Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | i
DASAR-DASAR TEKNIK PERBAIKAN TANAH
Disusun Oleh :
Dr. Ir. H. Darwis, M.Sc.
Semua konstruksi dan bangunan Teknik Sipil pasti berdiri di atas tanah, tanah merupakan material yang sangat mempengaruhi kinerja konstruksi bangunan sipil. Perbaikan tanah merupakan usaha meningkatkan kapasita tanah yang rendah/lemah, karena tanah yang berada pada suatu daerah selalu memiliki karaktersitik yang berbeda dengan tanah di daerah yang lainnya.
ii | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
DASAR-DASAR TEKNIK PERBAIKAN TANAH Penulis :
Dr. Ir. H. Darwis, M.Sc.
Penerbit :
Pustaka AQ Nyutran MG II /14020 Yogyakarta FB- Pustaka AQ Imprint Penerbit YLJK2 Indonesia
ISBN
978-602.0938-48.6
:
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya, dalam bentuk dan dengan cara apapun juga, baik secara mekanis maupun elektronis, termasuk fotocopy, scan, rekaman, dan lain-lain tanpa izin tertulis dari penulis. Cetakan Pertama, Agustus 2017 Sanksi pelanggaran pasal 44, Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Undang-undag No.6 Tahun 1982 tentang hak cipta. 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | iii
PRAKATA “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (al-Baqarah: 29) Sang Khalik telah mempercayakan kepada manusia untuk memanfaatkan sumberdaya yang ada di Bumi sesuai kebutuhan hidupnya, namun tidak akan membiarkan Bumi porak poranda karena manusia merusak alam guna memenuhi kepentingannya yang selalu melebihi kebutuhan yang sebenarnya. Pembangunan berbagai bentuk dan dimensi konstruksi, sering hanya merupakan perwujudan dari ambisi manusia untuk memenuhi kepentingan belaka. Kemudian manusia memanfaatkan anugrah Allah berupa akal yang kemudian menghasilkan teknologi praktis dan menggunakannya berupa inovasi rancang bangun untuk memenuhi ambisi tersebut. Sangat disayangkan apabila hasil olah pikir manusia itu, justru melampaui batas sehingga menimbulkan dampak kerusakan pada sumber dayaalam yang ada, yang meng- akibatkan sumberdaya alam tersebut hancur dan tidak akan berkesinambungan untuk dimanfaatkan oleh generasi yang akan lahir di kemudian hari. Pertumbuhan populasi dan kepentingan manusia hidup berkelompok, telah melahirkan konsep-konsep land use yang tidak mengindahkan lagi daya dukung lahan, melainkan semata-mata mementingkan kepentingan masing-masing. Dari sisi masyarakat akan menggunakan lahan berdasarkan kepentingan untuk efisiensi biaya dan rasa nyaman yang relatif, sedangkan dari sisi pengambil kebijakan (government and planner) penggunaan lahan semata-mata didasarkan pada kepentingan seni tata ruang permukaan belaka. Akibatnya lahan sawah yang bertanah lunak disulap menjadi lahan gedung yang butuh lapisan tanah keras, lereng tanah yang labil diubah menjadi jalur jalan yang butuh tanah stabil, bantaran sungai untuk ruang aliran air setiap puncak musim hujan, didesak oleh bangunan permukiman, dan lain sebagainya. Desakan kepentingan manusia dalam penggunaan lahan yang menyimpang dari esensi penciptaanNya itulah yang melahirkan inovasi bagi para engineer untuk mengubah lahan bertanah lunak menjadi bertanah keras, lereng yang labil menjadi stabil, bantaran sungai yang iv | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
rendah menjadi tinggi, sehingga memunculkan berbagai cabang ilmu pengetahuan, dan salah satunya adalah bidang Stabilisai Tanah (Soil Stabilization). Stabilisasi tanah secara umum memiliki dua tujuan, yakni : (1) untuk meningkatkan berbagai jenis kapasitas tanah sesuai dengan kebutuhan perekayasaan konstruksi; (2) untuk memelihara atau mempertahankan kapasitas tanah yang sudah ada agar tidak menurun akibat pengaruhi lingkungan, baik dari luar (external effect) maupun pengaruh dari dalam (internal effect). Secara garis besarnya Stabilisasi Tanah dapat dibedakan atas dua macam, yakni : (1) Stabilisasi tanah melalui teknik perbaikan tanah (soil improvement); (2) Stabilisasi tanah melalui teknik perkuatan tanah (soil reinforcement). Teknik perbaikan tanah adalah merupakan tindakan stabilisasi tanah dengan memperbaiki karakteristik tanah yang asli, hingga memenuhi syarat teknis yang dibutuhkan oleh konstruksi, seperti peningkatan daya dukung dan kuat geser tanah, penurunan kompresibilitas tanah, peningkatan atau penurunan permeabilitas tanah, dan lain sebagainya. Sedangkan teknik perkuatan tanah adalah bentukbentuk rekayasa yang dilakukan agar terjadi aksi komposit antara tanah dengan material sisipan, sehingga dihasilkan berbagai jenis kapasitas pada tanah sesuai yang dikehendaki (kepentingan konstruksi). Contoh teknik perkuatan tanah antara lain ; perkuatan tebing atau perkuatan tanah dasar dengan material sisipan dari metal strip atau geosyntetic, pembuatan lapis separator dalam tanah dengan menggunakan material sisipan dari geomembrane, dan lain sebagainya. Dalam buku ini pembahasan hanya mencakup perbaikan tanah sebagai sub bagian dari bidang ilmu stabilisasi tanah. Sedangka pembahasan mengenai perkuatan tanah akan disusun oleh penulis dalam suatu buku yang terpisah. Pembahasan dalam buku ini banyak memberikan sugesti tentang hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam penerapan berbagai teknik perbaikan tanah, yang oleh penulis dinilai beresiko tinggi akan merusak keseimbangan lingkungan. Hal ini dimaksudkan untuk menjadi bahan pertimbangan seksama bagi para rekayasawan, agar selalu mempertimbangkan kesinambungan sumberdaya alam untuk menjamin terselenggaranya konsep pembangunan keberlanjutan (sustainable development) yang telah menjadi kesepakatan masyarakat dunia, dalam rangka menyelamatkan planet Bumi ini. Salah satu faktor yang sangat mendukung terwujudnya pembangunan berkelanjutan adalah tingginya kesadaran para rekayasawan (engineer) dalam membangun infrastruktur yang ramah Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | v
lingkungan, baik dalam proses konstruksi maupun pasca konstruksi atau masa operasional dari konstruksi yang dibangun. Kesadaran dan pemahaman para rekayasawan tentang pentingnya pelestarian sumberdaya alam (lingkungan) sangat dibutuhkan, karena rekayasawan yang tidak paham lingkungan menghasilkan pembangunan yang merusak lingkungan, karena pelaksanaannya akan bersifat teknologi brutal (violent technology). Bagi rekayasawan yang menggunakan akal-budi secara seimbang, akan melahirkan konsep pembangunan yang ramah lingkungan (ecofriendly), dan melaksanakan pembangunan secara arif dengan menempatkan aspek kelestarian lingkungan hidup di atas kepentingan ekonomi dan kepentingan sosial. Rekayasawan yang bijaksana akan selalu memperhatikan berbagai peringatan dari Sang Pencipta Bumi ini, seperti ayat-ayat dalam Al Qur’an yang banyak mendorong manusia untuk melembutkan hati, memuji Allah, menyukuri nikmat Allah, bertasbih kepada Allah, dan bertauhid kepada Allah, serta mampu mendidik daya afeksi dan emosional manusia untuk tunduk kepada Allah. Selain itu ayatayat Allah banyak menuntun akal manusia terdidik untuk terbiasa dalam kondisi ilmiah. Jadi Allah Swt tidak hanya memerintahkan manusia secara dogmatis untuk tunduk, tetapi diperintahkan pula agar manusia menggunakan prinsip dan kaidah-kaidah ilmiah dalam mengolah potensi sumberdaya alam untuk kesejahteraan manusia. Sebagaimana firmanNya...... “Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (Nya), Dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran. Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalanjalan agar kamu mendapat petunjuk, dan (dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). dan dengan bintang-bintang Itulah mereka mendapat petunjuk. Maka Apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang vi | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
tidak dapat menciptakan (apa-apa) ?. Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran. Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (an-Nahl: 12-18) “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dulunya aman lagi tentram, rezeki datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi penduduknya mengingkari nikmatnikmat Allah , karena itu Allah menimpakan kepada mereka bencana kelaparan dan ketakutan disebabkan apa yang mereka perbuat”. (QS.An Nahl, 112) Makassar, Agustus 2017 Penulis, Dr. Ir. H. Darwis, M.Sc.
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | vii
DAFTAR ISI Prakata .................................................................................. iii Daftar Isi ............................................................................. vii Daftar Tabel .......................................................................... ix Daftar Gambar ....................................................................... x I.
PENGERTIAN & JENIS STABILISASI TANAH ................... 1 1.1. Pengertian Umum ............................................. 2 1.2. Perbaikan Tanah ............................................... 9 1.3. Perkuatan Tanah ............................................. 10
II.
TEORI PERBAIKAN TANAH ......................................... 11 2.1. Prinsip Dasar Perbaikan Tanah ........................ 12 2.2. Jenis Perbaikan Tanah ..................................... 13 2.3. Tujuan Tindakan Perbaikan Tanah .................. 16 2.4. Pemilihan Jenis Perbaikan Tanah .................... 20
III.
PERBAIKAN TANAH DENGAN METODE KIMIAWI ....... 22 3.1. Batasan Penerapan Metode Kimiawi .............. 23 3.2. Minerologi Lempung ....................................... 24 3.3. Pengaruh Air Pada Tanah Lempung ................ 30 3.4. Keseimbangan Partikel Dalam Tanah Lempung 34 3.5. Susunan Partikel Pada Tanah Granular ........... 36 3.6. Mekanisme Reaksi Kimia Pada Lempung ......... 38 3.7. Perbaikan Tanah Dengan Kapur ...................... 43 3.8. Perbaikan Tanah Dengan Semen ..................... 76 3.9. Perbaikan Tanah Dengan Larutan Kimia ..........107 3.9.1. Perbaikan Dengan Soda Kaustik (NaOH) .........107 3.9.2. Perbaikan Dengan Sodium Klorida (NaCl)........114
viii | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
3.9.3. Perbaikan Dengan Kalsium Klorida (CaCl2) ......125 3.9.4. Perbaikan Dengan Garam Magnesium(MgCl2) 132 3.9.5. Perbaikan Dengan Garam Aluminium (AlCl3) ...137 3.9.6. Perbaikan Dengan Asam Sulfat (H2SO4) ...........145 3.9.7. Perbaikan Dengan Asam Posfat (H2PO3)..........146 IV.
PERBAIKAN TANAH DENGAN METODE FISIK .............156 4.1. Pengertian Metode Fisik .................................157 4.2. Perbaikan Tanah Dengan Pemadatan ............158 4.3. Perbaikan Tanah Dengan Konsolidasi..............172 4.4. Perbaikan Tanah Dengan Pengeringan ..........177 4.5. Perbaikan Dengan Penggantian Tanah ........... 181 4.6. Perbaikan Dengan Perekatan Butir Tanah ..... 183 4.7. Perbaikan Tanah Dengan Bahan Limbah ...... 192
V.
PENGEMBANGAN METODE PERBAIKAN TANAH .......196 5.1. Pengembangan Metode Perbaikan Tanah .........197 5.2. Perbaikan Dengan Teknik Inclusions .................197 5.3. Perbaikan Dengan Teknik Vibroflotation ..........198 5.4. Perbaikan Dengan Teknik Stone Column ..........202 5.5. Perbaikan Dengan Teknik Compaction Grouting211 5.6. Perbaikan Dengan Teknik Dynamic Compaction 213 5.7. Perbaikan Dengan Teknik Vibro Replacement ...218
DAFTAR PUSTAKA ............................................................ 224 INDEX .............................................................................. 236 GLOSERIUM ..................................................................... 238
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | ix
DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Ukuran Jari-jari Kation ................................................. 39 Tabel 3.2. Kapasitas Kation Pada Mineral Lempung ...................... 40 Tabel 3.3. Variasi Kadar Semen Sesuai Jenis Tanah Untuk Perkerasan Jalan (Pavement Construction) ......................... 77 Tabel 3.4. Hasil pengujian sifat-sifat tanah-campuran ................ 100 Tabel 3.5. Permeabilitas Tanah Gambut Umur 3 & 7 hari ........... 106 Tabel 3.6. Reduksi Semen Akibat Penambahan NaOH ............... 112 Tabel 3.7. Reduksi Parameter Teknis Akibat NaCl pada Tanah Ekspansif (Durotoye et al., 2016) ...................................... 117 Tabel 3.8. Peningkatan Parameter Teknis Akibat NaCl pada Tanah Ekspansif .............................................................. 117 Tabel 3.9. Perubahan Parameter Teknis Tanah Ekspansif + NaCl 118 Tabel 3.10. Tegangan Volumetrik (Swelling) & UCS ................... 130 Tabel 3.11. Pengaruh Asam Fosfat Terhadap Group Index .......... 151 Tabel 4.1. Korelasi Jumlah Pukulan & Enersi Pemadatan ........... 164 Tabel 4.2. Hubungan Kadar Aspal dengan OMC dan MDD ......... 188 Tabel 4.3. Hubungan Kadar Aspal dengan OMC dan MDD .......... 189 Tabel 5.1. Hubungan Probe Spacing dengan Peluang Capaian Perbaikan dengan Metode Vibro Campaction ................. 201 Tabel 5.2. Hubungan Enersi Penumbuk dengan Peluang Capaian Perbaikan dengan Metode Dynamic Campaction ............ 214
x | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
DAFTAR GAMBAR Gbr 3.1. Bentuk Ikatan Senyawa pada Mineral Lempung .............. Gbr 3.2. Simbol lembaran Silika dan Alluminium .......................... Gbr 3.3. Diagram skematik struktur mineral Montmorillonite ...... Gbr 3.4. Diagram skematik struktur mineral Kaolinite .................. Gbr 3.5. Diagram skematik struktur mineral Illite ........................ Gbr 3.6. Struktur Mineral Tanah Liat (Berger, 2007) .................... Gbr 3.7. Skema Sifat Dipolar pada Air (H2O) ................................. Gbr 3.8. Tarik Menarik Molekul Air Dipolar Dengan Partikel Lempung ............................................................... Gbr 3.9. Ketebalan Air Lapisan Ganda pada Partikel Lempung ...... Gbr 3.10. Illustrasi Pertukaran Ion : Tanah – Air – Kalsium (Berger, 2007) .................................................................... Gbr 3.11. Susunan Partikel Tanah................................................. Gbr 3.12. Susunan Butiran Tanah Granuler .................................. Gbr 3.13. Kesesuaian Antara Tanah Dengan Metode Perbaikan Tanah (Berger, 2007) ......................................... Gbr .13. Pengaruh pH terhadap kelarutan Silika dan Alumina (Berger, 2007) ...................................................... Gbr 3.14. Pengaruh Mineral Tanah terhadap Prosentase Kapur (Berger, 2007) .......................................................... Gbr 3.15. Pengaruh Kadar Kapur Terhadap Parameter Atterberg (Metcalf, 1959) .................................................. Gbr 3.16. Batas cair pada persentase tailing tambang & kapur untuk variasi umur campuran (Ramesh el al., 2013) . Gbr 3.17. Batas plastis pada persentase tailing tambang & kapur untuk variasi umur campuran (Ramesh el al., 2013) . Gbr 3.18. Batas susut pada persentase tailing tambang & kapur untuk variasi umur campuran (Ramesh el al., 2013) . Gbr 3.19. Nilai Indeks Plastisitas berdasarkan Nilai Batas Cair pada campuran Tanah-Kapur (Ramesh el al., 2013) ............ Gbr 3.20. Pengaruh Kapur Terhadap Batas-batas Atterberg Pada Tanah Kaolin (Muhmed & Wanatowski, 2013) .......... Gbr 3.21. Pengaruh Kadar Kapur Terhadap Kuat Tekan Bebas (Metcalf, 1959) ................................................................. Gbr 3.22. Pengaruh Umur Lime-Soil (5%-Kapur) Terhadap Kuat Tekan Bebas (Metcalf, 1959) ....................................
25 25 26 27 29 30 31 32 33 34 35 36 42 48 49 50 51 51 52 53 53 54 54
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | xi
Gbr 3.23. Pengaruh Umur Campuran terhadap Kekuatan pada Temperatur Berbeda (Marshall, 1967) ............................... 55 Gbr 3.24. Pengaruh Umur Campuran terhadap UCCS pada Jenis Tanah Berbeda (Berger, 2007) .................................. 55 Gbr 3.25. Hubungan Prosentase Kadar Kapur Dengan CBR (Warsiti, 2009) .................................................................. 56 Gbr 3.26. Pengaruh Kapur Terhadap Kepadatan Kering Pada Tanah Kaolin (Muhmed & Wanatowski, 2013) ................... 57 Gbr 3.27. Pengaruh Umur Campuran Terhadap UCS Pada Tanah Kaolin – Kapur(Muhmed & Wanatowski, 2013) ....... 57 Gbr 3.28. Hubungan Tegangan–Regangan, Beberapa Umur Camp. Tanah Kaolin - Kapur (Muhmed & Wanatowski, 2013) ....... 58 Gbr 3.29. Hubungan Regangan Vertikal dan Siklus Kembang-Susut pada Tanah-Kapur dengan Tanah Tanpa Kapur (Al-Taie et al., 2016) ........................................................... 59 Gbr 3.30. Hubungan Angka Pori dengan Kadar Air Pada Kondisi Seimbang (Equilibrium) Kapur (Al-Taie et al., 2016) ........... 59 Gbr 3.31. Hubungan Prosentase Kadar Kapur Dengan Prosentase Swelling (Warsiti, 2009) .................................. 60 Gbr 3.32. Pengaruh Kadar Kapur & Umur Campuran Terhadap Swelling Potential (Basma & Tuncer, 2007) ........................ 62 Gbr 3.33. Swelling strain versus elapsed time dalam kondisi free-swell conditions. (Danh Tran et al., 2014) .................... 64 Gbr 3.34. Pengaruh Kadar Kapur terhadap Permeabilitas Pada Tanah Saprolitik Coklat (Galvao et al., 2004) ...................... 65 Gbr 3.35. Pengaruh Kadar Kapur terhadap Permeabilitas Pada Tanah Laterit Merah (Galvao et al., 2004) ......................... 66 Gbr 3.36. Pengaruh Kadar Kapur & Umur Campuran Terhadap Kompresibilitas (Basma & Tuncer, 2007) ........................... 67 Gbr 3.37. Pengaruh Kadar Kapur & Umur Campuran Terhadap Indeks Rebound (Basma & Tuncer, 2007) .......................... 68 Gbr 3.38. Hubungan LTCR dengan Kadar Kapur & Umur Campuran (Basma & Tuncer, 2007) .................................................... 69 Gbr 3.39. Pengaruh Kadar Kapur & Umur Campuran Terhadap Beberapa Tipe Settlement (Basma & Tuncer, 2007) ............ 70 Gbr 3.40. Hubungan Prosentase Kadar Kapur Dengan Angka Pori (Shahidul, 2001) ................................................................ 73 Gbr 3.41. Pengaruh Kadar Kapur terhadap Permeabilitas Pada Tanah Laterit Coklat & Merah (Galvao et al., 2004) ........... 75 xii | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Gbr 3.42. Pengaruh kadar semen terhadap Kuat Tekan Bebas pada berbagai tingkat pemadatan (Mitchell, 1976) ........... 82 Gbr 3.43. Pengaruh kadar semen terhadap Kohesi tanah berbutir kasar & berbutir halus (Mitchell, 1976) ................ 83 Gbr 3.44. Korelai Clegg vs UCS (Griffin & Tingle, 2009) ................ 86 Gbr 3.45. Korelai SSG vs UCS (Griffin & Tingle, 2009) ................... 86 Gbr 3.46. Korelai FPWD vs UCS (Griffin & Tingle, 2009) ............... 87 Gbr 3.47. Korelai PSPA vs UCS (Griffin & Tingle, 2009) ................. 87 Gbr 3.48. Umur vs Kuat Tekan Bebas Campuran tanah lunak dengan kadar semen bervariasi (Bhuria & Sachan, 2014) ... 89 Gbr 3.49. Kadar semen vs Kuat Tekan Bebas Campuran tanah lunak dengan umur bervariasi (Bhuria & Sachan, 2014) ...... 90 Gbr 3.50. Pengaruh Kadar LS Terhadap Persen Kembang-Susut, seiring umur campuran (Alazigha et al., 2016) ................... 94 Gbr 3.51. Pengaruh LS (konten 2%) Terhadap Kehilangan Massa Tanah pada Uji Durabilitas (Alazigha et al., 2016) .... 95 Gbr 3.52. Hubungan Kadar Semen dengan Kadar Air Optimum (Wojciech & Gluchowski, 2013) ......................... 97 Gbr 3.53. Pengaruh SemenTerhadap Sifat-sifat Optimum – Wopt & dry (Ikhlef et al., 2016) ....................... 98 Gbr 3.54. Grafik Umur vs Permeabilitas pada Tanah Liat dengan Variasi Kadar CKD (Al-hassani, 2015) .................... 102 Gbr 3.55. Grafik Umur vs Permeabilitas pada Tanah Lanau dengan Variasi Kadar CKD (Al-hassani, 2015) ................... 103 Gbr 3.56. Grafik Koefisien Permeabilitas vs Kadar CKD (Al-hassani, 2015) ............................................................ 103 Gbr 3.57. Grafik Kadar Semen vs Koefisien Permeabilitas (Z.A. Rahman et al., 2016) ............................................... 105 Gbr 3.58. Grafik Kuat Tekan pada berbagai variasi kadar NaOH (Olaniyan et al., 2011) ........................................... 108 Gbr 3.59. Grafik Penyerapan Air & Porositas versus %-NaOH untuk Sampel Basah (Olaniyan et al., 2011) ..................... 109 Gbr 3.60. Grafik Penyerapan Air & porositas versus %-NaOH untuk sampel siklik (Olaniyan et al., 2011) ....................... 109 Gbr 3.61. Kadar NaOH vs UCS pada Umur 7 hr, Suhu 35oC dan Kadar Semen 12,5% (Zangana, 2012) ............................... 110 Gbr 3.62. Konsentrasi NaOH vs UCS pada Kadar NaOH 1%, Umur 7 hr, Suhu 35oC & Kadar Semen 12,5% (Zangana, 2012) ... 111 Gbr 3.63. Konsentrasi NaOH vs Kohesi pada NaOH 1%, Umur 7 hr, Suhu 35oC & Semen 12,5% (Zangana, 2012) ............ 113 Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | xiii
Gbr 3.64. Konsentrasi NaOH vs Sudut Geser dgn NaOH 1%, Umur 7 hr, Suhu 35oC & Semen 12,5% (Zangana, 2012) ... 113 Gbr 3.65. Konsentrasi NaOH vs CBR pada NaOH 1%, Umur 7 hr, Suhu 35oC & Semen 12,5% (Zangana, 2012) .................... 114 Gbr 3.66. Persen Salt versus Moisture Content (Abood & Mohamed, 2015) ............................................. 119 Gbr 3.67. Grafik Uji Kompaksi – Optimum Water Content (Abood & Mohamed, 2015) ............................................. 120 Gbr 3.68. Grafik UCS - Stress versus Strain (Abood & Mohamed, 2015) ............................................. 121 Gbr 3.69. Varietas Kehilangan UCS dengan Konsentrasi Garam pada umur 28 hari (Dingwen et al., 2013) ........................ 123 Gbr 3.70. Peningkatan Kuat Tekan Bebas (UCS) versus Kadar Semen (Dingwen et al., 2013) .......................................... 124 Gbr 3.71. Modulus Elastisitas (E) versus UCS pada campuran semen-tanah (Dingwen et al., 2013) ................................ 124 Gbr 3.72. Variasi Modulus Elastis Pada Konsentrasi Garam, Kadar Semen, Umur 28 hari (Dingwen et al., 2013) .......... 125 Gbr 3.73. Kadar Air vs Kepadatan Pada Stabilisasi Tanah Ekspansif, Variasi % CaCl2 (Krishna & Ramesh, 2012) ........ 127 Gbr 3.74. Nilai UCS Pada Stabilisasi Tanah Ekspansif, Variasi % CaCl2 & Umur (Krishna & Ramesh, 2012) ..................... 128 Gbr 3.75. Faktor Keamanan (FOS) Pada Tanah Ekspansif, Variasi Kemiringan Tanggul (Krishna & Ramesh, 2012) ................ 129 Gbr 3.76. Kenaikan kadar air setelah difusi dalam larutan CaCl 2 pada konsentrasi berbeda (Lajurkar et al., 2016) .............. 131 Gbr 3.77. Perilaku swelling tanah selama difusi dalam larutan pada konsentrasi berbeda (Lajurkar et al., 2016) ............... 131 Gbr 3.78. Peningkatan UCS tanah diperbaiki dengan larutan CaCl2 pada konsentrasi berbeda (Lajurkar et al., 2016) ..... 132 Gbr 3.79. Variasi DFS untuk Campuran Tanah + MgCl2 + Flyash (Radhakrishnan et al., 2014) ............................................ 134 Gbr 3.80. Variasi Potensi Swelling untuk Campuran Tanah + MgCl2 + Flyash (Radhakrishnan et al., 2014) .................... 135 Gbr 3.81. Variasi Tekanan Swelling untuk Campuran Tanah + MgCl2 + Flyash (Radhakrishnan et al., 2014) .................... 135 Gbr 3.82. Penyemprotan MgCl2 Pada Perbaikan Subgrade Jalan (ROADSAVER® FROM ENVIROTECH, 2017) ....................... 137 Gbr 3.83. Pengaruh Kadar Aluminium Klorida Terhadap UCS Gambut (Thamer et al., 2015) ......................................... 139 xiv | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Gbr 3.84. Variasi Batas Cair Tanah Ekspansif dengan Persentase AlCl3 & Flyash yang Berbeda (Devi & Prasad, 2016) ......... 140 Gbr Variasi Batas Plastis Tanah Ekspansif dengan Persentase AlCl3 & Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016) .................. 141 Gbr 3.86. Variasi Indeks Plastis Tanah Ekspansif dengan Persen AlCl3 & Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016) .................. 141 Gbr 3.87. Variasi Batas Susut Tanah Ekspansif dengan Persen AlCl3 & Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016) .................. 142 Gbr 3.88. Variasi Nilai DFS Tanah Ekspansif dengan Persen AlCl 3 & Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016) .......................... 143 Gbr 3.89. Variasi Nilai OMC Tanah Ekspansif dengan Persen AlCl 3 & Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016) .......................... 143 Gbr 3.90. Variasi Nilai MDD Tanah Ekspansif dengan Persen AlCl3 & Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016) .......................... 144 Gbr 3.91. Variasi Nilai CBR Tanah Ekspansif dengan Persen AlCl 3 & Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016) .......................... 144 Gbr 3.92. Kekuatan Tanah vs Kadar H3PO4 untuk Umur Campuran 5 hari (Lyons & McEwan, 1972) ....................................... 151 Gbr 3.93. Kekuatan Tanah vs Kadar H3PO4 untuk Umur Campuran 30 hari (Lyons & McEwan, 1972) ..................................... 152 Gbr 3.94. Kekuatan Tanah vs Waktu Pemeliharaan (Lyons & McEwan, 1972) ............................................................... 153 Gbr 3.95. Kekuatan Tanah vs Kadar H3PO4 untuk Umur Berbeda (Lyons & McEwan, 1972) .................................................. 154 Gbr 4.1. Kadar Air vs Berat Volume pada Pemadatan ............... 161 Gbr 4.2. Kurva Kadar Air vs Berat Volume Kering untuk mendapatkan wopt beberapa jenis tanah (ASTM-698) ....... 162 Gbr 4.3. Pengaruh Enersi Pada Hasil Pemadatan (Braja M.Das, 1994) ......................................................... 165 Gbr 4.4. Garis Optimum Faktor Ekonomis Dalam Memperoleh Hasil Pemadatan Optimal ................................................ 166 Gbr 4.5. Pengaruh Jumlah dan Kecepatan Lintasan thdp Berat Volume Kering (D’Appolonia, 1969 dalam Hary C., 2006) . 169 Gbr 4.6. Hubungan Jumlah Lintasan dengan Kedalaman Pemadatan (D’Appolonia, 1969 dalam Hary C., 2006) ...... 170 Gbr 4.7. Penentuan Tebal Lapis Pemadatan (D’Appolonia, 1969 dalam Hary C., 2006) ....................................................... 171 Gbr 4.8. Skema dan Penerapan Prefabricated Vertical Drains (James D. Hussin, 2006) ................................................... 173 Gbr 4.9. Susunan Vertikal Drain (Soletanche-Bachy. 2015) ........ 174 Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | xv
Gbr 4.10. Prinsip Kerja Vacuum Preloading Method (Chu & Yan, 2011) ........................................................... Gbr 4.11. Korelasi Penurunan vs Durasi dari hasil Vacuum Preloading Method (Chu & Yan, 2011) ........................... Gbr 4.12. Reduksi Tekanan Air Pori vs Durasi dari hasil Vacuum Preloading Method (Chu & Yan, 2011) ........................... Gbr 4.13. Pengaruh Dewatering terhadap Muka Air Tanah (Patrick Powers, 1992) .................................................... Gbr 4.14. Efek Dewatering Pada Lapisan Kompressibel (Patrick Powers, 1992) .................................................... Gbr 4.15. Diagram Tegangan vs Angka Pori Pada Lempung Kompresibel (Patrick Powers, 1992) ................................ Gbr 4.16. Hubungan antara MDD & OMC dengan berbagai kadar SBR (%) (Fauziah et al., 2013) ................................ Gbr 4.17. Efek Kadar SBR (%) Terhadap Koefisien Permeabilitas (Fauziah et al., 2013) ................................ Gbr 4.18. Efek Curing Time Terhadap pH pada berbagai kadar SBR (%) (Fauziah et al., 2013) ............................... Gbr 4.19. Efek Curing Time Terhadap Kuat Geser pada berbagai kadar SBR (%) (Fauziah et al., 2013) ................. Gbr 4.20. MDD vs % Aluminum (Canakci et al.,2016) ................. Gbr 4.21. OMC vs % Aluminum (Canakci et al.,2016) ................. Gbr 4.22. CBR (%) vs % Aluminum (Canakci et al.,2016) ............. Gbr 4.23. Swelling (%) vs % Aluminum (Canakci et al.,2016) ...... Gbr 5.1. Pelaksanaan Teknik Pemasukan (Soletanche-Bachy, 2015) ................................................ Gbr 5.2. Skema dan Penerapan Vibroflotation (James D. Hussin, 2006) ................................................... Gbr 5.3. Pengoperasioan Alat Stone Column (Soletanche-Bachy, 2015)................................................. Gbr 5.4. Skema dan Penerapan Stone Column (James D. Hussin, 2006) ................................................... Gbr 5.5. Tahapan Pelaksanaan Stone Column (James D. Hussin, 2006) ................................................... Gbr 5.6. Ketahanan geser kolom batu pada stabilitas lereng (Mitchell, 1981) .................................................... Gbr 5.7. Idealisasi Sel Unit (Bachus, 1989) ................................. Gbr 5.8. Faktor Konsentrasi Tegangan – n (Bachus, 1989) ......... Gbr 5.9. Skema dan Penerapan Compaction Grouting (James D. Hussin, 2006) ................................................... xvi | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
174 175 176 178 179 180 190 190 191 191 194 194 195 195 198 200 203 204 205 207 209 210 211
Gbr 5.10. Proses Pelaksanaan Compaction Grouting (James D. Hussin, 2006) ................................................... Gbr 5.11. Skema dan Penerapan Dynamic Compaction (James D. Hussin, 2006 .................................................... Gbr 5.12. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi Metode Rapid Impact Compaction (Ruwhenua, 2013) ..... Gbr 5.13. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi Metode Rammed Aggregate Piers (Ruwhenua, 2013) ..... Gbr 5.14. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi Metode Low Mobility Grout (Ruwhenua, 2013) ............... Gbr 5.15. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi Metode Horisontal Soil Mixing (Ruwhenua, 2013) ........... Gbr 5.16. Wet Top Feed Method (Krishna et. al. 2004) .............. Gbr 5.17. Dry Bottom Feed Method (Krishna et. al. 2004) ......... Gbr 5.18. Offsore Bottom Feed Method (Krishna et. al. 2004) ...
212 214 217 217 217 218 220 221 223
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | xvii
Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah
BAB – I PENGERTIAN & JENIS STABILISASI TANAH
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 1
Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah
1.1.
Pengertian Umum Dalam perekayasaan konstruksi bangunan sipil, sering ditemukan lapisan tanah yang memiliki daya dukung rendah (low stength), yang sangat mempengaruhi berbagai tahapan rancangbangun konstuksi, baik dalam tahap perencanaan (design), tahap pelaksanaan (perform), maupun tahap operasional dan pemeliharaan (Operational and Maintenance). Rendahnya daya dukung dari suatu jenis lapisan tanah di suatu tempat, sangat dipengaruhi oleh minerologi tanah, yang mana minerologi tanah terbentuk dari proses pelapukan material batuan (unorganik) dan/atau material organik. Hasil lapukan material unorganik dan organik yang membentuk lapisan tanah pada suatu tempat, dapat merupakan material lapukan setempat (residual soil), dan/atau hasil lapukan yang terangkut dari tempat lain (transported soil). Eksistensi kedua jenis material lapukan tersebut di dalam pembentukan lapisan tanah, sangat mempengaruhi sifat-sifat tanah pada suatu tempat. Baik sifat fisis maupun sifat teknis dari pada lapisan tanah. Jika partikel lapukan tersebut bergradasi halus, maka cenderung memberikan sifat yang kohesif dengan konsistensi fisis yang lunak. Sebaiknya jika partikel lapukan pembentuk lapisan tanah bergradasi kasar, maka cenderung memberikan konsistensi yang keras dan sifat yang cenderung non kohesif. Kedua karaktersitik tersebut (kohesivitas dan konsistensi), sangat menentukan kinerja dari lapisan tanah dalam berbagai hal, seperti besaran daya dukung, kapasitas permeabilitas tanah, perilaku kompresibilitas, dan potensi kembang susut (swelling potensial) tanah. Dalam pengertian teknis, terminologi dari pada daya dukung tanah adalah kemampuan tanah memikul tekanan dan/atau melawan penurunan akibat pembebanan, yaitu tahanan 2 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah
geser yang disebarkan oleh tanah disepanjang bidang-bidang gesernya. Besaran daya dukung geser pada suatu lapisan tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagaimana yang dirumuskan dengan persamaan Mohr-Coulomb sebagai berikut : = 𝑐 + ( − 𝑈). 𝑡𝑎𝑛𝜑 .................... (1.1) Yang mana : = kuat geser tanah (daya dukung geser) c = kohesi tanah = tegangan total tanah = t.h t = berat volume tanah U = tekanan pori tanah = sudut geser dalam tanah Dari formula di atas, terlihat jelas bahwa kohesivitas dan konsistensi tanah menjadi faktor yang menentukan besaran daya dukung geser tanah ; 1. Nilai kohesi tanah, merupakan parameter kohesivitas yang sangat dipengaruhi adanya partikel tanah yang berbutir halus. 2. Sudut geser dalam tanah, berat volume tanah dan tekanan pori tanah, ketiganya merupakan parameter yang menunjukan konsistensi tanah, yang sangat dipengaruhi oleh adanya partikel bergradasi kasar. Jika besaran daya dukung tanah dimaknai dalam arti kemampuan tanah dalam memikul tekanan aksial, maka beberapa parameter tanah yang berpengaruh, sebagaimana yang dirumuskan oleh Terzaghi dalam formula sebagai berikut : qu = c.Nc + q.Nq + ½ .B.N .................... (1.2) Yang mana : qu = daya dukung alsial (ultimate) C = kohesi tanah Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 3
Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah
q = tekanan overburden = .h = berat volume tanah B = lebar konstruksi (pondasi) yang bertumpu pada tanah Nc, Nq, N = Faktor daya dukung (FDD) dari Terzaghi. Demikian pula jika kita meninjau kapasitas lapisan tanah dalam hal kemampuan tanah meluluskan aliran air (permeabilitas), yang dapat dilihat pada formula Darcy sebagai berikut : v = k.i .................... (1.3) Yang mana : v = kecepatan aliran (cm/det) k = koefisien permeabilitas (cm/det) i = gradient hidrolik Koefisien permeabilitas (k) menunjukkan ukuran tahanan tanah terhadap aliran air, yang dapat dirumuskan sebagai berikut : K . w .g k (cm / det) .................... (1.4)
Yang mana : K = Koefisien absolute (cm2), tergantung sifat butiran tanah. w = rapat massa air (gram/cm3) g = percepatan gravitasi (cm/det2) = koefisien kekentalan air (gram/cm.det) Selanjutnya kapasitas permeabilitas dapat dirumuskan dengan analogi persamaan Bernoulli yang dirumuskan sebagai berikut : Q = v. A = k.i.A .................... (1.5) Yang mana : Q = debit aliran permeabilitas (cm3/det) v = kecepatan aliran (cm/det) i = gradient hidrolik A = luas penampang aliran (cm2) 4 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah
Dalam pekerjaan teknik sipil masalah permeabilitas tanah, kadang diupayakan sekecil mungkin untuk tujuan optimalisasi kinerja konstruksi. Contoh pada bendung tanggul urugan tanah, struktur sub grade jalan, lapisan backfill turap, dan lain sebagainya. Namun kadang pula diupayakan agar permeabilitas pada lapisan tanah yang diperbesar. Contoh untuk lapisan top soil pada rechange area suatu akuifer harus diupayakan lapisan permukaan tanah yang memiliki permeabilitas tinggi, agar proses infiltrasi air permukaan ke dalam zona akuifer lebih mudah dan akan menghasilkan input air tanah ke dalam akuifer yang lebih besar. Dalam kasus yang terakhir biasanya dilakukan pengurugan material tanah granuler di permukaan sehingga membentuk lapisan porous yang biasa disebut lensa pasir (sand lense). Selajutnya potensi kembang susut (swelling potential) dari tanah ekspansif dapat diperbaiki dengan cara merubah nilai density tanah tersebut (Holtz, 1959). Metode ini menunjukkan bahwa pemadatan pada nilai density yang rendah dan pada kadar air di bawah kadar optimum yang terlihat pada test Standar Proctor dapat mengakibatkan lebih sedikit swelling potential dari pada pemadatan pada nilai density, yang tinggi dan kadar air yang lebih rendah. Semua tindakan mengubah sifat-sifat asli dari pada tanah, untuk disesuaikan dengan kebutuhan konstruksi adalah merupakan tindakan yang dapat dikategorikan sebagai upaya stabilisasi tanah. Secara khusus pengertian stabilisasi tanah dapat dilihat dari berbagai definisi yang dikemukakan beberapa ahli, antara lain : 1. Menurut Lambe (1962), mendefinisikan stabilisasi tanah sebagai perubahan dari setiap properti tanah untuk memperbaiki kinerja tekniknya (soil stabilization as "the alteration of any property of a soil to improve its engineering Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 5
Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah
performance"). Dalam pengertian ini Lambe memaknai sifatsifat tanah (soil property) mencakup sifat mikroskopis dan makroskopis dari massa tanah. 2. Jon A. Epps et al. (1971), mengartikan stabilisasi tanah adalah tidakan untuk memperbaiki sifat rekayasa tanah (soil properties). 3. Ingles & Metcalf (1972), mengatakan bahwa perubahan sifat tanah untuk memenuhi persyaratan teknik tertentu, dikenal sebagai stabilisasi tanah. 4. Punmia (1980), menyatakan bahwa stabilisasi tanah dalam pengertian luas mencakup berbagai metode yang digunakan untuk memodifikasi sifat tanah untuk memperbaiki kinerja tekniknya. Dalam hal ini menurut Punmia bahwa tujuan utama dari stabilisasi tanah adalah untuk meningkatkan kekuatan atau stabilitas tanah dan mengurangi biaya konstruksi dengan memanfaatkan sebaik-baiknya bahan yang tersedia secara local. 5. Winterkorn (1975), menyatakan bahwa Stabilisasi tanah adalah istilah kolektif untuk metode fisik, kimia, atau biologi, atau kombinasi metode semacam itu, yang digunakan untuk memperbaiki sifat tertentu dari tanah alami agar sesuai dengan tujuan rekayasa yang tepat. 6. Ruston Paving Company Inc., mengartikan bahwa“stabilisasi tanah adalah perubahan fisik dan kimia permanen dari tanah dan agregat untuk meningkatkan sifat tekniknya sehingga meningkatkan daya dukung beban sub-grade atau sub-basis untuk mendukung perkerasan dan pondasi." Selain definisi di atas, masih banyak lagi terminologi yang dikemukanan beberapa ahli lain. Secara umum orang mengartikan bahwa stabilisasi tanah adalah pencampuran tanah dengan bahan 6 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah
tertentu guna memperbaiki sifat-sifat teknis tanah, atau dapat pula diartikan secara umum bahwa stabilisasi tanah adalah usaha untuk mengubah atau memperbaiki sifat-sifat teknis tanah agar memenuhi syarat teknis tertentu. Menurut hemat penulis, pengertian lebih luas dari stabilisasi tanah adalah “suatu metode rekayasa tanah yang bertujuan untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan sifat-sifat tertentu pada tanah, agar selalu memenuhi syarat teknis yang dibutuhkan”. Dalam hal ini berbagai syarat teknis yang dibutuhkan dalam mengoptimalkan kinerja konstruksi, antara lain ; kapasitas daya dukung tanah, kuat geser tanah, penurunan (settlement), permeabilitas tanah, dan lain sebagainya, yang mana syarat teknis tersebut selalu dikaitkan dengan jenis dan fungsi konstruksi yang dibangun/dibuat. Secara garis besar, jika ditinjau dari mekanisme global yang terjadi pada tindakan stabilisasi tanah, maka klasifikasi tindakan stabilisasi tanah dapat dibedakan atas dua macam, yakni : 1. Perbaikan tanah (soil improvement) ; adalah suatu jenis stabilisasi tanah yang dimaksudkan untuk memperbaiki dan/atau mempertahankan kemampuan dan kinerja tanah sesuai syarat teknis yang dibutuhkan, dengan menggunakan bahan additive (kimiawi), pencampuran tanah (re-gradation), pengeringan tanah (dewatering) atau melalui penyaluran energi statis/dinamis ke dalam lapisan tanah (fisik). 2. Perkuatan tanah (soil reinforcement) ; adalah suatu jenis stabilisasi tanah yang dimaksudkan untuk memperbaiki dan/atau mempertahankan kemampuan dan kinerja tanah sesuai syarat teknis yang dibutuhkan, dengan memberikan material sisipan ke dalam lapisan tanah tersebut.
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 7
Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah
Dari kedua pengklasifikasian di atas, terlihat korelasi antara keduanya, bahwa : 1. Perbaikan tanah (soil improvement), relevan dengan stabilisasi kimia dan stabilisasi fisik. 2. Perkuatan tanah (soil reinforcement), relevan dengan stabilisasi mekanis. Namun apabila ditinjau dari proses yang terjadi dalam pelaksanaan stabilisasi tanah, maka stabilisasi tanah dapat dibedakan atas tiga jenis, yakni : 1. Stabilisasi Kiwia ; yaitu menambahkan bahan kimia tertentu dengan material tanah, sehingga terjadi reaksi kimia antara tanah dengan bahan pencampurnya, yang akan menghasilkan material baru yang memiliki sifat teknis yang lebih baik. 2. Stabilisasi Fisik ; yaitu mengenakan enersi dari beban dinamis atau beban statis ke dalam lapisan tanah, sehingga terjadi dekomposisi baru dalam massa tanah, yang akan memperbaiki karakteristik lapisan tanah sesuaia dengan tujuan yang ingin dicapai. 3. Stabilisasi Mekanis ; yaitu stabilisasi dengan memasukkan material sisipan ke dalam lapisan tanah sehingga mampu meningkatkan karakteristik teknis dalam massa tanah sesuai dengan tujuan tindakan stabilisasi yang ingin dicapai. Karena keberadaan material sisipan ke dalam lapisan tanah inilah, sehingga stabilisasi mekanis diistilah sebagai “perkuatan tanah (soil reinforcement). Contohnya stabilisasi dengan metal strip, geotextile, geomembrane, geogrid, vertical drain, dan lain sebagainya.
