak untuk mendapatkan pekerjaan yang sama dalam hukum dan pemerintahan atau right legal equality, terdapat dalam sila kedua Pancasila. Pengakuan dan penghargaan hak asasi tersebut tercermin dalam butir-butir P4 sebagai berikut : mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit, dan sebagainya (butir 2); dan berani membela kebenaran dan keadilan (butir 8). Hak-hak asasi politik atau political atau political rights, terdapat dalam sila keempat Pancasila. Cerminan pengakuan dan penghargaan terdahap hak asasi tersebut dapat dilihat pada butir-butir P4 berikut ini : setiap warga negara dan masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama (butir 1); mengutamakan musyawarah musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama (butir 3); menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah (butir 5); dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah musyawarah (butir 6); memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan permusyawaratan permusyawar atan (butir 10). Hak-hak asasi sosial dan kebudayaan atau social and cultural rights, rights , terdapat dalam sila kedua dan ketiga Pancasila. Cerminan pengakuan dan penghargaan terhadap hak tersebut yang terkandung dalam butir-butir P4 sebagai penjabaran sila kedua Pancasila adalah : mengembangkan sikap sikap saling mencintai sesama manusia (butir 3); mengembangkan sikap sikap tenggangrasa dan tepa selira (butir 4); menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan (butir 6); gemar melakukan kegiatan kemanusiaan (butir 7). Penjabaran butir-butir P4 dari sila persatuan Insonesia yang mencerminkan hak sosial dan kebudayaan diantaranya : mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa (butir 3); mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia (butir 4);
memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (butir 5); mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhineka Tunggal Ika (butir 6); dan memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa (butir 7). Uraian tersebut diatas berarti bahwa Pancasila seharusnya menjadi pedoman sikap serta perilaku seorang pekerja sosial profesional sebagai pekerja sosial dan dalam hubungannya dengan kelayan, dengan lembaga tempat bekerjanya, dengan sejawat profesional serta dengan masyarakat luas. Kerangka nilai diperoleh dan dihayati oleh seorang pekerja sosial melalui upaya penanaman nilai-nilai tersebut dalam proses pendidikannya. Pemahaman Pemahaman terhadap kerangka nilai akan membantu pekerja sosial didalam merumuskan “apa yang seharusnya” sebagai suatu dasar untuk m erumuskan tujuan -tujuan dan mengembangkan program-program program-progr am kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai umum pekerjaan sosial sejak tahun-tahun awal profesi hingga hari ini yakni bahwa komitmen profesi pekerjaan sosial adalah untuk kualitas hidup, keadilan sosial, dan harkat dan martabat manusia. (Reamer, 1995; 1999), dan Nilai-Nilai Utama yang menurut CSWE (2001), profesi pekerjaan sosial didasarkan pada nilai-nilai pelayanan, keadilan sosial dan ekonomi, martabat dan nilai pribadi, pentingnya hubungan manusia, dan integritas serta kompetensi dalam praktik. Untuk mewujudkan kehidupan yang layak dan bermartabat, serta untuk memenuhi hak atas kebutuhan dasar warga negara demi tercapainya kesejahteraan sosial, negara melalui pekerja sosial profesional menyelenggaraka menyelenggarakan n pelayanan dan pengembangan kesejahteraan kesejahteraan sosial secara terencana, terarah, dan be rkelanjutan. Pekerja Sosial adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial. Di dalam melaksanakan praktiknya, pekerja sosial harus selalu memperhatikan etika pekerjaan sosial yang mewakili harapan atau pilihan perilaku yang berkaitan dengan
tanggungjawab pekerjaan pekerjaan sosial. (Levy, 1976). Atau menggambarkan menggambarkan apa yang diharapkan dari para pekerja sosial didalam di dalam penampilan fungsi-fungsi profesional mereka dan didalam tingkah laku mereka sebagai anggota profesi pekerjaan sosial. Hal ini berkaitan dengan Etika Mikro dan Etika Makro (Conrad, 1988 dalam dubois & Miley, 2005), dimana Etika mikro berkaitan dengan standar-stan standar-standar dar dan prinsip-prinsip yang mengarahkan praktik. Sedangkan Etika makro atau etika sosial berkaitan dengan aturan-aturan dan nilai-nilai organisasi serta prinsip-prinsip etis yang mendasari dan membimbing kebijakan-kebijakan sosial. Pekerja sosial harus memperhatikan isu-isu dalam etika makro yang mencakup bagaimana mendistribusikan secara merata sumber-sumber yang terbatas, bagaimana memperluas cakupan pelayanan kepada semua warga n egara, bagaimana dan kapan menghormati instruksi-instruksi instruksi-instruksi tentang arah lebih l ebih lanjut dan keinginan hidup. Juga memperhatikan dan menunjukkan Perilaku Etis yang merupakan tindakan-tindakan yang mempertahankan kewajiban moral dan ketaatan terhadap standar-standar praktik yang dinyatakan oleh kode etik. Perilaku etis ini didasarka didasarkan n atas suatu interpretasi terhadap penerapan nilai-nilai profesi. Apa yang diharapkan dari pekerja sosial berlaku didalam berbagai peranan, didalam kaitan dengan bidang:
pekerjaan sosial klinis, pekerjaan sosial masyarakat, pekerjaan sosial antar-organisasi dan antar profesi; supervisi; administrasi; pendidikan pekerjaan sosial; penelitian pekerjaan sosial; dan
Harapan tersebut berlaku pula didalam pembawaan diri pekerja sosial, dan didalam berbagai relasi :
Relasi Relasi Relasi Relasi
pekerja pekerja pekerja pekerja
sosial dengan klien, sosial dengan teman sejawat, sosial dengan majikan sosial dengan profesi pekerjaan sosial.
