Diktat Mata Kuliah
EKONOMI INTERNASIONAL
Materi Perkuliahan untuk Program S-1 Jurusan Ekonomi dan Bisnis Islam Program Studi Ekonomi Syari’ah
Dosen Pengampu : Aji Fany Permana, M.A. NIDN. : 2104048205
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SUFYAN TSAURI MAJENANG 2018
Ekonomi
Internasional |1
BAB 1
GAMBARAN UMUM EKONOMI INTERNASIONAL Kebutuhan yang tidak dimiliki atau yang tidak mampu disediakan secara mandiri menempatkan suatu keadaan di mana diperlukan adanya pertukaran komoditi antar negara. Kegiatan perekonomian suatu negara tidak hanya meliputi arus perdagangan barang dan jasa dalam batas wilayah negara saja, tetapi juga termasuk arus barang dan jasa melampaui batas negara. Dengan kata lain, pada dasarnya tak ada satu pun negara di dunia ini yang mampu memenuhi kebutuhan internalnya masing-masing dan tidak tergantung kepada negara lain. 1.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Ekonomi Internasional Setiap kegiatan ekonomi bertujuan untuk mencapai kemakmuran. Salah satu cara yang ditempuh adalah mengadakan perdagangan baik interregional maupun internasional, dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Ilmu ekonomi internasional yang sering pula hanya kita sebut ekonomi internasional kiranya dapat didefinisikan sebagai bagian dari ilmu ekonomi yang khusus mempelajari perilaku transaksi-transaksi ekonomi internasional perekonomian bangsa pada khususnya dan mekanisme bekerjanya perekonomian dunia pada umumnya. Menurut Oxlay Summary, pengertian ekonomi international dilihat dari dua segi, yaitu dari segi ilmiah dan dari segi praktisnya. a. b.
Dari segi ilmiah, pengertian ekonomi international adalah bagian atau cabang dari ilmu ekonomi yang diterapkan pada kegiatan-kegiatan ekonomi antar negara atau antar bangsa. Dari segi praktisnya, ekonomi international adalah meliputi seluruh kegiatan perekonomian yang dilakukan antar bangsa, negara, maupun antara orang-orang perorangan dari negara yang satu dengan negara yang lain.
Ekonomi internasional adalah ilmu ekonomi yang membahas akibat saling ketergantungan antara negara-negara di dunia, baik dari segi perdagangan internasional maupun pasar kredit internasional. Ekonomi internasional sebagai cabang dari ilmu ekonomi yang juga mempelajari dan menganalisis tentang transaksi dan permasalahan ekonomi internasional (ekspor-impor) yang meliputi perdagangan dan keuangan atau moneter serta organisasi ekonomi (swasta maupun pemerintah) dan kerjasama ekonomi antar negara. Ekonomi internasional mencakup baik aspek mikro maupun makro. Aspek mikro, misalnya menyangkut masalah jual-beli secara internasional (yang sering disebut dengan ekspor-impor). Kegiatan perdagangan internasional ini tergantung pada keadaan pasar hasil produksi maupun pasar faktor produksi, yang merupakan salah satu topik dalam analisa ekonomi mikro. Masing-masing pasar saling berhubungan satu dengan yang lain dapat mempengarui pendapatan ataupun kesempatan kerja. Aspek makro, misalnya hal-hal menyangkut perubahan ekonomi yang mempengaruhi banyak masyarakat, perusahaan dan pasar. Setiap ada perubahan permintaan atau penawaran agregat di pasar dunia, termasuk harga, maka pengaruhnya dirasakan dalam bentuk perubahan ekspor/impor dan secara tidak langsung juga pada produksi dan harga di dalam negeri. Sehingga ruang lingkup dalam perdagangan internasional termasuk dalam ruang lingkup ekonomi internasional yang dapat disimpulkan sebagai berikut: a.
Teori dan kebijaksanaan perdagangan internasional
Ekonomi b. c. d.
Internasional |2
Teori dan kebijaksanaan keuangan atau moneter internasional Organisasi dan kerja sama ekonomi internasional Perusahaan multinasional
Ilmu ekonomi internasional merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana hubungan ekonomi antara satu negara dengan negara lain dapat mempengaruhi alokasi sumber daya baik antara dua negara tersebut maupun antar beberapa negara. Hubungan dalam perekonomian internasional dapat berupa perdagangan, investasi, pinjaman, serta bantuan kerjasama internasional. Seperti halnya ilmu ekonomi, ilmu ekonomi internasional juga mempelajari alokasi yang langka guna memenuhi kebutuhan manusia. Hanya saja problematik ekonomi dipelajari dalam ruang lingkup internasional. Artinya, masalah alokasi dianalisa dalam hubungan antara pelaku ekonomi satu negara dengan negara lain. Oleh karena itu ekonomi internasional lebih luas pengertiannya apabila dibandingkan dengan perdagangan internasional yang hanya menyangkut pertukaran barang dan jasa saja. Para pelaku yang mengadakan hubungan ekonomi internasional meliputi swasta, pemerintah maupun organisasi internasional. 1.2. Perdagangan antar Negara dan Ilmu Ekonomi Internasional Berdasarkan dari sub pokok bahasan sebelumnya, maka kita mengetahui bahwa adanya perdagangan internasional antar negara secara tidak langsung menimbulkan ketergantungan antara negara satu dengan yang lainnya. Dan untuk memenuhi kebutuhan akan barang & jasa maka terjadilah pertukaran barang dan jasa yang dikenal dengan perdagangan internasional. Ekonomi internasional berbeda dengan ekonomi interegional (antar daerah dalam satu negara). Ekonomi internasional menyangkut beberapa negara di mana: a. b. c.
Mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal relatif lebih sukar (immobilitas faktor produksi). Sistem keuangan, perbankan, bahasa, kebudayaan serta politik yang berbeda. Faktor-faktor produksi yang dimiliki (endowment factor) berbeda sehingga dapat menimbulkan perbedaan harga barang yang dihasilkan. Hubungan ekonomi antara satu negara dengan negara lainnya dapat berupa:
a. b. c.
Pertukaran hasil/output berupa barang & jasa Hubungan kredit Pertukaran atau aliran sesama produksi (faktor produksi) yaitu tenaga kerja, modal, teknologi dan kewirausahaan
Keterkaitan ekonomi di masing-masing negara tentunya mempengaruhi kondisi-kondisi yang harus selaras sehingga tidak membuat kegiatan perdagangan internasional diatur oleh aturan dari salah satu negara saja. Oleh karena itu, hubungan ekonomi antar negara, acuan ilmu ekonomi dan kebijaksanaannya pun perlu disepakati bersama. Berdagang dengan negara lain kemungkinan dapat memperoleh keuntungan, yakni dapat membeli barang yang harganya lebih rendah dan mungkin dapat menjual keluar negeri dengan harga yang relatif lebih tinggi. Perdagangan luar negeri sering timbul karena adanya perbedaan harga barang di berbagai negara.
Ekonomi asional |3
Intern
Harga sangat ditentukan oleh biaya produksi, yang terdiri dari upah, biaya modal, sewa tanah, biaya bahan mentah serta efisiensi dalam proses produksi. Untuk menghasilkan sesuatu jenis barang tertentu antara satu negara dengan negara lain akan berbeda ongkos produksinya, dan dengan demikian harga hasil produksinya. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan dalam jumlah, jenis, kualitas serta cara-cara mengkombinasikan faktor-faktor produksi tersebut di dalam proses produksi. Perbedaan harga inilah yang menjadi pangkal timbulnya perdagangan antar negara. Perbedaan harga bukanlah hanya ditimbulkan oleh karena adanya perbedaan ongkos produksi, tetapi juga karena perbedaan dalam pendapatan serta selera. Permintaan akan sesuatu barang sangat ditentukan oleh selera dan pendapatan. Selera dapat memainkan peranan penting dalam menentukan permintaan akan sesuatu barang antara berbagai negara. Apabila persediaan suatu barang di satu negara tidak cukup untuk memenuhi permintaan, negara tersebut dapat mengimpor dari negara lain. Untuk suatu barang tertentu faktor selera dapat memegang peranan penting. Misalnya, mobil, rokok, pakaian, meskipun satu negara tertentu telah dapat menghasilkan barang-barang tersebut, namun kemungkinan besar impor dari negara lain dapat terjadi. Hal ini dikarenakan faktor selera, di mana penduduk negara tersebut lebih menyukai barang-barang buatan negara lain. 1.3. Variabel dan Metode Ekonomi Internasional Ilmu ekonomi telah mengembangkan serangkaian metode kuantitatif untuk menganalisis fenomena ekonomi. Jan Tinbergen pada masa setelah Perang Dunia II merupakan salah satu pelopor utama ilmu ekonometri, yang mengkombinasikan matematika, statistik, dan teori ekonomi. Kubu lain dari metode kuantitatif dalam ilmu ekonomi adalah model general equilibrium (keseimbangan umum), yang menggunakan konsep aliran uang dalam masyarakat, dari satu agen ekonomi ke agen yang lain. Dua metode kuantitatif ini kemudian berkembang pesat hingga hampir semua makalah ekonomi sekarang menggunakan salah satu dari keduanya dalam analisisnya. Di lain pihak, metode kualitatif juga sama berkembangnya terutama didorong oleh keterbatasan metode kuantitatif dalam menjelaskan perilaku agen yang berubah-ubah. Empat aspek yang erat hubungannya dengan metodologi dalam analisis ekonomi. Aspek-aspek tersebut adalah: 1.
2. 3. 4.
Masalah pokok ekonomi yang dihadapi setiap masyarakat, yaitu masalah kelangkaan atau kekurangan. Berdasarkan uraian mengenai masalah ekonomi pokok tersebut akan dirumuskan definisi ilmu ekonomi. Jenis-jenis analisis ekonomi. Ciri-ciri utama suatu teori ekonomi dan kegunaan teori ekonomi. Bentuk-bentuk alat analisis yang digunakan pakar ekonomi dalam menerangkan teori ekonomi dan menganalisis berbagai peristiwa yang terjadi dalam perekonomian.
Keuangan Internasional mengaplikasikan model-model makroekonomi untuk membantu memahami ekonomi internasional. Konsep makroekonomi meliputi berbagai variabel. Fokusnya adalah dalam interrelationship antara aggregate economic variabel (variabel-variabel ekonomi keseluruhan) seperti PDB (produk domestik bruto), tingkat pengangguran (unemployment rate), tingkat inflasi (inflation rate), neraca perdagangan (trade balance), nilai tukar (exchange rate), suku bunga (interest rate), dll. Perluasan makroekonomi juga termasuk dalam ekonomi internasional. Fokusnya dalam signifikasi ketidakseimbangan perdagangan (significance of trade imbalance), faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar (determinants of exchange rate) dan pengaruh keseluruhan kebijakan moneter dan fiskal dari
Ekonomi asional |4
Intern
pemerintah. Diantara isu yang paling penting adalah perdebatan tentang sistem nilai tukar tetap ( fixed exchange rate) atau sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate). 1.4. Masalah yang dibahas dalam Ekonomi Internasional Setiap negara selalu menginginkan perdagangan yang dilakukan antar negara dapat berjalan dengan lancar. Namun, terkadang kegiatan perdagangan antar negara juga mengalami beberapa hambatan. Hambatan-hambatan inilah yang dapat merugikan negara-negara yang melakukan perdagangan internasional. Berikut ini beberapa hambatan yang sering muncul dalam perdagangan internasional. 1.
Perbedaan Mata Uang Antar Negara Pada umumnya mata uang setiap negara berbeda-beda. Perbedaan inilah yang dapat menghambat perdagangan antar negara. Negara yang melakukan kegiatan ekspor, biasanya meminta kepada negara pengimpor untuk membayar dengan menggunakan mata uang negara pengekspor. Pembayarannya tentunya akan berkaitan dengan nilai uang itu sendiri. Padahal nilai uang setiap negara berbeda-beda. Apabila nilai mata uang negara pengekspor lebih tinggi daripada nilai mata uang negara pengimpor, maka dapat menambah pengeluaran bagi negara pengimpor. Dengan demikian, agar kedua negara diuntungkan dan lebih mudah proses perdagangannya perlu adanya penetapan mata uang sebagai standar internasional.
2.
Kualitas Sumber Daya yang Rendah Rendahnya kualitas tenaga kerja dapat menghambat perdagangan internasional. Mengapa? Karena jika sumber daya manusia rendah, maka kualitas dari hasil produksi akan rendah pula. Suatu negara yang memiliki kualitas barang rendah, akan sulit bersaing dengan barang-barang yang dihasilkan oleh negara lain yang kualitasnya lebih baik. Hal ini tentunya menjadi penghambat bagi negara yang bersangkutan untuk melakukan perdagangan internasional.
3.
Pembayaran antar Negara Sulit dan Risikonya Besar Pada saat melakukan kegiatan perdagangan internasional, negara pengimpor akan mengalami kesulitan dalam hal pembayaran. Apabila membayarnya dilakukan secara langsung akan mengalami kesulitan. Selain itu, juga mempunyai risiko yang besar. Oleh karena itu negara pengekspor tidak mau menerima pembayaran dengan tunai, akan tetapi melalui kliring internasional atau telegraphic transfer atau menggunakan L/C.
4.
Adanya Kebijaksanaan Impor dari Suatu Negara Setiap negara tentunya akan selalu melindungi barang-barang hasil produksinya sendiri. Mereka tidak ingin barang-barang produksinya tersaingi oleh barang-barang dari luar negeri. Oleh karena itu, setiap negara akan memberlakukan kebijakan untuk melindungi barang-barang dalam negeri. Salah satunya dengan menetapkan tarif impor. Apabila tarif impor tinggi maka barang impor tersebut akan menjadi lebih mahal daripada barang-barang dalam negeri sehingga mengakibatkan masyarakat menjadi kurang tertarik untuk membeli barang impor. Hal itu akan menjadi penghambat bagi negara lain untuk melakukan perdagangan.
Ekonomi asional |5 e.
Intern
Terjadinya Perang Terjadinya perang dapat menyebabkan hubungan antar negara terputus. Selain itu, kondisi perekonomian negara tersebut juga akan mengalami kelesuan. Sehingga hal ini dapat menyebabkan perdagangan antar negara akan terhambat.
f.
Adanya Organisasi-Organisasi Ekonomi Regional Biasanya dalam satu wilayah regional terdapat organisasi-organisasi ekonomi. Tujuan organisasiorganisasi tersebut untuk memajukan perekonomian negara-negara anggotanya. Kebijakan serta peraturan yang dikeluarkannya pun hanya untuk kepentingan negara-negara anggota. Sebuah organisasi ekonomi regional akan mengeluarkan peraturan ekspor dan impor yang khusus untuk negara anggotanya. Akibatnya apabila ada negara di luar anggota organisasi tersebut melakukan perdagangan dengan negara anggota akan mengalami kesulitan.
Masalah-masalah ekonomi internasional saat ini banyak berhubungan dengan kebijakan perdagangan internasional yang membahas alasan serta pengaruh pembatasan perdagangan, serta halhal yang menyangkut antara lain: a.
Meningkatnya Proteksionisme di Negara-Negara Maju Menurut teori perdagangan secara murni, kebijakan terbaik dalam perdagangan internasional adalah perdagangan bebas. Di bawah kebijakan seperti itu, setiap negara akan melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditas yang dapat diproduksinya paling efisien. Selanjutnya, melalui pertukaran, setiap negara akan memperoleh keuntungan(yaitu dapat mengkonsumsi lebih banyak barang dan jasa yang mungkin tidak akan diperoleh jika tidak dilakukan perdagangan). Namun, dalam dunia nyata, sebagian besar negara menerapkan pembatasan-pembatasan terhadap arus bebas perdagangan tersebut. Meskipun jika dilihat dari sisi kesejahteraan nasional, hal ini sering dibenarkan, namun pembatasan perdagangan selalu disokong oleh segelintir produsen dan lebih banyak menguntungkan mereka, dengan mengorbankan mayoritas konsumen yang tidak dapat berbuat apa-apa. Saat ini, masalah-masalah tersebut semakin diperumit oleh kecenderungan negara-negara di dunia untuk membentuk tiga blok perdagangan yaitu blok perdagangan Amerika Utara (meliputi Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko), blok perdagangan negara-negara Eropa, serta blok perdagangan negara-negara Asia yang dipelopori oleh Jepang.
b.
Fluktuasi yang Berkelanjutan dan Besarnya Ketidakseimbangan Kurs Valuta Asing Kurs valuta asing memperlihatkan ketidakstabilan atau fluktuasi yang terus berlanjut serta ketidakseimbangan yang cukup besar dan menetap. Hal ini mengganggu pola perdagangan internasional dan spesialisasi, serta menimbulkan ketidakstabilan kondisi keuangan internasional. Timbulnya ketidakstabilan dan ketidakseimbangan yang terus menerus dalam kurs valuta asing telah mendorong diperlukannya reformasi sistem moneter internasional yang sedang berlangsung, bersamaan dengan diperlukannya penetapan zona target fluktuasi beberapa mata uang utama yang diperbolehkan, serta semakin meningkatnya keperluan koordinasi kebijakan makroekonomi secara internasional di antara berbagai negara industri utama.
c.
Pengangguran Struktural yang Tinggi di Negara-Negara Eropa Di negara-negara industri Eropa, tingkat pengangguran rata-rata berada di atas 10 persen selama beberapa dekade terakhir. Tingkat pengangguran ini bahkan melebihi 12 persen pada tahun 1994, sementara di Amerika Serikat hanya 7 persen. Situasi ini diperburuk lagi oleh kenyataan bahwa
Ekonomi asional |6
Intern
setengah para penganggur tersebut telah menganggur lebih dari setahun. Diyakini penyebab masalah pengangguran struktural atau jangka panjang yang dihadapi negara-negara Eropa sebagian besar diakibatkan oleh tunjangan sosial yang terlalu berlebihan serta ketidakstabilan pasar tenaga kerja yang mengurangi minat masyarakat untuk bekerja dan mengurangi penciptaan kerja. Akibat tingginya pengangguran ini, negara-negara Eropa mengimpor lebih sedikit komoditas dibanding yang seharusnya, dan cenderung membatasi perdagangan yang sia-sia melindungi lapangan kerja. Dalam dunia kita yang saling tergantung saat ini, masalah nasional atau regional seperti itu akan dengan cepat menjadi masalah perdagangan dunia. d.
Masalah Restrukturisasi yang Dihadapi Negara-Negara Eropa Timur serta Negara-Negara Bekas Uni Soviet Meskipun telah mendapat kemajuan cukup besar dalam restrukturisasi bekas negara-negara Eropa Timur dan bekas Uni Soviet yang memiliki sistem ekonomi terpusat, masih tetap terdapat bahaya kembalinya perekonomian pada kondisi semula serta timbulnya kekacauan ekonomi. Negara-negara ini membutuhkan begitu banyak bantuan dari negara-negara Barat dalam bentuk modal dan teknologi untuk membangun ekonomi pasar serta untuk mengintegrasikan mereka ke perekonomian dunia. Jika dilihat dari sisi runtuhnya perdagangan tradisional yang melingkupi mereka, negara-negara ini juga memerlukan akses yang bersifat liberal ke pasar negara-negara Barat. Bantuan ini tidak saja dibenarkan dari segi-segi kemanusiaan, namun juga dari sisi kepentingan jangka panjang negara-negara Barat. Ilmu ekonomi internasional dapat membantu memahami lebih baik sifat dari berbagai masalah ini serta membantu mengevaluasi usaha-usaha penyelesaian yang sedang dilakukan atau diusulkan.
e.
Kemiskinan di Beberapa Negara Berkembang yang Paling Miskin Meskipun banyak negara berkembang khususnya Cina dan India telah menunjukkan pertumbuhan yang sangat cepat dalam beberapa tahun terakhir ini, masih banyak negara-negara berkembang paling miskin, terutama kawasan negara sub-sahara Afrika, tetap menghadapi kemiskinan paling buruk, masalah utang luar negeri, stagnasi ekonomi, serta semakin melebarnya jurang ketidakadilan standar hidup. Kondisi-kondisi ini menimbulkan masalah serius bagi perekonomian dunia. Sistem ekonomi internasional yang telah menyebarkan keuntungan/manfaat perdagangan internasional dan spesialisasi secara merata tidak dapat dikatakan telah berfungsi sempurna, apalagi disebut telah memberikan keadilan. Dunia yang dipenuhi oleh jutaan orang yang kelaparan bukan saja tidak diterima di sisi etika, namun juga akan sulit mewujudkan suatu dunia yang aman. Ilmu ekonomi internasional akan membantu menjelaskan mengapa ketidaksamaan standar kehidupan antara negara-negara yang kaya dan miskin di dunia begitu besar dan semakin melebar, dan apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ini.
1.5. Hubungan Ilmu Ekonomi Internasional dengan Ilmu Ekonomi Lain Dalam melakukan analisis teori perdagangan internasional akan senantiasa digunakan beberapa asumsi dasar sebagai berikut: a. b. c. d. e.
Neocality of economy, di mana uang tidak berpengaruh atas harga relatif Jumlah faktor produksi dari setiap negara tetap Faktor produksi secara internasional tidak dapat berpindah Teknologi yang tersedia sama Taste & Income Distribution dianggap sesuatu yang given dan tidak berubah
Ekonomi asional |7 f. g.
Intern
Tidak terdapat hambatan perdagangan/trade barrier dalam bentuk biaya transpor, informasi dan teknologi. Adanya Full Employment faktor produksi & tidak terjadi excess supplies/shortage of commodities
Setiap asumsi yang telah disebutkan di atas, diambil dari asumsi-asumsi ilmu ekonomi perdagangan internasional dan ilmu ekonomi lainnya yang terkait dalam pengambilan kebijaksanaan di kegiatan perdagangan internasional. Terdapat banyak pengertian tentang ekonomi internasional dan bahkan studi ini sering disamakan dengan perdagangan internasional atau bisnis internasional. a.
b.
c.
d.
Harry Waluya menjelaskan, pengertian ekonomi internasional sebagai aplikasi dari ilmu ekonomi mikro dan ekonomi makro, selanjutnya dapat dilakukan suatu penerapan teori yang khusus mempelajari masalah hubungan ekonomi antar suatu negara dengan negara lainnya, yaitu dalam cabang ilmu ekonomi internasional sebagai cabang ilmu ekonomi yang benar-benar telah diperas menjadi materi tersendiri yang disebut Teori Murni Perdagangan Internasional (The Pure Theory on International Trade). Nopirin mendefinisikan, ekonomi internasional seperti ilmu ekonomi biasa yang mempelajari alokasi sumber daya yang langka guna memenuhi kebutuhan manusia, hanya saja problematikanya berada dalam lingkup internasional. Ilmu ekonomi internasional berusaha mempelajari bagaimana hubungan ekonomi antar satu negara dengan negara lain yang dapat berpengaruh pada alokasi sumber daya baik dikedua negara maupun di negara yang lain. wujud hubungan ekonomi antar negara ini dapat berupa perdagangan, investasi, pinjaman, bantuan serta kerja sama internasional. Ingo Walter dan Kaj Areskoug mengatakan, bahwa “international economics has a private aspect and a governmental, public policy aspect. And so the economic “actors” we will be conserned with include both firms and, occasionally, other private institutions and individuals and government agencies of various types. They also include official international organizations that have assumed certain supranational functions in the world economy.” Sedangkan Stefan H Robbock dan Kenneth Simmonds mendefinisikan, ekonomi internasional dalam konsep bisnis internasional yang didefinisikan “... as a field of management training deals with the special features of business activities that cross national boundaries. These activities may be movements of goods, services, capital or personnel; transfer of technology, informations or data; or even the supervision of employees.
Dari beberapa pengertian diatas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa “studi ekonomi internasional mempelajari tentang hubungan ekonomi antar negara yang berkaitan dengan alokasi sumber daya yang ada sebagai dampak langsungnya yang dijalankan melalui mekanisme perdagangan, investasi dan kerjasama internasional”. Selain itu, ekonomi internasional juga berkaitan dengan kebijakan yang mengaturnya baik dalam negeri berupa kebijakan ekonomi internasional dan kebijakan internasional seperti sistem moneter, sistem pajak yang diatur dalam lembaga internasional seperti WTO dan IMF. Dalam kaitannya dengan studi hubungan internasional, studi ekonomi internasional memberikan gambaran tentang alasan suatu negara melakukan hubungan perdagangan dan ekonomi dengan negara lain dan bagaimana mereka melakukan hubungan tersebut. Terdapat banyak sekali mekanisme, aturan dan konflik yang terjadi dalam hubungan ekonomi ini, sehingga mempelajari ekonomi internasional dalam studi hubungan internasional menjadi sangat penting untuk menganalisa fenomena hubungan internasional mutakhir yang sedang terjadi saat ini, dilihat dari sudut pandang ekonomi internasional. Pentingnya ekonomi internasional dalam studi hubungan internasional terutama pada mekanisme
Ekonomi
Internasional |8
kerjasama internasional dalam pembentukan sistem moneter, GATT sampai WTO, IMF dan MNC yang saat ini mendomonasi dan menggeser peran negara dalam ekonomi internasional. Dalam era globalisasi & perdagangan bebas, manusia dengan ide, bakat, iptek, barang & jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah melewati batas negara yang mana pergerakan relatif bebas ini, telah menimbulkan saling keterkaitan & ketergantungan maka menyebabkan hampir semua kehidupan dalam suatu negara terpengaruh oleh ekonomi internasional. Dengan kata lain, perdagangan bebas saat ini dapat dikatakan tak ada lagi negara yang autharcy yaitu negara yang hidup terisolasi, tanpa mempunyai hubungan ekonomi, keuangan, maupun perdagangan internasional.
SOAL-SOAL LATIHAN Silanglah salah satu di antara huruf A, B, C dan D, yang menurut pendapat Anda paling tepat dihubungkan dengan bagian kalimat yang mendahuluinya. 1. Hubungan antar negara dalam perdagangan internasional pada umumnya ialah ......
4.
A. Bilateral C. Bilateral dan multilateral B. Multilateral D. Jawaban A, B dan C salah Apa yang menyebabkan terjadinya perdagangan internasional? A. Kebutuhan yang tidak dimiliki atau yang tidak mampu disediakan secara mandiri B. Perbedaan komparatif dari harga barang C. Jawaban A dan B benar D. Jawaban A dan B salah Sistem pembayaran internasional, kurs valuta asing, masalah ukuran dan timbangan negara asing termasuk pada ruang lingkup perdagangan internasional yang ...... A. Teori dan kebijakan perdagangan nasional B. Teori dan kebijakan keuangan atau moneter internasional C. Organisasi dan kerja sama ekonomi internasional D. Perusahaan multinasional Berikut ini yang bukan merupakan fokus dari Keuangan Internasional ......
1.
A. Gross Domestic Product C. Inflation Rate B. Employment Rate D. Exchange Rate Kondisi ketika PDB rill mengalami penurunan selama lebih dari satu tahun disebut......
2.
3.
A. Resesi C. Inflasi B. Depresi D. Stagflasi 1.
1.
2.
Berikut ini yang merupakan bahasan ilmu dari ilmu ekonomi makro yaitu ...... A. Pendapatan nasional C. Sumber daya agregat B. Pendapatan berkapita D. Jawaban A, B dan C benar Berikut ini yang bukan merupakan ciri-ciri perusahaan multinasional adalah ...... A. Membentuk cabang-cabang di luar negeri B. Menempatkan cabang pada negara-negara berkembang C. Visi dan strategi yang digunakan untuk memproduksi suatu barang bersifat global D. Bergerak dalam produksi internasional dan mengoperasikan beberapa pabrik di beberapa negara Hubungan ekonomi antara satu negara dengan negara lainnya dapat berupa, kecuali ...... A. Pertukaran hasil/output berupa barang & jasa B. Hubungan kredit C. Pertukaran atau aliran sesama produksi (faktor produksi) D. Kerja sama politik
Ekonomi 9.
Internasional |9
Akibat dari terjadinya perang terhadap perdagangan internasional suatu negara, kecuali ......
A. Kondisi negara kacau balau C. Hubungan antar negara terputus B. Perdagangan antar negara terhambat D. Perekonomian negara lesu 10. Berikut ini yang merupakan asumsi dasar dalam melakukan analisis teori perdagangan internasional yaitu ...... A. Jumlah faktor produksi dari setiap negara tidak tetap B. Teknologi yang tersedia tidak sama C. Terdapat hambatan perdagangan/trade barrier dalam bentuk biaya transpor, informasi & komunikasi D. Uang tidak berpengaruh atas harga relatif Jawablah soal essay di bawah ini, yang menurut pendapat Anda benar. Jelaskan pengaruh pengeluaran nasional, tingkat pengangguran dan tingkat inflasi dalam konsep makroekonomi?
Ekonomi
I n t e r n a s i o n a l | 10
BAB 2
PENGARUH EKONOMI INTERNASIONAL TERHADAP KESEIMBANGAN EKONOMI Dari materi sebelumnya, kita mengerti bahwa Ekonomi Internasional adalah ilmu ekonomi yang membahas akibat saling ketergantungan antara negara-negara di dunia, baik dari segi perdagangan internasional maupun pasar kredit internasional. Dengan adanya perdagangan antar dua atau lebih negara, tentunya berpengaruh terhadap perekonomian internasional dan negara-negara yang terlibat secara langsung. Hal ini terlihat dari keseimbangan ekonomi yang menjadi dinamis sebagai pengaruh bisa keluar masuknya jaringan internasional dalam domestik negara. Dapat berdampak baik apabila persaingan di pasar internasional mampu membawa negara tersebut berpartisipasi sebagai pelaku yang tangguh dalam perdagangan internasional dengan menyediakan kebutuhan yang mampu bersaing dalam segala aspek. Namun sebaliknya, jika hanya membawa negara yang terlibat menjadi bersifat konsumtif tanpa diiringi peningkatan perekonomian dan pendapatan per kapita masyarakat negara tersebut, cepat atau lambat akan terjadi keruntuhan ekonomi yang dimulai dari jatuhnya nilai mata uang negara tersebut. 2.1. Pengaruh Aspek Internasional terhadap Keseimbangan Supply dan Demand Pengaruh aspek internasional dapat kita lihat pada harga, pendapatan nasional, dan tingkat kesempatan kerja negara-negara yang terlibat dalam aspek internasional tersebut. Ekspor akan meningkatkan permintaan masyarakat, yaitu jumlah barang dan jasa yang diinginkan masyarakat didalam negeri. Sebaliknya, impor akan menurunkan permintaan masyarakat didalam negeri. Permintaan masyarakat akan mempengaruhi kesempatan kerja dan pendapatan nasional, dan diantara lain akan tergantung pada besarnya ekspor neto, yaitu selisih antara ekspor dan impor. Jika pada dasarnya, suatu negara seperti Indonesia mampu memproduksi dan menyediakan kebutuhan yang memang dibutuhkan dan secara tetap bersaing dalam perdagangan internasional, maka dapat terlihat dalam keseimbangan supply dan demand di Indonesia. Jika permintaan akan kebutuhan yang kita produksi semakin tinggi maka titik keseimbangan supply dan demand akan semakin bergeser ke tingkat yang lebih tinggi dan kemampuan aspek produksi akan meningkat seiring berjalannya perubahan tingkat permintaan akan kebutuhan tersebut. Begitu juga sebaliknya, apabila permintaan akan kebutuhan yang kita produksi semakin rendah, maka titik keseimbangan akan semakin bergeser ke tingkat yang rendah dan berpengaruh buruk pada aspek supply dan demand negara. Kualitas tingkat produksi dan segala aspek dalam penyediaan kebutuhan tersebut menentukan akan dibawa kedalam keadaan seperti apa supply dan demand suatu negara. Berikut adalah faktor pemicu permintaan/penawaran dunia: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pertumbuhan ekonomi yang terus berlangsung. Pergeseran permintaan dunia akibat adanya bantuan luar negeri. Pembayaran rampasan perang. Transfer pendapatan. Penerapan tarif (pajak / cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas teritorial untuk produk impor / ekspor). Pemberian subsidi ekspor.
Ekonomi
I n t e r n a s i o n a l | 11
Keenam faktor tersebut diatas adalah aspek-aspek yang dapat mempengaruhi keseimbangan supply dan demand dunia. 2.2. Pengaruh Aspek Internasional terhadap Pendapatan Nasional Pengaruh aspek internasional terhadap pendapatan nasional dapat ditinjau dari 2 sisi berikut: a. Ditinjau dari sisi Permintaan dan Penawaran Secara teoritis, keseimbangan ekonomi nasional suatu negara dapat dirumuskan sebagai suatu keseimbangan antara jumlah barang dan jasa yang ditawarkan dengan jumlah barang dan jasa yang diminta. Hal ini dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut:
Keseimbangan Ekonomi Nasional
Supply Total (St)
Demand Total (Dt)
DN
+
LN
=
DN
+
LN
Pd
+
M
=
Cd
+
X
Keterangan: DN = Dalam Negeri
M = Impor
LN = Luar Negeri
X = Ekspor
Pd = Pendapatan atas barang produksi dalam negeri Cd = Pengeluaran atas barang produksi dalam negeri b. Ditinjau dari Perhitungan Pendapatan Nasional Perhitungan pendapatan nasional berdasarkan pendekatan pengeluaran (expenditure approach) dapat dirumuskan sebagai berikut: GDP = Y = C + I + G + (X – M) Keterangan: C (Consumption), I (Investment), G (Government), X (Export) dan M (Import)
Bila X – M > 0 maka X > M, ini berarti saldo X neto positif atau posisi neraca perdagangan luar negeri surplus, sehingga Y naik. Sebaliknya bila X-M < 0 maka X < M, ini berarti saldo X neto ngeatif atau posisi neraca perdagangan luar negeri defisit, sehingga Y turun.
Dari rumusan tersebut di atas, semakin besar perubahan (X – M), maka semakin besar pula pengaruh ekonomi internasional terhadap ekonomi nasional suatu negara. Ini meunjukkan ekonomi negara tersebut semakin terbuka (open economy).
Ekonomi Intern a s i o n a l | 12 2.3. Pengaruh Aspek Internasional terhadap Aspek Mikro Perusahaan Suatu perusahaan memegang peranan penting sebagai pelaku dalam perdagangan internasional. Hal ini tentunya membawa pengaruh terhadap perusahaan itu sendiri dikarenakan kualitas dan kuantitas kebutuhan yang diperdagangkan di pasar internasional tergantung pada perusahaan itu sendiri.
Tingkat produksi, kualitas & kuantitas sumber daya, kemampuan bersaing, dan keadaan perekonomian serta segala aspek yang telah kita bahas diatas bisa menentukan semua hal yang berpengaruh pada aspek mikro perusahaan. Perdagangan internasional juga bisa membawa suatu perusahaan yang berkecimpung di dalam suatu negara menjadi perusahaan multinasional yang memiliki jaringan perdagangan yang lebih luas karena adanya akses ke pasar luar negara tempat dimana perusahaan itu berada. Campur tangan pemerintah dan segala bentuk kebijakan perdagangan yang datang dari dalam atau luar negeri juga mampu membuka bahkan menutup kemampuan perusahaan dalam berperan serta di perdagangan internasional. Ditinjau dari aspek mikro pengaruh ekonomi internasional khususnya keuangan internasional dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Perusahaan memerlukan input baik dari dalam maupun luar negeri, variabel biaya input adalah P (price) dan Q (quantity), input yang digerakkan secara langsung maupun tidak langsung akan dipangaruhi oleh fluktuasi kurs valas (forex rate).
2.
Sebaliknya perusahaan akan memasarkan produknya di dalam maupun di luar negeri, variabel yang menentukan besarnya revenue yang akan diperoleh adalah P dan Q produk yang dihasilkan dan terjual. Inipun akan dipengaruhi oleh fluktuasi kurs valas (forex rate).
Ekonomi Intern a s i o n a l | 13
3.
Tingkat keuntungan atau profit perusahaan akan ditentukan oleh selisih antara total revenue dan total cost maka secara makro ekonomi baik langsung maupun tidak langsung, ekonomi dan keuangan internasional berpengaruh terhadap perusahaan.
Pengaruh aspek internasional terhadap aspek mikro perusahaan adalah menganalisa pasar beserta mekanismenya yang membentuk harga relatif kepada produk dan jasa, dan alokasi dari sumber terbatas diantara banyak penggunaan alternatif. aspek mikro perusahaan menganalisa kegagalan pasar, yaitu ketika pasar gagal dalam memproduksi hasil yang efisien; serta menjelaskan berbagai kondisi teoritis yang dibutuhkan bagi suatu pasar persaingan sempurna. Bidang-bidang penelitian yang penting dalam ekonomi mikro, meliputi pembahasan mengenai keseimbangan umum (general equilibrium), keadaan pasar dalam informasi asimetris, pilihan dalam situasi ketidakpastian, serta berbagai aplikasi ekonomi dari teori permainan. Juga mendapat perhatian ialah pembahasan mengenai elastisitas produk dalam sistem pasar
SOAL-SOAL LATIHAN Jawablah soal essay di bawah ini, yang menurut pendapat Anda benar. 1. Jelaskan pengaruh aspek internasional terhadap pendapatan nasional ditinjau dari sisi penawaran dan permintaan? 2. Jelaskan pengaruh aspek internasional terhadap pendapatan nasional ditinjau dari sisi perhitungan pendapatan nasional? 3. Jelaskan pengaruh ekonomi internasional dari aspek mikro berikut ini?
Ekonomi Intern a s i o n a l | 14
4. Jelaskan pengaruh ekonomi internasional dari aspek mikro berikut ini?
5. Apa yang dimaksud dengan general equilibrium?
Ekonomi Intern a s i o n a l | 15 BAB 3
TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL (MERKANTILISME KLASIK) Merkantilisme adalah suatu teori ekonomi yang menyatakan bahwa kesejahteraan suatu negara hanya ditentukan oleh banyaknya aset atau modal yang disimpan oleh negara yang bersangkutan, dan bahwa besarnya volume perdagangan global teramat sangat penting. Aset ekonomi atau modal negara dapat digambarkan secara nyata dengan jumlah kapital (mineral berharga, terutama emas maupun komoditas lainnya) yang dimiliki oleh negara dan modal ini bisa diperbesar jumlahnya dengan meningkatkan ekspor dan mencegah (sebisanya) impor sehingga neraca perdagangan dengan negara lain akan selalu positif. Merkantilisme mengajarkan bahwa pemerintahan suatu negara harus mencapai tujuan ini dengan melakukan perlindungan terhadap perekonomiannya, dengan mendorong ekspor (dengan banyak insentif) dan mengurangi impor (biasanya dengan pemberlakuan tarif yang besar). Kebijakan ekonomi yang bekerja dengan mekanisme seperti inilah yang dinamakan dengan sistem ekonomi merkantilisme. Ajaran merkantilisme dominan sekali diajarkan di seluruh sekolah Eropa pada awal periode modern (dari abad ke-16 sampai ke-18, era dimana kesadaran bernegara sudah mulai timbul). Peristiwa ini memicu, untuk pertama kalinya, intervensi suatu negara dalam mengatur perekonomiannya yang akhirnya pada zaman ini pula sistem kapitalisme mulai lahir. Kebutuhan akan pasar yang diajarkan oleh teori merkantilisme akhirnya mendorong terjadinya banyak peperangan di kalangan negara Eropa dan era imperialisme Eropa akhirnya dimulai. Sistem ekonomi merkantilisme mulai menghilang pada akhir abad ke-18, seiring dengan munculnya teori ekonomi baru yang diajukan oleh Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations, ketika sistem ekonomi baru diadopsi oleh Inggris, yang notabene saat itu adalah negara industri terbesar di dunia. 3.1. Pandangan Aliran Merkantilisme tentang Perdagangan Internasional Merkantilisme merupakan suatu kelompok yang mencerminkan cita-cita dan ideologi kapitalisme komersial, serta pandangan tentang politik kemakmuran suatu negara yang ditujukan untuk memperkuat posisi dan kemakmuran negara melebihi kemakmuran perseorangan. Teori Perdagangan Internasional dari Kaum Merkantilisme berkembang pesat sekitar abad ke-16 berdasar pemikiran mengembangkan ekonomi nasional dan pembangunan ekonomi, dengan mengusahakan jumlah ekspor harus melebihi jumlah impor. Dalam sektor perdagangan luar negeri, kebijakan merkantilis berpusat pada dua ide pokok, yaitu: a.
b.
