Bab I. Pendahuluan
1.1. Pengertian Dalam industri pengolahan minyak bumi dibutuhkan suatu peralatan untuk memanaskan fluida yang disebut furnace. Furnace atau heater atau sering disebut fired heater, adalah suatu peralatan yang digunakan untuk memanaskan cairan di dalam tube, dengan sumber panas yang berasal dari proses pembakaran yang menggunakan bahan bakar gas atau cairan secara terkendali di dalam burner.
Tujuan pemanasan ini adalah agar diperoleh kondisi operasi (suhu) yang diinginkan pada proses berikutnya dalam suatu peralatan yang lain. Supaya proses pemanasan berlangsung optimal, maka tube-tube furnace dipasang atau diatur sedemikian rupa sehingga panas yang dihasilkan dari pembakaran dapat dimanfaatkan.
Rancang bangun furnace juga harus diperhatikan dengan teliti supaya panas yang dihasilkan tidak terbuang ke udara. Misalnya panas hilang lewat dinding dan cerobong (stack).
Hal ini berhubungan dengan struktur refraktori untuk dinding serta suhu gas buang dari pembakaran dan udara excess. Jika suhu stack, dan udara excess tinggi maka akan semakin banyak panas yang hilang terbawa oleh flue gas. Furnace akan beroperasi dengan efisien, apabila: -
Sistem penyalaan api burner baik
-
Reaksi pembakaran berlangsung sempurna
-
Panas pembakaran dari fuel gas dan fuel oil dapat tersalur dengan baik pada cairan yang dipanaskan
-
Permukaan tube furnace bersih
-
Dapat memperkecil panas yang hilang baik melalui stack / cerobong maupun dinding furnace.
1
1.2 Jenis heater Terdapat berbagai variasi dalam mendesain fired heater. Ditinjau dari bentuk casingnya, pada umumnya tipe furnace yang digunakan di kilang minyak ada tiga macam, yaitu berbentuk box, silindris, dan cabin. Tipe desain furnace dapat dilihat di gambar I.1
Gambar 1.1
Jenis-jenis heater (API 560)
2
1. Furnace tipe box Merupakan furnace yang konfigurasi strukturnya berbentuk box. Terdapat berbagai desain yang berbeda untuk furnace tipe box. Desain ini meliputi berbagai macam variasi dari konfigurasi tube coil, yaitu horizontal, vertikal, helikal dan arbor.
Gambar 2 memperlihatkan salah satu jenis furnace tipe box dengan coil horizontal dan diperlihatkan beberapa komponen utamanya.
Gambar 1.2
Furnace tipe box (API 560)
3
Tube dalam seksi radiasi dalam furnace disebut tube radian/ radiant tube. Panas yang diambil oleh tube-tube ini terutama diperoleh langsung secara radiasi dari nyala api dan dari pantulan panas refractory.
Shield tube/ tube pelindung biasanya ditempatkan pada bagian bawah seksi konveksi. Karena tube-tube ini menyerap baik panas radian maupun panas konveksi, maka tubetube tersebut akan menerima kerapatan panas yang tertinggi.
Daerah dengan heat density (kepadatan panas) yang lebih rendah adalah seksi konveksi. Tube pada seksi ini disebut tube konveksi/ convection tube. Panas dalam seksi konveksi berasal dari panas hasil pembakaran yang melalui seksi konveksi.
Ukuran dan susunan tube dalam heater tipe box ditentukan oleh tipe operasi heater misalnya distilasi crude oil atau cracking, jumlah panas yang diperlukan, dan jumlah aliran yang melalui tube.
Heater tipe box dapat berbentuk up-draft (arah flue gas ke atas) atau down-draft (arah flue gas ke bawah), dengan burner gas (fuel gas) atau minyak (fuel oil) yang ditempatkan di sisi dinding, di lantai, di atap atau kombinasinya.
Setelah tube konveksi yang dipasang di seksi konveksi, tube pelengkap biasanya dipasang untuk memanaskan udara burner atau membangkitkan steam superheated untuk keperluan proses atau lainnya.
2. Furnace tipe cabin Merupakan furnace yang strukturnya berbentuk seperti kabin. Terdiri dari bagian konveksi dan radiasi. Burner terletak pada lantai bawah dan nyala api tegak sejajar dengan dinding furnace. Tube-tube furnace di daerah radiasi, umumnya tersusun horisontal, tetapi ada juga yang vertikal.
Dua barisan pipa terbawah dibagian konveksi merupakan “Shield” (shield section). Dapur cabin mempunyai effisiensi lebih tinggi dari pada dapur jenis lain. Dapur ini sering dijumpai di industri. Kapasitas maksimum yang dicapai 120 mm BTU.
4
Gambar 3 memperlihatkan salah satu jenis furnace tipe cabin dan diperlihatkan beberapa komponen utamanya.
Gambar 1.3
Furnace tipe cabin (P. Trambouze)
3. Furnace tipe silinder vertikal Dapur silinder vertikal (vertical cylindrical furnaces) merupakan dapur yang berbentuk silinder tegak. Burner terletak pada lantai dapur dengan nyala api tegak sejajar dengan dinding furnace. Tube-tube furnace di daerah radiasi terpasang tegak melingkar mengelilingi burner.
5
Panas dipancarkan secara radiasi di bagian silinder. Bagian konveksi berada di atas bagian radiasi. Diantara bagian radiasi dan konveksi dipasang kerucut untuk menyempurnakan radiasi (Reradiating Cone). Dapur ini biayanya murah dan harga bahan bakarnya rendah. Pemanasan yang diperlukan tidak begitu tinggi dengan kapasitas maksimum 70 mm BTU.
Gambar 1.4
Furnace tipe silinder vertikal (P. Trambouze) 6
Selain ketiga jenis furnace di atas masih terdapat beberapa tipe furnace berdasarkan susunan dari tube di bagian radiasi dan konveksi. 1. Heater Dengan Coil Vertical Heater dengan coil vertical, casingnya dapat berbentuk silindrikal maupun box. Sebagian besar coil pemanasnya berupa tube vertikal. Dalam beberapa instalasi, seksi ekonomizer minyak (oil economizer), seksi pemanas udara (air preheater), atau keduanya dipasang di atas seksi pemanas vertikal. Tube dalam seksi konveksi dapat berupa susunan vertikal maupun horizontal. Tujuan dari seksi ekonomizer dan pemanas udara adalah untuk memperbaiki keekonomian operasi dengan meningkatkan efisiensi thermal.
Kebanyakan heater coil vertikal dipanasi dari bawah, dengan stack langsung dipasang di atas heater. Namun down draft vertikal heater juga telah digunakan.
2. Heater Dengan Coil Helikal Heater coil helikal adalah heater yang casingnya berbentuk silindrikal dengan coil berbentuk spiral pada seksi radian mengikuti bentuk dinding heater. Heater ini umumnya tidak memiliki seksi konveksi, tetapi bila ada, permukaan konveksi dapat berbentuk spiral datar (flat spiral) atau berbentuk suatu bank tube horizontal. Stack dari heater coil helikal kebanyakan terletak langsung di atas heater.
3. Heater Dengan Coil Arbor Heater coil arbor kebanyakan digunakan pada unit catalytic reforming untuk keperluan preheat dan reheat untuk gas dan udara proses. Heater ini mempunyai seksi radian yang terdiri dari header inlet dan outlet yang dihubungkan dengan tube berbentuk L atau U dengan susunan paralel. Seksi konveksi berupa coil tube horizontal konvensional.
1.3 Bagian-bagian furnace Furnace terdiri dari beberapa bagian utama 1. Bagian Radiasi Terdiri dari ruang pembakaran dimana tube ditempatkan di sekeliling ruang bakar. Masing-masing tube dihubungkan dengan elbow. Fluida proses disirkulasikan di dalam rangkaian tube, dan panas ditransfer dari bahan bakar secara radiasi. Sebagian panas 7
ditransfer secara konveksi antara udara dan bahan baker yang panas dengan tube. Suhu flue gas (gas buang) yang keluar dari bagian radiasi cukup tinggi (berkisar antara 700 s.d. 1100oC). 2. Bagian konveksi Untuk merecovery panas sensible dari flue gas, maka fluida proses disirkulasikan pada kecepatan tinggi melalui rangkaian tube yang dipasang secara parallel maupun tegak lurus, pada suatu bagian dimana panas ditransfer secara konveksi. Tube kadang-kadang diberi sirip untuk memperluas permukaan transfer panas dengan flue gas. Efisiensi furnace dengan bagian konveksi akan lebih besar daripada furnace yang hanya dengan bagian radiasi saja. 3. Stack Berfungsi untuk mengalirkan gas hasil pembakaran (flue gas) ke udara bebas.
Bagian konveksi pada furnace biasanya terletak di bagian atas. Tube di bagian radiasi, ditempatkan di depan dinding isolasi refractory furnace. Antara tube dengan dinding furnace dipisahkan dengan oleh ruang kosong dengan jarak sekitar satu kali diameter tube. Meskipun panas yang diterima tube tidak terdistribusi secara merata, panas radiasi akan menjangkau keseluruhan permukaan tube.
Tekanan di dalam furnace dijaga negatif di bawah tekanan atmosfer demi keamanan. Tekanan dalam furnace diatur dengan stack draft, atau kadang-kadang dengan draft fan, yang berada di atas bagian konveksi atau diletakkan di tanah di samping furnace.
Pembakaran udara dilakukan di burner di dalam ruang bakar di bawah tekanan atmosfer (natural draft burner). Untuk memperoleh pembakaran yang sempurna, perlu ditambahkan udara excess sesuai dengan perbandingan stoikiometrinya.
Secara umum penggunaan udara excess dinyatakan dalam persen (%) stoikiometri, seperti ditunjukkan pada tabel 1.1
8
Tabel 1.1 Penggunaan udara excess Udara dingin (20oC)
Udara panas (300oC)
Fuel oil
20 – 25
5 – 15
Gas
10 - 15
5 – 10
Bahan bakar
Pemilihan jenis-jenis furnace bergantung terutama pada faktor-faktor berikut : 1. jenis produk yang dipanaskan serta kondisi operasinya (flow rate, Suhu dan tekanan) 2. kapasitas alir fluida dalam tube 3. ada tidaknya katalis dalam tube. 4. jenis bahan bakar 5. ground space (ketersediaan tempat) 6. Kemudahan konstruksi dan transportasi 7. biaya yang diperlukan
1.4 Efisiensi panas furnace Panas yang hilang melalui dinding furnace, bergantung pada susunan material dinding isolasi (refractory) dan ketebalannya. Bagaimanapun juga perlu ada pertimbangan dari sisi ekonomi antara ketebalan optimum isolasi dengan panas yang hilang. Panas yang hilang lebih besar pada furnace yang kecil, rasio antara dinding shell dengan volume bagian radiasi menurun dengan kenaikan
Besar kecilnya panas yang hilang bergantung pada udara panas yang dikeluarkan lewat stack. Laju alir flue gas meningkat dengan bertambahnya udara excess, oleh karena itu, furnace sebaiknya dioperasikan dengan udara excess yang memadai. Excess udara yang terlalu kecil akan menyebabkan losses bahan bakar karena adanya sejumlah bahan bakar yang tidak terbakar. Losses bahan bakar ini kemungkinan bisa lebih besar daripada efisiensi yang diperoleh karena mengurangi udara excess. Karena itu perlu diupayakan untuk menghasilkan pembakaran yang sempurna tanpa adanya bahan bakar yang tidak terbakar.