8 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah
1.2.
Perbaikan Tanah Apabila mengacu pada klasifikasi dari stabilisasi tanah sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, maka ruang lingkup dari perbaikan tanah meliputi dua klasifikasi, yakni : 1. Perbaikan tanah dengan metode kimiawi ; yang selanjutnya dapat dibedakan dalam beberapa sudut tinjauan, antara lain : a. Ditinjau dari jenis bahan pencampur (additive) ; perbaikan tanah dengan metode kimiawi, dibedakan atas : 1) Perbaikan tanah dengan bubuk (powder stabilization). 2) Perbaikan tanah dengan larutan (solvent stabilization). b. Ditinjau dari jenis material bubuk (powder) ; perbaikan tanah dengan metode kimiawi, dibedakan atas : 1) Perbaikan tanah dengan semen (soil cement). 2) Perbaikan tanah dengan kapur (soil lime). 3) Perbaikan tanah dengan abu (soil ash). c. Ditinjau dari cara pencampuran ; perbaikan tanah dengan metode kimiawi, dibedakan atas : 1) Perbaikan tanah dengan metode pengadukan (mixing method). 2) Perbaikan tanah dengan metode penyuntikan (grouting method). 2. Perbaikan tanah dengan metode fisik ; yang bila ditinjau dari aspek metode pelaksanaannya dapat dibedakan dalam beberapa jenis, antara lain : a. Pemadatan tanah (compaction), b. Konsolidasi tanah (consolidation or preloading), c. Pengeringan tanah (dewatering), d. Penggantian tanah (replacement), e. Perekatan partikel tanah (permeation resin), dan lain-lain.
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 9
Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah
1.3.
Perkuatan Tanah
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa perkuatan tanah (soil reinforcement), adalah suatu jenis stabilisasi tanah yang dimaksudkan untuk memperbaiki dan/atau mempertahankan kemampuan dan kinerja tanah sesuai syarat teknis yang dibutuhkan, dengan memberikan material sisipan ke dalam lapisan tanah tersebut. Selanjutnya material lapisan tanah yang terbentuk dari hasil tindakan perkuatan tanah disebut tanah perkuatan (reinforced earth). Tanah perkuatan, adalah lapisan tanah yang telah diberikan material sisipan yang mampu membentuk suatu sistem yang dapat bekerja sebagai satu kesatuan, sehingga kemampuan dari sistem tersebut menjadi jauh lebih besar atau lebih optimal dari pada kemampuan awal dari lapisan tanah tersebut. Secara garis besar perkuatan tanah dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan utama dari tindakan perkuatan, yakni : 1. Perkuatan tanah dasar (bearing capacity reinforcement). 2. Perkuatan dinding penahan (retaining wall reinforcement) Pembahasan tentang perkuatan tanah tidak akan diuraikan dalam buku ini, dan akan dibahas secara khusus dalam buku lain yang juga penulis susun.
10 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah
BAB – II TEORI PERBAIKAN TANAH
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 11
Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah
2.1.
Prinsip Dasar Perbaikan Tanah Sebagaimana uraian pada bagian terdahulu bahwa perbaikan tanah terbagi atas dua kelompok, yakni perbaikan tanah secara kimiawi dan perbaikan tanah secara fisik. Kedua cara tersebut memiliki kesamaan dalam tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, namun banyak perbedaan dalam metode maupun bahan pencampur (additive) yang dipergunakan. Teknik perbaikan tanah memiliki prinsip dasar bahwa kapasitas tanah yang kurang baik (dalam berbagai aspek), dapat diperbaiki melalui peningkatan sifat-sifat (properties) dari pada tanah, sesuai dengan tujuan perbaikan yang diinginkan. Jika yang diinginkan adalah peningkatan daya dukung dan kuat geser tanah, maka beberapa parameter tanah perlu diperbaiki, seperti berat volume tanah (), kohesi tanah (c), sudut geser dalam tanah (), dan tekanan pori dalam tanah (u). Demikian pula jika yang ingin adalah mendapatkan lapisan tanah yang kedap air (tanggul), dapat dicapai dengan memperkecil koefisien permeabilitas tanah (k). Tetapi sebaliknya yang diperlukan adalah lapisan tanah dengan kapasitas infiltrasi yang besar, maka koefisien permeabilitas tanah (k) harus diperbesar. Teknik memperbesar koefisien permeabilitas tanah dapat dilakukan dengan urugan pasir pada permukaan (sand lense), atau pencampuran pasir melalui teknik injeksi (grouting) ke dalam lapisan tanah dalam (sand mix). Tindakan sand mix dapat juga dilakukan untuk memperkecil kompresibilitas tanah, sehingga dapat memperkecil penurunan (settlement) pada lapisan tanah yang menerima beban aksial. Selain prinsip dasar yang diuraikan di atas, diharapkan bahwa para rekayasawa harus selalu mempertimbangkan pula prinsip-prinsip dalam konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development), bahwa pembangunan hanya akan dapat 12 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah
berkelanjutan dan sumberdaya alam akan dapat pula dimanfaatkan oleh generasi yang akan lahir di kemudian hari, apabila aspek perlindungan terhadap lingkungan hidup tetap menjadi prioritas dalam setiap tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoperasian infrastruktur yang dibangunnya. Untuk itu maka penerapan teknik-teknik perbaikan tanah harus senantiasa dilengkapi dengan pertimbangan kelestarian lingkungan hidup, sehingga tujuan stabilisasi tanah bukan hanya semata-mata terpusat pada pencapaian syarat teknis, namun juga harus memenuhi syarat-syarat keamanan lingkungan hidup (environment safe). 2.2.
Jenis Perbaikan Tanah Dalam upaya memperbaiki parameter tanah, maka berbagai teknik perbaikan tanah yang telah dihasilkan oleh para rekayasawan (engineer). Berbagai jenis perbaikan tanah yang telah dikembangkan selama ini, antara lain : 1. Perbaikan tanah dengan semen (soil cement) ; yaitu perbaikan tanah dengan menggunakan bahan semen sebagai pencampur. 2. Perbaikan tanah dengan kapur (soil lime) ; yaitu perbaikan tanah dengan menggunakan kapur sebagai bahan pencampur tanah yang lemah. Cara ini merupakan metode paling tua yang dikenal sejak zaman Romawi Kuno, ketika desakan mobilisasi alat perang dan personil militer mereka semakin tinggi seiring dengan perkembangan ekspansi kekuasaan pada zaman itu. 3. Perbaikan tanah dengan abu (soil ash) ; yaitu perbaikan tanah dengan menggunakan bahan abu sebagai pencampur,
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 13
Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah
4.
5.
6.
7.
dapat berasal dari abu batu, abu terbang, abu sekam, dan lain sebagainya. Perbaikan tanah dengan larutan kimia (solvent stabilization); yang mana berbagai bahan kimia yang biasa digunakan untuk meningkatkan parameter tanah, seperti larutan soda kaustik (NaOH), larutan asam sulfat (H2SO4), dan berbagai larutan lain. Cairan pencampur yang sekarang banyak digunakan cukup bervarisi, yang mana beberapa pabrikan telah mengembangkan berbagai jenis cairan additive sebagai bahan stabilizer untuk perbaikan tanah. Perbaikan tanah dengan pemadatan ; yaitu penyaluran enersi tumbukan dan/atau vibrasi (dynamic load) secara langsung ke lapisan tanah yang kurang padat (gembur). Metode ini dimaksudkan untuk memperbaiki parameter tanah yang berhubungan dengan daya dukung, kuat geser, penurunan, dan permeabilitas tanah. Perbaikan tanah dengan konsolidasi ; yaitu pemberian beban statis secara langsung di atas lapisan tanah (static load), sehingga tanah akan terkompresi sebelum pelaksanaan konstruksi dilakukan. Pemberian beban awal semacam ini disebut preloading, dengan beban yang biasanya diambil lebih besar dari beban konstruksi yang akan bekerja. Metode konsolidasi pada dasarnya memiliki tujuan yang sama dengan metode pemadatan, namun bentuk bebannya yang berbeda, dan metode konsolidasi membutuhkan waktu proses yang lebih lama. Perbaikan tanah dengan teknik pengeringan (dewatering) ; yaitu upaya peningkatan bearing capacity tanah melalui proses pengeringan tanah, sehingga kadar air tanah menurun, dan meningkatkan tegangan efektif di dalam
14 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah
tanah. Metode ini banyak menggunakan teknik saluran pasir vertikal (sand drain), yang dibuat sedemikian rupa, sehingga air di dalam tanah dapat mengalir ke luar dari massa tanah. Formasi sand drain sudah banyak dikembangkan para engineer, sehingga air dalam massa tanah yang jenuh dapat dialirkan baik pada arah vertikal (sand vertical drain), maupun pada arah horisontal (sand horisontal drain). 8. Perbaikan tanah dengan penggantian tanah (replacement) ; yaitu perbaikan gradasi dengan cara menambah tanah pada fraksi tertentu yang dianggap kurang baik, sehingga tercapai gradasi yang rapat dan memiliki parameter yang lebih baik. 9. Perbaikan tanah dengan permeation resin ; yaitu pengaliran bahan perekat (resin) yang memiliki viskositas rendah ke dalam pori-pori tanah tanpa menggusur atau mengubah struktur tanah. Karakteristik tanah akan dimodifikasi oleh aliran perekat resin yang akan menjadi busa atau gel. Metode ini bertujuan untuk : 1) Meningkatkan kekuatan dan kohesi tanah granular, sehingga akan meningkatkan kapasitas bebannya. 2) Mengurangi permeabilitas tanah. Migrasi air yang terjadi melalui substrat tanah yang buruk atau tanah lepas (tanah berpasir, isi yang tidak terpadatkan, bahan organik yang membusuk, dll.), akan menyebabkan erosi, gerakan dan/atau hilangnya tanah yang menyebabkan kegagalan pada struktur di atas dan di bawah permukaan seperti, pondasi , perkerasan jalan raya, jembatan, atau konstruksi lain. Permeasi resin biasanya merupakan solusi untuk kasus terjadi aliran partikel keluar dari zona lapisan tanah pendukung. Resin biasanya disuntikkan melalui pipa berdiameter kecil yang disebut "probe." Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 15
Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah
2.3.
Tujuan Dan Sasaran Tindakan Perbaikan Tanah Sebagaimana dengan tujuan dari setiap tindakan stabilisasi tanah, maka tujuan umum dari perbaikan tanah adalah untuk : 1. Meningkatkan daya dukung tanah. 2. Meningkatkan kuat geser tanah. 3. Memperkecil kompresibilitas dan penurunan tanah. 4. Memperkecil permeabilitas tanah (kasus : tanggul) 5. Memperbesar permeabilitas tanah (kasus : dewatering dan sand lense). 6. Memperkecil potensi kembang-susut pada tanah (swelling potential). 7. Menjamin kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya alam dan lingkungan. Tujuan yang terakhir, seyogianya menjadi tujuan yang melekat pada setiap perlakuan dan tindakan di dalam perbaikan tanah, terutama yang dilakukan dengan menggunakan bahan additive, yang bisa bereaksi dengan unsur-unsur bahan alamiah (natural material) dan akan mengubah struktur dan komposisi dari material alamiah tersebut. Dari berbagai jenis perbaikan tanah yang telah diuraikan sebelumnya, secara khusus masing-masing mempunyai sasaran terhadap peningkatan kapasitas tanah, sebagai upaya untuk memperbaiki parameter tanah yang kurang baik. Adapun sasaran dari masing-masing jenis perbaikan tanah tersebut, dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Perbaikan tanah dengan semen (soil cement) ; Sasarannya adalah untuk memperbesar sudut geser dalam tanah (), melalui pembentukan kerangka (skeleton) di dalam tanah. Selain itu perbaikan tanah dengan semen, juga memiliki 16 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah
2.
3.
sasaran terhadap peningkatan berat volume tanah (), kohesi tanah (c), sekaligus juga memperkecil tekanan pori tanah (u), karena akan memperkecil angka porositas dalam massa tanah. Peningkatan parameter-parameter tersebut, memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan daya dukung (qu) dan kuat geser tanah (). Perbaikan tanah dengan kapur (soil lime) ; Sasarannya adalah untuk meningkatkan kohesi tanah (c), sudut geser dalam tanah (), berat volume tanah (), sekaligus memperkecil tekanan pori tanah (u), karena akan memperkecil angka porositas dalam massa tanah. Peningkatan parameter-parameter tersebut, memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan daya dukung (qu) dan kuat geser tanah (). Perbaikan tanah dengan abu (soil ash) ; Metode ini dapat menggunakan beberapa jenis abu, seperti abu batu, abu terbang, abu sekam. Sasaran utamanya adalah meningkatkan kohesi tanah (c), sudut geser dalam tanah (), berat volume tanah (), sekaligus memperkecil tekanan pori tanah (u), karena akan memperkecil angka porositas dalam massa tanah. Peningkatan parameter-parameter tersebut, memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan daya dukung (qu) dan
4.
kuat geser tanah (). Perbaikan tanah dengan bahan kimia (chemical stabilization); Pencampuran tanah dengan berbagai jenis bahan kimia, sasaran utamanya adalah untuk mengoptimalkan berbagai parameter tanah sesuai dengan kebutuhan konstruksi, seperti peningkatan kerapatan relatif (Dr), kepadatan relatif (Rc), berat volume (), sudut geser dalam (). Juga bisa untuk sasaran menurunkan angka pori (e), porositas (n), permeabilitas (k), kompresibilitas (Cc), kadar air (w), tekanan pori (u), dan Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 17
Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah
5.
sebagainya. Bahan kimia yang secara konvesional dapat digunakan untuk memperbaiki (meningkatkan dan/atau memperkecil) nilai parameter tanah, seperti larutan soda kaustik (NaOH), asam fosfat (H3PO4), asam sulfat (H2SO4), Natrium Cloride (NaCl) dan berbagai larutan lain. Namun beberapa dekade terakhir banyak larutan (liquid) dan bubuk (powder) kimia, yang dikembangkan sebagai pencampur (additive), yang dapat berfungsi sebagai bahan stabilizer dalam rekayasa perbaikan tanah, seperti Liquid Textile, PVC Liquid, Ba Liquid, Cd Liquid, Zn Liquid, Polymer Gilsonite, Sodium Lignosulphonate, Sodium Carboxymethyl, CMC Carboxymethyl, Anionic Polyacrylamide, PAM Polyacrylamide, Polyanionic, Chlorine Dioxide, Hydrogen Peroxide, Methyltin dan lain sebagainya. Perbaikan tanah dengan teknik dewatering atau pengeringan tanah ; Sasaran utamanya adalah untuk menurunkan kadar air tanah (w), sehingga tekanan air pori (u) akan menurun drastis, dan tegangan efektif (eff) tanah meningkat significan. Dengan
6.
demikian daya dukung (qu) dan kuat geser () pada lapisan tanah tersebut akan meningkat secara signifikan pula. Metode ini banyak menggunakan teknik saluran pasir vertikal (sand drain), yang dibuat sedemikian rupa, sehingga air di dalam tanah dapat mengalir ke luar dari massa tanah. Formasi sand drain sudah banyak dikembangkan para engineer, sehingga air dalam massa tanah yang jenuh dapat dialirkan baik pada arah vertikal (sand vertical drain), maupun pada arah horisontal (sand horisontal drain). Perbaikan tanah dengan re-gradation ; Pencampuran tanah asli dengan tanah pencampur bisa dilakukan dengan cara mengaduk (mixing) untuk stabilisasi tanah permukaan yang
18 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah
dangkal, atau dengan cara menginjeksi (grouting) untuk stabilisasi tanah dalam. Sasaran utama dalam perbaikan tanah dengan metode regradasi, utamanya adalah untuk menurunkan potensi kembang-susut (swelling), dan kompresibilitas tanah. Namun metode ini juga bisa dilakukan untuk meningkatkan kerapatan relatif (Dr), kepadatan relatif 7.
(Rc), berat volume (), dan sudut geser dalam tanah (). Perbaikan tanah dengan pemadatan ; Penyaluran beban dinamis (dynamic load) ke lapisan tanah semacam ini, sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kerapatan relatif (Dr), kepadatan relatif (Rc), berat volume (), dan sudut geser dalam
8.
tanah (). Dan sekaligus memperkecil angka pori (e), porositas (n) dan permeabilitas (k), dan kompresibiltas (Cc) dari pada lapisan tanah. Perbaikan tanah dengan konsolidasi ; Pemberian beban statis (static load) di atas lapisan tanah, sasaran utamanya sama dengan sistem pemadatan yaitu untuk meningkatkan kerapatan relatif (Dr), kepadatan relatif (Rc), berat volume (),
9.
dan sudut geser dalam tanah (). Dan sekaligus memperkecil angka pori (e), porositas (n) dan permeabilitas (k), dan kompresibiltas (Cc) dari pada lapisan tanah. Perbaikan tanah dengan permeation resin ; dengan mengalirkan bahan perekat (resin) yang memiliki viskositas rendah ke dalam pori-pori tanah tanpa menggusur atau mengubah struktur tanah. Karakteristik tanah akan termodifikasi oleh aliran perekat resin yang akan menjadi busa atau gel. Sasaran utama dalam perbaikan tanah dengan metode permeasi resin, utamanya adalah untuk meningkatkan kohesi (c), dan sekaligus menurunkan permeabilitas tanah (k). Namun metode ini juga bisa dilakukan untuk meningkatkan Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 19
Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah
nilai parameter tanah seperti berat volume (), dan sudut geser dalam tanah (). Dampak samping dari penggunaan resin dalam stabiliasi tanah, ada yang bersifat positif seperti penurunan angka pori dan porositas tanah, namun juga memberikan dampak negatif berupa akumulasi residu resin di dalam tanah yang sangat sulit dikeluarkan/dipisahkan dari massa tanah. 2.4.
Pemilihan Jenis Perbaikan Tanah Dari sekian banyak jenis perbaikan tanah yang dapat dilakukan, baik yang bersifat kimiawi maupun yang bersifat fisik, masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Bahkan apabila penerapannya tidak dilakukan dan diawasi secara seksama, beberapa diantaranya ada yang dapat menimbulkan dampak buruk dalam jangka panjang, terutama penggunaan bahan kimia dan bahan perekat (resin). Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan di dalam memilih jenis dan tipe perbaikan tanah yang akan diterapkan dalam setiap tindakan perbaikan tanah, antara lain : 1. Jenis dan karaktersitik tanah, termasuk sifat-sifat kimia dan fisik, termasuk minerologi tanah yang akan diperbaiki. 2. Jenis dan karakteristik konstruksi yang akan dibangun, terutama beban konstruksi. 3. Parameter tanah yang perlu diperbaiki, sesuai kebutuhan konstruksi. 4. Kedalaman lapisan tanah yang akan diperbaiki. 5. Sifat kimia dan sifat fisik dari bahan stabilizer yang akan digunakan. 6. Harga bahan stabilizer yang akan digunakan, terutama dikaitkan dengan efisiensi biaya perbaikan. 7. Ketersediaan bahan dan peralatan di lokasi perbaikan tanah. 20 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah
8.
Kondisi lingkungan di sekitarnya (existing environmental). Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas maka para rekayasawan (engineer), dapat memilih jenis dan tipe perbaikan tanah yang akan dipilihnya, dan yang paling penting pula dilakukan adalah analisis dampak kegiatan perbaikan tanah terhadap lingkungan baik biotik maupun abiotik, serta rencana penanggulangan dampak penting yang berpeluang timbul akibat kegiatan perbaikan tanah tersebut.
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 21
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
BAB – III PERBAIKAN TANAH DENGAN METODE KIMIAWI
22 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
3.1.
Batasan Penerapan Metode Kimiawi. Metode perbaikan tanah dengan bahan kimia dapat menggunakan larutan kimia dan/atau bubuk kimia (powder), yang dicampurkan dengan tanah yang akan diperbaiki, dengan beberapa metode pecampuran yang disesuaikan kondisi bahan stabilizer maupun kondisi tanahnya. Kondisi tanah yang akan diperbaiki sangat penting diketahui secara konprehensif, baik sifat-sifat fisik maupun sifat kimia tanah, terutama yang menyangkut tentang komposisi kimia dari mineral tanah yang ada. Hal ini sangat menentukan dalam pemilihan jenis bahan stabilizer yang cocok dipergunakan untuk perbaikan tanah, sehingga target perbaikan yang diinginkan dapat tercapai, sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan konstruksi yang akan dibangun di atas lapisan tanah tersebut. Jenis tanah yang lebih banyak diperbaiki melalui metode kimiawi biasanya adalah jenis tanah berbutir halus (fine soil), namun tidak jarang perbaikan tanah dengan metode kimia terhadap tanah berbutir kasar (granuler soil), seperti perbaikan sifat permeabilitas tanah berpasir yang digunakan pada bangunan yang membutuhkan sifat yang lebih kedap air. Untuk memperkecil permeabilitas pada tanah berpasir, bisanya dilakukan dengan penerapan soil-cement. Penurunan permeabilitas tanah berpasir dapat pula menggunakan bahan kimia lain yang mampu mengikat partikel tanah secara kimiawi, dengan mekanisme reaksi pembekuan (fluculated reaction). Batasan lain yang perlu diperhatikan di dalam penerapan perbaikan tanah dengan metode kimia, adalah sifat-sifat reaksi kimia yang terjadi antara mineral tanah dengan zat kimia yang dikandung oleh bahan stabilizer. Hal yang harus dihindarkan dalam penggunaan bahan kimia, adalah perabatan atau penjalaran proses Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 23
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
reaksi kimia ke massa tanah yang tidak menjadi target perbaikan. Hal ini sangat merugikan lingkungan, bahkan dapat berakibat fatal apabila zona perambatan reaksi tersebut menjangkau massa tanah yang telah mendukung bangunan lain. Dengan demikian efek penjalaran reaksi tersebut akan berdampak langsung pada bangunan yang didukungnya, yang dapat berupa deformasi akibat dekomposisi mineral tanah, atau dapat pula terjadi differential settlement pada bangunan yang terdampak, dan lain sebagainya. 3.2.
Minerologi Lempung. Selain parameter teknis, hal penting yang juga harus dipahami di dalam perencanaan perbaikan pada tanah lempung adalah jenis dan komposisi mineral di dalam tanah. Oleh karena itu maka pemahaman tentang minerologi tanah lempung yang memadai diperlukan dimiliki oleh setiap rekayasawan (engineer) yang bekerja pada bidang perbaikan tanah. Lempung terbentuk dari hasil pelapukan akibat reaksi kimia yang membentuk susunan kelompok partikel berukuran koloid dengan diameter butiran yang lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel lempung tersebut berbentuk lembaran (sheet), yang mempunyai bidang permukaan khusus (specific surface). Oleh karena itulah sehingga jenis tanah lempung sangat dipengaruhi oleh gaya-gaya permukaan. Menurut Kerr ((1959), di bumi ini terdapat sekitar 15 macam mineral tanah lempung, dan diantara yang dominan terdapat di alam antara lain : montmorillonite, kaolinite, dan illite. Diantara 15 jenis lempung yang diidentifikasi Kerr, yakni ; montmorillonite, kaolinite, illite, smectite, saponite, tales, pyrophyllite, nontronite, halloysite, serpentine, chrysotile, lizardite, antigorite, hydromica, dan sericite. 24 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Pada umumnya mineral tanah lempung tersusun atas alluminium oktahedra dan silica tetrahedra, dan kedua senyawa tersebut digambarkan sebagai berikut :
Silika Tetrahedral
Aluminium Oktahedral
Gambar 3.1. Bentuk Ikatan Senyawa pada Mineral Lempung Untuk memudahkan di dalam penggambaran komposisi senyawa lempung, lembaran mineral tersebut cukup disimbolkan dengan gambar berikut :
Simbol Lembaran Silika
Simbol Lembaran Aluminium
Gambar 3.2. Simbol lembaran Silika dan Alluminium Masing-masing mineral lempung terbentuk dari kombinasi tumpukan dan susunan lembaran dengan bentuk dan dimensi yang berbeda-beda. Lempung Montmorillonte, yang mineralnya dikenal sangat sensitive terhadap perubahan kadar air, yang mana setiap perubahan kadar air selalu diikuti dengan perubahan volume (volume change) yang ekstrim. Komposisi senyawa kimia di dalam mineral tanah montmorillonite secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut : Si8 Al4 O20 (OH)4 nH2O.
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 25
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Struktur mineral tanah lempung montmorillonite tersusun atas dua lembar silika dan satu lembar alluminium, yang dapat digambarkan seperti pada skema berikut :
Ikatan Van der Wals
Gambar 3.3. Diagram skematik struktur mineral Montmorillonite Lembaran oktahedra yang terletak di antara dua lembaran silica dengan ujung tetrahedra yang tercampur dengan hidroksil (OH–) dari lembaran oktahedra untuk membentuk satu lapisan aluminium. Karena adanya ikatan Van der Waals diantara ujung lembaran silica, dengan gaya yang sangat lemah dan memiliki kekurangan muatan negative dalam lembaran oktahedra, maka air dan/atau ion-ion lain yang berpindah-pindah dapat masuk dan memisahkan lapisannya. Demikianlah proses pengembangan yang terjadi pada mineral montmorillonite, sehingga dengan ukuran kristal yang sangat kecil, tapi pada saat dimasuki air maka gaya tarik yang sangat kuat akan menyerap air, dan segera mengembangkan 26 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
volume tanah berlipat ganda dari volume sebelumnya (kering). Mengembangnya tanah montmorillonite akan menimbulkan tekanan pengembangan (expansive pressure), yang dapat merusak konstruksi seperti pada konstruksi perkerasan jalan raya. Kelompok tanah lempung ekspansive semacam ini, yakni montmorillonite, smectite, saponite, tales, pyrophyllite, dan nontronite. Lempung Kaolinite, adalah mineral lempung yang terdiri atas susunan satu lembar silika tetrahedral dan satu lembar aluminium oktahedra, dengan satuan susunan setebal 7,2 Angstrom (Ao), yang dapat digambarkan seperti pada skema berikut :
Ikatan Hidrogen
7,2 Ao (1 Ao = 10–6 mm)
Gambar 3.4. Diagram skematik struktur mineral Kaolinite Kedua lembaran terikat sedemikian sehingga ujung dari satu lembaran silika dan satu lembaran oktahedra akan membentuk suatu lapisan tunggal. Pada kombinasi lembaran silika dan aluminium keduanya terikat oleh “ikatan hidrogen” yang relative stabil. Oleh karena itu maka mineral kaolinite lebih stabil dan air tidak dapat masuk diantara lembaran mineralnya. Komposisi senyawa kimia di dalam mineral tanah kaolinite secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut : Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 27
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Si4 Al4 O10 (OH)8 Dengan memperthatikan komposisi senyawa kimia seperti yang dirumuskan di atas, terlihat jelas bahwa subtitusi ionik dalam struktur tanah kaolinite relatif kecil. Pada umumnya di dalam massa tanah kaolinite, senyawa silika (SiO2) lebih dominan dari pada senyawa aluminium (Al2O3). Beberapa peneliti telah membuktikan bahwa perbandingan kedua senyawa pembentuk tanah kaolinite tersebut, kurang lebih 2 silika berbanding 1 aluminium. Kelompok tanah lempung kaolinite terdiri atas ; kaolinite, halloysite, serpentine, chrysotile, lizardite, dan antigorite. Lempung Illite, merupakan mineral lempung yang terdiri atas susunan satu lembaran aluminium oktahedral dan dua lembaran silika tetrahedral. Sepintas skematik strukturnya mirip dengan lempung montmorillonite, tetapi sifat ikatannya sangat berbeda. Pada lempung Illite, lembaran oktahedral bisa mengalami subtitusi parsial terhadap aluminium oleh magnesium (Mg) dan/atau besi (Fe). Jika hal ini terjadi maka di dalam lembaran tetrahedral akan terjadi subtitusi silikon oleh aluminium yang terlepas dari lembara oktahedral. Lembaran-lembaran Illite terikat satu sama lain dengan ikatan lemah ion-ion kalsium, yang terdapat di antara lembaran tersebut. Struktur mineral tanah lempung illite yang tersusun atas satu lembaran aluminium oktahedral dan dua lembaran silika tetrahedral dapat digambarkan seperti pada skema berikut :
28 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
K+
Ikatan Kalsium
9,6 Ao (1 Ao = 10–6 mm)
K+
Gambar 3.5. Diagram skematik struktur mineral Illite Komposisi senyawa kimia mineral tanah lempung illite, secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut : (K, H2O)2 Si8 (Al, Mg, Fe)4 O20 (OH)4 Ikatan ion kalsium (K+) pada senyawa illite lebih lemah dibandingkan dengan ikatan hidrogen yang mengikat satuan Kristal pada kaolinite, akan tetapi jauh lebih kuat bila dibandingkan dengan ikatan ionik yang membentuk Kristal pada montmorillonite. Dengan demikian maka susunan illite tidak mudah mengembang akibat peningakatan kadar air di dalam tanah. Kelompok tanah lempung illite terdiri atas ; illite, hydromica, dan sericite. Mineral lempung yang dominan mengandung senyawa silikat, terbentuk dari susunan tetrahedral silikon dan oktahedral magnesium atau kristal lain. Ribuan susunan mineral semacam ini Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 29
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
akan terhubung satu sama lain, yang membentuk massa tanah dan susunan akan menentukan sifat-sifat dari tanah yang terbentuk. Susunan semacam ini dapat diillustrasikan seperti gambar berikut.
(1) Lembaran Tetrahedral
(1) Lembaran Tetrahedral
(1) Lembaran Oktahedral
Gambar 3.6. Struktur Mineral Tanah Liat (Berger, 2007) 3.3.
Pengaruh Air Pada Tanah Lempung Sebagaimana telah diuraikan secara implisit di atas bahwa pada jenis tanah lempung keberadaan air sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah lempung tersebut. Pada tanah berbutir halus seperti lempung, keberadaan air membuat luas specific surface akan menjadi lebih besar. Demikian pula dengan variasi kadar air akan mempengaruhi sifat-sifat plastisitas pada tanah. Dalam suatu Kristal yang ideal, muatan-muatan listrik negatif dan positif selalu dalam keadaan seimbang. Akan tetapi pada partikel lempung selalu terdapat muatan listrik negatif, sebagai akibat dari perpecahan susunan yang berjalan kontinu. Untuk mengimbangi muatan negative tersebut, maka partikel lempung akan menarik ion positif (kation) dari senyawa garam yang ada di dalam pori-pori tanah. Proses ini disebut pertukaran ion atau lebih dikenal dengan istilah substitusi isomorf. Kation-kation tersebut dapat disusun dalam urutan kekuatan daya tarik menariknya berdasarkan deret volta, sebagai berikut : Al3+ > Ca2+ > Mg2+ > NH4+ > K+ > H+ > Na+ > Li+ 30 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Urutan kation di atas memberikan makna bahwa kation Al3+ dapat mengganti kation Ca2+ di dalam senyawa mineral lempung, kemudian kation Ca2+ akan dapat menggeser kation Mg 2+, dan seterusnya. Molekul air (H2O) merupakan molekul dipolar, yaitu atom hydrogen tidak tersusun simetris di sekitar atom oksigen. Hal ini berarti bahwa satu molekul air membentuk batang yang mempunyai muatan positif dan negative pada ujung yang berlawanan atau dipolar (dua kutub). Ikatan dipolar yang terdapat pada senyawa air, dapat digambarkan secara illustratif seperti pada skema berikut : oksigen
–
hidrogen
105o
+ hidrogen
Gambar 3.7. Skema Sifat Dipolar pada Air (H 2O) Ada tiga mekanisme yang dapat menyebabkan molekul air (dipolar) dapat tertarik oleh permukaan partikel lempung secara elektrik, yakni : 1. Tarikan antara permukaan yang bermuatan negatif dari partikel lempung dengan ujung bermuatan positif pada air dipolar. 2. Tarikan antara muatan positif (kation) dalam lapisan ganda dengan muatan negatif dari ujung dipolar. Kation ini tertarik oleh permukaan partikel lempung yang bermuatan negatif.
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 31
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
3. Peranan dari atom-atom hidrogen dalam molekul air, yaitu dengan ikatan hidrogen antara oksigen dalam partikel lempung dengan atom hidrogen dalam molekul-molekul air. Ketiga mekanisme tarik menarik antara partikel lempung dengan molekul air dapat digambarkan sebagai berikut : Mekanisme (1)
Permukaan partikel lempung
kation
Mekanisme (2) oksigen
Mekanisme (3) hidrogen
Gambar 3.8. Tarik Menarik Molekul Air Dipolar Dengan Partikel Lempung Air yang tertarik secara elektrik yang berada di sekitar partikel lempung, disebut air lapisan ganda (double-layer water). Sifat plastisitas tanah lempung adalah akibat keberadaan dari lapisan ganda tersebut. Air lapisan ganda pada bagian paling dalam yang sangat kuat melekat pada partikel lempung, disebut air serapan (adsorbed water). Ikatan antar partikel tanah yang disusun oleh mineral lempung sangat dipengaruhi oleh besarnya jaringan muatan negative pada mineral, tipe, konsentrasi dan distribusi kation yang berfungsi mengimbangi muatannya. Untuk memperlihatkan ketebalan air lapisan ganda pada jenis partikel lempung yang berbeda, dapat disimak pada gambaran berikut : 32 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Kristal Montmorillonite
Air
ser Air Lapisan Ganda
Air
400 Ao 10 Ao
1000 Ao Kristal Kaolinite
200 Ao 10 Ao 10 Ao 10 Ao 200 Ao
ser Air Lapisan Ganda
10 Ao Air Lapisan Ganda
400 Ao
(b) Lempung Montmorillonite
(a) Lempung Kaolinite
Gambar 3.9. Ketebalan Air Lapisan Ganda pada Partikel Lempung Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 1951 oleh Olphen pada jenis tanah montmorillonite, dan penelitian Schofield & Samson pada tahun 1954 pada jenis tanah kaolinite, disimpulkan bahwa jumlah dan distribusi muatan residu pada jaringan mineral tanah, bergantung pada pH air. Bila pH air rendah, maka ujung partikel kaolinite dapat menjadi bermuatan positif, dan selanjutnya akan menimbulkan gaya tarik terhadap permukaan antar partikel yang yang berdekatan. Gaya Tarik menarik inilah yang akan menimbulkan sifat kohesif pada tanah lempung. Proses pertukaran ion antara mineral tanah dengan air, lebih jelas dilihat dari illustrasi yang digambarkan di bawah ini.
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 33
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia Kation kalsium (++) menggantikan ikatan lemah yang mengurangi afinitas tanah liat untuk air.
Gambar 3.10. Illustrasi Pertukaran Ion : Tanah – Air – Kalsium (Berger, 2007) Illustrasi di atas memperlihatkan bahwa permukaan tanah liat yang bermuatan negatif akan menarik kation (+) dari unsur kalsium dan molekul air (dipol), yang akan menyebabkan pembentukan 'air lapisan ganda' yang berlapis-lapis. 3.4.
Keseimbangan Partikel Dalam Tanah Lempung Pada jenis tanah lempung, bentuk dan posisi partikelnya akan sangat mempengaruhi karakteristik dan sifat-sifat teknisnya, seperti permeabiltas, stabilitas, karakteristik deformasi, serta distribusi tegangan di dalam lapisan tanah. Demikian juga dengan jarak partikel akan mempengaruhi kekuatan ikatan antar partikel tanah. Susunan partikel tanah dibagi atas dua macam (Rosenqvist, 1959), yakni : -
Susunan flocculated (terflokulasi) ; yaitu hubungan tepi partikel yang satu dengan permukaan partikel yang lain.
34 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
-
Susunan dispersed (terdispersi) ; yaitu hubungan permukaan partikel yang satu dengan permukaan partikel yang lain. Secara alami susunan partikel tanah sangat tergantung pada lingkungan dimana lapisan tanah berada. Sebagai contoh tanah lempung endapan cenderung membentuk susunan terdispersi, dikarenakan adanya peranan dari gerakan fluida yang mengendapkan butiran lempung.
(a) Susunan Flukulasi
(b) Susunan Dispersi
Gambar 3.11. Susunan Partikel Tanah Pada proses konsolidasi, cenderung akan terjadi penyesuaian partikel ke bentuk susunan terdispersi atau lembaran partikel cenderung parallel. Beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan terhadap perilaku tanah, yakni : 1. Lambe (1958) ; menyatakan bahwa pada konsolidasi satu dimensi (one dimensional consolidation), maka seluruh partikel akan menyesuaikan sendiri ke dalam bidang parallel. 2. Mitchael (1959) ; menyatakan bahwa pembentukan tanah secara acak akan menghasilkan pengelompokan susunan partikel yang sejajar secara acak.
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 35
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
3. Seed & Chan (1959) ; menyatakan bahwa regangan geser akan cenderung untuk menyusun partikel tanah dalam tipe susunan terdispersi. 3.5.
Susunan Partikel Pada Tanah Granuler Pada tanah yang berbutir kasar (granuler soil), karakteristiknya sangat dipengaruhi oleh ukuran butir, komposisi dan struktur partikelnya. Sehingga parameter tanah granuler sangat tergantung pada faktor-faktor tersebut. Demikian pula di dalam memilih jenis dan metode perbaikan pada tanah granuler, juga sangat tergantung pada karakteristik tersebut. Jenis tanah granuler dalam konsistensinya bisa dalam bentuk kerikil, pasir atau lanau. Karakteristik tanah granuler yang digambarkan oleh distribusi ukuran butiran, susunan, serta kerapatan butiran, akan sangat mempengaruhi berbagai parameter tanah seperti angka pori, porisitas, berat volume, kohesi, dan sudut geser dalam tanah. Oleh karena itu di alam, biasa ditemukan tanah granuler dalam konsistensi padat (dense), longgar (loose), atau bahkan dalam bentuk sarang lebah (honeycomb), yang dapat diilustrasikan seperti pada gambar berikut :
(a) Padat
(b) Longgar
(c) Sarang Lebah
Gambar 3.12. Susunan Butiran Tanah Granuler
36 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Parameter yang sangat penting diketahui dari lapisan tanah granuler adalah kerapatan relative (Dr), akan tetapi karena kesulitan pengambilan sampel tanah granuler tak terganggu (undisturbed sample), maka sering dilakukan korelasi nilai pengujian lapangan dengan nilai Dr. Percobaan lapangan yang sering dilakukan untuk menguhubungkan dengan nilai Dr, adalah nilai NSPT dari percobaan standard penetration test (SPT). Akan tetapi dalam kondisi tertentu parameter Dr tidak cukup memberikan informasi tentang sifat tanah granuler. Sejarah tegangan lapisan tanah granuler juga sangat perlu untuk diketahui, karena lapisan tanah granuler yang pernah mengalami tegangan yang lebih besar dari tegangan yang dialami sekarang (over consolidated), akan mempunyai perilaku tegangan-regangan dan sifat penurunan yang sangat berbeda dibandingkan dengan lapisan tanah granuler yang belum pernah mengalami tegangan lebih besar daripada tegangan dialami sekarang (normally consolidated). Pengaruh air terhadap lapisan tanah granuler cukup berarti bila konsistensi tanah granuler tersebut tidak padat, karena komposisi butiran akan mengalami distorsi bila ada air. Demikian pula bila terjadi beban getaran seperti gempa atau beban dinamis lain, maka keberadaan air di dalam tanah granuler akan mengakibatkan tekanan pori menjadi maksimum, dan nilainya mendekati nilai tegangan total tanah, sehingga membuat tegangan efektif dalam tanah mendekati nol. Kejadian semacam ini ditandai dengan mencairnya tanah yang dikenal istilah liquifaksi (liquefaction). Lapisan tanah yang mengalami liquefaction akan berperilaku seperti massa cair (liquid), sehingga kekuatan tanah menjadi hilang. Mekanisme likuifaksi dapat dirumuskan sebagai berikut : = c + eff tan
.................... (3.1) Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 37
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Yang mana pada tanah granule kohesi = 0 eff = b – u .................... (3.2) Pada saat gempa tekanan pori tanah maksimum hingga menjadi sama dengan tegangan total tanah (b), sehingga : eff = b – b = 0
.................... (3.3)
eff = 0 (saat gempa), dan kohesi (c) = 0 (tanah granuler), maka : = 0 terjadi kasus likuifaksi. Jika :
3.6.
Mekanisme Reaksi Kimia Pada Lempung. Menurut Way (1952) dalam Ingles dan Metchalf (1972), bahwa ada dua faktor internal di dalam tanah yang sangat mempengaruhi mekanisme reaksi yang terjadi antara tanah dengan unsur kimia dari bahan stabilizer, yaitu: (1) Faktor permukaan partikel tanah (specific surface), dan (2) Faktor keasaman tanah (acid).
Menurut Way, bahwa selain besarnya valensi mineral, ukuran kation dari masing-masing unsur kimia (diskripsi dari specific surface), juga sangat menentukan proses subtitusi ionik di dalam reaksi kimia dalam tanah. Contoh kation kalium (K+) yang berujud kristal di dalam tanah, kadang tidak dapat disubtitusi oleh kation kalsium (Ca2+)disebabkan oleh jari-jari kation K+ yang jauh lebih besar dari jari-jari kation Ca2+ . Pada tabel yang berikut memperlihatkan ukuran kation dari masing-masing unsur kimia berdasarkan konsistensinya, baik dalam bentuk kristal maupun dalam wujud larutan (Way, 1952) :
38 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Tabel 3.1. Ukuran Jari-jari Kation Jari-jari Kation (Ao) Kristal
Larutan
Li+
Valensi (muatan kimia) +1
0,68
2,36
Na+
+1
0.97
1,83
K Mg2+
+1 +2
1.33 0,66
1,24 3,45
Ca2+ Al3+
+2 +3
0,99 0,51
3,07 4,57
Jenis Kation
+
Dari tabel di atas, terlihat bahwa dalam kondisi kristal ion Kalium (K+) memiliki jari-jari yang lebih besar dibanding ion Litium (Li+) dan Natrium (Na +), sehingga berpotensi menggantikan keduanya (subtitusi ionik). Sebaliknya dalam kondisi larutan K + sangat mudah disubtitusi oleh ion Na + dan Li+. Sifat yang spesifik lain dari ion K+, antara lain bahwa ion K + tidak mengabsorpsi air (H2O) dan sifat inilah yang mengakibatka tanah yang mengandung kalium tidak akan bersifat ekspansif (kembang-susut). Kation yang memperlihatkan gejala membesar bila dalam kondisi larutan, cenderung memiliki potensi swelling yang besar. Seperti halnya kation Al3+ akan mengembang kurang lebih 900% dalam kondisi larutan dibanding kondisi kristalnya. Oleh karena itu tanah yang mengandung unsur Al3+ sangat mudah potensial bersifat expansive (kembang susut), seperti monmorillonite, smectite, dan lain-lain. Selain hasil penelitian Way (1951), terdapat pula hasil penelitian dari Ingles dan Metchalf (1972), yang menggambarkan kemampuan subtitusi kation berdasarkan specific surface dari
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 39
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
masing-masing jenis lempung, seperti yang dirangkum dalam tabel berikut : Tabel 3.2. Kapasitas Kation Pada Mineral Lempung Specific Surface (m2/gr) CEC Jenis Lempung (m.eq/100gr) Luar Total Kaolinite
10 – 20
10 – 30
3 – 15
Illite Monmorillonite
65 – 100 50 – 150
70 – 140 700 – 800
10 – 40 80 – 150
Note : CEC : Capacity of Change Cation m eq : milli equivalent = 10-3 equivalet (eq) 1 eq = Jumlah muatan elementer dalam satu molekul larutan (6x1023 = bilangan Avogadro) Contoh implementasi tabel di atas, dapat digambarkan seperti ini. Bila nilai CEC dari mineral lempung tertentu sebesa 10 m eq/100 gr, itu berarti bahwa partikel solid lempung tersebut dapat mensubtitusi muatan sebesar : = 10 x 10-3 x (6x1023) = 6 x 1021 muatan elementer. Selain subtitusi kation (+), di dalam massa tanah dapat pula terjadi subtitusi anion (-), namun subtitusi anion di dalam tanah jarang atau lebih sulit terjadi. Hal ini disebabkan karena kondisi natural dari massa tanah pada umumnya memiliki muatan netto negatif. Yang dimaksud dengan muatan netto adalah selisih antara jumlah kation (+) dengan jumlah anion (-) di dalam susunan atom partikel tanah. Keseimbangan muatan di dalam partikel tanah sulit terjadi adanya ion-ion dari H2O (H+ dan OH-) beserta ion-ion lain yang terlarut di dalamnya, akan selalu berinteraksi dan bereakasi dengan ion-ion mineral tanah. Eksistensi ion-ion H+ dan OH- di dalam tanah, akan sangat mempengaruhi tingkat keasaman pada tanah. Oleh karena itu
40 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
secara teknis ada dua parameter yang akan mempengaruhi nilai pH tanah, yakni : (1) Capacity of Change Cation (CEC), dan (2) Muatan netto (electrolic static) partikel tanah. Untuk menjelaskan esensi kedua parameter tersebut di dalam nilai pH tanah, dapat digambarkan melalui reaksi berikut : 1. Pada tanah dengan pH < 7,00 (tanah asam) ; Tanah dengan derajat keasaman yang lebih kecil dari 7,00, partikelnya memiliki muatan netto kation (+). Sehingga ketika berinteraksi dengan air akan mengalami reaksi sebagai berikut : M OH + H2O M OH2+ + OH– mineral clay
Partikel clay (kation)
Dari persamaan reaksi di atas terlihat bahwa apabila tanah asam bereaksi dengan air (natural process), akan terbentuk partikelpartikel tanah yang bermuatan positif (kation). Pembentukan kation di dalam tanah mengindikasikan bahwa reaksi tersebut di atas (clay dengan air), akan memberikan peningkatan kapasitas subtitusi kation (CEC) di dalam tanah tersebut. Jika tanah semacam ini memiliki parameter teknis yang kurang mendukung konstruksi, maka tindakan stabilisasi kimia yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan bahan stabilizer yang bersifat basa (pH > 7,00), karena dapat bereaksi aktif untuk menangkap muatan-muatan positif (kation) yang ada di dalam partikelpartikel tanah. Dengan demikian terjadi subtitusi kation, yang akan menghasilkan massa tanah yang lebih stabil dan memiliki parameter teknis yang lebih baik. 2. Pada tanah dengan pH > 7,00 (tanah basah) ; Sebaliknya pada tanah dengan derajat keasaman yang lebih besar dari 7,00, partikelnya memiliki muatan netto anion (-).