Pemupukan logam mulia, tujuannya adalah pembentukan negara nasional yang kuat dan pemupukan kemakmuran nasional untuk mempertahankan dan mengembangkan kekuatan negara tersebut. Setiap politik perdagangan ditujukan untuk menunjang kelebihan ekspor di atas impor (neraca perdagangan yang aktif). Untuk memperoleh neraca perdagangan yang aktif, maka ekspor harus didorong dan impor harus dibatasi. Hal ini dikarenakan tujuan utama perdagangan luar negeri adalah memperoleh tambahan logam mulia.
Merkantilisme pada prinsipnya merupakan suatu paham yang menganggap bahwa penimbunan uang, atau logam mulia yang akan ditempa menjadi uang emas ataupun perak haruslah dijadikan tujuan utama kebijakan nasional. Pada saat merkantilisme lahir, sistem masyarakat pada saat itu berdasarkan feodalisme. Sistem feodal pada dasarnya menanggapi kebutuhan penduduk akan perlindungan terhadap
Ekonomi Intern a s i o n a l | 16 gangguan perampok. Jaminan keselamatan tersebut diberikan oleh para raja terhadap para bangsawan, kerabat, dan bawahannya. Sistem inilah yang melahirkan tuan tanah, bangsawan, kaum petani, dan para vassal yaitu raja-raja kecil yang diharuskan untuk membayar upeti terhadap raja besar. Ketika merkantilisme mulai berkembang, sistem feodalisme yang usang sedikit demi sedikit mulai terkikis, hak-hak istimewa yang dimiliki oleh para tuan tanah dan para bangsawan mulai dihapus, lapisanlapisan sosial yang melekat pada sistem feodal mulai dihilangkan, cara produksi dan distribusi gaya feodal pun mulai ditinggalkan. Dengan demikian dalam perdagangan internasional atau perdagangan luar negeri, titik berat politik merkantilisme ditujukan untuk memperbesar ekspor di atas impor, serta kelebihan ekspor dapat dibayar dengan logam mulia. Kebijakan merkantilis lainnya adalah kebijakan dalam usaha untuk monopoli perdagangan dan yang terkait lainnya, dalam usahanya untuk memperoleh daerah-daerah jajahan guna memasarkan hasil industri. Pelopor Teori Merkantilisme antara lain Sir Josiah Child, Thomas Mun, Jean Bodin, Von Hornich dan Jean Baptiste Colbert. 3.2. Keuntungan Mutlak Adam Smith (Absolute Advantage/Absolute Cost) Keuntungan mutlak dapat diartikan sebagai keuntungan yang dinyatakan dengan banyaknya jam/hari kerja yang dibutuhkan untuk membuat barang-barang produksi. Suatu negara akan mengekspor barang tertentu karena dapat menghasilkan barang tersebut dengan biaya yang secara mutlak lebih murah daripada negara lain. Dengan kata lain, negara tersebut memiliki keuntungan mutlak dalam produksi barang. Dalam teori keunggulan mutlak, Adam Smith mengemukakan ide-ide sebagai berikut: a. Adanya Division of Labour (Pembagian Kerja Internasional) Dalam menghasilkan sejenis barang dengan adanya pembagian kerja, suatu negara dapat memproduksi barang dengan biaya yang lebih murah dibanding negara lain, sehingga dalam mengadakan perdagangan negara tersebut memperoleh keunggulan mutlak. b. Spesialisasi Internasional dan Efisiensi Produksi Dengan spesialisasi, suatu negara akan mengkhususkan pada produksi barang yang memiliki keuntungan. Suatu negara akan mengimpor barang-barang yang bila diproduksi sendiri (dalam negeri) tidak efisien atau kurang menguntungkan, sehingga keunggulan mutlak diperoleh bila suatu negara mengadakan spesialisasi dalam memproduksi barang. Teori keuntungan mutlak Adam Smith secara sederhana dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut: Tabel 3.2.1 Banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan per unit Amerika
Inggris
Gandum
8
10
Pakaian
4
2
Ekonomi Intern a s i o n a l | 17 Dari tabel diatas nampak bahwa Amerika lebih efisien dalam memproduksi gandum sedang Inggris dalam produksi pakaian. Untuk satu gandum diperlukan 10 unit tenaga kerja di Inggris sedang di Amerika hanya 8 unit tenaga kerja (10 > 8). Satu unit pakaian di Amerika memerlukan 4 unit tenaga kerja sedang di Inggris hanya 2 unit tenaga kerja. Keadaan demikian ini dapat dikatakan bahwa Amerika memiliki absolute advantage pada produksi gandum dan Inggris memiliki absolut advantage pada produksi pakaian. Dikatakan absolut advantage pada masing-masing negara dapat menghasilkan satu macam barang dengan biaya (diukur dengan unit tenaga kerja) yang secara absolut lebih rendah dari negara lain. Jadi, keuntungan mutlak terjadi bila suatu negara lebih unggul terhadap satu macam produk yang dihasilkan, dengan biaya produksi yang lebih murah jika dibandingkan dengan biaya produksi di negara lain. 3.3. Keuntungan Komparatif J.S. Mill dan David Ricardo (Comparative Cost) Teori keuntungan komparatif ini menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang memiliki comparative disadvantage, yaitu suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar. Teori ini pada dasarnya menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut. Makin banyak tenaga yang dicurahkan untuk memproduksi suatu barang makin mahal barang tersebut. J.S. Mill memberikan contoh sebagai berikut: Tabel 3.3.1 Produksi 10 orang dalam 1 minggu Amerika
Inggris
Gandum
6 bakul
2 bakul
Pakaian
10 yards
6 yards
Jika dilihat menurut teori keuntungan mutlak maka tidak akan timbul perdagangan antara Amerika dan Inggris karena absolut advantage untuk produksi gandum dan pakaian ada pada Amerika semua.
Tetapi bagi J.S. Mill yang penting bukan absolut advantage tetapi comparative advantage. Besarnya comparative advantage untuk: Amerika : - Dalam produksi gandum 6 bakul dibanding 2 bakul dari Inggris atau = 3 : 1 - Dalam produksi pakaian 10 yards dibanding 6 yards dari Inggris atau = 5/3 : 1 Di sini Amerika memiliki comparative advantage pada produksi gandum yakni (3 : 1) lebih besar dari (5/3 : 1). Inggris : - Dalam produksi gandum 2 bakul dibanding 6 bakul dari Amerika atau = 1/3 : 1 - Dalam produksi pakaian 6 yards dibanding 10 yards dari Amerika atau = 3/5 : 1 Di sini Inggris memiliki comparative advantage pada produksi pakaian yakni (3/5 : 1) lebih besar dari (1/3 : 1). Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui, bahwa negara Amerika unggul terhadap kedua
Ekonomi Intern a s i o n a l | 18 jenis produk, baik gandum maupun pakaian, akan tetapi keunggulan tertingginya pada produksi gandum. Sebaliknya, negara Inggris lemah terhadap kedua jenis produk, baik gandum maupun pakaian, akan tetapi kelemahan terkecilnya pada produksi pakaian. Jadi, sebaiknya negara Amerika berspesialisasi pada produk gandum dan negara Inggris berspesialisasi pada produk pakaian. Seandainya kedua negara tersebut mengadakan perdagangan, maka keduanya akan mendapatkan keuntungan. Dilain pihak, David Ricardo menyampaikan bahwa teori keunggulan mutlak yang dikemukakan oleh Adam Smith memiliki kelemahan, di antaranya sebagai berikut: a.
Bagaimana bila suatu negara lebih produktif dalam memproduksi dua jenis barang dibanding dengan Negara lain?
Sebagai gambaran awal, di satu pihak suatu negara memiliki faktor produksi tenaga kerja dan alam yang lebih menguntungkan dibanding dengan negara lain, sehingga negara tersebut lebih unggul dan lebih produktif dalam menghasilkan barang daripada negara lain. Sebaliknya, di lain pihak negara lain tertinggal dalam memproduksi barang. Dari uraian di atas dapat disimpilkan, bahwa jika kondisi suatu negara lebih produktif atas dua jenis barang, maka negara tersebut tidak dapat mengadakan hubungan pertukaran atau perdagangan. b.
Apakah negara tersebut juga dapat mengadakan perdagangan internasional?
Pada konsep keunggulan komparatif (perbedaan biaya yang dapat dibandingkan) yang digunakan sebagai dasar dalam perdagangan internasional adalah banyaknya tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi suatu barang. Jadi, motif melakukan perdagangan bukan sekadar mutlak lebih produktif (lebih menguntungkan) dalam menghasilkan sejenis barang, tetapi menurut David Ricardo sekalipun suatu negara itu tertinggal dalam segala rupa, ia tetap dapat ikut serta dalam perdagangan internasional, asalkan Negara tersebut menghasilkan barang dengan biaya yang lebih murah (tenaga kerja) dibanding dengan lainnya. Titik pangkal teori Ricardo tentang perdagangan internasional adalah teorinya tentang nilai/value. Menurut dia nilai/value sesuatu barang tergantung dari banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut (labor cost value theory). Perdagangan antar negara akan timbul apabila masing-masing negara memiliki comparative cost yang terkecil. Sebagai contoh dikemukakan sebagai berikut: Tabel 3.3.2 Banyaknya hari kerja yang dibutuhkan untuk memproduksi Anggur (1 botol)
Pakaian (1 yard)
Amerika
3 hari
4 hari
Inggris
6 hari
5 hari
Besarnya comparative cost adalah: Amerika untuk anggur = 3/6 < 4/5 atau ¾ < 6/5 Inggris untuk pakaian = 5/4 < 6/3 atau 5/6 < 4/3
Ekonomi Intern a s i o n a l | 19 Pada nilai tukar 1 botol anggur = 1 yard pakaian maka Amerika akan mengorbankan 3 hari kerja untuk 1 yard pakaian yang kalau diproduksi sendiri memerlukan waktu 4 hari kerja. Maka dalam hal ini Amerika akan berspesialisasi pada produksi anggur, sedangkan Inggris pada produksi pakaian. Inggris juga akan beruntung dari pertukaran. Dengan spesialisasi pada produksi pakaian dan ditukar dengan anggur maka untuk memperoleh 1 botol anggur hanya dikorbankan 5 hari kerja yang kalau diproduksi sendiri memerlukan waktu 6 hari kerja. Jadi, keuntungan komparatif terjadi bila suatu negara lebih unggul terhadap kedua macam produk yang dihasilkan, dengan biaya tenaga kerja yang lebih murah jika diban-dingkan dengan biaya tenaga kerja di negara lain. 3.4. Keunggulan Kompetitif secara Umum (Model Daya Saing Internasional ME Porter dan Model 9 Faktor Dong-Sung Cho) Teori Porter tentang daya saing berangkat dari keyakinannya bahwa teori ekonomi klasik yang menjelaskan tentang keunggulan komparatif tidak mencukupi, atau bahkan tidak tepat. Menurut Porter, suatu negara memperoleh keunggulan daya saing jika perusahaan (yang ada di negara tersebut) kompetitif. Daya saing suatu negara ditentukan oleh kemampuan industri melakukan inovasi dan meningkatkan kemampuannya. Menurut Porter, keunggulan komparatif dapat ditemukan pada tingkat perusahaan dan pada tingkat nasional. Empat atribut dalam membangun keunggulan dari suatu negara digambarkan oleh Porter sebagai suatu skema berbentuk berlian, empat atribut tersebut adalah: 1.
Kondisi faktor, seperti: tenaga terampil dan prasarana,
2.
Kondisi permintaan dan tuntutan mutu dalam negeri untuk hasil industri tertentu,
3.
Eksistensi industri terkait dan pendukung yang berdaya saing,
4.
Strategi, struktur dan persaingan antar perusahaan.
Selain itu terdapat korelasi yang cukup signifikan dengan variabel peran pemerintah untuk menciptakan keunggulan daya saing nasional dan adanya faktor kebetulan (penemuan baru, melonjaknya harga, perubahan kurs dan konflik keamanan antar negara). Semakin tinggi tingkat persaingan antar perusahaan di suatu negara, maka semakin tinggi pula tingkat daya saing internasionalnya.
Ekonomi
I n t e r n a s i o n a l | 20
Gambar 3.4.1 Model Berlian Daya Saing Internasional
Dalam perjalanan waktu, model berlian Porter tak urung menuai kritik dari berbagai kalangan. Pada kenyataannya, ada beberapa aspek yang tidak termasuk dalam persamaan Porter ini, salah satunya adalah bahwa model berlian dibangun dari studi kasus di sepuluh negara maju, sehingga tidak terlalu tepat jika digunakan untuk menganalisis negara – negara sedang membangun. Selain itu, meningkatnya kompleksitas akibat globalisasi, serta perubahan sistem perekonomian mengikuti perubahan rezim politik, menjadikan model berlian Porter hanya layak sebagai pionir dan acuan pertama dalam kancah studi membangun daya saing negara. Model 9 faktor yang diciptakan oleh Dong-Sung Cho merupakan pengembangan dari model berlian Porter. Menurut Dong-Sung Cho, kita membutuhkan model yang bisa mengatakan pada kita bukannya seberapa banyak tingkat sumber daya yang sekarang dimiliki oleh suatu negara, tetapi siapa yang menciptakan sumber daya dan kapan seharusnya setiap sumber daya itu diciptakan.
Ekonomi
I n t e r n a s i o n a l | 21
Gambar 3.4.2 Model 9 Faktor Daya Saing Internasional
Perbedaan model 9 faktor dari model berlian adalah faktor yang terletak di luar kotak berlian, yaitu keberadaan 4 faktor yang meliputi tenaga kerja, birokrasi dan politisi, kewirausahaan, serta teknisi, perancang dan manajer profesional. Termasuk juga faktor akses dan kesempatan yang merupakan faktor yang mempertajam daya saing internasional. Secara umum posisi faktor-faktor tersebut dapat tumbuh secara alamiah, meskipun sangat tergantung pada keadaan masing-masing negara (lihat skema berikut): Status Ekonomi
Negara Terbelakang
Faktor Fisik
Sumber daya alam
Faktor Manusia
Pekerja/karyawan
Negara Berkembang Lingkungan bisnis
Politisidan birokrasi
Negara Setengah Maju
Negara Maju
Industri yang terkait dan pendukung
Permintaan domestik
Kewirausahaan
Teknisi, perancang, manajer profesional
Ekonomi Intern a s i o n a l | 22
SOAL-SOAL LATIHAN Silanglah salah satu di antara huruf A, B, C dan D, yang menurut pendapat Anda paling tepat dihubungkan dengan bagian kalimat yang mendahuluinya. 1.
2.
3. ← ← ← ← 4.
5.
6.
7.
8.
9.
Berikut ini yang tergolong dalam logam mulia ialah, kecuali ...... A. Emas C. Emas Hitam B. Perak D. Jawaban A, B dan C benar Pandangan Merkantilisme berkembang pesat pada abad ke ...... A. 16 C. 20 B. 15 D. 19 Tenaga terampil dan prasarana merupakan salah satu dari atribut dari teori ...... A. Teori Keuntungan Mutlak B. Teori Keuntungan Komparatif C. Model Berlian Daya Saing Internasional ME. Porter D. Model 9 Faktor Dong Sung Cho Tokoh ilmu ekonomi pertama yang tidak suka dengan pendekatan moral dan teologis dalam pemecahan masalah ekonomi tetapi lebih menekankan kepada rasionalitas adalah ...... A. Thomas Aquinas C. Adam Smith B. Pluto D. Sir Josiah Child Ajaran atau paradigma yang berkeyakinan bahwa perekonomian suatu negara makin makmur apabila mampu memaksimalkan surplus perdagangan dengan cara meningkatkan ekspor dan meminimalkan impor adalah ...... A. Teori Paradox Leontief B. Teori Merkantilisme C. Teori Keunggulan Komparatif D. Teori Opportunity Cost Sistem Ekonomi yang sepenuhnya diserahkan kepada pihak swasta tanpa ada campur tangan pemerintah, disini rakyat mengatur perekonomian sementara pemerintah hanya berfungsi sebagai pengawas adalah ...... A. Kapitalisme C. Terencana B. Sosialis D. Etatisme Bagi negara-negara yang menjalankan paham merkantilisme, perencanaan perekonomiannya diatur sebagai berikut, kecuali ...... A. Berusaha memiliki logam mulai sebanyak-banyaknya B. Menggalakkan perdagangan luar negeri C. Menggalakkan kegiatan industri yang mengubah bahan baku menjadi bahan jadi untuk di ekspor D. Negara tidak mengawasi perkembangan perekonomian dan tidak ikut campur Adanya tenaga kerja, kewirausahaan serta teknisi, perancang dan manajer profesional merupakan ciri dari teori ...... A. Teori Keuntungan Mutlak B. Teori Keuntungan Komparatif C. Model Berlian Daya Saing Internasional ME. Porter D. Model 9 Faktor Dong Sung Cho Kebijakan dagang yang menetapkan harga jual di luar negeri lebih murah dibandingkan harga jual di dalam negeri adalah ...... A. Dumping C. Proteksi
Ekonomi
I n t e r n a s i o n a l | 23
B. Subsidi D. Hedging 10. Berikut ini yang merupakan faktor fisik dan manusia untuk negara berkembang adalah ...... A. Sumber Daya Alam dan Teknisi B. Industri Terkait & Pendukung dan Kewirausahaan C. Lingkungan Bisnis dan Politisi & Birokrasi D. Pemerintah dan Akses & Kesempatan Jawablah soal essay di bawah ini, yang menurut pendapat Anda benar. a) b) c) d) e)
Sebutkan pengertian dari Teori Merkantilisme? Siapa saja pelopor Teori Merkantilisme? Jelaskan masing-masing pelopor dengan singkat! Apa yang menjadi dasar lahirnya Teori Comparative Advantage? Sebutkan kelebihan dan kelemahan dari Teori Absolute Advantage Adam Smith? Apa yang menjadi kelemahan Teori Klasik?
Ekonomi Intern a s i o n a l | 24 BAB 4
TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL (TEORI MODERN) 4.1. Proportional Factor Theory El Hecksher Telah dijelaskan sebelumnya bahwa kaum klasik menerangkan comparative advantage dalam bentuk produktivitas dari tenaganya (labor productivity). Teori yang lebih modern seperti yang dikemukakan oleh Hecksher dan Ohlin menyatakan bahwa perbedaan dalam jumlah faktor produksi yang dimilikinya. Suatu negara memiliki tenaga kerja lebih banyak daripada negara lain, sedang negara lain memiliki kapital lebih banyak daripada negara tersebut sehingga dapat menyebabkan terjadinya pertukaran.
Suatu negara, misalnya Indonesia, memiliki tenaga kerja yang besar dan relatif sedikit kapital, maka untuk sejumlah pengeluaran uang tertentu akan memperoleh jumlah tenaga kerja lebih banyak daripada kapital. Misalnya uang Rp. 10000 dapat dibeli 20 unit tenaga kerja atau 5 unit mesin, jadi 20 unit tenaga kerja sama dengan 5 unit mesin. Dalam gambar 4.1.1 dengan uang sebanyak 100 dapat dibeli kombinasi mesin, yang ditandai dengan titik-titik pada sumbu vertikal (tenaga) dan sumbu horizontal (mesin). Kalau kedua titik ini dihubungkan dengan suatu garis lurus merupakan suatu kurva yang disebut ISOCOST, yakni berbagai kombinasi dua faktor produksi yang dapat dibeli dengan sejumlah uang tertentu. Gambar 4.1.1 Isocost
Sudut arah isocost ini menunjukkan perbandingan harga antara tenaga kerja dan mesin yaitu 20 : 5 atau 4 : 1 artinya 4 unit tenaga nilainya sama dengan 1 unit mesin. Dalam gambar 4.1.1 itu juga terlihat isocost untuk negara Jepang. Negara Jepang lebih banyak memiliki kapital/mesin dan relatif sedikit tenaga. Konsekuensinya di negara Jepang pengeluaran 100 yen akan memperoleh tenaga 10 unit atau 20 unit mesin. Harga 1 unit tenaga sama dengan 2 unit mesin sehingga perbandingan harga tenaga dengan mesin adalah 1 : 2. Semua isocost untuk berbagai alternatif pengeluaran bagi negara Jepang yang empunyai harga perbandingan/price ratio tenaga: kapital 1 : 2 akan paralel. Jadi jelaslah bahwa negara Indonesia akan lebih murah apabila memproduksi barang yang relatif menggunakan banyak tenaga dan sedikit kapital (labor intensive), sedangkan negara Jepang menggunakan banyak kapital dan sedikit tenaga kerja (capital intensive).
Ekonomi
I n t e r n a s i o n a l | 25
Masalahnya tidaklah hanya mengenai barang yang akan dihasilkan oleh suatu negara tetapi bagaimana barang tersebut dihasilkan. Untuk mengetahui hal ini dapat diterangkan dengan kurva isoquant negara Indonesia dan Jepang untuk barang X dan Y (gambar 4.1.2). Gambar 4.1.2 Isoquant
Isoquant negara Indonesa terletak dekat sumbe vertikal (tenaga kerja) menunjukkan bahwa barang X yang dihasilkannya bersifat padat tenaga kerja (labor intensive). Hal ini dikarenakan negara Indonesia lebih banyak memiliki faktor produksi tenaga kerja. Sedang isoquant negara Jepang mendekati sumbu horizontal (kapital) menunjukkan bahwa barang Y yang dihasilkan bersifat padat modal (capital intensive) karena negara Jepang relatif lebih banyak memiliki kapital. Sesuai dengan konsep titik singgung antara isocost dan isoquant ini, masing-masing negara tentu cenderung memproduksi barang tertentu dengan kombinasi faktor produksi yang paling optimal sesuai struktur atau proporsi faktor produksi yang dimiliki. Selanjutnya teori proporsional faktor Hecksher dan Ohlin (H-O) menggunakan asumsi 2 x 2 x 2 sebagai berikut: a. Perdagangan internasional terjadi antara dua negara b. Masing-masing negara memproduksi dua macam barang (misal, pakaian dan radio) c. Masing-masing negara menggunakan dua macam faktor produksi, yaitu tenaga kerja dan kapital Untuk memudahkan analisis manfaat perdagangan internasional (gain from trade) berdasarkan teori H-O, lihat tabel berikut:
Ekonomi
I n t e r n a s i o n a l | 26
Tabel 4.1.3 Teori Proporsional Faktor dengan data hipotesis 2 Negara 2 Barang 2 Faktor
Pakaian Tenaga Kerja
Radio Kapital
Pakaian Tenaga Kerja
Radio Kapital
Produksi Proses Produksi Proporsi Faktor
Labor Intensive 60 unit
Capital Intensive 15 unit
Labor Intensive 30 unit
Capital Intensive 60 unit
(Banyak) 100 unit $ 400 $4 (Murah)
(Sedikit) 20 unit $ 600 $ 30 (Mahal)
(Sedikit) 100 unit $ 600 $6 (Mahal)
(Banyak) 20 unit $ 400 $ 20 (Murah)
Produksi Isoquant Isocost Unit cost
Indonesia
Jepang
Berdasarkan tabel di atas dan konsep titik singgung antara isocost dan isoquant sebagai suatu titil optimal untuk memproduksi sejumlah barang dapat digambarkan dengan grafik di bawah ini. Gambar 4.1.4 Teori Proporsional Faktor Produksi
Dari gambar di atas dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut: 1) Isoquant 100 unit pakaian dilakukan dengan padat tenaga kerja (labor intensive). - Indonesia Isoquant untuk 100 unit pakaian akan menyinggung isocost $ 400 pada titik A dengan kombinasi 34 tenaga kerja (TK) dan 3 kapital (K). Dengan demikian untuk memproduksi 100 unit pakaian yang padat karya di Indonesia akan lebih murah, ini disebabkan jumlah/proporsi faktor produksi yang dimiliki oleh Indonesia relatif banyak dan murah, sehingga unit costnya hanya $ 4. - Jepang 100 unit pakaian akan menyinggung isocost $ 600 pada titik B dengan kombinasi 20 unit TK dan 7 unit K. Dengan demikian untuk memproduksi 100 unit pakaian yang padat karya di
Ekonomi Intern a s i o n a l | 27 Jepang relatif mahal karena faktor produksi TK relatif sedikit dan mahal, sehingga unit cost adalah $ 6. 2) Isoquant 20 unit radio dilakukan dengan padat modal (capital intensive). - Indonesia Isoquant untuk 20 unit radio akan menyinggung isocost $ 600 pada titik C dengan kombinasi 20 tenaga kerja (TK) dan 10 kapital (K). Dengan demikian untuk memproduksi 20 unit radio yang padat karya di Indonesia akan lebih mahal, ini disebabkan jumlah/proporsi faktor produksi yang dimiliki oleh Indonesia relatif sedikit dan mahal, sehingga unit costnya hanya $ 20. - Jepang
20 unit radio akan menyinggung isocost $ 400 pada titik B dengan kombinasi 10 unit TK dan 18 unit K. Dengan demikian untuk memproduksi 20 unit radio yang padat karya di Jepang relatif murah karena faktor produksi TK relatif banyak dan murah, sehingga unit cost adalah $ 20. Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa harga/biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah faktor produksi yang dimiliki oleh masing-masing negara. Comparative advantage atau keunggulan komparatif dari suatu jenis produk yang dimiliki oleh masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimiliki. Masing-masing negara akan cenderung berspesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara itu memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal memproduksinya.
4.2. Opportunity Cost Theory G. Harberler Teori Opportunity Cost G. Harberler yang biasa digambarkan dengan production possibility curve (PPC) yang menunjukkan berbagai-bagai kombinasi daripada output yang dapat dihasilkan dengan sejumlah tertentu faktor produksi yang dikerjakan dengan sepenuhnya (full employment). Bentuk daripada kurva ini tergantung daripada anggapan tentang ongkos alternatif (opportunity cost) yang digunakan, yaitu PPC Constant Costs dan PPC Increasing Costs. a. Constant cost Keadaan constant costs dapatlah dijelaskan dengan tabel berikut:
Ekonomi
I n t e r n a s i o n a l | 28
Tabel 4.2.1 Alternatif kombinasi barang N dan T yang dapat dihasilkan dengan sejumlah tertentu faktor produksi Kombinasi
N
A B C D E F
40 32 24 16 8 0
T 0 1 2 3 4 5
Marginal rate of transformation 8/1 8/1 8/1 8/1 8/1 8/1
Setiap tambahan 1 unit T pengorbanan barang N (barang N yang tidak lagi diprodusir) adalah tetap, yakni 8. Sejumlah tertentu faktor produksi yang dapat menghasilkan 8 unit N harus dialihkan untuk menambahkan produksi T sebesar 1 unit. Jadi untuk menambah 1 unit T diperlukan pemindahan faktor produksi dari produksi barang N ke barang T dan pengorbanan barang N tetap 8 unit. Ini berarti marginal rate of transformation-nya 8. Constant cost berarti marginal rate of transformation-nya tetap. Ini sebagai akibat bahwa efisiensi faktor produksi tersebut sama baik untuk produksi barang N maupun barang T. Tabel tersebut di atas kemudian dapat dilukiskan secara grafik sebagai berikut: Gambar 4.2.2 Kurva kemungkinan produksi Negara W (Constant cost)
Lereng kurva kemungkinan produksi adalah marginal rate of transformation yakni sebesar 8/1 dan selama marginal rate of transformation tetap maka kurva kemungkinan produksi berupa garis lurus.
Ekonomi
I n t e r n a s i o n a l | 29
Dalam keadaan constant cost dapat juga terjadi pertukaran antara 2 negara, asal masing-masing negara memiliki marginal rate of transformation yang berbeda. b.
Increasing cost
Dalam hal increasing cost maka setiap tambahan 1 unit T pengorbanan W selalu bertambah besar. Keadaan ini dapat dijelaskan dengan tabel berikut:
Tabel 4.2.3 Alternatif kombinasi barang N dan T yang dapat dihasilkan dengan sejumlah tertentu faktor produksi Kombinasi
N
A B C D E
40 36 30 20 0
T
Marginal rate of transformation
0 1 2 3 4
4/1 6/1 10 / 1 20 / 1
Tabel tersebut kemudian dapat digambarkan dengan suatu grafik sebagai berikut: Gambar 4.2.4 Kurva kemungkinan produksi Negara W (Increasing cost)
Lereng kurva tersebut adalah marginal rate of transformation dan dalam hal ini semakin besar dengan semakin banyaknya barang T yang dihasilkan. Dari berbagai-bagai kombinasi tersebut mana yang akan dipilih tergantung daripada harga barang-barang tersebut di pasar.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 30 Untuk analisa selanjutnya selalu dipakai suatu PPC dengan keadaan increasing costs karena keadaan ini lebih mendekati realita. Bersama-sama dengan penggunaan suatu indifference curve (IC) dapatlah digunakan untuk menjelaskan tentang terjadinya perdagangan internasional. Perdagangan internasional dapat timbul apabila antara dua negara itu memiliki: - PPC yang sama dan IC yang berbeda, - PPC yang berbeda dan IC sama, - PPC dan IC berbeda. Prinsip ketiga keadaan ini sama saja pada dasarnya. Perbedaan IC ini disebabkan oleh perbedaan dalam pendapatan, rasa atau preferensi (selera), sedangkan PPC menunjukkan kesamaan dalam faktorfaktor produksi serta teknik produksi yang digunakan. Keuntungan perdagangan (gains from trade) adalah bahwa masing-masing negara dapat mencapai indifference curve yang lebih tinggi, yang menggambaran suatu tingkat kepuasan yang lebih tinggi. 4.3. Modern Theory Hecksher, Ohlin, Michael E. Porter Perdagangan antar negara maju pesat sejak pertengahan abad 19 sampai dengan permulaan abad 20. Keamanan serta kedamaian dunia (sebelum perang dunia 1) memberikan saham yang besar bagi perkembangan perdagangan internasional yang pesat. Teori klasik nampaknya mampu memberikan dasar serta penjelasan bagi kelangsungan jalannya perdagangan dunia. Hal itu terlihat dari usaha masing-masing negara yang ikut di dalamnya untuk melakukan spesialisasi dalam produksi, serta berusaha mengekspor barang-barang yang paling sesuai/menguntungkan bagi mereka. Negara-negara/daerah-daerah tropik berusaha untuk menspesialisasikan diri mereka dalam produksi serta ekspor barang-barang yang berasal dari pertanian, perkebunan, dan pertambangan, sedangkan negara-negara/daerah-daerah sedang, yang relatif kaya akan modal, berusaha untuk menspesialisasikan diri mereka dalam produksi serta ekspor barang-barang industri. Heckscher-Ohlin mengemukakan konsepsinya yang dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Bahwa perdagangan internasional / antar negara tidaklah banyak berbeda dan hanya merupakan kelanjutan saja dari perdagangan antar daerah. Perbedaan pokoknya terletak pada masalah jarak. Atas dasar inilah maka Ohlin melepaskan anggapan ( yang berasal dari teori klasik ) bahwa dalam perdagangan internasional ongkos transport dapat diabaikan. b. Bahwa barang-barang yang diperdagangkan antar negara tidaklah didasarkan atas keuntungan alamiah atau keuntungan yang diperkembangkan ( natural and acquired advantages dari Adam Smith ) akan tetapi atas dasar proporsi serta intensitas faktor- faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang itu. Masing-masing negara memiliki faktor-faktor produksi neo-klasik (tanah, tenaga kerja, modal) dalam perbandingan yang berbeda-beda, sedang untuk menghasilkan sesuatu barang tertentu diperlukan kombinasi faktor-faktor produksi yang tertentu pula. Namun demikian tidaklah berarti bahwa kombinasi faktor-faktor produksi itu adalah tetap. Jadi untuk menghasilkan sesuatu macam barang tertentu fungsi produksinya dimanapun juga sama, namun proporsi masing-masing faktor produksi dapatlah berlainan (karena adanya kemungkinan penggantian/subtitusi faktor yang satu dengan faktor yang lainnya dalam batas-batas tertentu). Jadi teori Heckscher-Ohlin dalam batas-batas definisinya menyatakan bahwa: a. Sesuatu negara akan menghasilkan barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif banyak (dalam arti bahwa harga relatif faktor produksi itu murah), sehingga harga barang-barang itu relatif murah karena ongkos produksinya relatif murah. Karena itu Indonesia yang memiliki
Ekonomi Intern a s i o n a l | 31 relatif banyak tenaga kerja sedang modal relatif sedikit sebaiknya menghasilkan dan mengekspor barang-barang yang relatif padat karya. b. Dengan mengutamakan produksi dan ekspornya pada barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif banyak, maka harga faktor produksi yang relatif banyak akan naik. Dalam hal ini “relatif banyak” menunjuk kepada jumlah fisiknya, bukan harga relatifnya. Karena harga relatif kedua macam barang itu sebelum perdagangan berjalan adalah berlainan, maka negara yang memiliki faktor produksi tenaga kerja relatif banyak akan cenderung untuk menaikan produksi barang yang padat karya dan mengurangi produksi barangnya yang padat modal. Negara itu akan mengekspor barangya yang padat karya dan mengimpor barang yang padat modal. Dengan demikian perdagangan internasional akan mendorong naik harga faktor produksi yang relatif sedikit. Sebagai akibatnya untuk negara yang memiliki faktor produksi modal relatif banyak, upah akan turun sedang harga modal – tingkat bunga – akan naik. Jadi perdagangan internasional cenderung untuk mendorong harga faktor produksi yang sama, antar negara menjadi sama pula (equalization of factor price). Perdagangan internasional terjadi karena masing-masing pihak yang terlibat didalamnya merasa memperoleh manfaat dari adanya perdagangan tersebut. Dengan demikian perdagangan tidak lain adalah kelanjutan atau bentuk yang lebih maju dari pertukaran yang didasarkan atas kesukarelaan masing-masing pihak yang terlibat. Tentu saja pengertian “kesukarelaan” dalam perdagangan internasional harus diberi tanda petik, karena realitasnya kesukarelaan ini sebenarnya tidak selalu terjadi, namun paksaan yang mendorong terjadinya perdagangan internasional tersebut tidaklah selalu terlihat jelas. Salah satu bentuk paksaan ini misalnya, terlihat pada perdagangan yang timbul sebagai akibat bantuan luar negeri yang mengikat (tied aid). Apabila negara A menerima bantuan dari negara B tetapi dengan ketentuan bahwa bantuan (kredit) itu harus dibelanjakan di negara B, maka perdagangan yang timbul antara A dan B sebagai akibat pemberian bantuan itu jelas tidak sepenuhnya didasarkan atas kesukarelaan kedua belah pihak. Paksaan yang lebih halus lagi terlihat pada bentuk-bentuk perdagangan internasional yang merupakan ikutan dari perkembangan industrialisasi dalam negaranegara yang sedang berkembang yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan raksasa yang mempunyai cabang di berbagai negara dan berinduk di negara maju (perusahaan-perusahaan multinasional). Harga barang yang sama dapat berlainan di negara yang berlainan karena hargadicerminkan oleh ongkos produksi (apabila permintaan dianggap sama), sehingga perbedaan harga timbul karena perbedaan ongkos produksi. Menurut Ricardo & Mill, ongkos produksi ditentukan oleh banyaknya jam kerja yang dicurahkan untuk membuat barang itu. Jadi apabila untuk membuat barang yang sama diperlukan banyak jam yang berlainan bagi negar yang berlainan tersebut, maka ongkos produksinya juga akan berlainan. Perbedaan dalam banyak jam kerja menurut teori Ricardian (klasik) disebabkan karena perbedaan dalam teknik produksi (atau tingkat teknologi), perbedaan dalam ketrampilan kerja (produktivitas tenaga kerja), perbedaan dalam penggunaan faktor produksi atau kombinasi antar mereka. Dengan kata lain ongkos produksi untuk membuat barang yang sama berlainan karena fungsi produksinya lain. Menurut Heckscher – Ohlin, ongkos produksi ditentukan oleh penggunaan faktor produksi atau sumber daya. Jadi apabila faktor produksi itu digunakan dalam proporsi dan intensitas yang berlainan, walaupun tingkat teknologi dan produktivitas tenaga kerja sama, ongkos produksi untuk membuat barang yang sama di negara yang berlainan juga akan lain. Perbedaan dalam penggunaan proporsi dan intensitas faktor produksi yang disebabkan karena perbedaan dalam hadiah alam (factor endowment) yang diterima oleh masing- masing negara. Dengan kata lain ongkos produksi untuk membuat barang yang sama berlainan karena perbedaan hadiah alam, bukan karena fungsi produksinya lain.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 32 Salah satu kesimpulan utama teori H-O adalah bahwa perdagangan internasional cenderung untuk menyamakan tidak hanya harga barang-barang yang diperdagangkan saja, tetapi juga harga faktorfaktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang tersebut. Kesimpulan ini sebenarnya merupakan akibat dari konsepsi mereka mengenai hubungan antara spesialisasi dengan proporsi faktor-faktor poduksi yang digunakan. Dalam hal-hal khusus, bahkan tidak mungkin untuk mengenali apakah barang-barang itu barang-barang padat karya ataukah barang-barang padat modal dipandang dari dunia sebagai satu keseluruhan. Negara yang memiliki tenaga kerja relatif banyak mungkin saja mempunyai keuntungan komparatif dalam barang-barang yang padat modal dan sebaliknya. Karena akibat adanya perdagangan internasional adalah naiknya harga relatif barangbarang yang dihasilkan dengan menggunakan prinsip keuntungan komparatif itu dan dengan demikian juga faktor produksi yang digunakannya secara intensif, maka akibat pada harga relatif faktor-faktor produksinya mungkin berupa perubahan yang menuju ke arah yang sama tetapi dapat juga berlawanan, lagi pula dalam keseimbangan, kedua negara dapat terus menghasilkan kedua macam barang itu walaupun harga faktor-faktor produksinya berlainan di kedua negara tersebut. Pada tahun 1920-an para ahli ekonomi mulai mempertimbangkan fakta bahwa kebanyakan industri memperoleh keuntungan dari skala ekonomi (economies of scale) yaitu dengan semakin besarnya pabrik dan meningkatnya keluaran, biaya produksi per unit menurun. Ini terjadi karena peralatan yang lebih besar dan lebih efisien dapat digunakan, sehingga perusahaan dapat memperoleh potongan harga atas pembelian-pembelian mereka dengan volume yang lebih besar dan biaya-biaya tetap seperti biaya penelitian dan pengembangan serta overhead administratif dapat dialokasikan pada kuantitas keluaran yang lebih besar. Biaya-biaya produksi juga menurun karena kurva belajar (learning curve). Begitu perusahaan memproduksi produk lebih banyak, mereka mempelajari cara-cara untuk meningkatkan efisiensi produksi, yang menyebabkan biaya poduksi berkurang dengan suatu jumlah yang dapat diperkirakan. Skala ekonomi dan kurva pengalaman (experience curve) mempengaruhi perdagangan internasional karena memungkinkan industri-industri suatu negara menjadi produsen biaya rendah tanpa memiliki faktor-faktor produksi yang berlimpah. Perdagangan internasional timbul utamanya karena perbedaan-perbedaan harga relatif diantara negara. Perbedaanperbedaan ini berasal dari perbedaan dalam biaya produksi, yang diakibatkan oleh: a. b. c. d.
Perbedaan-perbedaan dalam perolehan atas faktor produksi. Perbedaan-perbedaan dalam tingkat teknologi yang menentukan intensitas faktor yang digunakan. Perbedaan-perbedaan dalam efisiensi pemanfaatan faktor-faktor. Kurs valuta asing.