Suhu flue gas merupakan faktor utama penyebab kehilangan panas. Untuk itu perlu diupayakan mendinginkan suhu flue gas, dengan merecovery panas sisa melalui suatu proses perpindahan panas. Untuk mendinginkan flue gas, harus ada fluida dingin yang 9
dikontakkan (dipanaskan). Dengan proses ini suhu flue gas yang terlalu tinggi dapat diturunkan, yang sering disebut dengan efisiensi panas.
Beberapa cara untuk melakukan efisiensi panas : 1. Produksi steam : produksi steam tidak mengurangi konsumsi bahan bakar, justru akan menguntungkan, seandainya steam bisa dimanfaatkan 2. Merecycle panas flue gas untuk pemanas awal udara pembakaran : pada saat flue gas keluar dari bagian konveksi dapat didinginkan melalui alat perpindahan panas, dimana udara yang digunakan untuk pembakaran dilewatkan di dalamnya. Proses ini memerlukan blower udara. Salah satu masalah pada pendinginan flue gas adalah korosi yang disebabkan kondensasi asam sulfat. Hal ini tergantung dari banyak sedikitnya kandungan sulfur dalam bahan bakar.
1.5 Komponen-komponen pada furnace Furnace dilengkapi dengan berbagai peralatan diantaranya : 1. Tube bundle (header) Merupakan rangkaian tube dapur yang berfungsi sebagai alat untuk mengalirkan fluida yang dipanaskan. Rangkaian tube biasanya terbuat dari pipa lurus, tanpa sambungan yang disusun parallel dan antara satu dengan yang lain dihubungkan dengan 180o return bend yang dilas pada pipa atau sambungan khusus yang disebut plug header
Tube yang dipergunakan harus tahan terhadap suhu dan tekanan
operasi tertentu
sehingga tidak terjadi perubahan bentuk dan mempunyai daya hantar panas yang tinggi.
Pemilihan material untuk rangkaian tube didasarkan pada beberapa kriteria sebagai berikut: -
Resistansi terhadap korosi karena fluida panas
-
Resistansi terhadap oksidasi karena udara pembakaran
-
Ketahanan mekanis terhadap suhu yang tinggi berkaitan dengan : (1) Tekanan dalam tube yang disebabkan fluida panas, dan (2) Tegangan mekanis yang disebabkan berat dari rangkaian tube dan fluida yang ada di dalamnya.
Beberapa material utama sebagaimana ditunjukkan pada tabel 1.2, dengan ketahanan oksidasi karena flue gas pada suhu kerja yang maksimum. 10
Tabel 1.2 Material tube furnace Material
Komposisi
Carbon Steel Alloy steel
Suhu kerja maksimum (oC) 480
1,25% Cr – 0,5% Mo
600
2,25% Cr – 1% Mo
635
5% Cr – 0,5% Mo
650
9% Cr – 1% Mo
700
18 Cr – 8 Ni
870
18 Cr – 8 Ni – Ti
870
18 Cr – 8 Ni – Cb
870
18 Cr – 8 Ni – Mo
870
Wrought heat resistant 35 Ni 20 Cr 43 Fe
985
Stainless steel
steel
(alloy 800 H) 72 Ni 15 Cr 8 Fe
1100
(alloy 600) Centrifugally cast heat 25 Cr 20 Ni (HK 40)
1010
resistant steels
1100
35 Ni 25 Cr Nb
2. Tube Support Tube support berfungsi untuk menyangga tube agar tidak melengkung akibat panas pembakaran pada saat furnace beroperasi. Material yang digunakan harus tahan terhadap : flue gas, oksidasi, korosi karena liquid sisa bahan bakar (sulfat) dan memiliki ketahanan panas mekanis yang baik.
Pada beberapa kasus, material yang digunakan berupa logam dengan sedikit atau tanpa campuran (alloy), tetapi logam ini diproteksi dengan lapisan batu tahan api (refractory lining) untuk melindungi dari pengaruh flue gas (suhu dan oksidasi). Material ini terutama banyak digunakan pada bagian konveksi.
11
3. Dinding Dapur Dinding dapur terdiri atas 4 lapisan, lapisan paling dalam disebut refraktory yang berfungsi sebagai penahan dan pemantul panas, lapis kedua berupa susunan batu tahan api yang berfungsi selain untuk tempat melekatnya refraktory juga sebagai isolator, lapis ke tiga berupa glass wool berfungsi sebagai isolator, lapis keempat berupa plat baja yang berfungsi sebagai penyekat dapur dari udara luar dan juga sebagai struktur furnace.
Material yang digunakan sebagai pelapis harus memiliki sifat-sifat yaitu : memiliki Thermal conductivity yang rendah, memiliki ketahanan mekanis yang tinggi, memiliki ketahanan yang baik terhadap berbagai variasi temperatur serta mudah dipasang
Jenis-jenis material yang digunakan sebagai pelapis di furnace dapat dibedakan menjadi : a. Material yang dapat dikontakkan secara langsung dengan flue gas o Batu refraktori : terbuat dari fire clay (hidrat alumunium silikat) dengan struktur yang berpori o Castable refractory concrete : tersusun dari campuran semen-kalsium alumina dan aggregat refraktori yang dituangkan di dalamnya. Diperkuat dengan jangkar yang dilas pada furnace shell o Ceramic fiber : diproduksi dalam diameter 3 μm dengan cara memblowing batu refraktori silika-alumina. Beberapa bentuk fiber b. Material yang digunakan pada lapisan kedua untuk memperbaik ketahanan panas, dinding dilengkapi dengan isolasi penahan panas, material yang digunakan antara lain : o Serat anorganik : diperoleh dengan cara blowing lelehan batu refraktori sintetik. Isolasi yang terbuat dari serat ini merupakan isolasi yang bagus dan digunakan di belakang batu tahan api. o Panel kalsium silikat : isolator yang bagus, digunakan pada lapisan kedua dibelakang batu refraktori atau dinding beton
4. Air Register Pelat berlubang yang berfungsi untuk mengatur masuknya udara pembakaran pada tiap tiap burner. 12
5. Pilot Burner burner kecil yang harus selalu menyala selama furnace sedang beroperasi 6. Burner berfungsi sebagai tempat terjadinya reaksi pembakaran antara bahan bakar dengan udara. 7. Peep Hole berfungsi untuk mengamati bentuk / warna api (flame patern) dari masing-masing burner. 8. Snuffing Steam Pipa tempat mengalirkan steam yang berfungsi untuk mengusir (purging) gas-gas sisa dari dalam ruang pembakaran furnace sebelum dilakukan penyalaan api awal, untuk mematikan api apabila terjadi kebakaran di dalam dapur dan membantu menciptakan tarikan udara (draft) di dalam dapur. 9. Explotion Door berfungsi sebagai alat safety terhadap ruangan furnace apabila sewaktu-waktu terjadi tekanan lebih di dalam ruang furnace. 10. Stack Damper Katup yang berfungsi untuk mengatur tekanan dan kecepatan aliran gas hasil pembakaran yang keluar melewati stack, agar tekanan didalam furnace lebih rendah dibanding tekanan diluar furnace 11. Soot Blower Peralatan yang berfungsi untuk membersihkan endapan jelaga di daerah konveksi agar tidak menghalangi transfer panas. Alat ini dilengkapi dengan nozzle untuk spray steam atau udara yang ditembakkan ke pipa konveksi Sootblower didesain untuk mengalirkan 4535 kg steam per jam dengan tekanan minimum 150 psig di bagian inlet. Untuk mencegah terjadinya erosi di bagian konveksi dimana sootblower berada, maka dilapisi dengan castable refractory dengan densitas 2000 kg/m3
13
Bab II. Operasi Furnace
Efisiensi furnace merupakan faktor yang paling penting dalam efisiensi kilang. Furnace dan boiler mengkonsumsi 66 – 75% energi yang ada di kilang. Untuk mengoperasikan furnace secara aman dan efisien, perlu diperhatikan beberapa faktor seperti : draft, operasi burner, dan produksi NOx. Tujuan utama dari pengoperasian furnace adalah : menjaga supaya api tetap menyala dengan baik dalam firebox (ruang pembakaran), menghindari panas yang berlebihan dalam firebox, serta memaksimalkan proses penyerapan panas sesuai jumlah bahan bakar yang diberikan.
2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses operasi furnace 2.1.1. Draft Draft adalah tekanan negatif yang diakibatkan oleh pengambangan gas yang mengalami pemanasan di dalam furnace. Tekanan di dalam furnace menjadi negatif karena gas yang panas memiliki densitas yang lebih kecil dibandingkan dengan udara di luar. Gas-gas yang panas, beratnya lebih rendah dibandingkan dengan udara yang suhunya lebih dingin sehingga mengambang di dalam furnace. Pengambangan ini menyebabkan gas naik ke atas dan keluar melalui stack dan menghasilkan kondisi vacuum di dalam furnace. Kondisi vacuum ini menyebabkan udara yang ada di luar mengalir ke dalam melalui register udara. Tekanan udara atmosfer sebesar 14,7 psi. Tekanan negatif adalah semua tekanan di bawah 14,7 psi. Perbedaan antara tekanan udara luar dengan tekanan negatif ini akan menghasilkan draft.
Draft biasanya diukur di tiga tempat : di lantai firebox, sebelum bagian konveksi dan di bawah stack damper. Pembacaaan draft yang paling penting berada di bawah bagian konveksi karena tekanan negatif yang paling kecil berada di sini. Tekanan negatif yang kecil juga berhubungan dengan susunan tube yang ada di bagian konveksi yang menghalangi aliran gas yang naik ke atas. Hambatan aliran ini dapat menyebabkan tekanan di bagian konveksi menuju shift berubah dari sedikit negatif menjadi sedikit positip. Jika tekanan shift positip maka terjadi loss draft. Kehilangan draft menyebabkan panas terbentuk dan terkumpul hanya di bawah furnace arch yang dapat menyebabkan kerusakan
14
struktur furnace. Loss draft juga berarti tidak ada udara yang tertarik ke dalam furnace sehingga burner padam.
Furnace draft biasanya dikontrol dengan posisi bukaan damper yang ada di stack. Damper yang terbuka memungkinkan lebih banyak flue gas yang mengalir melewati stack, yang pada akhirnya menaikkan draft dalam furnace. Kenaikan draft diukur sebagai kenaikan tekanan negatif. Jika damper ditutup draft akan turun. Hal ini diukur sebagai penurunan tekanan negatif. Pengaturan draft merupakan hal yang penting dalam operasi. Draft yang terlalu kecil menyebabkan burner mati dan kerusakan struktur furnace. Draft yang terlalu besar menyebabkan jumlah udara excess yang masuk ke dalam furnace terlalu besar yang menyebabkan pemborosan bahan bakar.
Pembacaan Draft Pembacaan draft merupakan perbandingan antara dua tekanan yang berada pada ketinggian yang sama dan dinyatakan dalam satuan inches of water gauge. Dalam gambar 2.1 terlihat simple natural draft heater tanpa bagian konveksi. Sesuai dengan hukum hidrolika bahwa fluida mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi menuju daerah yang bertekanan rendah. Pembacaan draft seperti yang terlihat pada gamber 2.1 seolah-olah berlawanan dengan prinsip ini.
Sebagai catatan bahwa pembacaan draft dibuat pada ketinggian yang berbeda. Masingmasing pengukuran pada kenyataannya merupakan perbandingan antara densitas gas yang ada di dalam dan di luar furnace pada ketinggian tertentu. Perbedaan suhu menyebabkan perbedaan densitas di dalam dan di luar furnace. Berat molekul gas dalam furnace dengan udara di luar, kurang lebih sama.
