DIFERENSIAL LEUKOSIT
Oleh: Nama NIM Rombongan Kelompok Asisten
: Siti Khoerun Nisa : B1A015016 : III :4 : Annisa Fitri Larassagita
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2016
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Darah merupakan cairan yang mengalir dan bersirkulasi ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah dalam sistem kardiovaskular (Colville & Bassert, 2008). Darah membawa berbagai kebutuhan hidup bagi semua sel-sel tubuh dan menerima produk buangan hasil metabolisme untuk disekresikan melalui organ ekskresi. Pemeriksaan hematologi pada hewan berfungsi sebagai screening test untuk menilai kesehatan secara umum, kemampuan tubuh melawan infeksi untuk evaluasi status fisiologis hewan dan untuk membantu menegakkan diagnosa (Jain, 1993). Darah tersusun atas sel darah (eritrosit, leukosit dan trombosit) yang bersirkulasi dalam cairan yang disebut plasma (Meyer & Harvey, 2004). Jika darah diberi antikoagulan dan dilakukan sentrifugasi, maka dapat terlihat darah terdiri dari plasma 55% dan sel 45% yang terdiri dari leukosit, eritrosit dan trombosit. Jumlah leukosit lebih sedikit dibandingkan dengan eritrosit dan trombosit. Menurut Colville & Bassert (2008), fungsi darah adalah sebagai sistem transportasi, sistem regulasi dan sistem pertahanan. Sumsum tulang merupakan organ tempat dihasilkannya sel darah. Sumsum tulang di dalamnya terdapat sel yang disebut stem hemopoietik pluripoten yang akan berdiferensiasi menjadi sel induk khusus. Selanjutnya, sel ini akan berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel darah tertentu (Ganong, 2003). 1.2. Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis leukosit beserta bentuk dan peranannya.
II. MATERI DAN CARA KERJA
2.1. Materi
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah darah probandus, methanol absolut, alkohol 70%, tisu, pewarna Giemza 7% dan air mengalir. Alat-alat yang digunakan adalah mikroskop, gelas objek dan beker gelas. 2.2. Cara Kerja
1. Gelas objek yang akan digunakan terlebih dahulu dibersihkan dengan alkohol 70% lalu dikeringkan dengan tisu. 2. Darah diteteskan pada ujung gelas objek I, kemudian diambil gelas objek II, bagian tepinya disentuhkan di ujung tetesan darah membentuk sudut 45 0C, lalu ditarik ke arah depan (dihapuskan). 3. Preparat darah didiamkan sampai kering pada suhu kamar, setelah kering difiksasi dengan methanol absolut selama 5 menit dengan cara memasukkan gelas objek ke dalam beker gelas yang telah diisi dengan methanol absolut sampai semua apusan darah terendam dalam methanol (posisi berdiri). 4. Preparat dikeringkan dalam suhu kamar. Setelah kering preparat diwarnai dengan larutan Giemza 7% selama 20 menit dengan cara yang sama seperti langkah nomer 3. 5. Preparat dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan dalam suhu kamar. Lalu langsung diamati di bawah mikroskop.
3.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum kali ini, diperoleh salah satu jenis leukosit yang tidak memiliki granular (agranular), yaitu limfosit. Darah probandus tersebut yang berhasil teramati hanya limfosit dengan jumlah yang lebih banyak. Hasil tersebut tidak sesuai dengan pernyataan menurut Junqueira & Caneiro (2005), yang menyatakan jenis leukosit yang paling banyak di dalam darah adalah neutrofil dengan persentase 65% dari seluruh jenis leukosit yang ada sedangkan limfosit mempunyai persentase 25%. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya faktor kesehatan tubuh, yaitu saat sakit atau setelah sakit maka leukosit cenderung banyak memproduksi limfosit karena fungsi utamanya, yaitu memproduksi antibodi sebagai respon terhadap benda asing yang difagosit makrofag. Leukosit berasal dari bahasa Yunani, yaitu leukos yang berarti putih dan kytos yang berarti sel.