Meskipun demikian perbedaan selera dan variabel pemintaan dapat membalikkan arah perdagangan. Teori perdagangan internasional jelas menunjukkan bahwa bangsa-bangsa akan memperoleh suatu tingkat kehidupan yang lebih tinggi dengan melakukan spesialisasi dalam barangbarang dimana mereka memiliki keunggulan komparatif dan mengimpor barang-barang yang mempunyai kerugian secara komparatif. Pada umumnya hambatan-hambatan perdagangan yang memberhentikan mengalirnya barang-barang dengan bebas akan membahayakan kesejahteraan suatu bangsa. Teori klasik menjelaskan bahwa keuntungan dari perdagangan internasional itu timbul karena adanya comparative advantage yang berbeda antara dua negara. Teori nilai tenaga kerja menjelaskan mengapa terdapat perbedaan dalam comparative advantage itu karena adanya perbeddan di dalam fungsi produksi antara dua negara atau lebih. Jika fungsi produksinya sama, maka kebutuhan tenaga
kerja juga akan sama nilai produksinya sama sehingga tidak akan terjadi perdagangan internasional. Oleh karena itu syarat timbulnya perdagangan antarnegara adalah perbedaan faktor produksi di antara
Ekonomi Intern a s i o n a l | 33 dua negara tersebut. Namun teori klasik tidak dapat menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara dua negara. Teori modern, mulai dengan anggapan bahwa fungsi produksi itu sama dan menjelaskan faktor penyebab terjadinya perbedaan dalam comparative advantage adalah proporsi pemilikan faktor produksi. Teori ini kemudian dikenal sebagai teori proporsional faktor produksi Hecksher & Ohlin (Teori H-O). SOAL-SOAL LATIHAN Silanglah salah satu di antara huruf A, B, C dan D, yang menurut pendapat Anda paling tepat dihubungkan dengan bagian kalimat yang mendahuluinya. 1. 2.
3.
4.
2.
3.
4.
2.
3.
4.
Asumsi apa yang digunakan ada teori proporsional faktor Hecksher dan Ohlin (H-O) ...... a. Asumsi 2x2x2 c. Asumsi SxSxS b. Asumsi PxLxT d. Asumsi kuadrat Theory Opportunity Cost biasa digambarkan dengan ...... a. Promotion Possibility Curve c. Possibility Opportunity Curve b. Production Possibility Curve d. Promotion Curve Anggapan apa yang dipakai pada Theory Opportunity Cost mengenai ongkos alternatif ...... a. PPC Constant Cost c. Jawaban A dan B benar b. PPC Increasing Cost d. Jawaban A dan B salah Perdagangan internasional dapat timbul jika kedua negara ...... a. PPC dan IC berbeda c. PPC beda, IC sama b. Jawaban A dan C salah d. Jawaban A dan B benar Manakah yang bukan isi dari asumsi pada teori proporsional faktor Hecksher dan Ohlin (H-O) ...... a. Perdagangan internasional terjadi antar dua negara b. Masing-masing negara memproduksi dua macam barang c. Masing-masing negara menggunakan dua macam faktor produksi d. Perdagangan internasional terjadi pada lebih dari 2 negara Apa isi teori yang dikemukakan oleh Hecksher dan Ohlin ...... a. Perbedaan jumlah faktor produksi b. Perbedaan jumlah barang yang diproduksi c. Perbedaan jumlah tenaga kerja yang dimiliki d. Perbedaan jumlah sumber daya yang dimiliki Menurut teori klasik, yang menyebabkan timbulnya keuntungan dari perdagangan internasional adalah ...... a. Stagnant comparative c. Price comparative b. Advantage comparative d. Production comparative Apa saja syarat timbulnya suatu perdagangan antar negara ...... a. Perbedaan faktor produksi c. Persamaan tenaga kerja b. Persamaan faktor produksi d. Persamaan jumlah produksi Apa akibat perbedaan dalam biaya produksi ...... a. Kurs valuta asing b. Perbedaan dalam efisiensi pemanfaatan faktor-faktor c. Jawaban A dan B benar d. Jawaban A dan B salah Asumsi 2x2x2 terdapat pada teori ...... a. Teori Hecksher dan Ohlin c. Teori Opportunity Cost b. Teori Adam Smith d. Teori Klasik
Ekonomi Intern a s i o n a l | 34 Jawablah soal essay di bawah ini, yang menurut pendapat Anda benar. 1. 2. 3. 4.
Jelaskan Proportional Factor Theory atau teori H-O yang dikemukakan oleh Hecksher dan Ohlin? Apa kelemahan dari Proportional Factor Theory atau teori H-O? Jelaskan Teori Opportunity Cost dalam perdagangan internasional? Apa penyebab timbulnya perdagangan internasional?
Ekonomi Intern a s i o n a l | 35 BAB 5
KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL 5.1. Pengertian, Instrumen dan Tujuan Kebijakan Ekonomi Internasional Kebijakan ekonomi internasional dalam arti luas meliputi semua kegiatan ekonomi pemerintah suatu negara yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi, arah dan kegiatan ekspor impor barang dan jasa yang dilaksanakan oleh pemerintah tersebut. Karena itu, sekalipun suatu kebijakan ditujukan untuk mengatasi pemasalahan dalam negeri, tapi bila secara langsung atau tidak langusng berpengaruh terhadap ekspor dan impor maka dapat dimasukkan dalam kebijakan ekonomi internasional. Kebijakan ekonomi internasional dalam arti sempit yaitu hanya meliputi kebijakan yang langsung mempengaruhi ekspor dan impor. Kebijakan internasional dalam arti sempit ini berkaitan dnegan ekspor barang dan jasa, oleh karena itu cakupannya sangat luas mengingat banyaknya barang atau jasa yang diekspor maupun diimpor, mulai dari barang konsumsi, produksi sampai pada tenaga kerja.
Jadi, kebijakan ekonomi internasional adalah keseluruhan tindakan pemerintah suatu negara yang bertujuan untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan negaranya dengan melalui kegiatan yang mendorong ekspor dan mengatur/mengendalikan impor. Keseluruhan tindakan tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung akan memperoleh komposisi, arah serta bentuk dari perdagangan dan pembayaran internasional. Instrumen kebijakan ekonomi internasional meliputi: 1. Kebijakan perdagangan internasional mencakup tindakan/kebijakan pemerintah terhadap perdagangan luar negerinya, khususnya mengenai ekspor dan impor barang/jasa, misalnya pengenaan tarif terhadap barang impor, bilateral, trade agreement, pengenaan kuota impor dan ekspor, dll. 2. Kebijakan pembayaran internasional adalah mencakup tindakan pemerintah terhadap pembayaran internasional, misalnya pengawasan terhadap lalu lintas devisa, pengaturan lalu lintas modal jangka panjang. 3. Kebijakan bantuan luar negeri adalah tindakan pemerintah yang berhubungan dengan bantuan (grants), pinjaman/hutang (loans), bantuan untuk rehabilitasi serta pembangunan, dll. Contoh kebijakan ekonomi internasional adalah: 1. Subsidi ekspor adalah pembayaran oleh pemerintah dalam jumlah tertentu kepada suatu perusahaan atau perseorangan yang giat menjual barang ke luar negeri. Dengan subsidi ini, harga suatu komoditi yang akan diperdagangkan akan dapat diperendah sehingga dapat bersaing dalam dunia internasional. Catatan disini adalah bahwa kebijakan subsisi ekspor adalah bentuk kebijakan perdagangan yang hanya dapat berlaku bagi negara maju, yang notabene sudah memiliki perekonomian yang stabil.
2. Kuota Impor merupakan pembatasan langsung atas jumlah barang yang boleh diimpor. Pembatasan ini diberlakukan oleh negara kepada pihak yang mengimpor suatu produk, dimana terdapat ketentuan jumlah yang boleh diimpor, tidak diperbolehkan melebihi jumlah maksimal.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 36 Bentuk pembatasan ini lahir dari kenyataan bahwa seringnya komoditi impor justru lebih menguasai pasar domestik, dan berimplikasi logis pada gulung tikarnya perusahaan lokal. 3. Voluntary expor restraint (VER) juga dikenal sebagai pengekangan ekspor secara ‘sukarela’ merupakan bentuk pembatasan (kuota) atas jangkauan atau tingkat intensitas hubungan perdagangan internasional yang dikenakan oleh pihak negara pengekspor, jadi bukan oleh pihak pengimpor. Secara politis, VER merupakan pilihan efektif yang menawarkan beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan tarif. Namun ternyata justru menimbulkan kerugian yang lebih besar dari segi ekonomi. 4. Persyaratan kandungan lokal (local content requirement) merupakan suatu pengaturan yang mensyaratkan bahwa bagian-bagian tertentu dari suatu produk secara fisik harus dibuat di dalam negeri, atau menggunakan bahan baku komponen-komponen setempat. Pertimbangan atas instrumen yang satu ini menjelaskan perhitungan bahwa keuntungan domestik akan lebih maksimal karena selain diperoleh dari tiap unit komoditi yang diimpor, juga dapat menambah keuntungan pasar domestik. Kelemahannya adalah kurang jelasnya sistematika yang ada, misalnya mengenai jumlah maksimal dan regulasi komoditi antara satu negara pengimpor dengan negara-negara lain. Tujuan kebijakan ekonomi internasional antara lain: 1. Autarki, tujuan ini sebenarnya bertentangan dengan prinsip perdagangan internasional. Tujuan autarki bermaksud untuk menghindarkan dari pengaruh-pengaruh negara lain baik pengaruh ekonomi, politik atau militer. 2.
Kesejahteraan (welfare), tujuan ini bertentangan dengan autarki di atas. Dengan mengadakan perdagangan internasional suatu negara akan memperoleh keuntungan dari adanya spesialisasi dan kesejahteraan meningkat. Maka untuk mendorong perdagangan internasional, hambatan/restriksi dalam perdagangan internasional seperti tarif, kuota, dsb akan dihilangkan atau paling tidak dikurangi. Hal ini berarti mengarah ke perdagangan bebas.
3. Proteksi, tujuannya untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan barang impor. Kebijakan dapat berupa tarif atau kuota impor. 4.
Keseimbangan neraca pembayaran, terutama bagi negara yang mengalami defisit dalam neraca pembayarannya, posisi cadangan valuta asingnya lemah. Maka diperlukan kebijakan ekonomi internasional guna menyeimbangkan neraca pembayaran internasionalnya. Kebijakan ini ummnya berbentuk pengawasan devisa (exchange control). Pengawasan devisa tidak hanya mengatur/mengawasi lalu lintas tapi juga modal.
5. Pembangunan ekonomi untuk menunjang pembangunan ekonomi suatu negara pemerintah dapat mengarahkan perdagangan internasionalnya dengan kebijakan seperti: a. Perlindungan terhadap industri dalam negeri yang baru tumbuh (infant-industries). b. Mengurangi impor barang-barang yang non-esensial dan mendorong impor barang-barang yang lebih esensial. c. Mendorong ekspor
Ekonomi Intern a s i o n a l | 37 5.2. Kebijakan Ekspor dan Impor Sama halnya dengan kebijakan perdagangan internasional dibidang impor, kebijakan dibidang ekspor juga ditujukan untuk melindungi produksi dalam negeri disamping memperoleh keuntungan. Beberapa kebijakan perdagangan internasional dibidang ekspor, yaitu: 1. Diskriminasi harga, adalah suatu tindakan dalam penetapan harga barang yang berbeda untuk suatu negara dengan negara lainnya. Untuk barang yang sama, harga untuk negara yang satu lebih mahal atau lebih murah daripada negara lainnya. Hal ini dilakukan atas dasar perjanjian atau dalam rangka perang aktif. 2. Pemberian premi (subsidi). Kebijakan pemerintah untuk memajukan ekspor adalah dengan memberi premi kepada badan usaha yang melakukan ekspor. Pemberian premi (subsidi) itu antara lain berupa bantuan biaya produksi serta pembebasan pajak dan fasilitas lain, dengan tujuan agar barang ekspor memiliki daya saing di luar negeri. 3. Dumping adalah kebijakan yang diambil oleh pemerintah dengan menetapkan barang ekspor (harga barang diluar negeri) lebih murah daripada harga di dalam negeri. Cara ini hanya dapat dilakukan bila pasar dalam negeri dikendalikan atau dikontrol oleh pemerintah. 4. Politik dagang bebas merupakan suatu kebijakan dimana masing-masing pemerintah memberi kebebasan dalam ekspor dan impor. 5. Larangan ekspor merupakan kebijakan atas suatu negara untuk melarang ekspor barang barang-barang tertentu ke luar negeri. Penyebabnya bisa karena alasan ekonomi, politik, sosial dan budaya. Ada beberapa keburukan mengimpor suatu barang. Salah satunya adalah perusahaan dalam negeri yang memproduksi jenis barang yang sama akan gulung tikar karena kalah bersaing dengan barang impor. Untuk itulah, pemerintah harus melindungi atau bertindak untuk mengatasi keburukan itu dengan jalan memberi perlindungan (proteksi). Perlindungan itu banyak jenisnya, yaitu : 1. Kuota merupakan jumlah yang ditetapkan untuk suatu kegiatan dalam satu masa atau suatu waktu tertentu. Jadi, kuota dalam impor adalah total jumlah barang yang dapat diimpor dalam masa tertentu. Ketika diberlakukan perdagangan bebas, kuota tidak dapat dipakai lagi karena dapat menghambat perdagangan internasional. 2. Tarif. Kebijakan tarif diambil pemerintah dengan menetapkan tarif tinggi untuk mengimpor suatu jenis barang. Dengan pengenaan tarif ini, harga barang impor menjadi mahal, sehingga barang sejenis yang diproduksi di dalam negeri akan memiliki daya saing dan dibeli konsumen. Penganut perdagangan bebas mengenakan tarif yang rendah atas barang-barang impor. Sebaliknya, begara proteksionis mengenakan tarif yang tinggi untuk barang impor. 3. Subsidi. Karena ada perbedaan harga antara barang impor dan barang dalam negeri, ada kemungkinan harga barang impor lebih murah daripada harga barang produksi dalam negeri. Supaya harga barang produksi dalam negeri dapat ditekan, pemerintah dapat memberi subsidi pada produsen dalam negeri. Dengan pemberian subsidi ini, harga barang dalam negeri menjadi murah.
4. Larangan impor. Dengan berbagai alasan, ada barang tertentu yang dilarang diimpor. Misalnya, barang-barang yang berbahaya untuk masyarakat. Larangan impor bisa jadi dilakukan untuk membalas tindakan negara lain yang telah lebih dulu melarang impor 5. barang suatu negara. Selain itu, larangan impor dapat pula dilakukan untuk menghemat devisa.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 38 5.3. Kebijakan Tarif dan Non-Tarif Kebijakan hambatan tarif (tariff barrier) adalah suatu kebijakan proteksionis terhadap barang– barang produksi dalam negeri dari ancaman membanjirnya barang-barang sejenis yang diimpor dari luar negeri, dengan cara menarik/mengenakan pungutan bea masuk kepada setiap barang impor yang masuk untuk dipakai/dikonsumsi habis di dalam negeri. Tarif adalah pajak yang dikenakan terhadap barang yang diperdagangkan. Efek kebijakan ini terlihat langsung pada kenaikan harga barang. Tarif yang paling umum adalah tarif atas barang-barang impor atau yang biasa disebut bea impor. Tujuan dari bea impor adalah membatasi permintaan konsumen terhadap produk-produk impor dan mendorong konsumen menggunakan produk domestik. Semakin tinggi tingkat proteksi suatu negara terhadap produk domestiknya, semakin tinggi pula tarif pajak yang dikenakan. Macam-macam penentuan tarif atau bea masuk, yaitu: 1. Bea ekspor (export duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap barang yang diangkut menuju negara lain (di luar costum area); 2. Bea transito (transit duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang melalui batas wilayah suatu negara dengan tujuan akhir barang tersebut negara lain; 3. Bea impor (import duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang masuk dalam suatu negara (di dalam custom area). Kebijakan hambatan non-tarif (non-tariff barrier) adalah berbagai kebijakan perdagangan selain bea masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional. A.M. Rugman dan R.M. Hodgetts mengelompokkan hambatan non-tarif (non-tariff barrier) sebagai berikut: 1. Pembatasan spesifik (specific limitation): a. Larangan impor secara mutlak. b. Pembatasan impor (quota system), kuota adalah pembatasan fisik secara kuantitatif yang dilakukan atas pemasukan barang (kuota impor) dan pengeluaran barang (kuota ekspor) dari/ke suatu negara untuk melindungi kepentingan industri dan konsumen. c. Peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu. d. Peraturan kesehatan/karantina. e. Peraturan pertahanan dan keamanan negara. f.
Peraturan kebudayaan.
g. Perizinan impor (import licence).
h. Embargo. i.
Hambatan pemasaran/marketing.
Ekonomi
I n t e r n a s i o n a l | 39
2. Peraturan bea cukai (customs administration rules): a. Tata laksana impor tertentu (procedure). b. Penetapan harga pabean. c. Penetapan kurs valas (forex rate) dan pengawasan devisa (forex control). d. Consulat formalities. e. Packaging/labelling regulations. f.
Documentation needed.
g. Quality and testing standard. h. Pungutan administasi (fees). i.
Tariff classification.
3. Partisipasi pemerintah (government participation): a. Kebijakan pengadaan pemerintah. b. Subsidi dan insentif ekspor, subsidi adalah kebijakan pemerintah untuk memberikan perlindungan atau bantuan kepada industri dalam negeri dalam bentuk keringanan pajak, pengembalian pajak, fasilitas kredit, subsidi harga, dan lain-lain. c. Countervaling duties. d. Domestic assistance programs. e. Trade-diverting. f.
Import charges.
g. Import deposits. h. Supplementary duties. i.
Variable levies.
5.4. Kebijakan Perdagangan Lainnya Ada tiga kebijakan ekonomi/perdagangan internasional lainnya, antara lain: 1. Politik Proteksi Politik proteksi adalah kebijakan pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri yang sedang tumbuh (infant industry) dan persaingan-persaingan barang-barang impor. Tujuan kebijakan proteksi adalah:
a. Memaksimalkan produksi dalam negeri; b. Memperluas lapangan kerja; c. Memelihara tradisi nasional;
Ekonomi
I n t e r n a s i o n a l | 40
d. Menghindari risiko yang mungkin timbul jika hanya menggantungkan diri pada satu komoditi andalan; e. Menjaga stabilitas nasional, yang dikhawatirkan akan terganggu jika bergantung pada negara lain. 2. Politik Dagang Bebas Politik dagang bebas adalah kebijakan pemerintah untuk mengadakan perdagangan bebas antarnegara. Pihak-pihak yang mendukung kebijakan perdagangan bebas mengajukan alasan bahwa perdagangan bebas akan memungkinkan bila setiap negara berspesialisasi dalam memproduksi barang dimana suatu negara memiliki keunggulan komparatif. 3. Politik Autarki Politik autarki adalah kebijakan perdagangan dengan tujuan untuk menghindarkan diri dari pengaruh-pengaruh negara lain, baik pengaruh politik, ekonomi, maupun militer, sehingga kebijakan ini bertentangan dengan prinsip perdagangan internasional yang menganjurkan adanya perdagangan bebas. itu seorang importir dalam melaksanakan pembayarannya harus membeli uang dolar terlebih dahulu pada suatu bank devisa dengan kurs yang berlaku, kemudian ditransfer kepada eksportir di Amerika. SOAL-SOAL LATIHAN Silanglah salah satu di antara huruf A, B, C dan D, yang menurut pendapat Anda paling tepat dihubungkan dengan bagian kalimat yang mendahuluinya. 1.
Keseluruhan tindakan pemerintah suatu negara yang bertujuan untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan negaranya dengan melalui kegiatan yang mendorong ekspor dan mengatur/mengendalikan impor disebut ...... a. Ekonomi Internasional b. Perdagangan Internasional c. Merkantilisme d. Kebijakan Ekonomi Internasional
2.
3.
4.
Pengenaan kuota impor dan ekspor termasuk dalam instrumen kebijakan ...... A. Kebijakan Perdagangan Internasional
C. Kebijakan Bantuan Luar Negeri
B. Kebijakan Pembayaran Internasional
D. Tidak ada yang benar
Bantuan dana Tsunami Aceh yang diterima Indonesia oleh berbagai negara merupakan wujud dari
instrumen kebijakan ...... A. Kebijakan Perdagangan Internasional
C. Kebijakan Bantuan Luar Negeri
B. Kebijakan Pembayaran Internasional
D. Tidak ada yang benar
Berikut ini yang termasuk dalam instrumen kebijakan pembayaran internasional adalah ......
A.
Trade agreement
C. Pengawasan lalu lintas modal
B.
Pinjaman/hutang
D. Semua jawaban benar
Ekonomi 5.
I n t e r n a s i o n a l | 41
Kebijakan pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri yang sedang tumbuh dari persaingan barang-barang impor disebut ......
6.
A. Kuota Impor
C. Proteksi
B. Subsidi Ekspor
D. Kebijakan Tarif
Pajak/bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang melalui batas wilayah suatu negara dengan
tujuan akhir barang tersebut negara lain disebut ...... A. Bea ekspor C. Bea impor B. Bea transito D. Tarif 7.
8.
Berikut ini yang bukan hambatan non-tarif dari sisi pemerintah adalah ......
A. Import charges
C. Import licence
B. Jawaban A dan C benar
D. Jawaban A dan C salah
Politik Autarki adalah ...... A. Kebijakan pemerintah untuk mengadakan perdagangan bebas antarnegara. B. Kebijakan perdagangan dengan tujuan untuk menghindarkan diri dari pengaruh-pengaruh negara lain, baik pengaruh politik, ekonomi, maupun militer, sehingga kebijakan ini bertentangan dengan prinsip perdagangan internasional yang menganjurkan adanya perdagangan bebas. C. Kebijakan perdagangan internasional mencakup tindakan/kebijakan pemerintah terhadap perdagangan luar negerinya. D. Kebijakan ekonomi pemerintah suatu negara yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi, arah dan kegiatan ekspor impor barang dan jasa yang dilaksanakan oleh pemerintah tersebut.
9.
Berikut ini yang merupakan contoh dari kebijakan proteksionis terhadap barang–barang produksi dalam negeri dari ancaman membanjirnya barang-barang sejenis yang diimpor dari luar negeri, dengan cara menarik/mengenakan pungutan bea masuk kepada setiap barang impor yang masuk untuk dipakai/dikonsumsi habis di dalam negeri yaitu ...... A. Bea ekspor
C. Bea impor
B. Bea transito
D. Semua jawaban benar
10. Bentuk pembatasan atas jangkauan atau tingkat intensitas hubungan perdagangan internasional yang dikenakan oleh pihak negara pengekspor, jadi bukan oleh pihak pengimpor ...... A. Embargo B. VER
C. Kebijakan tarif D. Kuota
Ekonomi
I n t e r n a s i o n a l | 42
Jawablah soal essay di bawah ini, yang menurut pendapat Anda benar. 1. 2. 3. 4. 5.
Sebutkan pengertian dari kebijakan ekonomi internasional? Sebutkan dan jelaskan instrumen kebijakan ekonomi internasional? Sebutkan dan jelaskan kebijakan ekspor dan impor? Beri satu contoh nyata dari salah satu kebijakan tersebut! Jelaskan apa itu Embargo? Jelaskan apa itu kebijakan tarif dan non-tarif?
Ekonomi Intern a s i o n a l | 43 BAB 6
LALU LINTAS PEMBAYARAN INTERNASIONAL 6.1. Gambaran Umum Lalu Lintas Pembayaran Internasional Transaksi-transaksi pembayaran antar daerah tidak akan menjumpai masalah-masalah semacam yang banyak dijumpai dalam lalu lintas pembayaran internasional, oleh karena semua daerah kekuasaan sebuah negara pada umumnya menggunakan mata uang yang sama. Sedangkan pembayaran dengan menggunakan cek atau giro akan hanya merupakan pemindahbukuan perkiraan bank saja dari saldo kredit pembayar ke saldo kredit penerima pembayaran. Namun dalam lalu lintas pembayaran antar negara, tidak demikian halnya. Misalnya seorang importir Indonesia membeli sejumlah barang dari seorang eksportir di Amerika Serikat. Transaksi jual beli ini pelaksanaan pembayarannya lebih kompleks dibandingkan dengan pembayaran yang timbul dari adanya transaksi jual beli antara dua orang penduduk yang tinggal pada satu negara yang sama. Hal ini disebabkan antara lain karena mata uang yang berlaku di Amerika Serikat berbeda dengan mata uang yang berlaku di negara kita. Di negerinya eksportir Amerika tidak dapat membelanjakan uang rupiah untuk membeli barang dagangan, untuk menggaji para karyawannya dan sebagainya. Oleh karena itu mereka mengharapkan barang yang diekspornya dibayar dengan US $. Sebaliknya importir kita, yang diharapkan membayar barang yang diimpornya dengan menggunakan US $, menerima uang hasil penjualan barang yang diimpornya bukan dalam bentuk US $ melainkan dalam bentuk rupiah. Dengan demikian untuk melaksanakan pembayaran yang dibutuhkan, importir tadi harus terlebih dahulu memberi US $ pada salah satu bank devisa sejumlah yang dibutuhkan dengan kurs yang berlaku pada saat pembelian dollar tersebut untuk kemudian ditransfernya kepada di penjual di Amerika Serikat.
Sering juga pembayaran terjadi dengan mata uang negara ketiga. Misalnya dengan membeli barang dari Jepang, kita dapat membayanya dengan dollar Amerika Serikat. Hingga dengan demikian, sebelum kita mengadakan transaksi pembelian barang-barang dari Jepang, kita harus terlebih dahulu memperhitungkan kurs-kurs devisa yang memungkinkan kita membandingkan nilai barang tersebut dinyatakan dalam dollar Amerika Serikat, dalam yen Jepang dan dalam rupiah Indonesia. Masalahmasalah semacam inilah yang menyebabkan lalu lintas pembayaran internasional berbeda dengan lalu lintas pembayaran dalam negeri. 6.2. Peranan Bank dalam Lalu Lintas Pembayaran Internasional Bagi importir dan eksportir, bank devisa merupakan lembaga dengan siapa mereka dapat menjual-belikan surat-surat wesel luar negeri dan menggunakannya sebagai perantara dalam mengadakan penagihan-penagihan kepada debitur di luar negeri. Akan tetapi perlu kiranya diketengahkan di sini, bahwa pada umumnya para eksportir, juga kebanyakan pemerintah negara pengekspor hampir senantiasa menghendaki untuk menggunakan hard currency atau mata uang kuat dalam mengadakan perjanjian jual-beli dengan para pembeli di luar negeri dan bukannya soft currency atau mata uang lemah. - Mata Uang Kuat (Hard Currency) Mata uang kuat (hard currency) atau strong currency adalah mata uang suatu negara yang mempunyai permintaan stabil dan fluktuasinya kecil dalam pasar uang internasional dan sering digunakan dalam perdagangan internasional; bank sentral menyimpan sebagian cadangan devisa dalam
Ekonomi Intern a s i o n a l | 44 bentuk tabungan/deposito berjangka dalam mata uang yang kuat; dalam perdagangan valuta asing, mata uang yang kuat dijual dengan premi terhadap mata uang lemah. - Mata Uang Lemah (Soft Currency) Mata uang lemah (Soft Currency) atau exotic currency atau weak currency adalah kondisi alat pembayaran suatu negara kurang diminati jika dibandingkan dengan mata uang negara lain; merupakan cadangan devisa suatu negara yang diawasi secara ketat oleh otoritas moneter sehingga ada keterbatasan untuk dikonversi menjadi emas atau mata uang negara lain; kondisi tersebut diakibatkan oleh sering terjadinya peristiwa/kejadian buruk dalam perekonomian ataupun stabilitas politik.
- Mata Uang Kuat Lawan Mata Uang Lemah Mata uang kertas ada yang konvertibel dan ada pula yang tidak konvertibel. Sedangkan artian tidak konvertibel atau inconvertible juga ada dua macam yaitu: a.
‘Inconvertible’ dalam artian tidak bebas untuk ditukarkan dengan emas atau ditukarkan dengan mata uang asing.
b. ‘Inconvertible’ dalam arti sukar untuk ditukarkan dengan mata uang negara lain. Dengan sendirinya pada umumnya para eksportir menghendaki pembayaran atas barang yang dijualnya kepada penduduk negara lain dilakukan dengan menggunakan mata uang yang konvertibel. Berdasarkan perbedaan derajat konvertibilitasnya dalam lalu lintas pembayaran internasional biasa dibedakan dua kelompok mata uang: c. Hard currencies’, atau mata uang kuat atau keras yaitu mata uang yang memiliki sifat acceptability yang tinggi. Pada umumnya mata uang semacam ini dengan sendirinya juga mempunyai convertibility yang tinggi. Contohnya ialah dolar Amerika Serikat, dolar Canada, franc Swiss. d. ‘Soft currencies’, atau mata uang lemah yaitu lawan dari mata uang kuat. Kalau hard currencies sangat disukai oleh masyarakat dunia dan pada umumnya dipakai oleh kebanyakan negara sebagai cadangan internasional, soft currencies sangat sedikit atau bahkan mungkin tidak ada pemintanya. 6.3. Pusat Finansial Internasional Mekanisme pembayaran internasional ditentukan oleh pola hubungan antara bank-bank yang ikut aktif beroperasi dalam bidang jual-beli alat-alat pembayaran internasional. Kita dapat membedakan tiga macam pola hubungan antar bank dalam melaksanakan penyelesaian hutang-piutang di antara mereka.
Ketiga pola tersebut ialah: 1.
Penyelesaian hutang-piutang dengan pola desentralisasi. Sistem semacam ini biasa disebut decentralized system of international payment.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 45
Apabila sistem perbankan negara yang satu dengan sistem perbankan negara yang lain dalam menyelesaikan hutang piutangnya dilakukan secara bilateral, maka sistem pembayaran internasional ini kita sebut sebagai decentralized system of international payment. 2. Penyelesaian hutang piutang secara terpusat, yaitu yang biasa disebut centralized system of
international payment.
Apabila hubungan antara bank-bank dari suatu negara dengan bank-bank dari negara lain mengenai penyelesaian saldo-saldo rekeningnya dilakukan melalui sebuah financial center, maka dikatakan bahwa sistem pembayaran internasional merupakan centralized international payment system. 3. Campuran dari kedua bentuk-bentuk ekstrim seperti disebut di atas.
6.4. Valuta Asing dan Bursa Valuta Asing Bursa valuta asing yang biasa disebut pula foreign exchange market kita artikan sebagai lembaga pasar dimana orang dapat memperoleh fasilitas-fasilitas untuk melaksanakan pembayaran kepada penduduk negara lain atau menerima pembayaran dari penduduk negara lain. Dalam bursa valuta asing pada dasarnya bank-bank devisa bertindak sebagai penghubung antara para peminta valuta asing dengan para penawar valuta asing dan juga sebagai pihak yang membiayai transaksitransaksi luar negeri, dalam arti menyediakan modal yang dapat dipakai oleh mereka yang mengadakan transaksi pembayaran internasional tersebut semasa transaksi yang dibiayai belum sepenuhnya dilaksanakan secara tuntas. Hanya apabila bank-bank devisa tersebut melakukan transaksi-transaksi yang sifatnya spekulatif, barulah bank-bank tersebut dapat dikatakan di samping bertindak
Ekonomi Intern a s i o n a l | 46 sebagai penghubung juga sebagai sumber-asal permintaan dan penawaran valuta asing. Sebagai sumber-asal permintaan akan valuta asing dapat disebutkan: 1.
Para investor barang-barang dan jasa-jasa,
2.
Para investor dalam negeri yang memerlukan valuta asing untuk menyelesaikan kewajiban-kewajiban luar negerinya yang timbul dari transaksi-transaksi pembelian surat-surat berharga dari penduduk negara lain atau transaksi-transaksi pemberian pinjaman kepada penduduk negara lain,
3.
Para debitur dalam negeri yang memerlukan valuta asing untuk melunasi kewajiban-kewajiban luar negerinya yang timbul sebagai akibat daripada hutang-hutang luar negerinya yang telah jatuh tempo atau untuk membayar bunga pinjaman kepada penduduk negara lain.
4.
Wisatawan-wisatawan dalam negeri yang akan melawat ke luar negeri,
5.
Perusahaan-perusahaan asing yang harus membayar dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham di luar negeri,
6.
Rumah-rumah tangga keluarga yang membutuhkan valuta asing untuk membiayai studi anggota keluarganya yang belajar di luar negeri,
7.
Pemerintah yang membutuhkan valuta asing untuk membiayai perwakilan-perwakilannya di luar negeri, untuk menyelesaikan hutang-hutang luar negerinya yang telah jatuh tempo, membayar bunga, dan sebagainya,
8.
Para spekulan yang misalnya saja meramalkan akan adanya tindakan kebijaksanaan devaluasi, mempunyai tendensi untuk berlomba-lomba membeli valuta asing.
Dengan transaksi-transaksi seperti disebut di atas, mudahlah kiranya untuk dipahami bahwa pada umumnya bank-bank devisa memelihara sebagian dari aktivanya dalam bentuk valuta asing yang besarnya dan jenisnya disesuaikan dengan kebutuhan para nasabahnya. Adapun valuta-valuta asing yang dipelihara dan dijual-belikan pada umumnya berbentuk: 1.
Mata uang asing yang konvertibel,
2.
Saldo kredit pada bank-bank devisa kita di luar negeri,
3.
Surat-surat wesel luar negeri,
4. Hak-hak penerimaan pembayaran dari penduduk negara lain dalam bentuk lainnya yang mempunyai tingkat likuiditas yang tinggi. Dengan menyadari akan kenyataan-kenyataan tersebut di atas, khususnya mengenai macammacam transaksi yang banyak dilakukan oleh bank-bank devisa, maka mudahlah dipahami bahwa dalam literatur sering dikatakan bahwa fungsi-fungsi pokok bank devisa pada dasarnya berupa: 1.
Melaksanakan transfer pembayaran internasional,
2.
Menyediakan kredit untuk membiayai transaksi-transaksi ekonomi internasional, dan
3.
Menanggung resiko perubahan kurs valuta asing.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 47 Selain beberapa masalah valuta asing dan bursa valuta asing diatas, masih banyak pengertianpengertian lain yang ada sangkut-pautnya dengan masalah valuta asing dan bursa valuta asing, antara lain adalah: -
Surat Wesel dagang
Disebutkan di atas bahwa surat wesel dagang luar negeri atau foreign commercial bill of exchange adalah merupakan salah satu bentuk valuta asing. Dengan sendirinya surat wesel luar negeri yang dimaksud di sini hanya terbatas pada surat-surat wesel luar negeri yang nilainya dinyatakan dalam mata uang kuat. Surat wesel jenis ini pada umumnya timbul sebagai akibat dari adanya transaksi perdagangan. Mereka yang memperdagangkan surat-surat wesel semacam ini perlu memperhatikan tinggi tingkat bunga yang digunakan dalam mendiskontokan surat wesel tersebut dan sifat-sifat transaksinya. Mengenai perlu diperhatikannya sifat dari transaksi timbul karena menurut kenyataan tinggi-rendahnya jaminan surat wesel tadi dalam penagihannya, sering-sering dipengaruhi oleh bonafiditas pihak pengimpor, dan juga macam barang yang dijual-belikan. Mengenai suasana politik dan neraca pembayaran negara pengimpor perlu juga diperhatikan, oleh karena menurut kenyataan sering terjadi surat wesel menjadi beku tidak tertagih sebagai akibat memburuknya hubungan pemerintah negara pengimpor dengan negara pengekspor, ataupun pula sebagai akibat defisit neraca pembayaran luar negeri negara pengimpor yang sangat parah. Sedangkan pentingnya kita memperhatikan macam barang yang diperjualbelikan, ialah karena menurut kenyataan di samping adanya barang-barang yang mudah untuk menjualnya, ada pula barang-barang yang sukar untuk menjualnya. -
Hedging
Apabila transaksi jual beli yang diadakan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain pembayarannya tidak seketika, maka pihak pengekspor atau pihak pengimpor akan menanggung resiko yang timbul sebagai akibat adanya perubahan kurs valuta asing. untuk menghindari resiko yang timbul dari kemungkinan adanya perubahan kurs valuta asing, maka importir maupun eksportir dapat melakukan apa yang disebut hedging, yaitu dengan mengadakan forward exchange dengan bank. Dalam hal ini bank dengan mendapatkan pembayaran terlebih dahulu dari importir berjanji untuk menyerahkan sejumlah uang tertentu kepada importir seduai dengan apa yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Bagi eksportir, ia dapat memindahkan resiko yang timbul dari perubahan kurs valuta asing dengan jalan menjual surat wesel yang ditariknya atas importir kepada bank. Dengan demikian importir maupun eksportir tidak lagi menggung resiko yang timbul sebagai akibat dari adanya perubahan kurs valuta asing. -
Arbitrage
Kalau valuta asing yang terjadi di negara satu berbeda dengan kurs valuta asing yang terjadi dinegara lain, maka biasanya akan timbul apa yang biasa disebut arbitrage. Kalau di New York misalnya, kurs poundsterling Inggris yang terjadi menunjukkan £ 1 = US $ 2,00 sedangkan di London kurs poundsterling dalam £ 1 = US $ 2,10, maka kalau kita membeli poundsterling di New York untuk kemudian kita jual lagi di London, kita akan memperoleh keuntungan dari perbedaan kurs tersebut dan begitu juga sebaliknya. Tindakan semacam inilah yang kita sebut arbitrage. Tindakan arbitrage mempunyai pengaruh menghilangkan atau paling sedikit mengurangi perbedaan kurs valuta asing
antar puasat finansial yang lain atau antara negara yang satu dengan negara yang lain. Arbitrage dapat dijalankan diantara dua negara, dapat juga diadakan di antara tiga negara atau lebih.
Ekonomi
I n t e r n a s i o n a l | 48
SOAL-SOAL LATIHAN Jawablah soal essay di bawah ini, yang menurut pendapat Anda benar. 1. 2. 3. 4. 5.
Sebutkan contoh dari mata uang hard currency? Minimal 5. Sebutkan contoh dari mata uang soft currency? Minimal 4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan bursa valuta asing? Sebutkan contohnya. Jelaskan pengertian dari Pusat Financial Internasional? Jelaskan peranan Bank dalam lalu lintas pembayaran internasional?
Ekonomi Intern a s i o n a l | 49 BAB 7
PROSEDUR DASAR PEMBAYARAN INTERNASIONAL Cara-cara melakukan penyelesaian akhir hutang piutang antar negara, yaitu tidak lain adalah apa yang kita maksud dengan melaksanakan pembayaran internasional, merupakan hasil evolusi yang telah berlangsung berabad-abad lamanya. Mengenai bagaimana transaksi pembayaran antar negara dapat kita laksanakan, peranan kebiasaan, lembaga-lembaga finansial yang tersedia, konvensi internasional, dan peraturan-peraturan hukum yang berlaku di negara bersangkutan sangat besar peranannya.
7.1. Transaksi Pembayaran dan Transaksi Pembiayaan Kita menemukan bahwa setiap transaksi jual beli barang ataupun jasa terdiri atas tiga unsur, yaitu:
1. Terjadinya perjanjian, 2. Terjadinya penyerahan barang atau penunaian jasa, dan 3. Terjadinya pembayaran. Apabila ketiga kejadian tersebut di atas belum terealisir seluruhnya dan sepenuhnya, maka transaksi jual beli belum dapat dikatakan berakhir. Dalam transaksi jual beli di toko atau warung misalnya, ketiga kejadian tersebut terjadi hampir bersamaan. Sewaktu kita “menunjuk” sebungkus rokok yang dijajakan oleh seorang pedagang rokok dapat diartikan kita mengadakan perjanjian jual beli. Kejadian ini segera diikuti penyerahan rokok dari si pedagang rokok kepada si pembeli, yang berarti unsur kedua telah dilakukan. Kejadian pembayaran harga rokok dilaksanakan sesudah atau mungkin sebelum penyerahan barang dilakukan, kecuali kalau transaksi jual beli tersebut dilakukan dengan kredit. Apabila dengan kredit, maka dari saat penjual menyerahkan barang dagangannya sampai dengan saat ia menerima pembayaran, sebagian dari modal usahanya, yaitu sebesar kredit yang diberikan kepada pembeli, tidak bisa dikuasainya dalam arti tidak dapat dipergunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran perusahaan. Dalam hal ini penjualan dilakukan secara kredit, maka pihak penjual dikatakan membiayai, atau istilah lainnya membelanjai, transaksi jual beli tersebut. Dapat pula terjadi bahwa yang membiayai transaksi jual beli adalah pihak si pembeli, yaitu dalam hal misalnya untuk memesan barang yang dibutuhkannya di pembeli harus membayarnya di muka. Dalam hal si pembeli, yang mungkin juga merupakan importir, menanggung beban biaya modal atas modal yang tertanam dalam bentuk uang muka untuk jangka waktu dari saat pembayaran uang muka sampai saat diterimanya barang yang dipesannya. Dalam uraian di atas kiranya jelas bahwa dapat dan memang perlu dibedakan antara pembayaran dengan pembiayaan suatu transaksi jual beli. Setiap transaksi jual beli selalu mengenai adanya transaksi pembayaran. Transaksi pembayaran dapat dilaksanakan sebelum, sesudah, atau pada saat terjadinya penyerahan barang. Kalau pelaksanaan pembayaran terjadinya sesudah penyerahan barang
maka si penjual yang membiayai transaksi; sedangkan apabila pembayaran dilakukan pada saat penyerahan barang, tidak lagi ada masalah pembiayaan transaksi.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 50 Untuk transaksi-transaksi jual beli antar bangsa pada dasarnya sama dengan transaksi jual beli dalam negeri seperti yang diuraikan di atas. Hanya bedanya ialah karena jaraknya yang pada umumnya lebih jauh, maka waktu yang dibutuhkan untuk memindahkan barang dari pihak penjual ke pihak pembeli maupun waktu untuk berkomunikasi antara penjual dan pembeli relatif lebih lama. Hal ini menyebabkan transaksi jual beli antar bangsa selalu menyangkut masalah pembiayaan atau financing.