Untuk
menambah
pengertian
tentang
pengukuran
draft,
sehingga
kita
dapat
menggunakannya untuk mengevaluasi penurunan tekanan dalam furnace, lakukan langkahlangkah berikut ini : 1. Membuat garis datum sepanjang puncak stack sebagaimana ditunjukkan gambar 2.1 2. Untuk setiap pembacaan draft harus ditambah dengan tekanan udara statik pada level ketinggian yang sama.
15
Gambar 2.1 Simple natural draft furnace tanpa tube di bagian konveksi (Lieberman)
Gambar 2.1 menunjukkan ilustrasi dari prinsip-prinsip diatas. Sebagai contoh pada 150 ft dibawah garis datum (atau pada ketinggian permukaan laut, suhu 60oF) tekanan udara sebesar 150 in H2O (inches of water gauge). Instrument standart yang digunakan untuk membaca draft adalah magnehelic delta pressure gauge
Draft balancing Air register dan stack damper digunakan secara bersama-sama untuk mengoptimalkan draft pada furnace. Tujuan menyeimbangkan draft untuk natural draft furnace adalah untuk menjaga tekanan negatif sekecil mungkin, yaitu sebesar –0,1 in H2O di bawah shock tube, sebelum memasuki bagian konveksi.
16
Draft yang berlebihan, apakah negatif pressure atau positip pressure dapat menyebabkan beberapa masalah operasi, seperti ditunjukkan pada gambar 2.2
Gambar 2.2
Ilustrasi pengaturan draft (Wildy, Francis)
Jika tekanan operasi di firebox positip, flue gas yang panas akan bocor keluar meskipun burner nampak beroperasi secara normal. Hal ini dapat merusak support (penyangga) dan struktur baja serta memperpendek umur furnace. Di samping itu kemungkinan lain yang bisa terjadi adalah flame impingement di bagian atas radiant tubes.
Jika kita menutup stack damper, tekanan pada bagian konveksi akan meningkat, sehingga akan menyebabkan draft berkurang dan menurunkan laju flue gas menuju bagian konveksi, serta meminimalkan laju kebocoran udara (masuknya udara dari luar) di bagian konveksi dan kemungkinan terjadinya afterburning. Namun jika kita menutup stack damper terlalu rapat, maka tekanan positip akan meningkat pada inlet bagian konveksi yang harus kita hindari, karena menyebabkan tekanan
Sebaliknya jika kita membuka stack damper tekanan pada bagian konveksi akan turun sehingga draft akan meningkat. Jika draft terlalu banyak akan meningkatkan resiko afterburning karena meningkatknya laju kebocoran udara (masuknya udara dari luar) di bagian konveksi dan stack
Kita mengatur draft dengan stack damper dan menjaga level udara pembakaran dengan pengaturan air register untuk mengakomodir pengaturan yang dilakukan stack damper.
17
Sistem Draft Tekanan draft diperoleh dengan tiga cara, yaitu: -
Forced Draft Udara untuk pembakaran masuk ruang dapur dengan menggunakan tenaga mekanis, yaitu blower. Adanya tekanan udara dari blower, maka tekanan udara di dalam ruang pembakaran menjadi naik. Kelebihan tekanan udara di dlaam ruang dapur akan keluar malalui stack (cerobong).
-
Induced Draft Udara untuk pembakaran masuk ke ruang pembakaran karena adanya tarikan/isapan blower. Udara dari ruang pembakaran diisap oleh blower yang dipasang pada stack dan selanjutnya keluar melalui stack (cerobong). Akibat isapan blower, tekanan draft akan terjadi di dalam ruang pembakaran dan udara pembakaran akan masuk ke ruang pembakaran.
-
Natural Draft Tekanan hampa di dalam ruang dapur diperoleh secara alamiah karena ketinggian stack/cerobong asap dapur. Hembusan angin yang melalui ujung permukaan stack, maka akan terjadi efek jetting di ujung stack (cerobong) dan juga ditambah adanya beda density dan tekanan udara antara lapisan bawah dan atas, maka ruang di dalam dapur menjadi hampa. Hal ini terjadi karena udara di dalam ruang dapur tersedot efek jetting ujung stack keluar ke udara bebas melalui ujung cerobong. Karena ruang dapur kondisinya hampa, maka udara untuk pembakaran akan masuk secara alamiah ke dalam ruang dapur.
2.1.2 Operasi burner Pada prinsipnya burner adalah transduser yang berguna untuk mengubah satu bentuk energi ke bentuk energi yang lain. Dalam kasus ini burner berfungsi untuk mengubah energi kimia yang terdapat dalam bahan bakar, menjadi energi panas di dalam furnace melalui suatu reaksi kimia dalam nyala api. Kunci utama burner adalah untuk membakar bahan bakar seefisien mungkin dan menghasilkan heat flux yang optimum.
Pada premix burner konvensional, seperti terlihat pada gambar 2.3, bahan bakar dicampurkan dengan udara primer yang mengalir ke dalam burner. Aliran udara primer harus dimaksimalkan tanpa menaikkan tinggi nyala api dalam burner. Udara primer mengalir dalam burner bersama-sama dengan bahan bakar. Jumlah udara sekunder yang 18
masuk diatur dengan register udara. Suplai udara sekunder diatur untuk mendapatkan setpoint O2 yang diinginkan. Setting burner yang benar dan ditambah dengan pencampuran udara dan bahan bakar yang baik akan menghasilkan suhu nyala api yang maksimal serta bentuk nyala yang baik (padat dan mengerucut). Udara sekunder yang terlalu banyak ataupun terlalu sedikit akan menghasilkan pembakaran yang buruk. Sejumlah kecil udara excess diperlukan untuk menghasilkan pembakaran yang sempurna, sebaliknya terlalu banyaknya udara excess akan menurunkan suhu nyala api dan efisiensi furnace.
Gambar 2.3 Premix burner dan produk pembakaran (Wildy, Francis)
Pembakaran yang tidak sempurna dihasilkan jika suplai udara excess tidak cukup untuk membakar seluruh bahan bakar secara sempurna. Sejumlah besar gas CO dan H2 akan terbentuk akibat pembakaran tidak sempurna, yang membuat furnace menjadi sangat tidak efisien. Kondisi ini kemungkinan tidak terdeteksi, karena kebocoran di bagian konveksi dapat menutupi ketidak cukupan suplai udara ke dalam burner. Jika terjadi pembakaran sempurna di bagian konveksi (afterburning) dapat menyebabkan kerusakan furnace.
Gas hasil pembakaran juga mengandung sejumlah kecil oksigen yang tidak bereaksi, gas CO dan H2 pada kisaran 100 s.d 200 ppm dan gas NOx. Persamaan 1 menunjukkan reaksi pembakaran gas methane (CH4) dengan udara excess 20%.
19
CH + 2.4O + 3.73N = CO + 2H O + 0.4 O + 3.73N + ppm CO + ppm H + ppm NOx 4
2
2
2
2
2
2
2
2.1.3 Produksi NOx Emisi NOx merupakan isu yang sangat penting saat ini. Nox terbentuk akibat reaksi oksigen dengan nitrogen pada suhu nyala api yang tinggi. Udara excess yang rendah adalah cara yang paling sederhana untuk menurunkan pembentukan NOx dan meningkatkan efisiensi. Semakin banyak udara excess, semakin banyak pula oksigen yang tersedia untuk memproduksi NOx.
2.1.4 Kebocoran udara Mengevaluasi bahan bakar yang terbuang yang disebabkan kebocoran udara. Kebocoran udara di bagian konveksi akan menurunkan efisiensi panas dari furnace akibat pencampuran udara luar yang bersuhu rendah dengan gas buang yang bersuhu tinggi. Persamaan beban energi dapat dinyatakan sebagai berikut :
ΔF =
(Ts − Ta ) (O2 ,s − O2 ,c ) 500
2.1
Sebagai contoh, katakanlah suhu stack sebesar 600oF dan suhu udara lingkungan sebesar 100oF, bagian konveksi memiliki 10% Oksigen, dan di firebox mengandung 6% oksigen yang diukur dibawah shock tube. Berapa persen bahan bakar yang terbuang dengan adanya kebocoran udara pada bagian konveksi ? Jawab :
ΔF =
(600 − 100)(10 − 6) = 4% 500
Meminimalisir pemborosan bahan bakar yang disebabkan kebocoran udara
Mengacu pada contoh diatas, seandainya kita mengurangi udara pembakaran dengan sedikit menutup air register, sehingga kadar oksigen dalam firebox sekarang menjadi 3%. Kadar oksigen di bagian konveksi juga turun, katakanlah menjadi sekitar 9% oksigen. Perbedaan kadar oksigen di firebox dengan di bagian konveksi sekarang meningkat menjadi 6%. Hal ini disebabkan karena draft yang melewati heater meningkat (berarti tekanan lebih negatif), dan lebih banyak udara yang diisap melewati lubang-lubang atau dari kebocoran udara pada bagian konveksi. Jika kita masih mempertahankan suhu stack 20
600oF dan suhu lingkungan 100oF, kita mendapatkan sekarang 6% bahan bakar yang terbuang. Sehingga akan lebih banyak lagi bahan bakar yang harus dibakar di dalam firebox untuk mengimbangi meningkatnya kebocoran udara.
Seandainya kita mengatur air register kembali seperti semula, dan sebagai gantinya kita menjepit stack damper, sehingga kita bisa menurunkan laju alir udara dengan stack damper hingga oksigen pada firebox turun dari 6% menjadi 3%. Oksigen pada bagian konveksi juga turun katakanlah 5%. Pada kasus ini kita melihat bahwa ΔO2 juga berkurang menjadi hanya 2%. Hal ini dikarenakan berkurangnya draft yang melewati heater, yang berarti tekanan pada bagian konveksi meningkat sehingga menurunkan laju kebocoran udara. Hal ini menunjukkan bagaimana kebocoran udara bervariasi sesuai dengan kombinasi operasi antara stack damper dan air register.
Menambal kebocoran udara
Untuk menekan afterburning dan meminimalisir kehilangan energi yang disebabkan oleh kebocoran udara dari lingkungan, lubang-lubang pada dinding heater, bagian konveksi, lubang pembuluh harus ditambal. Pastikan juga pintu-pintu pengamatan/inspeksi tertutup rapat. Kebocoran dapat dideteksi pada aliran hingga tingkat tertentu dengan pemeriksaan secara visual (dengan menjatuhkan sedikit baking powder akan menunjukkan letak kebocoran)
Selama TA dapat dilakukan smoke test sebagai berikut 1. tutup stack damper 2. nyalakan colored smoke bombs atau boleh ban bekas dalam firebox 3. nyalakan forced draft fan, jika ada, untuk membantu pengasapan 4. amati dimana asap berwarna muncul, merupakan titik sumber kebocoran udara
tambal kebocoran menggunakan heavy duty alumunium tape, isolasi lumpur, atau silicone sealer dan dilas dengan logam
2.1.5 Efisiensi pencampuran udara dan bahan bakar
Fungsi dari burner adalah untuk mencampur oksigen dalam bentuk udara dengan bahan bakar, sehingga bahan bakar akan terbakar dengan efisien. Burner tersedia dalam berbagai variasi desain, seluruh teknik desain dimaksudkan untuk memaksimalkan efisiensi 21
pencampuran udara dan bahan bakar. Untuk desain yang terbaru lebih ditujukan untuk meminimalisir pembentukan polutan.