Harapan-harapan Harapan-ha rapan tersebut terutama dinyatakan di dalam prinsip-prinsip etika pekerjaan sosial dan dikodifikasikan dalam bentuk Kode Etik Pekerja Sosial yang dirancang untuk mencegah atau menghalangi pekerja sosial untuk melakukan eksploitasi, dan mendukung posisi profesional mereka dalam melayani dan mempengaruhi klien.
1. Landasan Sosiologis RUU Praktik pekerjaan sosial disusun dengan memperhatikan lan dasan sosiologis yang merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan adanya berbagai aspek kebutuhan masyarakat yang menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara. Pengertian pekerjaan sosial (social ( social work ) sebagaimana dikemukakan International Federation of Social Workers (IFSW) dalam Konferensi Dunia di Montreal Kanada, Juli tahun 2000 (Tan dan Envall, 2000:5): “The “ The social work profession promotes problem solving in human relationships, relationships, social change, empowerment empowerment and liberation of people, and the enhancement of society. Utilizing theories of human behavior and social systems, social work intervenes at the points where people interact with their environments. Principles of human rights and social justice are fundamental to social work .” Profesi pekerjaan sosial mendorong pemecahan masalah dalam kaitannya dengan relasi kemanusiaan, perubahan sosial, pemberdayaan dan pembebasan manusia, serta perbaikan masyarakat. masyaraka t. Menggunakan teori-teori perilaku manusia dan sistem-sistem sosial, pekerjaan sosial melakukan intervensi pada titik (atau situasi) dimana orang berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip-prinsip hak azasi manusia dan keadilan sosial sangat penting bagi pekerjaan sosial. Sejak kelahirannya sekitar dua abad lalu, pekerjaan sosial (social work)senantiasa work) senantiasa konsisten mengarahkan fokusnya pada ( eradicating poverty ) dan bukan memerangi orang miskin (eradicating the poor ). ). Berbeda dengan profesi lain, pendekatan pekerjaan sosial dalam memerangi kemiskinan tidak tida k hanya diwujudkan dengan memberi “ikan dan kail”. Melainkan juga dengan merancangkembangkan merancangkembangkan “pelatihan memancing” dan dan “peraturan memancing memancing dan menguasai kolam pancing”. Dengan demikian, penanganan kemiskinan menurut pendekatan pekerjaan sosial mencakup, terentang dan bergerak secara dinamis mulai dari matra bantuan sosial dan pemberdayaan sosial hingga matra kebijakan sosial. Globalisasi, industrialisasi dan swastanisasi telah menyebabkan transformasi pada institusi sosial, komunitas, relasi manusia dan nilai-nilai sosial. Tarikan proses globalisasi telah menimbulkan MASALAH SOSIAL yang semakin serius. Kuantitas dan kualitas masalah sosial
terus meningkat sejalan dengan proses runtuhnya nilai-nilai murni dalam masyarakat. Masalah kemiskinan, ketidakadilan, kekerasan, human trafficking, konflik sosial, HIV/AIDS, NAPZA, dan berbagai masalah sosial semakin serius. Negara (pusat) gagal menyelesaikan masalah dan format baru digagas antara lain; desentralisasi, penguatan peran masyaraka masyarakatt dan partisipasi swasta. Negara (pusat) mendistribusikan tugas dan tanggungjawab pembangunan dan pemecahan masalah sosial kepada daerah. Daerah mempunyai otonomi untuk menata struktur pemerintahan, ekonomi dan pembangunan kesejahteraan sosial. Penguatan kelembagaan pemerintah daerah dan institusi l okal untuk menunjang program pembangunan daerah dan nasional Pekerjaan sosial adalah profesi yang sangat berhubungan erat dengan konteks di mana profesi ini dibangun. Dalam diskursus profesi secara umum, sebuah profesi yang ideal adalah sebuah profesi yang merespon kebutuhan masyarakat akan suatu keahlian. Pekerjaan Sosial adalah suatu bidang keahlian yang mempunyai tanggung jawab untuk memperbaiki dan atau mengembangkan interaksi antara orang/sekelompok orang dengan lingkungan sosial mereka sehingga memiliki kemampuan untuk melaksanakan melaksanakan tugas-tugas kehidupan, mengatasi