Pembiayaan transaksi luar negeri dapat dilakukan oleh importir oleh eksportir atau oleh bank. Pembiayaan oleh bank dimungkinkan mengingat bahwa transaksi-transaksi yang dilakukan eksportir maupun importir nilainya cukup besar. Pembiayaan transaksi luar negeri yang diadakan oleh bank pada umumnya dilakukan dengan cara menahan surat wesel atau surat-surat tagihan macam lainnya dengan terlebih dahulu membayar harga barang yang dikirim ke luar negeri kepada pihak pengekspor setelah dikurangi diskonto. 7.2. Cara-cara Pembayaran Internasional Pada umumnya dapat dibedakan empat kelompok cara melaksanakan pembayran atas kewajibankewajiban yang timbul dari transaksi-transaksi perdagangan, transaksi penanaman, modal, bantuan, dan sebagainya lagi, yang diadakan antara penduduk dua negara yang berbeda. Keempat cara tersebut ialah:
1. Kompensasi pribadi atau private compensation, 2. Menggunakan surat wesel dagang yang biasa disebut pula commercial bill of exchange atau commercial draft, 3. Pembayaran tunai atau cash payment, dan 4. Menggunakan letter of credit yang biasa disingkat L/C. 7.3. Surat Wesel Dagang Pada pokoknya ada tiga pihak dalam transaksi surat wesel yaitu: 1. ‘Drawer’ yaitu pihak penarik atau penulis wesel. Dalam transaksi perniagaan internasional, yang bertindak sebagai ‘drawer’ dengan sendirinya adalah eksportir. 2. ‘Drawee’ yaitu pihak kepada siapa surat wesel tersebut ditarik. Dalam perdagangan internasional dengan sendirinya yang bertindak sebagai drawee adalah importir. 3. ‘Payee’ yang sering juga disebut ‘benificiary’ yaitu pihak yang menerima pembayaran yang harus dilakukan oleh drawee atas perintah drawer. -
Jenis Surat Wesel Dagang
Surat wesel, yang juga disebut ‘commercial bill of exchange, commercial draft’ atau ‘trade bill’, dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Penggolongan didasarkan kepada ada tidaknya dokumen yang harus dilampirkan pada surat wesel. Dengan dasar tersebut, bisa dibedakan: 1) ‘clean draft’, yaitu surat wesel yang ditarik tanpa disertai dengan dokumen-dokumen.
Ekonomi
I n t e r n a s i o n a l | 51
2) ‘documentary draft’, yaitu surat wesel yang disertai dengan dokumen-dokumen. Dokumen-dokumen yang biasanya disertakan pada penarikan surat wesel ialah:
1) Konosemen (=‘bill of lading’) 2) Polis asuransi 3) Faktur (=‘invoice’) 4) ‘Packing List’ 5) ‘Certificate of Origin’ b. Penggolongan didasarkan pada jangka waktu pembayarannya. Jangka waktu pembayaran surat wesel biasanya disebut ‘tenor’ atau ‘usance’. 1) ‘Sight draft’ (biasanya disingkat S/D) atau surat wesel atas tunjuk yaitu surat wesel yang harus dibayar pada saat surat wesel diperlihatkan kepada ‘drawee’, atau paling lambat dalam waktu dua puluh empat jam terhitung dari saat penunjukkannya. 2) ‘Time draft’, yaitu surat wesel yang harus dibayar sekian hari sesudah surat wesel ditunjukkan atau sesudah surat wesel diakseptir atau sesudah tanggal tertentu yang ditetapkan dalam surat wesel. Surat wesel yang disebut terakhir biasa disebut ‘date draft’. Dapat pula dijanjikan surat wesel dibayar sesudah barang tersebut tiba. Surat wesel macam ini biasa disebut ‘arrival draft’. ‘Time draft’ yang berbentuk ‘date draft’ lebih banyak disukai oleh importir sebab jatuh temponya ditentukan dengan pasti; dan oleh karena itu pada umumnya juga ‘negotiable’. Dalam bentuk ‘date draft’, jangka waktu pembayaran biasanya ditetapkan tidak kurang dari 30 hari dan tidak lebih dari 180 hari. Sebaliknya, ‘time draft’ berbentuk ‘arrival draft’, jatuh temponya tidak dapat ditentukan sebelumnya, sebab jatuh temponya tergantung kepada kedatangan kapal yang mengangkut barangbarang yang dijual belikan. Oleh karena itu pada umumnya ‘arrival draft’ adalah ‘non-negotiable’. 7.4. Pembayaran Tunai Dengan cara pembayaran tunai ini, pembayaran dilakukan bersama-sama dengan surat pesanan atau menunggu diterimanya kabar bahwa barang telah dikapalkan oleh eksportir. Cara pembayaran semacam ini mempunyai beberapa kelemahan, yang antara lain ialah: a. Untuk pembelian barang tersebut importir harus menyediakan dana, walaupun barang yang dibelinya belum diterimanya. Dengan sendirinya dalam hal ini importir akan menanggung biaya kapital untuk modal yang ditanam dalam bentuk barang dalam pesanan. b. Dengan cara ini, importir menanggung beberapa macam resiko. Yaitu resiko mengenai sesuai tidaknya barang yang datang dengan barang yang dipesan, resiko keterlambatan datangnya barang dan resiko yang timbul dari jujur tidaknya pihak eksportir.
Apabila sekarang kita meninjau pengertian metode pembayaran tunai sebagai salah satu cara melaksanakan pembayaran internasional, dan bukan lagi dari segi pembiayaan, maka dapat
Ekonomi Intern a s i o n a l | 52 diketengahkan bahwa ada beberapa cara untuk melaksanakan pembayaran tunai internasional. Di antaranya yang banyak sekali dipakai ialah cara-cara pembayaran dengan menggunakan: 1. Surat wesel bank atas tunjuk, 2. Telegraphic transfer, 3. L/C tunai, 4. Travelers’ L/C, 5. Travelers’ check, 6. International Money order, 7. Cek perorangan atau personal check, dan 8. Uang kertas dan uang logam. 7.5. Letter of Credit ‘Letter of Credit’ yang biasa disingkat L/C, yang dimaksud di sini adalah ‘commercial letter of credit’ yang dapat didefinisikan sebagai surat yang dikeluarkan oleh bank atas permintaan pembeli sejumlah barang di mana bank sendiri yang mengakseptir dan membayar surat wesel yang ditarik oleh eksportir. Pada pokoknya ada tiga pihak dalam transaksi ‘letter of credit’, yaitu: 1.
‘opener’ yang sering disebut ‘account’, yaitu pihak yang mengajukan permintaan pembukaan letter of credit kepada bank. Sebagai ‘opener’ dalam perniagaan internasional adalah importir,
2.
‘isseuer’ atau ‘issuing bank’, yaitu bank di negara importir yang mengeluarkan letter of credit atas permintaan importir,
3.
‘beneficiary’ yang disebut juga accredite, yaitu pihak untuk siapa letter of credit dibuka. Dalam perdagangan internasional, pihak beneficiary adalah eksportir.
Di samping ketiga pihak tersebut di atas dalam transaksi ‘letter of credit’ sering ada tiga pihak lagi yang sifatnya membantu memperlancar pelaksanaan transaksi ‘letter of credit’ tersebut. Pihak-pihak yang kita maksudkan ialah: 1.
‘the confirming bank’, yang bertindak menjamin kredit tersebut,
2.
‘the notifying bank’, yang atas permintaan ‘issuing bank’ akan memberitahukan kepada ‘beneficiary’ bahwa telah dibuka L/C untuknya.
3.
‘the negotiating bank’, yaitu bank di negara eksportir yang membayar atau mengakseptir surat wesel yang ditarik oleh eksportir.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 53 Mengenai prosedur penggunaan ‘letter of credit’, pada garis besarnya dapat dituturkan sebagai berikut: 1. Eksportir dan importir saling bersepakat untuk mengadakan transaksi jual beli atas sejumlah barang, dengan syarat-syarat pembayaran misalnya: pembayaran dilakukan dengan ‘irrevocable letter of credit’ (= letter of credit yang tidak dapat dibatalkan) dan eksportir akan menarik surat wesel yang harus dibayar dalam waktu 90 hari. 2.
Sesudah ada persetujuan tersebut importir mengajukan permohonan pembukaan L/C dengan cara mengisi formulir yang disajikan oleh bank di tempatnya dan kemudian diserahkan kepada bank tersebut.
3.
Kalau bank memandang bahwa kredit kepada importir cukup terjamin, maka bank menerbitkan ‘letter of credit’. ‘Letter of credit’ ini kemudian dikirimkan kepada bank cabangnya atau bank korespondennya di negara eksportir.
4.
Kalau bank yang menerima ‘letter of credit’ tersebut menyetujui kredit tersebut maka olehnya eksportir diberitahu bahwa atas permintaan importir telah dibuka ‘letter of credit’ untuknya.
5.
Setelah eksportir menyerahkan semua dokumen-dokumen eksportir dapat menerima pembayaran atas surat wesel yang ditariknya atas ‘issuing bank’. Yang mengadakan pembayaran atau akseptasi ini adalah bank yang menerima dokumen-dokumen tersebut.
6.
Surat wesel beserta dengan semua dokumen yang diperlukan oleh ‘conforming bank’ dikirimkan kepada ‘issuing bank’, oleh karena dalam contoh surat wesel pembayarannya baru dilaksanakan sesudah sembilan puluh hari, maka bank hanya memberi akseptasi saja atas surat wesel tersebut. Dengan di akseptasinya surat wesel tersebut pada umumnya surat wesel diperjualbelikan.
7.
Kalau barang sudah sampai di tempat importir, bank dapat memberi izin kepada importir untuk menerima barang tersebut. Bank dapat juga meminta kepada importir untuk menandatangani ‘trust receipt’, yang merupakan perjanjian bahwa sebelum pembayaran seluruhnya dilaksanakan oleh importir hak milik atas barang ada di tangan bank. Dengan cara ini biasanya barang tersebut disimpan dalam gudang dan surat untuk mengeluarkan barang dari gudang diurus sendiri oleh bank. Kalau importir ingin mengambil barang tersebut dari gudang, misalnya dengan maksud untuk menjual atau untuk memakainya, terlebih dahulu ia harus mendapatkan izin dari bank.
8.
Sesudah tiga bulan lewat, tiba saatnya bagi importir untuk membayar seluruh hutangnya kepada bank. Apabila importir telah membayar surat wesel tersebut dan ‘issuing bank’ telah menyelesaikan pembayarannya kepada ‘confirming bank’, maka berati bahwa transaksi ‘letter of credit’ telah berakhir. Andaikan terjadi importir tidak melunasi seluruh kewajibannya, maka kerugian yang timbul akan dipikul bersama oleh ‘issuing bank’ dan ‘confirming bank’.
Perlu kiranya diketengahkan di sini, bahwa menurut kenyataan dalam praktek banyak sekali variasinya. Jadi apa yang kita uraikan di atas hanyalah merupakan gambaran umum mengenai mekanisme pembayaran dengan menggunakan ‘letter of credit’.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 54 7.6. Rekening Terbuka Metode rekening terbuka atau ‘open account’ ini merupakan salah satu cara membiayai transaksi perdagangan internasional dan bukan merupakan cara melaksanakan pembayaran. Dari segi pembiayaan transaksi jual beli, metode rekening terbuka dapat dipandang sebagai lawan daripada metode pembayaran di atas. Dengan cara ‘open account’ ini, eksportir mengirimkan barang kepada importir tanpa adanya dokumen-dokumen untuk meminta pembayaran. ‘Commercial invoice’ atau faktur dipakai sebagai tanda hutang. Pembayaran dilakukan setelah barang tersebut laku atau sesudah satu sampai dengan tiga bulan setelah tanggal pengiriman, sesuai dengan perjanjian yang mereka sepakati bersama. Dari uraian di atas dapat kita temukan segi-segi kelemahan metode ‘open account’ ini antara lain ialah: a. b. c.
Resiko bagi eksportir sangat besar disebabkan tidak dipergunakannya dokumen-dokumen yang menjamin pembayaran tersebut. Eksportir harus membiayai seluruh transaksi tersebut. Resiko yang timbul sebagai akibat adanya perubahan kurs devisa dalam cara ini juga sangat besar.
Di samping kelemahan-kelemahan tersebut cara ‘open account’ ini mempunyai segi-segi yang menguntungkan juga, yaitu: a. b.
Prosedurnya sangat sederhana, Karena prosedurnya yang sederhana tersebut, maka biaya pelaksanaannya pun akan rendah. Biaya dengan menggunakan cara semacam ini pada umumnya lebih rendah daripada menggunakan ‘bill of exchange’ atau dengan ‘letter of credit’,
Bagi importir, cara semacam ini sangat menguntungkan, sebab untuk transaksi ini importir tidak perlu menyediakan modal. SOAL-SOAL LATIHAN Jawablah soal essay di bawah ini, yang menurut pendapat Anda benar. 1. 2. 3. 4. 5.
Jelaskan pengertian dari Surat Wesel Dagang? Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis Surat Wesel Dagang berdasarkan tiap-tiap penggolongannya? Jelaskan pengertian dari Letter of Credit? Sebutkan dan jelaskan 6 pihak yang terkait dengan Letter of Credit? Sebutkan keuntungan dan kelemahan Rekening Terbuka?
Ekonomi
I n t e r n a s i o n a l | 55
BAB 8
SISTEM KEUANGAN INTERNASIONAL Para sejarahwan, khususnya yang menekuni perjalanan perekonomian dunia, kebanyakan memandang tahun 870 sebagai salah satu tonggak sejarah perekonomian dunia, oleh karena mulai sekitar tahun itulah dalam perekonomian dunia dijumpai adanya jaringan keuangan antar negara yang sedemikian luas cakupannya dan sedemikian efektif bekerjanya, sehingga pantas untuk disebutnya sebagai sistem keuangan dunia. 8.1. Sistem Keuangan Internasional Kurun waktu yang mencakup masa satu abad lebih, yang dimulai dari tahun 1870 hingga sekarang ini, secara garis besar bisa dibagi menjadi tiga, yaitu: masa pra perang dunia, masa antar perang dunia dan masa pasca perang dunia. Dengan mendasarkan pada pengelompokan kurun waktu tersebut, melalui bab ini akan dicoba diuraikan secara garis besar sejarah perkembangan sistem moneter internasional untuk kurun waktu sekitar dua belas dasawarsa tersebut. 8.2. Kurun Waktu Pra Perang Dunia Sistem moneter internasional yang berlaku sampai dengan menjelang pecah perang dunia ialah sistem standar emas. Di antara sistem-sistem moneter dunia, sistem standar emaslah yang hingga saat ini memegang rekor dalam hal lamanya berfungsi. Sistem standar emas lahir bukan hasil prakarsa seseorang, melainkan sebagai hasil evolusi praktek-praktek melaksanakan transaksi ekonomi internasional pada umumnya dan transaksi-transaksi pembayaran antar negara pada khususnya. Oleh karena itu tidak mungkin ditetapkan dengan pasti kapan sistem standar emas dunia terjelma dan mulai berfungsi. Beberapa di antara sifat-sifat menguntungkan yang melekat pada sistem standar emas yang banyak disebut-sebut dalam literatur ialah: 1.
Stabilnya kurs valuta asing. Dalam sistem standar emas kurs valuta asing relatif stabil. Kurs yang terjadi selalu berada di sekitar kurs paritas arta yasa, yang tingginya tidak berubah-ubah. Kurs tersebut bisa bergerak ke atas atau ke bawah meninggalkan kurs arta yasa. Akan tetapi geraknya tersebut dibatasi oleh titik ekspor emas dan titik impor emas, yang pada kenyataannya dalam praktek jaraknya dapat dikatakan sangat sempit. Yang menentukan jarak antara kurs paritas arta yasa dengan kedua titik emas adalah biaya pengangkutan emas dari negara bersangkutan ke negara tujuan pembayaran per unit mata uang yang tingginya kurs kita permasalahkan. Semakin tinggi biaya transpor yang dikeluarkan, misalnya karena jaraknya lebih jauh, maka semakin lebar jarak antara titik ekspor emas dengan titik impor emasnya.
2.
Dalam sistem standar emas, defisit atau surplus neraca pembayaran berlangsungnya berkecenderungan tidak berlarut lama melainkan secara otomatis menyusut, untuk kemudian kembali ke keadaan seimbang lagi. Penyesuaian neraca pembayaran berjalan otomatis melalui mekanisme aliran emas-harga, yang sebutan aslinya ‘the price specie flow mechanism’
Semenjak dimulainya sistem standar emas hingga abad ke 20, sistem moneter internasional telah mengalami pasang surut. Perubahan dari satu sistem ke sistem yang lain diakibatkan oleh gejolak
Ekonomi Intern a s i o n a l | 56 ekonomi pada saat itu. Dengan mempelajari pengalaman historis akan dapat diperoleh gambaran bagaimana timbulnya ketidakstabilan ekonomi serta proses penyesuaian neraca pembayaran internasional apabila terjadi ketidakseimbangan. Berikut ini beberapa kelemahan dari sistem standar emas, di antaranya ialah: 1. Stabilitas dalam kurs valuta asing biasanya diikuti oleh ketidakstabilan tingkat harga. Dengan kurs valuta asing yang relatif sangat stabil tersebut, disekuilibrium neraca pembayaran mengakibatkan meningkat (atau menurunnya) jumlah yang yang beredar. Pada gilirannya perubahan jumlah uang yang beredar berkecenderungan mengakibatkan meningkatnya atau menurunnya tingkat harga dan juga tingkat kegiatan ekonomi. Jadi dengan perkataan lain, kirannya bisa disimpulkan, bahwa apabila terjadi aliran emas masuk, maka tingkat harga dan kegiatan ekonomi cenderung untuk naik. Sebaliknya apabila terjadi aliran emas keluar, maka kecenderungan akan terjadi menurunnya tingkat harga dan naiknya tingkat pengangguran. 2. Mekanisme penyeimbangan kembali neraca pembayaran dalam praktek sering tidak selancar seperti yang diungkapkan dalam teori. Hal ini antara lain disebabkan oleh adanya kecenderungan pemerintah negara bersangkutan ntuk tidak mematuhi ‘aturan permainan’ sistem standar emas. Apabila terjadi ‘gold outflow’ misalnya, maka melalui sistem perbankan seharusnya diikuti oleh menurunnya jumlah uang yang beredar mempunyai kecenderungan mengakibatkan meningkatnya pengangguran dalam negeri, maka pemerintah yang neraca pembayarannya mengalami defisit cenderung untuk mengambil tindakan yang justru berlawanan dengan aturan permainan tersebut. Pemerintah cenderung berusaha menghalang-halangi penurunan jumlah uang yang beredar dengan melalui berbagai kebijaksanaan moneter ekspansi yang antara lain berupa tindakan menurunkan diskonto bank sentral, menurunkan ‘legal reserve ratio’, melaksanakan ‘open market buying’, dan dapat juga dengan cara memperingan syarat-syarat perkreditan. 8.3. Kurun Waktu antar Perang Dunia Selama Perang Dunia I berkecamuk, sistem standar emas internasional berhenti berfungsi. Perekonomian-perekonomian nasional yang dalam masa sebelumnya satu dengan lainnya terintegrasikan melalui konvertibilitas mata uang-mata uang nasional terhadap emas, yang juga disertai dengan bebasnya emas bergerak dari satu negara ke negara lain, sebagai akibat pecahnya perang besar pada bulan Agustus 1914, terputuslah semua mata rantai hubungan-hubungan antar sistem moneter dan antar sistem harga negara yang satu dengan negara yang lain. Dengan perkataan lain, dalam keadaan perang perekonomian dunia terpecah-pecah menjadi satuan-satuan kecil perekonomian nasional dan tidak lagi memiliki mekanisme penyesuaian neraca pembayaran di antara sistem-sistem perekonomian tersebut, yang prosesnya berjalan secara otomatis. Selama masa perang kebanyakan negara mempraktekkan sistem pengawasan devisa. Dalam sistem pengawasan devisa, kurs valuta asing tidak lagi diserahkan kepada mekanisme pasar, akan tetapi ditentukan oleh pemerintah. Penggunaan valuta asing tidak lagi bebas, akan tetapi ditentukan oleh pemerintah melalui prosedur ‘exchange quota’. Dalam masa perang, kebanyakan perekonomian dijangkiti oleh gejala inflasi yang tinggi. Hal ini disebabkan kaena pemerintah dalam membiayai perangnya banyak menggunakan kebijakan anggaran belanja defisit yang ditutup dengan mencetak uang kertas. Sementara itu tidak sedikit jumlah negara yang pemerintahnya dalam membiayai perang juga menggunakan cadangan valuta asing beserta kekayaan luar negeri mereka, sehingga tidak sedikit yang pada akhirnya terpaksa statusnya sebagai negara kreditur ditanggalkan dan berganti dengan status baru, yaitu status negara debitur.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 57 Perang Dunia Pertama berjalan sekitar empat tahun. Dengan berakhirnya Perang Dunia, suasana ekonomi berubah dari suasana ekonomi perang menjadi suasana ekonomi damai pasca perang, di mana banyak kegiatan diarahkan kepada rekonstruksi, yaitu pembangunan kembali dari kerusakankerusakan pada berbagai sarana dan prasarana, serta pembenahan kembali lembaga-lembaga ekonomi mereka, baik yang swasta, semi swasta ataupun pemerintah, baik domestik maupun juga internasional. Khususnya dalam bidang moneter internasional dapat diketengahkan bahwa kurun waktu antara 19191926 merupakan kurun waktu di mana Inggris, Perancis, dan beberapa negara lainnya berusaha sampai berhasil kembali menggunakan sistem standar emasnya. 8.4. Kurun Waktu Pasca Perang Dunia Pertemuan Bretton Woods dihadiri oleh wakil-wakil dari 44 negara dan diselenggarakan pada tahun 1944 di Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat, berhasil disepakatinya pembentukan tiga buah lembaga ekonomi internasional antara lain adalah International Monetary Fund yang biasa disingkat IMF, International Bank for Reconstruction dan Development, yang biasa disingkat IBRD dan sering pula disebut World Bank atau Bank Dunia dan juga International Trade Organization yang biasa disingkat ITO. Melalui kebijakan-kebijakan ekonomi internasional/‘international economic policies’ yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga ekonomi internasional itulah diharapkan perekonomian dunia dapat terhindar dari terulangnya kembali malapetaka-malapetaka ekonomi yan muncul sesudah berakhirnya Perang Dunia I. IMF memiliki tugas utamanya berada dalam bidang moneter internasional, yang meliputi antara lain masalah penetapan kurs devisa, pemeliharaan kurs devisa, membantu negara-negara anggota dalam menghadapi kesulitan neraca pembayaran, dan sebagainya. Bank Dunia pada dasarnya diciptakan dengan tugas utama menggiatkan serta mempengaruhi arah aliran modal antar negara. Kalau yang menjadi perhatian Bank Dunia ialah masalah-masalah dalam bidang investasi internasional, maka ITO semulanya diserahi tugas untuk berusaha meningkatkan volume perdagangan dunia dengan cara meliberalisasikan perdagangan internasional. Akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa banyak negara tidak mau meratifikasinya sehingga akhirnya sama sekali lepas dari perhatian tanpa sempat melaksanakan misi yang diembannya. Untunglah, fakta sejarah menunjukkan bahwa perjanjian-perjanjian bilateral yang dicipta dalam kerangka GATT ternyata banyak yang berubah sifatnya menjadi multilateral dan juga berhasil dalam usaha menurunkan tarif dan rintangan-rintangan perdagangan dalam bentuk-bentuk lainnya, sejalan dengan keinginan masyarakat dunia yang sedianya hendak dicapai melalui ITO. Oleh karena itulah maka kiranya mudah dipahami akan tidak sedikitnya ungkapan yang menyebutkan bahwa GATT pada akhirnya mengambil alih tugas ITO dalam usaha meliberalisasikan perdagangan dunia. - Tujuan IMF Dalam statuta pendirian IMF disebut enam butir tujuan yang ingin dicapai oleh IMF, yaitu: 1. Untuk memajukan kerja sama moneter internasional dengan jalan mendirikan lembaga (IMF). 2. Untuk memperluas perdagangan dan investasi dunia. 3. Untuk memajukan stabilitas kurs valuta asing.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 58 4. Untuk mengurangi dan membatasi praktek-praktek pembahasan terhadap pembayaran internasional. 5. Untuk menyediakan dana yang dapat dipinjamkan dalam bentuk pinjaman jangka pendek atau jangka menengah yang dibutuhkan guna mempertahankan kurs valuta asing yang stabil selama neraca pembayaran mengalami defisit yang sifatnya sementara, sampai dapat diatasi dengan jalan menyesuaikan tingginya kurs devisa. 6. Untuk memperpendek dan memperkecil besarnya defisit atau surplus neraca pembayaran. - Fungsi IMF Di samping tujuan IMF di atas, IMF juga memiliki fungsi yaitu: 1. Meletakkan dasar yang kuat untuk pengaturan pembayaran internasional. 2. Sebagai tempat konsultasi, serta kerja sama di bidang pembayaran internasional. 3. Membantu mengatasi kesulitan neraca pembayaran internasional, baik dengan bantuan modal jangka pendek maupun panjang. 4. Menciptakan serta mendistribusikan cadangan internasional (dalam bentuk Special Drawing Rights). Untuk mencapai tujuan dan fungsi tersebut, IMF mengeluarkan berbagai macam kebijakan moneter internasional. Kebijakan-kebijakan tersebut, yang realisasinya dengan sendirinya dikeluarkan dalam bentuk peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan yang mendasar diuraikan di bawah ini. 1.
Nilai Paritas Mata Uang
Menurut ketentuan IMF, semua mata uang negara anggota harus ditetapkan nilai paritasnya terhadap US dollar atau terhadap emas dengan nilai ekuivalennya. Sedangkan mata uang US dollar ditetapkan konvertibel terhadap emas dengan perbandingan 1 ounce emas = $35. Nilai US dollar yang dinyatakan dalam satuan emas ini sama sekali tidak boleh diubah, kecuali dalam keadaan mendesak sekali. Oleh karena itu sistem Bretton Woods sering disebut-sebut termasuk kelompok sistem standar dollar emas atau ‘gold dollar standard system’, yang mempunyai makna bahwa dollar dan emas dipergunakan sebagai tonggak penilaian terhadap mata-mata uang negara-negara anggotanya. 2.
Kuota dan ‘Drawing Right’
Pemerintah negara-negara anggota perlu memiliki cadangan internasional (‘international reserves’) yang cukup besar. Cadangan internasional atau cadangan luar negeri tersebut dapat dipergunakan untuk menutup kekurangan penawaran atau ‘supply deficiency’ pada saat-saat jumlah valuta asing yang diminta melebihi jumlah yang ditawarkan. Sebaliknya pada saat neraca pembayaran mengalami surplus yang bersifat sementara, dana penyangga kurs valuta asing dipergunakan untuk membeli cadangan internasional yang dalam bursa terjadi kelebihan penawaran. Melihat kenyataan seperti ini maka meluaslah kekhawatiran akan timbulnya gejala terlalu sedikitnya cadangan internasional dunia untuk masa-masa pasca Perang Dunia II. Lebih-lebih lagi kalau hal ini dihubungkan dengan pengalaman akhir tahun duapuluhan di mana terlalu kecilnya alat-alat likuiditas internasional telah mengakibatkan timbulnya depresi dunia.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 59 3.
Sistem Kurs Mengambang Terkendali
Disebut juga dengan kurs distabilkan. Kurs bebas seperti yang telah disebutkan di atas sering menimbulkan ketidaktentuan kurs valuta asing, sehingga negara diharapkan dapat menerapkan pengendalian atau penstabilan kurs pada batas yang wajar. Kurs mengambang terkendali, dimana pemerintah mempengaruhi tingkat nilai tukas melalui permintaan dan penawaran valuta asing, biasanya sistem ini diterapkan untuk menjada stabilitas moneter dan neraca pembayaran. Pada dasarnya dalam sistem mengambang terkendali, nilai tukas ditentukan oleh kekuatan pasar, sehingga bebas bergerak naik maupun turun. Namun supaya tidak terjadi gejolak yang terlalu dahsyat, yang kriterianya ditentukan oleh Bank Sentral, pemerintah dapat campur tangan sampai batas-batas tertentu.
8.5. Sistem Moneter Internasional yang Berlaku sampai Sekarang Pada tahun 1972, IMF membentuk ‘Committe of Twenty ’, yang bertugas untuk menyusun rencana reformasi sistem moneter internasional secara menyeluruh. Terburu oleh timbulnya masalah perminyakan dunia, Committe of Twenty pada tahun 1974 hanya dapay menghasilkan ‘out line of reform’. Mulai saat itu perundingan berlangsung dengan skala yang lebih kecil. Akhirnya pada tahun 1976 dari pertemuan Jamaica dihasilkan ‘Second Amandement’ terhadap pasal-pasal persetujuan IMF. Di bawah ini disajikan uraian singkat mengenai isi ‘Second Amandement’ tersebut. - Patokan Kurs Devisa Penetapan nilai tukar mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain secara tetap; dilakukan dengan cara membeli dan menjual devisa untuk mempengaruhi pasar sehingga mencapai kurs yang diinginkan. -
Special Drawing Right
Special Drawing Right (SDR), pada tahun 1968 berhasil dimasukkan dalam Charter IMF. SDR tersebut mendapat julukan ‘paper gold’ atau emas kertas, dengan alasa bahwa SDR memang mempunyai fungsi sebagai emas moneter. Kapan dan sebesar berapa SDR diciptakan/dibuat, ditentukan bersama dalam sidang IMF. SDR yang dihasilkan dibagikan kepada semua negara anggota dengan jalan memindahbukukannya pada rekening negara bersangkutan. SDR betul-betul merupakan uang, oleh karena negara yang memiliki SDR dapat menggunakan SDR untuk melunasi kewajiban pembayaran.
-
Cadangan Emas
Dalam Amandemen kedua, emas secara resmi di‘demonetized’, dan fungsinya sebagai cadangan moneter dihapus. Harga resmi emas dihapus. Negara-negara anggota dilarang mengkaitkan nilai mata uangnya pada emas. Kewajiban IMF mentransfer emas kepada para anggotanya juga ditiadakan. Separuh dari cadangan emas dikembalikan kepada para anggota. Sisanya dijual dengan hrga lelang, hasilnya dipergunakan untuk menolong negara-negara miskin. -
Tentang Pengawasan
Sekalipun negara-negara anggota diberi keleluasaan untuk mengatur nilai mata uangnya sendiri, namun tidaklah berarti bahwa tindakan pengawasan atau ‘surveillance’ oleh IMF tidak diperlukan lagi. Dengan tegas disebutkan bahwa IMF diwajibkan untuk melaksanakan pengawasan yang ketat terhadap
Ekonomi Intern a s i o n a l | 60 kebijakan-kebijakan kurs devisa para anggotanya dan menggunakan prinsip-prinsip khusus pembinaan para anggotanya. Tiga prinsip khusus yang dimaksud ialah: a.
Negara anggota harus menghindarkan diri melakukan tindakan memanipulasikan kurs devisa dengan maksud menghalang-halangi penyeimbangan kembali neraca pembayaran atau untuk meningkatkan daya saing melawan hasil-hasil produksi para anggota lain secara tidak wajar.
b.
Negara anggota harus mengadakan intervensi terhadap nilai valuta asing di bursa valuta asing dengan tujuan untuk mengurangi gejolak pasar.
c.
Negara-negara anggota harus memperhitungkan kepentingan sesama anggota dalam menjalankan kebijakan-kebijakan intervensinya.
-
Fasilitas Kredit Dana IMF
Semenjak berdirinya IMF ialah sistem moneter internasional yang kita sebut Sistem Bretton Woods, IMF telah menghasilkan beberapa fasilitas-fasilitas kredit untuk membantu mengatasi kesulitan neraca pembayaran internasional tiap negara. Oleh karena itu ada baiknya kita mencoba meninjau perkembangan fasilitas-fasilitas kredit yang disajikan oleh IMF. Di bawah ini disajikan berbagai macam fasilitas tersebut yang disusun secara kronologis: 1.
Standby arrangements (1952). Fasilitas ini memberikan peluang kepada negara anggota guna mendapatkan dana pinjaman justru sebelum kesulitan neraca pembayaran terjadi.
2.
The Compensatory Financing Facility (1963). Fasilitas ini bertujuan untuk membantu negara anggota dalam mengatasi kesulitan neraca pembayaran sebagai akibat dari misalnya, kegagalan panen.
3.
The Extended Fund Facility (1974). Fasilitas ini bertujuan untuk membantu dengan memberi pinjaman bagi negara anggota yang menjumpai kesulitan neraca pembayaran yang ditimbulkan oleh faktor-faktor yang bersifat struktural yang memakan waktu cukup lama untuk penanggulangannya.
4.
The Trust Fund (1976). Fasilitas ini bertujuan untuk membiayai kredit-kredit pembangunan bagi para anggota yang memerlukan.
5.
The Supplementary Financing Facility (1976). Fasilitas ini bertujuan membantu negara-negara yang menemui kesulitan neraca pembayaran sebagai akibat membubungnya harga minyak bumi di pasar dunia.
6.
The Buffer Stock Facility. Fasilitas ini dibentuk dengan tujuan untuk membantu negara-negara anggota dalam membiayai pembelian bahan-bahan produksi, yang bagi negara bersangkutan sangat strategis.
Ekonomi
I n t e r n a s i o n a l | 61
SOAL-SOAL LATIHAN Jawablah soal essay di bawah ini, yang menurut pendapat Anda benar. 1. 2. 3. 4. 5.
Jelaskan sistem keuangan internasional yang berlaku pada saat pra Perang Dunia? Jelaskan apa yang terjadi pada sistem keuangan internasional pada saat Perang Dunia terjadi? Sebutkan 2 negara yang berhasil kembali menggunakan sistem standar emas? Sebutkan 3 lembaga ekonomi internasional (Sistem Bretton Woods)? Sebutkan dan jelaskan macam-macam fasilitas kredit dana IMF?
Ekonomi Intern a s i o n a l | 62 BAB 9
NERACA PEMBAYARAN INTERNASIONAL 9.1. Neraca Pembayaran Internasional Neraca pembayaran internasional suatu negara yang biasanya juga disebut neraca pembayaran, neraca pembayaran luar negeri, ‘balance of payments’, ‘balance of international payments’, atau ‘international balance of payments’, biasa didefinisikan sebagai suatu ikhtisar yang tersusun secara sistematik yang memuat semua transaksi-transaksi ekonomi luar negeri yang diadakan oleh penduduk negara bersangkutan, untuk jangka waktu tertentu. Pada umumnya jangka waktu yang digunakan adalah jangka waktu satu tahun. 9.2. Transaksi Ekonomi Internasional Di atas dikeumukakan bahwa materi neraca pembayaran internasional adalah transaksi-transaksi ekonomi internasional yang diadakan oleh penduduk negara yang mempunyai neraca pembayaran internasional tersebut. Pada umumnya transaksi-transaksi ekonomi berupa pemindahtanganan hak milik atas suatu benda dari tangan orang yang satu ke tangan orang yang lain ataupun berupa penunaian jasa yang dilakukan oleh orang yang satu untuk orang yang lain. Selain itu, perubahan susunan dan nilai hutang piutang serta kekayaan penduduk negara bersangkutan di negara lain juga tercakup dalam istilah transaksi ekonomi internasional. 9.3. Transaksi Kredit dan Transaksi Debet Dalam kita menggolongkan transaksi-transaksi internasional ke dalam transaksi kredit dan transaksi debit, prinsip-prinsip yang perlu kita perhatikan ialah: a.
Suatu transaksi merupakan transaksi kredit, apabila transaksi tersebut mengakibatkan timbul atau bertambahnya hak bagi penduduk negara yang mempunyai neraca pembayaran internasional tersebut untuk menerima pembayaran dari negara lain.
b.
Suatu transaksi merupakan transaksi debit, apabila transaksi tersebut mengakibatkan timbul atau bertambahnya kewajiban bagi penduduk negara yang mempunyai neraca pembayaran tersebut untuk mengadakan pembayaran kepada penduduk negara lain.
9.4. Dasar-dasar Waktu Pencatatan Transaksi Perdagangan Semua transaksi jual beli barang dan juga transaksi penunaian jasa selalu terdiri dari tiga fase, yaitu: 1.
Fase terjadinya perjanjian/penawaran;
2.
Fase penyerahan barang atau penunaian jasa; dan
3.
Fase pembayaran.
Dalam jual beli yang sederhana (misalnya: kita membeli sepatu di toko atau membeli besar di pasar), ketiga fase tersebut berlangsung pada saat yang hampir bersamaan. Di sini kita saksikan bahwa
Ekonomi Intern a s i o n a l | 63 ketiga fase dalam transaksi jual beli yang sederhana ini berlangsung dalam jangka waktu yang sangat pendek. Keadaan seperti ini sedikit sekali kita jumpai dalam dunia peniagaan antar negara. Jarak antara saat perjanjian, saat pengiriman, dan saat pembayaran untuk transaksi jual beli antar negara biasanya memakan waktu yang cukup lama; kebanyakan sampai berbulan-bulan, bahkan tidak jarang pula lebih dari satu tahun. Oleh karena itu, dalam menyusun suatu neraca pembayaran internasional, sangat perlu bagi kita untuk menetapkan dasar waktu yang mana yang harus kita jadikan sebagai pedoman dalam menentukan bahwa suatu transaksi telah terjadi. Sebab kalau tidak demikian, kita akan sukar untuk mengelakkan diri dari bahaya terjerumus pada kesalahan berupa pencatatan ganda yaitu kesalahan berupa pencatatan di mana satu transaksi dicatat beberapa kali. Sejalan dengan kenyataan bahwa transaksi jual beli terdiri atas tiga fase dalam pelaksanaannya, maka bagi kita dalam mengatasi persoalan di atas terbuka juga tiga macam pilihan time basis atau dasar waktu yang masing-masing mempunyai kebaikan-kebaikan serta kelemahan-kelemahannya sendiri-sendiri. Ketiga macam ‘time basis’ tersebut ialah: 1. Dasar waktu pembayaran atau ‘the payments time basis’ yang biasa juga disebut ‘the cash basis’ Di sini transaksi dianggap terjadi pada saat diadakan pembayaran. Bagi negara yang menggunakannya ‘exchange control’ cara seperti ini merupakan cara yang paling mudah dalam menggunakannya, oleh karena itu dalam penggunaan ‘exchange control’ semua pengeluaran serta penerimaan alat-alat pembayaran luar negeri harus seizin pemerintah. Akan tetapi cara seperti ini dapat menyebabkan neraca pembayaran yang kita susun memberikan gambaran yang menyesatkan. Misalnya saja, apabila negara kita mengimpor suatu barang dari luar negeri dengan kita menyusun neraca pembayaran internasional menggunakan ‘payments basis’, maka transaksi impor tersebut tidak akan kita temukan dalam neraca pembayaran internasional untuk periode di mana transaksi tersebut sebenarnya terjadi. Sedangkan pada tahun pembayarannya, di mana pemasukan barang-barang termaksud sebenarnya sudah tidak ada lagi, baru di situ kita temukan pencatatannya dalam neraca pembayaran. 2. Dasar waktu perjanjian atau ‘the transaction time basis’ Di sini ekspor dan impor dianggap terjadi bukan pada saat pembayarannya, melainkan pada saat perjanjian ditandatangani. Dengan digunakannya cara ini, kelemahan yang timbul sebagai akibat penggunaan kredit dalam transaksi ekspor dan impor dapat kita hindarkan. Akan tetapi kesulitan yang sama beratnya akan timbul kalau terjadi suatu kontrak jual beli yang meliputi jangka waktu sampai beberapa tahun. 3. Dasar waktu penyerahan atau ‘the movement time basis’ Di sini transaksi ekspor dianggap terjadi pada saat barang meninggalkan daerah pabean negara pengekspor, sedangkan transaksi impor dianggap terjadi pada saat barang memasuki daerah pabean negara pengimpor. Ditinjau dari segi pengaruhnya terhadap ‘tingkat konsumsi’ serta sebagian dari pengaruhnya terhadap ‘tingkat employment’ dan ‘tingkat harga’, tima basis semacam ini lebih tepat untuk dipergunakan bila dibandingkan dengan kedua macam time basia yang kita terangkan di atas.