Beberapa burner dipasang dengan air register primer dan sekunder, seperti premix burner yang ditunjukkan pada gambar 2.4 di bawah ini. Udara masuk melalui primary air register bercampur lebih efisien diandingkan udara yang masuk melalui secondary air register pada beberapa burner. Dengan demikian kita harus memaksimalkan penggunaan udara primer. Dan kita dapat melakukannya secara bertahap dengan membuka primary air register sehingga nyala api mulai terangkat dari burner tip. Sisa kekurangan udara pembakaran akan disediakan melalui secondary air register.
Gambar 2.4 Gambar skematik premix burner (Lieberman)
2.1.6 Mengoptimalkan udara excess
istilah optimasi excess air tidak mengacu pada operasi banyak sedikitnya jumlah oksigen. Sebagai gantinya dengan mempertimbangkan hal-hal berikut yang berkaitan dengan heater anda, anda dapat mengoptimasi excess air :
22
1. meminimalisir laju bahan bakar untuk suhu keluaran heater tertentu, selanjutnya mengoperasikan pada 0.5 s.d. 1 persen oksigen lebih tinggi 2. memaksimalkan udara primer ke dalam burner dimana burner memilliki udara primer dan sekunder. 3. mengatur daraft untuk meminimalisir kebocoran udara pada saat memaintain tekanan negatif yang kecil pada entri bagian konveksi 4. tutup bukaan pilot light, sight port, dan lubang-lubang lain di sekitar burner (udara pembakaran hanya bercampur dengan sempurna melalui burner air register) 5. Pada saat mengoperasikan pada penurunan laju penyalaan, matikan beberapa burner jika memungkinkan, burner akan bekerja lebih efisien jika beroperasi mendekati/pada kapasitas desainnya (jangan lupa untuk menutup air register pada burner yang tidak terpakai) 6. minimalkan distribusi udara yang tidak merata pada firebox dengan mengatur air register pada individual burner. Aliran udara yang rendah pada satu bagian heater akan mempengaruhi kebutuhan oksigen yang lebih besar secara keseluruhan. 7. jagalah burner tetap bersih, burner tip yang tersumbat akan menaikkan kebutuhan oksigen, lakukan pemeliharaan secara berkala untuk membersihkan burner 8. perhatikan tampilan visual pada firebox
2.2 Proses Operasi Furnace 2.2.1 Tata cara penyalaan furnace
Dalam menyalakan furnace ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu : (1) Persiapan (pemeriksaan) sebelum menyalakan furnace dan (2) Penyalaan burner 1. Persiapan Sebelum menyalakan dapur ada beberapa langkah yang harus diperhatikan untuk mengurangi gangguan pada saat menyalakan dapur, yaitu : -
Memeriksa dan memastikan kembali bahwa di dalam dapur tidak ada peralatan atau barang-barang lain yang tertinggal setelah perakitan atau setelah perbaikan.
-
Memastikan sekitar dapur tidak ada barang-barang yang mudah terbakar atau mengganggu pekerjaan
-
Memeriksa dan memastikan bahwa semua kerangan bahan bakar dalam keadaan baik dan tertutup rapat
-
Menyiapkan ignitor untuk menyalakan dapur
-
Katup cerobong asap harus terbuka penuh 23
-
Katub udara pembakaran harus terbuka penuh
-
Melakukan steaming out (± 15 menit) hingga ruang pembakaran terbebas dari gas – gas yang memungkinkan terjadinya ledakan didalam ruang pembakaran.
-
Menghubungi petugas KK/LL untuk gas test
2. Langkah-langkah penyalaan dapur Bila petugas KK/LL menyatakan dalam dapur dan sekitar dapur bebas gas, lakukan langkah-langkah sebagai berikut : -
Nyalakan pilot burner dengan ignitor
-
Setelah pilot menyala, persiapkan bahan bakar dengan membuka kerangan induk masing-masing bahan bakar
-
Nyalakan burner dengan menggunakan fuel gas atau fuel oil
-
Naikkan suhu ± 25°C/jam sampai suhu kondisi operasi tercapai
-
Mengatur nyala api dengan mengatur bukaan air register dan atau mengatur bukaan stack damper.
3. Penyalaan Burner Salah satu contoh penyalaan burner Dalam menyalakan burner, sebaiknya dipilih burner yang menggunakan bahan bakar gas terlebih dahulu, dan nyalakan burner tersebut secara pelan – pelan. Masukan obor/api kedalam ruangan furnace (di depan gas burner), kemudian buka valve gas secara pelan – pelan sampai burner gas menyala. Atur nyala api dan jaga agar tidak mati. Setelah burner gas nyala, naikkan suhu 10ºC/jam dengan jalan membuka valve gas pelan – pelan, hingga suhu mencapai 110ºC. Setelah suhu mencapai 110ºC tahan selama ± 24 jam. Langkah – langkah tersebut dilakukan bertujuan untuk mengeringkan dinding dapur agar tidak retak – retak, juga untuk kepentingan operasi unit distilasi.Setelah itu suhu dinaikan lagi sehingga 275ºC, dengan kenaikan suhu 10ºC/jam, dengan jalan membuka valve secara pelan – pelan. Apabila bahan bakar gas sudah maksimum dan tidak mampu menaikan suhu lagi, nyalakan burner yang menggunakan bahan bakar minyak solar. Cara menyalakan burner dengan fuel oil solar : -
Buka valve oil solar pada kontrol valve. Untuk pertama kali bisa lewat by pass dulu (manual).
-
Buka valve oil solar pada burner. 24
-
Buka valve steam (atomisasi) pada burner
-
Buka katup udara pembakaran
-
Setelah burner oil menyala, atur nyala api dan dijaga jangan sampai mati
-
Atur bukaan katup cerobong asap (stack dampar).
Setelah suhu mencapai 250ºC, TIC dapat dirubah ke posisi automatic. Dan setelah ”On Crude” (minyak sirkulasi diganti minyak mentah /crude oil), naikan suhu sampai pada suhu operasi. Jika sudah normal fuel oil solar bisa diganti dengan fuel oil residu.
Dalam menyalakan burner yang menggunakan bahan bakar minyak (fuel oil) sering terjadi kegagalan. Hal – hal yang menyebabkan terjadinya kegagalan tersebut diantaranya : -
Tekanan bahan bakar minyak (fuel oil) terlalu rendah.
-
Kerangan atau pipa saluran fuel oil tersumbat/buntu.
-
Aliran steam atomisasi terlalu besar.
-
Steam atominasi yang digunakan basah.
2.2.2 Operasi furnace
Apabila furnace sudah beroperasi secara normal, maka masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya : 1. Apabila burner yang digunakan adalah burner yang menggunakan bahan bakar gas, maka nyala api yang baik berwarna biru dan pendek. 2. Apabila burner yang digunakan adalah burner yang menggunakan bahan bakar minyak (solar / residu), maka nyala api yang baik berwarna kuning/orange & bersih. 3. Di dalam ruang pembakaran dihindari adanya asap, karena adanya asap didalam ruangan pembakaran berarti pembakaran yang terjadi tidak sempurna. 4. Lidah api dari burner tidak boleh mengenai dinding ataupun tube furnace, yang dapat mengakibatkan pemanasan yang berlebihan (over heating) pada tube dengan ditandai adanya bintik – bintik warna merah muda pada tube atau apabila lidah api mengenai dinding furnance maka dapat mengakibatkan keretakan pada dinding tersebut. 5. Suhu cerobong asap (stack) tidak boleh terlalu tinggi agar kehilangan panas pembakaran tidak terlalu banyak. 6. Suhu cerobong asap tidak boleh terlalu rendah (dibatasi minimum 220ºC), karena dapat menyebabkan uap air yang keluar melalui cerobong asap akan terkondensasi dan
25
bereaksi dengan gas sisa hasil pembakaran (SO2) membentuk senyawa asam H2SO4 yang korosif.
Tabel 2.1 Contoh Suhu operasi furnace Unit Distilasi Furnace
Inlet
Outlet
Skin
Stack
Dinding
F1
105ºC
325ºC
880ºC
220ºC
600ºC
F3
105ºC
325ºC
840ºC
270ºC
430ºC
F4
105ºC
325ºC
920ºC
200ºC
540ºC
2.2.3 Cara mematikan furnace
Mematikan furnace harus dilakukan secara berlahan – lahan, yaitu penurunan suhu minyak yang keluar dari furnace diatur sedemikian rupa sehingga tidak mendadak. Disamping untuk keperluan proses diunit distilasi, juga untuk menjaga agar dinding furnace suhunya turun secara berlahan – lahan. Karena apabila suhu furnace turun secara mendadak dapat mengakibatkan kerusakan pada dinding furenace (retak-retak). Api didalam furnace sebaiknya dimatikan setelah suhu furnace dibawah 100ºC.
Setelah api didalam furnace dimatikan maka sebaiknya dilakukan steaming out, untuk mengusir sisa-sisa gas bahan bakar. Agar lebih aman maka selama melakukan penurunan suhu furnace, aliran minyak umpan masih tetap berjalan hingga suhu furnace betul – betul dingin.
2.2.4 Gangguan operasi furnace dan cara mengatasinya
Pada saat furnace beroperasi, sering terjadi gangguan – gangguan yang tentu saja berpengaruh pada kondisi operasi suatu unit proses. Ataupun ganggusn – gangguan tersebut hanya menurunkan efektifitas dan efisien dari furnace itu sendiri. Berikut ini beberapa contoh gangguan – gangguan yang sering terjadi pada furnace itu sendiri.
Berikut ini beberapa contoh gangguan – gangguan yang sering terjadi pada furnace, penyebab dari gangguan tersebut dan cara mengatasinya
26
Tabel 2.2 Gangguan operasi furnace dan cara mengatasi
Gangguan
Penyebab
- Nyala api pendek
Cara Mengatasi
- Terlalu banyak udara - Atur katup udara pembakaran pembakaran
- Atur Valve steam atomisasi pada
- Terlalu banyak steam
burner
atomisasi - Nyala
api - Tarikan
membalik
(flash
back)
udara
(draft) - Atur bukaan katup cerobong
rendah (kecil)
asap (stack damper)
- Tekanan fuel rendah
- Suhu dikehendaki
- Kecilkan tip burner (diganti)
yang - Aliran fuel rendah
- Tambah aliran fuel
tidak - Tip burner terlalu kecil
- ganti tiap burner dengan yang
tercapai
sesuai
- Stack berasap
- Steam atomisasi terlalu - Tambah bukaan valve steam sedikit - Terlalu
atomisasi pada burner sedikit
udara - Atur bukaan katup cerobong
pembakaran
asap
dan
katup
udara
pembakaran - Suhu stack terlalu - Udara tinggi - Suhu
pembakaran - Atur bukaan
terlalu banyak skin
asap (jumlah udara pembakaran
tube - Tube fouling
berlalu tinggi - Furnace bergetar
- Atur pembagian umapan furnace
- Nyala api menjilat tube - Tarikan
udara
asap (stack dampar)
- Aliran fuel terlalu kecil - Aliran
- Perbaiki / atur nyala api
kecil - Atur bukaan katup cerobong
(rendah)
- Burner mati
katup cerobong
bahan
bakar - Periksa saluran bahan bakar
terhenti - Perbandingan
- Tambah aliran fuel
- Atur bukaan katup cerobong bahan
bakar dan udara tidak seimbang
27
asap
dan
pembakaran
katup
udara
Bab III. Pembakaran
3.1 Pembakaran Hidrokarbon
Energi panas yang dihasilkan dari suatu proses pembakaran senyawa hidrokarbon merupakan kebutuhan energi yang paling dominan dalam refinery. Oleh karena itu pengelolaan energi yang tepat dan efisien merupakan langkah penting dalam upaya penghematan biaya produksi secara menyeluruh.