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 41
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Sehingga ketika berinteraksi dengan air akan mengalami reaksi sebagai berikut : M OH M O– + H+ mineral clay
Partikel clay (kation)
Reaksi di atas memperlihatkan bahwa pada tanah yang bersifat basa, akan terbentuk partikel-partikel tanah yang bermuatan negatif (anion). Pembentukan anion di dalam tanah mengindikasikan bahwa reaksi tersebut akan menyebabkan penurunan kapasitas subtitusi kation (CEC) di dalam tanah tersebut. Jika tanah semacam ini memiliki parameter teknis yang kurang mendukung konstruksi, maka tindakan stabilisasi kimia yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan bahan stabilizer yang bersifat asam (pH < 7,00), karena dapat bereaksi aktif untuk menangkap muatan negatif (anion) di dalam tanah. Dengan demikian terjadi subtitusi anion, yang akan menghasilkan massa tanah yang lebih stabil dan memiliki parameter teknis yang lebih baik. Pemilihan bahan stabilizer sangat ditentukan oleh jenis dan sifat-sifat mineralogi tanah yang akan diperbaiki. Secara umum relevansi antara karakteristik tanah dengan bahan stabilizer (perbaikan kimiawi). Hal ini menjadi faktor pertimbangan penting dalam penilihan metode perbaikan yang diperlukan, dan pedoman praktisnya digambarkan dalam diagram berikut.
Gambar 3.13. Kesesuaian Antara Tanah Dengan Metode Perbaikan Tanah (Berger, 2007) 42 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
3.7.
Perbaikan Tanah Lempung Dengan Kapur. Untuk mendapatkan akurasi dan efektifitas di dalam penerapan suatu metode perbaikan tanah, beberapa hal yang harus di pahami dengan baik, antara lain ; prinsip teknis dari jenis perbaikan tanah yang akan diterapkan, sifat-sifat bahan stabilizer, kriteria tanah yang cocok dengan bahan stabilizer, mekanisme reaksi antara tanah dengan bahan stabilizer, dan perubahan properties tanah yang terjadi dan relevansinya dengan syarat teknis yang ingin dicapai. 1. Prinsip Teknis : Kapur merupakan bahan stabilizer yang secara kimiawi bersifat basa. Prinsip perbaikan tanah dengan kapur adalah mencampurkan kapur untuk meanfaatkan keunggulan sifat-sifat teknis dari bahan kapur, dengan tanah yang memiliki karakteristik kurang baik, seperti tanah dengan plastisitas yang tinggi (high plasticity), potensi ekspansi yang tinggi (expansive soil), kompresibilitas yang tinggi, dan lain sebagainya. Perbaikan tanah dengan kapur tidak sekedar dicampurkan, namun juga diikuti dengan pemadatan. Oleh karena itu tanah yang diperbaiki dengan bahan kapur, akan mempermudah pekerjaan pemadatan tanah, karena kapur akan mengurangi kelekatan dan kelunakan tanah, serta membuat struktur partikel tanah lempung menjadi rapuh (fragile), sehingga mudah untuk dipadatkan. Namun demikian konskuensi negative dari perbaikan tanah dengan kapur adalah menurunkan nilai kepadatan maksimum dari massa tanah. Penggunaan kapur sebagai bahan stabilizer untuk perbaikan tanah, sebenarnya sudah dipergunakan oleh militer pada zaman kerajaan Romawi, untuk membangun jalan tanah untuk menunjang mobilisasi pasukan perang dan alat perang mereka. Metode Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 43
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
perbaikan tanah dengan kapur kembali dikembangkan yang lebih luas, selama Perang Dunia I dan Perang Dunia II, yang bukan hanya digunakan pada pembangunan jalan, namun juga diterapkan pada pembangunan landasan pesawat tempur dan pesawat angkutan militer. Sampai sekarang perbaikan tanah dengan kapur lebih berkembang pesat, karena sudah lebih banyak digunakan untuk berbagai kepentingan pembangunan infrastruktur, baik untuk jalan raya, landasan pesawat, reklamasi lahan, backfill pada konstruksi dinding penahan, dan lain sebagainya. 2. Karakteristik Bahan Stabilizer Berdasarkan persyaratan dalam SNI 03-4147-1996, jenis kapur yang direkomendasikan untuk digunakan sebagai bahan perbaikan tanah adalah kapur padam dan kapur tohor. Sebagaimana yang diketahui bahwa ada beberapa jenis kapur, antara lain : 1) Kapur tohor (CaO), yaitu kapur dari hasil pembakaran batu kapur pada suhu ± 90°C, dengan komposisi sebagian besar berupa Kalsium Karbonat (CaCO3);
2) Kapur padam, yaitu kapur dari hasil pemadaman kapur tohor dengan air, sehingga membentuk senyawa Kalsium Hidrat [Ca(OH)2]; 3) Kapur tipe I, yaitu kapur yang mengandung kalsium hidrat [Ca(OH)2] tinggi, dengan kadar Magnesium Oksida (MgO) paling tinggi 4% berat; 4) Kapur tipe II, yaitu kapur Magnesium atau Dolomit yang mengandung Magnesium Oksida (MgO) lebih dari 4% dan paling tinggi 36% berat. 3. Kriteria Tanah : Sebagaimana diketahui bahwa dalam tindakan perbaikan tanah dengan bahan stabilizer dari kapur adalah merupakan salah satu metode kimia, maka tanah kriteria umum dari tanah yang 44 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
dapat distabilisasi denga kapur hanya tanah yang berbutir halus. Tanah granuler (pasir dan lanau) tidak efektif untuk distabilisasi dengan bahan kapur. Secara khusus kriteria tanah yang efektif untuk diperbaiki dengan stabilizer dari bahan kapur adalah : 1) Jenis tanah lempung yang bersifat asam (pH , 7,00). 2) Tanah lempung dengan plastisitas tinggi. 3) Tanah lempung dengan swelling potential tinggi. 4) Tanah lempung dengan kompresibilitas tinggi. 5) Tanah lempung dengan permeabilitas tinggi. Perbaikan dengan kapur dapat dilakukan pada tanah lempung yang memiliki karakteristik seperti di atas, dengan tujuan untuk memperbaiki karakteristik- karakteristik tersebut, sehingga dapat meningkatkan kinerja tanah untuk memenuhi kepentingan dalam mendukung konstruksi yang berdiri di atasnya. 4. Mekanisme Reaksi : Pada perbaikan tanah dengan menggunakan bahan stabilizer kapur tergolong sebagai reaksi sementasi (cementation reaction). Sebagai contoh apabila digunakan jenis kapur tohor (CaCo3), akan terjadi mekanisme reaksi dalam dua tahap, yakni : 1) Reaksi pertukaran ion (ionic change reaction) ; yaitu reaksi yang terjadi seketika ketika kapur tohor terkena air (H2O), yang mana antara ion-ion dari senyawa kapur tohor (Ca2+ dan CO32–), akan bereaksi dengan ion-ion dri senyawa air (H + dan OH–), dan membentuk senyawa baru. Mekanisme reaksi pertukaran ion pada stabilisasi kapur dapat diuraikan sebagai berikut : CaCo3 + H2O Ca(OH)2 + H2CO3 Selanjutnya senyawa kalsium hidroksida akan menghasil muatan kation kalsium (Ca2+), melalui mekanisme reaksi sebagai berikut : Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 45
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Ca(OH)2 Ca2+ + 2(OH– ) Selanjutnya lation Ca2+, akan bereaksi dengan mineral tanah lempung dalam reaksi sementasi sehingga, dan membentuk senyawa tanah lempung yang lebih stabil. 2) Reaksi sementasi ; yaitu reaksi antara kation Ca 2+ dengan anion-anion di dalam mineral tanah lempung, dan mensubtitusi kation di dalam tanah yang memiliki muatan netto dan/atau jari-jari kation yang lebih kecil, seperti Natrium (Na+), Litium (Li+), dan lain-lain. Mekanisme reaksi sementasi kapur dengan tanah lempung (kation Na+), dapat digambarkan dengan mekanisme reaksi sebagai berikut : M Na +Ca2+ M Ca + Na+ low strength high strength Persamaan reaksi di atas, memperlihatkan proses terjadinya pertukaran kation Na + dengan Ca2+ di dalam mineral tanah lempung, yang menghasilkan konsistensi lempung yang lebih stabil dibanding pada saat kation Na + yang mengikat mineral lempung. Hal penting yang perlu diketahui bahwa reaksi antara tanah dengan kapur atau semen, hanya akan berlangsung saat air hadir dan mampu membawa ion kalsium dan hidroksil ke permukaan tanah, terutama pada lempung yang memiliki pH masih tinggi. Reaksi tersebut akan berjalan melambat seiring dengan menurunnya kadar air tanah, dan akan berhenti pada tanah pada kondisi sangat kering (very dry soil). Secara umum mekanisme reaksi antara tanah lempung dengan kapur dapat ditunjukkan dengan persamaan berikut (Ingles & Metcalf, 1980) : NAS4H + CH NH + CAS4H NS + Residual Product NH +C2SH or CSH
46 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
2CH
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Yang mana : S = SiO2 H = H2O N = Na2O A = Al2O3 C = CaO2 Residual product = silika, alumina, atau kalsium aluminat. Berdasarkan illustrasi di atas, dapat dipahami bahwa pada pekerjaan perbaikan tanah dengan kapur, pemadatan tanah harus dilaksanakan pada saat kondisi campuran tanah dengan kapur masih memiliki kadar air. Pemadatan akan memberikan hasil yang maksimal apabila pemadatan dilakukan pada kondisi kadar air campuran tanah-kapur berada pada nilai yang optimum (wopt). Mekanisme reaksi antara tanah liat dengan kapur, oleh Berger (2007), dibagi atas dua tahapan waktu, yakni : 1. Reaksi Seketika (Immidiate Reaction), yang terjadi dalam hitungan jam, menyebabkan terjadinya pengurangan kadar air di dalam tanah. Reaksi ini berlangsung dengan mekanisme sebagai berikut : CaO + H2O → Ca (OH)2 + panas*) efek reaksi sebelum hidrasi kapur.
Reaksi ini diikuti dengan proses flokulasi dan/atau aglomerasi partikel tanah liat, ditunjukkan dengan perubahan tekstur tanah, yang akan menyebabkan penurunan plastisitas, sekaligus peningkatan kapasitas tanah (workability of soil). 2. Reaksi Jangka Panjang (Medium & Long Term Reaction), yang terjdi dalam hitungan hari, minggu, bulan dan/atau tahun. Reaksi yang terjadi pada tahap ini disebut reaksi pozzolanic antara partikel kapur dan tanah liat. Tingkat reaksi pozzolanic tergantung pada tiga hal, yakni : (1) Jumlah dan bentuk stabilitas dari mineral tanah. (2) Temperature (setiap peningkatan 10oC / 50oF, maka kecepatan reaksi akan berganda) Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 47
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
(3) Derajat keasaman tinggi (pH > 12), yang sangat ditentukan oleh adanya anion OH–, ketersediaan kation Ca2+, serta eksistensi air (H2O). Reaksi pozzolanic akan menghasilkan kapur terhidrasi (hydrated lime), yang merupakan bahan dasar terbentuknya senyawa sementasi, dan dapat dijabarkan sebagai berikut : (Ca(OH)2 + H2O + SiO2 & Al2O3 CSH & CAH kapur pH>12
air
lempung melarut
bahan semen
Di dalam kondisi tertentu, apabila tanah asli memiliki kandungan kapur yang tinggi, biasa dilakukan proses rekarbonasi kapur (recarbonation of lime), yang bertujuan untuk mengurangi kadar kapur di dalam campuran, sampai kadar kapur yang sesuai kebutuhan untuk reaksi pozzolanic yang optimum. Kelarutan senyawa silika dan senyawa alumina di dalam massa tanah, sangat tergantung pada derajat keasamaan yang ada pada tanah tersebut. Hal tersebut digambarkan oleh Berger (2007) pada grafik berikut :
Gambar 3.13. Pengaruh pH terhadap kelarutan Silika dan Alumina (Berger, 2007) Menurut Thompson R. Marshall (1970) dalam Berger (2007), bahwa jenis mineral tanah liat mempengaruhi jumlah kapur 48 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
yang dibutuhkan untuk menghasilkan reaksi pozzolanic. Pengaruh mineral tanah terhadap jumlah kapur yang dibutuhkan, dan dampaknya terhadap kuat tekan bebas (unconfined compression strength), dapat dilihat pada grafik berikut :
Gambar 3.14. Pengaruh Mineral Tanah terhadap Prosentase Kapur (Berger, 2007) 5.
Perubahan Properties : Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa perbaikan tanah dengan bahan kapur dapat mempunyai berbagai sasaran, tergantung dari kondisi tanah yang ada dan kebutuhan konstruksi yang akan dibangun di atas lapisan tanah tersebut. Dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli, tergambar perubahan terhadap beberapa parameter tanah yang diperbaiki dengan bahan kapur, antara lain : 1) Perubahan parameter sifat indeks tanah : Beberapa indikator perubahan parameter sifat indeks tanah yang distabilisasi dengan kapur, seperti hasil penelitian Metcalf (1959) yang menggambarkan hubungan antara kadar kapur dengan perubahan sifat indeks tanah seperti yang tergambar di bawah ini :
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 49
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Gambar 3.15. Pengaruh Kadar Kapur Terhadap Parameter Atterberg (Metcalf, 1959) Selain gambaran dari hasil penelitin Metcalf di atas, oleh Ramesh el al. (2013), menyatakan bahwa mekanisme fisiko-kimia akan mengubah sifat indeks dari tanah yang dicampur dengan kapur, akibat mekanisme pembentukan ketebalan lapisan ganda yang terdifusi dan perubahan produk dari reaksi antara kapur dengan tanah. Berbagai perubahan sifat indeks tanah tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini. a) Batas cair tanah (liquid limit) menurun pada semua tingkat umur campuran tanah-kapur. Hal ini disebabkan karena depresi pada ketebalan lapisan ganda yang terdifusi pada partikel tanah liat, dan menghasilkan partikel kasar akibat pembentukan partikel yang terflokulasi. Gambaran penurunan batas cair dari tanah yang distabilisasi dengan kapur dapat dilihat pada grafik berikut. 50 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Gambar 3.16. Batas cair pada persentase tailing tambang & kapur untuk variasi umur campuran (Ramesh el al., 2013) b) Batas plastis tanah (plastic limit) menurun pada semua tingkat umur campuran tanah-kapur. Hal ini disebabkan karena penurunan ketebalan lapisan ganda yang dilipat dari partikel tanah liat, dan hal ini akan meningkatkan ketahanan geser tanah pada tingkat partikel dan juga flokulasi partikel tanah liat. Gambaran penurunan batas plastis tanah yang distabilisasi dengan kapur dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 3.17. Batas plastis pada persentase tailing tambang & kapur untuk variasi umur campuran (Ramesh el al., 2013) Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 51
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
c) Batas susut tanah (shrinkage limit) meningkat pada semua tingkat umur campuran tanah-kapur. Peningkatan batas susut tanah disebabkan oleh flokulasi yang disebabkan oleh kation. Reaksi aglomerasi berupa terjadinya pertukaran ion (ionic change), dan akan efektifitasnya terus meningkat seiring dengan pertambahan umur campuran. Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Gambar 3.18. Batas susut pada persentase tailing tambang & kapur untuk variasi umur campuran (Ramesh el al., 2013) d) Indeks plastisitas tanah (plasticity index) menurun, dan penurunannya cukup signifikan pada usia campuran mencapai 30 hari. Penurunan indeks plastisitas adalah indikasi perbaikan sifat tanah, dan nilainya semakin meningkat seiring dengan peningkatan kadar kapur yang dicampurkan. Hubungan antara nilai batas cair dengan ideks plastisitas tanah yang distabilisasi dengan bahan kapur dapat dilihat pada grafik berikut.
52 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Gambar 3.19. Nilai Indeks Plastisitas berdasarkan Nilai Batas Cair pada campuran Tanah-Kapur (Ramesh el al., 2013) Sedangkan menurut Muhmed & Wanatowski (2013), bahwa penambahan kapur pada tanah kaolin dapat meningkatkan batas cair hingga 20,6%, dan batas plastis meningkat sampai 23,6%, sehingga dapat menurunkan indeks plastisitas sebesar 3%. Hal tersebut dapat dilihat pada diagram berikut.
Gambar 3.20. Pengaruh Kapur Terhadap Batas-batas Atterberg Pada Tanah Kaolin (Muhmed & Wanatowski, 2013) Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 53
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
2) Perubahan kekuatan tanah : Beberapa peneliti telah melaporkan hubungan yang signifikan antara kadar kapur dengan peningkatan kekuatan tanah yang distabilisasi dengan bahan kapur. Berikut ini akan digambarkan beberapa hasil penelitian yang menunjukkan hal tersebut.
Gambar 3.21. Pengaruh Kadar Kapur Terhadap Kuat Tekan Bebas (Metcalf, 1959)
Gambar 3.22. Pengaruh Umur Lime-Soil (5%-Kapur) Terhadap Kuat Tekan Bebas (Metcalf, 1959) 54 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Sedangkan pengaruh umur campuran terhadap kekuatan pada temperatur pencampuran tertentu, digambarkan Marshal (1967) seperti pada grafik berikut.
Gambar 3.23. Pengaruh Umur Campuran terhadap Kekuatan pada Temperatur Berbeda (Marshall, 1967) Selain gambaran di atas menurut Doty (1980) dalam Berger (2007), bahwa pengaruh umur campuran (curing time) terhadap kuat tekan bebas (unconfined compression strength), pada beberapa jenis tanah (klasifikasi tanah), dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 3.24. Pengaruh Umur Campuran terhadap UCCS pada Jenis Tanah Berbeda (Berger, 2007) Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 55
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Little et al. (1994) menyatakan bahwa tanah sub-grade yang distabilisasi dengan kapur menunjukkan perbaikan struktural yang signifikan dengan kekakuan meningkat antara 5 sampai 10 poin (nilai DCP) di atas dasar tanah yang tidak distabilisasi. Secara spesifik hasil penelitian berskala laboratorium oleh Warsiti (2009) memberikan kesimpulan antara lain, bahwa tanah yang distabilisasi dengan kapur akan mengalami kenaikan nilai CBR, baik pada sample yang direndam (soaked sample) maupun pada tanah yang tidak direndam (unsoaked sample). Kenaikan nilai CBR tersebut dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 3.25. Hubungan Prosentase Kadar Kapur Dengan CBR (Warsiti, 2009) Muhmed & Wanatowski (2013), menyatakan bahwa penambahan kapur pada tanah kaolin dapat meningkatkan kadar air optimum (wopt) dari 29,9% menjadi 33,3%, sehingga penambahan bahan kapur mulai dari 5% akan memperlihatkan peningkatan parameter kepadatan tanah. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik berikut. 56 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Gambar 3.26. Pengaruh Kapur Terhadap Kepadatan Kering Pada Tanah Kaolin (Muhmed & Wanatowski, 2013) Selain kesimpulan di atas, Muhmed & Wanatowski (2013) juga menyatakan bahwa kuat tekan bebas (unconfined compression strength) pada tanah kaolin yang distabilisasi dengan kapur, mengalami peningkatan dua kali lipat (100%) pada umur campuran 28 hari. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik-grafik berikut.
Gambar 3.27. Pengaruh Umur Campuran Terhadap UCS Pada Tanah Kaolin – Kapur(Muhmed & Wanatowski, 2013) Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 57
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Gambar 3.28. Hubungan Tegangan – Regangan, Beberapa Umur Campuran Tanah Kaolin - Kapur (Muhmed & Wanatowski, 2013) Menurut Muhmed & Wanatowski (2013), bahwa kapur akan terhidrasi secara efektif memperbaiki sifat kekuatan, plastisitas dan pemadatan pada tanah liat kaolin. Hal ini disebabkan oleh pembentukan bahan-bahan yang mengandung semen, yang dihasilkan dari reaksi pozzolanic yang berkontribusi terhadap peningkatan kekuatan tanah liat yang stabil. 3) Perubahan potensi kembang-susut (swelling potential) : Menurut Al-Taie et al. (2016), bahwa stabilisasi kapur cukup efektif digunakan untuk mengurangi potensi kembang-susut (swellshrink potential) pada jenis tanah ekspansif. Dari hasil penelitian mereka diketahi bahwa pada siklus pembengkakan kedua terjadi deformasi maksimum, dan kondisi seimbang (eqiulibrum) akan tercapai pada siklus siklus yang ketiga. Selain itu, mereka juga menyimpulkan bahwa pada perbaikan tanah dengan kadar kapur 2%, deformasi vertikal yang terjadi hanya sebesar 1/3, dan pada perbaikan tanah dengan kadar kapur 3% deformasi vertikal yang terjadi hanya sebesar 1/6 dari deformasi vertikal pada tanah tanpa campuran kapur (natural soil). Hasil penelitian Al-Taie et al. (2016), secara ringkas dapat dilihat pada grafik berikut. 58 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Gambar 3.29. Hubungan Regangan Vertikal dan Siklus KembangSusut pada Tanah-Kapur dengan Tanah Tanpa Kapur (Al-Taie et al., 2016)
Gambar 3.30. Hubungan Angka Pori dengan Kadar Air Pada Kondisi Seimbang (Equilibrium) Kapur (Al-Taie et al., 2016) Selain hubungan di atas, Warsiti (2009) juga memperlihatkan hubungan antara kadar kapur dalam campuran tanah-kapur, dengan penurunan potensi kembang-susut (swelling potential) seperti yang diperlihatkan pada grafik berikut. Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 59
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Gambar 3.31. Hubungan Prosentase Kadar Kapur Dengan Prosentase Swelling (Warsiti, 2009) Sebagaimana diketahui bahwa sifat-sifat teknis tanah seperti plastisitas dan kekuatan (strength and bearing capacity) pada tanah yang stabilisasi dengan kapur dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : jenis tanah, jenis kapur, persentase kapur, umur campuran (curing time), dan lain sebagainya. Dalam hal ini menurut Marshall R. Thompson (1967), bahwa tanah yang distabilisasi dengan kapur, secara umum akan mengalami peningkatan daya dukung dan kekuatan. Sedangkan plastisitasnya akan mengalami pengurangan yang signifikan, terutama pada jenis kapur yang menghasilkan senyawa hidratasi kalsium yang tinggi. Pengurangan plastisitas semacam ini terjadi pada semua jenis lempung, dan tingkat penurunannya tergantung pada sifat kimia dan mineralogi dari tanah. Banyak faktor penting yang mempengaruhi peningkatan kekuatan dengan perlakuan kapur pada tanah, seperti mineralogi, bahan kimia, dan sifat fisik tanah. Menurut Marshall (1967) bahwa 60 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
jika tanah reaktif, maka reaksi tanah kapur (yang dibuktikan dengan kenaikan kekuatan), dapat dicapai dengan jumlah normal (antara 3% - 7%) dari kapur berkualitas tinggi. Tetapi jika diinginkan untuk memaksimalkan kekuatan, maka perhatian pada beberapa faktor seperti tipe kapur, persentase kapur, dan lain-lain, akan menjadi faktor yang sangat signifikan. Hasil penelitian Marshall (1967) terhadap perbaikan tanah lempung dengan bahan kapur, secara spesifik memberikan beberapa kesimpulan penting, antara lain : 1. Jenis kapur sangat mempengaruhi peningkatan kekuatan dari campuran kapur-tanah. Dari tiga jenis kapur komersial di Illinois yang digunakan, kapur Dolomit (Dolomitic Lime) menghasilkan peningkatan kekuatan yang lebih tinggi dibanding kapur Padam (Calcitic Lime Class C), dan kapur Tohor (Calcitic Lime Class A) yang memberikan hasil peningkatan kekuatan campuran paling rendah. 2. Persentase kapur menghasilkan efek signifikan, baik terhadap peningkatan kekuatan maupun terhadap penurunan plastisitas pada tanah yang berbutir halus. Pencampuran dengan 5 dan 7 persen lebih unggul dari pada 3 persen. 3. Umur campuran (curing time), pada suhu 73oF memperlihatkan pengaruh yang signifikan terhadap kekuatan tanah. Kekuatan pada 56 hari lebih besar dari kekuatan pada 28 hari. Menurut Marshall bahwa reaksi antara tanah dengan kapur memang bersifat kompleks, karena dipengaruhi oleh banyak faktor. Akan tetapi kompleksitas reaksi tersebut seharusnya tidak membatasi penerapan stabilisasi kapur di lapangan praktis. Sifat plastisitas, penyusutan, dan kemampuan kerja dari tanah berbutir halus secara substansial diperbaiki dengan perlakuan kapur, dan campuran tanah kapur yang memiliki kekuatan tinggi dapat dicapai Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 61
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
apabila tanah yang reaktif distabilisasi dengan kapur yang berkualitas. Menurut Basma & Tuncer (2007), bahwa perubahan sifat fisik yang disebabkan oleh penambahan kapur menurunkan ekspansivitas potensial tanah dari yang sangat tinggi ke rendah. Hal ini selanjutnya tercermin pada pengukuran tekanan dan pembengkakan (swell) yang menurun, seiring dengan kenaikan kadar kapur dan umur campuran. Grafik berikut menggambarkan berkurangnya potensi kembang-susut (swelling potential) pada dua jenis tanah yang diteliti oleh Basma & Tuncer (2007), baik pada lempung heavy clay maupun pada jenis lempung silty clay. Pada grafik tersebut terlihat bahwa pada tanah heavy clay yang memiliki indeks plastis tinggi, mengalami pengurangan swelling potential yang lebih kecil dibanding pada tanah silty clay, yang memiliki indeks plastis yang sedikit lebih rendah.
Soil-A : Heavy Clay Soil-B : Silty Clay
Gambar 3.32. Pengaruh Kadar Kapur & Umur Campuran Terhadap Swelling Potential (Basma & Tuncer, 2007) 62 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Al-Rawas et al. (2005) dalam penelitiannya menggunakan tanah ekspansif yang distabilisasi dengan kapur dan semen dalam cuaca panas. Ditemukan bahwa dengan penambahan kapur 6%, baik persentase kembang-susut (swelling percentage) maupun tekanan kembang-susut (swelling pressure) keduanya menjadi nol. Ditemukan pula bahwa pencampuran dalam kondisi panas mengurangi potensi kembang-susut untuk menjadi nol. Menurut mereka bahwa penggunaan kapur menunjukkan hasil yang superior bila dibandingkan dengan zat penstabil lainnya. Studi Danh Tran et al. (2014), yang meneliti efek perlakuan kapur terhadap struktur mikro dan konduktivitas hidrolik pada lempung ekspansif yang kompak, dengan penekanan pada efek hidrasi dan modifikasi kapur, membuktikan bahwa hidrasi dan modifikasi kapur tidak mempengaruhi pori antar-agregat (intraanggregate pores), namun meningkatkan ukuran pori antaragregat tersebut. Kenaikan ukuran pori antar-agregat tersebut, memunculkan peningkatan konduktivitas hidrolik. Lebih tepatnya, konduktivitas hidrolik spesimen yang diberi kapur meningkat secara progresif, selama fase modifikasi pertama (3 hari) dan distabilkan selama 4 hari berikutnya, yang sesuai dengan periode awal dalam fase perbaikan tanah. Pengamatan mikrostruktur menunjukkan bahwa reaksi perbaikan pada tanah akan optimum terjadi setelah umur campuran mencapai 7 hari. Pengaruh perbaikan dan penurunan konduktivitas hidrolik ada tanah ekspansif dapat berlangsung dalam waktu yang lama, karena adanya pembentukan senyawa sementitri (cementitious compounds). Danh Tran et al. (2014), memperlihatkan hubungan antara regangan pengembangan (swelling strains) dengan umur perendaman spesimen tanah. Terlihat bahwa spesimen yang tidak diperbaiki swelling strains stabil pada 19% setelah 2 hari, tetapi Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 63
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
spesimen campuran tanah-kapur, pengembangan segera terjadi dan swelling strains stabil pada suhu 18% setelah beberapa jam saja (lihat pada grafik berikut).
Gambar 3.33. Swelling strain versus elapsed time dalam kondisi free-swell conditions. (Danh Tran et al., 2014). Perhatikan bahwa nilai regangan pengembangan akhir (final swelling strains) dari kedua spesimen hampir sama, yaitu mendekati 18%, tetapi nilai swelling strains yang sedikit lebih besar untuk spesimen yang tidak dicampur kapur dan kerapatan kering akhir tanah dapat diperkirakan 1,17 ton/m3. 4) Perubahan sifat kompresibilitas : Secara teoritis pencampuran kapur ke dalam massa tanah akan berakibat semakin meningkatkan partikel halus di dalam tanah. Dan hal ini pada tahap awal pencampuran akan meningkatkan kompresibilitas tanah. Namun setelah campuran tanah dengan kapur telah bereaksi (reaksi pozzonalic dan angglomerasi), maka akan terbentuk senyawa dalam tanah yang membentuk rangkaian skeleton yang lebih kokoh. Dengan demikian 64 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
pada akhirnya tanah yang distabilisasi dengan kapur, sifat kompresibilitasnya akan menurun, dan memberikan dampak pada pengurangan konsolidasi dan settlement pada tanah. Menurut Galvao et al. (2004), bahwa resistensi tanah terhadap kompresi meningkat secara substansial pada penambahan kapur, mulai pada prosentase kapur 4%. Gejala semacam ini menunjukkan sedikit meningkat pada penambahan prosentase kapur yang lebih besar dari 4%. Kapur juga terbukti efektif dalam mengurangi potensi keruntuhan pada kedua jenis tanah saat dipadatkan pada kerapatan yang lebih rendah daripada kepadatan kering maksimumnya. Jenis tanah yang diteliti oleh Galvao et al. (2004) adalah tanah saprolitik coklat dan tanah laterit merah yang ada di Brasil. Dai grafik hubungan antara tegangan dengan regangan untuk campuran tanah-kapur, dapat dilihat bahwa campuran dengan kadar kapur yang lebih banyak akan mengalami regangan yang lebih kecil (lihat grafik berikut).
Gambar 3.34. Pengaruh Kadar Kapur terhadap Permeabilitas Pada Tanah Saprolitik Coklat (Galvao et al., 2004). Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 65
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Gambar 3.35. Pengaruh Kadar Kapur terhadap Permeabilitas Pada Tanah Laterit Merah (Galvao et al., 2004). Basma & Tuncer (2007), menyatakan bahwa tanah lempung yang distabilisasi dengan kapur, disamping dapat memperbaiki lempung ekspansif dengan menurunkan potensi kembang-susut (swelling potential), juga cukup efektif memperbaiki sifat kompresibilitasnya. Kenaikan kadar kapur dan umur campuran akan menurunkan penurunan konsolidasi primer, yang mana indeks kompresi (Cc) dan rebound (Cr) menurun seiring dengan penambahan kadar semen pada campuran kapur-tanah. Pada grafik berikut ini, Basma & Tuncer (2007), memperlihatkan hubungan antara beban (testing load) dengan kompresi, yang dapat memberikan nilai Cc pada masing-masing campuran dengan kadar kapur yang berbeda.
66 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Soil-A : Heavy Clay Soil-B : Silty Clay
Gambar 3.36. Pengaruh Kadar Kapur & Umur Campuran Terhadap Kompresibilitas (Basma & Tuncer, 2007) Sedangkan berkurangnya indeks rebound yang terjadi pada lempung yang distabilisasi dengan kapur, diperlihatkan oleh Basma & Tuncer (2007) pada grafik berikut.
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 67
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Soil-A : Heavy Clay Soil-B : Silty Clay
Gambar 3.37. Pengaruh Kadar Kapur & Umur Campuran Terhadap Indeks Rebound (Basma & Tuncer, 2007) Basma & Tuncer (2007), mengembangkan suatu konsep yang diperkenalkan sebagai Lime Treatment Compression Ratio (LTCR). Konsep ini digunakan untuk menentukan perbandingan antara kompresi tanah yang distabilisasi dengan kapur dengan kompresi tanah asli (tanpa kapur). Nilai LTCR diformulasikan sebagai berikut : 𝑝𝑐(𝑇)
𝐿𝑇𝐶𝑅 = 𝑝𝑐(𝑈)
.................... (3.4)
Yang mana : pc(T) = tekanan preconsolidation tanah-kapur. pc(U) = tekanan preconsolidation tanah asli. Dari formula Basma & Tuncer, dapat diketahui bahwa nilai 68 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
LTCR yang lebih tinggi menandakan kompresibilitas lebih rendah. Grafik berikut menunjukkan LTCR dalam kaitannya dengan kadar kapur untuk tanah heavy clay dan silty clay.
Gambar 3.38. Hubungan LTCR dengan Kadar Kapur & Umur Campuran (Basma & Tuncer, 2007) Dari grafik di atas terlihat bahwa LTCR meningkat seiring dengan peningkatan kadar kapur dan umur campuran, dan hal ini menandakan bahwa kompresibilitas pada kedua tanah tersebut menurun. Selain itu, terlihat bahwa LTCR tidak tergantung pada jenis tanah yang diuji. Pengamatan ini, bagaimanapun, mungkin tidak benar untuk tanah yang berbeda. Selanjutnya, tekanan preconsolidation dari tanah tanpa perlakuan kapur tidak mengandung makna fisik, namun tetap dapat dianggap sebagai ukuran kompresibilitas buatan yang baik. Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 69
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Soil-A : Heavy Clay
Soil-B : Silty Clay
Gambar 3.39. Pengaruh Kadar Kapur & Umur Campuran Terhadap Beberapa Tipe Settlement (Basma & Tuncer, 2007) Parameter yang sangat menentukan efektifitas pemadatan campuran tanah-semen adalah kadar air optimum. Dalam hal ini pencampuran kapur ke dalam tanah, akan menurunkan kadar air optimumny. Formula untuk menghitung kadar air optimum pada tanah yang distabilisasi dengan kapur, berdasarkan standar No. 13 dari PN-S-96011 (dalam Wojciech & Gluchowski, 2013) adalah sebagai berikut : Wcopt = Wgopt + 1,5 + 0,4.D .................... (3.5) Yang mana : Wcopt = Kadar air optimum campuran semen-tanah. Wgopt = Kadar air optimum tanah asli (sebelum dicampurkan) D = Kadar semen (%). 70 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
5) Perubahan sifat permeabilitas : Menurut Osinubi (1998), bahwa pada campuran tanah laterit dengan bahan stabilizer kapur tohor, permeabilitasnya mulai meningkat secara signifikan pada kadar kapur 4%, dan terus meningkat seiring dengan penambahan kadar kapur sampai 8%. Selanjutnya Osinubi juga menemukan bahwa pada campuran yang dirawat (curing), terjadi peningkatan nilai permeabilitas sampai usia 14 hari, kemudian selanjutnya nilai permeabilitas tersebut akan mengalami sedikit penurunan. El-Rawi & Awad (1981), menyatakan bahwa permeabilitas pada tanah liat yang distabilisasi dengan kapur akan meningkat bila dipadatkan pada kadar air optimum. Sedangkan penambahan kapur berdampak mengurangi permeabilitas tanah pasir yang diteliti pada berbagai kadar air. Rawi dan Awad menemukan fakta bahwa permeabilitas pada semua campuran menurun seiring pertambahan umur pengeringan campuran. Permeabilitas lempung silika berpasir yang diteliti meningkat dengan meningkatnya kadar kapur pada kerapatan kering yang sama. Virender Kumar (2002), melakukan studi tentang efek kapur sebagai bahan stabilizer dan Na2CO3 sebagai zat aditif, serta abu terbang (fly ash) sebagai bahan tambahan. Ditemukan bahwa dengan kombinasi 70% tanah, 28% fly ash, 1% kapur, dan 1% zat Na2CO3; adalah komposisi yang memberikan hasil terbaik terhadap penggunaan optimum fly ash pada perbaikan tanah. Mereka juga menyimpulkan bahwa kandungan fly ash yang melebihi 15%, tidak akan mengurangi permeabilitas maupun memperbaiki kerapatan kering. M. Yildiz dan A.S. Soganci (2012), meneliti pengaruh pembekuan dan pencairan terhadap kekuatan dan permeabilitas dari dua jenis tanah liat, yaitu tanah liat dengan plastisitas tinggi, Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 71
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
dan tanah liat plastisitas rendah. Kedua jenis tanah tersebut distabilisasi dengan kapur. Sebelum dan sesudah stabilisasi, permeabilitas dan kekuatan spesimen dari kedua jenis tanah tersebut diteliti dengan berbagai siklus pembekuan-pencairan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk kedua lempung, penambahan kapur 6% meningkatkan konduktivitas hidrolik spesimen 1000 kali. Namun, konduktivitas hidrolik tanah liat dengan kapur 6% meningkat 10-20 kali setelah hanya 3 siklus pencairan beku. Hasil uji kekuatan menunjukkan tren yang berbeda. Kekuatan tanah liat plastisitas tinggi yang stabil, meningkat sekitar 15 kali pada pada umur campuran 28 hari. Sedangkan kekuatan tanah liat plastisitas rendah yang stabil, meningkat sekitar 3 kali saja pada umur campuran yang sama. Kekuatan kedua jenis lempung yang diteliti, menurun 10-15% pada akhir siklus pencairan beku. Menurut Shahidul (2001), bahwa berkenaan dengan sifat permeabilitas, tanah kohesif (cohesive soil) lebih sensitif terhadap campuran kapur daripada tanah yang kurang kohesif (cohesionless soil). Permeabilitas meningkat pada tanah berbutir halus (pasir halus dan tanah liat), seiring dengan peningkatan kandungan kapur, namun terjadi penurunan permeabilitas pada tanah berbutir kasar yang dicampur kapur. Disamping itu Shahidul juga menemukan bahwa angka pori tanah yang distabilisasi dengan kapur dipengaruhi pula oleh penambahan kapur. Untuk tanah yang memiliki banyak partikel halus seperti pasir halus dan tanah liat, apabila dicampur dengan kapur akan mengalami peningkatan angka pori. Sedangkan untuk pasir yang memiliki sedikit partikel halus menunjukkan penurunan angka pori, dan akan berkurang seiring dengan penambahan kadar kapur. Hal lain yang ditemukan oleh Shahidul dalam penelitiannya bahwa pasir yang distabilisasi 72 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
dengan kapur memiliki permeabilitas yang terendah (minimal) pada umur campuran 30 jam. Hubungan antara kadar kapur dengan angka pori tanah yang distabilisasi oleh Shahidul (2001) dapat dilihat pada grafik berikut. Soil-3; Sand= 10.5%; Silt= 39.4%; Clay= 50.1%
Soil-1; D10= 0.075 mm, D50= 0.11 mm #200 = -8 %; FM= 0,26
Soil-2; D10= 0.15 mm, D50= 0.26 mm #200 = -1 %; FM= 1.29
Gambar 3.40. Hubungan Prosentase Kadar Kapur Dengan Angka Pori (Shahidul, 2001) Menurut Jawad et al. (2012), bahwa penggunan kapur sebagai bahan stabilizer memiliki sejumlah kelemahan yang mendasar, seperti karbonasi, serangan sulfat dan dampak lingkungan. Untuk itu mereka mengusulkan penggunaan Magnesium Oksida (MgO) atau Magnesium Hidroksida (MgOH2) untuk digunakan sebagai alternatif stabilizer tambahan pada kapur, untuk mengatasi setidaknya beberapa kelemahan penggunaan kapur dalam stabilisasi tanah. Campuran tanah-kapur memiliki kelebihan dan kekurangan. Keunggulannya antara lain meningkatkan kekuatan tanah secara signifikan, mengurangi plastisitas (meningkatkan kemampuan kerja) dan meningkatkan Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 73
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
daya dukung tanah. Akan tetapi penggunaan kapur sebagai bahan stabilisasi tanah memiliki beberapa kekurangan, diantaranya yang paling menonjol adalah meningkatkan karakteristik kompresibilitas, sehingga memperbesar angka konsolidasi tanah. Selain itu, pengurangan yang cukup besar dalam penyelesaian konsolidasi dan memperbaiki karakteristik kompresibilitas diamati. Menurut Jawad et al., bahwa perbaikan sifat permeabilitas dari campuran kapur tanah yang mereka teliti, tidak signifikan bila dibandingkan sifat permeabilitas dari tanah aslinya. Galvao et al. (2004), melakukan penelitian tentang pengaruh kapur terhidrasi terhadap permeabilitas dan kompresibilitas dua jenis tanah di Brasil, yaitu tanah saprolitik coklat, dan tanah laterit merah. Temuan mereka antara lain menunjukkan bahwa koefisien permeabilitas pada saprolitik coklat, meningkat sekitar lima kali lipat, bila 2% kapur ditambahkan dan kemudian menurun pada penambahan kapur lebih lanjut. Hal ini disebabkan oleh penciptaan ikatan dan agregasi kimia. Sedangkan pada laterit merah, koefisien permeabilitasnya menurun seiring penambahan kadar kapur. Hal ini juga disebabkan oleh mekanisme yang sama, namun agregasi kimia yang terjadi pada laterit merah lebih lemah dibandingkan yang terjadi pada tanah saprolitik coklat. Pengaruh kadar kapur terhadap perubahan permeabilitas pada kedua jenis tanah yang diteliti oleh Galvao el al., digambarkan pada grafik berikut. Jika diamati secara seksama grafik dari Galvao et al. (2004) terlihat adanya perbedaan pendapat tentang pengaruh kapur terhadap permeabilitas tanah, antara kesimpulan dari hasil penelitian Galvao et al. tersebut dengan hasil dari Jawad et al. (2012). Namun jika dipahami tentang kriteria tanah yang cocok dengan bahan stabilizer dari kapur, maka kedua pendapat tersebut 74 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
memang benar. Oleh karena kondisi tanah yang diteliti oleh Galvao el al., adalah jenis tanah liat (clay) dengan partikel yang halus, sedagkan jenis tanah yang diteliti oleh Jawad el al., merupakan tanah lempung kepasiran (sandy clay).
(a) Tanah Coklat
(b) Tanah Merah
Gambar 3.41. Pengaruh Kadar Kapur terhadap Permeabilitas Pada Tanah Laterit Coklat & Merah (Galvao et al., 2004).
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 75
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
3.8.