Akan tetapi, di samping kebaikan-kebaikan tersebut, ‘movement basis’ ini mempunyai kelemahan berupa tidak mampunya ‘movement basis’ untuk mencerminkan perubahan-perubahan
Ekonomi Intern a s i o n a l | 64 posisi finansial luar negeri yang diakibatkan oleh transaksi-transaksi ekspor dan transaksi impor tersebut. 9.5. Pos-pos Dasar Neraca Pembayaran Pengelompokkan lebih lanjut ke dalam pos-pos dasar seperti di bawah ini merupakan suatu cara pengelompokan yang banyak dijumpai dalam buku-buku teks dalam bidang ekonomi internasional. Pos-pos Dasar: a. Transaksi Dagang (‘Trade’) Yang kita catat dalam pos ini ialah semua transaksi ekspor dan transaksi impor barang-barang dan jasa. Ekspor barang-barang dan ekspor jasa kita catat dalam pos perdagangan di sebelah kredit, sedangkan transaksi impor barang dan impor jasa-jasa kita catat dalam pos perdagangan di bagian kredit. Transaksi perdagangan kita sebut visibel trade, apabila benda yang kita ekspor atau yang kita impor adalah benda ekonomi yang berwujud. Sedangkan apabila yang kita ekspor atau yang kita impor merupakan penunaian jasa, maka transaksi tersebut kita golongkan sebagai ‘invisible trade’ atau transaksi jasa. b.
Pendapatan Modal (‘Income on Investment’)
Pos ini meliputi semua transaksi penerimaan pendapatan yang berasal dari penanaman modal kita di luar negeri dan penerimaan pendapatan oleh penduduk negara lain yang merupakan akibat adanya modal asing yang tertanam dalam perekonomian kita. Pendapatan yang kita maksud di sini dapat berbentuk keuntungan, dividen, dan bunga. Keuntungan, dividen, dan bunga yang diterima oleh penduduk negara kita, pada neraca pembayaran internasional kita akan terlihat sebagai transaksi kredit pada pos ‘income on investment’. Sedangkan keuntungan, dividen, dan bunga yang dibayar oleh penduduk negara kita kepada penduduk negara lain yang memiliki perusahaan yang tempat kedudukannya di negara kita atau yang memiliki surat-surat obligasi yang diterbitkan oleh badan-badan swasta di negara kita ataupun yang diterbitkan oleh pemerintah, atau yang memberikan pinjaman berbunga kepada penduduk negara kita dalam bentuk-bentuk lainnya, semuanya adalah merupakan transaksi debit pendapatan modal pada neraca pembayaran internasional kita. Dalam pos ini kita catat juga laba yang tidak dibagikan dari cabang-cabang perusahaan asing yang ada di negara kita.
c.
Transaksi-transaksi Unilateral (‘Unilateral Transaction’)
Yang tergolong dalam transaksi unilateral antara lain ialah transaksi-transaksi hadiah, bantuan dan transfer unilateral. Berbeda dengan transaksi jual beli, transaksi hadiah atau ‘gifts’ tidak mengakibatkan timbulnya kewajiban bagi si penerima barang untuk mengadakan pembayaran harganya kepada si penyerah barang tersebut. Dari segi si pemberi hadiah, transaksi penyerahan barang tidak pula menimbulkan hak kepadanya untuk menerima pembayaran dari si penerima barang. Transaksi yang tidak menimbulkan hak atau kewajiban secara yuridis adalah merupakan transaksi sepihak yaitu yang biasa disebut transaksi unilateral. Selain ‘gift’ atau hadiah, yang tergolong sebagai transaksi unilateral ialah transaksi-transaksi aids atau bantuan, dan transaksi ‘unilateral transfer’.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 65 d.
Penanaman Modal Langsung (‘Direct Investment’)
Dalam istilah neraca pembayaran internasional yang tergolong sebagai transaksi ‘direct investment’ ialah transaksi jual beli saham dan perusahaan yang diadakan oleh penduduk negara yang satu dengan penduduk negara yang lain dan penanaman modal langsung yang diadakan oleh penduduk suatu negara di negara lain. Bagi suatu negara ops ‘direct investment’ akan didebit kalau dalam tahun bersangkutan ada di antara penduduknya yang membeli saham dari penduduk negara lain, atau membeli perusahaan dari tangan penduduk negara lain atau mendirikan perusahaan di negara lain.
Sebaliknya, neraca pembayaran internasional suatu negara pos investasi langsungnya akan dikredit apabila di antara penduduknya ada yang menjual saham kepada penduduk negara lain atau apabila ada penduduk asing yang mendirikan perusahaan di wilayah kekuasaannya. e.
Hutang piutang jangka panjang (‘Long term Loan’)
Yang tercatat pada pos ini meliputi semua transaksi kredit jangka panjang. Pada umumnya yang dimaksud dengan kredit jangka panjang ialah kredit dengan jangka waktu pembayaran lebih dari satu tahun. Jual beli surat-surat obligasi antara penduduk negara yang memiliki neraca pembayaran internasional dengan penduduk negara lain termasuk dalam kategori ini juga. Dengan demikian suatu neraca pembayaran pos ‘long term laon’nya akan dikredit apabila penduduk negaranya ada yang berhasil menjual surat-surat obligasi (entah surat obligasi tersebut surat obligasi yang diterbitkan oleh penduduk negara lain ataukah surat obligasi tersebut surat obligasi yang diterbitkan oleh penduduk negara bersangkutan) kepada penduduk negara lain, penduduk negara tersebut menerima pembayaran kembali pinjaman-pinjaman jangka panjang yang dipinjamkan kepada penduduk negara-negara lain dan apabila penduduk negara tersebut dalam tahun neraca pembayaran mendapatkan pinjaman jangka panjang dari penduduk negara lain. Sedangkan transaksi-transaksi yang berkebalikan dengan transaksi-transaksi tersebut dengan sendirinya merupakan transaksi debit pada pos ‘long term loan’. Lebih lanjut transaksi hutang piutang jangka panjang ini bisa dibedakan antara transaksi hutang piutang jangka panjang pemerintah dan transaksi hutang piutang jangka panjang swasta. f.
Hutang piutang jangka pendek (‘Short term Capital’)
Uraian mengenai pos ini sama dengan uraian pos ‘long term loan’, hanya saja bedanya ialah bahwa dalam pos ‘long term laon’, transaksi hutang piutang yang dicatat adalah hutang piutang jangka panjang, sedangkan dalam pos ‘short term capital’ transaksi hutang piutang yang dicatat hanyalah transaksi hutang piutang jangka pendek,yang jatuh temponya tidak melebihi satu tahun. g. Sektor Moneter (‘Monetary Sector’) Transaksi-transaksi yang terjadi pada pos sektor moneter pada dasarnya merupakan transaksitransaksi pembayaran. Yaitu pembayaran terhadap transaksi-transaksi yang tercatat pada ‘current account’ ( = transaksi-transaksi perdagangan, pendapatan modal dan transaksi unilateral), dan ‘investment account’ ( = transaksi-transaksi penanaman modal langsung, hutang piutang jangka panjang dan hutan piutang jangka pendek bukan moneter). Apabila jumlah pengeluaran untuk
‘current account’ dan ‘investment account’ perbedaannya merupakan defisit yang harus ditutup dengan saldo kredit pada ‘monetary sector’.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 66 Sektor moneter sendiri terdiri dari: 1.
Bank Sentral: - Hubungan dengan IMF Pos hubungan dengan IMF akan terisi apabila cadangan pada IMF dan saldo SDR ( = Special Drawing Right) mengalami perubahan. Kerja sama antar bank sentral dari berbagai negara memungkinkan mereka dalam batas-batas tertentu saling membantu mengatasi kesulitan likuiditas luar negeri negara-negara anggotanya yang sangat mendesak dan berlangsung tidak lama dengan fasilitas yang disebut ‘swap’. Transaksi swap ini akan tercatat pada pos kewajiban-kewajiban jangka pendek.
- Kewajiban-kewajiban jangka pendek - Mutasi cadangan devisa Mutasi cadangan devisa merupakan pos di mana dicatat transaksi-transaksi penerimaan dan pemakaian valuta asing. Di samping dollar Amerika Serikat, valuta-valuta asing yang kita pakai dalam transaksi-transaksi pembayaran internasional ialah Dollar Australia, Shillings Austria, francs Belgia, Dollar Canada, Kroner Denmark, mark Jerman, francs Perancis, Dollar Hongkong, lire Italia, Yen Jepang, escudos Portugis, Poundsterling, Dollar Singapura, Kroner Swedia, dan franc Swiss. Baik untuk bank sentral maupun untuk bank-bank swasta, penerimaan valuta asing dari luar negeri akan merupakan transaksi debit, sedangkan pemakaian valuta asing ke luar negeri merupakan transaksi kredit pada masing-masing pos. - Mutasi cadangan emas moneter Ke dalam pos mutasi cadangan emas moneter dicatat perubahan-perubahan yang terjadi pada besarnya cadangan emas moneter. Yaitu apabila terjadi aliran emas moneter ke luar negeri, yang biasa disebut ‘gold outflow’, pos ini kita kredit, sedangkan sebaliknya kalau ada aliran emas moneter ke dalam negeri, yang biasa disebut juga ‘gold inflow’, pos ini kita debit. 2. Bank-bank devisa: - Kewajiban-kewajiban jangka pendek - Mutasi cadangan devisa 9.6. Neraca Hutang Piutang Luar Negeri Kalau neraca pembayaran suatu negara mengikhtiarkan semua transaksi ekonomi luar negeri yang diadakan oleh oleh penduduk negara bersangkutan dengan penduduk negara lain, ‘balance of indebtedness’ atau neraca hutang piutang luar negeri mengikhtiarkan nilai semua kekayaan penduduk
negara tersebut di luar negeri, besarnya hutang piutang penduduk negara tersebut dengan penduduk negara lain, serta harta kekayaan milik penduduk negara lain yang ada dalam perekonomian negara tersebut. Karena yang dicatat adalah keadaan harta kekayaan dan utang piutang bukan suatu transaksi, maka sebagai dasar pencatatannya adalah waktu (momen) tertentu. Kesulitan yang dihadapi di dalam penyusunannya antara lain:
Ekonomi Intern a s i o n a l | 67 a.
Pengumpulan datanya. Hal ini disebabkan karena: - Pemerintah sendiri tidak mempunyai administrasi yang baik dalam pencatatan kekayaan penduduknya yang ada di luar negeri. - Mungkin penduduknya sendiri, secara diam-diam tidak melaporkan kekayaannya yang ada di luar negeri.
b. Dalam penentuan nilai kekayaan. Misalnya perusahaan-perusahaan asing yang ada di Indonesia, bagaimanakah nilai bersihnya, amatlah sukar ditentukan. 9.7. Neraca Transaksi Berjalan Adalah ringkasan arus dana antara suatu negara tertentu dengan negara-negara lain yang disebabkan oleh pembelian barang atau jasa, atau cadangan laba dalam bentuk asset keuangan. Semua transaksi barang dan jasa yang dicatat dalam Neraca Perdagangan, yang terdiri atas: 1.
Neraca perdagangan barang (visible trade); a. Barang-barang b. Emas bukan moneter
2.
Neraca jasa (invisible trade); a.
Ongkos pengangkutan dan asuransi
b.
Hasil turisme
c.
Pendapatan modal
d.
Pemerintah
e.
Pos dan telekomunikasi
f.
Jasa-jasa lainnya
SOAL-SOAL LATIHAN Jawablah soal essay di bawah ini, yang menurut pendapat Anda benar. 1. 2. 3. 4.
Sebutkan pengertian dari Neraca Pembayaran Internasional? Apa yang termasuk dalam Transaksi Ekonomi Internasional? Jelaskan apa yang disebut Transaksi Kredit dan Transaksi Debet? Apa yang menjadi Pos-pos Dasar Neraca Pembayaran Internasional?
5.
Jelaskan tiga macam Time Basis Pencatatan Transaksi Perdagangan Internasional?
Ekonomi
I n t e r n a s i o n a l | 68
BAB 10
NERACA PERDAGANGAN, PENDEKATAN PARSIAL DAN PENDEKATAN PENDAPATAN NASIONAL Konsepsi kurva permintaan dan penawaran pasar dapat dipergunakan untuk menerangkan baik perdagangan antar daerah maupun perdagangan antar negara. Oleh karena konsepsi ini hanya memperhatikan sebagian kecil saja dari perekonomian, yaitu bahkan hanya memperhatikan satu komoditi saja, dan tidak memperhatikan sama sekali pantulan yang mungkin timbul dari sektor-sektor lainnya dalam perekonomian, maka pendekatan ini dapat dikategorikan sebagai pendekatan parsial atau lengkapnya ‘partial equilibrium analysis’. Mula-mula akan diuraikan penggunaan model tersebut di atas untuk menerangkan perdagangan antar daerah. Dengan memasukkan unsur kurs devisa ke dalam model tersebut berarti kita telah menerangkan penggunaan model analisis parsial untuk perdagangan antar negara. Unsur biaya transpor, bea impor atau ekspor, subsidi impor atau ekspor, kurva permintaan impor dan penawaran ekspor, elastisitas serta kebijaksanaan devaluasi dan revaluasi pengaruhnya terhadap impor dan ekspor, akan dibahas pula dalam bab ini, juga dengan mempergunakan pendekatan ekuilibrium parsial.
10.1. Perdagangan antar Daerah dan Bangsa Dengan menyadari adanya perbedaan-perbedaan antar daerah dalam hal jumlah penduduk, pendapatan masyarakat baik total, per kapita ataupun pendistribusiannya, kesukaan, seleran atau cita rasa penduduk, keanekaragaman barang dan jasa yang tersedia, dan seterusnya, maka kiranya mudah dipahami bahwa kurva permintaan pasar akan barang yang sama tendensinya berbeda-beda antar daerah yang satu dengan daerah yang lain. Untuk mudahnya kita misalkan suatu negara terdiri dari dua pulau, yaitu pulau A dan pulau B, yang mula-mula sama sekali tidak ada kontak atau hubungan di antara masyarakat kedua pulau tersebut. Pada gambar 10.1.1. kita gambar kurva permintaan pasar masyarakat pulau A akan barang DADA, sedangkan kurva yang serupa untuk masyarakat pulau B kita tandai DBDB.
Seperti halnya dengan kurva permintaan, kurva penawaran pasar akan suatu barang juga tendesinya berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Hal ini disebabkan oleh karena pada umumnya baik kuantitas, kualitas maupun komposisi sumber-sumber daya yang ada di daerah yang satu berbeda dengan yang ada di daerah lain. Pada gambar 10.1.1. kurva penawaran pasar akan barang X untuk penduduk pulau A digambar sebagai kurva S ASA, sedangkan untuk penduduk pulau B sebagai kurva SBSB.
Ekonomi
I n t e r n a s i o n a l | 69
Gambar 10.1.1 Perdagangan antar daerah: Pendekatan Ekulibrium Parsial
Kalau misalnya mula-mula sama sekali tidak ada kontak antara penduduk pulau A dengan penduduk pulau B. Dalam keadaan demikian maka keadaan ekuilibrium pasar di pulau A dan di pulau B akan terbentuk dengan nilai-nilai ekuilibrium: 1) Di pulau A: (a) Harga ekuilibrium barang X = OPA/X (b) Jumlah konsumsi barang X = OXA/bulan (c) Jumlah produksi barang X = OXA/bulan 2) Di pulau B: (a) Harga ekuilibrium barang X = OPB/X (b) Jumlah konsumsi barang X = OXB/bulan (c) Jumlah produksi barang X = OXB/bulan Dari contoh di atas jelas bahwa dalam keadaan tertutup, yaitu tidak ada hubungan dagang dengan daerah lain, dalam keadaan ekuilibrium jumlah produksi selalu sama dengan jumlah konsumsi. Sekarang kita tinjau apa yang terjadi kalau suatu ketika terbentuk kontak antara penduduk pulau A dengan penduduk pulau B? Dengan sendirinya dengan adanya kontak tersebut para konsumen di pulau A akan mengetahui bahwa harga barang X di pulau B lebih rendah bila dibandingkan dengan harga barang X di pulau tempat kediamannya sendiri, sehingga mereka akan berusaha membeli barang X dari pulau B. Sebaliknya yang terjadi di pulau B ialah bahwa harga satuan barang X di pulau A lebih tinggi daripada harga per satuan barang X di pulau tempat tinggal mereka. Oleh karena itu para produsen di pulau B, didorong oleh keinginan memperoleh keuntungan yang lebih tinggi, akan berusaha menjual hasil produksinya berupa barang X ke pulau A. Oleh karena keinginan para konsumen di pulau A untuk membeli barang X dari pulau B mempunyai sifat komplementer dengan keinginan para produsen di B untuk menjual hasil produksinya ke pulau A, maka kiranya mudah dipahami kalau kemudian terjadi jual beli barang X antara penduduk pulau B dengan penduduk pulau A.
Terjadinya transaksi jual beli barang X antara penduduk pulau A dengan penduduk pulau B yang berupa mengalirnya barang X dari pulau B ke pulau A, mengakibatkan di satu pihak bertambahnya jumlah barang X yang dapat dibeli oleh para konsumen di pulau A, dilain pihak di pulau B terjadi pengurangan jumlah barang X yang dapat dibeli oleh konsumen setempat. Sebagian akibat dari kejadian ini maka harga barang X di pulau A mempunyai tendensi untuk turun sedangkan di pulau B bertendensi untuk naik.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 70 Akibat selanjutnya ialah, dikarenakan oleh menurunnya harga barang X di pulau A, maka jumlah barang X yang oleh para konsumen pulau A ingin dan sanggup untuk membelinya untuk dikonsumsi bertambah. Kejadian yang sebaliknya terjadi di pulau B. Sebagai akibatnya meningkatnya harga barang X di pulau B, maka kesediaan para konsumen untuk membeli barang X akan menurun. Produsen dilain pihak memberikan reaksi yang berkebalikan dengan reaksi para konsumen. Sebagai akibat menurunnya harga barang X di pulau A maka produsen barang X di pulau A akan mengurangi produksinya. Sebaliknya para produsen di pulau B; melihat harga pasar barang yang dihasilkan naik, kesediaan mereka untuk menghasilkan barang X meningkat. Sebagai akibat bertambahnya konsumsi dan berkurangnya produksi barang X di pulau A menyebabkan adanya kelebihan konsumsi dari produksi. Sebaliknya di pulau B di mana terdapat peningkatan produksi dan penurunan konsumsi akan terjadi kelebihan produksi di atas konsumsi. Mudahlah kiranya dipahami bahwa kelebihan konsumsi barang X di pulau A akan dipenuhi dari pengiriman kelebihan produksi di pulau B. Proses perubahan di atas, yaitu perubahan harga, perubahan kuantitas yang dihasilkan dan perubahan kuantitas yang dikonsumsi untuk barang X, baik pulau A maupun pulau B akan berjalan terus dan akan terhenti hanya apabila jumlah kelebihan produksi barang X di pulau B telah sama dengan jumlah atau kuantitas kelebihan konsumsi barang X oleh penduduk pulau A. Dalam contoh gambar 10.1.1. perubahan-perubahan tersebut di atas terhenti pada ketinggian harga baik di pulau A maupun di pulau B untuk barang X perunit setinggi OP, sebab pada ketinggian hara tersebut besarnya kelebihan konsumsi barang X di pulau A, yang dapat pula disebut supply deficiency, kekurangan penawaran atau kelebihan permintaan barang X sebesar K sama dengan besarnya kelebihan penawaran barang X, yang biasa juga disebut adanya excess supply atau adanya surplus barang X di negara B, yang besarnya sama dengan L. Perlu di sini diketengahkan bahwa kesamaan harga ekuilibrium barang X di daerah minus barang X pulau A dengan harga ekuilibrium barang X di daerah surplus barang X pulau B adalah didasarkan kepada asumsi bahwa untuk memindahkan barang X dari pulau B ke pulau A, atau sebaliknya, sama sekali tidak dibutuhkan pengeluaran biaya transpor. Setelah kita menemukan harga ekuilibrium barang X yang baru, yaitu setinggi OP, baik di pulau A maupun di pulau B, maka kita akan dapat mengetahui pula besarnya produksi dan konsumsi barang X tersebut baik di A maupun di B. Di pulau A, jumlah produksi ekuilibrium barang X sebesar OX AP, dan jumlah konsumsi ekuilibrium barang X sebesar OXAK. Di pulau B, jumlah produksi ekuilibrium barang X sebesar OXBP unit dan jumlah konsumsi ekuilibrium untuk barang yang sama sebanyak OX BK.
Dari contoh di atas jelas kita saksikan bahwa (dengan asumsi dari waktu ke waktu tidak ada perubahan persediaan barang bersangkutan): 1) Untuk daerah surplus berlaku: produksi minus penjualan ke daerah lain sama dengan konsumsi;
2) Untuk daerah minus berlaku: produksi plus pembelian dari daerah lain sama dengan konsumsi.
Analisa permintaan dan penawaran yang dipergunakan untuk menerangkan perdagangan antar daerah seperti diuraikan di atas sepenuhnya berlaku juga untuk perdagangan antar bangsa, yang kita sebu juga perdagangan antar negara atau perdagangan internasional. Perbedaan jumlah penduduk, perbedaan pendapatan, perbedaan kesukaan, dan perbedaan keanekaragaman barang dan jasa yang tersedia bagi konsumen menyebabkan permintaan pasar akan suatu barang berbeda dari negara yang satu dengan negara yang lain. Dilain pihak apa yang biasa disebut factor endowment, yaitu kuantitas,
Ekonomi Intern a s i o n a l | 71 kualitas dan komposisi sumber-sumber daya, berbeda antara negara yang satu dengan negara yang lain menyebabkan kurva penawaran pasar akan suatu barang atau jasa juga berbeda antara negara yang satu dengan negara yang lain. Dari kesamaan-kesamaan ini dapat ditraik kesimpulan bahwa analisis perdagangan antar daerah yang menggunakan konsepsi permintaan dan penawaran sepenuhnya dapat dipergunakan untuk menerangkan perdagangan antar negara. Di samping sifat-sifat yang sama seperti disebutkan di atas ada dua hal pokok yang banyak dijumpau dalam lalu lintas perdagangan antar bangsa tetapi jarang kita jumpai dalam lalu lintas perdagangan antar daerah yaitu: 1) Mata uang yang berlaku di negara pengimpor pada umumnya berbeda dengan mata uang yang berlaku di negara pengekspor. Kenyataan ini menyebabkan timbulkan masalah-masalah, seperti misalnya: kurs devisa, resiko perubahan kurs devisa, cadangan valuta asing dan lain-lain lagi. 2) Kebijakan pemerintah, seperti misalnya, bea atau tarif, kuota, subsidi dan sebagainya, banyak dikenakan pada perdagangan antar daerah. Uraian lebih lanjut mengenai hal ini akan disajikan pada sub-bab berikutnya. Telah disebutkan bahwa sebagai akibat berbedanya mata uang yang digunakan di negara pengimpor dengan yang digunakan di negara pengekspor timbul berbagai masalah, antara lain ialah kurs valuta. Kurs valuta asing merupakan harga valuta asing per satuan uang dasar dinyatakan dalam mata uang negara bersangkutan. Kalau misalnya dikatakan bahwa kurs dollar Australia setinggi Rp. 700,- maka kalau seorang impor ingin melunasi hutangnya sebesar $A 100, a harus mengeluarkan uang rupiah sebanyak Rp. 70.000,- untuk dibelikan dollar Australia, yang kemudian dikirimkan kepada pihak eksportir di Australia. Apabila kita ingin menggunakan model analisis perdagangan antar daerah dengan menggunakan konsepsi permintaan dan penawaran untuk menerangkan perdagangan antar negara, kita perlu memasukkan unsur kurs valuta ke dalam model analisis kita. Untuk maksud ini kita perhatikan gambar 10.1.2. Kuadran ke I, yang dapat juga disebut kuadran timur laut kita pergunakan untuk menggambarkan kurva permintaan pasar dan kurva penawaran pasar akan barang X untuk perekonomian Indonesia, yang oleh karenanya sumbu harga itu ditandai dengan Rp/X. Kuadran ke II, atau kuadran tenggara, kita pergunakan untuk menggambarkan kurva permintaan pasar dan kurva penawaran pasar akan barang X untuk perekonomian Australia, yang oleh karenanya sumbu harganya kita tandai dengan $A/X. Kuadran ke III, yaitu kuadran barat daya hanya kita pergunakan sebagai garis pertolongan yang dapat memindahkan nilai $A horisontal tanpa mengubah nilainya. Dengan demikian, garis pertolongan tersebut harus mempunyai sudut 45 O. Akhirnya, kuadran ke IV, yang dapat kita sebut sebagai kuadran barat laut, kita pergunakan untuk menunjukkan tingginya kurs valuta asing, yang dalam contoh kita adalah kurs dollar Australia. Garis OK kita sebut garis kurs. Garis kurs ini mempunyai sudut yang besar-kecilnya tergantung pada tinggi-rendahnya kurs valuta asing yang berlaku dan juga pada ukuran skala yang dipakai oleh sumber $A dan sumbu Rp.
Dengan kurs Rp. 700,-/$A, yang dapat pula diungkapkan dengan $A 1 = Rp. 700,-, maka pada gambar 10.1.2 garis kurs dollar Australia lawan rupiah terlihat sebagai garis kurs OK. Apabila, kita ingin mengetahui berapa nilai $A 0,50 pada skala sumbu $A. Titik ini kita bawa ke atas hingga sampai pada garis kurs OK. Titik yang kita temukan ialah titik K. Dari titik K ini kita bawa mendatar hingga sampai pada sumbu Rp. Pada sumbu Rp ini titik yang kita temukan mempunyai nilai Rp. 350,-. Ini berarti bahwa uang Australia sebanyak $A 0,50 dengan kurs yang berlaku mempunyai nilai yang sama dengan Rp. 350,-. Kalau kita ingin mengetahui nilai sejumlah uang rupiah dinyatakan dalam $A, apa yang kita lakukan adalah persis kebalikannya.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 72 Gambar 10.1.2 Kurva Perdagangan Antar Negara
Dengan kurva permintaan masyarakat Indonesia akan barang X digambarkan sebagai kurva DD1, dan kurva penawaran masyarakat Indonesia akan barang X sebagai kurva SS 1. Dan dilain pihak kurva permintaan masyarakat Australia digambarkan sebagai kurva DD A sedangkan kurva penawarannya digambarkan sebagai kurva SS A maka dengan melalui garis kurs dan garis pertolongan $A = $A, kita dapat mencoba-coba menemukan titik ekuilibrium perdagangan barang X antara negara Indonesia dengan negara Australia. Dari gambar dapat disaksikan bahwa sebelum adanya perdagangan, harga ekuilibrium barang X di Indonesia adalah Rp. 700/X, yang kalau dinyatakan dalam satuan uang Australia, yaitu dengan jalan memproyeksikan pada sumbu $A melalui garis kurs OK, mempunyai nilai sama dengan satu dollar Australia. Harga ekuilibrium barang X di Australia. Dilain pihak, adalah setinggi $A 0,60, yang mempunyai nilai ekuivalen Rp. 420,Melihat harga yang lebih tinggi di Indonesia, para produsen barang X di Australia tertarik untuk menjual hasil produksinya ke Indonesia. Sebaliknya para konsumen di Indonesia melihat bahwa di
Australia harga barang X hanya setinggi Rp. 420/X tertarik untuk membeli barang tersebut dari Australia. Sebagai akibatnya timbul perdagangan, di mana Australia bertindak sebagai negara pengekspor, dan Indonesia bertindak sebagai negara pengimpor. Sebagai akibat dari transaksi perdagangan tersebut di negara pengekspor, yaitu dalam hal ini negara Australia, harga barang X tersebut naik. Dilain pihak di negara pengimpor yaitu dalam contoh kita negara Indonesia, harga barang X turun. Selama masih terjadi jumlah yang ingin diimpor oleh Indonesia lebih banyak dari jumlah kesanggupan negara pengekspor untuk mengekspornya maka harga barang X di Australia bertendensi naik, sebaliknya di negara mengimpor bertendensi turun. Akan tetapi bila yang terjadi sebaliknya, yaitu
Ekonomi Intern a s i o n a l | 73 di mana jumlah kesediaan mengekspor dari negara pengekspor lebih besar daripada jumlah kesediaan pengimpor untuk mengimpornya, harga di negara pengekspor akan turun dan di negara pengimpor harga barang X tersebut akan naik. Keadaan ekuilibrium terjadi apabila pada keadaan di mana pada harga barang yang berlaku, jumlah kesediaan negara pengekspor untuk mengekspornya sama dengan jumlah kesediaan negara pengimpor untuk mengimpornya. Dalam contoh di atas, ekuilibrium terjadi pada harga sekitar Rp. 560/X atau $A 0,80/X. Pada harga-harga tersebut, negara Indonesia mengimpor barang X sebanyak M 1, yang jumlahnya sama dengan yang diekspor Australia, yaitu sebanyak X A.
Dengan sendirinya contoh-contoh di atas didasarkan pada asumsi tidak adanya ongkos transpor dan tidak adanya campur tangan pemerintah, yang berupa tarif, subsidi dan kuota. Asumsi-asumsi yang tidak realistis ini nantinya satu demi satu akan ditinggalkan. 10.2. Permintaan Impor dan Penawaran Ekspor Model analisis perdagangan antar negara dengan menggunakan kurva permintaan dan penawaran pasar seperti diuraikan di atas agak sukar digunakan untuk menggambarkan masalah elastisitas. Pada hal nanti kita akan menyaksikan bahwa banyak kebijakan ekonomi luar negeri pemerintah mengenai keberhasilannya sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya elastisitas penawaran ekspor. Masalah tersebut sedikit dapat teratasi apabila untuk persoalan yang sama diuraikan dengan menggunakan konsepsi permintaan impor dan penawaran ekspor. Dari setiap pasang kurva permintaan pasar dan penawaran pasar dapat diturunkan kurva permintaan impor dan kurva penawaran ekspor. Perhatikan saja gambar 10.2.1 Pada gambar tersebut negara A mempunyai sepasang kurva permintaan pasar dan penawaran pasar barang X yang berturutturut digambarkan sebagai kurva DDA dan SSA. Dari pasangan kurva ini dapat diturunkan: 1)
Kurva permintaan impor negara A akan barang X. Kurva ini dapat pula disebut sebagai kurva permintaan negara A akan barang X buatan luar negeri. Kurva tersebut merupakan kurva yang menunjukkan kuantitas-kuantitas barang X yang masyarakat negara A ingin dan sanggup untuk mengimpornya dari negara lain pada berbagai kemungkinan harga barang X tersebut. Dalam gambar yang dimaksud dengan kurva permintaan impor barang X negara tersebut ialah kurva PAHDA.
2)
Kurva penawaran ekspor barang X negara A. Kurva ini menunjukkan jumlah-jumlah barang X yang masyarakat negara A ingin dan sanggup untuk mengekspornya ke negara lain pada berbagai kemungkinan harga barang X. Kurva penawaran barang ekspor yang dimaksud ialah kurva PAFSA.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 74 Gambar 10.2.1 Kurva Permintaan Impor dan Kurva Penawaran Ekspor
Dasar pemikiran dari penurunan kedua kurva tersebut ialah sebagai berikut. Pertama, kita menggunakan asumsi bahwa barang X yang dihasilkan oleh negara A identik dengan barang X yang dihasilkan oleh negara lain. Apabila harga barang X buatan negara lain setinggi OP A, maka tidak ada gunanya bagi masyarakat negara A untuk mengimpor maupun mengekspor barang X tersebut, oleh karena bagi konsumen, membeli barang X buatan dalam negeri sama menguntungkannya dengan membeli barang X buatan luar negeri. Demikian juga bagi produsen, tidak ada gunanya untuk menjual hasil produksinya ke luar negeri, sebab harga jualnya di dalam negeri sama dengan di luar negeri, dan pada harga tersebut jumlah kesediaan produsen dalam negeri untuk menghasilkan barang X yaitu sebanyak P AE persis sama dengan jumlah keinginan konsumen dalam negeri untuk mengkonsumsinya. Oleh karena itu, kiranya mudah dipahami kalau titik PA adalah merupakan titik pangkal kurva permintaan impor barang X maupun juga titik pangkal bagi kurva penawaran ekspor barang yang sama. Sekarang, kalau masyarakat negara A menemukan harga barang X di negara lain lebih rendah daripada OPA, misalnya saja hanya setinggi OK, maka mengingat bahwa barang X buatan luar negeri tidak berbeda dengan barang X buatan dalam negeri, maka tendensinya harga barang X di negara A akan menurun ke arah ketinggian yang sama dengan harga barang X di negara B. Dengan harga setinggi OK/X, masyarakat konsumen negara A akan bersedia untuk membeli untuk kemudian dikonsumsi barang X sebanyak Kp, sedangkan para produsen keseluruhannya bersedia menjual sebanyak Km. Oleh karenanya negara A perlu mengimpor barang X sebanyak mp. Jadi besarnya impor sama dengan konsumsi (Kp)
dikurang produksi (Km). Impor barang X sebanyak mp tersebut, kalau kita ukurkan dari titik K ke kanan akan menemukan titik n. Dengan perkataan lain, panjang Kn sama dengan panjang mp. Dengan demikian, maka garis permintaan impor barang X untuk negara A tentu akan melewati titik n. Oleh karena kurva permintaan pasar DDA dan kurva penawaran pasar SS A keduanya merupakan garis lurus, maka kalau ditarik garis lurus dari titik P A melalui titik n akan bertemu dengan garis DDA pada titik H. Titik H ini tingginya sama dengan OS, yang merupakan titik pertemuan antara kurva penawaran pasar SS A dengan sumbu harga Rp./X. Dengan harga barang X setinggi OS atau lebih rendah dari OS, tidak ada lagi produsen dalam negeri yang sanggup menghasilkan barang X, oleh karena harga jualnya yang terlampau rendah. Ini berarti bahwa semua kebutuhan akan barang X harus didatangkan dari luar negeri. Oleh karena itulah maka kurva permintaan impor barang X mulai dari titik H ke bawah, berimpit
Ekonomi Intern a s i o n a l | 75 dengan kurva permintaan pasar barang X. Dengan demikian jelaslah bahwa kurva permintaan impor barang X negara A bergerak dari PA ke H, lalu ke DA. Sekarang bagaimana kalau harga di luar negeri lebih tinggi dari OP A? Misalnya saja harga yang lebih tinggi tersebut adalah OC. Pada harga OC jumlah barang X yang oleh para produsen dalam negeri sanggup untuk menghasilkan dan menjualnya adalah sebanyak Ch, sedangkan jumlah yang diinginkan oleh pembeli untuk dikonsumsi hanya sebanyak Cf. Dengan demikian terdapat kelebihan produksi sebanyak fh, yang kalau kita ukur dari titik C akan menghasilkan titik g, yang harus dijual ke luar negeri. Dengan menarik garis yang dimulai dari titik P A melalui titik g, kita menemukan kurva penawaran ekspor barang X. Kurva ini bertemu dengan kurva permintaan pasar SS A pada titik F yang tingginya sama dengan OD. Titik OD ini merupakan titik pertemuan antara kurva permintaan pasar DD A dengan sumbu harga Rp./X. Pada harga setinggi OD atau lebih tinggi dari OD, konsumen dalam negeri tidak sanggup lagi untuk membeli atau mengkonsumsi barang X, oleh karena harganya yang sudah terlampau mahal. Ini berarti bahwa mulai harga OD ke atas, semua produksi barang X di negara A harus diekspor. Kalau dinyatakan dalam kurva penawaran ekspor, maka hal tersebut mempunyai makna bahwa mulai dari titik F ke atas, kurva penawaran ekspor barang X berimpit dengan kurva penawaran pasar SS A.
Jadi jelaslah kiranya bahwa negara A yang mempunyai kurva penawaran pasar akan barang X SSA dan kurva permintaan pasar akan barang X DD A mempunyai kurva penawaran ekspor barang X : PAFSA. Untuk menerangkan transaksi perdagangan antara negara A dengan negara B kita perhatikan gambar 10.2.2. Gambar 10.2.2 Kurva Perdagangan Antar Dua Negara dengan Konsepsi Permintaan Impor dan Penawaran Ekspor
Ekonomi Intern a s i o n a l | 76 Pada gambar tersebut PAFSA dan PSHDA kita ambilkan dari gambar 10.2.1., yaitu berturut-turut kurva penawaran ekspor barang X negara A dan kurva permintaan impor X negara A. Kurva P BLSB dilain pihak, merupakan kurva penawaran ekspor barang X negara B dan P BMDB merupakan kurva permintaan impor barang yang sama negara B, yang sumbu harganya sudah dirupiahkan. Oleh karena semua kurva-kurva tersebut di atas telah tergambar pada kuadran yang sama, maka kita langsung dapat mencari nilai-nilai ekuilibrium. Yaitu, antara lain: harga ekuilibrium barang X, ekspor ekuilibrium, impor ekuilibrium, konsumsi ekuilibrium dan produksi ekuilibrium barang X. Untuk ini semua pertama-tama yang harus kita lakukan ialah menemukan titik potong antara kurva permintaan impor barang X negara yang satu dengan kurva penawaran ekspor negara yang satunya lagi. Dengan sendirinya ini menggunakan asumsi bahwa tidak ada ongkos transpor dan juga tidak ada campur tangan pemerintah dalam bentuk, misalnya bea, subsidi dan kuota. Meskipun pada gambar mungkin dijumpai beberapa garis yang saling berpotongan, namun titik potong ekuilibrium yang dimaksud di atas hanya ada satu. Dalam contoh gambar 10.2.2., titik potong ekuilibrium tersebut ialah titik E. Titik ini merupakan titik ekuilibrium darimana dapat kita temukan: 1) 2)
3)
Harga ekuilibrium barang X di negara A dan di negara B sama, yaitu setinggi OP*. Mengingat bahwa titik E merupakan bagian dari kurva penawaran ekspor barang X negara A, yaitu kurva PAFSA, maka berarti bahwa negara A yang merupakan negara pengekspor barang X dengan jumlah per satuan waktunya P*E unit. Jumlah ini nilainya dalam rupiah seharga Rp (OP* x P*E). Mengingat bahwa titik E juga merupakan bagian dari kurva permintaan impor barang X negara B, yaitu kurva PBMDB, maka berarti negara B merupakan negara pengimpor barang X dengan jumlah per satuan waktunya P*E unit juga, yang kalau dinyatakan dalam rupiah juga sebesar Rp (OP* x P*E). Beberapa nilai variabel-variabel lainnya, secara singkat dapat ditunjukkan:
1) 2) 3) 4)
Produksi barang X negara A: P*d atau OXd atau (P*a + P*E) Konsumsi barang X negara A: P*a atau OXa atau (P*d – P*E) Produksi barang X negara B: P*b atau OXb atau (P*e – P*E) Konsumsi barang X negara B: P*e atau OXe atau (P*b + P*E)
Dalam dunia ekonomi, dalam bidang manapun para ahli ekonomi pada umumnya tidak melupakan besarnya peranan elastisitas, baik elastisitas permintaan maupun elastisitas penawaran.