Pembakaran merupakan reaksi kimia yang bersifat eksotermis dari unsur-unsur yang ada di dalam bahan bakar dengan oksigen serta menghasilkan panas. Proses pembakaran memerlukan udara, namun jumlah udara yang dibutuhkan tidak diberikan dalam jumlah yang tepat secara stoikiometri, namun dilebihkan. Hal ini bertujuan supaya pembakaran berlangsung sempurna. Kelebihan udara ini disebut Excess air (udara yang berlebih).
Pembakaran yang sempurna akan menghasilkan jumlah panas yang maksimum. Pembakaran dinyatakan secara kualitatif atau kuantitatif dengan reaksi kimia. Jumlah panas yang dihasilkan bahan bakar dinyatakan sebagai nilai kalori pembakaran (Calorific Value). Reaksi kimia terjadi melalui suatu proses oksidasi senyawa-senyawa karbon, hidrogen dan sulfur yang ada dalam bahan bakar. Reaksi ini umumnya menghasilkan nyala api.
Terdapat dua istilah pembakaran yang berhubungan dengan udara excess, yaitu : (1) Neutral combustion, merupakan pembakaran tanpa excess atau defisit udara dan tanpa bahan bakar yang tidak terbakar, (2) Oxidizing combustion, merupakan pembakaran dengan excess udara. Udara yang berlebih bukan merupakan jaminan pembakaran yang sempurna
3.2 Karakteristik Bahan Bakar
Syarat-syarat bahan bakar yang baik sebagai berikut : -
Mempunyai titik nyala yang rendah, sehingga mudah terbakar
-
Mempunyai nilai kalori yang tinggi
-
Tidak menghasilkan gas buang yang beracun dan membahayakan
28
-
Asap yang dihasilkan sedikit, tidak banyak membentuk jelaga
-
Ekonomis, mudah dalam penyimpanan dan pengangkutan
-
Mempunyai efisiensi yang tinggi
Nilai kalori bahan bakar merupakan karakteristik utama bahan bakar, nilai kalori atau heating value bahan bakar padat, cair atau gas dapat dinyatakan sebagai jumlah panas yang dihasilkan dari pembakaran yang sempurna setiap satuan massa bahan bakar. Nilai kalori bahan bakar padat dan cair dinyatakan dalam satuan Kcal/kg atau Btu/lb bahan bakar. Nilai kalori bahan bakar gas dinyatakan dalam Btu/Cuft atau Kcal/m3 pada temperatur dan tekanan tertentu.
Terdapat dua istilah nilai kalori bahan bakar yaitu : -
Higher Heating Value (HHV) atau Gross Heating Value. Higher Heating Value adalah jumlah panas yang diperoleh dari pembakaran bahan bakar tiap satuan massa bahan bakar jika hasil pembakarannya didinginkan sampai suhu kamar (H2O hasil pembakaran mengembun)
-
Lower Heating Value (LHV) atau Net Heating Value Lower Heating Value adalah jumlah panas yang diperoleh dari pembakaran tiap satuan massa bahan bakar dengan mengurangi jumlah panas yang dibawa oleh uap air yang terbentuk selama pembakaran. LHV dapat diperoleh dengan mengurangi jumlah panas hasil pembakaran dengan panas penguapan air yang terbentuk selama pembakaran. Dinyatakan dengan persamaan berikut :
LHV = HHV – Panas penguapan air hasil pembakaran
(3.1)
3.3 Proses Pembakaran
Proses pembakaran adalah proses reaksi kimia terbakarnya bahan bakar dengan udara yang cukup disertai penyalaan api. Proses pembakaran terjadi karena adanya 3 unsur yaitu bahan bakar, oksigen (dari udara) dan suhu yang cukup tinggi.
Pembakaran diatur untuk mendapatkan hasil seefisien mungkin. Pengaturan pembakaran meliputi jumlah udara untuk pembakaran, rate bahan bakar, kapasitas burner dan menjaga burner tetap beroperasi dengan baik. Jumlah udara yang sedikit berlebih dibutuhkan untuk mendapatkan pembakaran sempurna. Pembakaran tidak sempurna akan menghasilkan asap 29
hitam yang terbuang sambil membawa panas sensibel berarti membuang energi dan juga menyebabkan polusi. Namun apabila udara berlebih maka akan meningkatkan flue gas sehingga memperbesar energi terbuang.
Pembakaran gas hasil pembakaran + energi panas
Bahan bakar + O2
(3.2)
Reaksi Eksoterm
CxHy + ½ ( 2x + ½y ) O2
xCO2 + ½yH2O + Q BTU
(3.3)
Misal : Gas Propane C3H8 ; x = 3 dan y = 8 C3H8 + 5 O2
2 CO2 + 4 H2O + 83141 BTU
Reaksi pembakaran dapat dikategorikan menjadi reaksi pembakaran sempurna dan reaksi pembakaran tidak sempurna. Pembakaran sempurna adalah proses terbakarnya bahan bakar yang membentuk karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) dengan atau tanpa udara berlebih. Pembakaran tidak sempurna adalah proses terbakarnya bahan bakar dengan hasil pembakaran yang mengandung karbon monoksida (CO) dan hidrogen (H2) atau carbon (C). Untuk mengetahui sempurna atau tidaknya reaksi pembakaran, dilakukan dengan menganalisa gas buang (flue gas).
3.4 Perhitungan Excess Air
Untuk mendapatkan pembakaran yang sempurna pada prakteknya dilakukan dengan menambahkan udara excess. Hal ini dilakukan supaya jumlah udara diatas kebutuhan minimum yang diperlukan untuk pembakaran sempurna, sesuai dengan stoikiometri udara pembakaran. Persentase udara excess yang diperlukan untuk pembakaran dirumuskan sebagai berikut :
udara excess % =
udara total − udara stoikiometri × 100 udara stoikiometri
30
3.4
Perhitungan udara excess dimaksudkan untuk mengetahui berapa jumlah udara berlebih yang tepat supaya pembakaran berlangsung efisien. Udara excess yang terlalu sedikit bisa mengakibatkan pembakaran tidak sempurna, sebaliknya apabila udara excess terlalu tinggi maka banyak energi panas yang terbuang pada stack.
Unsur-unsur penentu didalam perhitungan udara excess adalah : -
Jenis bahan bakar
-
Komposisi gas hasil pembakaran
-
Komposisi udara untuk pembakaran
Contoh 3.1 Perhitungan Excess Air Gas methane dibakar dengan reaksi
CH4 + 2O2
CO2 + 2H2O
Komposisi gas hasil pembakaran ditunjukkan pada tabel di bawah ini :
Komponen
Persentase (% Vol)
CO2
7,73
H2O
15,46
O2
3,87
N2
72,94
Kompoposisi udara untuk pembakaran sebagai berikut :
Komponen
Persentase (% Vol)
O2
20,946
N2
79,054
Berapa besarnya udara excess yang diperlukan dalam reaksi tersebut ?
Penyelesaian : Reaksi pembakaran : CH4 + 2O2
CO2 + 2H2O + Calori 31
Dasar perhitungan : setiap 1 mol CH4 , dibutuhkan O2 sebanyak 2 mol
N2 yang terikut =
79 ,054% × 2 mol = 7,5484 mol 20 ,946%
Misal excess air = x mol Gas hasil pembakaran : CO2
= 1 mol
H2O
= 2 mol
O2 sisa = x mol 79,054% ⎡ ⎤ × x ⎥ mol = (7,5484 + 3,7742 x) mol N2 total terbawa = ⎢7 ,5484 + 20,946% ⎣ ⎦
Jumlah mol gas hasil pembakaran : = 1 mol + 2 mol + x mol + (7,5484 + 3,7742 x) mol = 10,5484 mol + 4,7742 x mol
O2 sisa = 3,87 % vol mol O2 sisa :
x = 3,87 % 10,5484 + 4,7742 x x = 0,5 mol
Excess air =
O2 berlebih 0 ,5 mol × 100% = × 100% = 25 % O2 dibutuhkan 2 mol
Jadi udara excess = 25 %
3.5 Efek penurunan aliran udara
Gambar 3.1 menunjukkan salah satu jenis proses furnace dengan natural draft. Seandainya kita menutup damper atau air register secara bertahap, maka suplai udara yang mengalir ke dalam firebox akan berkurang. Jika laju alir fluida proses dan laju alir bahan bakar (fuel gas) konstan, maka beberapa kemungkinan akan terjadi :
32
1. Suhu outlet furnace akan meningkat, sebagaimana penurunan udara excess. Hal ini disebabkan lebih banyak panas yang diberikan kepada fluida proses, dan panas yang dibuang melalui stack akan berkurang. 2. Suhu outlet furnace akan turun, sebagaimana penurunan laju alir udara pada saat melewati titik pembakaran absolut (absolute combustion). Pada kondisi ini akan diperoleh produk-produk pembakaran tidak sempurna atau pembakaran parsial, seperti aldehid, keton, dan karbon monoksida yang dibuang melalui stack. Hal ini juga menyebabkan heating value bahan bakar akan turun dan memungkinkan terjadinya afterburning.
Gambar 3.1 Furnace dengan natural draft (Lieberman)
Dengan demikian akan berbahaya jika furnace dioperasikan dengan jumlah udara yang tidak mencukupi, karena :
33
1. Produk hasil pembakaran tidak sempurna sangat panas, dan akan menyala dengan segera jika menemukan oksigen dalam jumlah yang cukup. Hal ini biasanya akan menyebabkan afterburn di bagian konveksi dan stack dan bahkan bisa menyebabkan ledakan. 2. Produk dari pembakaran parsial merupakan polutan yang menyebabkan polusi udara.
3.6 Absolute combustion
Istilah absolute combustion tidak sama dengan complete combustion (pembakaran sempurna). Complete combustion adalah istilah teoretis yang menyiratkan tujuan teoretis yang hendak dicapai namun pada kenyataannya tidak pernah tercapai dalam setiap operasi furnace. Titik absolute combustion merepresentasikan titik pencapaian efisiensi yang paling baik untuk satu bagian peralatan dan pada satu waktu tertentu (jam, hari, minggu dll).
Salah satu definisi dari titik absolute combustion adalah titik dimana suhu outlet furnace maksimum untuk sejumlah tertentu bahan bakar (sebagaimana diilustrasikan pada gambar 3.2). Sesuai dengan definisi tersebut, kita dapat menyatakan bahwa titik absolute combustion juga merupakan pembakaran maksimum yang dapat dicapai untuk sejumlah tertentu bahan bakar (sebagaimana diilustrasikan pada gambar 3.3). Dengan demikian istilah titik absolute combustion dapat diartikan suhu outlet furnace yang maksimum ataupun pemakaian bahan bakar yang minimum untuk setiap batasan suhu outlet furnace yang berhubungan dengan kandungan oksigen dalam flue gas dalam waktu yang sama.
34
Gambar 3.2 Titik absolute combustion sebagai fungsi dari suhu outlet furnace (Lieberman)
Gambar 3.3
Titik absolute combustion sebagai fungsi dari pembakaran maksimum sejumlah tertentu bahan bakar (Lieberman)
3.7 Secondary combustion atau afterburn
Pada sub bab sebelumnya kita sudah manyinggung tentang bagaimana jika suplai udara pembakaran dalam furnace tidak mencukupi yang mengakibatkan pembakaran tidak 35
sempurna dan pemborosan bahan bakar. Di samping hal-hal tersebut, pembakaran yang tidak sempurna, akan menyebabkan adanya sejumlah bahan bakar yang tidak terbakar di burner. Bahan bakar ini akan mengalir ke atas bersama dengan flue gas, melewati bagian konveksi dan stack. Jika terdapat kebocoran udara di bagian konveksi dan stack, maka sejumlah hidrokarbon (bahan bakar) yang masih panas tersebut akan dapat bereaksi dengan oksigen yang bocor dari lingkungan, dan menghasilkan nyala api. Peristiwa ini sering disebut afterburn atau secondary ignition yang berarti terjadinya proses pembakaran di bagian konveksi.