Perbaikan Tanah Lempung Dengan Semen. Perbaikan tanah dengan semen adalah suatu campuran dari tanah yang dihancurkan, semen dan air yang kemudian dilakukan proses pemadatan yang akan menghasilkan suatu bahan baru yang disebut material tanah-semen. Reaksi semen dengan material tanah dan air, akan membuat senyawa yang mengeras sehingga memperbaiki kekuatan tanah dan sifat-sifat teknis tanah tersebut menjadi lebih kuat dan lebih tahan terhadap air. 1. Prinsip Teknis : Semen merupakan material yang mempunyai sifat-sifat adhesif dan kohesif sebagai perekat yang mengikat fragmenfragmen mineral menjadi suatu kesatuan yang kompak. Semen dikelompokan ke dalam 2 (dua) jenis yaitu semen hidrolis dan semen non-hidrolis. Semen hidrolis adalah suatu bahan pengikat yang mengeras jika bereaksi dengan air serta menghasilkan produk yang tahan air, seperti semen portland, semen putih dan sebagainya. Sedangkan semen non-hidrolis adalah semen yang tidak dapat stabil dalam air. 2. Karakteristik Bahan Stabilizer : Semen Portland sebagai semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara mencampurkan batu kapur yang mengandung kapur (CaO) dan lempung yang mengandung silika (SiO2), oksida alumina (Al2O3) dan oksida besi (Fe2O3), dalam oven dengan suhu kira-kira 145°C sampai menjadi klinker. Klinker ini dipindahkan, digiling sampai halus disertai penambahan 3-5% gips, untuk mengendalikan waktu pengikat semen agar tidak berlangsung terlalu cepat. Berdasarkan pengalaman jenis semen yang paling efektif dipergunakan sebagai bahan stabilizer dalam pekerjaan perbaikan tanah adalah semen portland. Hal ini ukuran partikel semen portland relatif halus (± 20 micron), sehingga proses hidrasi lebih 76 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
cepat. Menurut Ingles & Metcalf (1972), bahwa penggunaan semen yang memiliki partikel lebih halus dari saringan No. 300, akan memberikan tambahan kuat geser sampai 40%. Oleh karena itu dalam spesifikasi yang ditentukan dalam SNI 03 – 3438 – 1994, disyaratkan jenis semen untuk pekerjaan perbaikan tanah adalah semen portland. 3. Kriteria Tanah : Hampir semua jenis tanah kecuali tanah yang mengandung kadar organik yang tinggi, dapat digunakan untuk stabilisasi dengan bahan semen, mulai dari tanah berbutir halus (lempung, lanau), sampai jenis tanah granuler (pasir). Namun karena pertimbangan biaya maka dalam mengambil keputusan dalam pemilihan bahan stabilizer yang akan digunakan, perlu pula mempertimbangkan jenis stabilizer lain, seperti kapur, fly ash, bottom ash, biomass ash). Jenis dan sifat-sifat teknis tanah sangat menentukan kadar semen pencampur (stabilizer) yang diperlukan dalam perbaikan tanah. Ingles & Metcalf (1972), memberikan korelasi antara kadar semen dengan tipe tanah asli yang akan diperbaiki, seperti yang tercantum dalam tabel berikut. Tabel 3.3. Variasi Kadar Semen Sesuai Jenis Tanah Untuk Perkerasan Jalan (Pavement Construction) Jenis Tanah Batuan pecah (fine crushed rock) Lempung berpasir-berkerikil (well graded sandy clay gravel) pasir gradasi baik (well graded sand) Pasir gradasi buruk (poorly graded sand) Lempung berpasir(sandy clay) Lempung berlanau (silty clay) Lempung (heavy clay) Lumpur (very heavy clay) Ttanah organik (organic soils) Sumber : Ingles & Metcalf (1972)
Kebutuhan Semen (%) 0,5 – 2,0 2,0 – 4,0 2,0 – 4,0 4,0 – 6,0 4,0 – 6,0 6,0 – 8,0 8,0 – 12,0 12,0 – 15,0 10,0 – 15,0
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 77
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Menurut Ingles & Metcalf (1972), bahwa untuk jenis tanah umum (common soil) yang digunakan pada bangunan umum, kadar semen pencampur berkisar antara 10 sampai 20%. Hal lain yang memerlukan perhatian di dalam pekerjaan perbaikan tanah dengan semen, adalah kualitas air pecampur. Pengalaman dari beberapa penelitian membuktikan bahwa air yang mengandung bahan organik dan/atau garam sulfat, akan memberikan hasil yang kurang baik dalam stabilisasi semen-tanah. Oleh karena itu air pencampur yang digunakan, sebaiknya air yang sekualitas dengan air minum. Dalam penerapan semen-tanah, desain campuran sangat penting memperhatikan dua hal, yakni ; (1) kondisi tanah asli secara menyeluruh, (2) karaktersitik semen yang digunakan, dan (3) maksud tindakan perbaikan yang dilakukan (target perbaikan parameter tanah yang diinginkan). Ketiga faktor tersebut akan mempengaruhi jumlah (kadar) semen yang diperlukan di dalam tindakan perbaikan yang akan dilakukan. 4.
Mekanisme Reaksi :
Mekanisme reaksi antara mineral tanah dengan bahan semen, hampir sama dengan mekanisme pada kapur-tanah, yang diawali dengan reaksi pertukaran ion (inonic change reaction), dan akan berlanjut dengan reaksi sementasi. Proses absorpsi air dan reaksi pertukaran ion segera terjadi bila semen ditambahkan pada tanah dengan air, dimana ion kalsium (Ca2+) yang dilepaskan melalui proses hidrolisis dan pertukaran ion akan berlanjut pada permukaan partikel-partikel lempung. Dengan reaksi ini, partikel-partikel lempung menggumpal sehingga mengakibatkan konsistensi tanah menjadi lebih baik. Mekanisme reaksi antara semen dengan mateial tanah, dapat diurutkan sebagai berikut : 78 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
1) Reaksi Pertukaran Ion Reaksi pertukaran ion akan menghasilkan pembentukan kalsium silikat (CaO.SiO2). dan/atau kalsium aluminat CaO.Al2O3). Proses reaksi tersebut dapat dijelaskan dengan persamaan berikut : (3CaO.SiO2) + ( 6H2O 3CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2 ) Dari reaksi kimia yang berlangsung seperti di atas, maka reaksi utama yang berkaitan dengan kekuatan adalah hidrasi dari A-lite (3CaO.SiO2) dan B-lite (2CaO.SiO2), membentuk senyawa-senyawa kalsium silikat dan melalui hidrasi tadi. Senyawa hidrat yang terbentuk di dalam campuran tergantung dari jenis mineral dalam tanah asli, dan senyawasenyawa hidrat yang dapat terbentuk dalam stabilisasi semen-tanah seperti kalsium silikat dan/atau kalsium aluminat. 2) Reaksi Sementasi Reaksi sementasi yang terjadi pada campuran semen-tanah adalah merupakan reaksi pozzolanic. Dengan bertambahnya waktu reaksi, maka unsur silika (SiO2) dan unsur alumina (Al203) yang terkandung di dalam tanah lempung dengan kandungan mineral reaktif, akan membentuk senyawa kalsium silikat hidrat (CaO.SiO2). dan/atau senyawa kalsium aluminat hidrat (CaO.Al2O3). Pembentukan senyawa kimia ini terus-menerus berlangsung untuk waktu yang lama dan menyebabkan tanah menjadi keras dan kuat serta awet, karena ia berfungsi sebagai binder ( pengikat ). 5.
Perubahan Properties :
Sama halnya dengan perbaikan tanah dengan bahan yang lain, maka perbaikan tanah dengan menggunakan bahan semen mempunyai berbagai maksud dan sasaran yang hendak dicapai, Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 79
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
tergantung dari kondisi tanah yang ada dan kebutuhan konstruksi yang akan dibangun di atas lapisan tanah tersebut. Beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti disimpulkan bahwa perbaikan tanah dengan bahan semen dapat memberikan perubahan terhadap beberapa parameter tanah, antara lain : 1) Perubahan parameter sifat indeks tanah : Perbaikan sifat indeks tanah dengan bahan semen sudah banyak diteliti para ahli. Beberapa hasil penelitian pada dekade-dekade terakhir membuktikan bahwa perbaikan tanah dengan bahan semen dapat memperbaiki berbagai parameter tanah. Mandal dan Mazumdar (1995), meneliti mengenai efek aditif pada stabilisasi tanah laterit dengan semen dan kapur. Terutama, perilaku kekuatan dan kelelahan, di bawah fleksi yang berulang. Nilai reagen analitik sodium karbonat digunakan sebagai aditif. Uji statis dan dinamis dilakukan pada spesimen campuran semen dan tanah-kapur yang disiapkan di bawah pemadatan standar dan modifikasi. Penemuan mereka adalah bahwa natrium karbonat yang digunakan sebagai aditif dalam jumlah sedikit, meningkatkan kekuatan semen tanah dan kapur tanah. Selain itu, aditif juga meningkatkan nilai modulus ruptur dan daya tahan. Menurut Arumugam dan Muralidharan (1997), bahwa perbaikan tanah dengan bahan semen dan kapur cukup efektif membantu penghematan biaya konstruksi jalan. Dari hasil penelitian, mereka menyimpulkan bahwa tindakan mencampur tanah dasar dengan semen dapat menghemat biaya pemadatan tanah sampai 46,2%. Sedangkan penggunaan bahan kapur untuk jenis tanah yang sama, dapat menghemat biaya pelaksanaan pemadatan sampai 27,56%. 80 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Lopez-Lara et al. (1999) melakukan evaluasi terhadap sifat indeks tanah, bersama dengan karakterisasi bahan melalui difraksi sinar-X. Kesimpulan mereka bahwa penggunaan polyurethane sebagai material tambahan untuk memberikan kinerja yang baik ke tanah cukup efektif pada tingkat penambahan 6%. Basha et al. (1999), melakukan perbaikan tanah dengan menggunakan semen dan abu sekam terhadap tiga jenis tanah, yakni tanah residu, tanah kaolinit dan tanah bentonite. Dalam hal ini disimpulkan bahwa semen dan abu sekam mengurangi plastisitas pada tanah kaolinit dan tanah bentonit. Penurunan yang cukup besar dicapai oleh tanah yang stabil semen. Secara umum, 6-8% semen dan 10-15% abu sekam, menunjukkan jumlah optimum untuk mengurangi plastisitas tanah. Menurunnya indeks plastisitas pada tanah yang diperbaiki, baik dengan semen maupun dengan kapur merupakan indikator perbaikan. Kerapatan kering maksimum pada tanah residu dan tanah kaolinit yang dicampur dengan semen sedikit menurun, seiring kenaikan kadar semen. Berbeda dengan tanah bentonite, yang mengalami kenaikan kerapatan kering maksimumnya bila dicampurkan dengan semen. Secara umum penggunaan semen dan abu sekam sebagai bahan stabilizer pada ketiga jenis tanah yang diteliti, dapat meningkatkan kadar air optimum (wopt) yang signifikan. Samson Mathew et al. (2009), menyimpulkan bahwa perbaikan tanah lempung dengan semen 2) Perubahan daya dukung tanah : Tanah yang diperbaiki dengan semen terutama ditujukan untuk memperbaiki daya dukungnya. Berbagai studi yang dilakukan para ahli yang menunjukkan fenomena peningkatan Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 81
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
parameter-parameter daya dukung pada tanah yang diampurkan dengan semen. Mitchell (1976) menggambarkan peningkatan nilai kuat tekan bebas (UCS) pada tanah yang diperbaiki dengan semen, seperti yang tergambar pada grafik berikut.
Gambar 3.42. Pengaruh kadar semen terhadap Kuat Tekan Bebas pada berbagai tingkat pemadatan (Mitchell, 1976) Selanjutnya Mitchell (1976) mengkompilasi data pengujian sebelumnya masing-masing dari Ferguson & Hoover (1968), Christensen (1969), dan Bolmer (1958), yang digambarkan dalam grafik berikut. 82 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Gambar 3.43. Pengaruh kadar semen terhadap Kohesi tanah berbutir kasar & berbutir halus (Mitchell, 1976) Kuat tekan bebas (UCS) pada campuran tanah-semen oleh Mitchell (1976) telah mengusulkan formula sebagai berikut :
( ) d ( c ) d c do K . log .6,895 .................... (3.6) do 6,895 Yang mana : (c)d = Kuat tekan bebas (UCS) sesuai umur (hari), dalam kPa. Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 83
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
(c)do = Kuat tekan bebas (UCS) pada umur 0 hari, dalam kPa. K = Faktor tanah (K = 70.C untuk tanah berbutir halus, dan K = 10.C untuk tanah berbutir kasar). C = Kadar semen dalam persen. Formula Mitchell di atas, hanya diperuntukkan bagi campuran tanah-semen yang tidak direndam sesudah pencampuran. Sedangkan menurut Wojciech & Gluchowski (2013), bahwa untuk menghitung kuat tekan bebas pada tanah yang diperbaiki dengan semen baik campuran yang direndam maupun yang tidak direndam, dapat digunakan persamaan sebagai berikut : c z 1 a bx 3 .................... (3.7) y Yang mana : z = Kuat tekan (compressive strength of sandy-silty clay) x = Kadar air tanah sebelum dicampur. y = Umur campuran tanah-semen (hari). a = 0,194743202; b = 0,0000002776; dan c = 4,46434566. Dengan mengetahui nilai kuat tekan bebas pada campuran tanah-semen, maka parameter lain dapat dihitung, seperti nilai kohesi tanah, modulus elastis tanah, dan lain-lain. Dalam hal ini oleh beberapa ahli telah mengusulkan formula yang diantaranya adalah Thompson (1967), dengan persamaan sebagai beikut :
c 9,3 0,292 c .6,895 6,895
.................... (3.8)
E 9,98 0,1235 c .6,895 .................... (3.9) 6,895 Yang mana : C = kohesi campuran tanah-semen (kPa) E = Modulus elastis campuran tanah-semen. c = Kuat tekan bebas (UCS) sesuai umur (hari), dalam kPa. 84 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Aiban et al. (2005), H.M.Al-Ahmadi, I.M. Asi, Z.U.Siddique, dan A.S.B. Al-Amoudi (2005) Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan daya dukung beban perkerasan yang dibangun di atas tanah sabkha, menggunakan tekstil geo, dan untuk menilai pengaruh kelas geotekstil, ketebalan dasar, jenis muatan (statis dan dinamis) dan Kondisi kelembaban (seperti yang dibentuk dan direndam) pada sistem agregat kain (SFA). Pengaruh geotekstil dalam memperbaiki kapasitas pembawa beban tanah menjadi tidak dapat diabaikan pada tingkat tegangan deviator yang lebih tinggi (yaitu 200 kPa). Juga masuknya geotextile A-400 hampir serupa dengan peningkatan yang dicapai saat menambahkan semen Portland 6,5%. Suksun Horpibulsuk et al. (2006), meneliti tentang peningkatan kekuatan tanah plastisitas rendah yang distabilisasi dengan semen. Kesimpulan penelitian mereka adalah bahwa karakteristik kekuatan dari tanah plastisitas rendah yang dicampur dengan semen, nilainya juga signifikan. Sebelumnya Costas A. Anagno dan Stopoulos (2004), melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh penambahan perekat akrilik (acrylic resin) dengan semen terhadap perilaku fisis dan sifat teknis pada lempung lunak. Pengujian yang mereka laksanakan dengan menggunakan kadar semen antara 5% sampai 30%, dan kadar perekat akrilik tetap sebesar 5% untuk semua campuran. Kesimpulan yang mereka temukan adalah bahwa peningkatan kekuatan dan kekakuan pada umur campuran 7 hari masih kurang signifikan. Griffin & Tingle (2009) perbaikan tanah dengan semen portland adalah metode yang populer dan hemat biaya untuk memperbaiki kualitas tanah di lapangan. Kualitas tanah yang Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 85
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
dapat ditingkatkan oleh semen portland, menurut Griffin & Tingle (2009) antara lain ; Kemampuan Clegg Hammer, Dynamic Cone Penetrometer (DCP), Soil stiffness gauge (SSG), Portable falling-weight deflectometer (PFWD), dan Portable seismic property analyzer (PSPA). Perbaikan nilai-nilai dari parameter tanah yang dicampur dengan semen dapat dilihat pada grafik-grafik berikut :
Gambar 3.44. Korelai Clegg vs UCS (Griffin & Tingle, 2009).
Gambar 3.45. Korelai SSG vs UCS (Griffin & Tingle, 2009). 86 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Gambar 3.46. Korelai FPWD vs UCS (Griffin & Tingle, 2009).
Gambar 3.47. Korelai PSPA vs UCS (Griffin & Tingle, 2009). Skels et al. (2013), menemukan bahwa stabilisasi semen portland terhadap tanah gambut akan meningkatkan kuat tekan bebas dan kekakuan tanah, serta memperbaiki sifat kompresibilitasnya, seiring dengan peningkatan kadar semen dan umur campuran. Bahkan dengan menggunakan semen Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 87
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
sebanyak 300 kg semen untuk 1 m3 tanah gambut, mereka mendapatkan hasil peningkatan kuat tekan bebas tanah mencapai 20 kali dari kuat tekan bebas tanah gambut alami sebelum distabilisasi. Hal ini disebabkan karena ketika semen bereaksi dengan air pada gambut, segera membentuk gel kalsium silikat hidrat (3CaO·2SiO2·3H2O), yang akan berfungsi sebagai lem yang mengikat dan menahan partikel tanah bersama-sama. Namun karena pada tanah organik terdapat berbagai unsur yang dapat menghambat atau mencegah terjadinya proses hidrasi pada pengikatan semen dalam campuran binder-soil, karena tanah gambut memiliki kadar pozzolans yang relatif rendah, sehingga proses hidrasi hanya akan terjadi pada reaksi sementasi sekunder (Hebib & Farrell, 2003). Menurut Skels et. al. (2013), bahwa interaksi antara unsur kapur Ca(OH)2 dalam semen dengan unsur-unsur dalam gambut kurang berpengaruh dalam reaksi stabilisasi sekunder. Oleh karena itu, tidak ada peningkatan kekuatan yang signifikan yang dapat dicapai dari stabilisasi gambut dengan semen, kecuali semen ditambahkan ke dalam tanah dengan dosis yang besar. Pembebanan terhadap campuran tanahsemen (initial preloading) harus segera diterapkan setelah pencampuran tanah dengan semen, sehingga diharapkan dapat memperbaiki kekuatan gambut yang distabilisasi (Ahnberg et al., 2001). Bhuria & Sachan (2014), menyatakan bahwa efek semen terhadap peningkatan kuat tekan bebas (unconfined compressive strength) serta kekakuan (stiffness) pada tanah lunak yang diperbaiki dengan semen cukup signifikan. Kelebihan dari semen sehingga dapat meningkatkan kekuatan 88 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
tanah, oleh karena reaksi pozzolonic yang berlangsung lebih lambat, dan pada umumnya selesai pada akhir 28 hari. Umur semen-tanah juga memiliki efek nominal terhadap peningkatan kekuatan dan kekakuan tanah lunak yang diperbaiki dengan semen pada kadar semen rendah (lihat grafik a & b). Namun pada campuran dengan kadar semen yang tinggi peningkatan kekuatan dan kekakuan yang signifikan terjadi pada umur campuran antara 1 dan 28 hari (lihat grafik berikut). Selain itu, kegagalan rapuh (brittle-type failure) pada tingkat regangan rendah untuk tanah lunak yang distabilisasi terjadi pada umur campuran 28 hari (lihat grafik c & d).
Gambar 3.48. Umur vs Kuat Tekan Bebas Campuran tanah lunak dengan kadar semen bervariasi (Bhuria & Sachan, 2014).
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 89
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Perilaku rapuh pada semen-tanah terjadi karena adanya transformasi air pori menjadi air terikat (bagian integral dari partikel tanah campuran semen yang terhidrasi; lapisan ganda) selama reaksi sementasi, dan menghasilkan pembentukan kristal yang mengeras pada campuran semen-tanah di dalam struktur matriks tanah. Semakin tinggi umur campuran, semakin tinggi jumlah kristal yang mengeras dari partikel semen-tanah terhidrasi yang terbentuk, dan menghasilkan transformasi volume air pori yang lebih besar ke air terikat, sehingga kristal semen-tanah akan berperilaku rapuh. Peningkatan kuat tekan bebas pada umur (curing time) tertentu lebih menonjol untuk tanah lunak yang distabilisasi dengan kadar semen lebih tinggi daripada perlakuan dengan kadar semen yang lebih rendah (lihat grafik berikut).
Gambar 3.49. Kadar semen vs Kuat Tekan Bebas Campuran tanah lunak dengan umur bervariasi (Bhuria & Sachan, 2014). 90 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Dari gambaran di atas Bhuria & Sachan (2014), selanjutnya menyimpulkan bahwa kuat tekan bebas dari tanah lunak yang diperbaiki dengan semen adalah fungsi kandungan semen dan umur campuran. 3) Perubahan potensi kembang-susut (swelling potential) : Pada dasarnya perbaikan tanah dengan semen pada persentasi semen yang tinggi, akan mengakibatkan tanah lebih rapuh dan sifat ekspansivitasnya bertambah. Oleh sebab itu perbaikan tanah yang bersifat ekspansif kurang cocok diterapkan pada tanah yang ekspansif, terutama pada pencampuran semen dengan jumlah yang banyak. Perbaikan tanah dengan semen lebih sesuai diterapkan pada perbaikan tanah yang tidak ekspansif da/atau tanah yang berbutir kasar (granuler soils). Al-Homoud et al. (1999), melakukan penelitian untuk membandingkan keefektifan dan kelayakan ekonomi, antara tiga jenis bahan (aspal, kapur, dan semen), yang digunakan sebagai stabilizer dalam mengurangi potensi kembang-susut (swelling potential) pada tanah ekspansif dari Yordania Utara. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa untuk tanah yang banyak mengandung partikel halus, penggunaan asphalt cutback memberikan reduksi terhadap swelling potential yang lebih besar daripada tanah yang diperbaiki dengan semen dan kapur. Sehingga untuk tanah ekspansif dari Yordania Utara penggunaan asphalt cutback adalah bahan yang ekonomis dibandingkan dengan kapur dan semen. Dari penelitian Costas A. Anagno dan Stopoulos (2004), yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan perekat akrilik (acrylic resin) dengan semen terhadap perilaku fisis dan Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 91
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
sifat teknis pada lempung lunak. Pengujian yang mereka laksanakan dengan menggunakan kadar semen antara 5% sampai 30%, dan kadar perekat akrilik tetap sebesar 5% untuk semua ca ampuran. Kesimpulan yang mereka temukan adalah bahwa penggunaan perekat akrilik menunjukkan pengaruhnya terhadap peningkatan koefisien kompressi (Cc), pada semua campuran dengan persentase semen yang diuji, hal ini disebabkan karena perekat akrilik memiliki kecenderungan untuk menjaga kandungan air dalam tanah. Disamping penggunaan kapur dan semen, sering pula dipilih penggunaan material lain dalam upaya perbaikan tanah, antara lain penggunaan berbagai macam abu seperti abu terbang (fly ash), abu jatuh (bottom ash), atau abu biomassa (biomass ash). Misra at al. (2004) melakukan evaluasi terhadap karakteristik stabilisasi tanah liat yang dicampur dengan fly ash kelas C, serta mengevaluasi kemampuan sementasi dari fly ash kelas C. Hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa karakteristik dari tanah yang distabilisasi ditentukan oleh fungsi umur campuran, kondisi pemeliharaan (curing), dan mineralisasi lempung. Hasil yang diperoleh dari analisis menunjukkan bahwa perubahan OMC (optimum moisture content) dipengaruhi oleh penambahan fly ash. Peningkatan kekuatan maksimum dari campuran tanah tersebut, terjadi dalam 1 hari pertama, dan hal ini disebabkan oleh karena reaksi hidrasi yang cepat dari fly ash kelas C. Biasanya kekuatannya cenderung meningkat hingga umur campuran mencapai 14 hari, dan pada umu di atas 14 hari kekuatannya mulai berkurang, dan setelah 28 hari campuran akan menjadi rapuh (brittle). Halaweh (2006) melaporkan bahwa dari hasil pengujian yang dilakukan, ternyata bahwa meningkatnya kandungan SO3 dalam tanah yang dicampur dengan semen akan menghasilkan 92 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
peningkatan ekspansi, yang disebabkan oleh peningkatan pembentukan ettringite. Menurutnya bahwa meningkatnya kandungan SO3 tidak secara dramatis mengubah proses hidrasi, namun sepertinya justru memperlambat proses hidrasi. Selanjutnya Halaweh (2006), menemukan bahwa meningkatkan kadar alkali sampai 2% pada semua tingkat sulfat, tidak banyak mempengaruhi perilaku ekspansi pada tanah dengan pada suhu kamar. Sedangkan pada peningkatan kadar alkali menjadi 3,8% akan mengakibatkan kerusakan mortar prisma di dalam tanah. Turkoz & Vural (2013) meneliti pengaruh aditif semen dan zeolit alami terhadap karakteristik dispersibilitas dan potensi kembang-susut pada tanah liat yang bersifat ekspansif. Dengan persentase semen yang tetap (3%), ditambah persentase zeolit alami yang berbeda (1%, 3%, 6%, 10%, 15%, dan 20%), kemudian dicampur dengan empat jenis tanah liat yang berbeda. Penemuan dari penelitian mereka menunjukkan bahwa campuran aditif semen dan zeolit dapat memperbaiki sifat dispersif dan kembang-susut pada tanah liat, serta meningkatkan nilai kekuatan tanah yang signifikan. Pengujian terhadap keempat jenis tanah ekspansif, ditemukan bahwa perbaikan sifat dispersif dan kembang susut serta peningkatan kekuatan tanah yang dicapai tergantung pada nilai SAR (sodium adsorption ratio) dan ESP (exchangeable sodium percentage) dari tanah yang distabilisasi. Alazigha et al. (2016), menemukan bahwa potensi lignosulfonat (LS) untuk mengendalikan pembengkakan tanah ekspansif cukup efektif. Lignosulfonat adalah merupakan bahan limbah industri yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan stabilizer pada tanah lunak terutama yang bersifat ekspansif. Hasil pengujian menunjukkan bahwa LS berpengaruh signifikan terhadap Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 93
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
pengurangan perilaku kembang-susut tanah ekspansif ini. Bahkan hasilnya lebih baik dibandingkan dengan sampel tanah yang diperbaiki dengan semen konvensional (portland cement). Mereka juga menyatakan bahwa LS bisa menjadi alternatif ekonomis dan ramah lingkungan untuk aditif alkalin tradisional. Selain itu, pengujian terhadap perilaku tanah yang diperbaiki dengan LS, memberikan hasil peningkatan yang signifikan dalam persentase kehilangan massa pada tanah. Penggunaan LS sebagai penstabil non-tradisional yang baru untuk tanah ekspansif, dan tampaknya LS merupakan solusi yang tepat mengingat penggunaan limbah secara lestari dan mengahsilkan konstruksi ramah lingkungan. Pengaruh kadar LS terhadap kembang-susut vertikal (1-dimensi), dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 3.50. Pengaruh Kadar LS Terhadap Persen KembangSusut, seiring umur campuran (Alazigha et al., 2016) 94 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Sedangkan gambaran tentang penurunan atau kehilangan massa tanah yang diperbaiki dengan bahan LS dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 3.51. Pengaruh LS (konten 2%) Terhadap Kehilangan Massa Tanah pada Uji Durabilitas (Alazigha et al., 2016) Menurut Chen (1976), bahwa tidak ada bukti yang meyakinkan mengenai korelasi antara potensi kembang-susut (swelling potential) dan batas susut (shrinkage limit). Kemudian Srindharan dan Prakash (2000) juga menunjukkan bahwa batas susut tidak dapat memuaskan untuk digunakan memprediksi potensi kembang-susut tanah. Sedangkan menurut Christodoulias (2015) menilai bahwa batas susut cukup baik untuk menjadi dasar dalam memprediksi tekanan pengembangan pada tanah. Menurutnya bahwa hasil penelitian yang dia lakukan secara jelas Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 95
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
menunjukkan bahwa sifat indeks tanah liat, seperti batas cair, indeks plastisitas, kadar air alami, indeks swelling bebas, batas susut, terkait signifikan dengan tekanan pengembangan (swelling pressure). Masih menurut Christodoulias (2015), bahwa kita dapat memprediksi tekanan pengembanagn dengan memuaskan pada tanah mengandung tanah liat ekspansif, walaupun kita tidak tahu mineralogi tanahnya. 4) Perubahan sifat kompresibilitas : Perbaikan tanah dengan semen, disamping untuk meningkatkan daya dukung tanah, tujuan pokok lainnya adalah meningkatkan kompresibilitas tanah. Karena dengan meningkatnya kompresibilitas tanah, maka stabilisasi tanah setelah dipadatkan akan semakin baik. Hal ini dapat memperkecil penurunan yang akan terjadi pada periode operasional konstruksi. Wojciech & Gluchowski (2013) menemukan formulasi untuk menghitung kadar air optimum pada tanah yang diperbaiki dengan bahan semen. Jenis tanah yang diuji dan diteliti oleh mereka adalah jenis tanah lempung lanau berpasir (sandy-silty clay) dengan batas cair (LL) yang rendah. Formula untuk menghitung kadar air optimum pada tanah sandy-silty clay yang distabilisasi dengan semen adalah sebagai berikut : Wcopt = Wgopt + 0,0733.D .................... (3.10) Yang mana : Wcopt = Kadar air optimum campuran semen-tanah. Wgopt = Kadar air optimum tanah asli (sebelum dicampurkan) D = Kadar semen (%). Data pengujian yang digunakan dalam perumusan formula di atas dapat dilihat pada grafik berikut.
96 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Gambar 3.52. Hubungan Kadar Semen dengan Kadar Air Optimum (Wojciech & Gluchowski, 2013) Ikhlef et al. (2014), meneliti perubahan sifat tanah pada yang akan digunakan dalam konstruksi jalan (subgrade), yang diperbaiki dengan menggunakan bahan semen dengan kelas kekuatan 32,5. Dengan pencampuran kadar semen 3%, ditemukan bahwa terjadi peningkatan kerapatan kering tanah, diakibatkan oleh reaksi hidrasi yang mengurangi kadar air tanah. Dengan meningkatnya kerapatn kering tanah, maka koefisien kompresi tanah akan menurun, sehingga dapat memperbaiki sifat kompresibilitasnya. Hasil lain dari penelitian mereka menunjukkan sedikit pengurangan batas cair, kenaikan batas plastik, sehingga terjadi pengurangan indeks plastisitas. Menurut hasil penelitian mereka, bahwa semen bisa menjadi bahan stabilizer yang baik untuk tanah pada kelas A1h.
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 97
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Pengaruh kadar semen pada campuran semen-tanah terhadap kadar air optimum (optimum water content) dan berat kering, dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 3.53. Pengaruh SemenTerhadap Sifat-sifat Optimum – Wopt & dry (Ikhlef et al., 2016) Penelitian terakhir yang dilakukan oleh Mousavi & Sing Wong (2017), yang hasilnya menunjukkan bahwa angka pori tanah akan menurun dengan meningkatnya tekanan normal efektif (effective normal pressure). Dari hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa penurunan (settlement) adalah hasil kompresi tanah akibat beban vertikal yang diterapkan pada permukaan tanah dalam uji konsolidasi 1-D. Oleh karena itu disimpulkan bahwa 98 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
penurunan dan kompresi tanah akan stabil pada komposisi pengikat semen 18%, abu gambut 2% dan pasir silika 5%, yang mana dengan komposisi ini dapat meningkatkan angka penurunan hampir 1,3 kali lipat. Penemuan lain yang penting dari penelitian ini adalah adanya kesesuaian untuk diterapkan pada tanah untuk tanggul jalan, dan juga daerah marjinal (lahan basah) untuk pekerjaan pondasi, dan juga dapat memecahkan masalah lingkungan dalam kaitannya dengan tanah gambut. Disamping itu Bonagiri & Vincent (2017), menyatakan bahwa pemberian zat aditif ke dalam tanah dengan formasi lunak, sangat meningkatkan kekuatan (strength) dan kompresibilitas (compressibility) pada tanah. Studi yang mereka laukan terhadap kedua hal tersebut memberikan landasan untuk menarik beberapa kesimpulan, yakni bahwa : (1) Ada peningkatan karakteristik kekuatan dan kompresibilitas tanah lunak akibat karena penambahan semen, kapur dan fly ash. Ditemukan pula bahwa umur campuran sangat berpengaruh terhadap peningakatn kedua karakteristik tanah tersebut; (2) Batas cair dan batas plastis tanah menurun dengan meningkatnya kadar fly ash. Namun batas cair dan batas plastis tanah meningkat dengan meningkatnya kadar kapur. Dan juga batas cair dan batas plastis tanah meningkat dengan kenaikan kadar semen; (3) Karakter pemadatan tanah dipengaruhi oleh variasi kadar semen, terbukti kadar air maksimum (Optimum Moisture Content = OMC) meningkat, dan kerapatan kering maksimum (Maximum Dry Density = MDD) mengalami penurunan seiring dengan kenaikan kadar semen; dan (4) Nilai daya dukung (California Bearing Ratio = CBR) dari campuran tanahsemen meningkat dengan meningkatnya kadar semen. Hasil studi mereka di rangkum dalam tabel berikut.
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 99
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Tabel 3.4. Hasil pengujian sifat-sifat tanah-campuran Type of soil Black soil Black soil + 10% fly ash Black soil + 20% fly ash Black soil + 30% fly ash Black soil + 40% fly ash Black soil + 3% fly ash Black soil + 6% fly ash Black soil + 9% fly ash Black soil + 12% fly ash Black soil natural Black soil + 5% cement Black soil + 7,5% cement Black soil + 10% cement Black soil + 12,5% cement
Liquid Limit Test 38,90%
Plastic Limit Test 14,40%
Compaction Test OMC
MDD
15,73%
1,76%
CBR Test (seaked condition) 2,17%
37,80%
13,20%
16,00%
1,72%
3,07%
35,00%
12,76%
18,50%
1,70%
5,05%
32,90%
11,20%
19,50%
1,64%
6,68%
29,70%
10,90%
20,00%
1,60%
7,95%
39,20%
17,77%
13,83%
1,80%
2,88%
40,50%
21,42%
15,79%
1,79%
3,25%
41,70%
23,80%
16,90%
1,78%
3,97%
42,98%
25,59%
18,27%
1,76%
5,60%
46,00%
27,00%
22,00%
28,00%
20,50%
50,00%
32,00%
23,00%
27,00%
22,00%
51,00%
33,00%
24,00%
26,50%
24,30%
52,00%
35,00%
27,00%
26,00%
25,00%
53,00%
37,00%
28,00%
25,00%
27,00%
Sumber : Bonagiri & Vincent (2017) 5) Perubahan sifat permeabilitas : Beberapa hasil penelitian terhadap sifat permeabilitas tanah lunak yang diperbaiki dengan bahan semen, diantaranya adalah Wong et al. (2008), yang melakukan penelitian untuk menganalisis kekuatan tekan bebas dan permeabilitas awal pada tanah gambut yang distabilisasi dengan campuran semen portland biasa, yang dicampur dengan slag dan pasir silika. Bukti signifikan mengenai efek positif dari campuran pada stabilisasi tanah gambut 100 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
ditemukan dari penyelidikan pengujian laboratorium dalam penelitian mereka. Hasil dari penelitian mereka menunjukkan bahwa penambahan campuran tersebut mampu meningkatkan kekuatan tekan bebas dan juga mengurangi permeabilitas tanah yang distabilisasi dengan semen. Studi yang dilakukan oleh Quang & Chai (2015) terhadap permeabilitas (k) pada tanah liat yang perbaiki dengan bahan semen, diuji di laboratorium dengan alat uji permeabilitas dinding fleksibel dan uji oedometer. Hasil uji menunjukkan bahwa pemberian semen pada tanah liat hingga kadar 8% berat kering belum signifikan mempengaruhi permeabilitas tanah campuran, yang mana nilai k hampir sama dengan tanah yang tidak stabilisasi pada kondisi void ratio (e) yang sama, dan nilai k menurun secara signifikan seiring dengan pertambahan umur campuran. Koefisien permeabilitas baru akan menurun signifikan bila kadar semen lebih tinggi dari 8%. Sedangkan untuk tanah liat yang distabilisasi dengan kapur, maka kadar kapur ambang yang mempengaruhi sifat permeabilitas adalah sekitar 4%. Investigasi mikrostruktur tanah menggunakan uji porosimetri intrusi merkuri (mercury intrusion porosimetry = MIP) dan pencitraan mikroskop elektron scan (scanning electron microscope = SEM) menunjukkan bahwa bila produk sementasi yang terbentuk oleh reaksi pozzolanic terutama mengisi pori intra agregat, maka nilai k sebanding antara tanah perlakuan dan tanah tanpa perlakuan. Ketika produk sementasi mulai mengisi pori-pori antar agregat, nilai k sampel yang distablisasi menjadi lebih kecil dari pada tanah yang tidak distabilisasi dengan kondisi nilai e yang sama. Hal ini merupakan Indikasi bahwa produk sementasi telah memenuhi pori-pori antar agregat dalam campuran tanah-semen, sehingga peningkatan kekuatan tanah yang stabilisasi bertambah secara signifikan. Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 101
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Al-hassani et al. (2015), menggunakan debu semen (cement kiln dust - CKD) yaitu limbah dari pembuatan semen, yang dicampurkn dengan tanah lempung lunak. Penelitian mereka dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan pemanfaatan debu semen untuk stabilisasi tanah. Karakteristik dari dua jenis tanah kohesif yang mengandung lempung berbeda distabilisasi debu semen diuji, antara lain kuat geser langsung, kuat tekan bebas, koefisien permeabilitas, dan pengaruh umur campuran. Beberapa pengujian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh umur campuran terhadap kompresibilitas dan koefisien permeabilitas campuran tanah-semen. Hasil pengujian menunjukkan penurunan koefisien permeabilitas yang signifikan seiring dengan kadar semen dan pertambahan umur campuran. Dengan demikian maka sifat permeablitasnya akan semakin meningkat. Berikut beberapa grafik yang memperlihatkan pengurangan koefisien permeabilitas atau peningkatan ketahanan tanah terhadap kelulusan air.
Gambar 3.54. Grafik Umur vs Permeabilitas pada Tanah Liat dengan Variasi Kadar CKD (Al-hassani, 2015)
102 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Gambar 3.55. Grafik Umur vs Permeabilitas pada Tanah Lanau dengan Variasi Kadar CKD (Al-hassani, 2015)
Gambar 3.56. Grafik Koefisien Permeabilitas vs Kadar CKD (Alhassani, 2015) Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 103
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Z.A. Rahman et al. (2016), melakukan studi pengaruh semen terhadap parameter geoteknik pada perbaikan tanah gambut. Beberapa variabel teknik mereka periksa termasuk perilaku pemadatan, permeabilitas dan kekuatan tekan tak terbatasi (UCS). Uji batas Atterberg juga dilakukan untuk menguji pengaruh penambahan semen pada tanah gambut. Tanah gambut yang diberi semen disiapkan dengan menambahkan berbagai jumlah semen Portland biasa (OPC) yang berkisar antara 0% dan 40% berat kering tanah gambut. Untuk memeriksa efek perendaman campuran yang distabilisasi dikeringkan pada suhu kamar selama tiga dan tujuh hari sedangkan untuk sampel uji UCS diperpanjang sampai 28 hari sebelum pemeriksaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa batas cair tanah yang distabilisasi menurun dengan meningkatnya kadar semen. Kerapatan kerapatan maksimum (MDD) meningkat sementara kadar air optimum (OMC) turun seiring dengan kenaikan kandungan semen. Tanah gambut yang diuji tanpa campuran semen memiliki koefisien permeabilitas, k dari tanah gambut adalah 1,73x10-5 m/s. Setelah perlakuan tanah gambut dengan kadar semen 10% dan rendam selama tiga hari, nilai k turun menjadi 6,60×10-5 m/s. Perlakuan lebih lanjut terhadap tanah gambut dengan kadar semen 20% dan 40%, nilai k menurunkan menjadi 1,87×10-6 m/s dan 9,33x10-5 m/s. Pengaruh umur campuran yang jelas terlihat karena tanah gambut yang diperbaiki pada umur tujuh hari menunjukkan nilai k yang lebih rendah dari pada yang berumur tiga hari. Penurunan nilai k pada campuran tanah-semen yang berumur tujuh hari lebih tinggi jika dibandingkan dengan campuran tanah-semen yang berumur tiga hari. Penurunan nilai k yang signifikan pada tanah berumur 7 hari dimulai terlihat pada kadar semen 10%. Sedangkan untuk tanah berumur 3 hari, terlihat signifikan pada 104 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
kadar semen 20%. Pada kadar semen 40%, nilai k mencapai nilai terendahnya sebesar 8,33×10-8 m/s. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar semen optimum yang digunakan untuk mengurangi nilai k pada perbaikan tanah gambut adalah 20% dan 10%, baik pada umur tiga dan maupun tujuh hari. Permeabilitas tanah yang distabilisasi dengan semen menurun dari 6,2 × 10-4 menjadi 2,4 × 10-4 ms-1, karena kadar semen meningkat dari 0% menjadi 40%. Dari serangkaian uji permeabilitas (permeability falling test) pada tanah gambut baik tanah yang distabilisasi maupun yang tidak distabilisasi dilakukan, dan hasilnya ditunjukkan pada berikut.
Gambar 3.57. Grafik Kadar Semen vs Koefisien Permeabilitas (Z.A. Rahman et al., 2016) Sedangkan pengaruh umur campuran terhadap koefisien permeabilitas (diuji pada umur 3 hari dan 7 hari), disajikan oleh Z.A. Rahman et al. (2016) pada tabel berikut. Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 105
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Tabel 3.5. Permeabilitas Tanah Gambut Umur 3 & 7 hari OPC content, %
Coeff. of permeability, k, m/s
0
3 days 1.73 x 10-5
7 days 1.72 x 10-5
10 20
6.60 x 10-6 1.87 x 10-6
4.92 x 10-7 1.61 x 10-7
40
9.33 x 10-7
8.33 x 10-8
Sumber : Rahman et al. (2016) Penelitian terakhir yang dilakukan oleh Mousavi & Sing Wong (2017), yang hasilnya menunjukkan bahwa angka pori tanah akan menurun dengan meningkatnya tekanan normal efektif (effective normal pressure). Hal ini disebabkan karena abu gambut mempengaruhi sifat tanah dengan memperbaiki matriks tanah yang stabil. Fenomena ini terjadi karena produk sementasi yang mengisi ruang pori-pori tanah, sehingga menimbulkan efek mengikat pada partikel tanah. Kemudian pemadatan yang dilakukan terhadap campuran tanah-semen akan membuat partikel akan mengisi ruang pori-pori tanah lebih sempurna, sehingga akan memperbaiki sifat tanah. Dari uji laboratorium yang mereka lakukan terlihat bahwa penurunan konsolidasi (consolidation settlement) pada campuran tanah-semen dengan tegangan vertikal efektif 160 kPa, meningkat hampir 33% bila dibandingkan dengan tanah yang tidak distabilisasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa stabilisasi tanah dengan semen tersebut meningkatkan koefisien permeabilitas tanah hampir 56%.
106 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
3.9.
Perbaikan Tanah Lempung Dengan Larutan Kimia.