kesulitan dan mewujudkan aspirasi serta nilai -nilai mereka. Pekerjaan sosial merupakan tugas pertolongan profesional yang memiliki tugas pokok yaitu membantu orang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dengan jalan memberikan kemungkinan agar dapat menjalankan fungsi sosialnya secara optimal. Fungsi pekerjaan sosial adalah pertama, mengembangkan, memelihara dan memperkuat sistem kesejahteraan sosial sehingga sistem ini dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia; kedua, menjamin tingkat kesejahteraan yang wajar/memadai bagi semua orang; ketiga, memberikan kemungkinan kepada orang agar dapat berfungsi secara optimal dalam peranan status sosial mereka; dan keempat, menyokong menyokong dan memperbaiki tertib sosial serta struktur lembaga masyarakat. Prinsip Umum Pekerjaan Sosial meliputi; pertama, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia; kedua, pengakuan adanya persamaan kesempatan; kesempatan; ketiga, hak individu i ndividu untuk menentukan jalan/cara hidupnya sendiri; dan keempat, setiap orang mempunyai tanggung jawab sosial.
Di Indonesia profesi pekerjaan sosial sangat dibutuhkan sebagai suatu sarana modern untuk mengatasi berbagai persoalan dampak urbanisasi dan industrialisasi seperti kemiskinan dan masalah pribadi menjadi dampak yang tak terelakkan akibat modernitas. Ditambah lagi dengan perubahan ekonomi, politik yang kian rumit telah berdampak pada makin banyaknya masalah sosial di Indonesia yang perlu dipecahkan. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) saat ini telah mencakup berbagai aspek usia dan jenis permasalahan antara lain; Anak Balita Terlantar, Anak Terlantar, Anak Nakal, Anak Jalanan, Wanita Rawan Sosial Ekonomi, Korban Tidak Kekerasan, Lanjut Usia Terlantar, Penyandang Cacat, Tuna Susila, Pengemis, Gelandangan, Bekas Warga Binaan Lembaga Kemasyarakatan Kemasyarak atan (BWBLK), Korban Penyalahgunaa Penyalahgunaan n Napza, Keluarga Kel uarga Fakir Miskin, Keluarga Berumah Tidak Layak Huni, Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis, Komunitas Adat Terpencil, Korban Bencana Alam, Korban Bencana Sosial, Pekerja Migran Bermasalah Sosial, Orang dengan HIV/AIDS; dan Keluarga Rentan. Selain PMKS, terdapat pula sasaran sasaran program pembangunan kesejahteraan kesejahteraan sosial yang perlu perlu dikembangkan dalam rangka mendukung mengatasi masalah PMKS, yakni mereka yang termasuk Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) serta sasaran pelayanan lainnya terdiri dari; Pekerja Sosial Masyarakat Masyarakat (PSM); Organisasi Organisasi Sosial Sosial (ORSOS); Karang Taruna; Taruna; Wahana Kesejahteraan Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat Masyarakat (WKSBM); Dunia Usaha yang yang melakukan UKS; dan Keperintisan dan Kepahlawanan. Dalam perkembangan permasalahan sosial dewasa ini, terdapat masalah-masalah sosial klasik yang perlahan-lahan berkembang menjadi masalah kontemporer. Bencana alam telah berkembang menjadi masalah sosial kontemporer, sedangkan bencana sosial dan teknologi merupakan masalah kontemporer yang kehadirannya dipengaruhi oleh modernisasi dan globalisasi sehingga keduanya sarat dengan nilai-nilai HAM. D emikian juga masalah penyalahgunaan NAPZA dan HIV/AIDS yang merupakan masalah kontemporer, kesemuanya menuntut solusi yang jelas dan tegas serta berkesinambungan. Karenanya pekerja sosial serta pendidikan profesinya kembali banyak mendapatkan perhatian. Inilah saatnya profesi pekerja sosial kembali harus berbenah diri untuk menentukan kemana arah yang akan dituju. Pendidikan pekerja sosial adalah kuncinya. Maraknya institusi pendidikan tinggi yang menyelenggarakan menyelenggarakan pendidikan pekerja sosial di Indonesia merupakan salah satu pertanda baik meningkatnya kesadaran lingkar akademik akan tuntutan masyarakat akan profesi ini. Dinamika pendidikan profesi pekerja sosial di