Jika bahan bakar yang tidak terbakar atau material yang mudah terbakar lainnya menyala di bagian konveksi, maka akan terjadi kenaikan suhu di bagian konveksi secara dramatik. Material di bagian konveksi tidak didesain untuk beroperasi pada suhu yang tinggi, terutama di bagian fin tube. Fin akan teroksidasi dan jika dingin akan menjadi rapuh dibandingkan sebelumnya. Tube-tubenya bisa bengkok dan melengkung, sehingga akan menghambat aliran flue gas.
36
Bab IV. Burner dan Air Preheater
Operasi furnace yang efisien bergantung pada operasi burner secara tepat. Burner dapat didefinisikan sebagai peralatan yang berguna untuk menghasilkan nyala api pada lokasi tertentu yang diinginkan dengan cara mencampurkan udara dengan bahan bakar melalui suatu energi pencampuran tertentu untuk menjaga keberlangsungan nyala api dan pembakaran yang sempurna.
Dengan demikian fungsi dari burner adalah untuk melakukan pembakaran yang meliputi : -
mencampur bahan bakar dengan udara sesuai dengan perbandingan stoikiometrinya
-
menyalakan campuran bahan bakar dengan udara
-
memastikan kestabilan dan kesempurnaan pembakaran
Untuk tujuan-tujuan tersebut burner yang digunakan di industri dapat diklasifikasikan menjadi natural draft burner dan force draft burner. Di samping itu masih terdapat beberapa jenis burner yang lain seperti premix gas burner, nozzle mix gas burner, fuel oil burner dan kombinasi oil and gas burner.
4.1 Premix Gas Burner
Premix gas burner merupakan salah satu desain burner yang paling awal. Pada premix gas system, udara primer dan gas dicampurkan pada suatu titik di bagian hulu dari salah satu sisi discharge burner dengan menggunakan inspirator mixer. Selanjutnya premix gas burner didefinisikan sebagai burner yang nozzle atau gas tipnya disuplai dengan gas dan udara yang berasal dari upstream mixing device. Dengan demikian udara dan gas dicampurakan lebih dulu sebelum mencapai burner nozzle. Burner tip atau nozzle hanya berfungsi sebagai tempat nyala api, dan untuk menjaga nyala api tetap pada lokasi yang diinginkan.
Gambar 4.1 mengilustrasikan salah satu jenis rangkaian premix gas burner. Nomor 1 adalah inspirator atau mixer body. Nomor 2 adalah fuel gas discharge orifice dan nomor 3 adalah burner tip atau nozzle. Fuel gas dikeluarkan melalui orifice pada tekanan yang tinggi. Zona bertekanan rendah yang dihasilkan oleh kecepatan fuel gas dan akan menarik 37
sejumlah udara pembakaran yang disebut udara primer. Jumlah udara primer berkisar antara 30 s.d. 100% dari total udara pembakaran bergantung pada desain burner dan laju pembakaran. Campuran udara dan bahan bakar dialirkan melalui mixer body dan dikeluarkan melalui serangkaian lubang pada burner tip. Lubang-lubang pada nozzle harus didesain untuk menjaga stabilitas nyala api, bentuk nyala api yang diinginkan serta memastikan campuran udara dan bahan bakar keluar (disemprotkan) dengan kecepatan diatas cepat rambat nyala api.
Gambar 4.1 Tipikal premix gas burner
Premix gas burner pada umumnya memiliki kontrol udara primer dan sekunder. Kontrol udara primer dilengkapi dengan pintu udara primer di bagian masuk inspirator, sedangkan kontrol udara sekunder dilengkapi dengan rangkaian register udara yang bertempat di sekitar discharge nozzle. Mode operasi normal adalah pintu udara primer terbuka penuh dan register udara sekunder diatur untuk memperoleh udara excess yang diinginkan. Pintu udara primer yang lain disetting jika diperlukan untuk mencegah flashback atau nyala api padam.
Premix burner memiliki keuntungan dan kerugian jika dibandingkan dengan natural draft raw gas burner.
38
Beberapa keuntungan premix gas burner adalah volume nyala api yang lebih kecil, fuel gas orifice yang besar, perubahan laju alir udara yang divariasikan dengan aliran bahan bakar dan menurunkan potensi penyumbatan di bagian atas nozzle (top plugging), jika senyawa hidrokarbon tak jenuh atau yang terkondensasi berada dalam fuel gas.
Salah satu item yang menentukan volume nyala adalah kecepatan dan derajat pencampuran bahan bakar dengan udara. Karena adanya pencampuran awal antara udara dan bahan bakar, maka intensitas nyala api yang relatif kompak dapat dicapai. Keuntungan kedua adalah premix burner menyediakan sejumlah kontrol rasio udara dan bahan bakar. Derajat kontrol rasio udara dan bahan bakar bergantung pada jumlah udara yang ditarik. Prermiks burner menarik udara pembakaran secara bervariasi menurut tekanan bahan bakar, sehingga burner jenis ini memiliki beberapa pengaturan udara yang built in.
Kerugian dari premix burner adalah flashback dan nyala api padam. Flashback terjadi jika kecepatan yang meninggalkan burner tip lebih rendah dibandingkan kecepatan nyala api yang menyebabkan terjadinya nyala api balik di dalam mixer. Flashback terjadi pada tekanan bahan bakar yang rendah (<6 psig) atau pada kandungan hidrogen yang tinggi. Kecepatan nyala api hidrogen yang tinggi merupakan masalah bagi premix burner dan seringkali menghasilkan backfiring.
Nyala api akan padam jika kecepatan pencampuran udara dan bahan bakar melampaui kecepatan nyala api. Hal ini dapat terjadi jika tekanan udara berada pada kisaran 22-24 psig (1,54 – 1,70 kg/cm2) jika bahan bakar tidak mengandung hidrogen.
4.2 Raw gas burner
Zink VYD burner seperti ditunjukkan pada gambar 4.2 adalah raw gas burner yang paling banyak digunakan.
39
Gambar 4.2 VYD Raw gas burner (UOP)
Nomor 1 adalah burner tile, yang bekerja sebagai orifice dan mengontrol jumlah udara di setiap burner. Nomor 2 adalah burner tip. Fuel orifice dipasang (dimasukkan) ke dalam burner tip. Nomor 3 adalah flame holder, yang berfungsi untuk membelokkan udara menjauhi burner tip, sehingga memungkinkan pembakaran terjadi dalam zona kecepatan yang sangat rendah pada burner tip. Tanpa adanya flame holder nyala api akan berubah arah. Nomor 4 adalah air register. Burner tile dipasang di dalam furnace pada lantai furnace sedangkan tip dan air register dibaut di bagian luar furnace. Kesejajaran dan ketepatan pemasangan sangat penting supaya bisa beroperasi dengan baik. Burner jenis ini dapat diturunkan tekanannya sampai dengan 1 psig (0,7 kg/cm2) tanpa menyebabkan nyala api padam. Sebagian perusahaan memasang instrumen untuk menjaga tekanan minimum 3 – 4 psig tekanan gas untuk mencegah nyala api padam.
4.3 Combination burner
Pada sebagian besar aplikasi pembakaran dengan combination burner banyak dihindari. Pertimbangan yang digunakan adalah tekanan bahan bakar yang rendah sehingga menyebabkan atomisasi yang buruk serta pencampuran udara dengan bahan bakar yang kurang baik. Di beberapa refinery sebagian oil burner-nya memiliki kemampuan untuk
40
melakukan
pembakaran
dengan
menggunakan
bahan
bakar
gas.
Gambar
4.3
mengilustrasikan tipikal natural draft combination burner.
Gambar 4.3 Combination burner (UOP)
Burner seperti ditunjukkan gambar 4.3 merupakan salah satu jenis double block combination gas and oil burner yang telah digunakan untuk aplikasi natural draft furnace selama beberapa tahun. Nomor 1 adalah secondary burner tile dan nomor 2 adalah primary burner tile atau oil tile. Sebagaimana pada raw gas burner, salah satu tujuan dari secondary tile adalah untuk menjaga stabilitas nyala api untuk pembakaran bahan bakar gas. Burner jenis ini pada umumnya memiliki empat hingga sembilan gas tip. Setiap gas tip memiliki lubang penyalaan. Gas tip berada di antara secondary tile dan primary tile.
Oil tip ditempatkan dalam primary tile sedemikian rupa sehingga memberikan kestabilan pembakaran fuel oil yang baik. Posisi oil tip sangat penting, untuk menghasilkan pola semburan bahan bakar dan pencampuran udara yang tepat. Jika posisi oil tip terlalu tinggi dalam primary tile efek resirkulasi akan hilang dan stabilitas nyala akan terganggu. Jika oil tip terlalu rendah dalam primary tile, minyak akan membentur tile dan memungkinkan terbentuknya coke serta menyebabkan tumpahan minyak. tip harus dipasang pada ketinggian yang tepat selama turnaround. Pada zink burner lokasi oil tip yang tepat adalah 41
1 inch (25 mm) dibawah bagian mendatar dari primary tile. Ilustrasi poisi oil tip yang tepat ditunjukkan pada gambar 4.4
Gambar 4.4 Posisi oil tip yang tepat (UOP)
Oil burner
Oil gun menggunakan steam untuk atomisasi minyak, sehingga minyak yang di-spray akan berubah menjadi butiran-butiran kecil yang berukuran 100 – 200 mikron (droplet). Ukuran droplet yang kecil memiliki luas permukaan yang tinggi, sehingga laju penguapan akan semakin cepat. Fuel oil harus dibakar dalam bentuk uap untuk menghindari untuk mencegah pembentukan partikulat. Gambar di bawah ini menunjukkan bagian dalam oil gun
Gambar 4.5 John Zink oil gun (UOP) 42
4.4 Pilot
Sumber nyala api yang kontinyu merupakan salah satu peralatan yang paling penting dalam furnace. Skenario “Apa yang akan terjadi jika valve fuel gas tidak tertutup rapat?”. Jawabnya adalah nyala api yang kontinyu dari pilot akan membakar fuel gas yang bocor dan mencegah terjadinya campuran yang eksplosif.
Pilot adalah peralatan safety, yang berguna sebagai sumber nyala api yang stabil untuk menyalakan burner. Pilot burner harus dioperasikan pada tekanan fuel gas yang konstan. Pilot adalah premix burner yang didesain untuk menarik 100% udara pembakaran. Hal ini memungkinkan pilot tetap menyala, meskipun blower udara pembakaran rusak. Pilot burner tip didesain dengan sembilan lubang api. Pintu udara harus selalu dibuka, hingga sembilan nyala api terlihat dari masing-masing lubang api. Pilot memerlukan bahan bakar yang bersih bebas dari scale dan partikulat. Fuel orifice yang kecil berukuran 1/16 inch (1,5 mm) dan sangat mudah tersumbat. Strainer digunakan untuk mencegah penyumbatan fuel orifice. Bahan bakar yang direkomendasikan untuk pilot adalah gas alam.
Gambar 4.6 Rangkaian pilot ST-1S
4.5 Operasi oil burner
Pembakaran minyak pada umumnya lebih sulit dibandingkan pembakaran gas. Minyak yang berbentuk cairan harus dikonversi lebih dahulu menjadi gas (uap) sebelum dapat 43
dicampur dengan udara dan mulai dibakar. Pada operasi tertentu, minyak dialirkan menuju burner dan sebelumnya dilewatkan atomizer, yang akan mengkonversi liquid menjadi jutaan droplet yang sangat kecil, yang diharapkan ukurannya tidak lebih besar dari 10 – 50 micron. Beberapa konversi sangat meningkatkan rasio surface to mass dan secara substansial memungkinkan droplet untuk menyerap panas lebih cepat. Atomisasi bisa dilakukan dengan menggunakan steam, udara atau gas bertekanan tinggi. Meskipun ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk atomisasi fuel oil, steam paling banyak digunakan di refinery karena banyak tersedia.
Bahan bakar yang viscous harus dipanaskan terlebih dahulu. Temperatur yang digunakan tidak harus diatas flash point minyak. viskositas maksimum yang direkomendasikan untuk diatomisasi adalah 43 cS (200 SUS). Bahan bakar yang terlalu viscous akan menyebabkan atomisasi yang buruk, dengan ukuran droplet yang besar dan area kontak dengan udara pembakaran yang kecil. Hal ini akan berdampak pada pencampuan yang buruk antara udara dengan bahan bakar. Viskositas yang terlalu rendah menghasilkan atomisasi yang sangat kecil, yang menyebabkan pembakaran lebih cepat terjadi, sehingga lebih banyak udara yang diperlukan di bagian mulut burner dan udara sekitar menjadi lebih sedikit. Jika burner tidak didesain untuk fungsi ini, maka akan mempengaruhi besarnya volume udara excess yang digunakan.
4.6 Operasi gas burner
Untuk jenis raw gas burner, dimana udara dan bahan bakar dicampur tanpa melalui pencampuran awal, memiliki penurunan laju alir yang besar serta dapat mengakomodir bahan bakar dengan kandungan hidrogen yang tinggi, bahkan hidrogen murni. Hal ini disebabkan nyala api tidak dapat tersebar dalam burner jika udara dicampurkan pada burner nozzle. Laju alir udara harus diatur pada berbagai variasi kondisi operasi.
Burner jenis premix gas burner, sebagian udara akan dicampurkan lebih awal dengan bahan bakar. Hal ini menghasilkan nyala api yang pendek dan stabil. Rasio laju alir udara / gas pada burner konstan yang dilakukan dengan mengatur tekanan fuel gas menyebabkan burner memiliki batasan penurunan laju alir. Burner jenis ini sensitif terhadap kandungan hidrogen dalam fuel gas (flash back).
44
4.7 Polusi udara
Polutan utama yang dihasilkan dari proses pembakaran diantaranya adalah : (1) Fuel yang tidak terbakar (CO, CH4, dll), (2) Sulfur oksida SOx (SO2, SO3) dan (3) Nitrogen oksida NOx (NO, NO2, NO3) 1. Fuel yang tidak terbakar Kandungan bahan bakar yang tidak terbakar biasanya cukup rendah, dan umumnya terdapat pada penambahan udara ekses yang sangat rendah. Untuk bahan bakar cair penyebabnya biasanya tergantung pada kondisi operasi seperti suhu dan viskositas, serta atomisasi yang tidak sempurna
2. Sulfur oksida Sulfur yang berada dalam bahan bakar akan terkonversi seluruhnya, sebagian besar menjadi sulfur dioksida, sebagian kecil menjadi sulfur trioksida. Seluruh sulfur dalam bahan bakar yang diumpankan ke dalam furnace akan keluar dalam flue gas. Untuk mengurangi emisi senyawa sulfur, kandungan sulfur dalam bahan bakar harus dibatasi. Karena tidak ada flue gas desulfurization unit, terlalu mahal.
3. Nitrogen oksida Selama pembakaran hanya nitrogen oksida NO dan NO2 yang terbentuk dalam jumlah yang signifikan. NO (kurang lebih 90% dari senyawa NOx) terbentuk pada ruang bakar, akan dikonversi menjadi NO2 pada saat pembuangan lewat stack melalui reaksi fotokimia dengan oksigen di udara.
Nitrogen oksida terbentuk dengan dua jalan : -
Sebagian nitrogen dalam udara pembakaran terkonversi menjadi nitrogen oksida di high temperature flame zone
-
NOx juga dapat terbentuk dari senyawa nitrogen yang ada dalam bahan bakar (seperti NH3) yang bereaksi dengan oksigen. Sumber-sumber NOx ini terutama banyak terdapat pada heavy liquid fuel yang memiliki kandungan senyawa nitrogen yang tinggi (0,2 – 0,6 % berat).
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengurangi emisi NO : -
Mengurangi kandungan oksigen (mengurangi udara excess) 45
-
Menurunkan suhu pada zona pembakaran (combustion zone), dapat dilakukan dengan beberapa cara 1) Stage udara : -
Zona primer dengan tidak cukup udara
-
Sebagian udara diinjeksikan di bawah nyala api pada suhu yang tinggi
2) Staged fuel (untuk bahan bakar gas) -
Sebagian bahan bakar diinjeksikan ke dalam udara keseluruhan
-
Sisa bahan bakar diinjeksikan di bawah zona nyala api.
3) Resirkulasi flue gas Flue gas diinjeksikan kembali dengan udara pembakaran -
Metode lain untuk mengurangi emisi NOx. Flue gas dapat ditangani dengan menggunakan katalis, (injeksi NH3 pada suhu 300 – 450oC, dengan menggunakan katalis)
4.8 Air preheater
Air preheater merupakan salah satu alat penukar panas yang mana udara pembakaran dilewatkan dan dipanaskan dengan media pemanas yang bersuhu tinggi seperti produk pembakaran (flue gas), steam ataupun fluida yang lain. Salah satu fungsi dari air heater adalah untuk mendinginkan suhu (mengurangi panas) flue gas yang keluar lewat stack sehingga dapat meningkatkan efisiensi furnace.
Terdapat tiga jenis air preheater yang umum digunakan : -
Pertukaran panas dimana udara pembakaran yang dipanaskan langsung dengan flue gas. (seperti ditunjukkan pada gambar 4.7)
-
Pertukaran panas dimana udara pembakaran dipanaskan menggunakan fluida intermediate. (seperti ditunjukkan pada gambar 4.8 dan 4.9)
-
Pertukaran panas melalui massive heat-transfer wheel yang dikemas dengan metal basket. (seperti ditunjukkan pada gambar 4.10)
Semua air preheater akan rusak akibat serangan korosi yang disebabkan oleh kondensasi sulfur trioksida. Pada 150 ppm sulfur dalam fuel gas, dengan pengaturan suhu operasi 350 – 400oF bisa meminimalkan serangan korosi. Suhu flue gas yang keluar harus dijaga 50 100oF diatas titik embun SO3. menyebabkan tidak meratanya pendinginan di air preheater.
46
Gambar 4.7 Sistem air preheat menggunakan regeneratif heater (API 560)
Gambar 4.8 Sistem air preheat menggunakan indirect closed system dengan sirkulasi mekanik (API 560)
47
Gambar 4.9 Air preheating dengan menggunakan sumber pemanas dari luar (API 560)
Gambar 4.10 Air preheating jenis rotating wheel (Lieberman)
48
Bab V. Bahan Bakar
Pemilihan bahan bakar merupakan faktor yang paling penting dalam desain furnace, terutama karena bahan bakar merupakan salah satu biaya yang paling tinggi dalam operasi furnace. Pemilihan bahan bakar juga berdampak besar pada kinerja furnace dan biaya modal secara keseluruhan. Dalam memilih bahan bakar harus mempertimbangkan berbagai persyaratan diantaranya : 1. Ketersediaan dan biaya 2. Nilai kalor. 3. Kemudahan terbakar. 4. Densitas bahan bakar, khususnya bahan bakar gas dan cair 5. Emisivitas api yang dihasilkan. 6. Komposisi kimia dan produk dari proses pembakaran (termasuk toksisitas bahan bakar dan produk pembakaran). 7. Ash konten dan komposisi (terutama untuk bahan bakar padat). 8. Efek produk dari pembakaran terhadap produk.
Bahan bakar yang digunakan di furnace dapat dibedakan menjadi bahan bakar gas (fuel gas) dan bahan bakar cair (liquid oil).
5.1 Bahan bakar gas
Bahan bakar gas adalah bahan bakar yang paling mudah untuk dibakar dan dapat dengan mudah bercampur dengan udara. Terdapat dua jenis bahan bakar gas yang digunakan di kilang yaitu : gas alam dan gas kilang, berasal dari hasil proses pengolahan minyak.
Keuntungan dari bahan bakar gas adalah : (1) Lebih mudah terbakar sempurna dan tidak menghasilkan asap, (2) Tidak memerlukan pompa transfer, (3) Pengontrolan suhu pada furnace lebih cepat dan mudah, (4) Tidak memerlukan atomizing steam, (5) Nilai kalor per satuan berat lebih tinggi. Sedangkan kerugiannya adalah mudah terbakar sehingga perlu penanganan lebih cermat serta penyimpanannya memerlukan instalasi yang mahal
49
5.2 Bahan bakar cair
Sebagian besar bahan bakar cair berbasiskan minyak. Bahan bakar minyak dapat diklasifikasikan menjadi distillate fuel seperti kerosene dan gas oil yang memiliki viskositas rendah dan residual oil yang memiliki viskositas tinggi.
Bahan bakar minyak (fuel oil) viskositas rendah, dalam penggunaanya dapat dipompakan pada suhu kamar. Akan tetapi untuk mendapatkan pembakaran yang sempurna dibutuhkan steam untuk atomisasi agar pencampurannya dengan udara lebih baik. Fuel oil jenis ini biasanya digunakan pada saat start up unit distilasi hingga kondisi operasi normal.
Fuel oil dengan viskositas yang tinggi merupakan bahan bakar yang paling murah, akan tetapi paling sulit untuk digunakan. Sehingga untuk pengalirannya/pemompaannya diperlukan pemanas steam trace pada sistem perpipaannya agar tidak mengalami kebuntuan. Pada proses pembakarannya juga dibutuhkan steam untuk atomisasi. Fuel oil jenis ini sering digunakan setelah kondisi operasi normal.
Keuntungan dari bahan bakar minyak adalah : (1) Penanganan lebih mudah, karena flash point tinggi, (2) Dapat menggunakan produk residu yang mengalami masalah dalam penjualan, (3) Penyimpanannya memerlukan instalasi yang lebih murah
Adapun kerugian dari bahan bakar minyak diantaranya adalah pour point tinggi sehingga memerlukan pemanasan dan isolasi, memerlukan pompa transfer dan steam atomizing serta menimbulkan jelaga pada proses pembakaran
5.3 Fuel Oil System
Fuel oil system merupakan suatu unit yang berfungsi sebagai pengatur fuel oil untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak pada furnace di unit pengolahan boiler di utilities. Pada dasarnya unit ini berfungsi untuk : -
Mendapatkan fuel oil yang bersih dari kotoran, sehingga dapat mencegah terjadinya kebuntuan pada burner. Untuk tujuan ini maka pada suction pompa dipasang filter.
-
Mendapatkan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Dengan adanya fasilitas oil return, jumlah fuel oil yang dibutuhkan dapat diatur sesuai kebutuhan.
-
Mendapat tekanan dan suhu fuel oil yang lebih stabil (tetap). Sehingga diharapkan dengan tekanan dan suhu fuel oil yang stabil, akan didapatkan pemanasan pada furnace 50
dan boiler yang stabil juga. Untuk itu maka pada pemanas bahan bakar minyak tersebut dipasang peralatan instrumen yang berfungsi untuk mengatur suhu fuel oil yang akan diigunakan.