Leukosit merupakan unit yang aktif dari system
pertahanan tubuh yang terdiri dari neutrofil, eosinofil, basofil, monosit dan limfosit. Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti disebut juga sel darah putih, bergerak bebas secara ameboid, berfungsi melawan kuman secara fagositosis, dibentuk oleh jaringan retikulo endothelium di sumsum tulang untuk granulosit dan kelenjar limfa untuk agranulosit. Setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan. Fungsi leukosit adalah sebagai pertahanan tubuh untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Granulosit dan monosit melindungi tubuh terhadap organisme penyerang terutama dengan cara mencernanya, yaitu melalui fagositosis. Fungsi utama limfosit dan sel-sel plasma berhubungan dengan sistem imun, yaitu produksi antibodi (Guyton, 2008). Respon leukosit muncul pada keadaan fisiologis normal dan patologis. Manifestasi respon leukosit berupa penurunan atau peningkatan salah satu atau beberapa jenis sel leukosit. Informasi ini dapat memberikan petunjuk terhadap kehadiran suatu penyakit dan membantu dalam diagnosa penyakit yang diakibatkan oleh agen tertentu (Jain, 1993). Berdasarkan ada atau tidaknya granul dalam sitoplasma hasil pewarnaan, leukosit dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu granulosit dan agranulosit (Colville & Bassert, 2008). Menurut Junqueira & Caneiro (2005), leukosit
granulosit memiliki butir khas dan jelas dalam sitoplasma, sedangkan agranulosit tidak memiliki butir khas dalam sitoplasma dengan pembagian sebagai berikut: 1. Neutrofil Neutrofil disebut juga sebagai polimorfonuklear (PMN), karena inti memiliki berbagai jenis bentuk dan bersegmen. Neutrofil berupa sel bundar diameter 12 µm dengan populasi sekitar 65% dari jumlah leukosit total, memiliki sitoplasma yang bergranula halus dan di tengah terdapat nukleus bersegmen. Neutrofil matang/dewasa yang berada dalam peredaran darah perifer memiliki bentuk inti yang terdiri dari dua sampai lima segmen, sedangkan neutrofil yang belum matang (neutrofil band) akan memiliki bentuk inti seperti ladam kuda. Neutrofil dikenal sebagai garis pertahanan pertama ( first line of defense). Neutrofil bersama dengan makrofag memiliki kemampuan fagositosis untuk menelan organisme patogen dan sel debris serta merupakan sistem imun bawaan yang dapat memfagositosis dan membunuh bakteri. Neutrofil diproduksi di dalam sumsum tulang bersamaan dengan sel granulosit lainnya, kemudian bersirkulasi atau disimpan dalam depo marginal neutrofil setelah 4-6 hari masa produksi. Jumlah neutrofil di dalam darah dipengaruhi oleh tingkat granulopoiesis, laju aliran sel darah dari sumsum tulang, pertukaran antar sel di dalam sirkulasi dan depo marginal, masa hidup dalam sirkulasi dan laju aliran sirkulasi darah menuju jaringan. 2. Eosinofil Eosinofil merupakan nama yang diberikan oleh Ehrlich yang didasarkan pada afinitas sel terhadap pewarnaan anionik, seperti eosin yang memiliki kemampuan melawan parasit cacing, dan bersamaan dengan basofil atau sel mast sebagai mediator peradangan dan memiliki potensi untuk merusak jaringan inang. Eosinofil juga penting sebagai imunitas dapatan, bawaan, pembentukan jaringan dan perkembangan biologi. Eosinofil adalah sel multifungsi yang memegang peranan fisiologis dan melakukan fagositosis selektif terhadap kompleks antigen dan antibodi. Eosinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan darah dari pembekuan. Kortikosteroid akan menimbulkan penurunan jumlah eosinofil darah dengan cepat. Eosinofil berdiameter 10-15 µm dengan populasi sekitar 4% dari jumlah leukosit total, inti bergelambir dua, sitoplasma dikelilingi butir-butir
asidofil yang cukup besar berukuran 0,5-1,0 µm, dengan jangka waktu hidup berkisar antara tiga sampai lima hari. Eosinofil berperan aktif dalam mengatur alergi akut dan proses perbarahan, investasi parasit, memfagosit bakteri, memfagosit
antigen-antibodi