Indonesia berada pada titik yang positif di mana diskusi yang ada mengarah pada kejelasan status profesi pekerjaan sosial di tanah air. Ini adalah proses perubahan yang harus dilewati profesi pekerja sosial di Indonesia. Proses ini bukanlah hal unik yang hanya dialami Indonesia, melainkan dialami juga oleh beberapa negara yang mengalami perjalanan yang serupa dalam menghadirkan profesi ini. Sejauh mana pendidikan tinggi mampu menghadirkan profesi ini dengan berkualitas dan memenuhi syarat adalah pertanyaan pertanyaan yang harus kita jawab bersama. Di Indonesia, pekerjaan sosial merupakan profesi pertolongan/ pelayanan manusia yang terus-menerus mengalami perubahan sehingga keberadaannya beragam dan terpragmentasi untuk menangani berbagai berbagai jenis PMKS dan PSKS PSKS tersebut diatas :
Pekerjaan sosial berada pada berbagai sektor yang berbeda-beda (publi k, private, sukarela) Setting berbeda-beda (residential ( residential home, area offices, CD projects ) Tugas berbeda-beda (caring, ( caring, controlling, empowering, campaigning, assesing, managing)) managing Berbagai tujuan (redistribusi sumber-sumber kebutuhan, kontrol sosial dan rehabilitasi penyimpangan, pencegahan atau pengurangan masalah-masalah sosial). Pekerjaan sosial juga telah memiliki konotasi berbeda pada berbagai konteks:
Pekerja sosial menyiratkan sekelompok pekerja yang memiliki kualifikasi profesional, dan menyisihkan banyak pekerja lain khususnya relawan dibidang layanan manusia. Pekerjaan sosial dipandang sebagai implementasi kebijakan antara the welfare state dan welfare society melalui melalui penyediaan pelayanan sesuai aturan hukum, dengan peranan yang relatif seimbang antara pelayanan-pelayanan klinis dengan pengembangan masyarakat masyarakat dan perubahan sosial. Pekerjaan sosial memiliki konotasi aktivis dan lebi h radikal berkenaan dengan perubahan sosial, pergerakan progresif untuk keadilan sosial dan HAM, dan perlawanan terhadap dominasi politik dan bentuk birokrasi yang sudah umum. Dalam beberapa konteks peran pekerja sosial dominan dalam terapeutik individual. Sementara dalam konteks lain, terutama di perdesaan pekerjaan sosial banyak berorientasi pengembangan masyarakat. Di balik kondisi-kondisi tersebut di atas terdapat sejumlah peluang untuk berkiprahnya pekerja sosial professional di Indonesia. Timbul kesadaran dan tuntutan rakyat akan hakhak konstitusionalnya, termasuk hak akan kehi dupan layak, kesejahteraan, jaminan sosial dan HAM. Masyarakat sipil, organisasi-organisasi bukan pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakatt di bidang kesejahteraan sosial juga semakin meningkat. Semakin membuka masyaraka peluang bagi peran dan kiprah pekerja sosial professional. Berkembangnya ilmu sosial interpretif dan ilmu sosial kritik. Pada era moderinisme moderinisme dan dan positivism positivisme, e, disiplin dan profesi pekerjaan sosial dinafikan sebagai pra
bahkan pseudo bahkan pseudo disipl disiplin/profesi in/profesi oleh karena komitmennya terhadap terhadap nilai. Dengan dukungan ilmu sosial interpretif dan ilmu sosial kritik yang ti dak “ mengharamkan” nilai dalam penelitian dan analisisnya, dapat mendukung pengembangan dan penguatan landasan kelimuan, dan kerangka teori pekerjaan sosial. Penataan ulang, penguatan dan pengembangan profesi pekerjaan sosial pada dasarnya bukan untuk kepentingan pekerjaan sosial itu sendiri, tetapi untuk kepentingan profesionalisme penyelenggaraan kesejahteraan kesejahteraan sosial untuk menjamin kualitas, efektifitas, ketanggapan, akuntabilitas, keterbukaan pelayanan dan kegiatan kesejahteraan sosial. Untuk memperkuat dan mengembangkan profesi pekerjaan sosial di Indonesia perlu adanya Undang-undang tentang tentang Praktik Pekerjaan Sosial, Sosial, 1. Landasan Yuridis RUU Praktik Pekerjaan Sosial juga harus memperhatikan landasan yuridis yakni pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa RUU ini disusun untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain peraturan tentang aktivitas pelayanan kesejahteraan sosial yang lebih rendah dari