Beberapa jenis larutan kimia yang dapat dipergunakan sebagai bahan stabilizer terhadap jenis tanah yang memiliki daya dukung, dan atau sifat teknis lain yang tidak menguntungkan konstruksi, seperti tanah ekspansif, tanah lunak, dan lain sebagainya. Larutan kimia tersebut ada yang bersifat asam, netral maupun yang bersifat basah. Diantara sekian jenis larutan kimia yang dapat dipergunakan sebagai stabilizer di dalam pekerjaan perbaiakan tanah, ada beberapa jenis yang telah diproduksi secara besar-besaran dan menjadi komoditas industri konstruksi, seperti garam magnesium, garam natrium, garam aluminium, dan lain sebagainya. Penggunaan beberapa jenis larutan garam, selain untuk bahan stabilizer pada tanah dasar (subgrade), juga banyak digunakan sebagai bahan peluntur es/salju (ice deicing) pada permukaan jalan di daerah yang mengalami musim salju. 3.9.1. Perbaikan Dengan Larutan Soda Kaustik (NaOH) Larutan NaOH biasa juga disebut Sodium Hydroxide, adalah zat kaustik yang sangat baik untuk digunakan menetralisir asam dan membuat garam natrium (NaCl). Pada suhu kamar natrium hidroksida berbentuk padatan atau kristal tak berwarna atau putih, yang menyerap kelembaban dari udara. Ketika dilarutkan dalam air atau dinetralkan dengan asam, ia membebaskan panas yang besar, yang mungkin cukup untuk menyalakan bahan yang mudah terbakar dan sangat korosif. Nama umum lainnya antara lain soda kaustik atau ada yang menyebutnya alkali. Oleh karena sifat dasarnya bersifat korosif, maka penerapannya di dalam pekerjaan perbaikan tanah harus dilakukan hati-hati, dengan memperhatikan Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 107
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
keadaan lingkungan sekitarnya yang bisa berdampak bila diterapkan. Menurut Olaniyan et al. (2011), bahwa pada campuran tanah dengan kadar NaOH sebesar 13%, memberikan kekuatan tekan optimum. Meskipun demikian NaOH dengan kadar 13% tetap akan terpengaruh oleh jenis dan bentuk material pengisi (filler). Sebagai contoh adanya partikel pasir dalam tanah, yang menurunkan sifat kohesi tanah, membuat campuran tanah dengan NaOH kurang efektif. Hasil tak terduga dari penelitian mereka adalah terjadinya penurunan kerapatan (density) tanah dengan peningkatan NaOH. Investigasi yang cermat dengan melakukan plot nilai kerapatan vs kandungan NaOH, menunjukkan bahwa peningkatan kerapatan baru akan terjadi setelah kadar NaOH mencapai 13% atau lebih besar. Pada tanah yang diperbaiki dengan NaOH dalam keadaan basah, kuat siklik (strength of cyclic) lebih besar dibanding keadaan tanah kering, namun daya tahan (durability) tanah akan mengalami sebaliknya. Berikut beberapa gambaran dari Olaniyan et al. (2011), tentang perubahan parameter tanah yang diperbaiki dengan larutan NaOH.
Gambar 3.58. Grafik Kuat Tekan pada berbagai variasi kadar NaOH (Olaniyan et al., 2011) 108 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Gambar 3.59. Grafik Penyerapan Air & Porositas versus %-NaOH untuk Sampel Basah (Olaniyan et al., 2011)
Gambar 3.60. Grafik Penyerapan Air & porositas versus %-NaOH untuk sampel siklik (Olaniyan et al., 2011) Zangana (2012), melakukan penelitian tentang pengaruh natrium hidroksida terhadap kekuatan campuran semen tanah liat. Dari penelitian mereka menemukan bahwa penggunaan natrium Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 109
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
hidroksida secara nyata meningkatkan kekuatan campuran semen tanah. Disamping itu penambahan natrium hidroksida sekitar 1% dari berat tanah dapat mengurangi sekitar 5% kadar semen yang diperlukanuntuk memperbaiki tanah secara efektif. Hasil penelitian Zangana (2012) menunjukkan bahwa pada semua kadar NaOH yang dicampurkan terhadap tanah-semen akan meningkatkan kuat tekan bebas (UCS). Hal ini disebabkan oleh pembentukan gel sementasi yang lebih banyak daripada yang terbentuk pada campuran semen tanah saja. Hal ini dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 3.61. Kadar NaOH vs UCS pada Umur 7 hari, Suhu 35oC dan Kadar Semen 12,5% (Zangana, 2012) Zangana (2012), juga menemukan konsentasi NaOH juga berpengaruh terhadap kuat tekan bebas pada campuran tanahsemen, namun mempunyai titik optimum. Pengujian yang dilakukan pada 35oC, umur 7 hari, dan kadar semen 12,5%, dengan kadar NaOH 1% yang konsentrasinya divariasikan, diperoleh nilai kuat tekan bebas dari campuran tanah-semen untuk semua tanah yang diselidiki, meningkat menjadi nilai maksimum pada 110 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
konsentrasi NaOH tertentu, dan kemudian menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi NaOH. Makanya ada konsentrasi optimum yang menghasilkan kekuatan maksimal. Konsentrasi NaOH optimum untuk campuran tanah-semen dari tanah Erbil kurang lebih 1,5 N; tanah dari Laylan kurang lebih 1,0 N; dan tanah dari Hawija adalah 1,0 N. Konsentrasi optimum yang relatif tinggi yang dibutuhkan untuk tanah dari Erbil, dapat dikaitkan dengan konsentrasi organik pada tanah tersebut yang relatif tinggi, sehingga dan kapasitas pertukaran kation tanah tersebut cukup tinggi. Gambaran tentang hal tersebut dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 3.62. Konsentrasi NaOH vs UCS pada Kadar NaOH 1%, Umur 7 hari, Suhu 35oC dan Kadar Semen 12,5% (Zangana, 2012) Temuan lain dari Zangana (2012), menunjukkan bahwa penggunaan NaOH dapat mengurangi jumlah semen yang digunakan sebesar 5% untuk tanah dari daerah Laylan dan Hawija, dan menghemat semen sampai 7,5% untuk tanah dari Erbil. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 111
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Tabel 3.6. Reduksi Semen Akibat Penambahan NaOH. Group I, 27 tests done for the investigated soils with No-NaOH added Detail No. Test 1. Values of cement content of 0, 5, 10, 15 and 20 %, with curing temperature of 35 ˚C and curing age of 7 days.
15
UCS
2. Values of curing temperature of 25 and 45˚C, with cement content of 12.5% and curing age of 7 days.
6
UCS
3. Values of curing age of 1 and 28 days, with cement content of 12.5% and curing temperature of 35 ˚C.
6
UCS
Group II, 48 tests done for the investigated soils with addition of NaOH Detail 1. Values of NaOH content of 1 and 2% with cement content of 12.5%, curing temperature of 35 ˚C and curing age of 7 days. 2. Values of NaOH concentration of 0.5, 1.0, 1.5 and 2%, with cement content of 12.5%, curing temperature of 35 ˚C and curing age of 7 days. 3. Values of NaOH concentration of 0, 0.5, 1.0, 1.5 and 2%%, with cement content of 12.5%, curing temperature of 35 ˚C and curing age of 7 days. 4. Values of NaOH concentration of 0, 0.5, 1.0, 1.5 and 2%%, with cement content of 12.5%, curing temperature of 35 ˚C and curing age of 7 days.
No.
Test
6
UCS
12
UCS
15
Trixial compression (to find cohesion and angle of internal friction)
15
CBR
Sumber : Zangana (2012). Selanjutnya kohesi pada campuran semen tanah untuk semua tanah yang diuji setelah ditambahkan dengan larutan natrium hidroksida meningkat menjadi nilai maksimum, pada konsentrasi natrium hidroksida tertentu, dan kemudian berkurang 112 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
seiring dengan kenaikan konsentrasi natrium hidroksida. Gejala semacam ini dapat dilihat pada grafik yang disajikan berikut ini.
Gambar 3.63. Konsentrasi NaOH vs Kohesi pada NaOH 1%, Umur 7 hr, Suhu 35oC & Semen 12,5% (Zangana, 2012) Demikian pula dengan sudut geser dalam () dari campuran tanah-semen untuk semua tanah yang diselidiki mengalami penurunan, seiring dengan penambahan natrium hidroksida. Gambaran penurunan nilai sudut geser dalam tersebut dapat disimak pada grafik berikut.
Gambar 3.64. Konsentrasi NaOH vs Sudut Geser dgn NaOH 1%, Umur 7 hr, Suhu 35oC & Semen 12,5% (Zangana, 2012) Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 113
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Dari hasil pengujian terhadap nilai CBR pada tanah yang diperbaiki dengan penambahan NaOH, disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi NaOH ke campuran tanah-semen, dapat meningkatkan nilai CBR pada semua campuran semen-tanah sampai mencapai nilai maksimum. Dan kemudian menurun dengan penambahan konsentrasi NaOH yang berlebih. Dengan demikian konsentrasi NaOH untuk campuran tanah-semen mempunyai nilai optimum. Hal ini digambarkan pada grafik berikut.
Gambar 3.65. Konsentrasi NaOH vs CBR pada NaOH 1%, Umur 7 hr, Suhu 35oC & Semen 12,5% (Zangana, 2012) 3.9.2. Perbaikan Dengan Larutan Sodium Klorida (NaCl) Sodium klorida juga dikenal sebagai garam adalah senyawa ionik dengan rumus kimia NaCl, yang merupakan rasio 1: 1 dari ion natrium dan klorida. Dengan massa molar 22,99 dan 35,45 g/mol, masing-masing 100 g NaCl mengandung 39,34 gram Natrium dan 60,66 gram Cloride. Sodium klorida merupakan garam yang paling berpengaruh atas salinitas air laut dan cairan ekstraselular dari banyak organisme multi selular. Dalam bentuk garam dapur 114 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
biasanya digunakan sebagai bumbu dan pengawet makanan. Sejumlah besar natrium klorida digunakan dalam banyak proses industri, dan ini adalah sumber utama senyawa natrium dan klorin yang digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis kimia lebih lanjut. Aplikasi teknis bahan natrium klorida lainnya adalah untuk garam pemecah es (de-icing salt) pada permukaan jalan raya pada musim salju. Disamping itu natrium klorida juga dapat digunakan sebagai bahan stabilizer pada tanah yang lunak. Potensi natrium klorida sebagai bahan penstabil untuk konstruksi jalan raya telah diselidiki. Berbagai literatur yang mencakup studi laboratorium dan lapangan yang terbit sejak awal 1900-an. Studi laboratorium tentang penggunaan NaCl biasanya meliputi uji batas Atterberg, uji pemadatan, uji tekan bebas, uji CBR, uji kekuatan tarik tidak langsung, dan uji triaksial siklik, dan lain sebagainya. Dari berbagai hasil pengujian akan menjadi dasar untuk melihat ffek menguntungkan dan/atau merugikan dari perbaikan tanah dengan natrium klorida (Singh & Das. 1999). Durotoye et al. (2016), melakukan studi tentang pengaruh NaCl terhadap beberapa sifat geoteknik tanah ekspansif, yang dipergunakan pada pekerjaan perkerasan jalan raya (subgrade). Parameter yang diamati antara lain kadar air alami, batas Atterberg, berat jenis, pemadatan, indeks swell bebas, kekuatan tekan bebas, nilai CBR, dengan perlakukan larutan NaCl yang bervariasi (0, 0,5, 1,0, 1,5 2.0 dan 2.5). Dari penelitian ini, batas plastik, batas cair, indeks plastisitas, penyusutan linier, berat jenis, indeks swell bebas dan nilai kadar air optimum dari tanah nilainya berkurang. Sedangkan kerapatan kering maksimum, CBR dan kekuatan tekan bebas (UCS) nilainya meningkat. Dengan menggunakan garam dapur prosentase 1,5% dari berat tanah, diperoleh hasil sebagai berikut : Persentase penurunan tertinggi yang terjadi adalah batas Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 115
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
cair turun 60,42% (131 menjadi 51,85%), batas plastis turun 42,86% (50,00 menjadi 28,57%), indeks plastisitas turun 71,26% (81,00 menjadi 23,28%), susut linier turun 66,64% (15,11 menjadi 5,04%), indeks swelling turun 83,43% (115,00 menjadi 19,05%), dan kadar air optimum turun 28,57% (28,00 menjadi 20,00%). Sedangkan persentase kenaikan sebesar 11,38% (1,67 menjadi 1,86 g/m3, pada kepadatan kering maksimum), 31,78% (29,20 menjadi 38,48%, pada CBR tidak rata), 257,67% (4,3 menjadi 15,38%, pada CBR basah), dan 26,98% (67,86 menjadi 86,17 kN/m2 pada nilai kuat tekan bebas). Perbaikan tanah dengan garam terbukti dapat mengurangi potensi pengembangan tanah dan meningkatkan kekuatannya (Durotoye et al., 2016). Pengaruh dan tingkat reduksi (%) terhadap perlakuan NaCl pada sifat-sifat teknis tanah ekspansif yang mereka teliti, dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.7. Reduksi Parameter Teknis Akibat NaCl pada Tanah Ekspansif (Durotoye et al., 2016). NaCl content (%) Liquid Limit (%) % Reduction Plastic Limit (%) % Reduction Plasticity Index (%) % Reduction Linear Shrinkage Limit (%) % Reduction Specific gravity % Reduction OMC (%) % Reduction Free Swell Index (%) % Reduction
0 131.00 50.00 81.00 -
0.5 104.00 20.61 43.17 13.66 60.83 24.90
1.0 85.71 45.29 37.63 24.74 48.08 40.64
1.5 51.85 60.42 28.57 42.86 23.28 71.26
2.0 51.72 60.52 28.54 42.92 23.18 71.38
2.5 51.35 60.80 28.44 43.12 22.91 71.72
15.11
10.07
6.47
5.04
5.04
5.04
2.74 28 115.00 -
33.36 2.71 1.09 24 14.29 80.95 29.61
57.18 2.68 2.19 22 21.43 42.85 62.74
66.64 2.64 3.65 20 28.57 19.05 83.43
66.64 2.63 4.01 20 28.57 18.10 84.26
66.64 2.62 4.38 19 32.14 16.67 85.50
116 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Tabel 3.8. Peningkatan Parameter Teknis Akibat NaCl pada Tanah Ekspansif NaCl content (%) MDD (g/cm3) (%) Increase CBR: unsoaked (%) (%)Increase soaked (%) (%) Increase unconfined compressive strength(kN/m2) (%) Increase
0 1.67 29.20 4.30 -
0.5 1.80 7.78 32.60 11.64 9.75 126.74
1.0 1.83 9.58 34.93 19.62 11.00 155.81
1.5 1.86 11.38 38.48 31.78 15.38 257.67
2.0 1.85 10.78 38.35 31.34 15.28 255.35
2.5 1.84 10.18 38.20 30.82 15.10 251.16
67.86
74.15
78.69
86.17
84.16
82.67
-
9.27
15.96
26.98
24.02
21.82
Sumber : Durotoye et al., (2016). Dubey & Jain (2015), meneliti pengaruh garam (NaCl) terhadap sifat-sifat teknis tanah ekspansif (black cotton). Tanah tersebut dicampur dengan garam kristal, berturut-turut pada kadar 0%, 2%, 4%, 6% dan 8% dari berat kering tanah. Hasil perbaikan tanah tersebut dengan NaCl, didapatkan bahwa : - Terjadi peningkatan Kerapatan Kering Maksimum (Maximum Dry Density MDD), dari sebesar 1,64 g/cc menjadi 1,79 g/cc, - Kadar air optimum (Optimum Moisture Content - OMC), mengalami pengurangan dari 21,16% menjadi 14,95%. - Terjadi peningkatan nilai C & Ø pada tanah ekspansif, seiring dengan penambahan garam (NaCl). - Nili CBR meningkat, seiring dengan pertambahan kadar garam (NaCl) dari 1,43% menjadi 3,10%. - Kuat Tekan Bebas (UCS) juga mengalami peningkatan dari 73,54 KN/M2 menjadi 119,64 KN/M2. - Terjadi pengurangan parameter pengembangan (swelling) pada tanah yang signifikan. Nilai DFS berkurang dari 41% menjadi
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 117
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
19%, yang menunjukkan bahwa tingkat ekspansif telah berkurang dari yang tinggi ke rendah. Dari hasil seperti di atas, yang menunjukkan bahwa potensi penggunaan bahan garam (NaCl) untuk perbaikan tanah ekspansif jenis black cotton cukup efektif, dan sesuai di dalam banyak aplikasi geoteknik. Rangkuman hasil penelitian Dubey & Jain (2015), dapat dilihat secara ringkas pada tabel berikut. Tabel 3.9. Perubahan Parameter Teknis Tanah Ekspansif + NaCl. No. Properties 1. OMC (%) 2. MDD (gm/cc) Strength 3. Parameters (kg/cm2) 4. CBR (%) 5. DFS (%) 6. UCS (KN/m2)
0% NaCl 2% NaCl 4% NaCl 6% NaCl 8% Nacl 21.16 19.46 17.92 16.29 14.95 1.64 1.68 1.71 1.76 1.79 C =1, Ø =16°
C = 1, Ø =17°
C =1.1, Ø=12°
C=1.4, Ø=14°
C=1.1, Ø=18°
1.43 41 73.54
1.83 34 78.94
2.15 29.5 90.02
2.55 25.4 109.14
3.10 19 119.64
Sumber : Dubey & Jain (2015) Abood & Mohamed (2015) melakukan studi tentang pengaruh penambahan senyawa klorida yang berbeda (NaCl, CaCl2, MgCl2), terhadap sifat-sifat teknis tanah lempung berlanau (silty clay soil). Disamping untuk mencari pengaruh jenis garam, juga diamati pengaruh jumlah garam terhadap parameter karakteristik pemadatan, batas konsistensi dan kuat tekan tanah. Temuan utama dari penelitian mereka adalah adalah bahwa kenaikan persentase masing-masing senyawa klorida, meningkatkan kepadatan kering maksimum dan kuat tekan bebas, serta menurunkan kadar air optimum, batas cair, batas plastis dan indeks plastisitas. Deskripsi hasil studi yang dilakukan oleh Abood & Mohamed (2015) terhadap penggunaan ketiga jenis senyawa klorida yang berbeda, dapat dilihat pada beberapa penyajian grafik berikut. 118 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Gambar 3.66. Persen Salt versus Moisture Content (Abood & Mohamed, 2015) Grafik di atas menunjukkan bahwa pada tanah yang tidak ekspansif (lempung lanau), juga akan mengalami penurunan parameter batas Atterberg, bila diperbaiki dengan senyawa klorida Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 119
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
(garam), sebagaimana halnya yang telah banyak dijelaskan yang terjadi pada tanah ekspansif. Selanjutnya Abood & Mohamed (2015), dari uji kompaksi telah menggambarkan peningkatan kepadatan kering maksimum (MDD), dan penurunan kadar air optimum (OMC) pada tanah lempung berlanau yang diperbaiki dengan senyawa garam, seperti yang ditunjukkan pada grafik berikut.
Gambar 3.67. Grafik Uji Kompaksi – Optimum Water Content (Abood & Mohamed, 2015) 120 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Gambar 3.68. Grafik UCS - Stress versus Strain (Abood & Mohamed, 2015) Pada grafik di atas, terlihat bahwa baik jenis senyawa klorida maupun penambahan kadar garam tidak menunjukkan perbedaan signifikan terhadap kuat tekan bebas (UCS) pada tanah hasil perbaikan. Yang menarik dari grafik di atas adalah pola (trend) tegangan-regangannya, yang terlihat agak berbeda. Pada nilai tegangan yang sama terlihat bahwa regangan yang terjadi agak berbeda. Secara berurutan regangan yang lebih kecil terjadi pada Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 121
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
campuran NaCl < CaCl2 < MgCl2. Menurut penulis hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan kuantitas unsur klorida pada ketiga bahan stabilizer tersebut. Hal ini menarik untuk diteliti lebih lanjut. Jika pada tanah lempung ekspansif perbaikan dengan garam dinilai cukup efektif, namun lain halnya pada tanah lempung lunak yang memiliki salinitas tinggi kibat terendam air pasang surut misalnya. Jenis tanah dengan kondisi demikian biasanya perbaikan parameternya cukup efektif dengan penggunaan bahan semen sebagai stabilizer. Oleh Dingwen et al. (2013) melakukan penelitian terhadap tanah lempung lunak dengan konsentrasi garam natrium klorida tinggi. Beberapa hasil penelitian sebenarnya telah mengungkap pengaruh konsentrasi garam terhadap sifat-sifat teknis tanah yang telah dibahas pada beberapa literatur. Namun karena Dingwen el al. (2013) menilai bahwa laporan hasil penelitian tersebut tidak kosisten antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu mereka melakukan studi terhadap dampak garam natrium klorida terhadap sifat kekuatan dan kekakuan pada tanah lempung laut “Lianyungang” di China, kemudian dilakukan stabilisasi semen dengan kadar yang bervariasi. Tanah lempung dengan berbagai konsentrasi garam natrium klorida disiapkan secara artifisial dan diperbaiki dengan berbagai tngkat kadar semen (Portland Cement). Serangkaian uji kuat tekan bebas (UCS) terhadap tanah-semen setelah periode perlakuan 7, 14, dan 28 hari. Hasilnya menunjukkan bahwa konsentrasi garam natrium klorida yang tinggi di dalam tanah, memiliki efek yang merugikan terhadap kuat tekan bebas (UCS) dan kekakuan pada lempung yang diperbaiki dengan semen. Efek yang merugikan dari konsentrasi garam pada kekuatan dan kekakuan tanah lempung yang diperbaiki semen secara langsung berhubungan dengan kebutuhan semen dalam campuran. Tanah yang dicampur dengan kadar semen tinggi 122 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
lebih tahan terhadap efek negatif garam dibanding tanah yang dicampur dengan kadar semen rendah. Rasio modulus elastisitas terhadap UCS tanah campuran semen tidak memiliki hubungan yang jelas dengan konsentrasi NaCl. Temuan penelitian ini menyajikan dasar rasional untuk memahami dampak kandungan garam di dalam tanah, terhadap sifat rekayasa tanah yang diperbaiki dengan semen. Beberapa hasil studi yang dilakukan oleh Dingwen et al. (2013), dapat disimak pada grafik-grafik berikut.
Gambar 3.69. Varietas Kehilangan UCS dengan Konsentrasi Garam pada umur 28 hari (Dingwen et al., 2013)
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 123
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Gambar 3.70. Peningkatan Kuat Tekan Bebas (UCS) versus Kadar Semen (Dingwen et al., 2013)
Gambar 3.71. Modulus Elastisitas (E) versus UCS pada campuran semen-tanah (Dingwen et al., 2013) 124 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Gambar 3.72. Variasi Modulus Elastis Pada Konsentrasi Garam, Kadar Semen, Umur 28 hari (Dingwen et al., 2013) 3.9.3. Perbaikan Dengan Kalsium Klorida (CaCl2). Tanah lempung ekspansif mengalami perubahan volumetrik siklik pada fluktuasi kelembaban karena perilaku mineralogi intrinsiknya. Karena perubahan volumetrik ini mengancam stabilitas hampir semua struktur yang terisi ringan, berbagai teknik remedial telah dikembangkan untuk mengurangi kerusakan yang diakibatkannya. Di antara langkah-langkah ini, stabilisasi kimia dengan menggunakan kation multivalen yang ditujukan untuk mengubah lingkungan kimia di sekitar partikel tanah liat, yang sangat menentukan perilaku lempung ekspansif (Murty & Krishna, 2006). Murty dan Krishna (2006), melakukan studi terhadap khasiat kalsium klorida (CaCl2), elektrolit kuat, pada karakteristik plastisitas Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 125
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
dan pengembangan (swelling) dari jenis tanah liat ekspansif. Satu persen larutan CaCl2, yang dicampurkan dengan tanah liat ekspansif dengan cara penggenangan (ponding) dan juga melalui lubang bor. Pengaruh dari larutan kalsium klorida terhadap sifat-sifat tanah ekspansif sangat kelihatan. Indeks plastisitas lapisan tanah liat mengalami penurunan sebesar 40-60% dengan perbaikan tanah menggunakan kalsium klorida. Demikian pula, tekanan pengembangan (swelling pressure) dari tanah liat menurun sampai pada 50-65%. Dari penelitian mereka, terungkap bahwa modifikasi sifat tanah liat dengan kalsium klorida beberapa kali lebih besar penggunaan bahan kapur atau semen. Krishna & Ramesh (2012), meneliti perilaku kekuatan tanah ekspansif jenis black cotton yang distabilisasi dengan dengan kalsium klorida (CaCl2). Dari pemadatan langsung dan uji kuat tekan bebas dari sampel yang direndam selama 30 hari, ditemukan bahwa untuk tanah ekspansif jenis black cotton yang diperbaiki dengan larutan kalsium klorida akan memberikan hasil yang optimum pada kombinasi CaCl2 sebesar 3% dari berat kering tanah. Tanah jenis black cotton adalah tanah ekspansif yang khas yang kehilangan kekuatannya karena adanya pelepasan air dalam pembengkakan tanah, dan bila kadar airnya turun maka pada tanah menunjukkan banyak retak akibat penyusutan. Menurut mereka bahwa penambahan kalsium klorida ke dalam tanah elspansif (black cotton) dengan persentase yang berbeda, mengurangi kerapatan kering maksimum dan meningkatkan kadar air optimum, seiring tercapainya kerapatan kering maksimum (maximum dry density). Kepadatan meningkat pada persentase optimum kalsium klorida di tanah ekspansif setelah kerapatan berkurang, hal ini disebabkan perubahan kritis struktur tanah dari keadaan flokulasi ke keadaan terdispersi. Dari pembahasan di atas diamati bahwa 3% CaCl2 126 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
adalah persentase optimum dimana densitas tanah meningkat dan kadar air menurun seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut.
Gambar 3.73. Kadar Air vs Kepadatan Pada Stabilisasi Tanah Ekspansif, Variasi % CaCl2 (Krishna & Ramesh, 2012) Sebagaimana diketahui bahwa kekuatan geser tanah adalah ketahanan terhadap deformasi, dan perpindahan geser tanah secara terus menerus pada aksi tegangan geser. Kuat geser tanah dapat dipisahkan menjadi dua komponen yang dikenal dengan parameter kuat geser (shear strength parameters), yakni ; kohesi (c) dan sudut gesekan dalam (Ф). Penambahan larutan kalsium klorida ke dalam tanah ekspansif yang meningkat, akan membuat sudut geser dalam dan kohesi tanah secara bersama-sama meningkat. Hal ini disebabkan karena larutan kalsium klorida akan membentuk klaster-klaster di dalam tanah, dan semakin meningkat lagi seiring dengan bertambahnya umur campuran, dan meningkatkan kepadatan tanah sehingga gaya gesek di dalam massa jga meningkat. Hasil penelitian Krishna & Ramesh (2012), menunjukkan bahwa penambahan kalsium klorida dapat Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 127
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
meningkatkan daya dukung tanah ekspansif dengan 12 sampai 15 kali lipat dibandingkan dengan tanah asli (lihat grafik berikut).
Gambar 3.74. Nilai UCS Pada Stabilisasi Tanah Ekspansif, Variasi % CaCl2 & Umur (Krishna & Ramesh, 2012) Sebagaimana telah diuraikan bahwa penambahan CaCl2 pada tanah ekspansif meningkatkan kekuatan ikatan antara partikel dan karenanya meningkatkan Kohesi (c) dan sudut nilai gesekan internal (Ф). Dengan demikian maka kenaikan nilai c dan Ф akan meningkatkan kemiringan yang stabil dalam hal peningkatan faktor keamanan bila diterapkan pada tanggul tanah. Dari pengujian yang diamati, terlihat bahwa faktor keamanan tanggul meningkat seiring dengan penambahan berbagai persentase Kalsium Klorida ke tanah ekspansif. Untuk tanggul dengan kemiringan lereng 1:1,5 didapatkan faktor keamanan sebesar 56%; untuk tanggul dengan kemiringan lereng 1:2 didapatkan faktor keamanan sebesar 69%; dan untuk lereng tanggul 1:2,5 didapatkan faktor keamanan sebesar 88%. Dari berbagai variasi kadar kalsium klorida untuk tiga jenis tanggul tanah ekspansif dengan kemiringan lereng berbeda pada tiga jenis tanggul dengan kemiringan bervariasi, ditemukan bahwa prosentase kalsium klorida sebesar 3%, dengan kemiringan 128 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
tanggul 1:2,5 menunjukkan nilai faktor kemananan yang lebih tinggi dibandingkan dengan lereng lainnya. Gambaran yang menunjukkan hal tersebut dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 3.75. Faktor Keamanan (FOS) Pada Tanah Ekspansif, Variasi Kemiringan Tanggul (Krishna & Ramesh, 2012) Lajurkar et al. (2016), meneliti pengaruh larutan kalsium klorida pada perbaikan tanah ekspansif yang dikenal dengan sebutan tanah katun hitam (black cotton soil). sangat bermasalah bagi struktur teknik sipil. Perilaku kembang-susut pada jenis tanah semacam ini dapat menyebabkan kerusakan serius pada struktur yang ada di dalamnya. Perbaikan tanah ekspansif biasanya dimaksudkan untuk meningkatkan daya dukung dan mengurangi sifat kembang-susut tanah selama mendukung konstruksi bangunan di dalam dan/atau di atas lapisan. Kesimpulan penting yang diambil oleh Lajurkar et al. (2016), antara lain bahwa ; (1) Difusi larutan kalsium klorida yang dicampurkan dengan tanah ekspansif dimungkinkan dan larutan CaCl2 dapat memberikan efek positif terhadap peningkatan karakteristik kekuatan dan mengurangi perilaku kembang-susut pada tanah; (2) Konsentrasi kalsium klorida yang berbeda memiliki Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 129
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
efek yang berbeda pula, baik terhadap nilai strain volumetrik Δh/h (swelling), maupun terhadap kuat tekan bebas (UCS). Rangkuman hasil penelitian Lajurkar et al. (2016), dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.10. Tegangan Volumetrik (Swelling) & UCS
Sample
S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7
Final Initial Change water Concenwater in % Reduc% Incontent SwellUCS tration of content water tion in crease in after ing Kg/cm2 CaCl2 before content swelling UCS diffudiffusion (w%) sion 0 % CaCl2 0,5 % CaCl2 1,0 % CaCl2 1,5 % CaCl2 2,0 % CaCl2 2,5 % CaCl2 3,0 % CaCl2
23,88 %
39,55%
16 % 12,987
36,76%
-
0,34
-
13 % 10,209 21,391
0,57
67,0154
36,03%
12 %
9,596
26,110
0,60
76,9500
33,09%
9%
8,515
34,433
0,64
87,7485
32,86%
9%
9,095
29,968
0,72 113,1328
38,06%
14 % 11,196 13,790
0,49
44,0548
38,52%
15 % 12,427
0,41
19,8776
4,316
Sumber : Lajurkar et al. (2016). Kenaikan kadar air setelah difusi tanah dalam konsentrasi larutan kalsium klorida berbeda, seperti yang ditunjukkan pada tanah dengan air murni (0% CaCl2), mencapai nilai kadar air akhir (final water content) yang tertinggi, sedangkan untuk sampel yang disebarkan dalam larutan CaCl2 1,5% dan 2% menunjukkan nilai yang jauh lebih kecil dari kadar air akhir setelah difusi, sehingga dengan demikian akan mengakibatkan terjadinya pengembangan 130 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
maksimum (maximum swelling). Gambaran ini dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 3.76. Kenaikan kadar air setelah difusi dalam larutan CaCl2 pada konsentrasi berbeda (Lajurkar et al., 2016) Karakteristik pengembangan (swelling) sehubungan dengan waktu menunjukkan bahwa meskipun nilai maksimum Δh/h berbeda secara signifikan untuk ketujuh sampel, namun perilaku pengembangan tanah yang diteliti hampir identik. Penurunan regangan volumetrik ditemukan paling besar terjadi dalam larutan kalsium klorida pada konsentrasi 1,5% dan 2%. Hubungan antara pengembangan dengan umur campuran tanah dengan kalsium klorida dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 3.77. Perilaku swelling tanah selama difusi dalam larutan pada konsentrasi berbeda (Lajurkar et al., 2016) Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 131
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Perilaku tegangan-regangan dari tanah yang diperbaiki dengan larutan kalsium klorida dengan konsentrasi yang berbeda, setelah perawatan dan tanah menjadi kaku sehingga menunjukkan kekuatan yang lebih besar, dibandingkan dengan sampel yang tidak diperbaiki. Selain itu sampel yang dicampur dengan larutan kalsium klorida dengan konsentrasi 1,5% & 2% mencapai kekakuan yang lebih awal dari lima konsentrasi lainnya, dan juga komposisi ini memberikan nilai UCS yang lebih tinggi. Gambaran perilaku dari tujuh jenis sampel yang diuji dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 3.78. Peningkatan UCS tanah diperbaiki dengan larutan CaCl2 pada konsentrasi berbeda (Lajurkar et al., 2016). 3.9.4. Perbaikan Dengan Garam Magnesium (MgCl2) Garam Magnesium (Magnesium Chloride) adalah nama senyawa kimia dengan rumus MgCl2, dan berbagai hidratnya. Berbagai macam hidrat diketahui dengan rumus MgCl2 (H2O) x, dan masing-masing kehilangan air dengan kenaikan suhu : Yang mana nilai x = 12 (-16,4°C), 8 (-3,4°C), 6 (116,7°C), 4 (181°C), 2 (± 300°C). Garam ini adalah halida ionik khas yang sangat larut dalam air. Magnesium klorida terhidrasi dapat diambil dari air asin atau air laut. Di Amerika Utara, magnesium klorida diproduksi terutama dari 132 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
danau Great Salt. Garam Magnesium juga banyak diekstraksi dalam proses yang sama dari Laut Mati di lembah Yordan. Magnesium klorida, sebagai mineral bischofite alami, juga diekstraksi dari dasar laut kuno, seperti pada dasar laut Zechstein di barat laut Eropa. MgCl2 mengkristal dalam bentuk kadmium klorida, yang memiliki fitur oktahedral Mg. Menurut Scholen (1992), bahwa Ketika amonium klorida ditambahkan ke tanah ekspansif, bahan tersebut akan menghilangkan air terionisasi dan menarik kisi-kisi itu bersamasama, namun ion amonium mengurangi kapilaritas dalam tanah, sehingga membuat pencampuran di dalam tanah yang lebih menyeluruh. Peningkatan kerapatan kering maksimum (MDD), yang mempengaruhi sehingga terjadi penurunan pada nilai kadar air optimum (OMC), akan terjadi pada setiap penambahan yang bervariasi dari bahan kimia seperti Magnesium Chloride (MgCl2) dan Sodium Chloride (NaCl) (M.Q. Waheed, 2012). Studi yang dilakukan oleh Radhakrishnan et al. (2014), menguji seberapa besar pengaruh garam-garam seperti garam magnesium dan garam aluminium di dalam memperbaiki sifat kembang-susut pada jenis tanah ekspansif. Sebagaimana diketahui bahwa karakteristik tanah ekspansif yang paling merugikan konstruksi adalah adanya perubahan volume (volume change) yang berulang (cyclic), seiring dengan perubahan kadar air tanah. Perilaku mengembang ketika kadar airnya tinggi dan menyusut ketiga kadar airnya rendah (perilaku kembang-susut), menyebabkan masalah serius pada struktur teknik sipil seperti perkerasan jalan yang tertumpuk pada permukaan tanah. Permasalahan seperti itu yang mendorong Radhakrishnan et al. (2014), melakukan penelitian dengan tujuan utamanya adalah untuk mempelajari sifat kembang-susut pada tanah dasar tanah Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 133
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
ekspansif yang diperbaiki dengan bahan kimia seperti Magnesium Chloride (MgCl2), Aluminium Chloride (AlCl3), dan juga dengan menambahkan abu terbang (fly ash) dengan kadar bervariasi. Sifat pengembangan tanah ekspansif yang diteliti mereka antara lain parameter indeks pengembangan (Free Swell Index), potensi pengembangan (Swell Potential), dan tekanan pengembangan (Swelling Pressure). Hasil yang diperoleh dari penelitian eksperimental menunjukkan bahwa Free Swell Index, Swell Potential, dan Swelling Pressure berkurang secara substansial, seiring dengan meningkatnya kadar garam dan fly ash. Perubahan sifat-sifat pengembangan dari tanah ekspansif yang dicampur dengan garam magnesium dan fly ash, dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 3.79. Variasi DFS untuk Campuran Tanah + MgCl2 + Flyash (Radhakrishnan et al., 2014)
134 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Gambar 3.80. Variasi Potensi Swelling untuk Campuran Tanah + MgCl2 + Flyash (Radhakrishnan et al., 2014)
Gambar 3.81. Variasi Tekanan Swelling untuk Campuran Tanah + MgCl2 + Flyash (Radhakrishnan et al., 2014) Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 135
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Tanah gambut Sarawak yang diperbaiki dengan MgCl2 dilakukan oleh Wan Hassan (2015), dengan menggunakan bahan kimia dari Magnesium Chloride (MgCl2) sebagai bahan stabilizer tunggal, dengan kandungan persen berturut-turut 3%, 6%, 9%, 12% dan 15% dari berat tanah gambut kering. Dari pengujian yang dilakukan, dihasilkan kesimpulan bahwa garam magnesium dpat menurunkan kadar air optimum (Optimum Moisture Content / OMC) dan meningkatkan nilai kepadatan kering maksimum (Maximum Dry Density / MDD), dan nilai kuat tekan tanah gambut. Gejala semacam ini berlaku pada semua tingkat kadar garam magnesium yang ditambahkan dan juga pada semua umur (curing) sampel, dan terus membaik seiring dengan bertambahnya umur campuran. Nilai kekuatan tekan tertinggi yang diperoleh dari penelitian ini adalah 96 kPa, yaitu tanah gambut yang dicampur dengan 6% MgCl2 pada waktu pengawetan 28 hari. Penggunaan MgCl2 untuk perawatan jalan raya dan jalanjalan kota selama kejadian salju pada daerah beriklim dingin. Larutan magnesium klorida cair (MgCl2) diterapkan sebagai deicing sebagai pembekuan atau sebagai perawatan anti-icing. Penggunaan kristal MgCl2 juga biasa diterapkan pada trotoar, jalan masuk, dan jalan setapak dalam jumlah yang lebih kecil. Larutan MgCl2 dapat pula digunakan pada jalan beraspal selama bulanbulan musim semi dan musim panas untuk penangkap debu dan roa yang ada di permukaan jalan. Hal ini dimungkinkan karena magnesium klorida adalah senyawa higroskopik yang menarik uap air dari udara dan menahan penguapan. (Goodrich & Jacobi., 2014). Penggunaan garam magnesium dewasa ini semakin meluas, sehingga telah diproduksi secara besar-besaran oleh beberapa perusahaan industri, baik untuk kepentingan pembuatan konstruksi 136 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
(soil stabilization), maupun untuk mengatasi pembekuan es/salju di daerah yang bercuaca dingin (ice deicing). Diantara industri besar yang memproduksi garam magnesium untuk kebutuhan stabilisasi tanah dan keperluan ice deicing antara lain Perusahaan ENVIROTECH yang berbasis di Greeley, CARGILL yang bermarkas di South Western, Denchem Ltd., dan lain sebagainya.
Gambar 3.82. Penyemprotan MgCl2 Pada Perbaikan Subgrade Jalan (ROADSAVER® FROM ENVIROTECH, 2017) 3.9.5. Perbaikan Dengan Garam Aluminium (AlCl3) Garam Aluminium atau alluminium chloride dengan rumus kimia AlCl3, adalah senyawa yang terbentuk dari aluminium dan klorin, berwarna putih, tetapi sering terkontaminasi besi klorida yang menyebabkan garam aluminium warna kuning. AlCl3 dapat mengadopsi tiga struktur bentuk yang berbeda, tergantung pada suhu dan keadaan (padat, cair, gas). Sehingga bahan merupakan senyawa anorganik yang mudah "retak" pada suhu yang rendah, dan mudah berubah secara reversibel dari polimer menjadi monomer. Padatan aluminium klorida memiliki titik leleh dan titik Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 137
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
didih yang rendah. Bahan Ini terutama diproduksi dan dikonsumsi, namun dalam jumlah yang besar juga dapat digunakan dalam industri kimia, atau industri lainnya seperti konstruksi. Senyawa ini sering juga disebut sebagai Asam Lewis. Sebagaimana diketahui bahwa tanah gambut biasanya memiliki kadar air yang sangat tinggi yang bisa lebih dari 1000% dibandingkan dengan tanah mineral seperti lumpur, tanah liat dan pasir. Oleh karena itu tanah gambut adalah tanah yang bermasalah, yag memerlukan metode perbaikan. Thamer et al. (2015), melakukan studi mengenai perbaikan tanah gambut yang disuntik (grouting) dengan menggunakan tiga jenis bahan kimia yang berbeda, yaitu kalsium klorida, formamida, dan aluminium klorida. Hasil studi mereka menyimpulkan bahwa ketiga jenis bahan kimia yang digunakan, mampu meningkatkan kuat tekan bebas (UCS) pada tanah gambut, dan akan meningkat lagi seiring dengan peningkatan kadar bahan kimia yang ditambahkan. Namun mereka merekomendasikan bahwa pengaruh aluminium klorida (AlCl3) sebagai reaktan pada gambut lebih efektif meningkatkan UCS daripada reaktan lainnya yang mereka uji. Hal tersebut disebabkan karena kapasitas aluminium yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain. Pengaruh aluminium klorida terhadap kekuatan pada tanah gambut terlihat signifikan, baik terhadap pertambahan kadar AlCl3 maupun terhadap pertambahan umur campuran. Untuk campuran tanah gambut dengan aluminium klorida (2,5%0, pada umur 3 hari kekuatan geser meningkat dari 238 menjadi 275 kPa, dan pada umur 30 hari meningkat dari 253 menjadi 283 kPa. Demikian pula jika dilihat bahwa kekuatan geser semakin meningkat seiring dengan peningkatan kadar AlCl3, baik pada sampel yang berumur 3 hari maupun yang berumur 30 hari. Hal ini dapat dilihat pada grafik berikut. 138 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Gambar 3.83. Pengaruh Kadar Aluminium Klorida Terhadap UCS Gambut (Thamer et al., 2015) Penggunaan bahan kimia aluminium klorida (AlCl 3) sebagai reaktan dalam perbaikan tanah ekspansif dilakukan oleh Devi & Prasad (2016). Mereka melakukan studi perbaikan tanah ekspansif yang distabilisasi dengan abu terbang (fly ash), lalu ditambahkan bahan kimia ALCl3 ke dalamnya. Tujuan utama penelitian mereka adalah untuk mengetahui keefektifan lapisan homogen yang terbentuk dengan mencampur flyash dan bahan kimia Aluminium Chloride (AlCl3) dengan tanah ekspansif. Penggunaan aluminium klorida dengan variasi persentase 0,5%, 1,0%, 1,5%, 2,0%, dan penambahan flyash dalam persentase 5%, 10%, 15%, 20%, dari berat kering tanah ekspansif. Pengujian yang mereka lakukan antara lain batas Atterberg, pemadatan, California Bearing Ratio (CBR), dan Differential Free Swell (DFS). Dari hasil tersebut, diamati bahwa persentase optimum terjadi pada komposisi 1.0% AlCl3 dan 10% Flyash, dimana terjadi peningkatan kekuatan tanah yang signifikan. Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 139
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Pengaruh kombinasi aluminium klorida dan fly ash terhadap sifat indeks tanah yang diamati, secara umum juga menunjukkan penurunan yang signifikan pada kombinasi fly ash 10% dan AlCl3 1%. Persentase nilai batas cair turun 37% pada campuran dengan penambahan aluminium klorida 1% dan kadar fly ash 10%. Selain itu terjadi sedikit peningkatan nilai batas plastik dengan kenaikan persentase bahan aluminium klorida. Kenaikan nilai batas plastik dan pengurangan nilai batas cair menyebabkan penurunan pada nilai indeks plastisitas. Untuk komposisi aluminium klorida 1% dan fly ash 10%, terjadi penurunan nilai indeks plastisitas yang mencapai 42%. Nilai Indeks Plastisitas lebih lanjut dapat dikurangi dengan penambahan kadar abu terbang ke tanah. Selain itu nilai batas susut meningkat sebesar 20% untuk pernambahan 1% aluminium klorida, tanpa bahan fly ash. Dan untuk kombinasi 10% fly ash + 1% aluminium kloridapersentase kenaikan batas susut mencapai 37%. Untuk melihatperubahan nilai-nilai batas Atterberg tersebut dapat dilihat pada grafik-grafik berikut.
Gambar 3.84. Variasi Batas Cair Tanah Ekspansif dengan Persentase AlCl3 & Flyash yang Berbeda (Devi & Prasad, 2016). 140 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Gambar 3.85. Variasi Batas Plastis Tanah Ekspansif dengan Persentase AlCl3 & Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016).
Gambar 3.86. Variasi Indeks Plastis Tanah Ekspansif dengan Persen AlCl3 & Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016). Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 141
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Gambar 3.87. Variasi Batas Susut Tanah Ekspansif dengan Persen AlCl3 & Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016). Disimpulkn pula oleh Devi & Prasad (2016), bahwa pada penggunaan aluminium klorida berkadar 1% untuk berbagai kadar fly ash, terjadi penurunan yang signifikan pada nilai diferensial kembang bebas (Defferential Free Swell – DFS ). Tetapi untuk penggunaan aluminium klorida yang lebih besar dari 1%, pengurangan nilai DFS sangat kurang. Persentase penurunan nilai DFS pada penggunaan aluminium klorida 1% tanpa fly ash mencapai 46%, dan untuk campuran aluminium klorida 1% + fly ash 10 mencapai 54%. Sehingga terlihat bahwa penurunan DFS yang signifikan terjadi pada kombinasi 1% aluminium klorida kimia + 10% fly ash. Gambaran variasi DFS untuk perbedaan persentase aluminium klorida dan fly ash yang dicampurkan pada tanah ekspansif ditunjukkan pada berikut.