kompleks,
memfagosit
mikoplasma
dan
memfagosit ragi. 3. Basofil. Proses pematangan basofil terjadi di dalam sumsum tulang dalam waktu sekitar 2,5 hari. Basofil akan beredar dalam aliran darah dalam waktu yang singkat (± 6 jam) tetapi dalam jaringan dapat hidup selama 2 minggu. Basofil akan masuk ke dalam jaringan sebagai respon terhadap inflamasi. Basofil berdiameter 10-12 µm dengan populasi sekitar <1% dari jumlah leukosit total, dengan inti dua gelambir atau bentuk inti tidak beraturan. Granul basofil mengandung heparin, histamin, asam hialuron, kondroitin sulfat, seroton dan beberapa faktor kemotaktik. Sel mast dan basofil berperan pada beberapa tipe reaksi alergi, karena tipe antibodi yang menyebabkan reaksi alergi, yaitu Immunoglobulin E (IgE) mempunyai kecenderungan khusus untuk melekat pada sel mast dan basofil. Bukti keterlibatan basofil dalam reaksi alergi, yaitu timbulnya kondisi rinitis, urtikaria, asma, alergi, konjungtivitis, gastritis akibat alergi dan anafilaksis akibat induksi obat atau induksi gigitan serangga. 4. Monosit. Monosit adalah leukosit berukuran terbesar, berdiameter 15-20 µm dengan populasi berkisar antara 3-9% dari jumlah leukosit total. Sitoplasma monosit berwarna biru abu-abu pucat dan berinti lonjong seperti ginjal atau tapal kuda. Monosit dibentuk di sumsum tulang, dan setelah dewasa akan bermigrasi dari darah ke jaringan perifer. Monosit akan berdiferensiasi menjadi berbagai subtipe jaringan tergantung dari proses inflamasi yang terjadi. Makrofag di jaringan, antara lain sel Kupfer, makrofag alveolar, sel mikroglia, dan osteoklas. Fungsi monosit adalah untuk membersihkan sel debris yang dihasilkan dari proses peradangan atau infeksi, memproses beberapa antigen yang menempel pada membran sel limfosit menjadi lebih antigenik sehingga dapat mudah dicerna oleh monosit dan makrofag serta menghancurkan zat asing yang masuk ke dalam tubuh. 5. Limfosit.
Limfosit adalah leukosit jenis agranulosit yang mempunyai ukuran dan bentuk yang bervariasi. Limfosit merupakan satu-satunya jenis leukosit yang tidak memiliki kemampuan fagositik dengan populasi sekitar 25% dari jumlah leukosit total. Pengamatan pada sediaan ulas yang diwarnai, dapat dibedakan terhadap adanya limfosit besar dan limfosit kecil. Limfosit kecil berdiameter 6-9 µm, inti besar dan kuat mengambil zat warna, dikelilingi sedikit sitoplasma yang berwarna biru pucat. Limfosit besar berdiameter 1215 µm, memiliki lebih banyak sitoplasma, inti lebih besar dan sedikit lebih pucat dibandingkan dengan limfosit kecil. Limfosit memiliki fungsi utama, yaitu memproduksi antibodi sebagai respon terhadap benda asing yang difagosit makrofag. Kebanyakan sel limfosit berada pada jaringan limfoid dan akan bersirkulasi kembali secara konstan ke pembuluh darah. Limfosit dapat digolongkan menjadi dua, yaitu limfosit B dan limfosit T. Sel limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang berperan dalam respon imunitas humoral untuk memproduksi antibodi sedangkan limfosit T akan berperan dalam respon imunitas seluler. Peningkatan jumlah leukosit dapat bersifat fisiologis maupun patologis. Peningkatan sel leukosit dapat diakibatkan oleh adanya faktor stress atau merupakan respon dari sel imum ketika terpapar oleh antigen atau vaksinasi. Sel leukosit akan mengalami proliferasi, proliferasi yang terjadi masih terkendali. Jumlah leukosit yang bersirkulasi dalam darah perifer diatur secara ketat dalam batas-batas tertentu, tetapi diubah sesuai dengan kebutuhan jika timbul proses peradangan. Peningkatan jumlah leukosit dipengaruhi oleh beberapa kondisi yaitu stress akibat dari pencekokan secara oral atau proses dari respon imunitas. Faktor umur dan lingkungan terutama perubahan iklim atau cuaca lingkungan yang sangat ekstrim diduga turut sebagai faktor penyebab munculnya stress (Falahudin et al., 2016). Konsentrasi tinggi leukosit dalam darah juga telah dikaitkan dengan penyakit diabetes melitus. Setelah mengambil beberapa mungkin pembaur memperhitungkan, konsentrasi total jumlah leukosit, neutrofil dan limfosit semua secara signifikan jumlah leukosit terkait dengan insiden penyakit diabetes (Borne et al., 2016). Praktikum kali ini banyak menggunakan alat dan bahan yang memang digunakan untuk mengamati darah. Methanol absolut yang berfungsi menjaga struktur sel darah, alkohol 70% dan tisu untuk membersihkan gelas objek dari