Fuel oil system biasanya memiliki 2 (dua) pompa yang digerakkan dengan motor listrik, dimana pada operasi normal hanya 1 (satu) pompa yang jalan. Sebelum masuk pompa, fuel oil yang berasal dari tangki penimbang dilewatkan pada filter terlebih dahulu agar kotorankotoran tidak terikut.
Karena fuel oil memiliki viskositas yang cukup tinggi dan mudah membeku, maka setelah keluar dari pompa dimasukkan kedalam suatu pemanas (heater) yang menggunakan pemanas listrik atau pemanas steam.
Pada saat start up, pemanas yang digunakan adalah pemanas listrik. Sedangkan pada saat normal operasi, pemanas yang digunakan adalah pemanas yang menggunakan media pemanas steam. Diharapkan suhu fuel oil setelah melewati pemanas tersebut ± 85ºC.
Gambar 5.1 Tipikal fuel oil handling system
51
Bab VI. Efisiensi Furnace
Efisiensi furnace merupakan unjuk kerja furnace dalam memanfaatkan panas dari hasil pembakaran dari sejumlah fuel pada fluida yang akan dipanaskan di dalam tube dapur. Efisiensi panas pada suatu sistem furnace didefinisikan sebagai perbandingan antara energi yang berguna terhadap energi yang masuk.
η=
useful heat total heat
6.1
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk menghitung efisiensi panas di furnace 1. Metode panas yang hilang (heat loss) Dihitung dengan menjumlahkan panas yang masuk dikurangi panas yang hilang melalui dinding furnace dan asap hasil pembakaran
efisiensi =
qin − q out × 100% qin
6.2
2. Metode panas yang diserap Perbandingan panas yang diserap fluida di dalam tube furnace dengan panas total yang masuk furnace
efisiensi =
panas yang diserap fluida × 100% panas total masuk dapur
6.3
Perhitungan efisiensi panas pada sistem furnace disamping mempertimbangkan penggunaan energi utama dalam pembakaran yang berupa bahan bakar (fuel oil atau fuel gas) juga harus dipertimbangkan penggunaan energi untuk preheater udara, waste heat recovery dan energi listrik yang kemungkinan digunakan untuk menggerakkan fan atau blower pada air register. Diagram skematis sistem furnace ditunjukkan pada gambar 6.1. Efisiensi dari sistem furnace bergantung dari setiap tahapan transfer energi yang berasal dari energi kimia pada bahan bakar dan energi listrik sampai dengan menjadi proses yang tersimpan pada produk akhir. 52
Gambar 6.1 Diagram skematik proses furnace secara umum (Peter, Mullinger)
Sebagai gambaran efisiensi sistem furnace diatas dapat dilihat pada tabel 6.1. dari data pada tabel 6.1, jumlah total energi input sebesar 48 MW dan jumlah energi yang terpakai sebesar 21 MW, sehingga efisiensi keseluruhan proses furnace sebesar 43%.
Tabel 6.1 Aliran energi sistem furnace pada gambar 6.1
53
6.1 Mekanisme perhitungan panas di furnace
Dapur beroperasi atas dasar perpindahan panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar ditransfer secara konveksi dan radiasi ke fluida umpan (feed) yang mengalir di dalam tube-tube dapur.
Kemampuan suatu dapur memanfaatkan panas dapat dihitung dari kebutuhan panas masuk dapur dikurangi panas yang keluar dari dapur, dalam hal ini panas yang diserap oleh fluida yang mengalir melalui tube dapur.
Data yang dibutuhkan untuk menghitung kemampuan furnace memanfaatkan panas ini antara lain: -
Jenis dan sifat fluida yang dipanaskan
-
Kecepatan aliran fluida
-
Suhu fluida masuk dan suhu fluida keluar dari furnace
-
Kualitas dan kuantitas bahan bakar yang masuk furnace
-
Kondisi utilitas untuk dapur : Steam Atomizing, udara pembakaran dan bentuk / ukuran furnace.
Untuk kebanyakan furnace, perpindahan panas pertama terjadi pada seksi konveksi, kemudian pada seksi radiasi. Untuk itu perlu dievaluasi unjuk kerja furnace, guna menentukan kemampuan pada masing-masing seksi dan panas yang hilang.
Untuk furnace yang beroperasi secara steady state kita dapat melakukan perhitungan panas dengan menggunakan simple heat balance :
Hf = Hc + Hs + Hg Dimana Hf adalah panas yang disuplai dari bahan bakar Hc adalah panas yang diambil oleh fluida proses Hs adalah panas yang hilang melalui struktur furnace Hg adalah panas yang hilang terbawa flue gas
54
6.4
Hf tergantung pada jenis bahan bakar dan desain daripada burner, yang dihitung berdasarkan Hf = Qf × CV
6.5
Dimana Qf
adalah fuel flow rate
CV
adalah nilai kalori bahan bakar
Panas yang digunakan untuk memanaskan fluida proses dapat dihitung dari Hc = Qc × (Cpc × (Tc – Ta) + Hr)
6.6
Dimana : Qc
adalah laju alir fluida proses
Cpc
adalah panas spesifik rata-rata fluida proses
Tc
adalah suhu outlet fluida proses
Ta
adalah suhu ambient
Hr
adalah reaction energy .
Kehilangan panas melalui struktur furnace secara konduksi melalui dinding furnace dan secara konveksi dan radiasi dari luar dinding ke atmosfer.
Hs
= Ai × k × (Ti – To) = Ao × (h × (To – Ta) + σ × ε × (To4 – Ta4))
dimana: Ai
adalah luas permukaan dinding di bagian dalam
Ao
adalah luas permukaan dinding bagian luar
k
adalah konduktivitas panas dinding furnace
h
adalah koefisien perpindahan panas secara konveksi
Ti
adalah hot face temperature
To
adalah cold face temperature
ε
adalah emissivitas dinding furnace
σ
adalah konstanta Stefan-Boltzmann. 55
6.7
Kehilangan panas melalui flue gas dapat dihitung dari : Hg = Qg × Cpg × (Tg – Ta)
Dimana : Qg
adalah laju alir flue gas
Cpg
adalah panas spesifik rata-rata flue gas
Tg
adalah suhu kelur flue gas.
Contoh sederhana analisa panas masuk dan keluar furnace dapat dilihat di bawah ini
Panas masuk furnace
Panas masuk furnace terdiri dari: -
Panas pembakaran fuel oil : Qfuel oil = m x NHV , Btu
-
Panas sensibel fuel oil : QSensibel fuel oil = m x Cp x ΔT, Btu
-
Panas pembakaran fuel gas: Qfuel gas = m x NHV , Btu
-
Panas sensibel fuel gas : QSensibel fuel gas = m x Cp x ΔT, Btu
-
Panas sensibel udara pembakaran : QSensibel udara pembakaran = m x Cp x ΔT, Btu
-
Panas sensibel Steam Atomizing : QSteam Atomizing = m x ΔH, Btu
Panas meninggalkan furnace
Panas yang meninggalkan furnace terdiri dari: -
Panas yang diserap oleh Crude Oil : Qcrude oil = m x H , Btu
-
Panas yang diserap oleh LP Steam : QSteam = m x ΔH , Btu
-
Panas yang dibawa aliran flue gas ke cerobong : Qflue gas
= jumlah panas sensibel masing-masing komponen flue gas
QKomponen flue gas
= jumlah komponen flue gas dikalikan selisih panas sensibel komponen flue gas pada suhu flue gas dan suhu basis
-
Panas keluar melalui dinding, atap, dan lantai dapur : QDinding
= jumlah panas yang keluar dari masing-masing bidang dinding, atap, dan lantai dapur
56
6.2 Panas yang hilang
Panas yang tidak diserap oleh feed akan keluar terbawa flue gas melalui cerobong asap atau dinding furnace, atap, lantai dan bagian-bagian lain dari dapur. Jumlah panas yang keluar melalui masing-masing bidang dinding tergantung pada suhu dinding luar dan luas dindingnya. 1. Panas yang hilang melalui flue gas Besarnya panas yang hilang melalui flue gas dapat dilihat pada grafik fuel combustion chart based on net heat of combustion (nelson W.L, hal 423)
Contoh 6.1 Bahan bakar jenis Fuel oil API 20 dibakar dan gas-gas hasil pembakaran didinginkan hingga suhu 300oF. heating value dari bahan bakar adalah 17900 btu/lb net, karbondioksida 13%. Berapa banyak panas yang hilang melalui stack dan berapa pound flue gas yang dihasilkan ? Basis 1 lb bahan bakar dan 60oF
Jawab
:
Dari gambar 14-2, pada 13% CO2, maka persentase excess air sekitar 23%. Pembacaan pada grafik dengan pendekatan hingga 25% kurva excess air dan suhu flue gas 300oF, maka panas yang hilang melalui stack sekitar 6,3%. Sehingga diperoleh panas yang hilang lewat stack sebesar 0,063 x 17900 btu/lb = 1130 btu/lb Flue gas yang dihasilkan tiap lb fuel sebesar 16 lb untuk nol persen excess air Pada 23% excess air, maka : 16 x 1,23 = 19,68 lb
57
58
2. Panas yang hilang melalui dinding Besarnya panas yang hilang melalui dinding untuk kondisi dinding yang baik, pada bagian radiasi sekitar 2 – 3%, sedangkan pada bagian konveksi sekitar 1%.
6.3 Panas yang diserap fluida proses
Misal untuk crude oil enthalpy dapat dicari dengan menggunakan grafik heat content of petroleum fraction (gambar 5.1, 5.2 dan 5.3 Nelson), faktor karakterisasi dihitung dari konstanta UOP dan oAPI diperoleh dari perhitungan.
Contoh 6.2 Berapa panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu mixed base oil 40 API sebanyak 1000 lb dari 100 menjadi 600oF
Jawab : Panas spesifik pada 100oF = 0,48 Panas spesifik pada 600oF = 0,775 Panas spesifik rata-rata dari suhu 100 menjadi 600oF = (0,48 + 0,775) / 2 = 0, 627 (sebagai catatan, dari grafik 5.1 nelson panas spesifik pada suhu 350oF = 0,627)
Sehingga panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu minyak = 1000 × 0,627 × (600 – 100) = 313.500 Btu
59
60
61
DAFTAR PUSTAKA
1. API Standard 560, Fired Heaters for General Refinery Services, 3rd edition, 2001 2. Baukal, Charles E., Schwartz, Robert E., Baukal, Charles E. Jr., The John Zink Combustion Handbook, CRC Press, Boca Raton, Fl., March 27, 2001. 3. Dennis Clary, Fired Heater, 2006 Engineering Design Seminar, UOP LLC. 4. Kardjono, S.A., Furnace dan Boiler, Diktat Akamigas Prodi Refinery Diploma III, Akamigas, Cepu, 2005 5. Lieberman, N.P., A Working Guide to Process Equipment, 3rd edition, McGrawHill, 2008 6. Mullinger, Peter., Jenkins, Barrie. Industrial and Process Furnace – Principle, Design and Operation, Elsevier, 2008 7. Nelson, W.L., Petroleum Refinery Engineering, 4th edition , Mc Graw Hill Book Company, 1956 8. Reed, Robert D., Furnace Operations, 3rd edition, Gulf Publishing Company, 1981 9. Risayekti, Peralatan LPG, Diktat Akamigas Prodi Refinery Diploma III, Akamigas, Cepu, 2006 10. Trambouze, Pierre, Petroleum Refining 4, Materials and Equipment, IFP, 2000 11. Wildy, Francis., Fired Heater Optimization, Journal, 2003
62