142 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Gambar 3.88. Variasi Nilai DFS Tanah Ekspansif dengan Persen AlCl3 & Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016). Dari uji kompaksi terhadap semua sampel tanah ekspansif yang dicampur dengan persentase fly ash dan aluminium klorida yang berbeda, disimpulkan bahwa kadar air optimum (Optimum Moisture Contet – OMC) meningkat, dan nilai kepadatan kering maksimum (Maximum Dry Density – MDD) menurun.
Gambar 3.89. Variasi Nilai OMC Tanah Ekspansif dengan Persen AlCl3 & Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016). Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 143
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Gambar 3.90. Variasi Nilai MDD Tanah Ekspansif dengan Persen AlCl3 & Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016).
Gambar 3.91. Variasi Nilai CBR Tanah Ekspansif dengan Persen AlCl3 & Flyash Berbeda (Devi & Prasad, 2016). Grafik di atas memperlihatka bahwa nilai CBR pada tanah ekspansif yang tidak diperbaiki (0% fly ash & 0% AlCl3) hanya sebesar 2,12. Dan pada penambahan aluminium klorida sebesar 1% 144 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
tanpa fly ash nilai CBR dapat mencapai 4,52 atau mencapai kenaikan sebesar ± 113% dari nilai awal. Bahkan dengan pencampuran 1% aluminium klorida dan 10% fly ash, nilai CBR meningkat sampai mencapai 9,62 (± 354% dari nilai awal). 3.9.6. Perbaikan Dengan Asam Sulfat (H2SO4) Asam sulfat (alternatif penglihatan asam sulfat) adalah asam mineral kuat yang sangat korosif dengan rumus molekul H2SO4 dan berat molekul 9differential 8,079 g / mol. Ini adalah cairan kental pekat-halus, tidak berwarna hingga sedikit kuning yang larut dalam air pada semua konsentrasi. Kadang-kadang, itu diwarnai coklat gelap selama produksi untuk mengingatkan orang terhadap bahaya. Nama sejarah asam ini adalah minyak vitriol. (Encyclopædia Britannica). Asam sulfat adalah asam diprotik dan menunjukkan sifat yang berbeda tergantung pada konsentrasinya. Korosifnya pada bahan lain, seperti logam, jaringan hidup atau bahkan batu, dapat terutama dianggap berasal dari sifat asamnya yang kuat dan, jika terkonsentrasi, sifat dehidrasi dan pengoksidasi kuat. Hal ini juga higroskopis, mudah menyerap uap air dari udara. [4] Asam sulfat pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan yang sangat serius pada kontak, karena tidak hanya menyebabkan luka bakar kimia melalui hidrolisis, tetapi juga luka bakar sekunder sekunder melalui dehidrasi. Hal ini dapat menyebabkan kebutaan permanen jika disiramkan ke mata dan kerusakan ireversibel jika tertelan. (dynamicscience.com). Asam sulfat memiliki berbagai macam aplikasi termasuk pembersih pembersih asam dalam rumah tangga, sebagai elektrolit pada baterai timbal-asam dan di berbagai agen pembersih. Ini juga merupakan zat utama dalam industri kimia. Penggunaan utama Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 145
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
meliputi pengolahan mineral, pembuatan pupuk, penyulingan minyak, pengolahan air limbah, dan sintesis kimia. Ini diproduksi secara luas dengan berbagai metode, seperti proses kontak, proses asam sulfat basah, proses ruang timbal dan beberapa metode lainnya (herchem.com) 3.9.7. Perbaikan Dengan Asam Posfat (H 2PO3) Asam fosfat (juga dikenal sebagai asam ortofosfat atau asam fosfat adalah asam mineral (anorganik) yang memiliki rumus kimia H2SO4. Asam ortofofosfat mengacu pada asam fosfat, adalah merupakan nama IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry), untuk senyawa ini. Awalan orto- digunakan untuk membedakan asam dari asam fosfat terkait, yang disebut asam polifosfat. Asam ortofofosfat adalah asam tidak beracun, yang bila murni, padat pada suhu dan tekanan kamar. Basa konjugasi asam fosfat adalah ion fosfat dihidrogen, H2PO4-1, yang pada gilirannya memiliki basis konjugat hidrogen fosfat, HPO4-2, yang memiliki basis konjugat fosfat, PO4-3. Fosfat sangat penting untuk kehidupan. Selain sebagai reagen kimia, asam fosfat memiliki beragam kegunaan, termasuk sebagai konverter karat, aditif makanan, etanol gigi dan ortopedi, elektrolit, fluks solder, bahan pendispersi, etanol industri, bahan baku pupuk, dan komponen pembersih rumah. produk. Asam fosfat dan fosfat juga penting dalam biologi. Sumber asam fosfat yang paling umum adalah larutan berair 85%; larutan seperti itu tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak mudah menguap. larutan 85% adalah cairan manis, tapi masih bisa dituangkan. Meskipun asam fosfat tidak memenuhi definisi ketat asam kuat, larutan 85% cukup asam untuk bersifat korosif. Karena persentase tinggi asam fosfat dalam pereaksi ini, setidaknya 146 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
beberapa asam ortofosfat dikondensasikan menjadi asam polifosfat; Demi pelabelan dan kesederhanaan, 85% mewakili H3PO4 seolah-olah semuanya ada dalam bentuk orto. Larutan encer asam fosfat ada dalam bentuk orto. Ilmuwan tanah Kittrick dan Jackson (1955), telah mempelajari mekanisme reaksi antara fosfat dengan empat jenis mineral tanah yang berbeda (gibbsite, kaolinite, haematite dan greenalite). Satu contoh yang diteliti adalah tanah Latosolik yang diambil dari Puerto Riko. Tanah tersebut memiliki unsur kaolinit sebagai mineral utama, serta mengandung 18,2% oksida besi yang dapat diekstrak, pH-nya adalah 6.2. Sampel tanah tersebut bereaksi pada tingkat yang sangat tinggi dengan fosfat (larutan air KHaPO4) dalam tiga menit pertama; Setelah satu bulan laju reaksinya sangat kecil. Mikroskop elektron mengungkapkan bahwa kristal baru berbentuk heksagonal dan persegi panjang terbentuk, dengan ukuran 0,1 gm sampai 0,5gm. Bila fosfat bereaksi dengan oksida besi bebas dalam kisaran ukuran koloid, maka akan terbentuk kristal heksagonal aluminium fosfat yang berukuran mulai dari 0,02 gm sampai 0,08 gm. Penelitian ini menunjukkan bahwa fosfat cukup baik bereaksi dengan mineral tanah, sehingga dianggap cukup representatif diterapkan tanah lunak yang tidak ekspansif. Michaels et al.(1958) melaporkan studi tentang stabilisasi tanah dengan asam fosfat dalam bentuk bubuk (P205 powder), terhadap lima jenis tanah lempung yang non-ekspansif. Salah satu sampelnya adalah lempung berpasir Belvoir, yang memiliki unsur kaolinit sebagai mineral lempung berupa partikel berukuran kurang dari 74 gin, batas cair 32,0 dan indeks plastisitas 14,0. Uji kuat tekan bebas (UCS) dilakukan terhadap sampel yang dipadatkan dalam cetakan miniatur Harvard (berdiameter 3,33 cm dengan tinggi 7,15 cm) yang menerapkan pemadatan statis.Kerapatan maksimum Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 147
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
didsarkan pada standar AASHTO. Penambahan asam fosfat bervariasi dari 2% sampai 10% dari berat tanah. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kuat tekan bebas (UCS) meningkat seiring peningkatan kadar asam fosfat, serta meningkat pula seiring pertambahan umur campuran. Dari lima jenis tanah yang diuji, tanah Belvior (sandy clay) yang menunjukkan kuat tekan yang paling optimal. Selanjutnya Michaels dan Tausch (1960), membandingkan potensi penggunaan beberapa jenis bahan kimia fosfor yang berbeda. Menurut mereka bahwa asam fosfat cukup efektif digunakan terhadap tanah berbutir agak halus, tapi tidak cocok untuk lempung plastik tinggi. Dua alternatif bahan fosfor yang mereka disarankan, yakni kalsium fosfat (Ca3(PO4)2) ditambah asam sulfat (H2SO4), dan anrida fosfat ortorombik (orthorhombic phosphoric anydride / P205). Penggunaan kalsium fosfat memiliki potensi penggunaan sebagai bahan suplemen untuk mendapatkan biaya rendah agar dapat bersaing dengan kapur dan semen. Namun, kalsium fosfat reaksinya kurang aktif dibandingkan dengan asam fosfat, sehingga daya dukung yang didapatkan lebih rendah dibanding penggunaan asam fosfat saja. Kekuatan tekan yang diperoleh cukup tinggi saat pengujian lempung tanah liat Massachusetts, yang memiliki batas cair 20,0% dan indeks plastisitas 6,0%, yang ditambahkan dengan 2,72% Ca 3(PO4)2 dan ditambah 2,58% H2SO4. Kuat tekan bebas (UCS) sebesar 2,2 MPa dicapai setelah berumur satu hari tanpa perendaman, dan nilai UCS sebesar 0,6 MPa didapatkan dari sampel yang berumur satu hari dengan perendaman. Sampel tanah liat yang sangat plastik dari lempeng tanah liat Vicksburg yang dicampur dengan bahan fosfor memberikan hasil yang tidak memuaskan.
148 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Para ahli agronomi tahu bahwa pupuk fosfor, jika digunakan pada tanah yang bersifat asam tidak dapat larut, sehingga tidak dapat memberikan nutrisi untuk tanaman. Fosfor dalam pupuk hanya akan bereaksi dengan mineral besi dan aluminium oksida di dalam tanah. Sehingga pada penggunaan pupuk fosfor dalam bidang pertanian, disarankan untuk menambahkan bahan organik yang mampu menangkap kation seperti Fe, Al, Mn, atau kation lain. Dengan demikian unsur fosfor dapat terlepas dari senyawa, sehingga dapat diserap untuk pertumbuhan tanaman. Dari sini terlihat adanya kontradiksi kepentingan antara dua bidang ilmu, pada satu pihak untuk keperluan pertanian mengharapkan unsur fosfor dapat terlepas dari senyawa dalam tanah, sehingga bisa terserap tumbuhan. Pada pihak lain dalam aplikasi teknik sipil mengharapkan fosfor dapat bersenyawa dengan mineral tanah, sehingga terbentuk struktur tanah yang kuat untuk menerima pembebanan berbagai jenis konstruksi. Tanah laterit dari daerah tropis yang memiliki oksida besi dan aluminium bebas banyak memiliki potensi stabilisasi dengan asam fosfat (Guida, 1971). Medina & Guida (1995), melakukan studi laboratorium tentang stabilisasi tanah laterit dengan asam fosfat (H3PO4). Metode ini paling menjanjikan untuk diterapkan pada konstruksi perkerasan jalan dan bandara di daerah tropis, dimana banyak terdapat tanah laterit yang bertekstur halus (lempung merah dan lumpur). Ada empat jenis tanah yang diuji, namun penelitian yang paling komprehensif dilakukan terhadap tanah laterit, yang terbentuk dari pelapukan batuan dasar. Variabel spesimen yang diuji adalah persentase asam, kadar air, energi pemadatan, dan waktu pemeliharaan. Uji kekuatan tanah yang dilakukan adalah uji kuat tekan bebas aksial, uji kompresi diameter (diametrical compression test). Dengan pencampuran 5% asam Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 149
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
fosfat dari berat kering tanah, setelah 28 hari pemeliaharaan sampel, diperoleh nilai kuat tekan sekitar 4,0 MPa. Kassim & Hadi Nur (2012), berpendapat bahwa zat stabilizer yang mengandung fosfat secara khusus akan mengikat alumina pada permukaan partikel tanah liat, sehingga memungkinkan terbentuknya senyawa hidrat aluminat (aluminate hydrate) yang lebih stabil di dalam tanah.Berdasarkan studi yang dilakukan dengan menggunakan alat X-ray diffractometry dan alat energy dispersive X-ray spectrometry, disimpulkan bahwa mineral kaolinit dengan sifat struktural bergantung nilai pH, yang menunjukkan perilaku yang sedikit berbeda baik pada tanah maupun dari asam dari bahan stabilizer. Sebuah studi tentang penggunan asam fosfat yang penulis nilai cukup memadai adalah kajian yang dilakukan oleh Lyons & McEwan (1972). Kajian mereka cukup komprehensif dalam mendeskripsikan berbagai purubahan sifat-sifat tanah (soil properties) pada tanah yang diperbaiki dengan asam fosfat. Uraian mengenai pengaruh asam fosfat terhadap indeks kelompok pada jenis lempung Putnam, memperlihatkan adanya penurunan yang substansial pada berbagai indeks tanah. Hal ini menunjukkan bahwa tanah yang diperbaiki dengan asam fosfat cukup baik digunakan sebagai bahan untuk berbagai jenis konstruksi. Perbaikan tanah dengan asam fosfat, dapat mereduksi indeks kelompok pada tanah lebih dari setengahnya (50%). Hal ini dipaparkan oleh Lyons & McEwan (1972) dalam tabel berikut. Sedangkan pengaruh konsentrasi larutan asam fosfat terhadap kuat tekan bebas tanah cukup signifikan, yang mana kekuatan tanah meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi asam sulfat. Hubungan kekuatan tanah dengan konsentrasi asam fosfat, masa pemeliharaan (curing time) masing-masing selama 5 150 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
hari dan 30 hari pada suhu ruangan, dan dipadatkan dengan 12 pukulan pada masing-masing lapis, digambarkan oleh Lyons & McEwan (1972) pada grafik berikutnya. Tabel 3.11. Pengaruh Asam Fosfat Terhadap Group Index % Passing Liquid Limit Plastic Index Group Index No.200 Sieve Untreatment 85.3 75 55 20 1% H3PO4 79.7 51 24 16 Treatment
2% H3PO4
68.4
47
19
11
3% H3PO4 4% H3PO4
60.4 60.3
45 47
17 18
8 9
Sumber : Lyons & McEwan (1972)
Immersed Unconfined Compression Strength - psi
.
% H3PO4 (dry soil basis) – Umur 5 hari
Gambar 3.92. Kekuatan Tanah vs Kadar H3PO4 untuk Umur Campuran 5 hari (Lyons & McEwan, 1972) Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 151
Immersed Unconfined Compression Strength - psi
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
% H3PO4 (dry soil basis) – Umur 30 hari
Gambar 3.93. Kekuatan Tanah vs Kadar H3PO4 untuk Umur Campuran 30 hari (Lyons & McEwan, 1972) Dari kedua grafik di atas terlihat bahwa peningkatan kekuatan tanah hanya meningkat perlahan dengan jumlah asam yang lebih banyak untuk sampel yang dipelihara hanya 5 hari sebelum perendaman. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi asam yang meningkat, dibutuhkan waktu pemeliharaan campuran yang lebih, untuk pembentukan zat perekat (cementing subtances). Sedangkan pada sampel yang dipelihara selama 30 hari meningkat lebih dari 2 kali lipat pada kadar H3PO4 5%. Untuk menunjukkan secara detail pengaruh dari waktu pemeliharaan sampel terhadap peningkatan kekuatan tanah, oleh Lyons & McEwan (1972) digambarkan di dalam grafik berikut. 152 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Immersed Unconfined Compression Strength - psi
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
Curing Time Befor Immersion (days) + 2% H 2SO4
Gambar 3.94. Kekuatan Tanah vs Waktu Pemeliharaan (Lyons & McEwan, 1972) Grafik di atas menunjukkan pengaruh waktu pemeliharaan sampel terhadap kekuatan terdiferensiasi untuk tanah yang diobati dengan 2 persen H3PO4, bahwa kenaikan kekuatan sangat cepat di minggu pertama, agak melambat dalam tiga minggu ke depan, dan jauh lebih melambat pada periode sesudahnya. Selanjutnya Lyons & McEwan (1972), menyatakan bahwa dalam perbaikan tanah dengan asam fosfat perlu diketahui pengaruh kadar H3PO4 terhadap kerapatan kering dan kelembaban tanah perbaikan. Hal ini sangat dibutuhkan para insinyur dalam merancang prosedur dan spesifikasi konstruksi yang akan dibangun. Hasil studi yang dilakukan oleh Lyons & McEwan (1972) menunjukkan bahwa setiap jenis tanah akan memberikan pengaruh terhadap kerapatan kering dan kelembaban tanah yangberbedabeda. Hal ini ditunjukkan pada grafik berikut.
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 153
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
(a) Keyport clay loam
(c) Putnam clay loam
(b) Cecil clay loam
(d) Maryland clay
Gambar 3.95. Kekuatan Tanah vs Kadar H3PO4 untuk Umur Berbeda (Lyons & McEwan, 1972) Kepadatan tanah mengalami penurunan diturunkan dengan perlakuan asam fospat bila pelaksanaan pemadatan dilakukan terlalu cepat sesudah pencampuran. Hal ini disebabkan karena tanah yang baru tercampur dengan H3PO4 akan melunak da sangat sulit padat ketika dipadatkan. Oleh karena itu pada perbaikan tanah dengan H3PO4 sebaiknya tanah diperam (dipelihara) minimal 2 hari sebelum dipadatkan. Penambahan asam fosfat ke dalam beberapa jenis tanah liat akan mengurangi perubahan volume (volume change) hingga 0,6% dibanding tanah tanpa perbaikan. Tetapi khusus pada lempung Louisiana dan lempung Colorado yang bersifat basa kuat, 154 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
menunjukkan pengurangan perubahan volume yang tidak signifikan. Dan kedua jenis tanah ini, juga menunjukkan bahwa hasil perbaikan dengan asam fosfat, tidak memuaskan. Beberapa jenis larutan kimia yang lain juga dipergunakan dalam berbagai upaya perbaikan tanah lunak. Studi tentang hal tersebut akhir-akhir ini berkembang cukup pesat. Penggunaan tiga polimer yang berbeda yaitu polimetil, metakrilat, dan polivinil asetat, untuk perbaikan sifat-sifat pengembangan (swelling) pada tanah ekspansif juga dilakukan oleh Mirzababaei et al. (2009). Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa penambahan bahan polimetil, metakrilat, dan polivinil asetat, juga dapat mengurangi potensi pengembangan pada taah ekspansif (black cotton). Penambahan aditif menghasilkan agregasi dan membentuk struktur matriks lempung-granular di dalam tanah, yang akan mengurangi potensi pengembangan pada tanah ekspansif.
tenaga-tenaga terampil dalam bidang kependudukan dan lingkungan hidup, serta pendidikan pada jenjang Strata-1 (S1) untuk
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 155
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
BAB – IV PERBAIKAN TANAH DENGAN METODE FISIK
156 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
4.1.
Pengertian Metode Fisik
Perbaikan tanah secara fisik, merupakan metode yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja tanah dalam berbagai aspek, seperti daya dukung, penurunan (settlement), permeabilitas, dan lain sebagainya. Untuk membedakan antara perbaikan tanah secara fisik dengan perbaikan tanah secara kimiawi, dapat dilihat dari mekanisme yang terjadi antara tanah dengan bahan dan/atau usaha yang dilakukan. Penggunaan bahan (stabilizer) yang tidak bereaksi secara kimiawi dengan mineral tanah, tergolong sebagai perbaikan tanah secara fisik. Contoh penerapan sistem drainase (vertical and horisontal drain), walaupun menggunakan material untuk mengalirkan air tanah, namun tidak bereaksi secara kimiawi dengan mineral tanah, melainkan hanya berfungsi menurunkan kadar air atau derajat kejenuhan di dalam massa tanah. Demikian pula dengan penyinjikan bahan perekat mekanis ke dalam lapisan tanah yang loose dan porous. Sepanjang bahan perekat mekanis (resin) tidak mengakibatkan reaksi kimia dengan mineral tanah, maka perbaikan tersebut dikategorikan sebagai metode perbaikan fisik tanah. Jenis perbaikan fisik yang paling sering dan paling mudah dilaksanakan adalah metode pemadatan tanah. Pemadatan tanah merupakan upaya perbaikan karakteristik tanah dengan jalan mengurangi porositas tanah, yaitu dengan menyalurkan enersi dari pembebanan melalui permukaan tanah, baik berupa beban statis (konsolidasi) maupun beban dinamis (pemadatan). Pemilihan tipe dan jenis perbaikan tanah secara fisik, tidak terlepas dari 4 hal yang perlu dipertimbangkan, yakni : (1) Jenis tanah yang akan diperbaiki. (2) Parameter tanah yang memerlukan perbaikan, serta tingkat perbaikan yang diperlukan sesuai kebutuhan konstruksi. Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 157
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
(3) Biaya perbaikan yang diperlukan. (4) Ketersediaan material dan peralatan untuk perbaikan. Berbagai metode fisik yang biasa dilakukan dalam upaya perbaikan tanah, antara lain : (1) Metode Pemadatan (Compacted Method) (2) Metode Konsolidasi (Consolidated Method) (3) Metode Pengeringan (Dewatering Method) (4) Metode Penggantian (Replacement Method) (5) Metode Perekatan Partikel Tanah (Gluing Method) (6) Dan berbagai jenis pengembangannya. Dalam buku ini penulis akan medeskripsikan masing-masing metode tersebut, berikut beberapa dampak dari perlakuan dari perbaikan kinerja tanah. 4.2.
Pemadatan Tanah Dengan Metode Pemadatan Perbaikan tanah dengan pemadatan dilakukan dengan menyalurkan enersi berupa beban dinamis (dynamic load) dari permukaan tanah ke dalam lapisan tanah di bawah permukaan. Metode seperti ini sangat umum digunakan dalam perbaikan lapisan tanah dasar (subgrade) di bawah lapis perkerasan jalan (pavement) atau pada jalur landasan pesawat (runway) pada bangunan bandara. Dalam pemanfaatan material tanah, maka tanah biasa dipergunakan sebagai bahan bangunan seperti pada tubuh bendungan, badan tanggul, atau base perkerasan jalan. Disamping itu tanah juga merupakan lapisan dasar pendukung bangunan pondasi berbagai macam bangunan. Apabila kondisi tanah kurang baik, maka perlu dilakukan perbaikan, dan metode pemadatan adalah salah satu cara perbaikan tanah yang sering dilakukan, baik
158 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
pada tanah sebagai material bangunan maupun sebagai lapisan dasar pendukung pondasi. Peristiwa bertambahnya berat volume kering pada tanah akibat beban dinamis disebut ”pemadatan”. Akibat beban dinamis butir-butir tanah akan merapat satu sama lain, sehingga mengakibatkan berkurangnya rongga udara di dalam tanah. Sedangkan ”konsolidasi” adalah pengurangan secara pelan-pelan volume pori di dalam tanah, yang mengakibatkan bertambahnya berat volume kering tanah, sebagai akibat bekerjanya beban statis dalam periode tertentu. Teknik perbaikan tanah meliputi perubahan karakteristik tanah dengan tindakan fisik, seperti getaran baik pada tanah yang tidak dicampur, maupun tanah yang dicampur dengan bahan pencampur dari bahan yang lebih kuat. Tujuan dari perbaikan tanah dengan pemadatan antara lain adalah : (1) Meningkatkan daya dukung tanah ; yang mana pemadatan dapat mengakibatkan meningkatnya berat volume () pada tanah, sehingga akan memperbesar daya dukung tanah. qu = c.Nc + .h.Nq + ½ ..N .................... (4.1) (2) Meningkatkan kekuatan geser tanah ; yang mana peningkatan berat volume tanah akan meningkatkan tegangan () tanah, dan penurunan angka pori tanah akan menurunkan pula tekanan pori (u) pada tanah. = c + (.h – u).tan .................... (4.2) (3) Mengurangi permeabilitas tanah ; yang mana dengan penurunan angka pori akan menurunkan debit air yang mampu menembus massa tanah. Q.L k .................... (4.3) h. At
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 159
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
(4) Mengurangi kompresibiltas tanah ; yang mana pemadatan tanah akan membuat perubahan angka pori sebelum dan setelah bekerjanya beban bangunan menjadi kecil, sehingga koefisien pemampatan (av) akan menurun pula.
av
e e1 e2 p p1 p2
.................... (4.4)
(5) Mengurangi volume change (perubahan volume) pada tanah sebagai akibat dari perubahan kadar air tanah, yang mana dengan pori yang mengecil akan menjadikan perubahan angka pori yang kecil pula.
V
av p e1 e2 1 e1 1 e1
.................... (4.5)
(6) Mempercepat proses penurunan sebelum tanah dibebani konstruksi dan/atau mengurangi penurunan pada saat beban konstruksi suah bekerja, baik penurunan mutlak (absolute settlement) maupun penurunan diferensial (differential settlement). (7) Mengurangi atau menghilangkan potensi atau risiko likuifaksi (liquefaction) jika terjadi gempa bumi atau getaran besar. Pada proses pemadatan akan memperlihatkan fenomena bahwa “berat volume kering” akan bertambah seiring penambahan kadar air. Pada kadar air nol (w=0), berat volume tanah basah (b) akan sama dengan berat volume tanah kering (d). Apabila kadar air ditambahkan secara berangsur-angsur dan pemadatan tetap dilakukan dengan nilai usaha pemadatan yang sama, maka berat butiran tanah per satuan volume juga akan bertambah. Pada saat kadar air melampaui kadar air tertentu, terlihat fenomena lain bahwa kenaikan kadar air justru akan mengurangi berat volume kering pada tanah, maka nilai kadar air tersebut dinamakan “kadar air optimum”. Menurunkan nilai berat 160 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
volume kering pada kadar air optimum tersebut, karena air yang ditambahkan bukan lagi melunakkan partikel tanah, tetapi justru mengisi rongga yang seharusnya diisi oleh butiran padat. Untuk menjelaskan korelasi antara penambahan kadar air dengan perubahan berat volume tanah, seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut.
Gambar 4.1. Kadar Air vs Berat Volume pada Pemadatan Faktor utama yang mempengaruhi hasil pemadatan pada tanah, adalah : a. Kadar air tanah pada saat pemadatan. b. Jenis tanah yang dipadatkan. c. Enersi pemadatan per volume satuan tanah. Kadar air sangat mempengaruhi tingkat pemadatan yang dihasilkan. Kadar air tanah yang terlalu tinggi akan memberikan nilai capaian berat volume kering yang kecil karena sebagian besar pori terisi air ketika pemadatan, sehingga pasca pemadatan partikel tanah akan kembali lepas akibat penuapan air tanah. Demikian pula Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 161
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
bila kadar air tanah terlalu rendah, maka saat pemadatan partikel tanah tidak mudah terdistorsi untuk menyusun komposisi yang rapat, sehingga berat volume kering yang dihasilkan juga menjadi kecil, karena sebagian besar pori terisi udara. Oleh karena itu sangat penting di dalam pekerjaan pemadatan untuk mencari nilai kadar air optimum (wopt), yang dapat memberikan hasil pemadatan yang optimal dengan capaian berat volume kering yang maksimum pada tanah. Jenis tanah yang digambarkan dengan distribusi ukuran butir, bentuk butiran, berat jenis, dan mineral lempung yang terdapat dalam tanah, sangat berpengaruh pada berat volume kering maksimum dan kadar air optimum pada tanah. Untuk menggambarkan hubungan tersebut, berdasarkan hasil pengujian terhadap berbagai jenis tanah berdasarkan prosedur ASTM D-698, diperlihatkan dalam gambar berikut ini.
Gambar 4.2. Kurva Kadar Air vs Berat Volume Kering untuk mendapatkan wopt beberapa jenis tanah (ASTM-698) 162 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
Pada kurva di atas, terlihat bahwa untuk jenis tanah berpasir, d cenderung berkurang saat kadar air bertambah. Hal ini disebabkan karena hilangnya tekanan kapiler dalam pori tanah pasir, saat kadar air bertambah. Pada kadar air rendah tekanan kapiler dalam rongga pori menghalangi kecenderungan partikel tanah untuk bergerak (distorsi), sehingga butiran cenderung akan merapat (padat). Pengaruh Enersi Pemadatan, dapat dilihat pada besarnya enersi pemadatan per volume satuan (E), yang dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : Nb.Nl.W .H E .................... (4.6) V Yang mana : E = enersi pemadatan per volume satuan Nb = jumlah pukulan per lapisan Nl = jumlah lapisan W = berat penumbuk H = tinggi jatuh penumbuk V = volume mould Contoh : Pada uji Standar Proctor : (25).(3).(5,5).(1) ft lb E 12375 (592,5kJ / m 3 ) (1 / 30) ft 3 Pada uji Modified Proctor : (25).(5).(10).(1,5) ft lb E 22500 (1077 ,3kJ / m 3 ) 3 (1 / 30) ft 1 kilo Joule/m3 = 20,88 ft-lb/ft3.
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 163
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
Apabila enersi pemadatan per volume satuan berubah, maka akan mengakibatkan perubahan mendasar pada kurva hubungan antara berat volume kering dengan kadar air. Hal ini dapat dilihat pembuktiannya pada pengujian pemadatan (Standar Proctor) terhadap jenis tanah lempung berpasir, dengan memberikan enersi pemadatan yang berbeda-beda, mulai dari 20 pukulan sampai 50 pukulan per lapisan. Jumlah enersi yang diterapkan pada setiap pengujian dihitung dengan persamaan enersi di atas, yang hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.1. Korelasi Jumlah Pukulan & Enersi Pemadatan No. Kurva 1 2 3 4
Jumlah pukulan per lapisan (Nb) 20 25 30 50
Enersi pemadatan (ft-lb/ft3) 9900 12375 14850 24750
Catatan : 1 ft-lb/ft3 = 47,88 J/m3 atau 1 kJ/m3 = 20,88 ft-lb/ft3.
Sumber : Braja M.Das,1994 Dari pengujian kadar air dan berat volume kering yang dilakukan terhadap sampel yang dipadatkan dengan empat ragam energi pemadatan di atas, hasilnya digambarkan dalam grafik. Dari grafik dan tabel di atas, maka dapat disimpulkan dua hal penting, yakni : (1) Jika enersi ditambah, berat volume kering maksimum juga bertambah. (2) Jika enersi ditambah, kadar air optimum akan berkurang. Kedua fenomena tersebut hampir berlaku umum pada semua jenis tanah, akan tetapi perlu diingat bahwa derajat
164 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
kepadatan tidak langsung, bertambah secara proporsional dengan penambahan enersi pemadatan.
Gambar 4.3. Pengaruh Enersi Pada Hasil Pemadatan (Braja M.Das, 1994) Dalam pekerjaan pemadatan tanah, sebelumnya harus dilakukan penetapan spesifikasi pemadatan. Ada dua spesifikasi pada pemadatan tanah, yakni : (1) Spesifikasi untuk pelaksanaan pemadatan (2) Spesifikasi hasil akhir pemadatan Pengujian pemadatan tanah di laboratorium dilaksanakan terhadap contoh tanah (sample) yang diambil dari lokasi pengambilan (quarry) dalam bentuk tanah asli (borrow material). Dengan prosedur ini dapat dihasilkan sifat-sifat teknis tanah timbunan yang dibutuhkan dalam perencanaan. Sesudah bangunan
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 165
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
tanah direncanakan seperti tanggul, jalan, bendung, bendungan, dan sebagainya. Selanjutnya ditentukan spesifikasi hasil akhir, yang akan menjadi pedoman standar dalam pengontrolan kualitas pekerjaan pemadatan. Untuk spesifikasi hasil akhir dari pemadatan, parameter ”kepadatan relatif (Rc)” sangat penting. Kepadatan relatif untuk pelaksanaan didasarkan pada hasil pengujian di laboratorium, yaitu perbandingan antara berat volume kering di lapangan dengan berat volume kering di laboratorium (Proctor standar atau Proctor modified). Pertimbangan ekonomis untuk memperoleh hasil pemadatan dapat dillustrasikan seperti pada kurva berikut :
Gambar 4.4. Garis Optimum Faktor Ekonomis Dalam Memperoleh Hasil Pemadatan Optimal. Kurva di atas memperlihatkan gambaran hasil pemadatan pada tanah yang sama dengan 3 macam enersi pemadatan yang berbeda. 166 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
- Kurva-A ; adalah kurva pemadatan yang diperoleh dari alat pemadat standar. Kemudian untuk memperoleh kepadatan sebesar 90% dari kepadatan maksimum, maka kadar air tanah yang akan dipadatkan harus diatur antara kadar air w 1 dan w2. Interval kadar air dari w1 sampai w2, didapat dengan menarik garis horisontal 90% dari maks pada kurva-A. Jika tanah yang akan dipadatkan kadar air berada di luar interval w1 sampai w2, maka sulit diperoleh hasil pemadatan sesuai yang direncana. - Kurva-B dan Kurva-C ; adalah kurva pemadatan yang diperoleh dengan mengurangi enersi pemadatan. Enersi pemadatan yang paling ekonomis adalah bila kadar air tanah pada saat pemadatan sebesar w3. Interval kadar air tanah yang paling baik dilakukan (aspek efisiensi enersi) di lapangan adalah tanah dengan kadar air antara wopt sampai w3. Pemadatan tanah pada kondisi basah optimum, pada umumnya akan menghasilkan kuat geser yang lebih rendah dibandingkan dengan pemadatan pada kondisi kering optimum. Selain itu potensi kembang susut dan sifat permeabilitas sangat dipengaruhi pula oleh kadar air tanah yang dipadatkan. Oleh karena itu parameter yang penting untuk ditentukan pada spesifikasi hasil pemadatan adalah : (1) Tingkat kepadatan relatif (%) (2) Interval kadar air tanah yang dipadatkan Untuk pekerjaan pemadatan tanah yang berskala besar seperti pada bendungan tanah, maka perlu pula ditentukan parameter pemadatan yang meliputi : a. Jenis alat pemadat b. Berat mesin pemadat c. Jumlah lintasan mesin pemadat d. Ketebalan tiap lapisan pemadatan. Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 167
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
Disamping pengaruh karakteristik tanah, faktor karakteristik mesin pemadat da prosedur pelaksanaan pemadatan, juga sangat mempengaruhi hasil dari pekerjaan pemadatan tanah. Ada lima faktor prosedur pemadatan, yang sangat penting dicantumkan dalam spesifikasi pelaksanaan pemadatan, yakni : (1) Jenis alat pemadat lengkap dengan spesifikasi detail, (2) Frekuensi operasi mesin penggilas, (3) Tebal lapisan yang dipadatkan, (4) Jumlah lintasan penggilas, dan (5) Kecepatan lintasan. Jenis alat pemadat biasanya diambil sesuai ketersediaan alat di lokasi pekerjaan. Sedangkan frekuensi operasi masing-masing alat pemadat telah menjadi spesifikasi alat (walaupun dapat diatur bila dikehendaki). Hal yang perlu diuji (field experimental) adalah tebal lapisan, jumlah dan kecepatan lintasan. Untuk memperlihatkan pengaruh jumlah lintasan dan kecepatan mesin penggilas, dengan menggunakan mesin pemadat seberat 7700 kg pada tanah lempung dengan batas cair yang tinggi, dan pada pasir bergradasi baik, diperlihatkan pada kurva berikut. Pada kurva tersebut digambarkan hasil pemadatan dengan menggunakan tiga macam kecepatan mesin penggilas, yakni 0,75 mph, 1,5 mph, dan 2,25 mph. Dari grafik tersebut terlihat bahwa kepadatan tanah akan bertambah oleh kenaikan jumlah lintasan sampai pada suatu titik tertentu.
168 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
Gambar 4.5. Pengaruh Jumlah dan Kecepatan Lintasan terhadap Berat Volume Kering (D’Appolonia, 1969 dalam Hary C., 2006) Ketebalan lapisan tanah yang dipadatkan sangat mempengaruhi jumlah lintasan yang dibutuhkan oleh alat pemadat untuk mendapatkan kondisi kepadatan yang diinginkan. Makin tebal lapisan tanah yang dipadatkan, makin besar pula enersi yang dibutuhkan, sehingga diperlukan jumlah lintasan penggilas yang lebih banyak. Sebaliknya, jika energi yang diaplikasikan terlalu besar maka partikel tanah akan mengalami fraksi, sehingga kepadatan yang dihasilkan juga tidak optimal. Hubungan antara ketebalan lapisan tanah dengan jumlah lintasan yang diperlukan dapat dilihat pada kurva berikut.
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 169
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
Gambar 4.6. Hubungan Jumlah Lintasan dengan Kedalaman Pemadatan (D’Appolonia, 1969 dalam Hary C., 2006) Studi yang dilakukan oleh D’Appolonia (1969) dalam Hary C. (2006), menggunakan mesin penggila seberat 5670 kg, yang dioperasikan pada frekuensi 27,5 Hz, tanah pasir Indiana Utara dengan tebal lapisan 240 cm. Kerapatan relatif awal (Drawal) sebesar 50% sampai 60%. Uji pemadatan dilaksanakan di lapangan pada lubang uji (test pit). Dari kurva di atas, terlihat bahwa kepadatan tanah akan bervariasi terhadap kedalamannya. Pada kedalaman 15 cm bagian atas tanah akan melonggar akibat vibrasi penggilas, dan kepadatan maksimum terjadi pada kedalaman 1,5 feet (45 cm). Hal lain yang terlihat dari gambar di atas, adalah bahwa pada jumlah 170 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
lintasan di atas 5 kali, maka kedalaman dan kenaikan kepadatan tanah sudah tidak signifikan lagi. Prosedur penentuan ketebalan lapisan tanah yang akan dipadatkan untuk memenuhi kerapatan relatif (Dr) tertentu, dapat dilakukan sebagai berikut : (1) Buat kurva hasil uji pemadatan di lapangan dengan 5 kali lintasan. (2) Bila misalnya diinginkan kerapatan relatif minimum (Drminimum) 75%, maka buatlah beberapa kurva yang sama dengan kurva di atas pada kertas transparan. (3) Impitkan beberapa kurva transparan tersebut di atas kurva pertama secara bersusun, sehingga didapatkan tebal efektif untuk mencapai kerapatan relatif yang diinginkan. Cara penentuan ketebalan lapisan yang akan dipadatkan diperlihatkan pada gambar berikut, yang mana ditemukan bahwa untuk memenuhi kerapatan minimum (Drmin = 75%), maka diperlukan ketebalan lapisan tanah sebesar 1,5 ft atau 45 cm.
(a) Hasil pemadatan lapangan dengan 5 lintasan. (b) Penentuan tebal lapisan yang memenuhi syarat Dr=75%
Gambar 4.7. Penentuan Tebal Lapis Pemadatan (D’Appolonia, 1969 dalam Hary C., 2006) Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 171
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
4.3.
Perbaikan Tanah Dengan Metode Konsolidasi
Telah diuraian sebelumnya bahwa perbaikan tanah dengan metode konsolidasi adalah pemadatan dengan menggunakan pembebanan statis. Oleh karena itu pemadatan yang murni dengan metode konsolidasi membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga metode ini hanya sesuai diaplikasikan pada lapisan tanah yang kebutuhan penggunaannya masih cukup lama. Oleh karena itu metode ini hampir tidak pernah diaplikasi sendiri, melainkan dikombinasikan dengan metode lainnya, seperti sistem drainase air tanah (vertical drain dan horizontal drain) Perbaikan tanah dengan metode konsolidasi secara umum dapat diartikan sebagai upaya yang dilakukan dengan menempatkan beban statis yang bersifat sementara (pre-loading) di atas lapisan tanah yang akan diperbaiki. Akibat beban tersebut, maka tanah akan mengalami pemadatan akibat tekanan dari beban sementara tersebut. Oleh karena proses konsolidasi membutuhkan waktu yang lama, maka biasanya metode konsolidasi tidak berdiri sendiri, melainkan dikombinasi dengan metode lain kombinasi dengan metode drainase (penyaluran air tanah ke permukaan tanah). Penempatan beban sementara (umumnya berupa pengisian tanah) di lokasi sebagai pre-loading dimaksudkan agar terjadi proses konsolidasi pada tanah, sebelum membangun struktur yang direncanakan. Proses ini bertujuan untuk memperbaiki tanah dengan mengompres tanah, sehingga dapat meningkatkan kekakuan dan kekuatan gesernya. Untuk lapisan tanah yang jenuh air, penempatan drainase berupa saluran buatan (prefabricated vertical drains - PVDs), ditempatkan sebelum pemberian beban pre-loading agar mempercepat pengaliran air 172 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
tanah ke permukaan (drainase air tanah), dan mengurangi waktu konsolidasi.
(a) Skema (b) Implementasi Lapangan Gambar 4.8. Skema dan Penerapan Prefabricated Vertical Drains (James D. Hussin, 2006) Jenis tanah yang paling sesuai untuk penerpan metode ini antara lain pada tanah lunak, dan tanah yang berbutir halus, oleh karena pada tanah lunak umumnya mudah ditembus dengan PVDs, sedangkan pada lapisan tanah yang kaku diperlukan pengeboran awal (pre-drilling). Penyaluran vertikal (vertical drain) biasanya digunakan untuk memperbaiki tanah yang bergradasi halus dan jenuh. Teknik ini meliputi cara vertikal drain dari bahan pabrikasi, dengan grid tertentu ke dalam lapisan tanah. Pada saat tanah menerima pembebanan, maka vertikal drain akan berfungsi membantu proses evakuasi air pori ke permukaan, sehingga memungkinkan proses konsolidasi tanah berjalan dengan cepat. Biaya utama yang diperlukan pada penerapan metode ini adalah biaya untuk pemberian pre-loading di atas permukaan tanah.
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 173
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
Gambar 4.9. Susunan Vertikal Drain (Soletanche-Bachy. 2015) Salah satu metode preloading yang dilakukan oleh Chu & Yan (2011) adalah metod “vacuum preloading method”. Yang diterapkan pada perbaikan tanah lunak untuk subgrade jalan. Skema metode ini diperlihatkan pada gambar berikut.
Gambar 4.10. Prinsip Kerja Vacuum Preloading Method (Chu & Yan, 2011) Hasil dari penerapan metode vacuum preloading, menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara pengurangan 174 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
penurunan (reduce of settlement) terhadap usia perbaikan yang dilakukan pada beberapa kedalaman tanah. Hal ini dapat dilihat pada frafik di bawah ini.
Gambar 4.11. Korelasi Penurunan vs Durasi dari hasil Vacuum Preloading Method (Chu & Yan, 2011) Menurut Chu & Yan (2011), bahwa metode vacuum preloading efektif diterapkan untuk perbaikan tanah liat lunak. Metode ini lebih murah dan lebih cepat, dibandingkan dengan metode fill surchange. Hal yang penting dilakukan adalah mengukur baik penurunan maupun tekanan air pori untuk menghitung tingkat konsolidasi dan mengevaluasi kinerja dari perbaikan tanah yag dilaksanakan. Kedalaman efektif untuk penerapan metode vacuum preloading adalah lebih dari 10 m. Dari hasil penelitian Chu & Yan (2011) digambarkan nilai pengurangan tekanan air pori yang terjadi yang juga berkorelasi dengan durasi pelaksanaan dari vacuum preloading. Hal ini dapat dilihat pada grafik berikut. Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 175
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
Gambar 4.12. Reduksi Tekanan Air Pori vs Durasi dari hasil Vacuum Preloading Method (Chu & Yan, 2011) Selain memperkenalkan metode vacuum preloading, Chu & Yan (2011) juga melakukan perbaikan tanah dengan metode Explosive Replecement yang telah lama dikenal orang. Pemadatan eksplosif (explosive compaction) telah menjadi metode yang digunakan untuk memadatkan tanah granular lepas (loose granular soils). Penggantian eksplosif (explosive replecement) adalah dengan metode yang menggunakan bahan peledak untuk melepaskan lapisan tanah liat yang lunak, kemudian menggantinya dengan bahan batu pecah. Hal ini dapat diterapkan bila lapisan tanah lunak yang akan diperbaiki relatif dangkal dan bahan batu pecah tersedia. Menurut Chun & Yan (2011), bahwa metode explosive replecement lebih cepat dari pada preloading dan lebih murah dari pada penerapan soil-cement. Hal ini efektif bila lapisan tanah lunak diganti kurang dari 10 m. Metode ini sangat sesuai untuk pembangunan jalan di daerah pegunungan dimana batuan tersedia
176 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
(misalnya, sebagai bagian dari terowongan untuk proyek jalan yang sama). 4.4.