kotoran/lemak yang menempel sebelum digunakan, pewarna Giemza 7% sebagai pewarna serta air untuk membersihkan sisa pewarna Giemza. Mikroskop digunakan untuk mengamati darah, beker gelas untuk menempatkan larutan dan gelas objek untuk menempatkan darah saat akan diamati di bawah mikroskop (Aulia, 1988). Sediaan apus darah adalah suatu sarana yang digunakan untuk menilai berbagai unsure sel darah tepi, seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit. Selain itu dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria, mikrofilaria, dan lain-lain. Sediaan apus yang dibuat dan dipulas dengan baik merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang terbaik merupaka syarat mutlak untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik. Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler atau vena dengan atau tanpa EDTA. Sediaan yang disimpan tanpa difiksasi terlebih dulu tidak dapat dipulas sebaik sediaan segar. Kebanyakan cara memulas sediaan darah menggunakan prinsip Romanowski, seperti Wright, Giemsa, MayGrunwald-Biemsa atau Wright-Giemsa. Sediaan apus darah juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria, microfilaria, dan lain-lain. Namun, pada praktikum kali ini hanya dilakukan pengamatan untuk mengetahui deskripsi bentuk dari berbagai sel darah dan menilai persentase sel darah yang teramati (Murtiati et al., 2010).
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh yang terdiri dari neutrofil, eosinofil, basofil, monosit dan limfosit. 2. Neutrofil adalah jenis leukosit dengan bentuk batang pada saat muda dan bentuk segmen pada saat sudah matang berfungsi memfagositosis dn membunuh bakteri. 3. Eosinofil adalah jenis leukosit dengan bentuk seperti tapal kuda berperan dalam infeksi parasit. 4. Basofil adalah jenis leukosit dengan bentuk seperti huruf S dan berperan dalam reaksi alergi. 5. Monosit adalah jenis leukosit dengan bentuk seperti ginjal yang berfungsi sebagai makrofag yang menghancurkan zat asing yang masuk ke dalam tubuh. 6. Limfosit adalah jenis leukosit dengan bentuk satu bulatan penuh dan berfungsi sebagai sistem imun atau sistem kekebalan tubuh.
DAFTAR REFERENSI
Aulia, D. 1988. Pengaruh lamanya Penyimpanan Darah dengan Antikoagulan Tripotassium Ethylene Diamine Tetracetic Acid (K3Edta) dalam Tabung Vacuette terhadap beberapa Parameter Hematologi. Jakarta: Perpustakaan Pusat UI. Borne, Y., J. Gustav S., Peter M.N., Olle M., Bo Hedblad & Gunnar E. 2016. Total and Differential Leukocyte Counts in Relation to Incidence of Diabetes Mellitus: A Prospective Population-Based Cohort Study. PLOS ONE DOI:10.1371/journal.pone.0148963, pp. 1-13. Colville T & Bassert JM. 2008. Clinical Anatomy & Physiology for Veterinary Technician. Missouri: Elsevier. Falahudin, I., Elfira R.P. & Sugiati. 2016. Efektifitas Larutan Temulawak ( Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Peningkatan Jumlah Leukosit Ayam Broiler (Gallus gallus Domestica sp.). Jurnal Biota 1(2), pp. 1-8. Ganong W.F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Review of Medical Physiology. Guyton, AC. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology. Jain, N.C. 1993. Essential of Veterinary Hematology. Philadelphia: Lea and Febiger. Junqueira L.C. & Caneiro J. 2005. Basic Histology Text & Atlas. USA: The Mc Graw-Hill Companies. Murtiati, T., et al. 2010. Penuntun Praktikum Anatomi dan Fisiologi Manusia. Jakarta: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Jakarta.