Undang-Undang Kesejahteraan sosial sehingga daya berlakunya l emah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada. Perkembangan profesi pekerjaan pekerjaan sosial di Indonesia selama ini lebih l ebih banyak diwarnai oleh perkembangan konsep dari luar negeri khususnya Amerika, Australia dan Eropa yang ditransfer melalui lembaga pendidikan pendi dikan pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial. Meskipun demikian pengembangan konsep tersebut jarang didukung secara memadai dengan pengembangan peraturan perundang-undangan yang mengatur praktik pekerjaan sosial. Selama ini undang-undang yang mengatur tentang kesejahteraan sosial termasuk Undangundang nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial sebagai pengganti UndangUndang nomor 6 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kesejahteraan Sosial, belum secara spesifik mengatur tentang praktik pekerjaan sosial. Disamping itu, pengaturan yang bersifat i nternal dari organisasi profesi pekerjaan sosial melalui pelaksanaan kode etik dan pengawasannya masih masih jauh dari harapan. Organisasi
profesi pekerjaan sosial belum bisa berkembang secara memadai. Ini adalah kondisi yang mengharuskan lahirnya peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus praktik pekerjaan sosial di Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ayat 1 pasal 34 Amandemen Amandemen UUD 1945 mengemukakan mengemukakan bahwa fakir fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara. Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan sosial, Negara memberdayakan masyarakat masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan (ayat 3 amandemen UUD 1945). Kondisi tersebut menjadi landasan yuridis praktik pekerjaan sosial.
Pada sisi lain, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial mengemukakan bahwa untuk mewujudkan kehidupan yang layak dan bermartabat, serta untuk memenuhi hak atas kebutuhan dasar warga negara demi tercapainya kesejahteraan kesejahteraan sosial, negara menyelenggarakan pelayanan dan pengembangan kesejahteraan sosial secara terencana, terarah, dan berkelanjutan. Penjelasan UU Nomor 11 Tahun 2009 mengemukakan bahwa permasalahan kesejahteraan kesejahteraan sosial yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa ada warga negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum memperoleh pelayanan sosial dari negara. Akibatnya, masih ada warga negara yang mengalami hambatan pelaksanaan fungsi sosial sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat. Dalam Undang-Undang Nomor 11/2009 tentang Kesejahteraan Sosial (sebagai pengganti UU No. 6/1974) tidak ada pasal yang mengatur tentang kedudukan, tugas dan fungsi pekerja sosial professional. Pasal 33 hanya mengemukakan tentang jenis sumber saya manusia kesejahteraan sosial dan Pasal 34 tentang pendid ikan, pelatihan promosi, tunjangan dan penghargaan. Tidak ada penegasan tentang kedudukan tugas dan fungsi pekerja sosial. Padahal, Undang-Undang 6/1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (dalam Pasal 6) ada pengaturan tentang pendidikan dan pelatihan untuk membentuk keahlian dan kejuruan dalam profesi pekerjaan sosial.
Undang-undang Nomor 6/1974 nampaknya lebih memberi tempat kepada profesi pekerjaan sosial (seperti tercantum dalam Pasal 6) daripada UU Nomor 11/2009. Sayang sekali peraturan pelaksanaan pelaksanaan yang dimintanya di mintanya belum pernah disusun. Karena itu perlu dibuat UU khusus tentang pekerjaan sosial yakni siapa pekerja sosial, persyara persyaratan, tan, jenjang pendidikan, kedudukan, tugas dan fungsinya, sertifikasi pekerjaan sosial, izin praktek bagi pekerja sosial, remunerasi pekerja sosial, serta kewajiban bagi lembaga pelayanan sosial menggunakan pekerja sosial sesuai dengan jenis dan beban tugas dan jumlah juml ah kelayannya. Hal ini perlu ada demi pelayanan pelayanan professional bagi bagi warga masyarakat masyarakat tidak beruntung yang sebagai warga Negara berhak atas kehidupan mereka.