Ilmu ekonomi internasional juga tidak merupakan pengecualian. Dalam bidang ekonomi internasional banyak masalah yang kunci pemecahannya terletak pada elastisitas. Misalnya saja untuk meramalkan: apakah subsidi ekspor akan berhasil meningkatkan hasil penerimaan devisa; masalah elastisitas akan tampi ke depan. Apakah tindakan pemerintah menaikkan kurs valuta asing, yaitu bisa disebut devaluasi akan mengakibatkan meningkatnya atau menurunnya jumlah valuta asing yang kita terima; pertimbangan elastisitas tidak dapat dielakkan. Mengingat akan pentingnya masalah elastisitas tersebut banyak para ahli yang terdorong untuk mengadakan studi empiris mengenai elastisitas. Sekedar mengingatkan bahwa kurva permintaan yang relevan bagi eksportir barang X, misalnya, bukanlah kurva permintaan dunia akan barang X, bukan pula kurva permintaan sisa dunia akan barang X, melainkan kurva permintaan sisa dunia akan barang X yang ditawarkan oleh para pengekspor negara bersangkutan. Ketiga macam permintaan yang ingin kita hitung elastisitasnya dapat berbeda sekali, sehingga apabila kita salah dalam merumuskan
Ekonomi Intern a s i o n a l | 77 permintaan yang ingin kita hitung elastisitasnya, hasil perhitungannya dapat menyesatkan para pembuat kebijakan ekonomi luar negeri. Untuk perekonomian yang sumbangan hasil produksinya sangat kecil bila dibandingkan dengan hasil produksi dunia, misalnya saja produksi emas di Indonesia, perbedaan antara kurva permintaan dunia dengan kurva permintaan sisa dunia akan barang tersebut tidak begitu mempunyai arti. Akan tetapi untuk perekonomian yang bagian pasar atau market share-nya besar, perbedaan tersebut perlu mendapatkan perhatian. Kurva permintaan sisa dunia yang dihadapinya tidak lagi berbentuk horizontal sejajar dengan sumbu kuantitas. Lebih penting dari pembedaan antara permintaan sisa dunia dengan permintaan dunia, ialah pembedaan antara kedua permintaan tersebut di satu pihak dengan kurva permintaan sisa dunia akan barang yang dihasilkan oleh suatu perekonomian, dilain pihak. Dari gambar 10.2.1. dapat kita saksikan bahwa sepanjang kemungkinan harga yang terdapat pada kurva penawaran, kurva permintaan impor lebih elastik dibandingkan dengan kurva permintaan pasar darimana kurva permintaan impor kita turunkan. Hal ini disebabkan oleh karena untuk menurunkan kurva permintaan impor, kurva permintaan pasar kita kurangi dengan kurva penawaran pasar. Demikian juga halnya dengan kurva penawaran ekspor untuk semua kemungkinan harga yang terdapat pada kurva permintaan pasar dalam negeri juga elastik bila dibandingkan dengan kurva penawaran pasar darimaa kurva penawaran ekspor tersebut kita turunkan. Kalau kita ingin menganalisis ekspor suatu barang, yang kita perhatikan adalah kurva penawaran ekspor barang tersebut dan kurva permintaan sisa dunia akan barang yang sama yang relevan bagi negara tersebut. Kurva yang kita sebutkan belakangan ini merupakan hasil pengurangan kurva permintaan sisa dunia akan barang tersebut terhadap kurva penawaran sisa dunia akan barang yang sama. Pada umumnya, terutama bai negara yang market share atau pangsa pasarnya di pasar dunia sangat kecil, yaitu yang biasa diistilahkan sebagai negara kecil atau small country untuk kurva yang kita maksudkan paling akhir, elastisitasnya sangat tinggi, kalau tidak bahkan elastis sempurna.
Sekali lagi kurva permintaan ekspor adalah lebih elastik daripada kurva permintaan pasar darimana kurva permintaan impor kita turunkan. Meskipun penawaran sisa dunia akan suatu barang inelastik, bisa terjadi juga kurva penawaran sisa dunia akan barang tersebut yang dapat kita impor adalah sangat elastik, yaitu terutama apabila jumlah impor kita akan barang tersebut sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah transaksi jual beli barang tersebut di pasar dunia.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 78 Gambar 10.2.3 Kurva Ekspor dan Impor dengan Pangsa Pasar yang Sangat Kecil di Pasar Dunia
Pada gambar 10.2.3., gambar (A) menggambarkan kasus di mana perekonomianC menghadapi permintaan sisa dunia akan barang X buatan C yang elastik sempurna. Kurva DD W merupakan kurva tersebut yang sudah dijabarkan ke dalam rupiah. Dengan data seperti yang terlihat pada gambar, negara C mengekspor barang X per satuan waktunya sebanyak OX X unit, mengkonsumsi barang X sebanyak OXK unit, dan menghasilkan barang yang sama sebanyak OXH unit. Pada gambar (B) digambarkan perekonomian C juga menghadapi kurva penawaran sisa dunia akan barang Z yang bisa diimpor oleh negara C, yang elastisitasnya tidak terhingga. Dengan kurva penawaran seperti ini, yang dalam gambar 10.2.3. (B) tergambar sebagai kurva SS W, perekonomian negara C akan mengimpor barang Z sebanyak OZ M, mengkonsumsi sebanyak OZK, dan menghasilkan sebanyak OZH. Mengenai soal istilah dapat dicatat bahwa dengan gambar (A), negara C disebut negara pengekspor (barang X) kecil dan dengan gambar (B), negara C disebut sebagai negara pengimpor (barang Z) kecil.
10.3. Bea dan Subsidi Dengan berbagai pertimbangan, pemerintah sering membebankan pungutan terhadap impor maupun ekspor barang dan jasa di mana secara langsung importir maupun eksportir yang dikenai pungutan tersebut tidak menerima balas jasa langsung apapun. Pungutan ini biasa disebut bea, tariff atau duty. Bea yang dibebankan pada impor disebut bea impor, import tariff atau import duty, bea yang dibebankan pada ekspor disebut bea ekspor, sedangkan bea yang dikenakan pada barang-barang yang melewati daerah pabean negara pemungut disebut bea transito atau transit duty. Cukup banyak pengaruh ekonomi dari bea dan subsidi, antara lain ialah: pengaruhnya terhadap perdagangan, (yaitu yang dimaksud di sini pengaruhnya terhadap ekspor dan atau impor) yang sering disebut trade effect, pengaruh terhadap harga atau price effect, pengaruh terhadap konsumsi atau consumption effect, pengaruh terhadap produksi atau production effect yang sebenarnya lazim disebut protective effect, pengaruh terhadap neraca pembayaran luar negeri yaitu balance of payments effect, pengaruh terhadap pembagian pendapatan nasional atau redistribution effect, pengaruh terhadap
Ekonomi Intern a s i o n a l | 79 kesempatan kerja atau employment effect, pengaruh terhadap dasar tukar atau terms of trade effect, dan pengaruh terhadap pendapatan negara, yang disebut juga revenue effect. Dari berbagai macam pengaruh tarif tersebut, hanya beberapa saja yang akan kita perhatikan, terutama ialah trade effect dan price effect.
Pengaruh pembebanan bea impor dan atau bea ekspor terhadap ekspor dan atau impor dan harga sebetulnya boleh dikatakan sama dengan pengaruh ongkos transpor. Hanya bedanya kalau ongkos transpor di penerima pembayaran adalah perusahaan transpor, perusahaan asuransi dan sebagainya di mana untuk pembayaran tersebut pihak penerima memberikan balas jasa langsung dalam bentuk jasa angkutan, jasa asuransi, jasa perbankan dan sebagainya, dalam hal bea si penerima adalah pemerintah, dan si pembayar bea tidak memperoleh balas jasa yang langsung. Subsidi boleh dikatakan merupakan kebalikan dari bea. Kalau bea lebih lazim dikenakan pada impor, subsidi lebih lazim dikenakan pada ekspor, meskipun biasanya ada juga barang-barang yang dikenai bea ekspor atau dikenai subsidi impor. Subsidi merupakan pembayaran/pemberian uang oleh pemerintah kepada seseorang yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan, di mana tidak ada balas jasa yang langsung. Seperti halnya dengan tarif, tinggi rendahnya subsidi dapat ditetapkan sekian rupiah untuk setiap satuan barang yang diimpor atau diekspor. Subsidi atau tarif yang dalam mengenakannya menggunakan cara yang pertama disebut subsidi atau tariff ad valorem, sedangkan apabila cara kedua yang dipakai, maka sebutannya ialah subsidi atau bea spesifik. Untuk singkatnya dalam kita mencoba menerangkan pengaruh bea dan subsidi terhadap ekspor, impor dan harga, kita pergunakan persamaan-persamaan atau definisi-definisi di bawah ini: (a) (b) (c) (d)
CM = tM + TM – SM ............................................................................................... CX = tX + TX - SX ............................................................................................... HM = HD + CM = HD + tM + TM – SM ...................................................................... HX = HD – CX = HD – tX – TX + SX ......................................................................... Dimana:
CM
: Biaya impor
CX
: Biaya ekspor
HM
: Harga ekuilibrium barang bersangkutan di negara pengimpor
(10.3.A) (10.3.B) (10.3.C) (10.3.D)
HX
: Harga ekuilibrium barang bersangkutan di negara pengekspor
HD
: Harga ekuilibrium barang bersangkutan di pasar dunia 5) : ‘Ongkos transpor’ (tanda M untuk impor, tanda X untuk ekspor)
T: Tariff atau bea S: Subsidi Apabila ini kita terapkan pada gambar 10.3.1., maka uraiannya adalah sebagai berikut:
Ekonomi
I n t e r n a s i o n a l | 80
Gambar 10.3.1 Kurva Perdagangan Luar Negeri dengan Biaya Transpor, Bea dan Subsidi
Dengan garis HDHD yaitu garis pasar dunia barang Z yang sejajar dengan sumbu kuantitas, berarti bahwa perekonomian negara A yang memiliki kurva permintaan impor H AfDA, dan kurva penawaran ekspor HAgSA, merupakan perekonomian yang jumlah produksi dan jumlah konsumsi barang Z sangat kecil relatif dibandingkan dengan transaksi perdagangan barang Z di pasar dunia. Dengan ongkos transpor impor setinggi HD a/Z dan negara A mengenakan bea impor setinggi aHM, maka garis HMHM merupakan kurva penawaran sisa dunia akan barang Z yang dapat diimpor oleh negara A. Apabila kurva ini memotong kurva permintaan impor H AfDA, sepertii halnya terlihat pada contoh gambar 10.3.1., kurva H MHM tersebut sekaligus merupakan harga ekuilibrium barang Z yang terjadi di negara pengimpor A. Dengan titik potongnya yang terdapat pada titik E, maka ini berarti bahwa dalam keadaan ekuilibrium negara A mengimpor barang X dari pasar dunia sebanyak HME per satuan waktunya.
Apabila bea impor dinaikkan menjadi ac/Z, maka impor barang Z negara A berkurang menjadi hanya sebanyak cF per satuan waktunya. Sekarang bagaimanakan apabila pemerintah negara A mengenakan bea impor setinggi ah? Dengan bea impor spesifik setinggi ah, nilai C M menjadi HDh. Garis yang menunjukkan hasil penjumlahan HD dengan CM terletak di atas titik pangkal garis permintaan impor dan atau penawaran ekspor HA, yaitu setinggi Oh. Dengan demikian tidak lagi kita jumpai titik potong antara kurva permintaan impor barang Z negara A dengan kurva penawaran sisa dunia akan barang Z yang dapat dibeli oleh negara A. Maka ini berarti bahwa dengan ongkos transpor setinggi H Da dan bea impor setinggi ah per unit, negara A tidak akan mengimpor ataupun mengekspor barang Z dan harga barang Z yang terjadi di negara A adalah setinggi OH A. Sekarang kita beralih memperhatikan bagian di bawahnya kurva harga pasar dunia barang Z. Dari gambar 10.3.1. dapat disaksikan bahwa ongkos transpor ekspor, yaitu yang kita beri simbol tx, tingginya adalah setinggi bHD/Z. Kiranya mudah dipahami bahwa tingginya t X dan tM pada umumnya berbeda, akan tetapi perbedaan mana tidak besar. Garis bb ini tidak begitu berarti sebab negara A tersebut tidak
Ekonomi
I n t e r n a s i o n a l | 81
mengekspor melainkan mengimpor. Demikian pula halnya apabila negara A mengenakan bea ekspor setinggi bm/X. Garis mm yang pada galibnya merupakan garis permintaan sisa dunia akan barang Z buatan negara A tidak berpotongan dengan kurva penawaran ekspor negara A akan barang Z, oleh karenanya titik potong tersebut tidak mempunyai relevansi. Bagaimana kalau pemerintah negara A menyajikan subsidi ekspor, mungkinkah negara A tersebut kemudian bisa bertindak bukan sebagai negara pengimpor barang Z melainkan sebagai negara pengekspor? Jawabnya ialah mungkin, asalkan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1) 2)
Subsidi ekspor harus cukup tinggi. Kalau misalnya pemerintah menginginkan negaranya mengekspor barang X sebanyak rs/s.w., subsidi harus ditetapkan setinggi br/Z. Pemerintah harus mencegah jangan sampai barang yang telah diekspor kembali memasuki perekonomian negara A lagi, dan juga jangan sampai penduduk negara A mengimpor barang Z dari pasar dunia.
Pencegahan mengalirnya masuk barang Z tersebut dapat dilaksanakan dengan menggunakan bea impor yang tinggi atau dengan menggunakan larang impor atas barang Z tersebut. 10.4. Devaluasi dan Revaluasi Dalam uraian-uraian sebelumnya dipergunakan asumsi bahwa kurs dollar Australia dinyatakan dalam rupiah setinggi Rp. 700/$A. Dalam uraian-uraian tersebut secara implisit diasumsikan bahwa kurs tersebut tetap dan tidak dipengaruhi oleh nilai ekspor ataupun nilai impor. Keadaan seperti ini hanya terjadi kalau pemerintah mempergunakan sistem devisa di mana kurs devisa ditetapkan oleh pemerintah negara bersangkutan; misalnya sistem pengawasan devisa dan sistem kurs tambahan. Untuk sistem-sistem devisa macam lainya di mana tingginya kurs devisa ditentukan oleh mekanisme pasar, maka analisa parsial seperti yang diuraikan dalam bab ini tidak dapat dipakai secara umum. Hanya kalau kita menganalisis satu dua komoditi saja yang angka presentasenya terhadap nilai total perdagangan luar negeri sangat kecil, analisis arsial mungkin masih bisa menghasilkan kesimpulankesimpulan yang tidak menyesatkan. Kelak pada bab-bab yang memperbincangkan masalah penyeimbangan kembali neraca pembayaran yang tidak seimbang, kita akan menemukan bahwa dalam sistem devisa di mana kurs devisa ditentukan oleh pemerintah, maka sebagai akibat adanya perubahan daya beli mata uang dalam
negeri ataupun daya beli mata uang asing, pemerintah kadang-kadang perlu mengadakan penyesuaian kurs devisa. Dengan sendirinya ada dua kemungkinan penyesuaian, yaitu: 1) Apabila dirasakan mata uang dalam negeri dinilai terlalu tinggi, yaitu yang biasa disebut bahwa mata uang dalam negeri terdapat overvalued, maka ini berarti bahwa kurs valuta asing ditetapkan terlalu rendah, maka biasanya pemerintah meningkatkan tingginya kurs valuta asing. Tindakan pemerintah yang berupa meningkatkan kurs valuta asing dinyatakan dalam mata uang dari negara tersebut dapat disebut sebagai kebijakan devaluasi. 2) Apabila dirasakan mata uang dalam negeri dinilai terlalu rendah dinyatakan dalam valuta asing, maka ini mempunyai makna bahwa kurs valuta asing sudah terlalu tinggi. Dalam keadaan seperti ini pemerintah biasanya mengambil kebijakan revaluasi, yaitu menurunkan kurs valuta asing, atau dengan kata lain mata uang sendiri nilainya terhadap mata uang asing dinaikkan. Dalam sejarah perekonomian kita, belum pernah pemerintah melakukan kebijakan revaluasi. Pengaruh devaluasi dan revaluasi mata uang rupiah secara hipotetik dapat diuraikan dengan menggunakan gambar 10.4.1. Sebelum kita mulai dengan uraian tentang pengaruh devaluasi dan
Ekonomi Intern a s i o n a l | 82 revaluasi terhadap ekspor, impor dan harga barang X terlebih dahulu kita tunjukkan singkatan dan tanda-tanda yang terdapat dalam gambar. Gambar 10.4.1 Kurva Devaluasi dan Revaluasi Rupiah
HD
: Harga barang X di pasar dunia.
HIK : Harga impor kotor HEK : Harga ekspor kotor. Harga ini tingginya juga sama dengan HD. HIB : Harga impor bersih = HIK + biaya impor = HD + biaya impor.
HEB : Harga ekspor bersih = HEK – biaya ekspor = HD – biaya ekspor. ($)
: Harga dinyatakan dalam dollar.
(Rp) : Harga dinyatakan dalam rupiah.
K0, K1, K2 berturut-turut
: dengan kurs pada periode 0, periode 1 dan periode 2
Seperti terlihat pada gambar 10.4.1., kurs dollar mula-mula setinggi yang ditunjukkan oleh garis lurus OK0. Pada kurs ini, (Oa) misalnya, mempunyai nilai yang sama dengan Rp Oa (K 0). Pada periode ke 1, dengan kurs yang ditunjukkan oleh garis OK 1, nilai dollar sejumlah Oa hanya dihargai sama dengan Rp Oa (K1) yang lebih sedikit daripada sebelumnya. Ini berarti bahwa mata uang rupiah, dinyatakan dalam dollar, nilainya naik. Hal yang sama bisa pula diungkapkan dengan cara yang sedikit berbeda, yaitu kurs dollar turun. Tindakan pemerintah seperti ini dengan sendirinya merupakan apa yang kita sebut kebijakan revaluasi.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 83 Sebaliknya tindakan pemerintah yang secara langsung menggeserkan garis kurs devisa ke atas atau ke kiri, yaitu misalnya dari OK1 ke OK2 atau dari OK0 ke OK2, adalah kebalikan dari tindakan revaluasi, dan disebut tindakan devaluasi; oleh karena seperti telah didefinisikan di muka, tindakan devaluasi merupakan tindakan pemerintah yang secara langsung menaikkan kurs valuta asing. Dengan melihatnya dari segi lain kebijakan devaluasi dapat pula didefinisikan sebagai tindakan pemerintah yang secara langsung menurunkan nilai mata uang dalam negeri dinyatakan dalam valuta asing.
Sekarang kita perhatikan bagaimanakah nilai-nilai ekuilibrium pada periode dengan kurs OK 0, OK1, dan OK2. a)
b)
c)
Periode 0 dengan kurs OK0: 1) Kemungkinan Indonesia mengimpor barang X: Tidak mungkin, sebab kurva HIB(Rp)K0 yang merupakan hasil peng-rupiahan kurva HIB($)tidak berpotongan dengan kurva permintaan impor barang X negara Indonesia, ED1. 2) Kemungkinan Indonesia mengekspor barang X: Ini juga tidak mungkin, oleh karena kurva penawaran ekspor ES1 tidak berpotongan dengan kurva HEB(Rp)K0. 3) Harga ekuilibrium barang X di Indonesia: Oleh karena Indonesia tidak mengekspor dan juga tidak mengimpor barang X, maka harga ekuilibrium barang X di Indonesia setinggi harga yang ditunjukkan oleh ttik potong antara kurva permintaan pasar dan kurva penawaran pasar barang X, yaitu setinggi Rp(OE)/X. Periode 1 dengan kurs OK1: 1) Kemungkinan Indonesia mengekspor barang X: Untuk ini kurva HEB(Rp)K1 harus berpotongan dengan kurva penawaran ekspor ESI. Dalam gambar 10.4.1. titik tersebut tidak dijumpai. Oleh karena itu dengan kurs OK1, Indonesia tidak mungkin mengekspor barang X. 2) Kemungkinan Indonesia mengimpor barang X: Untuk ini kurva HIB(Rp)K1 harus berpotongan dengan kurva permintaan impor ED 1. Ternyata pada gambar tersebut kedua garis tersebut saling berpotongan pada titik g. Ini berarti bahwa dalam keadaan ekuilibrium Indonesia mengimpor barang X sebanyak OXg tiap satuan waktunya. 3) Harga ekuilibrium barang X di Indonesia: Oleh karena dalam keadaan ekuilibrium Indonesia mengimpor barang X, maka harga ekuilibrium di Indonesia akan setinggi HIB(Rp)K1, yaitu harga impor bersih dinyatakan dalam rupiah dengan menggunakan kurs valuta asing yang ditunjukkan oleh garis kurs OK1 per satuan barang X. Periode 2 dengan kurs OK2: 1) Kemungkinan Indonesia mengimpor barang X: Ini tidak mungkin, oleh karena kurva HIB(Rp)K2 tidak berpotongan dengan kurva permintaan impor ED 1. 2) Kemungkinan Indonesia mengekspor barang X: Untuk ini kurva HIB(Rp)K2 harus berpotongan dengan kurva penawaran ekspor ES 1. Ternyata pada gambar kedua kurva tersebut saling berpotongan pada titik f. Ini berarti bahwa dengan kurs OK 2, pada keadaan ekuilibrium Indonesia mengekspor barang X sebanyak OX 1 unit untuk setiap satuan waktunya. 3) Harga ekuilibrium barang X di Indonesia: Ole karena dalam hal ini Indonesia mengekspor barang X, maka harga ekuilibrium barang X di Indonesia akan setinggi HEB(Rp)K2, yaitu harga ekspor bersih dinyatakan dalam rupiah dengan menggunakan kurs dollar setinggi yang diungkapkan oleh garis OK 2 per unit barang X.
Dari uraian di atas dapatlah kiranya ditarik beberapa kesimpulan tentang pengaruh devaluasi dan revaluasi rupiah. Devaluasi mempunyai tendensi meningkatkan volume ekspor, yaitu jumlah ekspor dinyatakan dalam satuan fisik; dan juga bertendensi menurunkan volume impor. Sebaliknya, revaluasi mempunyai tendensi menurunkan volume ekspor dan menaikkan volume impor.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 84 Terhadap kesimpulan-kesimpulan tersebut kiranya pelu dimintakan perhatian akan dua hal: 1) Meskipun di atas dikatakan bahwa devaluasi bertendensi meningkatkan volume ekspor, ini tidak berarti bahwa pendapatan total valuta asing pasti meningkat, hal mana tergantung pada elastisitas permintaan sisa dunia akan barang X buatan Indonesia. Dalam contoh gambar 10.4.1. kurva permintaan tersebut elastis sempurna, sehingga tidak hanya bisa disimpulkan bahwa devaluasi akan mengakibatkan meningkatnya ekspor, baik dalam volume maupun dalam hasil penerimaan dollar, tetapi bahkan dapat dikatakanpula bahwa persentase kenaikan hasil penerimaan dollar akan sama dengan prosentase kenaikan volume ekspor. 2) Meningkatnya volume impor sebagai akibat kebijakan revaluasi dan menurunnya volume impor sebagai akibat kebijakan devaluasi, dengan asumsi ceteris paribus, dapat dipastikan akan terjadi. Apabila penawaran sisa dunia akan barang yang dapat kita impor mempunyai elastisitas yang tidak terhingga seperti yang digambarkan pada gambar 10.4.1., maka menurunnya volume impor selalu berarti juga menurunnya jumlah valuta asing yang dipergunakan untuk mengimpor barang tersebut. Sebaliknya, meningkatnya nilai impor tidak selalu berarti bahwa jumlah pengeluaran rupiah oleh importir seluruhnya meningkat, mungkin juga bahkan menurun; hal mana tergantung kepada tinggi-rendahnya elastisitas permintaan akan barang impor. Apabila permintaan tersebut elastis, maka kenaikan impor dinyatakan dalam valuta asing akan dibarengi oleh meningkatnya pengeluaran rupiah importir. Akan tetapi sebaliknya, apabila permintaan impor dalam keadaan inelastis, peningkatan nilai impor dinyatakan dalam valuta asing akan dibarengi oleh menurunnya pengeluaran rupiah importir. Untuk kasus devaluasi, yang seperti kita ketahui akan mengakibatkan menurunnya volume impor, mengenai jumlah pengeluaran importir dalam rupiah, juga bisa meningkat dan pula bisa menurun; tergantung pada tingginya elastisitas permintaan impor. Kalau elastis, maka menurunnya volume impor tersebut akan dibarengi oleh menurunnya pengeluaran rupiah importir. Sebaliknya apabila inelastis, maka penurunan volume impor akan dibarengi oleh meningkatnya jumlah pengeluaran rupiah oleh importir. 3) Kesimpulan-kesimpulan yang kita peroleh di atas didasarkan hanya pada hasil analisis ekuilibrium parsial. Khususnya apabila kita ingin mengetahui pengaruh jangka panjang devaluasi dan revaluasi, kita perlu meninjaunya dengan menggunakan juga pendekatan yang lain, misalnya pendekatan keseimbangan umum yaitu yang biasa disebut juga general equilibrium analysis. Memperbincangkan pengaruh devaluasi terhadap neraca pembayaran, khususnya dengan menggunakan pendekatan elastisitas, kiranya baru terasa lengkap apabila masalah tersebut kita soroti dengan menggunakan konsepsi syarat Mashall-Lerner atau Marshall-Lerner condition. Menurut hasil analisis Alfred Marshall, yang selanjutnya dikembangkan dan dipopulerkan oleh Abba P. Lerner, disimpulkan bahwa devaluasi akan berhasil memperbaiki neraca pembayaran apabila dipenuhi syarat hasil penjumlahan koefisien elastisitas permintaan luar negeri akan komoditi ekspor negara yang melakukan devaluasi dengan koefisien elastisitas permintaan dalam negeri akan komoditi imporlebih besar daripada satu. Apabila angka hasil penjumlahan tersebut persis sebesar satu, maka neraca pembayaran posisinya tidak akan mengalami perubahan. Sebaliknya apabila hasil penjumlahan tersebut lebih kecil daripada satu, maka tindakan devaluasi justru akan mengakibatkan defisitnya neraca pembayaran. Terhadap kesimpulan teoritik tersebut perlu kiranya dicatat bahwa di balik kepopulerannya dijumpai keterbatasan-keterbatasan yang dapat menyesatkan bilamana kita melupakannya:
Ekonomi Intern a s i o n a l | 85 1)
2)
Kesimpulan teoritik tersebut didasarkan pada asumsi bahwa baik penawaran ekspor negara tersebut maupun penawaran luar negeri akan komoditi impor negara yang melakukan devaluasi keduanya elastis sempurna. Kesimulan teoritik tersebut juga didasarkan pada asumsi bahwa pada mulanya keadaan neraca pembayaran negara yang melaksanakan devaluasi dalam keadaan seimbang, yaitu tidak defisit maupun surplus.
Apabila salah satu atau kedua ketentuan tersebut tidak terpenuhi, maka sekalipun syarat Marshall-Lerner tersebut di atas terpenuhi dengan sempurna, tidaklah dapat dipastikan devaluasi akan dapat memperbaiki neraca pembayaran. 10.5. Pendapatan Nasional dan Ekuilibrium Untuk perekonomian terbuka di mana pendapatan modal pada neraca pembayaran mempunyai saldo nol berlaku kesamaan-kesamaan pendapatan nasional di bawah ini: (a) Y = C + I + X – M .......................................................................................... (b) Y = C + S ........................................................................................................
(10.5.A) (10.5.A1)
Di mana: X = nilai ekspor M = nilai impor Dengan demikian berarti: C+C=C+I+X–M S + M = I + X .................................................................................................
(10.5.B)
Persamaan (10.5.B) mempunyai makna bahwa syarat ekuilibriumnya perekonomian ialah kesamaan nilai (S + M) dengan (I + X). Saving tidak lagi harus sama dengan nilai impor. Demikian pula nilai ekspor tidak perlu sama dengan neraca perdagangan yang positif, yaitu neraca perdagangan di mana X > M, akan mencapai keadaan ekuilibrium justru di mana I < S; demikian pula sebaliknya. Dalam model inipengeluaran investasi dan ekspor duanya diperlakukan sebagai variabel yang eksogen, sedangkan S dan M masing-masing diperlakukan sebagai variabel yang endogen dengan persamaan-persamaan seperti di bawah ini: S = So + sY ......................................................................................................
(10.5.C)
M = Mo + mY .................................................................................................
(10.5.D)
Di mana: So = Besarnya saving pada tingkat pendapatan nasional sebesar nol, yang kita sebut pula sebagai intersep fungsi tabung atau intercept saving.
s =
ΔS/ΔY
= Marginal propensity to save.
Mo = Besarnya impor pada tingkat pendapatan nasional sebesar nol, yang kita sebut juga intersep fungsi impor atau intercept import.
Ekonomi
m =
ΔM/ΔY
I n t e r n a s i o n a l | 86
Marginal propensity to import.
Dengan memasukkan (10.5.C) dan (10.5.D) ke dalam persamaan ekuilibrium (10.5.B) kita menemukan: So + sY + Mo + mY = I + X sY + mY
= I + X – S o – Mo
(s + m)Y
= I + X – S o – Mo Y = I + X – So – Mo⁄ +
.....................................................
(10.5.E)
Untuk dapat menghayati pemanfaatan rumus (10.5.E) perhatikan contoh berikut: Sebuah perekonomian mempunyai data sebagai berikut: Fungsi saving:
S = -40 + 0,3 Y
Fungsi impor:
M = 20 + 0,2 Y
Pengeluaran investasi:
I = 280
Ekspor:
X = 100
Berdasarkan data tersebut kita menemukan: (a)
Pendapatan nasional ekuilibrium:
Y = I + X – So – Mo⁄ +................................................................................ (10.5.E) Y = 280 + 100 – 40 – 20⁄0,3 + 0,2 = (b)
(c)
(d)
(e)
Saving ekuilibrium: S = -40 + 0,3 Y = -40 + 0,3 x 800 = -40 + 240 = 200 Impor ekuilibrium: M = 20+ 0,2 Y = 20+ 0,2 x 800 = 20+ 160 = 180 Konsumsi ekuilibrium: Y = C + I + X – M ............................................................................................ (10.5.A) 800 = C + 280 + 100 – 180 C = 800 – 200 = 600 Dengan cara lain: Y = C + S ......................................................................................................... (10.5.A1) C =Y–S = 800 – 200 = 600 Neraca perdagangan ekuilibrium: X = 100, dan M = 180 Ini berarti bahwa neraca perdagangan berada dalam keadaan pasif dengan impor neto sebesar: M – X = 180 – 100 = 80
Ekonomi Intern a s i o n a l | 87 Secara grafik keadaan perekonomian dengan data-data seperti diuraikan di atas terlihat seperti dalam gambar 10.5.1. Gambar 10.5.1 Kurva Keadaan Ekuilibrium dalam Perekonomian Terbuka
10.6. Pengaruh Perubahan Ekspor dan Neraca Perdagangan Di atas telah diterangkan bahwa angka pengganda ekspor besarnya sama dengan angka pengganda investasi. Dengan demikian berarti bahwa perubahan pendapatan nasional yang ditimbulkan oleh bertambahnya investasi sebesar satu rupiah akan sama dengan perubahan pendapatan nasional yang ditimbulkan oleh bertambahnya ekspor sebesar satu rupiah. Selanjutnya dapat pula diakatakan bahwa sebagai akibat dari kenyataan tersebut, perubahan impor yang ditimbulkan oleh bertambahnya investasi sebsar satu rupiah juga akan sama dengan perubahan impor yang ditimbulkan oleh bertambahnya ekspor sebesar satu rupiah. Kedua hubungan yang diperbandingkan ini dapat diungkapkan sebagai berikut: (a) Pengaruh perubahan ekspor sebesar Rp. 1: ∆X = Rp. 1 ∆ = kfX (Rp. 1) = Rp. 1⁄s + m
......................................... (b) Pengaruh perubahan investasi sebesar Rp. 1: ∆l = Rp. 1 ∆ = kfI (Rp. 1) = Rp. 1⁄s + m ∆M = m x Rp. 1⁄s + m .............................................................................
(10.6.A)
(10.6.B)
Meskipun pengaruh kenaikan ekspor terhadap impor sama besarnya dengan pengaruh kenaikan investasi terhadap impor, namun dari segi neraca pembayaran pengaruh perubahan ekspor tidak sama dengan pengaruh perubahan investasi. Yang jelas ialah bahwa meningkatnya impor sebagai akibat meningkatnya investasi tidak didahului oleh kenaikan ekspor. Ini berarti bahwa meningkatnya kewajiban luar negeri tidak didahului dengan kenaikan penerimaan luar negeri. Dengan demikia-n meningkatnya investasi bertendensi mengakibatkan meningkatnya defisit atau mengurangi surplus
Ekonomi Intern a s i o n a l | 88 neraca pembayaran. Sebaliknya menurunnya investasi bertendensi mengakibatkan meningkatnya surplus atau menurunnya defisit neraca pembayaran. Perubahan ekspor, di lain pihak, perlu kita teliti terlebih dahulu. Kita telah mengetahui bahwa:
∆X
∆Y = k ∆X = ∆X m⁄s + m
∆M = m ∆X ⁄s + m
.........................
(10.6.C)
Yang cara membacanya ialah perubahan nilai ekspor akan mengakibatkan pendapatan nasional ekuilibrium berubah dengan perubahan sebesar k ∆X yang nilainya sama dengan ∆X m/s + m. Dan perubahan pendapatan nasional sebesar ∆X m⁄s + m selanjutnya mengakibatkan berubahnya nilai impor dengan perubahan sebesar m∆X ⁄s + m . Kalau hubungan kausal (10.6.c) hanya bagian yang paling kiri serta paling kanan saja yang kita perhatikan, kita menemukan: ∆X
∆M = m ∆X ⁄ s + m
..........................................................................
(10.6 D) Yang mempunyai makna bahwa meningkatnya nilai ekspor sebesar ∆X mengakibatkan meningkatnya nilai impor dengan m⁄s + m∆X . Oleh karena kita mengetahui bahwa m dan s masing-masing mempunyai nilai positif, maka pecahan m⁄s + m mempunyai nilai positif yang besarnya kurang dari satu.
Dengan 0 < m ⁄ s + < 1 berarti bahwa : 0 < ∆M ⁄∆X < 1 ........................................................................................... (10.6.E) Yang mempunyai makna bahwa peningkatan nilai ekspor akan bertendensi mengakibatkan meningkatnya nilai impor dengan jumlah yang lebih kecil daripada jumlah penambahan ekspor selalu bertendensi meningkatkan surplus atau menurunkan defisit neraca pembayaran. Sebaliknya menurunnya nilai ekspor selalu mengakibatkan meningkatnya defisit atau menurunnya surplus neraca pembayaran. SOAL-SOAL LATIHAN Silanglah salah satu di antara huruf A, B, C dan D, yang menurut pendapat Anda paling tepat dihubungkan dengan bagian kalimat yang mendahuluinya. 1.
Tindakan pemerintah yang bertujuan mempengaruhi nilai salah satu atau beberapa pos neraca pembayaran negaranya disebut ...... A. Kebijakan perdagangan luar negeri B. Kebijakan ekonomi luar negeri C. Kebijakan neraca perdagangan D. Jawaban A, B dan C tidak ada yang benar 2. Jenis bea yang dikenakan pada barang-barang yang melewati daerah pabean negara pemungut disebut bea ...... a. Transito c. Impor b. Ekspor d. Jawaban A, B dan C tidak ada yang benar 3. Jika suatu barang X merupakan barang impor yang dikenakan bea, maka harganya menjadi lebih tinggi. Pengaruh ini disebut sebagai ...... a. Efek proteksi c. ‘Trade effect’ b. ‘Price effect’ d. Jawaban A, B dan C tidak ada yang benar 4. Yang disebut sebagai biaya proteksi adalah ......
Ekonomi a.
I n t e r n a s i o n a l | 89
Penurunan surplus konsumen yang tidak diimbangi oleh peningkatan pemanfaatan baik oleh pemerintah dalam bentuk ‘tariff revenue’ ataupun oleh produsen dalam surplus produsen b. Kenaikan surplus konsumen dan penurunan surplus produsen serta adanya ‘tariff revenue’ oleh pemerintah c. Penurunan surplus produsen, surplus konsumen dan ‘tariff revenue’ d. Jawaban A, B dan C tidak ada yang benar 5. Dengan asumsi ceteris paribus, pengaruh bea terhadap menurunnya transaksi impor adalah akibat bekerjanya ...... a. ‘Trade effect’ c. ‘Cost of protection’ b. ‘Revenue effect’ d. Jawaban A, B dan C tidak ada yang benar 6. Penetapan tinggi rendahnya tarif atau subsidi yang ditetapkan dalam prosentase nilai barang yang diekspor atau diimpor disebut ...... A. Subsidi atau ‘tariff ad valorem’ B. Subsidi atau bea spesifik C. Bea ekspor dan impor D. Jawaban A, B dan C tidak ada yang benar 7. Subsidi atau bea spesifik adalah ...... A. Subsidi atau bea yang ditetapkan dalam prosentase nilai barang yang diekspor atau diimpor B. Subsidi atau bea yang ditetapkan sekian rupiah untuk setiap satuan barang yang diekspor atau diimpor C. Subsidi atau bea yang ditetapkan menurut undang-undang D. Subsidi yang diberikan untuk mengekspor atau mengimpor barang-barang khusus 8. Menurut kenyataan yang sering terjadi ...... A. Biaya transpor dan tarif berlaku secara simultan, kecuali subsidi B. Biaya transpor, tarif subsidi berlaku secara simultan atau bersama-sama C. Ketiganya tidak pernah berlaku secara simultan D. Biaya transfer dan subsidi berlaku secara simultan kecuali tarif 9. Keadaan ekuilibrium pendapatan nasional dalam perekonomian terbuka akan tercapai apabila terpenuhi ...... a. S + I = X + M c. S + M = I + X b. S > I; M > X d. S + I = X – M 10. Pernyataan di bawah ini mana yang benar ...... A. Meningkatnya ekspor selalu bertendensi meningkatkan surplus atau menurunkan defisit neraca pembayaran B. Meningkatkannya nilai ekspor selalu mengakibatkan meningkatnya defisit atau menurun surplus neraca pembayaran C. Menurunnya nilai ekspor selalu bertendensi menurunkan defisit atau meningkatkan surplus neraca pembayaran D. Jawaban A, B dan C tidak ada yang benar
Ekonomi Intern a s i o n a l | 90 BAB 11
GLOBALISASI, LIBERALISASI PERDAGANGAN DAN FAKTOR PRODUKSI 11.1. Liberalisasi Perdagangan dan Proteksi Analisa kebijakan perdagangan internasional (tarif dan nontarif) merupakan penyimpangan dari perdagangan bebas. Memang banyak alasan (apakah karena internasional maupun kelompok) mengapa diberlakukan kebijaksanaan tarif maupun nontarif meskipun disadari bahwa keuntungan akan banyak diperoleh apabila perdagangan itu bebas. Dalam bab ini akan dianalisa keadaan di mana perdagangan itu dilakukan dengan bebas atas dasar nondiskriminasi atau global. Depresi dunia tahun 1930-an telah menyebabkan banyak negara melakukan tindakan proteksi. Dalam bukunya, Ekonomi Intermasional & Globalisasi Ekonomi, Prof. Dr. R. Hendra Halwani, M.A. (2005) mengatakan bahwa proteksi adalah upaya pemerintah mengadakan perlindungan pada industriindustri domestik terhadap masuknya barang impor dalam jangka waktu tertentu. Proteksi bertujuan melindungi, membesarkan, atau mengecilkan kelangsungan industri dalam negeri yang berlaku dalam perdagangan umum. Setiap negara berjuang untuk mengurangi pengaruh jelek perkembangan ekonomi dunia dengan mengurangi ketergantungan dengan luar negeri melalui tindakan-tindakan yang bersifat protektif. Amerika Serikat merupakan negara yang paling berpengaruh pada waktu itu, melalui SmootHowley tariff mengenakan tarif terhadap ekspornya (sebanyak ± 25.000 jenis barang). Tindakan ini tentu saja kemudian diikuti oleh negara lain sehingga perdagangan dunia menjadi tidak bebas.
Namun selang beberapa tahun, Amerika Serikat memulai dengan Reciprocal Agreement Act yang membolehkan Presiden mengadakan perundingan tentang penurunan tarif. Setelah berakhirnya perang dunia II, usaha ke arah liberalisasi perdagangan makin mendapat angin segar. Tahun 1948 dalam Havana charter dikandung maksud untuk membentuk International Trade Organization (ITO) yang bertujuan mengurangi hambatan dalam perdagangan serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun usaha ini banyak mendapat tantangan politik sehingga Amerika Serikat menolaknya. Sebagai usaha sementara, maka pada saat itu diciptakan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Karena kegagalan ITO maka GATT menjadi badan penyangga yang penting dalam badan dunia untuk membangun kembali sesudah perang dunia II. Dua badan dunia lainnya adalah IMF dan IBRD (World Bank). GATT adalah suatu persetujuan multilateral yang menentukan peraturan-peraturan bagi pelaksanaan perdagangan internasional. Tujuannya adalah untuk menciptakan suatu perdagangan internasional yang terbuka, bebas dan kompetitif. Jumlah anggota sampai dengan tahun 1988 ada 94 contracting parties yakni peserta penandatangan penuh dengan lebih dari 30 anggota luar biasa yang menerapkan peraturan-peraturan GATT dalam perdagangan mereka.
Prinsip dasar yang utama dari GATT tersebut adalah apa yang disebut dengan Most Favoured Nation (MFN) yakni mengharuskan setiap contracting parties memberikan perlakuan yang sama dalam kebijaksanaan perdagangan internasional kepada negara penandatangan yang lain. Kelonggaran yang diberikan kepada negara lain atas dasar perjanjian bilateral haruslah diberikan pula kepada semua anggota yang lain tanpa perjanjian terlebih dahulu. Di samping itu, GATT sejauh mungkin menggunakan tarif sebagai hambatan perdagangan dan bukan nontarif. Apabila terjadi perselisihan dapat diselesaikan melalui proses konsultasi/konsiliasi secara terus-menerus. Dengan demikian GATT di samping merupakan kumpulan peraturan juga merupakan forum untuk mencapai konsiliasi/menyelesaikan perselisihan perdagangan.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 91 Perubahan-perubahan yang besar tidak terjadi dalam perdagangan internasional semenjak GATT berdiri dan ini memberikan tekanan terhadap bekerjanya mekanisme GATT sehingga perlu perubahan di sana-sini. Masalah yang dirasa sangat mendesak adalah prosedur penyelesaian perselisihan (dispute settlement) dan pengawasan (surveilance), dan mungkin diperlukan satu badan internasional yang mengawasi bekerjanya mekanisme GATT serta menjamin bahwa contracting parties memenuhi kewajibannya.
Hingga tahun 1989 putaran/perundingan GATT telah berjalan sebanyak 8 kali, yakni: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Tahun 1947 Tahun 1949
: Jenewa : Annecy
Tahun 1950/1951 : Torquay Tahun 1955/1956 : Jenewa Tahun 1961/1962 : Jenewa (disebut Dillon Round) Tahun 1963/1967 : Jenewa (disebut Kennedy Round) Tahun 1963/1979 : Jenewa (disebut Tokyo Round) Tahun 1986 : Uruguay (disebut Uruguay Round)
Perundingan pertama di Jenewa tahun 1947 ditandatangani oleh negara-negara yang ikut merumuskan Havana charter berisi pemotongan tarif di mana pada saat itu tarif merupakan hambatan yang cukup besar dalam perdagangan internasional. Negara-negara yang selanjutnya di Annecy, Torquay dan Jenewa terutama menyangkut masalah pengurangan tarif dengan negara-negara yang telah menyatakan minatnya bergabung dalam GATT. Dillon Round tahun 1961/1962 berisi keharusan Customs Union dan daerah perdagangan bebas (free trade area) diperiksa oleh GATT untuk menjamin bahwa pendiriannya tidak menimbulkan proteksi bagi negara di luar anggota customs union dan free trade area. Bersamaan ini diusulkan oleh Douglas Dillon, Wakil Menlu AS tentang penurunan tarif. Kennedy Round mencakup pemotongan tarif yang bersifat multilateral dan berlaku bagi semua pihak (across the board) untuk produk-produk industri. Di samping itu dibicarakan pula tentang anti dumping code yang berisi tentang arti dumping dan faktor-faktor yang harus diperhitungkan dalam menilai akibat negatif dumping terhadap industri dalam negeri. Untuk itu suatu negara diperkenankan mengenakan bea khusus (anti dumping) atas barang impor. Tokyo Round menghasilkan serangkaian codes tentang berbagai masalah, seperti tentang standar teknis, lisensi impor, dumping, subsidi serta beberapa komoditi (seperti daging dan susu). Kode-kode ini hanya merupakan tambahan dari general agreement sehingga setiap negara contracting bebas untuk menganut/memilih kode mana yang akan diikuti. Pada bulan September 1986, putaran GATT diselenggarakan di sebuah kota bernama Punta del Este di Uruguay, yang kemudian dikenal dengan Uruguay Round. Deklarasi yang dihasilkan meliputi dua bagian. Pertama, deklarasi yang menyangkut tentang barang yang menjamin tidak akan ada tindakan proteksionis. Kedua, deklarasi yang menyangkut perdagangan jasa (trade in services). Banyak negara berkembang yang tidak menyetujui liberalisasi di dalam perdagangan jasa, mengingat sektor jasa mereke belum kuat. Perundingan ini diawasi oleh Trade Negotiations Committee (TNC). Di bawah TNC ini, ada dua komite sesuai dengan isi deklarasi Punta del Este, yakni Group of Negotiations on Goods (GNG) dan Group of Negotiations on Services (GNS).
Ekonomi Intern a s i o n a l | 92 Akhirnya, dapat disebutkan bahwa tujuan utama perundingan GATT, seperti juga yang telah disepakati di Punta del Este adalah: a) Untuk mencapai liberalisasi dan perluasan perdagangan dunia demi kepentingan semua negara, khususnya negara berkembang. b) Memperkuat dan meningkatkan peranan GATT dan mengusahakan jangkauan perdagangan dunia yang lebih luas di bawah peraturan-peraturan multilateral yang telah disepakati. c) Meningkatkan daya tanggap sistem GATT terhadap lingkungan ekonomi dunia yang selalu berubah melalui koordinasi yang lebih erat antara GATT dengan badan-badan internasional. d) Memupuk kerja sama yang sudah ada pada tingkat nasional maupun internasional untuk memperkuat hubungan antara kebijaksanaan perdagangan dengan kebijaksanaan ekonomi lainnya. Disepakati bahwa perundingan-perundingan dilaksanakan dengan cara sejelas mungkin (transparan) dan semua contracting parties sepakat tentang prinsip-prinsip perlakuan khusus dan berbeda bagi negara berkembang (Differential and Most Favourable Treatment Reciprocity and Fuller Participation of Developing Countries). 11.2. Faktor Produksi Tenaga Kerja, Modal SDM dan Teknologi Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi dalam suatu negara bersifat fluktuatif, kadang mengalami kenaikan dan kadang mengalami penurunan. Kondisi pertumbuhan dan pembangunan yang bersifat fluktuatif atau berubah-ubah tersebut disebabkan oleh adanya faktorfaktor yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Faktor-faktor yang dimaksud di sini antara lain:
a) Tenaga Kerja/Sumber Daya Manusia (SDM) SDM menjadi faktor yang sangat penting terhadap tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi maupun pembangunan ekonomi. Hal ini karena dalam suatu proses produksi, peran sumber daya manusia sangat vital yaitu sebagai tenaga kerja dan sekaligus sebagai pengusaha yang bertugas mengombinasikan beberapa faktor produksi dalam kegiatan menghasilkan barang maupun jasa. Selain itu, sumber daya manusia juga berperan dalam penciptaan teknologi baru dan modern untuk mendukung pekerjaan dan mengoptimalkan hasil produksi. Oleh karena itu, jika suatu negara menginginkan tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pembangunan ekonomi yang tinggi, maka negara tersebut harus meningkatkan kualitas SDM diantaranya dapat dilakukan dengan mengembangkan kualitas ilmu pengetahuan, kualitas teknologi, memberikan pelatihan keterampilan, serta membina sikap dan pola pikir yang positif. b) Modal Apabila suatu negara ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi maupun pembangunan ekonomi maka modal sangat diperlukan, baik modal berupa barang maupun modal berupa uang. Dalam negara berkembang, pada umumnya mempunyai ketersediaan modal yang relatif rendah. Tingkat pembentukan modal yang rendah disebabkan oleh kemampuan menabung yang masih rendah. Kemampuan menabung yang rendah disebabkan oleh rendahnya pendapatan. Pendapatan yang rendah disebabkan oleh tingkat produktivitas yang masih rendah. Tingkat produktivitas yang rendah disebabkan oleh tingkat pembentukan modal yang masih rendah, sehingga kegiatan investasi tidak dapat berkembang. Demikian seterusnya sehingga membentuk suatu lingkaran setan atau lingkaran setan kemiskinan (vicious circle) yang tidak ada putusnya dan saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Lingkaran setan harus diputuskan agar suatu negara dapat terbebas dari kemiskinan, cara
Ekonomi Intern a s i o n a l | 93 memutuskannya adalah dengan melakukan suatu hentakan besar, hentakan tersebut diantaranya dengan melakukan investasi yang lebih besar, meningkatkan keahlian dan keterampilan penduduk serta menkan laju pertumbuhan penduduk dengan program Keluarga Berencana (KB). c) Teknologi Teknologi merupakan salah satu faktor penentu kenaikan atau penurunan pertumbuhan ekonomi maupun pembangunan ekonomi. Hal ini karena dengan penguasaan teknologi yang baik maka akan memudahkan suatu negara dalam mengolah sumber daya alam yang dimiliki negara tersebut sehingga dapat mencapai tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang tinggi. Dengan menggunakan beberapa teknologi modern, maka proses produksi dapat dilakukan dengan lebih cepat, dapat memproduksi barang dan jasa lebih banyak dan lebih baik serta dapat menghemat biaya produksi.
11.3. Perpindahan Faktor Produksi antar 2 Negara Teori perdagangan klasik menganggap bahwa faktor produksi tidak secara bebas pindah dari satu negara ke negara lain. Meskipun anggapan ini ditiadakan maka prinsip teori perdagangan klasik itu masih tetap berlaku. Namun apabila analisa perdagangan itu dilakukan dengan memperhatikan waktu (dinamis) maka akan terpengaruh adanya perpindahan faktor produksi. Faktor produksi akan pindah dari tempat yang harganya murah ke tempat yang harganya lebih mahal, dan akhirnya harga faktor produksi akan cenderung sama di berbagai tempat. Perpindahan faktor produksi ini dapat dianggap sebagai pengganti perdagangan barang. Misalnya, satu negara yang tidak memiliki faktor produksi tenaga kerja yang banyak dapat mendatangkan (mengimpor) tenaga kerja atau mengimpor barang yang padat tenaga kerja dari negara yang banyak memiliki tenaga kerja, tentu saja kedua pilihan ini akan membawa implikasi ekonomi yang berbeda bagi negara penerima dan pemberi. Migrasi faktor tenaga kerja antarnegara tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi saja, tetapi juga oleh faktor nonekonomi seperti misalnya agama, ras dan politik. Untuk faktor ekonomi biasanya migrasi didasarkan pada perhitungan pendapatan dan biaya. Harapan untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi atau standar hidup yang lebih baik merupakan tujuan pindah ke tempat/negara lain. Mereka meninggalkan tempat yang produktivitasnya lebih tinggi mungkin dikarenakan tenaga kerjanya dikombinasikan dengan faktor produksi lainnya yang lebih banyak dan baik kualitasnya.
Tetapi migrasi tidak berarti tanpa biaya. Untuk pindah, baik orangnya, keluarganya maupun barang miliknya tentu perlu biaya dan waktu. Di samping itu ada pula biaya yang tidak langsung baik berupa ketidakenakan maupun proses penyesuaian dengan lingkungan sosial, budaya bahasa dan sebagainya. Namun apabila menurut perhitungannya manfaat yang diperoleh lebih besar dari biayanya, migrasi akan terjadi. Secara demografis, efek yang nampak dari migrasi adalah adanya apa yang disebut “brain drain”. Human capital tidak dapat dipisahkan dari orangnya yang pindah. Tentu saja negara yang ditinggalkan akan rugi, sebaliknya yang kedatangan akan untung. Kebijaksanaan immigrasi berbeda antara satu negara dengan negara lain. Satu negara yang sudah terlalu banyak penduduknya tidak akan banyak mendorong immigrasi. Sebaliknya negara yang kurang penduduknya mendorong immigrasi secara selektif, terutama untuk tenaga kerja yang berkualitas.
Tentu saja dalam kenyataan masih banyak faktor yang mempengaruhi perpindahan faktor produksi antarnegara; seperti misalnya perbedaan dalam teknik produksi, perbedaan dalam pola permintaan, dan kenyataannya tenaga kerja tidak sepenuhnya mudah pindah.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 94 Seperti halnya tenaga kerja, model merupakan sumber pertumbuhan ekonomi suatu negara, baik modal yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Namun bedanya, modal relatif lebih mudah pindah dari satu negara ke negara lain dengan tujuan memperoleh pendapatan. Tentu saja perpindahan ini harus didukung adanya kebijaksanaan pemerintah yang tidak melarang arus modal masuk dan keluar.
Untuk negara penerima pinjaman luar negeri atau investasi dari luar negeri dapat mendorong pertumbuhan. Modal asing sangat perlu manakala negara belum bisa membuat barang modal itu sendiri atau kalau dibuat sendiri biayanya mahal. Meskipun barang modal itu harus diimpor tidak berarti hanya bisa dibiayai dengan pinjaman luar negeri saja, tetapi juga dapat dibiayai dari sumber dalam negeri yang diarahkan untuk produksi ekspor yang dengan devisa yang diperoleh dapat dipakai untuk membiayai impor barang modal. Untuk menjelaskan efek modal luar negeri terhadap produksi dan pendapatan, secara sederhana dapat kita anggap bahwa modal luar negeri (uang) tersebut digunakan untuk membeli barang modal dari luar negeri; dan barang modal tersebut sama baiknya antara dalam maupun luar negeri. Masalahnya adalah penentuan besarnya pinjaman luar negeri yang harus diambil. Untuk pinjaman luar negeri, negara peminjam harus membayar biaya bunga. Apabila pinjaman luar negeri ini dapat mendorong pertumbuhan, kontribusinya melebihi biaya, maka secara ekonomis tidak menimbulkan masalah. Misalkan tenaga kerja, teknologi dan faktor produksi lain tidak berubah maka berdasar hukum hasil petambahan produksi yang menurun (diminishing return) tambahan modal akan mengakibatkan tambahan hasil yang semakin menurun. Sampai satu titik tertentu sama dengan biaya pinjaman. Dalam keadaan demikian dikatakan bahwa daya absorpsi yang berkaitan dengan modal luar negeri terbatas.
Dari uraian di atas nampak bahwa ekonomi dunia akan memperoleh keuntungan dengan adanya transfer faktor produksi (tenaga kerja, modal, dll) yang ini mirip dengan keuntungan yang timbul karena perdagangan internasional (barang) seperti yang dikemukakan oleh teori klasik. Satu negara yang tidak memiliki faktor produksi tenaga kerja dalam jumlah banyak dapat mendatangkan tenaga kerja dari negara lain atau mengimpor barang yang padat tenaga kerja. Kedua cara ini akan dapat mendatangkan keuntungan. Sebaliknya negara yang banyak memiliki modal dapat menjual/mengekspor/barang yang padat modal atau mentransfer modal untuk memperoleh pendapatan di luar negeri. Output dunia akan naik dengan adanya realokasi faktor produksi dari negara yang nilai produk marjinalnya rendah ke negara yang nilai produk marjinalnya lebih tinggi, apakah melalui perdagangan barang atau transfer faktor produksi. Seperti pada perdagangan barang perpindahan faktor produksi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan antarnegara dan harga faktor produksi cenderung sama di berbagai negara (factor price equalization). 11.4. Globalisasi Ekonomi, Pasar Bebas dan Blok Perdagangan Adam Smith dalam tulisannya An Inquiry into The Wealth of Nation atau yang dikenal dengan The Wealth of Nation (1776) mengatakan, secara alami bahwa setiap manusia akan selalu memperoleh dorongan untuk dapat meningkatkan kehidupannya agar lebih baik bagi dirinya sendiri. Selanjutnya dijelaskan bahwa masyarakat yang memungkinkan bagi dirinya sendiri. Selanjutnya dijelaskan bahwa masyarakat yang memungkinkan warganya melakukan hal-hal yang baik bagi dirinya sendiri. Inilah dasar falsafah individualisme yang menjadi landasan prinsip demokrasi ekonomi pasar dan hak asasi manusia. Falsafah individualisme ini dalam perjalanannya memenangkan dari segala pertarungan dengan macam-macam falsafah pemikiran ekonomi, terutama dengan pemikiran komunisme. Posisi falsafah individualisme ini lebih memiliki sifat universal dan manusiawi dibandingkan dengan komunisme yang dikembangkan oleh Karl Marx.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 95 Pemikiran individualisme yang merangsang setiap aktivitas ekonomi bergerak secara bebas merupakan dasar bagi perkembangan ekonomi pasar sehingga berkembang menjadi perdagangan bebas antarindividu, antarkelompok, antarmasyarakat, antardaerah hingga antarnegara. Perkembangan ekonomi dunia yang begitu pesat telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan dan mempertajam persaingan yang menambah semakin rumitnya strategi pembangunan yang mengandalkan ekspor di satu pihak, hal ini merupakan tantangan dan kendala yang membatasi. Di pihak lain, hal tersebut merupakan peluang baru yang dapat dimanfaatkan untuk keberhasilan pelaksanaan pembangunan nasional. Perekonomian dunia mengalami perubahan sejak dasawarsa 1970-an hingga tahun 2000-an yang bersifat mendasar atau struktural dan mempunyai kecenderungan jangka panjang atau konjungtural. Perkembangannya sangat menarik, yang istilahnya sangat populer belakangan ini adalah ‘globalisasi’.
Gejala globalisasi terjadi dalam kegiatan finansial, produksi, investasi, dan perdagangan yang kemudian memengaruhi tata hubungan ekonomi antar bangsa. Proses globalisasi itu telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan antarnegara, bahkan menimbulkan proses menyatunya ekonomi dunia, sehingga ‘batas-batas antarnegara dalam berbagi praktik dunia usaha/bisnis seakan-akan dianggap tidak berlaku lagi’. Selain globalisasi, perubahan yang cukup menonjol adalah kecenderungan terpisahnya kegiatan ekonomi primer dari ekonomi industri, yang berarti bahwa penggunaan material dalam industri makin sedikit. Dari perkembangan itu terlihat bahwa proses kegiatan ekonomi produksi industri pengolahan dalam perkembangannya tampak makin melemah kaitannya ke belakang, sehingga perkembangannya tidak banyak menimbulkan pengaruh yang serupa pada produksi barang primer. Dampak yang terjadi adalah merosotnya harga komoditi primer yang disebabkan oleh permintaan yang lesu, merosotnya nilai tukar perdagangan (term of trade) dari sektor pertanian, sejalan dengan produksi yang terus-menerus meningkat karena teknologi baru. Kaitan yang melemah juga tampak pada perkembangan industri dengan penciptaan kesempatan kerja sebagai akibat robotisasi dan melemahkan kaitan ekonomi moneter perbankan dengan ekonomi riil (sektor produksi dan perdagangan).
Pada umumnya, negara di dunia menghadapi perkembangan tersebut dengan melakukan berbagai langkah penyesuaian yang sebagian cenderung bersifat proteksionistis. Timbulnya berbagai blok perdagangan yang pada dasarnya melanggar ketentuan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) atau World Trade Organization (WTO) atau diterapkannya peraturan perundang-undangan yang jelas-jelas proteksionistis, semuanya menunjukkan gejala tersebut. 1) Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) atau European Economic Community (EEC) Adalah PM Inggris, Winston Churcill yang pertama kali melontarkan ide perlu dibentuknya Dewan Eropa. Dalam pidatonya di Zurich pada tanggal 19 September 1946, Churcill mengusulkan pembentukan dua organisasi, yakni Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau North Atlantic Treaty Organization (NATO) dan Dewan Eropa. Kita harus menciptakan semacam United State of Europe, demikian yang dia sampaikan. Langkah pertama yang bisa ditempuh sebelum menuju ke sana adalah membentuk Dewan Eropa. Dalam hal ini, Perancis dan Jerman diharapkan mengambil inisiatif. Inggris Raya, negara-negara persemakmuran, Amerika, dan diharapkan juga Uni Soviet bisa menjadi sahabat dan pelindung dari ‘Eropa Baru’ yang mendahulukan hak untuk hidup dan kemakmuran.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 96 Pembentukan NATO tampaknya lebih mudah karena pada tanggal 4 April 1949, pakta pertahanan tersebut resmi terbentuk. Dewan Eropa sendiri mulai muncul 5 Mei 1949. Namun, dalam perjalanannya yang sangat panjang dan baru 17 Februari 1992 di Maastrich, Belanda, disepakati secara lebih nyata penyatuan Eropa dalam bidang ekonomi, moneter dan politik. Sejak kesepakatan Maastrich, boleh dikatakan tidak ada lagi pembatasan lalu lintas barang maupun orang di antara negara-negara Uni Eropa. Setiap orang boleh bekerja di mana saja yang mereka inginkan. Barang-barang produksi juga bebas diperdagangkan di antara negara-negara anggota Uni Eropa. Dalam Perjanjian Roma disepakati mendirikan European Economic Community (EEC) atau MEE, yang mengharuskan para anggota memenuhi persyaratan berikut. 1) 2) 3) 4) 5)
Menurunkan tarif, kuota, dan hambatan lain pada perdagangan intranegara-negara Eropa. Menaati tarif eksternal umum dari negara-negara di luar MEE. Menjalankan aliran faktor produksi dalam MEE. Mengharmoniskan kebijakan pajak dan moneter serta kebijakan keamanan sosial. Menentukan kebijakan umum untuk pertanian, transportasi, dan persaingan industri.
Tarif eksternal umum MEE untuk setiap produk dihitung sebagai rata-rata aritmetika dari tarif tiap-tiap negara anggota. Penetapan tarif dan pengukuran hambatan perdagangan intra-MEE harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga memberi cukup waktu bagi para produsen untuk mengubah biaya input dan harga produk yang bersaing. “Periode Transisi” itu berlangsung minimal 12 tahun dan maksimal 15 tahun. Dalam kenyataannya, banyak produsen yang merasa mudah untuk melakukan perubahan tersebut dan kegiatan tersebut sudah selesai sebelum waktu yang ditentukan. b) North America Free Trade Agreement (NAFTA) Penyusunan North America Free Trade Agreement (NAFTA) terjadi pada tanggal 12 Agustus 1992, disetujui dan ditandatangani di Washington DC oleh wakil pemerintah AS, Kanada, dan Meksiko. Pendirian NAFTA dimaksudkan untuk menghapus hambatan-hambatan perdagangan, menciptakan persaingan yang wajar, serta meningkatkan investasi antarnegara anggota. Hal ini dijadikan dasar pengembangan kerja sama regional dan multilateral di masa mendatang. Ketentuan-ketentuan dalam NAFTA tidak bertentangan dengan aturan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), kesepakatan perdagangan multilateral antar–penandatanganan (anggota) dewasa ini terdiri dari 108 negara. GATT/WTO tidak melarang pendirian kawasan perdagangan bebas antarnegara, karena kesepakatan tersebut untuk mengurangi atau menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan yang merupakan prinsip yang mendasari perjuangan GATT/WTO, meskipun hanya berlaku bagi negara-negara anggota. GATT/WTO mempersyaratkan bahwa pembentukan kawasan perdagangan bebas tidak boleh dilakukan dengan menimbulkan hambatan baru bagi negara-negara bukan anggota. Jadi, perlakuan negara-negara anggota terhadap yang bukan anggota tidak boleh lebih memberatkan dibandingkan dengan ketentuan sebelum pembentukan blok perdagangan. Kesepakatan pendirian NAFTA meliputi program penghapusan tarif bea masuk perdagangan komoditi pertanian, barang-barang otomotif, tekstil bahan pakaian jadi, energi dan petrokimia, serta
jasa-jasa. Ketentuan-ketentuan mengenai antidumping, countervailing, angkutan darat, investasi, hak cipta, dan prosedur penyelesaian sengketa.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 97 Dalam hal tarif bea masuk, NAFTA menentukan untuk kebanyakan yang memenuhi ketentuan sebagai barang asal Amerika Utara dilakukan pengahpusan secara progresif dalam waktu 15 tahun atau 10 tahun. Sedangkan untuk barang-barang yang dianggap sensitif, penghapusannya akan dilakukan dalam waktu 15 tahun. Barang-barang yang sensitif ini misalnya, sepatu kanvas, keramik, tas, dan berbagai produk pertanian, seperti kacang tanah, orange juice, concentrate, asparagus, dan sebagainya.
Pembentukan kawasan perdagangan bebas memang di satu pihak dapat menimbulkan peningkatan perdagangan, paling tidak antarnegara anggota, bahkan kalau kawasan tersebut menjadi lebih bertumbuh, maka peningkatan perdagangan juga dapat timbul antara kawasan ini dengan negaranegara di luarnya (trade creation). Akan tetapi, karena peningkatan perdagangan antarnegara anggota ini sering kali bukan merupakan tambahan baru, melainkan menggantikan yang lama, maka dampak yang terjadi adalah suatu subsituasi saja, suatu pengalihan perdgangan dari mitra lama ke luar kawasan, ke mitra baru anggota kawasan (trade diversion). Dalam bentuk sekarang, seperti halnya dengan NAFTA, karena kesepakatan pembentukan blok perdagangan tersebut mencakup pula pembebasan perdagangan jasa, investasi dan berbagai hal lain, maka kedua dampak tersebut mungkin lebih substansial lagi, baik yang bersifat menumbuhkan perdagangan maupun yang mengalihkannya. c) Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) Awal munculnya APEC dimulai dari adanya pergeseran kekuatan ekonomi dunia dari transAtlantik ke trans-Pasifik. Konsekuensinya adalah gagasan pembentukan kawasan ekonomi pun berkembang pula ke wilayah Asia Pasifik. Meski kekuatan ekonomi kawasan trans-Atlantik ingin dipertahankan Eropa. Namun demikian, dengan munculnya ‘The East Asian Miracle’ (Keajaiban Asia Timur) telah menyebabkan pergeseran itu tidak dapat dihindarkan sama sekali. Berbagai pemikiran mengenai pembentukan suatu badan kerja sama ekonomi di kawasan Asia Pasifik sebenarnya telah lama berkembang, setidak-tidaknya sejak 1967. Namun, gagasan tersebut hanya muncul dari berbagai organisasi nonpemerintah. Sebaliknya, belum ada pemikiran di kalangan pemerintah mengenai pembentukan suatu badan “resmi”, mengenai masih ada berbagai konflik kepentingan di antara negara-negara Asia Pasifik. Melalui berbagai diskusi dan dorongan yang sangat intensif dari PM Australia, Bob Hawke, suatu pertemuan penjajakan dalam usaha pembentukan APEC berhasil dilakukan di Canberra tahun 1989. Dalam pertemuan itu, Australia berusaha menempatkan ASEAN sebagai ‘inti’ dan dilingkungi negaranegara industri di kawasan Pasifik; Jepang, Amerika Serikat, Kanada, dan Selandia Baru. Selain itu, di antara kelompok NIEs (negara-negara industri baru), hanya Korea yang diundang hadir (selain Singapura dalam kelompok ASEAN) sedangkan ‘ketiga Cina’ belum diikutsertakan sama sekali. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik di antara ‘ketiga Cina’. Australia sendiri bertindak sebagai tuan rumah. Ketika APEC dibentuk di Canberra (1989), negara-negara ASEAN dan non-ASEAN berbanding 1:1. Dengan kata lain, enam negara ASEAN (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand) berhadapan dengan Australia, Kanada, Jepang, Korea, Selandia Baru, dan Amerika Serikat.
APEC merupakan suatu institusi yang cukup unik, dengan mengombinasikan berbagai “konflik” politik dan kerja sama ekonomi di kawasan Asia Pasifik. Politik dan ekonomi tidak berjalan pada jalan yang sama. Namun tidak pula dapat disangkal, peranan ekonomi telah jauh lebih penting dari
Ekonomi
I n t e r n a s i o n a l | 98
kepentingan politik dalam perkembangan pembangunan dewasa ini. Sejak APEC didirikan secara informal dalam pertemuan Canberra (1989), berbagai bentuk pertemuan telah diadakan di negara anggota. APEC merupakan sebuah badan konsultasi dan sama sekali bukan bersifat forum negosiasi, dapat dibayangkan betapa sukarnya mencari isu-isu yang perlu dibincangkan dalam lingkungan APEC. Semula, isu-isu yang dibahas lebih bersifat teknis-sektoral dalam usaha mencari bentuk kerja sama ekonomi antarnegara anggota. Namun, sekitar dua tahun kemudian, terdapat pula dorongan untuk mengkaji masalah-masalah yang lebih berorientasi terhadap pola kebijakan ekonomi, perdagangan dan investasi, walaupun hal ini tidak begitu disenangi oleh beberapa negara anggota. Program kerja APEC, dengan demikian, mencakupi program operasional dan program administratif. Program operasional merupakan program kerja sama ekonomi yang sedang diperkembangkan dewasa ini. Program administratif melalui sekretariat APEC lebih bersifat mendukung aktivitas program operasional. Program operasional dikembangkan melalui empat bidang kajian berikut. 1) 2) 3) 4)
Kajian ekonomi. Liberalisasi perdagangan. Investasi, transfer teknologi dan pengembangan SDM. Kerja sama sektoral, seperti pariwisata, energi, promosi perdagangan, masalah lingkungan hidup, serta pembangunan prasarana.
Dari segi pembentukan suatu blok perdagangan, makin besar variasi keadaan ekonomi yang mencerminkan daya saing masing-masing negara, makin sukar pula dicapai kesepakatan penghapusan rintangan-rintangan perdagangan yang oleh masing-masing negara dipergunakan untuk memberikan perlindungan pada ekonomi masing-masing. Negara yang daya saingnya lemah tentu menghendaki perlindungan yang lebih besar dibandingkan dengan yang daya saingnya kuat. Karena itu, makin besar perbedaan kondisi ekonomi antarpara anggota negara lain yang ditunjukkan oleh GNP per kepala, makin sulit pula dibentuk suatu blok perdagangan. Dalam kerangka hubungan perdagangan internasional, berbagai upaya masih dijalankan agar usaha memperbaiki sistem perdagangan dunia melalui perundingan perdagangan multilateral dalam kerangka perundangan dalam Uruguay Round dapat segera memberi hasil positif, terciptanya perdagangan dunia yang bebas, adil dan terbuka. Globalisasi ekonomi ditandai dengan makin menipisnya batas-batas investasi atau pasar secara nasional, regional ataupun internasional. Hal itu disebabkan oleh adanya hal-hal berikut ini. 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Komunikasi dan transportasi yang semakin canggih. Lalu lintas devisa yang semakin bebas. Ekonomi negara yang makin terbuka. Penggunaan secara penuh keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif tiap-tiap negara. Metode produksi dan perakitan dengan organisasi manajemen yang makin efisien. Semakin pesatnya perkembangan perusahaan multinasional di hampir seantero dunia.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 99 SOAL-SOAL LATIHAN Silanglah salah satu di antara huruf A, B, C dan D, yang menurut pendapat Anda paling tepat dihubungkan dengan bagian kalimat yang mendahuluinya. 1. Perundingan pertama General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) diselenggarakan di ... A. Jenewa C. Tokyo B. Uruguay D. Annecy 2. Berikut ini yang merupakan penggagas terbentuknya Dillon Round adalah ... A. Bob Hawke C. John F. Kennedy B. Douglas Dillon D. Winston Churcill 3. Berikut ini yang merupakan penggagas terbentuknya Kennedy Round adalah ... A. Bob Hawke C. John F. Kennedy B. Douglas Dillon D. Winston Churcill 4. Berikut ini yang merupakan penggagas terbentuknya North Atlantic Treaty Organization (NATO) adalah ... A. Bob Hawke C. John F. Kennedy B. Douglas Dillon D. Winston Churcill
5
Berikut ini yang memprakarsai terbentuknya Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) adalah ... A. Bob Hawke C. John F. Kennedy
B. Douglas Dillon 6 APEC terbentuk pada tahun ...
A. 7 1988
D. Winston Churcill
C. 1990 B. 1989 D. 1991 7. Berikut ini merupakan penanda terjadinya globalisasi ekonomi dunia, kecuali ... a. Ekonomi negara makin terbuka b. Komunikasi dan transportasi semakin canggih c. Investasi, transfer teknologi dan pengembangan SDM d. Semakin pesatnya perkembangan perusahaan multinasional di hampir seantero dunia 8. Berikut ini merupakan isi dari perundingan Tokyo Round adalah ... a. Masalah pengurangan tarif dengan negara-negara yang telah menyatakan minatnya bergabung dalam GATT b. Pemotongan tarif yang bersifat multilateral dan berlaku bagi semua pihak (across the board) untuk produk-produk industri c. Keharusan Customs Union dan daerah perdagangan bebas (free trade area) diperiksa oleh GATT untuk menjamin bahwa pendiriannya tidak menimbulkan proteksi bagi negara di luar anggota customs union dan free trade area. d. Penentuan standar teknis, lisensi impor, dumping, subsidi serta beberapa komoditi (seperti daging dan susu) 9. Tokyo Round dihasilkan perundingan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang diselenggarakan di ... A. Jenewa C. Tokyo B. Uruguay D. Annecy 10.NATO terbantuk pada tanggal ... A. 5 Mei 1949 C. 17 Februari 1992 B. 4 April 1949 D. 12 Agustus 1992
Ekonomi
I n t e r n a s i o n a l | 100
Jawablah soal essay di bawah ini, yang menurut pendapat Anda benar. 1. 2. 3. 4. 5.
Jelaskan apa itu General Agreement on Tariffs and Trade (GATT)? Apa isi dari Havana Charter? Sebutkan contoh dari blok perdagangan? Minimal 5! Jelaskan alasan awal mula APEC berdiri? Jelaskan apa yang dimaksud dengan Liberalisasi Perdagangan?
Ekonomi Intern a s i o n a l | 101 BAB 12
KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling ketergantungan sesuai dengan kebutuhan negara masing-masing. Kerjasama dalam bidang ekonomi dapat dijalin oleh suatu negara dengan satu atau lebih negara lainnya. Kerjasama ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bersama. Hubungan kerjasama antar negara dapat mempercepat proses perkembangan ekonomi. Hal ini sangat dirasakan sekali pentingnya bagi negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Saat ini, memang banyak negara yang memilih untuk mengikuti badan-badan atau lembaga internasional yang sekiranya mampun membantu mengembangkan perekonomian di negara tersebut. Badan-badan kerjasama ekonomi internasional yang ada di dunia ini dibagi dalam bermacam-macam bentuk kerjasama. 12.1. Bentuk-bentuk Kerjasama Ekonomi Internasional Sebelum menjelaskan lebih lanjut mengenai bentuk kerjasama internasional yang ada di dunia ini, maka tidak ada salahnya jika kita mengetahui terlebih dahulu pengertian dari bentuk kerjasama internasional. Bentuk kerjasama internasional merupakan kerjasama yang terjadi antarnegara. Kerjasama ini merupakan hubungan antara negara yang satu dengan negara yang lainnya. Beberapa negara ini tergabung dalam sebuah lembaga atau badan karena ingin mencapai tujuan yang sama. Bentuk kerjasama ekonomi internasional terbagi dalam 4 macam, yaitu kerjasama ekonomi bilateral, kerjasama multilateral, kerjasama regional dan kerjasama internasional. a) Kerjasama Bilateral Kerjasama ekonomi bilateral ini merupakan bentuk kerjasama ekonomi yang dilakukan oleh dua negara. Dua negara ini saling membantu terutama dalam bidang ekonomi antara negara yang satu dengan negara yang lain. b) Kerjasama Multilateral Kerjasama multilateral adalah bentuk kerjasama ekonomi antara beberapa negara, dimana yang tergabung dalam kerjasama itu saling membantu di bidang ekonomi. Bentuk kerjasama ini tidak dibatasi atas wilayah tertentu jadi negara yang berada di luar kawasan pun dapat bergabung dalam badan yang berbentuk kerjasama multilateral ini. Dengan kata lain, bentuk kerjasama ekonomi ini tidak terikat oleh wilayah yang ada. c) Kerjasama Regional Kerjasama regional adalah bentuk kerjasama ekonomi dari negara-negara kawasan/daerah tertentu, yang bertujuan menjamin kepentingan ekonomi negara-negara satu kawasan. Tentunya beberapa negara yang berada di kawasan atau wilayah tertentu ini memiliki tujuan yang sama dalam bidang ekonomi sehingga mereka saling membantu antarnegara.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 102 d) Kerjasama Internasional Kerjasama internasional adalah bentuk kerjasama ekonomi yang mencakup banyak negara dan bernaung di bawah satu bendera PBB. Kerjasama ini bertujuan saling membantu di bidang ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan bersama. 12.2. Integrasi Ekonomi Regional Integrasi ekonomi regional terjadi apabila beberapa negara yang berada dalam satu wilayah memutuskan untuk menciptakan perdagangan bebas di antara sesama negara anggota dan menetapkan tarif yang sama terhadap impor barang-barang produksi negara-negara lain yang bukan merupakan anggota. Beberapa jenis integrasi ekonomi yang terdapat saat ini diantaranya adalah daerah perdagangan bebas (free trade area), perserikatan pabean (customs union), pasar bersama (common market), dan kesatuan ekonomi (economic union). Berbagai jenis integrasi ekonomi tersebut akan dibahas dibawah ini: a) Daerah Perdagangan Bebas (free trade area) Daerah atau kawasan perdagangan bebas terjadi jika sekelompok negara sepakat untuk menghapuskan berbagai hambatan perdagangan, seperti tarif dan kuota, antar sesama negara anggota. Meskipun demikian, masing-masing negara tetap memiliki dan memberlakukan berbagai hambatan terhadap negara-negara bukan anggota kawasan tersebut. Contoh daerah perdagangan bebas adalah The European Free Trade Area (EFTA) yang dibentuk tahun 1960 dan menghasilkan konvensi Stockholm. Konvensi tersebut menciptakan Daerah Perdagangan Bebas Eropa antar tujuh negara, yaitu Austria, Denmark, Norwegia, Portugal, Swedia, Swiss, dan Inggris. Hambatan antar negara-negara ini dapat dihilangkan secara bertahap dalam tahun 1960 sampai dengan tahun 1966. Setelah itu, Finlandia bergabung pada tahun 1961 dan Islandia tahun 1977. Di wilayah Asia Tenggara, negara-negara ASEAN mencetuskan kawasan perdagangan bebas yang dikenal dengan nama ASEAN Free Trade Area (AFTA). AFTA dibentuk pada awal tahun 1993 oleh tujuh negara anggota ASEAN, yaitu Indonesia, Singapura, Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei dan Vietnam. Anggotanya kemudian bertambah dengan masuknya Laos, Kamboja, dan Myanmar. Keringanan yang diterapkan antar sesama anggota, misalnya, adalah penurunan tarif bea masuk dari negara-negara sesama anggota AFTA. Misalnya, Indonesia akan memberikan tarif bea masuk yang lebih rendah terhadap impor radio buatan Malaysia dibandingkan dengan impor radio dari Cina (bukan anggota AFTA). b) Perserikatan pabean (custom unions) Pada perserikatan pabean, antar sesama negara anggota memberlakukan ketentuan perdagangan bebas dan tarif bea masuk serta kuota yang seragam terhadap impor dari negara-negara bukan anggota. Misalnya negara X, Y, dan Z membentuk perserikatan pabean. Perdagangan di antara ketiga negara tersebut akan berlangsung secara bebas atau tidak ada hambatan baik berupa tarif maupun kuota. Namun jika negara X, Y, dan Z mengimpor produk tertentu dari negara di luar anggota, maka ketiganya akan memberlakukan tarif yang seragam terhadap produk tersebut.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 103 c)
Pasar bersama (common market)
Dalam integrasi ekonomi berbentuk pasar bersama, sesama negara anggota mempunyai kebebasan secara penuh untuk memindahkan faktor-faktor produksi, khususnya modal dan tenaga kerja, serta membentuk kawasan perdagangan bebas dan menyeragamkan peraturan tarif bea masuk. Contoh bentuk kerjasama ini adalah Masyarakat Eropa (ME) atau European Community (EC). ME didirikan pada tahun 1958 oleh Jerman Barat (sekarang Jerman), Perancis, Belgia, Italia, Luxemburg, dan Belanda. Saat ini anggotanya bertambah lagi dengan masuknya negara Inggris, Yunani, Spanyol, Portugal, Irlandia, dan Denmark. Nama European Community ini juga kemudian berubah menjadi European Union (EU). d)
Kesatuan ekonomi (economic union)
Negara-negara yang membentuk kerjasama kesatuan ekonomi (economic union) memiliki kebijakan ekonomi tunggal atau serupa, termasuk kebijakan moneter, pajak, maupun perdagangan. Sampai saat ini hanya European Union yang mengarah pada bentuk kerjasama ini. Hal ini, misalnya, ditandai dengan diberlakukannya mata uang tunggal untuk kawasan tersebut yang dinamakan European Currency Unit (ECU) atau Euro. 12.3. Bidang dan Cakupan Kerjasama Ekonomi Internasional Banyak yang mengira bahwa kerjasama ekonomi internasional hanya pada bidang perdagangan barang antarnegara saja. Padahal, pengertian kerjasama internasional itu memiliki cakupan yang sangat luas, tidak hanya terfokus pada perdagangan barang saja. Berikut ini adalah cakupan kerjasama internasional di bidang ekonomi. a) Perdagangan internasional (ekspor-impor) berlaku untuk barang maupun jasa, seperti barang konsumsi dan bahan baku atau jasa tenaga ahli dan konsultan. b) Pertukaran sarana atau faktor-faktor produksi, terutama untuk sarana dan prasarana produksi yang mudah bergerak, seperti tenaga kerja, mesin-mesin, peralatan, teknologi, dan modal. c) Hubungan hutang-piutang yang timbul karena adanya dua kegiatan di atas. Perdagangan internasional dan pembayaran atas sarana dan prasarana produksi, umumnya tidak dilakukan secara tunai, melainkan dengan sistem kredit. Berdasarkan cakupan di atas, pengertian kerjasama ekonomi internasional adalah kerjasama ekonomi yang timbul karena perdagangan internasional, pertukaran sarana dan prasarana, dan hubungan hutang piutang yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk dari negara lain. 12.4. Contoh Bentuk Beberapa Kerjasama Ekonomi Internasional Hubungan kerja sama antarnegara di bidang ekonomi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Bentuk kerja samanya ditentukan berdasarkan negara yang mengadakan perjanjian. Berikut merupakan contoh bentuk beberapa kerjasama ekonomi internasional:
Ekonomi Intern a s i o n a l | 104 a) Kerjasama Bilateral Contoh dari bentuk kerjasama ekonomi yang hanya melibatkan dua negara ini, antara lain pinjam-meminjam modal antara Indonesia dengan Jepang, penyederhanaan tenaga kerja antara Indonesia dengan Malaysia, dan lain-lain. b) Kerjasama Multilateral Contoh dari bentuk kerjasama ekonomi antara beberapa negara, dimana yang tergabung dalam kerjasama itu saling membantu di bidang ekonomi, yaitu ASEAN, MEE, IMF, WTO, dan lain-lain. c) Kerjasama Regional Contoh dari bentuk kerjasama ekonomi dari negara-negara kawasan/daerah tertentu, yang bertujuan menjamin kepentingan ekonomi negara-negara satu kawasan, adalah Association of South East Asian Nations (ASEAN), Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC), Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), ASEAN Free Trade Area (AFTA), North American Free Trade Area (NAFTA), dan lain-lain. d) Kerjasama Internasional Contoh dari bentuk kerjasama ekonomi yang mencakup banyak negara dan bernaung di bawah satu bendera PBB, yakni International Monetary Fund (IMF), World Trade Organization (WTO), World Bank, United Nation Development Program (UNDP), dan lain-lain. SOAL-SOAL LATIHAN Jawablah soal essay di bawah ini, yang menurut pendapat Anda benar. 1. 2. 3. 4. 5.
Apa yang dimaksud dengan Custom Unions? Jelaskan apa yang dimaksud dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)? Sebutkan tugas dari United Nation Development Program (UNDP)? Apa yang dimaksud dengan ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA)? Jelaskan apa yang menjadi dasar terjadinya kerjasama ekonomi internasional?
Ekonomi Intern a s i o n a l | 101 BAB 13
PERANAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI 13.1. Efek Perdagangan Internasional dalam Pertumbuhan Ekonomi Menurut ahli ekonomi Klasik maupun Neo Klasik perdagangan internasional dapat mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Perdagangan internasional merupakan “motor pertumbuhan (engine of growth)”. Pendapat Klasik ini dapat ditelusuri mulai dari David Hume, Ricardo, Marshall, Edgeworth sampai Haberler. Jika aktifitas perdagangan internasional adalah ekspor dan impor, maka salah satu dari komponen tersebut atau kedua-duanya dapat menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan. Tambunan (2005) menyatakan pada awal tahun 1980-an Indonesia menetapkan kebijakan yang berupa export promotion. Dengan demikian, kebijakan tersebut menjadikan ekspor sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan. Ricardo, salah satu penulis Klasik mengembangkan teori comparative advantage. Inti dari teorinya adalah setiap negara akan mengekspor barang yang memiliki comparative advantage, yakni barang yang dapat dihasilkan dengan menggunakan faktor produksi yang dimiliki oleh negara tersebut dalam jumlah besar dan mengimpor barang yang comparative advantage-nya kecil. Kedua negara akan memperoleh keuntungan dengan melakukan perdagangan. Dengan demikian peranan perdagangan internasional dalam pertumbuhan ekonomi cukup besar. Kenaikan perdagangan akan memperbesar potensi pertumbuhan ekonomi. Beberapa kritik terhadap pandangan Klasik ini, antara lain: pertama, teori Klasik masih bersifat statis sehingga tidak dapat menjelaskan proses pertumbuhan yang pada dasarnya bersifat dinamis. Kedua, perdagangan internasional justru menyebabkan ketidakmerataan antarnegara miskin dengan negara maju, sehingga menimbulkan ketidakseimbangan internasional. Ketiga, perdagangan internasional menyebabkan nilai tukar emas (terms of trade) negara berkembang mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan ekspornya masih terbatas pada barang-barang primer, sedangkan impornya berupa barang manufaktur. Meskipun ada juga wacana lain mengenai pengangguran, inflasi atau kenaikan harga barangbarang secara bersamaan, kemiskinan, pemerataan pendapatan dan lain sebagainya. Meskipun banyak kritik yang dilontarkan, namun kenyataannya perdagangan internasional tetap mempunyai peranan yang cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi. 13.2. Efek terhadap Produksi Perdagangan luar negeri mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap sector produksi di dalam negeri. Secara umum kita bisa menyebutkan empat macam pengaruh yang bekerja melalui adanya:
1) Spesialisasi produksi Perdagagangan internasional mendorong masing-masing negara kearah spesialisasi dalam produksi barang di mana negara tersebut memiliki keunggulan komperatifnya. Dalam kasus constantcost, akan terjadi spesialisasi produksi yang penuh, sedangkan dalam kasus increasing-cost terjadi spesialisasi yang tidak penuh. Yang perlu diingat disini adalah spesialisasi itu sendiri tidak membawa
manfaat kepada masyarakat kecuali apabila disertai kemungkinan menukarkan hasil produksinya dengan barang-barang lain yang dibutuhkan. Spesialisasi plus perdagangan bisa meningkatkan
Ekonomi Intern a s i o n a l | 102 pendapatan riil masyarakat, tetapi spesialisasi tanpa perdagangan mungkin justru menurunkan kesejahteraan masyarakat. Tetapi apakah spesialisasi plus perdagangan selalu menguntungkan suatu negara? Dalam uraian diatas dapat menyimpulkan, bahwa Consumption Possibility Frontier (CPF) sesudah perdagangan selalu lebih tinggi atau setidak-tidaknya sama dengan CPF sebelum perdangangan. Ini berarti bahwa perdagangan tidak akan membuat pendapatan riil masyarakat lebih rendah, dan sangat mungkin membuatnya lebih tinggi. Tetapi perhatikan bahwa analisa semacam ini bersifat “statik”, yaitu tidak memperhitungkan pengaruh-pengaruh yang timbul apabila situasi berubah atau berkembang, seperti yang kita jumpai dalam kenyataan. Ada tiga keadaan yang membuat spesialisasi dan perdagangan tidak selalu bermanfaat bagi suatu negara. Ketiga keaadan ini berkaitan dengan kemungkinan spesialisasi produksi yang terlalu jauh, artinya adanya sektor produksi yang terlalu terpusatkan pada satu atau dua barang saja. Keadaan ini adalah: a) Ketidakstabilan pasar luar negeri Bayangkan suatu negara yang karena dorongan spesialisasi dari perdagangan, hanya memproduksi karet dan kayu. Apabila harga karet dan kayu dunia jatuh, maka perekonomian dalam negeri otomatis akan jatuh.
Lain halnya apabila negara tersebut tidak hanya berspesialsasi pada kedua barang tesebut, tetapi juga memproduksi barang-barang lain baik untuk ekspor maupun untuk kebutuhan dalam negeri sendiri. Turunnya harga dari satu atau dua barang mungkin bisa diimbangi oleh naiknya harga barang-barang lain. Inilah pertentangan atau konfik antara spesialisasi dengan diversifikasi. Spesialisasi biasa meningkatkan pendapatan riil masyarakat secara maksimal, tetapi dengan resiko ketidakstabilan pendapatan tetapi dengan konsekuensi harus mengorbankan sebagian dari kenaikan pendapatan dari spesialisasi. Sekarang hampir semua negara di dunia menyadari bahwa spesialisasi yang terlalu jauh (meskipun didasarkan atas prinsip keunggulan komperatif, seperti yang ditunjukkan oleh teori ekonomi) bukanlah keadaan yang baik. Manfaat dari diversifikasi harus pula diperhitungkan. b) Keamanan nasional Bayangkan suatu negara hanya memproduksi satu barang, misalnya karet, dan harus mengimpor seluruh kebutuhan bahan makanannya. Meskipun karet adalah cabang produksi di mana negara tersebut memiliki keunggulan komperatif yang paling tinggi, sehingga bisa meningkatkan CPFnya semakin mungkin, tentunya keadaan seperti ini tidak sehat. Seandainya terjadi perang atau apapun yang menghambat perdagangan luar negeri, darimanakah diperoleh bahan makanan bagi penduduk negara tersebut? Jelas bahwa pola produksi seperti yang didiktekan oleh keunggulan komperatif tidak harus selalu diikuti apabila ternyata kelangsungan hidup negara itu sendiri sama sekali tidak terjamin. c) Dualisme Sejarah perdagangan internasional negara-negara sedang berkembang, terutama semasa mereka masih menjadi koloni negara-negara Eropa, ditandai oleh timbulnya sektor ekspor yang berorientasi ke pasar dunia dan yang sedikit sekali berhubungan dengan sektor tradisional dalam negeri. Sektor ekspor seakan-akan bukan merupakan bagian dari negeri itu, tetapi bagian dari pasar dunia. Dalam keadaan seperti ini spesialisasi dan perdagangan internasional tidak memberi manfaat kepada perekonomian dalam negeri. Keadaan ini di negara-negara sedang berkembang setelah mereka merdeka, memang sudah menunjukan perubahan. Tetapi sering belum merupakan perubahan yang fundamental. Sektor ekspor yang “modern” masih nampak belum bisa menunjang sektor dalam negeri yang “tradisional”.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 103 Ketiga keadaan tersebut di atas adalah peringatan bagi kita untuk tidak begitu saja dan tanpa reserve menerima dalil perdagangan Neoklasik bahwa spesialisasi dan perdagangan selalu menguntungkan dalam keaadaan apapun. Tetapi di lain pihak, uraian diatas tidak merupkan bukti bahwa manfaat dari perdagangan tidaklah bisa dipetik dalam kenyataan. Teori keunggulan komperatif masih memiliki kebenaran dasarnya, yaitu bahwa suatu negara seyogyanya memanfaatkan keunggulan komperatifnya dan kesempatan”transformasi lewat perdagangan”. Hanya saja perlu diperhatikan bahwa dalam hal-hal tertentu pertimbangan-pertimbangan lain jangan dilupakan. 2) Kenaikan “investasi surplus” Perdagangan meningkat pendapatan riil masyarakat. Dengan pendapatan riil yang lebih tinggi berarti negara tersebut mampu untuk menyisihkan dana sumber-sumber ekonomi yang lebih besar bagi investasi (inilah yang disebut “investible surplus”). Investasi yang lebih tinggi berarti laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Jadi perdagangan bisa mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Inilah inti dari pengaruh perdagangan internasional terhadap produksi lewat investible surplus. Ada tiga hal mengenai pengaruh ini perlu dicatat:
a) Kita harus menanyakan berapa dari manfaat perdagangan (kenaikan pendapatan riil) yang diterima oleh warga negara tersebut, dan berapa yang diterima oleh warga negara asing yang memiliki faktor produksi, misalnya modal, tenaga kerja, yang dipekerjakan di negara tersebut. Dengan lain perkataan, yang lebih penting adalah berapa kenaikan GNP, bukan kenaikan GDP, yang ditimbulkan oleh adanya perdagangan. b) Kita harus menanyakan pula berapa dari kenaikan pendapatan riil karena perdagangan tersebut akan diterjemahkan menjadi kenaikan investasi dalam negeri, dan berapa ternyata dibelanjakan untuk konsumsi yang lebih tinggi atau ditransfer ke luar negeri oleh perusahaan-perusahaan asing sebagai imbalan bagi modal yang ditanamkannya? Dari segi pertumbuhan ekonomi yang paling penting adalah kenaikan investasi dalam negeri dan bukan hanya “investible surplus”-nya. c) Kita harus pula membedakan antara “pertumbuhan ekonomi” dan “pembangunan ekonomi”. Disebutkan di atas bagaimana dualisme dalam struktur perekonomian bisa timbul dari adanya perdagangan internasional. Di masa lampau, dan gejala-gejalanya masih tersisa sampai sekarang, kenaikan investible surplus tersebut cenderung untuk diinvestasikan di sektor “modern” dan hanya sedikit yang mengalir ke sektor “tradisional”. Pertumbuhan semacam ini justru semakin mempertajam dualisme dan perbedaan antara kedua sektor tersebut. Dalam hal ini kita harus berhati-hati untuk tidak mempersamakan pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan ekonomi dalam arti sesungguhnya. Inti dari uraian diatas adalah bahwa kenaikan investible surplus karena perdagangan adalah sesuatu yang nyata. Tetapi kita harus mempertanyakan lebih lanjut siapa yang memperoleh manfaat, berapa besar manfaat tersebut yang direalisir sebagai investasi dalam negeri, dan adakah pengaruh dari manfaat tersebut terhadap pembangunan ekonomi dalam arti yang sesungguhnya. 3) “Vent for Surplus” Konsep ini aslinya berasal dari Adam Smith. Menurut Adam Smith, perdagangan luar negeri membuka daerah pasar baru yang lebih luas bagi hasil-hasil di dalam negeri. Produksi dalam negeri yang semula terbatas karena terbatasnya pasar di dalam negeri, sekarang bisa diperbesar lagi.
Sumber-sumber ekonomi yang semula menganggur (surplus) sekarang memperoleh saluran (vent) untuk bisa dimanfaatkan, karena adanya daerah pasar yang baru. Inti dari konsep “vent for surplus” adalah bahwa
Ekonomi Intern a s i o n a l | 104 pertumbuhan ekonomi terangsang oleh terbukanya daerah pasar baru. Sebagai contoh, suatu negara yang kaya akan tanah pertanian tetapi penduduk relatif sedikit. Sebelum kemungkinan perdagangan dengan luar negeri terbuka, negara tersebut hanya menghasilkan bahan makanan yang cukup untuk menghidupi penduduknya dan tidak lebih dari itu. Banyak tanah yang sebenarnya subur dan cocok bagi pertanian dibiarkan tak terpakai. Dengan adanya kontak dengan pasar dunia, negara tersebut mulai menanam barang-barang perdagangan dunia seperti lada, kopi, teh, karet, gula, dan sebagainya dengan memanfaatkan tanah pertanian yang menganggur tersebut. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi meningkat. Yang perlu dicatat di sini adalah bahwa pemanfaatan tanah-tanah pertanian baru tersebut memerlukan modal dan investasi yang sangat besar, jauh melebihi kemampuan negara itu sendiri untuk membiayainya. Oleh sebab itu sejarah mencatat bahwa pembukaan perkebunan-perkebunan hampir selalu berasal dari modal asing. Ini jelas dari sejarah negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, India, Sri Langka, dan banyak lagi lainnya. Di masa sekarang sumber-sumber ekonomi yang belum dimanfaatkan kebanyakan tidak lagi berupa tanah-tanah pertanian (meskipun kadang-kadang masih demikian), tetapi berupa sumber-sumber alam (khususnya energi) dan kadang-kadang juga tenaga kerja yang murah dan berlimpah. Modal yang besar dan teknologi yang tinggi diperlukan bagi pemanfaatan sumber-sumber alam ini, dan semuanya itu seringkali di luar kemampuan negara pemilik sumber-sumber tersebut untuk membiayai dan melaksanakannya. Jadi tetap memerlukan modal dan teknologi asing. Perhatikan bahwa inti dari proses “vent for surplus” ini tetap sama, baik dulu maupun sekarang, yaitu sumber-sumber ekonomi yang tidak bisa dimanfaatkan kecuali apabila ada saluran ke pasar dunia dan apabila modal asing diperkenankan masuk. Perbedaan pokoknya adalah bahwa di masa lampau negara-negara pemilik sumbersumber alam tersebut adalah negara jajahan, sedangkan sekarang adalah negara merdeka dengan pemerintah nasionalnya. Kunci daripada apakah proses “vent for surplus” ini akan menghasilkan pembangunan ekonomi dalam arti sesungguhnya ataukah hanya “pertumbuhan ekonomi” seperti yang telah terjadi di masa lampau, terletak di tangan pemerintah nasional. Mereka harus bisa meraih sebagian besar dari “manfaat perdagangan” yang dihasilkan dan menggunakannya bagi kepentingan pembangunan nasionalnya dalam arti yang sebenarnya.
4) Kenaikan produktivitas Produktivitas memiliki pengaruh yang sangat penting dari perdagangan luar negeri terhadap sektor produksi berupa peningkatan produktivitas dan efisiensi pada umumnya. Kita bisa membedakan tiga sumber utama dari peningkatan produktivitas dan efisiensi yang ditimbulkan oleh adanya perdagangan luar negeri. a) Economies of scale berarti makin luasnya pemasaran produksi bisa diperbesar dan dilakukan dengan cara yang lebih murah dan efisien (economies of scale menurunkan Long Run Average Cost dari suatu sektor industri). b) Teknologi baru berarti perdagangan internasional dan hubungan luar negeri pada umumnya dikatakan sebagai media yang penting bagi penyebaran teknologi dari negara-negara maju ke negara yang belum berkembang. Bentuk yang langsung dari penyebaran teknologi ini adalah apabila dengan dibukanya hubungan dengan luar negeri suatu negara bisa mengimpor barang misalnya mesin yang bisa meningkatkan produktivitas di dalam negeri. Sebagai contoh, suatu negara sedang berkembang mengimpor komputer untuk memperbaiki produktivitas aparat pemerintahannya. Sebetulnya di sini yang diimpor adalah “teknologi baru” yang terkandung dalam
komputer tersebut. Bentuk penyebaran teknologi yang bersifat tidak langsung tetapi kadang sangat penting. Apabila para produsen dalam negeri memperoleh pengetahuan mengenai produk baru. Cara-cara yang dilakukan akan lebih
Ekonomi Intern a s i o n a l | 105 efisien dalam produksi, pemasaran dan manajemen perusahaan pada umumnya, semangat dan motivasi baru untuk melakukan inovasi. Misalnya di masa lalu petani Indonesia memperoleh manfaat dari perkebunan Belanda berupa pengetahuan mengenai produk baru seperti kopi, teh, tembakau, karet dan gula yang laku di pasaran dunia dan cara penanamannya yang baik. “Belajar” teknologi baru seperti ini lebih memiliki manfaat yang besar dan bersifat lebih lestari daripada hanya “membeli” teknologi seperti dalam contoh di atas. c) Rangsangan persaingan berarti peningkatan efisiensi tidak hanya terjadi lewat teknologi baru melainkan juga “lewat pasar”. Dikatakan bahwa dibukanya perdagangan internasional tidak jarang membuat sektor-sektor tertentu di dalam perekonomian yang semula “tertidur” dan tidak efisien menjadi sektor yang lebih dinamis berkat adanya pengaruh persaingan dari luar. Sebagai contoh, jika suatu pasar domestik yang dikuasai oleh sebuah perusahaan monopoli yang tidak efisien. Kerugian yang ditanggung masyarakat dengan adanya sektor ini akan lebih tinggi. Namun, karena berbagai hal tidak ada perusahaan dalam negeri yang bisa masuk ke sektor ini dan menggeser posisi perusahaan monopoli tersebut. Apabila kemudian hubungan ke luar negeri dibuka, bisa diharapkan bahwa barang-barang yang sama atau serupa dengan hasil produksi sektor tersebut tetapi dijual dengan harga yang lebih murah dan kualitas yang lebih baik akan mengalir masuk ke dalam negeri. Dalam hal ini dibukanya perdagangan mempunyai pengaruh yang serupa dengan masuknya perusahaan-perusahaan baru yang lebih efisien ke sektor tersebut. Jadi perdagangan luar negeri bisa meningkatkan efisiensi suatu sektor melalui peningkatan persaingan. Dalam prakteknya, apabila keadaan seperti ini terjadi maka bisa diharapkan bahwa perusahaan monopoli yang merasa kelangsungan hidupnya dibahayakan akan berusaha untuk menghalang-halangi mengalirnya barang-barang ke luar negeri. Misalnya dengan menuntut pengenaan bea masuk yang tinggi. Dalam hal ini pemerintah harus mempertimbangkan berbagai kepentingan termasuk kepentingan konsumen, produsen, buruh dan kepentingan masyarakat pada umumnya. Seringkali masalahnya menjadi sulit dan rumit karena argumentasi ekonomi sering dikacaukan dengan argumentasi politis dan kepentingan golongan atau sektoral. Ada beberapa hal penting untuk dicatat mengenai kemungkinan peningkatan produktivitas melalui hubungan internasional ini. Diantara ketiga sumber peningkatan produktivitas yaitu economies of scale, teknologi baru dan rangsangan persaingan. Salah satu mendapatkan penekanan dan perhatian khusus dari negara sedang berkembang yaitu teknologi baru. Masalah pemindahan teknologi atau transfer of technology dari negara maju ke negara yang sedang berkembang merupakan topik yang paling banyak diperbincangkan baik dikalangan keilmuan maupun perundingan internasional antara kelompok negara berkembang dengan kelompok negara maju. Pemindahan teknologi dilihat sebagai salah satu kunci dari keberhasilan pembangunan di negara yang sedang berkembang. Sampai berapa jauhkan negara berkembang dapat memperoleh manfaat teknologi baru melalui perdagangan internasional, modal asing dan bantuan luar negeri? Jawaban untuk a) Seberapa jauhkah produsen dan pelaku – pelaku ekonomi di dalam negeri siap untuk menerima teknologi baru tersebut? Hal ini menyangkut bukan hanya keterampilan dan pengetahuan minimal yang harus lebih dulu dimiliki oleh para produsen, buruh di dalam negeri tetapi juga berkaitan dengan kesiapan mereka dan dengan ada-tidaknya lingkungan yang menunjang pengalihan teknologi
tersebut. Ketidaksiapan dari pihak penerima merupakan faktor penghambat meskipun negara terkadang negara berkembang tidak selalu mau mengakuinya dengan jujur.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 106 b) Sampai berapa jauhkah negara maju termasuk perusahaan asing yang beroperasi di negara tersebut bersedia untuk memberikan dan mengajar teknologi mereka kepada negara berkembang? Kemauan dan kejujuran yang sungguh-sungguh di pihak negara maju merupakan syarat utama dari berhasilnya program pengalihan teknologi ini. Itikad dari pihak negara maju dan perusahaan-perusahaannya untuk menyebarkan dan mengajarkan teknologinya juga perlu dipertanyakan, kalau kita lihat betapa lambatnya proses “transfer of technology” ini berjalan dalam prakteknya. Ada satu masalah lagi selain proses pengalihan teknologi itu sendiri yang perlu diperhatikan. Masalah ini adalah mengenai sesuai tidaknya teknologi yang dialihkan bagi kepentingan pembangunan negara sedang berkembang. Teknologi yang dikembangkan di negara maju bersumber pada desakan dan keadaan di negara tersebut. Sedangkan kebutuhan dan keadaan di negara berkembang mungkin menuntut teknologi yang berbeda. Sekarang orang mulai mempertanyakan apakah komputer, traktor-traktor besar, mesin serba otomatis memang teknologi yang diperlukan oleh negara yang sedang berkembang pada saat ini. Apakah tidak lebih efektif apabila negara maju membantu negara berkembang dalam pengembangan teknologi terbaru yang langsung merupakan jawaban bagi kebutuhan negara sedang berkembang dan tidak hanya memberikan apa yang telah dikembangkan di negara maju. Dari sini muncul ide-ide mengenai pentingnya mengembangkan teknologi madya dan sebagainya. Tetapi sampai saat ini belum ada jawaban yang tegas bagi pertanyaan seperti ini dan belum ada kesepakatan diantara para ekonom sendiri. Bagaimana dengan sumber peningkatan yang lain? Katakan bahwa kedua sumber ini tidak memperoleh perhatian yang sepadan dibanding dengan sumber teknologi baru tersebut. Kedua sumber ini pun tidak kalah pentingnya untuk peningkatan produktivitas. 13.3. Efek terhadap Neraca Perdagangan Neraca perdagangan (trade balance) adalah sebuah ukuran selisih antara nilai impor dan ekspor atas barang nyata dan jasa. Tingkat neraca perdagangan dan perubahan ekspor dan impor diikuti secara luas dalam pasar valuta asing. Efek terhadap neraca perdagangan cenderung menaikkan barang-barang impor. Sebaliknya, apabila suatu negara tidak mampu bersaing, maka ekspor tidak berkembang. Keadaan ini dapat memperburuk kondisi neraca pembayaran. Efek buruk lain dari globalisasi terhadap neraca pembayaran adalah pembayaran neto pendapatan faktor produksi dari luar negeri cenderung mengalami defisit. Investasi asing yang bertambah banyak menyebabkan aliran pembayaran keuntungan (pendapatan) investasi ke luar negeri semakin meningkat. Tidak berkembangnya ekspor dapat berakibat buruk terhadap neraca pembayaran. Tantangan terhadap tata internasional yang ada khususnya menyakut pengkotakan-pengkotakan negara berdasar geoekonomi dan geopolitik masyarakat dunia. Persekutuan Negara-negara “nonblok” yang berharap untuk menantang hubungan neo-kolonialis sesudah perang secara berangsurangsur diperluas dan diperkuat anatara konfrensi Bandung pada tahun 1955 dan konfrensi Aljazair pada tahun 1973. Konfrensi-konfrensi dan pertemuan-pertemuan yang banyak diadakan itu hanya memberikan hasil langsung yang kecil, sedang blok sosialis tak pernah mampu untuk membantu dunia ketiga dalam memperoleh suatu kekuatan berunding kolektif yang efektif. Namun suatu forum
untuk perundingan diadakan dengan terciptanya konfrensi PBB untuk perdagangan dan pembangunan (UNCTAD) pada tahun 1964 sebagai suatu “serikat buruh” untuk negara-negara dunia ketiga. Hutang resmi pada luar negeri ditentukan sedemikian rupa sehingga mencakup hutang-hutang yang diadakan oleh sektor pemerintah, maupun hutang-hutang yang diadakan oleh sektor swasta, yang dijamin oleh badan pemerintah. Pertemuan UNCTAD yang pertama sudah meliputi sebagian besar dari masalah-masalah yang ingin dirundingkan dan didasarkan atas asas-asas umum yang termuat dalam
Ekonomi Intern a s i o n a l | 107 piagam UNCTAD yang mewajibkan setiap negara untuk memberikan sumbangan-sumbangan kepada suatu tata ekonomi internasional yang diperbaiki yang mencakup “kemajuan ekonomi dan sosial di seluruh dunia” dan “perbaikan dalam kesejahteraan dan tingkat hidup semua orang”. Tindakan kelompok organisasi negara-negara pengekspor minyak bumi (OPEC), yang meningkatkan harga minyak dunia dengan empat kali lipat, terjadi dengan latar belakang erosi perlahan-lahan dalam hegemoni politik dan militer Amerika Serikat di seluruh dunia seperti misalnya kekalahannya yang bergema di Asia Tenggara. Tindakan OPEC tersebut di atas mencapai suatu pergeseran yang nyata dalam perimbangan kekuasaan dengan tiga konsekuensi penting: a) Tindakan tersebut memperlihatkan keuntungan-keuntungan yang potensial bagi ketiga kelompok negara-negara pengekspor komoditi primer yang dapat menguasai pasaran dunia untuk suatu komoditi yang penting, di mana negara-negara Barat tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. b) Tindakan OPEC memperlemah negara-negara Barat dengan amat mengacaukan neraca pembayaran mereka serta mematahkan monopoli mereka dalam cadangan internasional. c) Karena OPEC bersedia untuk menggunakan kekuatan berundingnya untuk menunjang tuntutan-tuntutan lain dari dunia ketiga, maka OPEC pun secara substansial memperkuat posisi berunding dunia ketiga secara keseluruhan. Tantangan itu, setidak-tidaknya untuk waktu ini, adalah suatu tantangan yang nyata, dan perundingan-perundingan antara negara-negara kaya dan miskin menjadi lebih terarah. Pada Sidang UNCTAD IV tercapai persetujuan mengenai dua hal pembentukan suatu dana stabilisasi multikomoditi dan suatu kode untuk pengalihan teknologi. Bidang perundingan lain yang penting ialah Konfrensi PBB untuk Hukum Laut, di mana negara-negara dunia ketiga sedang mendesakkan pengaturan internasional baru untuk memastikan hak atas sumber daya; sumber daya laut dan dasar laut. Tetapi kekuatan berunding dunia ketiga masih belum kokoh. Masih harus dilihat apakah produsen-produsen komoditi primer lain, yang diilhami oleh keberhasilan OPEC, dapat mengorganisir kartel-kartel yang efektif. Juga masih harus dilihat apakah negara-negara Barat dapat memperbaiki kerusakan perekonomian mereka sendiri, dan apakah anggota-anggota OPEC yang lebih kaya akan terus berpihak pada dunia ketiga atau, sebaliknya, lambat laun akan ditarik ke dalam "klub orangorang kaya". Sistem harga "dua tingkat" dari OPEC sudah menunjukkan adanya suatu perpecahan. Penting untuk dicatat bahwa sistem sesudah perang, yang mendorong pertumbuhan yang pesat di Eropa dan Jepang selama lebih dari dua dasawarsa, sudah memperlihatkan gejala-gejala ketidakstabilan yang gawat sebelum terjadinya krisis minyak. Dalam hal ini perlu disebut tiga kelemahan pokok, yaitu laju inflasi yang makin pesat; tidak stabilnya kurs mata uang dan lalu lintas mata uang, dan perkembangan industri yang berbeda-beda dari berbagai negara yang bersaingan satu sama lain. Kelemahan-kelemahan ini pada akhirnya dapat merenggangkan persekutuan negara-negara Barat dan melemahkan keterikatan dari sedikitnya beberapa negara terhadap pengaturan ekonomi dunia yang berlaku.
Bidang-bidang Perundingan Utama sangat ditentukan oleh topik-topik diskusi yang pada waktu ini dibahas secara aktif dapat dikelompokkan dalam tiga kategori: komoditi-komoditi primer, perkembangan industri dan sumber pembiayaan luar negeri. Hingga kini yang terutama ditekankan adalah topik pertama yaitu komoditi primer. Usul-usul khusus yang diajukan mencakup suatu "rencana komoditi terpadu" untuk komoditi-komoditi yang merupakan 80 persen dari seluruh perdagangan
Ekonomi Intern a s i o n a l | 108 komoditi, tidak termasuk minyak bumi, indeksasi harga komoditi-komoditi dan pembentukan asosiasi-asosiasi produsen. Rencana komoditi terpadu mencakup persediaan golongan penyangga internasional yang dibiayai dengan suatu dana umum yang berjumlah beberapa milyar dollar Amerika Serikat, tekanan pada kontrak-kontrak persediaan besar yang berjangka panjang, pembiayaan kompensasi untuk kehilangan penghasilan yang disebabkan oleh jatuhnya harga, dan peningkatan pengolahan dan distribusi bahanbahan mentah oleh negara-negara penghasil komoditi. Usul-usul yang lebih kontroversial adalah indeksasi (kaitan) harga-harga komoditi yang diekspor oleh negara-negara dunia ketiga dengan hargaharga yang mereka bayar untuk impor dan pembentukan asosiasi-asosiasi produsen. Usul-usul ini dapat menguntungkan baik produsen maupun konsumen dengan menyediakan pasaran yang stabil, dan memungkinkan pertumbuhan yang lebih pesat. "Tetapi mereka menghadapi perlawanan dari banyak negara Barat, yang menganggap usul terakhir ini sebagai suatu keinginan untuk meniru OPEC dengan menetapkan harga-harga yang tinggi dan membatasi persediaan. Bahkan usul pertama dianggap sebagai saran yang lebih buruk bahwa kelebihan persediaan harus disubsidi atas beban mereka. Usul indeksasi akan meliputi suatu perluasan kebijaksanaan dukungan harga yang dijalankan di negara-negara Barat. Usul balasan, yang terutama diajukan oleh Amerika Serikat, adalah pengembangan komoditi-komoditi primer melalui penanaman modal swasta dalam produksi terpadu, pengolahan dan jaringan distribusi. Hal ini tidak dapat diterima oleh banyak negara dunia ketiga, karena akan berarti perluasan penguasaan atas sumber daya-sumber daya alam mereka oleh perusahaan-perusahaan multinasional, yang sudah terjadi dalam bahan-bahan mineral, dan yang mereka sudah sejak lama menganggap sebagai contoh utama dari eksploitasi neo-kolonialis. Tujuan-tujuan dunia ketiga dalam hal pembangunan industri adalah persyaratan yang lebih baik untuk memperoleh teknologi, peluang yang lebih baik untuk menjual barang-barang jadi di pasaran negara-negara Barat dan pengawasan yang lebih besar terhadap kegiatan-kegiatan perusahaanperusahaan multinasional. Meskipun terdapat kode tentang pengalihan teknologi, namun kemungkinan terjadinya perubahan yang berarti hanya kecil sekali. Negara-negara Barat yang sudah terlibat dalam saling persaingan yang hebat, tidak berhasrat untuk membantu negara-negara dunia ketiga dalam merebut pasaran dari tangan mereka. Selama tahun-tahun terakhir ini wahana utama bagi pengembangan ekspor barang-barang jadi dari dunia ketiga adalah perusahaan-perusahaan multinasional, yang tertarik oleh tenaga kerja yang murah di negara-negara dunia ketiga. Dalam bidang barang-barang padat karya perusahaan-perusahaan ini mendatangkan perdagangan ke dunia ketiga yang merugikan para pekerja di industri-industri yang sama di Barat. Pemerintah-pemerintah Barat tidak menentang proses ini, meskipun hal ini mempemgaruhi kesempatan kerja di negara-negara mereka sendiri, dan pemerintah-pemerintah dunia ketiga sering menyambut baik penghasilan devisa yang diperoleh dari ekspor barang-barang jadi. Kekuatan komersial dari perusahaan-perusahaan multinasional merupakan sebab mengapa perundinganperundingan yang serius mengenai pembangunan industri sangat tidak mungkin, karena pemerintah dibanyak negara kaya dan miskin terlampau tergantung pada mereka untuk bersedia melakukan banyak campur tangan dalam kegiatan-kegiatan mereka. Tetapi bahkan jika suatu kelompok negara-
negara dunia ketiga yang lebih besar dapat kesempatan yang lebih baik untuk memasuki pasaran industri dunia, maka hal ini hanya akan mengakibatkan persaingan yang lebih hebat antara mereka tanpa membawa pertambahan neto negara Barat yang berarti bahwa sistem keuangan internasional dalam bentuknya yang sekarang banyak kekurangannya menurut pandangan kebanyakan negara yang ikut serta dalam sistem ini.
Ekonomi Intern a s i o n a l | 109 Tujuan dari setiap kelompok terutama tergantung pada hal apakah mereka adalah negara debitor atau kreditor. Dunia ketiga menghendaki kredit murah tanpa ikatan; negara-negara dan lembagalembaga kreditor OPEC dan Barat menghendaki keuntungan serta keamanan. Pemerintah kreditor juga menghargai pengaruh politis yang mereka peroleh, yaitu "ikatan-ikatan" yang ditentang oleh negara-negara debitor dari dunia ketiga dalam pendapatan bagi dunia ketiga sebagai keseluruhan. Keterbatasan anggaran dalam membangun dan menumbuh kembangkan iklim industrialisasi di negara dunia ketiga, memancing mereka untuk mendapat pembiayaan dari luar negeri, khususnya negara maju. Dan, akhirnya banyak menjadi masalah hutang yang gawat dari banyak negara dunia ketiga itu sendiri, dan itu juga kesulitan bagi negara-negara OPEC untuk menemukan suatu bentuk investasi yang aman bagi penghasilan surplus dari penjualan minyak bumi, dan ketidakstabilan mata uang yang diderita banyak. Tetapi jika negara-negara Barat dapat menetapkan untuk mereka sendiri peraturan-peraturan yang dapat dikerjakan dengan baik mengenai penyesuaian neraca pembayaran, maka mereka akan mampu menyelesaikan masalah-masalah spekulatif tanpa perlu memberikan konsesi-konsesi besar kepada negara-negara dunia ketiga. Pada waktu ini memang dunia ketiga mempunyai hutang besar, terutama sesudah terjadi pertumbuhan yang pesat dalam pinjaman dari pasar modal swasta internasional. Negara-negara kaya akan terpaksa untuk menunda masa pembayaran kembali hutang-hutang ini untuk menghindari hantu kebangkrutan masal dari dunia ketiga, tetapi hal ini tidak mungkin akan menghasilkan persyaratan yang diperlunak. Bahkan harapan bahwa OPEC akan merupakan suatu sumber kredit baru mungkin ternyata suatu ilusi belaka; negara-negara OPEC nampaknya mempunyai pandangan yang sama seperti negara-negara Barat mengenai keamanan dan keuntungan dari danadana yang mereka tanamkan, dan nampaknya mereka juga akan berusaha untuk menggunakan setiap kredit yang mereka berikan sebagai suatu cara untuk memperoleh pengaruh politik.