1,2
Degenerasi Lemak/fatty change/steatosis/metamorfosis lemak
Degenerasi lemak merupakan gangguan metabolisme pada sel, sehingga kehilangan struktur dan fungsi normalnya. Degenerasi lemak terjadi pada sel yang hidup dan bersifat reversible. Sel yang mengalami degenerasi lemak ditandai dengan adanya pengumpulan produk metabolisme seperti molekul lemak, protein dan glikogen dalam jumlah yang abnormal dalam sel parenkim. Degenerasi lemak menunjukkan adanya gangguan biokimiawi sel yang disebabkan karena metbolisme yang abnormal dan zat kimia yang toksik. Faktor-faktor penyebab degenerasi lemak adalah : 1. Bahan toksik 2. Kekurangan oksigen 3. Kelebihan konsumsi lemak 4. Malnutrisi protein 5. Diabetes mellitus 6. Obesities 7. Anoksia Degenerasi lemak secara mikroskopis terlihat butiran lemak pada lobules hati terutama daerah perilobuler. Tampak arsitektur jaringan hati sudah tidak teratur. Tampak vakuola-vakuola lemak besar dan kecil dalam sitoplasma sel hati, inti sel hati terdesak ke tepi. Tampak pula stroma jaringan ikat yang menebal atau fibrosis (pembentukan jaringan ikat fibrosa oleh sel-sel fibroblast dan fibrosit) pada daerah saluran portal yang menyerbuk ke dalam lobules hati, membentuk pseudo lobul. Dinamakan pseudo lobol karena merupakan lobus yang tidak mempunyai vena sentralis (lobus palsu).
Degenerasi lemak sering dijumpai pada organ hati karena hati merupakan organ utama yang terlibat dalam metabolism lemak. Dapat pula dijumpai di jantung, otot dan ginjal. 3
PMN/Polimorfonuklear/Granulosit
Di dalam sitoplasma sel granulosit terdapat granula dalam jumlah yang banyak pada pengecatan dengan gimsa ataupun yang lain. Di samping itu sel granulosit memiliki bermacammacam bentuk inti, sehingga sering disebut polymorphonuclear leukocytes. Ada tiga macam granulosit, yaitu neutofil, eosinofil dan basofil. Ketiganya memiliki waktu hidup yang relative pendek. Jumlah sel-sel granulosit akan meningkat selama ada reaksi sistem imun. Sel-sel tersebut akan segera mengadakan migrasi ke daerah infeksi atau daerah yang mengalami inflamasi. Neutrofil merupakan fagosit yang paling banyak jumlahnya dalam tubuh kita, sehingga bisa dikatakan sebagai komponen selluler terpenting dalam imunitas innate. Penyakit genetic yang mana neutrofil tidak berfungsi sebagaimana mestinya, menyebabkan ledakan jumlah bakteri penginfeksi pada tubuh penderita dan menyebabkan kematian jika tidak mendapatkan penanganan yang baik dengan cepat. Eosinofil sangat penting terutama berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi parasit. Eusinofil akan meningkat jumlahnya dengan drastic jika terdapat infeksi parasit. Basofil mempunyai fungsi yang sama dengan eosinofil dal sell mast. Basofil juga memiliki fungsi terkait dengan alergi dan inflamasi.
4
Eosinofil
Eosinofi adalah golongan leukosit granulositik, di bawah mikroskop cahaya dengan pulasan biasa memperlihatkan granula berwarna oranye kemerahan. Inti sel terdiri dari dua lobus. Sel ini disebut eosinophlic granulocyte karena granulanya banyak mengambil zat warna eosin. Dalam sistem pertahanan badan, peran alamiah eosinofil adalah memberikan perlindungan terhadap parasit. Eosinofil bentuk diferensiasi terminal (end-stage) banyak terdapat di dalam jaringan sub mukosa. Jumlah eosinofil di dalam jaringan jauh lebih besar dari jumlah eosinofil di dalam sirkulisa darah. Di dalam sirkulasi darah orang dewasa normal, eosinofil terdapat sekitar 1-3% dari jumlah lekosit. Hitung eosinofil darah biasanya meningkat pada reaksi alergi. Peningkatan jumlah eosinofil di dalam darah (eosinofilia) diklasifikasikan sebagai eosinofilia ringan apabila eosinofil berkisar antara 351-1500 sel per millimeter kubik. Eosinofilia sedang >1500 – 5000 sel per millimeter kubik dan eosinofilia berat bila >5000 sel per millimeter per kubik
Daftar Pustaka 1. Danuri, Hasim, Analisis Enzim Alanin Amino Transferase (Alat). Aspartat Amino Transferase (Asat), Urea Darah dan Histopatologis Hati dan Ginjal Tikus Putih Galur Sprague-Dawley Setelah Pemberian Angkak, J.Teknol dan Industri Pangan, Bogor, 2009, Vol.XX, No.1 2. Sudiono, Janti, Penuntun Praktikum Patologi Anatomi, Jakarta, EGC, 2001 3. Harjana, Tr,. Buku Ajar Histologi, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 2011
4. Jalal, Elyusrar A, Eosinofil dan Asma, Jurnal Kedokteran Yarsi, Jakarta, 2005 : (1):124130