Perbaikan Tanah Dengan Metode Pengeringan
Dewatering adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tindakan menghilangkan air tanah atau air permukaan dari lokasi konstruksi. Biasanya proses pengeringan dilakukan dengan memompa atau menguapkan, dan biasanya dilakukan sebelum penggalian dilakukan lebih dalam, yang mungkin menyebabkan masalah dalam pelaksanaan penggalian. Metode dewatering diterapkan pada lokasi konstruksi, yang tergenang air baik oleh air permukaan maupun yang tergenang akibat tingginya muka air tanah. Pelaksanaan pengurasan yang benar, harus mematuhi beberapa ketentuan yang tidak akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan sekitarnya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan hidup secara lebih luas. Dalam pelaksanaan konstruksi, lokasi pekerjaan harus bebas dari genangan air agar pekerjaan dapat berlangsung dengan baik dan aman. Pemilik proyek biasanya cenderung menggunakan pompa air untuk mengeringkan air dari lokasi pekerjaannya. Tetapi jika mereka tidak memperhatikan tempat pembuangan air, erosi dan masalah lainnya mungkin terjadi. Hal seperti ini akan menimbulkan permasalahan baru dalam pelaksanaan konstruksi. Stabilitas tanah yang didapatkan dari proses dewatering, biasanya berlaku jangka pendek, yakni hanya selama periode pelaksanaan konstruksi saja, yang dimaksudkan untuk memberikan kenyamanan dan keamanan kerja, sehingga pelaksanaan konstruksi dapat berlangsung dengan baik dan sempurna. Kecuali jika elevasi air tanah tidak kembali meningkat setelah proses pengurasan Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 177
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
dilakukan, maka hasil perbaikan dengan dewatering dapat berfungsi permanen. Hal semacam ini dapat dihasilkan apabila saluran pengaliran dapat berfungsi sepanjang waktu. Dewatering harus dilakukan dengan benar agar tidak mengikis tanah di lokasi konstruksi. Oleh karena penting untuk memilih lokasi terbaik untuk pembuangan air, dan sedapat mungkin mungkin berada jauh dari badan air atau cekungan air. Dalam proses pengeringan air tidak boleh dipompa langsung ke lereng. Saluran yang digunakan untuk pengeringan harus stabil dan lebih baik jika sudah terlindungi dengan rumput atau tumbuh-tumbuhan. Selain itu pelaksanaan pengeringan harus dihindari pada saat hujan deras, karena infiltrasi air hujan akan memperlambat proses pengurasan, bahkan dewatering bisa tidak berfungsi sama sekali. Pelaksanaan dewatering dapat mempengaruhi berbagai aspek, baik terhadap kondisi air tanah, maupun pengaruhnya terhadap lapisan tanah yang dikeringkan airnya. Salah satu dampaknya adalah turunnya muka air tanah seperti yang digambarkan berikut.
Gambar 4.13. Pengaruh Dewatering terhadap Muka Air Tanah (Patrick Powers, 1992) ; (a) m.a.t sebelum dipompa (effluent stream) ; (b) m.a.t setelah pemompaan (Influent stream) 178 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
Menurut Patrick Powers (1992) bahwa pelaksanaan dewatering akan menimbulkan permasalahan berupa penurunan (settlement), dapat diakibatkan oleh beberapa hal, yakni : 1) Keluarnya partikel halus (fines) dari tanah melalui sumur pompa yang tidak tersaring. 2) Pemompaan terbuka dari lubang galian yang kurang baik, sehingga menimbulkan boils dan piping di dalam lapisan tanah, atau kelaurnya tanah dari lereng, atau keluarnya tanah dari permukaan terowongan. Boils pada lapisan tanah akan menurunkan kekuatan tanah, dan akhirnya akan mengakibatkan penurunan struktur dalam jangka panjang. 3) Terjadinya konsolidasi terutama pada tanah lanau atau lempung yang bersifat kompresif, atau pada pasir lepas (loose sand), karena adanya peningkatan tegangan efektif di dalam tanah.
Gambar 4.14. Efek Dewatering Pada Lapisan Kompressibel (Patrick Powers, 1992) Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 179
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
Dari ilustrasi pada gambar di atas, dapat diketahui bahwa selain dapat meningkatkan penurunan, akibat dari pelaksanaan dewatering juga dapat menurunkan tekanan overburden di dalam tanah. Hal ini disebabkan karena mengecilnya tekanan air pori di dalam tanah, seperti yang dijabarkan dalam persamaan berikut. Po = eff + pw .................... (4.7) Po = eff + w.hw Pada saat tanah kering, hw = 0, maka :
.................... (4.8)
Po = eff + 0 Po = eff = d.h .................... (4.9) Yang mana : Po = tekanan overburden (tekanan total) eff = tegangan efektif (tekanan butir)
w = berat volume air d = berat volume butiraan (berat volume kering) hw = tinggi muka air tanah dari titik yang ditinjau h = tinggi permukaan tnah dari titik yang ditinjau
Gambar 4.15. Diagram Tegangan vs Angka Pori Pada Lempung Kompresibel (Patrick Powers, 1992)
180 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
Kurva hubungan tegangan dengan angka pori tanah seperti yang digambarkan di atas memperlihatkan adanya dampak samping (side effect) yang lain dari dewatering adalah menurunnya tegangan tanah akibat terjadinya poses recompression dan decompression karena keluarnya air dari pori tanah. 4.5.
Perbaikan Dengan Pergantian Tanah
Teknik perbaikan tanah dengan metode penggantian tanah (soil replacement) merupakan salah satu metode tertua dan paling sederhana yang sering diterapkan dalam memperbaiki kondisi dan daya dukung tanah. Daya dukung pondasi dapat diperbaiki dengan mengganti tanah yang buruk (misalnya tanah organik atau tanah lempung lunak), dengan bahan yang lebih baik dan kompeten seperti pasir, kerikil atau batu pecah. Hampir semua tanah dapat digunakan seabagi bahan pengisi, namun beberapa jenis tanah yang sulit dipadatkan bila digunakan sebagai lapis pengganti (Abdel Salam, 2007) Penggunaan tanah pengganti di bawah pondasi dangkal dapat mengurangi penurunan konsolidasi (consolidation settlement), sekaligus dapat meningkatkan daya dukung tanah. Cara seperti ini memiliki beberapa kelebihan dibanding penggunaan teknik lain, atau penggunaan pondasi dalam (deep foundation), karena lebih ekonomis dan waktu pelaksanaan konstruksinya yang lebih cepat. Namun terlepas dari keuntungan sistem penggantian tanah, permasalahan penentuan ketebalan tanah pengganti yang selama ini didasarkan pada pengalaman yang dalam banyak kasus masih dipertanyakan (Gabr, 2012). P.C.Varghese (2005) menyatakan bahwa zona dengan tegangan tinggi pada tanah di bawah pondasi dangkal (shallow foundation), Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 181
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
hanya 1 sampai 1,5 dari luasnya yang dapat diganti dengan tanah yang baik (replacement area). Abdel Salam (2007) dan Abdel Fatah (2014) menyelidiki pengaruh penggunaan berbagai jenis tanah, dan ketebalan lapisan pengganti untuk peningkatan daya dukung dan pengurangan penurunan konsolidasi pada tanah liat lunak secara eksperimental. Kedua peneliti tersebut menyimpulkan bahwa, dengan meningkatnya ketebalan lapisan pengganti, maka penurunan vertikal (vertical settlement) akan berkurang. Berkaitan dengan keraguan dan perdebatan terhadap ketebalan lapis pengganti yang optimum untuk meningkatkan kinerja tanah yang bersifat lunak, maka Gaafer et al. (2015) menyimpulkan bahwa ada kebutuhan mendesak untuk mempelajari teknik pemindahan dan penggantian untuk memperbaiki perilaku tanah dengan mempertimbangkan persyaratan geoteknik (yaitu daya dukung dan penurunan), serta biaya untuk mencapai ketebalan lapisan pengganti optimum, dan bahan yang paling sesuai dengan total biaya minimum dari konstruksi pondasi yang dikerjakan. Penerapan metode penggantian tanah secara konvensional dapat dilakukan untuk perbaikan lapisan tanah permukaan yang dangkal. Akan tetapi jika lapisan tanah yang hendak diperbaiki cukup dalam, seperti misalnya untuk peningkatan daya dukung pada pondasi tiang, maka metode ini dapat dilakukan dengan melakuka kombinasi dengan metode lain, seperti metode pemadatan dalam (deep soil mixing = DSM), metode stone column, vibro replecement, dan lain-lain. Uraian tentang penggambungan beberapa metode akan dibahas pada bab selanjutnya.
182 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
4.6.
Perbaikan Dengan Perekatan Butir Tanah Interaksi partikel tanah yang lepas (loose condition) menyebabkan kinerja lapisan tanah akan lemah. Salah satu tindakan perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan merekatkan partikel tanah sehingga dapat meningkatkan kinerja lapisan tanah. Karena beberapa partikel tanah yang dapat bekerja sama satu sama lain, akibat perekatan dari bahan stabilizer maka metode ini dapat diistilahkan dengan metode perekatan (Gluing Method) Untuk tujuan stabilisasi tanah, resin sebagai bahan yang tahan air (waterproofing) baik resin alami atau sintetis yang fungsi utamanya adalah menjaga kadar air tanah berada pada kadar air optimum atau dibawahnya, dengan maksud mencegah masuknya air ke dalam campuran tanah yang diperbaiki dan dipadatkan. Hampir tidak ada proses sementasi yang terjadi di dalam stabilisasi resin, sehingga metode ini dikategorikan sebagai stabilisasi fisik. Tidak seperti yang terjadi pada stabilisasi kimia bahwa kehadiran zat pengikat (bonding agent), akan membuat efektivitas meningkat secara umum, seiring dengan peningkatan jumlah yang digunakan, pada penggunaan bahan resin biasanya mencapai keefektifan maksimum bila diaplikasikan dalam jumlah kecil (± 2 % atau kurang dari berat kering tanah yang distabilisasi). Meskipun mampu memberikan karakteristik yang diinginkan ke tanah dan dapat memberikan efek waterproofing yang cukup, namun tidak satu pun bahan resin yang merupakan zat penstabil tanah yang dianggap sesuai hingga saat ini. Ada yang berpendapat bahwa aktivitas bakteri dalam tanah mungkin memiliki efek yang merugikan pada kelanggengan (pemanency) dari zat penstabil pada tanah organik seperti bahan bitumen dan resin (Mainfort, 1951).
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 183
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
Bahan bitumen telah digunakan secara ekstensif untuk stabilisasi tanah, dan sifatnya dalam hal ini telah diteliti secara menyeluruh di laboratorium dan di lapangan oleh banyak pihak. Bahan bitumen tidak terlalu efektif bila digunakan dengan tanah yang terdeposit. Sulit untuk mendapatkan campuran menyeluruh dari bitumen dan tanah halus, meskipun metode pencampuran yang direkomendasikan oleh masing-masing produsen diikuti dengan seksama. Dalam upaya untuk menentukan prosedur pencampuran yang paling efektif, bitumen telah ditambahkan ke tanah yang disiapkan dengan ketentuan sebagai berikut: (1) tanah kering udara, (2) tanah pada kondisi kelembaban optimum, (3) tanah di atas kelembaban optimum (mendekati cair dekat), dan (4) kelembaban tanah yang berbeda. Namun tak satu pun variasi dalam prosedur pencampuran yang dilakukan ini yang tampak memperbaiki stabilitas yang dihasilkan. Persebaran yang mendekati seragam, hampir dapat diperoleh bila bahan bitumen ditambahkan ke dalam tanah pada kadar air di atas optimum, dan dicampur dalam bentuk bubur. Dalam hal ini, campuran harus dikeringkan kembali ke tingkat kelembaban optimum sebelum dicetak. Semua jenis bitumen dapat memberikan tingkat repellency air tertentu pada tanah yang diperbaiki, namun campuran yang dihasilkan sangat rentan terhadap terjadinya destruktif pada proses pembekuan dan pencairan. Sifat stabilisasi bahan bitumen, khususnya MC-2, RC-2 dan emulsi aspal, dapat diperbaiki dengan penambahan kapur dalam persentase kecil, atau menambahan bahan-bahan seperti resorcinol-formaldehyde, atau anilinefurfural. Bahan bitumen telah berhasil digunakan untuk menstabilkan dan tanah berpasir yang tahan air (Mainfort, 1957). Formulasi resorsinol-formaldehida tertentu dapat mengeras tanah di bawah kondisi penyembuhan lembab pada suhu kamar. 184 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
Sampel yang dicampur dengan bahan ini dan disimpan, akan menjadi cukup keras hanya dalam beberapa jam setelah pencampuran. Sampel yang dikeringkan pada suhu kamar dan sampel yang direndam memberikan hasil stabilitas yang sama (Mainfort, 1951). Bahan resorcinol formaldehyde biasanya dalam bentuk cair dan memerlukan pelarut 15 persen dari bahan pengeras aldehyde untuk mempercepat dan memberikan kemampuan resinifikasi. Setidaknya 5 persen dari perawatan ini diperlukan untuk stabilisasi tanah yang efektif, namun persentase perawatan yang lebih tinggi menghasilkan stabilitas yang lebih tinggi. Sampai saat ini resin jenis ini dinilai terlalu mahal untuk dipergunakan sebagai zat penstabil pada tanah. Namun, tampaknya cocok untuk menjadi bahan penambah pada stabilizer lain yang lebih ekonomis, terutama untuk bahan bitumen. Sifat stabilisasi MC-2 dan emulsi aspal sangat diuntungkan dengan hanya menambahkan sejumlah kecil bahan ini. Campuran aniline-furfural adalah resin pengikat sintetis yang paling murah yang telah dipertimbangkan untuk stabilisasi tanah. Aniline merupakan bahan kimia beracun (toxic), sehingga harus ditangani dengan cukup hati-hati. Latta & Leonard (1975), mendapatkan hak paten atas penemuannya yang berhubungan dengan penggunaan resin epoksi (epoxy resin) untuk stabilisasi tanah, dan secara khusus untuk metode pembuatan subbase, base dan surface course pada jalan dan landasan pacu bandara, juga dapat digunakan menstabilkan bukit pasir, material granular, dan material lepas lainnya, dan lain sebagainya. Bahan yang ditemukan oleh Latta & Leonard (1975) adalah senyawa Epoxy Resin Ester, yang merupakan produk reaksi dari bisphenol A-glycidyl ether type epoxy resin dengan asam lemak dari biji rami, yang mana perbandingan molar asam lemak dengan unit bisphenol A adalah antara sekitar 0,5 sampai 1,0. Keunggulan Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 185
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
penggunaan asam lemak dari biji rami yang berfungsi sebagai pelarut, adalah karena bahan ini mudah menguap, dapat menjadi zat pengikat emulsi dan air. Air yang ada dalam jumlah sekitar sepertiga dari berat total bahan stabilizer dalam bentuk konsentrat, akan membantu mempercepat proses pelarutan saat menerima air tambahan, pada penerapannya dalam perbaikan tanah. Campuran tanah yang dihasilkan dapat dilakukan pengeringan atau tidak, dan hal ini tergantung pada kebutuhan dan kondisi dalam penerapannya. Salah satu bidang penerapan yang penting dari penemuan mereka adalah pada struktur sub-base, base, dan lapisan aus (wear courses) untuk jalan, bandara, landasan pendaratan helikopter dan penggunaan yang semacamnya, di mana strukturnya harus memberi daya dukung baik langsung ataupun tidak langsung. Penemuan mereka disesuaikan dengan baik untuk pembangunan jalan di daerah kering seperti daerah gurun atau dalam arti yang lebih luas, di daerah di mana kadar air optimum untuk pembangunan jalan kurang selama periode konstruksi dilaksanakan, biasanya pada bulan-bulan musim panas di belahan bumi bagian utara. Pembuatan sub-base untuk jalan semacam itu, diperlukan data tanah yang ditentukan termasuk ukuran partikel (grain size), indeks plastisitas, klasifikasi tanah, kerapatan kering maksimum, kadar air optimum, dan persentase Bearing California (CBR), dan lain sebagainya. Dari data tersebut proporsi bahan stabilizer terhadap tanah dapat ditentukan. Disarankan oleh Latta & Leonard (1975) bahwa bahan epoxy resin dapat diterapkan untuk berbagai macam kerikil, pasir, lumpur, atau lempung kasar secara lebih luas. Penentuan proporsi optimal akan didasarkan pada beberapa faktor termasuk kekuatan yang dibutuhkan oleh perancang jalan dan 186 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
pengetahuan mengenai proporsi yang telah ditemukan untuk memberikan hasil yang memuaskan dalam aplikasi yang sama atau serupa (analogi). Tanah yang telah dicampurkan dengan stabilizer dilakukan berbagai pengujian untuk mengetahui peningkatan kekuatan, kekakuan dan sifat-sifat teknis tanah yang diperlukan dalam perancangan konstruksi yang akan dibangun di atas lapisan tanah perbaikan, seperti uji stabilitas Marshall, kekuatan tarik, regangan tarik, dan penetrasi CBR, dan pengujian lainnya sesuai kebutuhan. Karena bahan stabilizer adalah unsur paling mahal dalam perbaikan tanah, maka proporsinya akan dipilih yang mana jumlah minimum bahan diperlukan yang akan memenuhi spesifikasi. Tanah yang baik membutuhkan bahan stabilizer yang lebih sedikit daripada tanah yang buruk, dan lapis base membutuhkan kekuatan lebih dari pada sub-base. Sebagaimana diketahui bahwa pencampuran tanah dengan aspal tidak menimbulkan reaksi kimia, sebagaimana yang terjadi pada pencampuran tanah dengan semen atau kapur. Menurut Ingles & Metcalf (1972), bahwa pada stabilisasi dengan aspal ada hal yang masih menjadi kontradiksi. Jika lapisan aspal yang menyelimuti partikel tanah tipis, maka akan membuat material tanah lebih kuat. Lapisan film aspal yang tipis yang mengisi pori tanah dapat mencegah masuknya air. Sebaliknya semakin banyak aspal dapat menyebabkan hilangnya kekuatan tanah akibat efek pelumasan partikel oleh aspal, sehingga ikatan (interlocking) antara partikel menjadi terhambat. Karena itu sebelum penerapanya diperlukan pengujian terlebih dahulu, untuk menentukan kadar aspal yang tepat untuk suatu jenis tanah yang akan diperbaiki. Pada umumnya stabilisasi tanah dengan aspal diterapka pada tanah granular (non kohesif).
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 187
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
Diana et al. (2011) melakukan penelitian tentang pengaruh kadar aspal terhadap perbaikan parameter tanah pasir dari Kulon Progo, yang tergolong sand poor graded (pasir bergradasi buruk), terlihat bahwa penggunaan aspal dapat menurunkan kadar air optimum (OMC) dan meningkatkan nilai kepadatan kering maksimum (MDD), seiring dengan peningkatan kadar aspal yang dicampurkan. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.2. Hubungan Kadar Aspal dengan OMC dan MDD. Kadar Aspal (%)
Optimum Moisture Content (OCM) – (%)
Maximum Dry Density (MDD) – (kg/cm3)
0
14,00
1,75
1
12,00
1,55
2
10,75
1,99
3
9,20
1,98
4
11,55
1,90
5
11,40
2,05
Selanjutnya dari pengujian CBR yang dilaksanakan oleh Diana et al. (2011), dihasilkan bahwa dengan penambahan kadar aspal 2% menyebabkan nilai CBR meningkat dari 8% menjadi 20% (peningkatan sebesar 150%). Selanjutnya penambahan kadar aspal 3% sampai 5% cenderung menurunkan nilai CBR. Hal ini disebabkan karena campuran tanah aspal menjadi bersifat lebih plastis. Semakin banyak aspal dapat menyebabkan hilangnya kekuatan tanah akibat efek pelumasan partikel oleh aspal, sehingga ikatan (interlocking) antara partikel menjadi terhambat. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut.
188 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
Tabel 4.3. Hubungan Kadar Aspal dengan OMC dan MDD. Nilai CBR (%)
Kadar Aspal (%)
Penetrasi 1 Inch
Penetrasi 2 Inch
0
6
8
1
15
20
2
17
20
3
12
16
4
9
11
5
10
14
Salah satu bahan stabilizer yang bersifat semi fisik diperkenalkan oleh Fauziah et al. (2013), yang merupakan bahan dari limbah pabrik karet di Malaysia. Bahan tersebut diberi nama Styrene Butadiene Rubber (SBR), yaitu bahan aditif cair, yang merupakan kopolimer acak, yang berasal dari monomer Styrene dan Butadiena. Ada dua kelas SBR ; Emulsi SBR (E-SBR) dan larutan SBR (S-SBR). Larutan SBR adalah salah satu kelompok polimer yang memiliki potensi aplikasi yang sangat besar di berbagai industri. SBR dapat dianggap sebagai bahan kimia yang murah, tersedia secara luas, tidak beracun, dan mudah larut dalam air. Selanjutnya, dapat diaplikasikan sebagai stabilizer tanah langsung di tempat kerja konstruksi, tanpa instrumentasi khusus. Penggunaan bahan SBR pada tanah lunak yang mengandung unsur organik yang tinggi (12,5%), derajat keasaman yang juga tinggi (pH = 3,8), serta nilai indeks plastisitas yang relatif sedang (PI = 16,5), memberikan informasi bahwa penambahan SBR pada tanah tersebut, akan menurunkan kadar air optimum (OMC), meningkatkan kepadatan kering maksimum (MDD), dan memperbesar koefisien permeabilitas. Disamping itu pengaruh umur campuran juga dapat memperbesar nilai pH (mengurangi Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 189
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
tingkat keasaman tanah), dan sedikit meningkatkan kekuatan tanah. Beberapa hasil pengujian terhadap parameter tersebut dapat dilihat pada beberapa grafik yang digambarkan berikut (Fauziah et al., 2013):
Gambar 4.16. Hubungan antara MDD & OMC dengan berbagai kadar SBR (%) (Fauziah et al., 2013)
Gambar 4.17. Efek Kadar SBR (%) Terhadap Koefisien Permeabilitas (Fauziah et al., 2013) 190 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
Gambar 4.18. Efek Curing Time Terhadap pH pada berbagai kadar SBR (%) (Fauziah et al., 2013)
Gambar 4.19. Efek Curing Time Terhadap Kuat Geser pada berbagai kadar SBR (%) (Fauziah et al., 2013) Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 191
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
Kesimpulan penelitian Fauziah et al. (2013), menunjukkan bahwa penggunaan SBR dapat ; (1) Mengurangi nilai indeks plastisitas tanah sekitar 71,9% karena tercegahnya air menyerang partikel tanah liat, (2) Mengurangi kadar air optimum (OMC) karena pengurangan pengionisasi dan pertukaran molekul air pada permukaan platelet tanah liat, (3) Meningkatkan kuat geser sampai 17,8% akibat meningkatkan ikatan antar partikel, (4) Menurunkan keasaman tanah sekitar 14% dari tanah aslinya, (5) Memperbesar nilai koefisien permeabilitas tanah pada SBR 2,5% memiliki koefisien permeabilitas 1 x 10-7 m/det. Berdasarkan hasil tersebut selanjutnya Fauziah et al. (2013) merekomendasikan penggunaan bahan SBR untuk memperbaiki tanah lunak yang banyak mengandung unsur organik. Karena disamping menunjukkan kemampuan untuk memperbaiki jenis tanah ini, juga karena bahan SBR tidak beracun (non-toxic), tidak beruap (non-pavor), sehingga penggunaannya cukup aman. 4.7.
Perbaikan Tanah Dengan Bahan Limbah (Weste Mix)
Salah satu bentuk inovasi yang dikembangkan orang dalam perbaikan tanah adalah penggunaan material limbah sebagai bahan pencampur ke dalam lapisan tanah yang memiliki daya dukung kecil seperti lapisan tanah gambut atau lempung lunak lainnya. Selain penggunaan abu terbang (fly ash) maupun abu biomassa yang sudah disinggung sebelumnya, ada berbagai jenis limbah industri yang dapat dipergunakan sebagai material pencampur pada tanah yang lunak, seperti limbah dari berbagai jenis tambang logam (tailing), limbah plastik, limbah kaleng, dan lain sebagainya. Canakci et al. (2016), melakukan studi dengan menggunakan limbah kaleng aluminium dari bekas minuman 192 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
ringan, yang digunting-gunting sampai berbentuk aluminium strip. Limbah minuman kaleng (Waste Canned Drinks - WCD), dipotong menjadi 5 mm strip dan dicampur dengan tanah di 2, 4, 6, 8, dan 10% (berat kering tanah) sebelum digunakan. Tiga pengujian standar yang dilakukan terhadap sampel yang diberikan perlakuan, yaitu uji kepadatan, uji pembengkakan bebas, dan uji California Bering Ratio (CBR). Dari hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa WCD berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kepadatan tanah, pengurangan potensi dan tekanan pembengkakan tanah, serta peningkatan kekuatan (CBR) dari tanah yang diperbaiki dengan limbah kaleng aluminium. Sebagai kesimpulan dari hasil studinya, Canakci et al. (2016) menyimpulkan bahwa : (1) Dengan menambahkan kaleng minuman aluminium ke tanah ekspansif, akan meningkatkan Maximum Dry Density (MDD) tanah. Oleh karena itu, metode tersebut dapat dipertimbangkan untuk digunakan sebagai bahan stabilizer pada tanah yang bersifat ekspansif; (2) Dengan menambahkan kaleng minuman aluminium ke tanah ekspansif akan menurunkan Optimum Moisture Content (OMC); Oleh karena itu untuk proyek yang spesifik dengan kadar air rendah, tanah ekspansif yang stabil dengan aluminium dapat direkomendasikan; (3) Menstabilkan tanah ekspansif dengan kaleng minuman aluminium bisa dianggap ramah lingkungan karena tidak ada manufaktur yang digunakan dengan teknik ini; dan (4) Menambahkan aluminium dengan 6% dari berat kering tanah, dianggap sebagai persentase efektif untuk limbah kalengaluminium dapat digunakan untuk mendapatkan perbaikan terhadap nilai California Bearing Capacity (CBR) tanah yang kondisinya lunak.
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 193
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
Perubahan parameter tanah yang diperbaiki dengan campuran limbah kaleng aluminium, oleh Canakci et al. (2016) digambarkan pada grafik-gragik berikut.
Gambar 4.20. MDD vs % Aluminum (Canakci et al.,2016)
Gambar 4.21. OMC vs % Aluminum (Canakci et al.,2016) 194 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
Gambar 4.22. CBR (%) vs % Aluminum (Canakci et al.,2016)
Gambar 4.23. Swelling (%) vs % Aluminum (Canakci et al.,2016)
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 195
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
BAB – V PENGEMBANGAN METODE PERBAIKAN TANAH
196 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
5.1.
Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
Sebagaimana yang telah diuraika pada bab sebelumnya, bahwa ada beberapa metode yang sulit dilakukan murni secara konvensional tanpa dikombinasikan dengan metode lainnya. Seperti metode konsolidasi sering dikombinasikan dengan metode drainase. Demikian pula dengan metode soil replacement yang hanya efektif untuk penggantian lapisan tanah buruk di permukaan yang dangkal saja, dan lain sebagainya. Oleh karena itu para rekayasawan banyak melakukan perbaikan tanah dengan mengkombinasikan beberapa metode, sehingga dapat didapatkan hasil pemadatan tanah yang efektif mencapaiannya, cepat pelaksanaannya, dan murah biayanya. 5.2.
Perbaikan Dengan Teknik Inclusions
Teknik pemasukan material pengganti ke dalam tanah (Inclusions Technique), merupakan teknik yang dikembangkan dengan menyuntikkan material yang lebih baik ke dalam lapisan tanah yang akan dipadatkan, tanpa mengeluarkan material buruk di dalam tanah. Teknik ini dirancang untuk memberikan dukungan struktural dari semua lempung yang bersifat kompresibel. Dengan teknik ini memungkinkan pengurangan penurunan dalam batas yang aman terhadap konstruksi. Formasi Inklusi umumnya vertikal dan disusun dalam bentuk grid, sehingga sistem ini dapat memberikan karakteristik deformasi dan kekakuan yang sesuai untuk menopang struktur yang akan didukung.
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 197
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
Gambar 5.1. Pelaksanaan Teknik Pemasukan (Soletanche-Bachy. 2015) Metode ini dapat dilakukan melalui pengeboran dengan atau tanpa perpindahan, pemancangan atau getaran, dengan menyintikkan berbagai jenis bahan isian (batu, kerikil, campuran tanah-semen, dan semua jenis mortar atau beton). Penggunaan metode ini memungkinkan membentuk suatu konstruksi "sistem pondasi superfisial" dengan biaya yang minim bila dibandingkan dengan sistem pondasi dalam konvensional. 5.3.
Perbaikan Dengan Teknik Vibroflotation
Teknik Vibroflotation yang juga biasa disebut Teknik Vibro Compaction, cukup efektif diterapkan pada tanah yang granular dan tidak koheren, seperti pasir dan kerikil. Getaran yang diterapkan dapat menginduksi likuifaksi sesaat pada tanah di sekitar vibrator. Dalam hal ini, kekuatan intergranular menjadi lepas, sehingga partikel tanah akan tersusun ulang dalam pola yang lebih kompak, sehingga dapat memberikan karakteristik yang lebih baik. Teknik ini sering digunakan pada pekerjaan besar seperti pemadatan untuk pekerjaan reklamasi. 198 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
Vibroflotation adalah salah satu cara yang mudah untuk memperbaiki kondisi tanah, saat ditemukan kondisi tanah yang tidak memadai pada lapisan dalam tanah. Teknik ini sangat sederhana sehingga tidak memerlukan tambahan bahan selain material pengisi, dan juga tidak dibutuhkan tambahan peralatan selain probe serta peralatan yang terpasang padanya. Teknik Vibroflotation dapat dilakukan dengan memilih satu dari tiga macam teknik yang berbeda, yakni : 1) Metode Pemadatan Getar (Vibro Compaction Method) ; Metode ini memungkinkan tanah granular dipadatkan. Metode ini hanya digunakan untuk tanah berpasir kompak. 2) Metode Penggantian Getar (Vibro Replecement Method) ; Teknik ini digunakan untuk mengganti bahan tanah yang buruk atau tidak memadai, dengan membuang tanah dengan udara atau air dan menggantinya dengan tanah granular. Hal ini dapat digunakan pada berbagai jenis tanah seperti campuran tanah liat dengan tanah berpasir. 3) Metode Pemindahan Getar (Vibro Displacement Method) ; Prosedur ini digunakan tanpa atau hanya sejumlah kecil air yang digunakan selama teknik berlangsung. Alat probe dimasukkan ke dalam tanah dan akan menggantikan material tanah yang buruk secara lateral, saat kolom material yang baru terbentuk dan dipadatkan. Metode ini akan dibahas lebih rinci pada bagian selanjutnya. Prosedur pelaksanaan Vibroflotation cukup sederhana. Probe ditancapkan ke dalam tanah di atas titik pemadatan. Pembilasan air atau udara dikeluarkan melalui jet di ujung probe. Getaran injeksi yang diinduksi ini akan mencairkan tanah, sehingga memungkinkan probe penetrasi terus menerus di bawah beratnya sendiri. Setelah probe mencapai lapisan tanah yang buruk, suntikan Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 199
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
air dan udara dihentikan. Pada titik ini tanah dipadatkan oleh getaran probe yang akan menimbulkan kawah (crater) di sekitar vibrator, dan crater tersebut dapat diisi ulang dengan bahan granular. Begitu proses pengisian dan pemadatan selesai, probe perlahan ditarik ke atas secara bertahap setiap 12 inch. Zona pemadatan di sekitar probe akan terbentuk (silindris), dan tingkat pemadatan yang dicapai dapat dibaca pada alat pressuremeter. Material yang digunakan untuk pengisian ulang harus bebas dari lumpur, kerikil atau batu pecah.
(a) Skema (b) Implementasi Lapangan Gambar 5.2. Skema dan Penerapan Vibroflotation (James D. Hussin, 2006) Jarak titik pemadatan (probe spacing) sangat menentukan efektifitas dari hasil pekerjaan semua jenis vibroflotation. Oleh Hussin (2006), dilaporkan tentang pengaruh probe spacing terhadap hasil vibro compaction seperti yang terlihat pada tabel berikut.
200 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
Tabel 5.1. Hubungan Probe Spacing dengan Peluang Capaian Perbaikan dengan Metode Vibro Campaction. Expected Improvement
Typical Probe Spacing (ft)a
Excellent
9 – 11
Uniform fine to medium sand with <5% silt and no clay
Good
7,5 – 9
Silty sand with 5–15% silt, no clay
Moderate
6 – 7,5
Sand/silts, >15% silt
Not applicableb
-
Clays and garbage
Not applicable
-
Soil Description Well-graded sand <5% silt, no clay
aJarak
probe untuk mencapai kepadatan relatif 70% dengan vibroflot 165 HP, untuk kepadatan lebih tinggi diperlukan jarak yang lebih dekat. (1 ft = 0,308 m). bPerbaikan yang terbatas pada tanah lanau (silt), dapat dicapai dengan perpindahan besar dengan memberikan isian batu.
Keuntungan penerapan dari teknik vibroflotation secara umum adalah (Juan Rodriguez, 2016) : 1. Dapat mengurangi resiko terjadinya penurunan diferensial (differential settlement), dan akan memperbaiki kondisi pondasi pada konstruksi yang akan dibangun. 2. Pelaksanaannya mudah dan cepat untuk memperbaiki tanah pada lapisan tanah dalam yang tidak memiliki daya dukung yang memadai. 3. Teknik ini sangat akurat untuk diterapkan pada perbaikan lapis tanah dasar pada bangunan pelabuhan. 4. Dari segi biaya, teknik ini relatif lebih murah dibanding teknik konsolidasi, karena dengan teknik ini dapat membantu memperbaiki ribuan meter kubik per hari. 5. Teknik Ini dapat dilakukan di sekitar bangunan yang sudah berdiri tanpa resiko kerusakan pada bangunan tersebut.
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 201
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
6. Penerapan metode ini kurang memberi dampak negatif pada lingkungan (ramah lingkungan) 7. Dapat memperbaiki strata tanah dengan menggunakan karakteristiknya sendiri 8. Tidak membutuhkan penggalian, kontaminasi tanah rendah dan tidak memerlukan pengangkutan tanah keluar lokasi, sehingga resiko bahaya kerja cukup rendah. 9. Tidak menimbulkan permasalahan terhadap air tanah, sehingga tidak dibutuhkan memerlukan izin yang menyangkut masalah pelepasan dan pengeringan air (water dischange and dewatering issues). 10. Teknik vibroflotation dapat disesuaikan dengan setiap kondisi lapangan. 11. Dapat mengurangi resiko likuifaksi pada tanah yang telah diperbaiki, apabila terjadi gempa. 5.4.
Perbaikan Dengan Teknik Stone Column
Teknik kolom batu (stone column technique) merupakan pengembangan dari teknik vibroflotation, dengan menggunakan material pengisi dari kerikil besar atau batu. Jika dikatakan bahwa teknik vibroflotation efektif diterapkan untuk tanah granuler yang belum konsiten, maka teknik stone column dapat digunakan untuk pemadatan tanah yang mengandung lempung dan lanau yang bergradasi halus sampai tanah organik, dimana partikel-partikelnya tidak dapat diatur ulang oleh getaran. Kolom-kolom batu memungkinkan perlakuan terhadap jenis tanah ini melalui penggabungan bahan granular (kadang-kadang disebut pemberat) yang dipadatkan dengan sistem tahap yang meningkat (ascending steps). Untuk penerapan stone column material batu bisa digantikan dengan blok-blok beton atau mortar dari adukan semen 202 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
dengan material tanah sebagai bahan pengisi. Stone column juga bisa berfungsi sebagai saluran pembuangan, dan membantu percepatan konsolidasi pada tanah di sekitarnya. Untuk daerah pada kawasan rawan gempa (seismic area), stone column juga dapat mengurangi risiko likuifaksi pada tanah.
Gambar 5.3. Pengoperasioan Alat Stone Column (Soletanche-Bachy, 2015) Teknik stone column dikembangkan berdasarkan acuan bahwa kolom di dalam tanah yang terbentuk dari susunan batu yang dipadatkan akan memperbaiki kinerja tanah yang lunak atau tanah lepas (loose soils). Batu di dalam tanah dapat dipadatkan dengan metode dampak (impact method), seperti dengan bobot jatuh atau compactor benturan atau dengan vibroflot, serta metode lain yang lebih umum. Metode ini digunakan untuk meningkatkan daya dukung (5 sampai 10 ksf atau 240 sampai 480 kPa), mengurangi penurunan pondasi, memperbaiki stabilitas lereng, mengurangi penurunan seismik, mengurangi potensi penyebaran dan likuifaksi lateral, sehingga memungkinkan konstruksi dapat dibuat pada tanah lepas atau tanah lunak, atau Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 203
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
berfungsi sebagai penutup lubang (precollapse sinkholes) pada wilayah karst. Dengan teknik stone column dapat memperbaiki kinerja tanah dengan dua cara, yaitu ; (1) melalui proses pemadatan (densifikasi) tanah granular di sekitarnya, dan (2) melalui penguatan tanah dengan kekuatan geser yang lebih tinggi dan kaku dari kolom batu yang terbentuk (Hussin, 2006).
(a) Skema (b) Implementasi Lapangan Gambar 5.4. Skema dan Penerapan Stone Column (James D. Hussin, 2006) Prosedur penerapan stone column secara ringkas adalah dimulai di bagian bawah pada kedalaman tanah yang akan diperbaiki, dan berlanjut ke arah permukaan. Vibrator dapat menembus lapisan tanah dengan bantuan beras sendirinya. Ujung depan loader menempatkan batu di sekitar vibroflot di permukaan tanah dan batu jatuh ke ujung vibroflot dengan bantuan air yang disiram di sekitar bagian luar vibroflot. Vibrator ini kemudian diangkat beberapa kaki dan batu jatuh di sekitar vibroflot ke ujungnya, mengisi rongga yang terbentuk saat vibroflot dinaikkan. 204 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
Vibroflot kemudian berulang kali diangkat dan diturunkan, sehingga dapat memadatkan tanah sekaligus dapat menggeser batu sampai 2 - 3 kaki ke samping (0,75 sampai 0,9 m). Air pembilasan biasanya diarahkan ke cekungan deformasi yang terbentuk, dimana suspensi partikel tanah yang halus berkumpul.
Gambar 5.5. Tahapan Pelaksanaan Stone Column (James D. Hussin, 2006) Pengeboran awal (predrilling) juga dapat diterapkan untuk tanah permukaan yang kering. Kedalaman lapisan tanah yang dapat diperbaiki dengan teknik stone column dapat mencapai 100 kaki atau kurang lebih 30 m. Daya dukung pada kolom batu merupakan fungsi dari sudut geser dalam dari bahan kolom dan tekanan pasif yang bekerja pada kolom di lapangan. Sudut geser dalam pada kolom batu umumnya berkisar antara 40 derajat sampai 45 derajat, tergantung pada bahan yang digunakan (Bell, 1975). Namun, untuk memasukkan faktor keamanan, praktik umum diambil sudut geser dalam sebesar 38 derajat untuk tujuan desain (Besancon, 1982). Berdasarkan informasi di atas, rumusan disain yang disederhanakan adalah sebagai berikut (Besancon, 1982) : Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 205
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
n1 = 4.P1 .................... (5.1) Yang mana : n1 = tekanan vertikal total P1 = tekanan lateral terbatas Pada tahun 1984, D.A. Greenwood mengusulkan sebuah formula untuk menentukan daya dukung akhir kolom batu tunggal. Hal ini dimengerti, di tanah liat atau pada dasarnya tanah liat terisi, batas penurunan yang diizinkan akan terjadi sebelum daya dukung akhir dari kolom batu tercapai. Oleh karena itu, desain kolom batu biasanya akan didasarkan pada angka penurunan. Sebagai panduan umum, kekuatan geser (cu) dari bahan kohesif minimal 20 kilo Newton per meter persegi, agar kolom batu bekerja efektif. Walaupun demikian dalam keadaan khusus, tanah yang telah diperbaiki dengan kolom batu, kekuatan geser yang diperhitungkan hanya 15 kilo Newton per meter persegi. Daya dukung akhir dari kolom batu yang berdiri tunggal dapat diperoleh dari (Greenwood, 1984) : vc = tan2(45+/2).(F.Cu + ’rOs – Uo) .................... (5.2) Yang mana : vc = Daya dukung akhir Kolom Batu Tunggal ’r0s = Tekanan lateral termasuk beban tambahan F = Faktor kelipatan (Gibson & Anderson, sarankan F = 4) Uo = 0 ; apabila kolom efektif dalam mengurangi tekanan air pori Cu = kuat geser undrained, untuk kolom batu kecil Cu = C' (kohesi efektif), untuk kolom batu yang besar = Sudut geser dalam dari material kolom batu Dalam desain kolom batu tiga hal yang tidak dapat dipisahkan pembahasannya, yaitu daya dukung (bearing capacity), spasi (spacing), dan penurunan (settlement).
206 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
Menurut Griffith (1991), bahwa pada sistem kolom batu yang diterapkan pada tanah lunak dan kompresibel dapat berfungsi sebagai pondasi tiang, tanpa pile cap, tanpa penulangan, tanpa struktur penyambung, dan tidak lagi memerlukan penetrasi pondasi. Selain itu, kolom batu bersifat kompresibel dan akan berubah bentuk menjadi kekuatan yang termobilisasi, dan dapat mengurangi tegangan selama aplikasi beban. Penggunaan kolom batu untuk mendukung peningkatan daya dukung dan memperkecil penurunan selalu menjadi perhatian utama. Bila kolom batu digunakan untuk tujuan stabilitas pada tanggul atau lereng, kekuatan geser kolom batu merupakan perhatian utama (Mitchell, 1981), seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar 5.6. Ketahanan geser kolom batu pada stabilitas lereng (Mitchell, 1981) Sebagai mana diketahui bahwa jika bahan tumpukan dikompres secara aksial, maka secara alami akan berusaha untuk memperluas radialnya, sehingga menyebabkan material kohesif sekitarnya ikut memobilisasi tekanan tanah pasif. Perlawanan pasif pada ujung tumpukan bahan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut (Griffith, 1991) : Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 207
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
𝑟 = . 𝑧. 𝑘𝑐 + 2𝐶√𝑘𝑐
.................... (5.3)
Yang mana : r = Ketahanan pasif dari tanah kc C z
= Koefisien pasif tanah dari Rankine = Kohesi tanah = Berat volume tanah = Kedalaman tanah Dengan menggunakan nilai yang diperoleh untuk ketahanan pasif di atas, maka tegangan tertinggi yang dimiliki oleh kolom batu adalah (Griffith, 1991) : qu = r. kc Yang mana : qu = tegangan batas
.................... (5.4)
r = Ketahanan pasif dari tanah kc = Koefisien pasif tanah dari Rankine = tan2(45+/2) , adalah sudut ketahanan geser dari material kolom batu. Untuk memperhitungkan jarak (spacing) dan penurunan (settlement) pada kolom batu yang ditempatkan di dasar tanah yang lunak, penting untuk mengembangkan model yang menjadi dasar semua jenis kinerja: Oleh karena kompleksitas rancangan, maka secara ekonomi tidak layak untuk memodelkan semua kemungkinan besaran jarak (spacing) dan kombinasi beban. Sehingga banyak insinyur yang mengadopsi penggunaan 'unit sel' untuk memodelkan efek dari kolom batu yang ditempatkan pada lapisan tanah lunak. Konsep 'sel unit (unit cell)' ini ditunjukkan pada gambar berikut.
208 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
Gambar 5.7. Idealisasi Sel Unit (Bachus, 1989) Faktor penting dalam desain kolom batu adalah jumlah tanah yang digantikan oleh batu. Parameter ini harus dipertimbangkan dalam desain, dan juga diukur di lapangan selama penempatan kolom batu yang sebenarnya. Rasio penggantian area antara tanah dengan batu, didefinisikan sebagai berikut (Bachus, 1989) : as = As / A .................... (5.5) Yang mana : as = Rasio penggantian area As = Luas kolom batu A = Luas total di unit Rasio penggantian area juga dapat didefinisikan sebagai berikut (Griffith, 1991); as = 0,907 (D/S)2 .................... (5.6) Yang mana : as = Rasio penggantian area D = Diameter kolom batu. S = Spasi kolom batu. Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 209
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
Stress Concentration Factor in Clay, Uc
Pada tahun 1989, Bachus memasukkan faktor tegangan dan unit sel ke dalam teori penurunan satu dimensi (one dimension settlement theory), dan menawarkan sutau cara yang disebut Metode Keseimbangan (Equilibrium Method). Sebagai bagian dari metode keseimbangan yang ditawarkan oleh Bachus, maka angka penurunan didefinisikan sebagai berikut : ST/S = 1 / {1 + (n+1).as} = Uc .................... (5.7) Yang mana : ST = Penurunan kolom batu pada tanah yang diperbaiki. S = Penurunan total pada tanah yang tidak diperbaiki. as = Rasio penggantian area. n = Faktor konsentrasi tegangan (lihat grafik)
Stress Concentration Factor, n
Gambar 5.8. Faktor Konsentrasi Tegangan – n (Bachus, 1989)
210 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
5.5.
Perbaikan Dengan Metode Compaction Grouting
Pemadatan dengan penyuntikan (compaction grouting) adalah salah satu dari beberapa teknik dasar perbaikan tanah yang dikembangkan di Amerika oleh Ed Graf dan Jim Warner khususnya di wilayah California sejak tahun 1950an. Teknik pemadatan tanah dilakukan dengan suntikan mortar beton yang memiliki mobilitas rendah (low mobility) dengan nilai slump rendah (low slump). Gumpalan mortar yang disuntikan akan mengembang di dalam tanah dan akan memadat akibat dikompresi. Selain perbaikan di tanah sekitarnya, massa tanah juga akan lebih kuat karena adanya kolom-kolom mortar (grout column) yang terbentuk melalui penyuntikan dan pemadatan yang dilakukan. Penerapan metode ini akan mengurangi penurunan dan meningkatkan kekuatan geser tanah. Metode ini cukup efektif digunakan untuk mengurangi penurunan pondasi, mengurangi penurunan seismik dan potensi likuifaksi, keamanan konstruksi dengan penambahan bahan pengisi pada tanah granular yang longgar (loose granular fills), mengurangi penurunan pada tanah yang berpotensi runtuh (collapsible soils), dan mengurangi potensi terbentuknya lubang pada tanah (sinkhole) terutama di wilayah karst (Hussin, 2006).
(a) Skema (b) Implementasi Lapangan Gambar 5.9. Skema dan Penerapan Compaction Grouting (James D. Hussin, 2006) Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 211
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
Teknik compaction grouting, sangat efektif untuk memperbaiki tanah pada zona kedalaman tertentu yang ingin diperbaiki, dan metode ini kurang optimal untuk mencapai peningkatan kekuatan tanah yang signifikan pada kedalaman di atas 8 ft (2,5 m) dari permukaan tanah. Dalam prosedur ini, pertama tanah dipompa di bagian atas zona perlakuan. Setelah alat injeksi dipasang, pipa dibor ke bagian bawah alat tersebut, lalu bahan tambahan disuntikkan. Prosedur ini diulang sampai penyuntikan selesai pada bagian bawah zona perlakuan. Kecepatan injeksi umumnya berkisar dari 3 sampai 6 ft3/menit (0,087 sampai 0,175 m3/menit), tergantung pada jenis tanah yang diperbaiki. Jika laju injeksi terlalu cepat, maka tekanan pori berlebih, sehingga terjadi fraktur tanah, dan hal ini akan mengurangi efektivitas perlakuan. Teknik pelaksanaanya dimulai pada bagian bawah dari zona yang akan diperbaiki, dan proses penyuntikan selanjutnya bergerak ke atas. Perlakuan tidak harus dilanjutkan sampai ke permukaan tanah, dan bisa dihentikan pada kedalaman yang diinginkan. Urutan dari proses pelaksanaan metode ini dapat dilihat secara runtun pada gambar berikut.
(a) Pengeboran awal (b) Injeksi bgn bawah (c) Injeksi bgn atas Gambar 5.10. Proses Pelaksanaan Compaction Grouting (James D. Hussin, 2006)
212 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
5.6.
Perbaikan Dengan Teknik Dynamic Compaction
Pemadatan dinamis (Dynamic Compaction), juga dikenal sebagai pemadatan dalam yang dinamis, telah dipergunakan orang lebih dari 1000 tahun lalu, namun baru diperkenalkan secara teknis pada pertengahan 1960an oleh Luis Menard. Metode ini memungkinkan dilakukan perawatan tanah pada kedalaman, dengan memberikan beban dinamis di permukaan. Konsolidasi dinamis akan mengakibatkan pemadatan terjadi pada tanah granular yang longgar. Prinsip terknik ini terdiri dari beban dijatuhkan berulang-ulang dengan berat beban beberapa ton dari ketinggian di atas 10 meter. Di atas lapisan tanah liat, bahan isian ditempatkan di permukaan tanah yang akan dipadatkan, sehingga membuat proses penggantian material secara dinamis menjadi lebih efektif. Menurut Hussin (2006), bahwa metode ini baik digunakan untuk mengurangi penurunan pondasi, mengurangi penurunan seismik dan potensi likuifaksi, keamanan konstruksi, pemadatan tumpukan sampah, memperbaiki lahan bekas tambang, dan mengurangi penurunan pada tanah yang berpotensi runtuh (collapsible soils). Efektifitas dari hasil pekerjaan pemadatan dinamis sangat ditentukan oleh besarnya beban penumbukan yang diterapkan. Oleh Hussin (2006), dilaporkan tentang pengaruh beban penumbuk terhadap hasil dynamic compaction seperti yang terlihat pada tabel berikut :
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 213
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
Tabel 5.2. Hubungan Enersi Penumbuk dengan Peluang Capaian Perbaikan dengan Metode Dynamic Campaction. Soil Description Gravel and sand < 10% silt, no clay Sand with 10–80% silt and <20% clay, pI < 8 Finer-grained soil with pI > 8 Landfill a
Expected Improvement
Typical Energy Required (tons ft/cf)a
Excellent
2 – 2,5
Moderate if dry; Minimal if moist
2,5 – 3,5
Not applicable
–
Excellent
6 – 11
Energi = (tinggi jatuh x berat x jumlah pukulan) / volume tanah yang akan dipadatkan, 1 ton ft/ft3 ¼ 94.1 kJ/m3.
(a) Skema (b) Implementasi Lapangan Gambar 5.11. Skema dan Penerapan Dynamic Compaction (James D. Hussin, 2006) 214 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
Kedalaman pengaruh dari pemadatan yang dilakukan sangat tergantung pada besarnya enersi yang disalurkan dari setiap pukulan beban yang diterapkan ke permukaan tanah. Kedalaman pengaruh tersebut berhubungan dengan akar kuadrat dari energi per satu pukulan (bobot dikalikan tinggi jatuh). Korelasi berikut dikembangkan oleh Dr Robert Lucas berdasarkan data lapangan (dalam Hussin, 2006), dengan formula berikut. D = k.(W.H)1/2 .................... (5.8) Yang mana : D = kedalaman pengaruh maksimum di bawah muka tanah (m). W = berat beban pukulan (ton) H = tinggi jatuh beban pukulan (m) k = konstanta yang nilai bervariasi dengan tipe tanah (0,3 s/d 0,7), dengan nilai yang lebih rendah untuk tanah halus. Sebagai mana telah diungkap sebelumnya bahwa teknik pemadatan dinamis cukup efektif diterapkan untuk meminimalkan resiko likuifaksi pada saat terjadi gempa. Likuifaksi terjadi ketika tanah di bawah permukaan air tanah sementara kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat getaran. Hal ini menyebabkan tanah untuk sementara "mencairkan (liquefy)", sehingga sejumlah besar air, pasir dan lumpur halus keluar ke ke permukaan, dan menyebabkan permukaan tanah mengalami deformasi, dan menimbulkan tegangan yang pada bangunan yang berada di atas permukaan tanah yang mengalami pencairan (Ruwhenua, 2013). Ruwhenua (2013) menawarkan empat metode untuk perbaikan tanah yang berpotensi likuifaksi, yakni : 1) Rapid Impact Compaction ; Metode ini menerapkan pemadatan tanah dengan menggunakan berat jatuh yang melekat pada lengan penggali. Metode Ini bekerja paling sesuai diterapkan pada tanah berpasir. Getaran dari alat pemadatan perlu Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 215
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
dikendalikan untuk membatasi gangguan getaran pada tetangga. 2) Rammed Aggregate Piers ; Metode ini memanfaatkan dorongan kerikil ke dalam tanah dengan menggunakan hydraulic ram yang menempel pada alat penggali, sehingga membentuk kolomkolom kerikil di dalam lapisan tanah. Dengan demikian tanah yang berada di antara kolom-kolom tersebut akan terpadatkan oleh desakan material pengisit tersebut. 3) Low Mobility Grout ; Metode ini menggunakan penyuntikan beton ke dalam tanah, di bawah tekanan, yang dimaksudkan untuk membentuk serangkaian pilar di bawah tanah dari bolabola beton. Cara ini dapat memadatkan tanah yang terdapat di antara pilar-pilar yang keras tersebut. 4) Horisontal Soil Mixing ; Pada metode ini pengeboran dilakukan arah horizontal di bawah bangunan yang ada ke parit (trench) yang berisi campuran semen. Pada saat alat bor ditarik kembali, semen yang berada dalam trench akan tertarik ke dalam lapisan tanah, sehingga membentuk kolom tanah-semen secara horisontal. Keempat metode pelaksanaan yang ditawarkan oleh Ruwhenua (2013), dalam memperbaiki kondisi tanah yang berpotensi terhadap likuifaksi diilustrasikan dengan skema seperti yang tergambar berikut.
216 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
Gambar 5.12. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi Metode Rapid Impact Compaction (Ruwhenua, 2013).
Gambar 5.13. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi Metode Rammed Aggregate Piers (Ruwhenua, 2013).
Gambar 5.14. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi Metode Low Mobility Grout (Ruwhenua, 2013). Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 217
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
Gambar 5.15. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi Metode Horisontal Soil Mixing (Ruwhenua, 2013). 5.7.
Perbaikan Dengan Teknik Vibro Replacement
Metode Vibro Replacement merupakan kombinasi dari metode pemadatan dinamis (Dynamic Compaction) dengan metode penggantian tanah (soil replacement), yaitu proses penggantian tanah yang menggunakan bantuan alat penggetar (vibrator), sehingga lahirlah metode baru yang disebut dengan Vibro Replacement Method. Vibro-replacement termasuk dalam kategori teknik pemadatan getaran dalam, dimana tanah lepas atau tanah lunak diperbaiki untuk tujuan bangunan dengan menggunakan vibrator kedalaman khusus (Priebe 1995). Vibro-replacement adalah teknik 218 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
yang membuat kolom bantalan beban yang terbuat dari pasir kasar atau batu kerikil atau batu pecah pada lapisan tanah kohesif dan tanah granular yang kandungan partikel halus yang tinggi (Sayar dan Khalilpasha 2013). Vibro-replacement memiliki keunggulan ekonomi dibandingkan perbaikan tanah tradisional, terutama untuk peningkatan daya dukung, peningkatan kekuatan geser, peningkatan ketahanan terhadap likuifaksi, dan pengurangan penurunan pada tanah. Vibro-replacement adalah metode untuk memperbaiki karakteristik tanah melalui pengeboran, getaran, dan pengisian material pengganti. Jika material pengisi digunakan batu, maka akan terbentuk konstruksi kolom batu (stone column) seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Vibro-replacement menggunakan kepala bergetar yang besar dan menempel pada mesin. Bobot eksentrik dan motor listrik yang terletak di bagian atas dari kepala getaran menciptakan getaran. Getaran tersebut bergerak ke tanah di sekitarnya sehingga terjadi perpindahan dan pemadatan tanah itu (Sondermann & Wehr 2004). Begitu vibrator telah mencapai kedalaman desain, maka batu segera mengisi kekosongan yang ada melalui bagian atas atau bawah vibrator. Vibrator naik dengan interval 0,5 sampai 1,0 meter, untuk memungkinkan batu pengisi menjadi padat dan stabil pada tempatnya (Sondermann dan Wehr 2004). Ada empat metode vibro-replacement seperti yang akan dibahas di bawah ini, dan setiap metode tersebut memiliki teknik yang sangat berbeda satu sama lain. A. Wet Top Feed Method Metode ini merupakan metode yang paling umum, yaitu dengan mengumpan bahan isian dari atas dengan bantuan air (wet top feet method). Kekuatan air yang keluar melalui kepala vibrator yang sudah terpasang di ujung rig alat bor. Tekanan air Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 219
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
akan membantu penetrasi tanah dan batu seperti yang diumpankan dari bagian atas vibrator (Krishna et al., 2004). Penetrasi ke kedalaman yang dibutuhkan terjadi melalui kombinasi getaran dan pancaran air bertekanan tinggi. Begitu vibrator mencapai kedalaman yang ditentukan, maka batu segera diumpankan dari atas ke bawah. Metode ini dianggap sebagai suatu proses penggantian parsial dengan beberapa tanah yang diganti, dan tanah yang tersisa di dalam akan dipindahkan dan ditekan ke arah lateral (Krishna et al., 2004).
Gambar 5.16. Wet Top Feed Method (Krishna et. al. 2004) Gambar di atas menunjukkan mekanisme pada wet top feet method sebagai salah satu teknik vibro replacement. Permasalahan pada penerapan metode ini adalah masalah pasokan dan pembuangan air. Prosesnya membutuhkan air dalam jumlah yang besar, dan biasanya diangkut ke lokasi. Pembuangan air harus dilakukan dengan prosedur yang baik dan tepat karena sejumlah partikel halus sangat mudah ikut dalam
220 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
aliran di air. Metode ini dapat diterapkan pada perbaikan tanah sampai pada kedalaman 30 meter. B. Dry Bottom Feed Method Dry Bottom Feed adalah suatu metode yang menggunakan mesin khusus yang memungkinkan perakitan vibrator umpan bawah (bottom feed). Penetrasi ke kedalaman yang dibutuhkan, terjadi melalui kombinasi getaran dan kekuatan tekanan ke bawah dari mesin (Krishna et al., 2004). Tidak seperti pada metode wet top feed, pada metode ini prosesnya tidak menggunakan tekanan air, dan karena itu metode dry bottom feed lebih sesuai diterapkan di kering dan pada lokasi dengan keterbatasan akses air. Batu yang diumpankan melalui tempat pembuangan (bin) yang terletak pada bagian atas mesin, lalu bergerak turun ke bagian bawah kepala vibrator (Krishna et al., 2004). Metode ini dapat diterapkan pada lapisan tanah hingga pada kedalaman 20 meter. Gambar berikut menunjukkan pelaksanaan dari metode dry bottom feed.
Gambar 5.17. Dry Bottom Feed Method (Krishna et. al. 2004) Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 221
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
C. Dry Bottom Feed Crane-Hung Method Metode ini proses hampir sama dengan teknik dry bottom feet, dengan beberapa variasi. Pelaksanaannya tidak memerlukan mesin, dan sebagai ganti mesin digunakan derek (crane) yang mendukung perakitan vibrator untuk umpan bawah. Penetrasi ke kedalaman yang dibutuhkan terjadi melalui kombinasi getaran dan berat sendiri dari vibrator (Krishna et al., 2004). Penerapan metode ini juga tidak memerlukan gaya ke bawah ke arah kepala vibrator. D. Offshore Bottom Feed Method Metode ini menggunakan sebuah kapal tongkang atau ponton yang dapat mendukung perakitan derek (crane) dan tangkai penggetar (vibro string), mirip dengan metode dry bottom feed crane hung (Krishna et al., 2004). Lokasi dan penetrasi ke kedalaman yang dibutuhkan di bawah permukaan laut terjadi melalui kombinasi getaran, kompresi udara, dan sistem penentuan posisi global (Krishna et al., 2004). Gambar berikut menunjukkan skema pelaksanaan metode offsore bottom feed.
222 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah
Gambar 5.18. Offsore Bottom Feed Method (Krishna et. al. 2004)
a. Aspek lingkungan: suasanan ruang atau lingkungan.
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 223
Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA A. K. Gabr. 2012. "The Uncertainties of Using Replacement Soil in Controlling Settlement". Journal of American Science ; Volume. 8, No. 12, pp. 662-665, 2012. A. R. Estabragh; I. Beytolahpour; and A. A. Javadi. 2011. “Effect of Resin on the Strength of Soil-Cement Mixture”. Journal of Materials in Civil Engineering / Vol. 23 Issue 7 - July 2011. Ahnberg, H., Bengtsson, P.-E. and Holm., G. (2001), “Effect of initial loading on the strength of stabilized peat”. Proceedings of the ICEGround Improvement, Volume 5, Issue 1, pages 35-40 Ali Reza Zandieh and Shahaboddin Yasrobi. 2009. Retracted Article : “Study of Factors Affecting the Compressive Strength of Sandy Soil Stabilized with Polymer”. Original Paper. 28 November 2009. Amer Ali Al-Rawas, A.W.Hago, Hilal Al-Sarmi. 2005. “Effect of lime, cement and Sarooj (artificial pozzolan) on the swelling potential of an expansive soil from Oman”. Building and Environment, Volume 40, Issue 5, May 2005, Pages 681-687. Andan A. Basma and Erdil R. Tuncer. 2007. “Effect of Lime on Volume Change and Compressibility of Expansive Clays”. Transportation Research Record 1295. Jordan University of Science and Technology Publication of this paper sponsored by Committee on Lime and Lime-Fly Ash Stabilization. Anil Misra, Debabrata Biswas and Sushant Upadhyaya (13 Decemeber 2004), "Physio- mechanical behavior of self cementing class C flyash-clay mixtures," www.sciencedirect.com Anonimus. 1953. “Stabilization of Soil with Asphalt”. Technical Bulletin No. 200. American Road Builders Association, 1953. Anonimus. 1966. “Laboratory Studies Set Coarse Grading Limits for SoilCement”. Soil Cement News, No. 84, Portland Cement Association, January 1966. Anonimus. 1970. “Bituminous Base Course Practices”. Highway Research Board Committee MC-47, Bituminous Aggregate Bases, presented at 49th Annual Meeting HRB, 1970. Anonimus. 2016. Soil “Stabilization”. Ruston Paving Company Inc. http://www.rustonpaving.com/stabilization.aspx. Diunduh tanggal 15 Mei 2017. António Alberto S. Correia1 and Maria Graça Rasteiro. 2016. “Nanotechnology Applied to Chemical Soil Stabilization”. Elsevier, Procedia Engineering Volume 143, 2016, Pages 1252–1259. 224 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Daftar Pustaka
Arumugam and K. Muralidharan (1997), "Optimi- sation of Pavement construction cost on stabilized soil subgrade," Indian Highways, March 1997, pp. 33–42. Asma Muhmed & Dariusz Wanatowski. 2013. “Effect of Lime Stabilisation on the Strength and Microstructure of Clay”. IOSR Journal of Mechanical and Civil Engineering (IOSR-JMCE) Volume 6, Issue 3 (May - Jun. 2013), PP 87-94. Asmaa Al-Taie, Mahdi. M. Disfani, Robert Evans, Arul Arulrajah & Suksun Horpibulsuk. 2016. “Swell-Shrink Cycles of Lime Stabilized Expansive Subgrade” Procedia Engineering. Advances in Transportation Geotechnics-3. The 3rd International Conference on Transportation Geotechnics (ICTG 2016). Volume 143, 2016, Pages 615–622. Athraa M. J. Al-hassani, Sami M. Kadhim, Ali A. Fattah. 2015. “Characteristics of Cohesive Soils Stabilized by Cement Kiln Dust”. International Journal of Scientific & Engineering Research, Volume 6, Issue 4, April-2015. Azm S. Al-Homoud, Taisir Khedaywi and Abdullah M. Al. Ajlouni (1999), "Comparison of effectiveness and economic feasibility of bitumen, lime and cement as stabilizing agents for reduction of swell potential of a clayey soil," Indian Highways, January 1999,pp.51-58. B.A. Goodrich and W.R. Jacobi. 2014. “Magnesium Chloride Toxicity in Trees : MgCl2 Uses for Road Treatments”. Fact Sheet No. 7.425. Colorado State University Extension. 7/08. Revised 12/14. Balasingam Muhunthan & Farid Sariosseir. 2008. “Interpretation of Geotechnical Properties of Cement Treated Soils”. Research Report FHWA Contract DTFH61-05-C-00008 Compaction Control of Marginal Soils in Fills – July 2008. Behzad Fatahi, Dirk Engelbert, Sanjin Mujic and Hadi Khabbaz. 2011. “Effect of preloading on soft clay improvement using deep soil mixing”. Australian Geomechanics Vol 46 No 3 September 2011. Benson, J. R. and C. J. Becker. 1942. “Exploratory Research in Bituminous Soil Stabilization”. Proceedings, Association of Asphalt Paving Technology, Vol. 13, 1942. Bumjoo Kim; Monica Prezzi; and Rodrigo Salgado. 2005. “Geotechnical Properties of Fly and Bottom Ash Mixtures for Use in Highway Embankments”. Journal of Geotechnical and Geoenvironmental Engineering © ASCE / July 2005. Chen FH. 1976. “Foundations on Expansive Soils”. Elsevier,New York, USA. Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 225
Daftar Pustaka
Christodoulias J. 2015. “Engineering Properties and Shrinkage Limit of Swelling Soils in Greece”. Journal Earth Science & Climatic Change – 2015. Issue-5. 1000279. Christopher J.Griffith. 1991. “ Soil Improvement Through Vibro Compaction and Vibro Replacement”. University of Maryland, Dept. of Civil Engineering, 28 June, 1991. AD-A245 093. Costas A.Anagnostopoulos (2004), "Physical and Engineering Properties of a cement stabilized soft soil treated with Acrylic Resin additive," www.ejge.com Dallas N. Little, Tom Scullion, Prakash B.V.S. Kota, Jasim Bhuiyan. 1994. “Identification of The Structural Benefits of Base and Subgrade Stabilization”. Performing Organization Report, Research Report No. 1287-2. Texas Transportation Institute. Dallas N. Little. 1999. “Evaluation of Structural Properties of Lime Stabilized Soils and Aggregates”. Volume 1 : Mixture Design and Testing Procedure for Lime Stabilized Soils. Prepared for The National Lime Association. Dallas N. Little. 2000. “Evaluation of Structural Properties of Lime Stabilized Soils and Aggregates”. Volume 3 : Mixture Design and Testing Procedure for Lime Stabilized Soils. Prepared for The National Lime Association. Dario David Batioja. 2011. “Evaluation of Cement Stabilization of a Road Base Material in Conjunction with Full-Depth Reclamation in Huaquillas, Ecuador”. Master Thesis in Brigham Young University. Deepika Bonagiri & G.Jasmine Vincent. 2017. “Effect of Admixtures on Strength and Compressibility Characteristics of Different Types of Soils”. International Journal & Magazine of Engineering Technology, Management and Research. Volumen No: 4, Issue No: 2, February 2017. Dennis Pere Alazigha, Buddhima Indraratna, J S. Vinod, Lambert Emeka Ezeajugh. 2016. “The swelling behaviour of lignosulfonate-treated expansive soil”. University of Wollongong Research Online. 2016. Department of the Air Force, "Materials Testing," AFM 88-51, February 1966. Department of the Army, "Soil Stabilization for Roads and Streets". Technical Manual TM 5-822-4, (also Air Force Manual 88-7), Chap. 4, June 1969. Department of the Army, 1966. “Soil Stabilization-Emergency Construction”. Technical Manual TM 5-887-5, (also Air Force Manual AFM 88-40), Chap. 30, May 1966. 226 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Daftar Pustaka
Dhiaadin Bahaadin Noory Zangana. 2012. “The Effect Of Sodium Hydroxide On The Strength Of Kirkuk Soil – Cement Mixtures”. Anbar Journal for Engineering Sciences. AJES-2012, Vol.5, No.2. December 2012. Donatella Sterpi. 2015. “Effect offreeze–thaw cycles on the hydraulic conductivity of a compacted clayey silt and influence of the compaction energy”. Elsevier - The Japanese Geotechnical Society, Soils andFoundations2015;55(5):1326–1332. Dumbleton. 1962. “Lime stabilized soil for road construction in Great Britain – A laboratory investigation”. Road and Road Construction 40 (479), pp.321-325. Nopember, 1962. Dunning, R. L. and F. E. Turner. 1965. “Asphalt Emulsion Stabilized Soils asa Base Material in Roads”. Proceedings, Association of Asphalt Paving Technologists," Vol. 34, 1965. Durotoye, T.O, Akinmusuru, J.O, Ogbiye, A.S, Bamigboye. 2016. “Effect of Common Salt on the Engineering Properties of Expansive Soil”. International Journal of Engineering and Technology Volume 6 No.7, July, 2016. Emhammed. A. Basha , Roslan Hashim and Agus S.Muntohar (1999), "Effect of the cement–Rice husk ash on the Plasticity and compaction of soil," www.ejge.com Emmanuel Akintunde Okunade. 2010. “Geotechnical Properties of Some Coal Fly Ash Stabilized Southwestern Nigeria Lateritic Soils”. Modern Applied Science Vol. 4, No. 12; December 2010. Endersby, V. A. 1942. “Fundamental Research in Bituminous Soil Stabilization”. Proceedings, Highway Research Board, Vol. 22, 1942. Endersby, V. A. 1961. “Soil Stabilization with Portland Cement”. Bulletin 292, Highway Research Board, 1961. Eric Berger. 2007. “Lime Use For Soil & Base Improvement (Application Design Testing)”. Chemical Lime – A Lhoist Group Company. July 19, 2007. Fauziah binti Ahmed, Yahya K. Atemimi, and Mohd Ashraf Mohamad Ismail. 2013. “Evaluation the Effects of Styrene Butadiene Rubber Addition as a New Soil Stabilizer on Geotechnical Properties”. EJGE. (2013). Pages 735-748. G. Radhakrishnan, M. Anjan Kumar, and GVR Prasada Raju. 2014. Swelling Properties of Expansive Soils Treated with Chemicals and Flyash. American Journal of Engineering Research (AJER, 2014) e-ISSN : 2320-0847 p-ISSN : 2320-0936 Volume-03, Issue-04, pp-245-250. Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 227
Daftar Pustaka
Gaafer, Manar, Bassioni, Hesham, Mostafa, Tareq. 2015. “Soil Improvement Techniques”. International Journal of Scientific & Engineering Research, Volume 6, Issue 12, December-2015 Guida, H.N. 1971. “Establização de um solo fino laterítico pelo ácido fosfórico (Stabilization of a fine lateritic soil with phosphoric acid)” M.Sc. thesis, COPPE/UFRJ (Federal University of Rio de Janeiro), Brazil. Gurdev Singh & Braja M. Das. 1999. “Soil Stabilization with Sodium Chloride”. Article in Transportation Research Record Journal of the Transportation Research Board 1673(1673):46-54 · October 1999 H.N.Ramesh, A.J.Krishnaiah and S.Shilpa Shet. 2013. “Effect of Lime on the Index Properties of Black Cotton Soil and Mine tailings mixtures”. IOSR Journal of Engineering (IOSRJEN). Vol. 3, Issue 4 (April. 2013), pages 01-07. Hanifi Canakcia, Fatih Celika, Mohammed O. A. Bizneb, Media O. A. Biznea. 2016. “Stabilization of Clay with Using Waste Beverage Can”. World Multidisciplinary Civil Engineering-Architecture-Urban Planning Symposium, WMCAUS-2016. Procedia Engineering 161 ( 2016 ) 595 – 599 Hebib, S. and Farrell, E.R. (2003), “Some experiences on the stabilization of Irish peats”. Can. Geotech. J. 40(1): 107-120. Digital Object Identifier (DOI): 10.1139/T02-091 Helen Åhnberg. 2006. “Strength of Stabilised Soils – A Laboratory Study on Clays and Organic Soils Stabilised with Different Types of Binder”. Doctoral Thesis, Lund University Sweden, April 2006. Herrin, M. 1960. “Bituminous-Aggregate and Soil Stabilization”. Highway Engineering Handbook, Section 111, Editor, K. B. Woods, McGraw-Hill Book Co. Hindermann, W. L. 1969. “Hydrated Lime in Asphalt Paving”. Bulletin of Pit and Quarry, May 1969. Ibtehaj Taha Jawad, Mohd Raihan Taha, Zaid Hameed Majeed and Tanveer A. Khan. 2012. “Soil Stabilization Using Lime : Advantages, Disadvantages and Proposing a Potential Alternative”. Research Journal of Applied Sciences, Engineering and Technology 8(4): 510520, c 2014 Maxwell Scientific Publication Corp. Ingles O.G. & Metcalf J.B. 1972. “Soil Stabilization Principles and Practice”. Butterworths Pty. Limited, Brisbane Australia.
228 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Daftar Pustaka
J. Medina and H.N. Guida. 1995. “Stabilization of lateritic soils with phosphoric Acid”. Geotechnical and Geological Engineering, 1995, 13, 199-216 J. Patrick Powers P.E. 1992. “Construction Dewatering, New Methods and Applications”. John Wiley & Sons, Inc. Second Edition. J.W. Lyons and G.J. McEwan. 1972. “Phosphoric Acid in Soil Stabilization”. Inorganic Chemicals Division, Monsanto Chemical Company, St. Louis, Mo. James D. Hussin. 2006. “Methods of Soft Ground Improvement”. © 2006 by Taylor & Francis Group, LLC. Jian Chu and Shuwang Yan. 2011. “Case histories of ground improvement methods for road or airport construction”. Mid-Continent Transportation Research Symposium, August 18-19, 2011, Ames. Johnson, A. W., "Soil Stabilization". Technical Bulletin No. 258, American Road Builders Association, 1965. Jon A. Epps, Wayne A. Dunlap, Bob M. Galloway. 1971. “Basis For The Development of A Soil Stabilization Index System”. Reproduced by National Technical Information Science, Springfield, Vol. 2. Jonathon R. Griffin and Jeb S. Tingle. 2009. “In Situ Evaluation of Unsurfaced Portland Cement-Stabilized Soil Airfields”. Engineer Research & Development Centre. US Army Corps of Engineers. July 2009. Juan Rodriguez. 2016. “Advantages of Vibroflotation to Improve Bearing Capacity”. The Balance. Updated November 20, 2016. K.V. Manoj Krishna and H.N.Ramesh. 2012. “Strength and FOS Performance of Black Cotton Soil Treated with Calcium Chloride”. Journal of Mechanical and Civil Engineering (IOSRJMCE) ISSN: 22781684 Volume 2, Issue 6 (Sep-Oct 2012), PP 21-25. Khairul Anuar Kassim and Hadi Nur. 2012. “Stabilization of tropical kaolin soil with phosphoric acid and lime”. Natural Hazards. April 2012, Volume 61, Issue 3, pp 931–942. Kittrick, J.A. and Jackson, M.L. 1955. “Rate of phosphate reaction with soil minerals and electron microscope observations on the reaction mechanism”. Soil Science Society Proceedings, 19, 292–5. Kolawole J. Osinubi. 1998. “Permeability of Lime-Treated Lateritic Soil”. Technical Papers. Journal of Transportation Engineering of ASCE. Volume 124 Issue 5 - September 1998. Komihana Ruwhenua. 2013. “IMPROVING Liquefaction Vulnerable Land”. Earthquake Commision – EQC, New Zealand, 2013. Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 229
Daftar Pustaka
Krishna, H., Raju, V.R., and Wegner, R., (2004). “Ground Improvement using Vibro Replacement in Asia 1994 to 2004 : A 10 Year Review.” Proc., 5th Int. Conf. on Ground Improvement Techniques., Kuala Lampur, Malaysia. L.S. Wong, R. Hashim and F.H. Ali. 2008. “Strength and Permeability of Stabilized Peat Soil”. Journal of Applied Sciences, 8: 3986-3990. Lambe, T. W. 1962. “Foundation Engineering”, edited by G. A. Leonards, McGraw-Hill Book Co. Laurence Latta and John B. Leonard. 1975. Epoxy Resin Soil Stabilizing Compositions. United States Patent. Jul. 28, 1975. Loan T.K.DAM, Isamu SANDANBATA, Makoto KIMURA. 2006. “Vacuum Consolidation Method – Worldwide Practice and the Latest Improvement in Japan”. Research Assistant, Hazama Corporation. (2006.12). M. Mirzababaei, S. Yasrobi, and A. Al-Rawas. “Effect of polymers on swelling potential of expansive soils”. Proceedings of the Institution of Civil Engineers - Ground Improvement. Volume 162, Issue 3. 2009. M. Yıldız, A.S. Soğancı. 2012. “Effect of freezing and thawing on strength and permeability of lime-stabilized clays”. Scientia Iranica A (2012) 19 (4), 1013–1017. MacLean, D. J. and P. T. Sherwood. 1961. “Study of the Occurrence and Effects of Organic Matter in Relation to the Stabilization of Soils with Cement”. Proceedings, Fifth International Conference on Soil Mechanics and Foundation Engineering, 1961. Mahmoud Halaweh. 2006. “Effect of alkalis and sulfates on Portland cement Systems”. A dissertation submitted in partial fulfillment of the requirements for the degree of Doctor of Philosophy of University of South Florida. December 8, 2006. Manikant Mandal and Dr. Mayajit Mazumdar (1995), "A Study on the effect of sodium carbonate as an additive to stabilized soil," Indian Highways, December 1995, pp. 31–36. Marshall R. Thompson. 1967. “Factor Influencing The Plasticity and Strength of Lime-Soil Mixtures”. By the Board Of Trustees Of the University Of Illinois. Marwa Abdel Fatah. 2014. "Improvement Of Bearing Capacity Of Soft Clay Soil Beneath Shallow Foundation Using Cohesionless Soil Replacement". Menoufiya University, Egypt, 2014.
230 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Daftar Pustaka
Md. Shahidul Islam. 2001. “Permeability Characteristics of Lime Treated Soils”. Master Thesis of ivil Engineering – Bangladesh University, Juli 2001. Mertens, E. W. and Wright. 1959. “Cationic Asphalt Emulsions: How They Differfrom Conventional Emulsion in Theory and Practice”. Proceedings, Highway Research Board, Vol. 38, 1959. Metcalf J.B. 1959. “A laboratory invetigation of the strength age relations of fine soil stabilized with white hydrated lime and ordinary portland cement”. RN/3435/JBM.DSIR RRL. March, 1959. Michael Lersow. 2001. “Deep soil compaction as a methode of ground improvement and to stabilization of westes and slopes with danger of liquefaction, determining the modulus of deformation and shear strength parameter of loose rock”. Pergamon – Elsevier, Weste Management 21 (2001) 161-174. Michael, A.S. and Tausch Jr., F.W. 1960. “Phosphorous chemicals as soil stabilizers”. Industrial and Engineering Chemistry, 52(10), 857–8. Michaels, A.S., Williams, P.M. and Randolph, K.B. 1958. “Acidic phosphorous compounds as soil stabilizer. Industrial and Engineering Chemistry, 50(6), 889–94. Mitchell J.K. 1976. “The properties of cement-stabilized soils”. Proceeding of Residential Workshop on Materials and Methods For Low Cost Road, Rail, and Reclamation Works, Australia: 365–404. Muhanned Qahtan Waheed. 2012. , “A Laboratory Evaluation of stabilization of silty clay soil by using Chloride Compounds”, Engineering & Technology Journal, Vol. 30, No.17, 2012, 3054 3064. Murat Turkoz & Pinar Vural. 2013. “The effects of cement and natural zeolite additives on problematic clay soils”. Science and Engineering of Composite Materials. Volume 20 Issue 4 (Nov. 2013). Murty V.R. and Krishna P.H. 2006. ““Stabilisation of expansive clay bed using calcium chloride solution”. Proceedings of the Institution of Civil Engineers - Ground Improvement. Volume 10, Issue 1, 2006. Murty V.R. and Krishna P.H. 2007. “Amelioration of expansive clay slopes using calcium chloride solution, ASCE Jl of Materials in Civil Engg., Vol. 1, no. 19, pp. no. 19-25, 2007. N. S. Ikhlef, M. S. Ghembaza, M. Dadouch. 2014. “Effect of Cement and Compaction on the Physicochemical Behavior of a Material in the Region of Sidi Bel Abbes”. Engineering, Technology & Applied Science Research Vol. 4, No. 4, 2014, 677-680 Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 231
Daftar Pustaka
Nagih M. El-Rawi and Amir A.A. Awad. 1981. “Permeability of Lime Stabilized Soils”. Transportation Engineering Journal of ASCE, 1981, Vol. 107, Issue 1, Pg. 25-35. Nguyen Duy Quang, Jin Chun Chai. 2015 “Permeability of lime and cement-treated clayey soils”. Canadian Geotechnical Journal, 2015, Vol. 52, No. 9 : pp. 1221-1227 Nidal R. Bhuria & Ajanta Sachan. 2014. Shear strength and constant rate of strain consolidation behaviour of cement-treated slurryconsolidated soft soil. Current Science, Vol. 10, pages 972-979, No. 7, 10 April 2014. Noor Thamer, Bujang B.K. Huat, Eltaher Aburkaba, Thamer A. Mohamed, Sina Kazemian. 2015. Effect of Formamide, calcium chloride and aluminum chloride on stabilization of peat with cement-sodium silicate grout. WALIA journal 31(S4): 202-206, 2015. Oglesby, C. H. and L. I. Hewes 1963. “Highway Engineering”. John Wiley and Sons, Inc., New York, 1963. Olaniyan, O.S., Olaoye, R.A, Okeyinka, O.M, and Olaniyan, D.B. 2011. “Soil Stabilization Techniques Using Sodium Hydroxide Additives”. International Journal of Civil & Environmental Engineering IJCEEIJENS Vol: 11 No: 06. Dec. 2011. P.C.Varghese. 2005. “Foundation engineering”. New Delhi: PHI learning private limited, 2005. Peteris Skels, Kaspars Bondars, Aleksandrs Korjakins. 2013. “Unconfined Compressive Strength Properties of Cement Stabilized Peat”. 4th International Conference CIVIL ENGINEERING`13 Proceedings Part I – CONSTRUCTION AND MATERIALS. Latvia, LV-1658. Prakhar Dubey & Rajesh Jain. 2015. “Effect of Common Salt (Nacl) on Engineering Properties of Black Cotton Soil”. IJSTE - International Journal of Science Technology & Engineering | Volume 2 | Issue 01 | July 2015. Priebe, H. J. 1995. "The Design of Vibro Replacement." Gound Engineering (Dec), 31-37. Priebe, H. J. 1998. "Vibro Replacement to prevent earthquake induced liquefaction." Ground engineering 31(9) 30-33. Punmia B.C. 1980. “Soil Mechanics and Foundations”. Standard Book House, New Delhi. Puzinauskas, V. P. and B. F. Kallas 1962. “Stabilization of Fine-GrainedSoils with Cutback Asphalt and Secondary Additives”. Bulletin 309, Highway Research Board. 232 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Daftar Pustaka
R. C. Mainfort. 1951. "A Summary Report on Soil Stabilization by the Use of Chemical Admixtures," Technical Development Report No. 136, February 1951. R. C. Mainfort. 1957. “Soil Stabilization with Resins and Chemicals”. Highway and Construction Materials Department Dow Chemical Company Robnett, Q. L. & M. R. Thompson. 1969. “Stabilization Recommendations for Illinois Soils and Materials”. Illinois Cooperative Highway Research Program, Project IHR-94, August, 1969. Robnett, Q. L. and M. R. Thompson, "Stabilization of Illinois MaterialsDevelopment of Guidelines and Criteria". Illinois Cooperative Highway Research Program Project IHR-94, September 1969. S.A.Aiban, H.M.Al-Ahmadi, I.M. Asi, Z.U.Siddique, and O.S.B. Al- Amoudi (8 March 2005), "Effect of geotextile and Cement on the performance of sabkha subgrad," www.sciencedirect.com. Samson Mathew, P. Selvi, and K.B.Velliangiri. 2009. “A Study on Engineering Properties of Cement Stabilized Seashore Soil”. NBMCW January 2009 Sangita Lajurkar, Y. S. Golait, S. R. Khandeshwar. 2016. “Effect of Calcium Chloride Solution on Engineering Properties of Black Cotton Soil”. International Journal of Innovative Research in Science, Engineering and Technology. Vol. 5, Issue 2, February 2016 Sayar, A. D. and Khalilpasha, M. 2013. "Soil Improvement Using Vibro Replacement Technique." The Masterbuilder., 74-76. Scholen, D. E., “Non-Standard Stabilizers" Rep. No. FHWA-FLP-92-011, FHWA, 1992. Seyedesmail Mousavi & Leong Sing Wong. 2017. “Compressibility Characteristics of Compacted Clay Treated with Cement, Peat Ash and Silica Sand”. Sains Malaysiana 46(1)(2017): 97–106. Sherif Abdel Salam. 2007. "The effect of replacement soil on reducing settlement of footing on deep soft clay using numerical approach," cairo university, Giza, egypt, thesis 2007. Siavash Mahvash, Susana López-Querol, Ali Bahadori-Jahromi. 2017. “Effect of class F fly ash on fine sand compaction through soil stabilization”. Elsevier, Heliyon 3 (2017). Soletanche-Bachy. 2015. “Technique Soil Improvement” © 2015, Soletanche-Bachy Group. Sondermann, W. and Wehr, W. 2004. "Deep Vibro Techniques, Ground Improvement", 2nd Edition, edited by M.P. Moseley and K. Kirsch, 57-92, Spon Press. Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 233
Daftar Pustaka
Sridharan A, Prakash K. 2000. ‘Classification procedures for expansive soils’. Proc Instn Civ Engrs Geotech Eng 143: 235-240. Suksun Horpibulsuk et al. (2006), "Strength Development in Cement stabilized low plasticity and Coarse grained soils: Laboratory and Field Study," Soils and Foundation, vol.46,No.3, pp.351–366. T. Ca´ssia de Brito Galvao, Ahmed Elsharief and Gustavo Ferreira Simoes. 2004. “Effects of Lime on Permeability and Compressibility of Two Tropical Residual Soils”. Journal of Environmental Engineering, Vol. 130, No. 8, August 1, 2004. ©ASCE, ISSN 0733-9372/2004/8-881– 885. T. Yamani Devi and DSV Prasad. 2016. “Stabilization of Expansive Soil Using Aluminum Chloride and Flyash”. IOSR Journal of Mechanical and Civil Engineering (IOSR-JMCE) e-ISSN: 2278-1684,p-ISSN: 2320334X, Volume 13, Issue 3 Ver. II (May- Jun. 2016), PP 78-82. T.Lopez-Lara, J.A. Zepeda-Garrido and V.M. Castario (1999), "A comparative study of the effectiveness of different additives on the expansion behavior of clays," www.ejge.com Tamadher Abood and Mohamed A. S. Mohamed. 2015. “A Laboratory Evaluation of Stabilization of Salty Clay Soil by Using Chloride Compounds”. International Journal of Civil and Structural Engineering Research. Month: October 2014 – March 2015, pp: (Vol. 2, Issue 2, pp : (47 – 52). Thanh Danh Tran Yu-Jun Cui, Anh Minh Tang, Martine Audiguier, Roger Cojean. 2014. “Effects of lime treatment on the microstructure and hydraulic conductivity of Héricourt clay”. Journal of Rock Mechanics and Geotechnical Engineering Volume 6 (2014), pages 399-404. Thompson, M. R. 1964. “The Significance of Soil Properties in Lime-Soil Stabilization”. Civil Engineering Studies, Highway Engineering Series No. 13, University of Illinois, June 1964. Thompson, M. R. and Q. L. Robnett, "Second Air Force Stabilization Colloquium". Kirtland Air Force Base, February 1970. U.S. Naval Civil Engineering Laboratory. 1962. “Standard Specifications for Road and Bridge Construction”. Texas Highway Department, 1962. U.S. Naval Civil Engineering Laboratory. 1968. “A Guide to Short-Cut Procedures for Soil Stabilization with Asphalt”. Technical Note N955, April 1968. Uppal, I. S. 1967. “Soil-Bituminous Stabilization”. Highway Research Record 198, Highway Research Board, 1967. 234 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Daftar Pustaka
Virender Kumar, (2002), "Compaction and permeability study of a soil stabilised with Flyash, Lime and Na2CO3 ", Journal of The institution of Engineers" Volume 82, Febraury 2002, pp. 173–176. Wan Hasmida binti Wan Hassan. 2015. “Peat Soil Stabilization Using Magmesium Chloride”. Master Thesis in Faculty of Civil Engineering Universiti Teknologi Malaysia, January, 2015. