DIKSI dan SYARATNYA
I.
Pengertian Diksi Dan Fungsinya Diksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pusat bahasa Departemen Pendidikan
Indonesia
adalah
pilihan
kata
yg
tepat
dan
selaras
(dalam
penggunaannya)
untuk
mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan). Diksi adalah ketepatan pilihan kata untuk menyatakan sesuatu. Diksi atau pilihan kata pada dasarnya adalah hasil upaya memilih kata tertentu untuk dipakai dalam kalimat, alinea, atau wacana. Diksi atau pilihan kata merupakan satu unsur yang sangat penting, baik dalam dunia karang-mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari 1) Melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal, 2) Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca, 3) Menciptakan komunikasi yang baik dan benar, 4) Menciptakan suasana yang tepat, 5) Mencegah perbedaan penafsiran, 6) Mencegah salah pemahaman, dan 7) Mengefektifkan pencapaian target komunikasi. Diksi terdiri dari delapan elemen yaitu : fonem, silabel, ko njungsi, hubungan, kata benda, kata kerja, infleksi, dan uterans. Macam macam hubungan makna : A. Sinonim Merupakan kata-kata yang memiliki persamaan / kemiripan makna. Sinonim sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain. Contoh: Kata buruk dan jelek, mati dan wafat. 2. Antonim. Merupakan ungkapan (berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya dianggap
kebalikan dari makna /ungkapan lain. Contoh: Kata bagus berantonim dengan kata buruk; kata besar berantonim dengan kata kecil. 3. Polisemi. Adalah sebagai satuan bahasa (terutama kata atau frase) yang memiliki makna lebih dari satu. Contoh: Kata kepala bermakna ; bagian tubuh dari leher ke atas, seperti terdapat pada manusia dan hewan, bagian dari suatu yang terletak di sebelah atas atau depan, seperti kepala susu, kepala meja,dan kepala kereta api, bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, kepala paku dan kepala jarum dan Iain-lain. 4. Hiponim. Adalah suatu kata yang yang maknanya telah tercakup oleh kata yang lain, sebagai ungkapan (berupa kata, frase atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan. Contoh : kata tongkol adalah hiponim terhadap kata ikan, sebab makna tongkol termasuk makna ikan. 5. Hipernim. Merupakan suatu kata yang mencakup makna kata lain. 6. Homonim. Merupakan kata-kata yang memiliki kesamaan ejaan dan bunyi namun berbeda arti. 7. Homofon. Merupakan kata-kata yang memiliki bunyi sama tetapi ejaan dan artinya berbeda. 8. Homograf. Merupakan kata-kata yang memiliki tulisan yang sama tetapi bunyi dan artinya berbeda.
II.
Makna Denotasi
Makna Denotasi merupakan makna kata yang sesuai dengan makna yang sebenarnya atau sesuai dengan makna kamus. Contoh : Adik makan nasi. Makan artinya memasukkan sesuatu ke dalam mulut. III.
Makna Konotasi Kalau makna Denotasi adalah makna yang sebenarnya, maka seharusnya Makna Konotasi
merupakan makna yang bukan sebenarnya dan merujuk pada hal yang lain. Terkadang banyak eksperts linguistik di Indonesia mengatakan bahwa makna konotasi adalah makna kiasan, padahal makna kiasan itu adalah tipe makna figuratif, bukan makna konotasi. Makna Konotasi tidak diketahui oleh semua orang atau dalam artian hanya digunakan oleh suatu komunitas tertentu. Misalnya Frase jam tangan. Contoh: Pak Slesh adalah seorang pegawai kantoran yang sangat tekun dan berdedikasi. Ia selalu disiplin dalam mengerjakan sesuatu. Pada saat rapat kerja, salah satu kolega yang hadir melihat kinerja beliau dan kemudian berkata kepada sesama kolega yang lain “Jam tangan pak Slesh bagus yah”. Dalam ilustrasi diatas, frase jam tangan memiliki makna konotasi yang b erarti sebenarnya disiplin. Namun makna ini hanya diketahui oleh orang-orang yang bekerja di kantoran atau semacamnya yang berpacu dengan waktu. Dalam contoh diatas, Jam Tangan memiliki Makna Konotasi Positif karena sifatnya memuji
Makna konotasi dibagi menjadi 2 yaitu konotasi positif merupakan kata yang memiliki makna yang dirasakan baik dan lebih sopan, dan konotasi negatif merupakan kata yang bermakna kasar atau tidak sopan
IV.
Syarat Ketepatan Pemilihan Kata
Ketepatan kata adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara. Syarat-syarat ketepatan pilihan kata: a) membedakan makna denotasi dan konotasi dengan cermat, b) membedakan secara cermat makna kata yang hampir bersinonim, c) membedakan makna kata secara cermat kata yang mirip ejaannya, d) tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendap at sendiri, jika pemahamannya belum dapat dipastikan, pemakai kata harus menemukan makna yang tepat dalam kamus, e) menggunakan imbuhan asing (jika diperlukan) harus memahami maknanya secara tepat, f) menggunakan kata-kata idiomatik berdasarkan susunan (pasangan) yang benar, g) menggunakan kata umum dan kata khusus secara cermat, h) menggunakan kata yang berubah makna dengan cermat, i) menggunakan dengan cermat kata yang bersinonim, berhomofon, dan berhomografi, j) menggunakan kata abstrak dan kata konkret secara cermat. k) Dapat membedakan antara denotasi dan konotasi.- Bunga mawar- Bunga bank l) Dapat membedakan kata-kata yang hampir bersinonim.- Pengubah- Peubah m) Dapat membedakan kata-kata yang hampir mirip ejaanya.- Intensif – insetif – insetif- Intensif – – insentif n) Dapat memahami dengan tepat makna kata - kata abstrak.- Kebijakan, kebajikan, kebijaksanaan. o) Dapat memakai kata penghubung yang berpasang secara tepat.- Antara….dan….Antara….dan….Tidak….tetapi… p) Dapat membedakan kata-kata umum dan kata khusus.-Kata khusus.- Kata umum : melihat- Kata khusus : melirik, melotot, mengamati, mengawasi.
V.
Syarat Kesesuaian Kata
Selain ketepatan pemilihan kata, pengguna bahasa harus pula memperhatikan kesesuaian kata agar tidak merusak makna, suasana, dan situasi yang hendak ditimbulkan, atau suasana yang sedang berlangsung. Syarat kesesuaian kata adalah sebagai berikut: 1) Hindarilah sejauh mungkin bahasa atau unsur substandar dalam situasi yang formal 2) Gunakanlah kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja. Dalam situasi yang umum hendaknya penulis dan pembicara mempergunakan kata-kata popular. 3) Hindarilah jargon dalam tulisan untuk pembaca umum. 4) Penulis atau pembicara sebisa mungkin menghindari pemakaian kata-kata slang. 5) Dalam penulisan jangan mempergunakan kata percakapan. 6) Hindarilah ungkapan-ungkapan using (idiom yang mati). 7) Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artfisial.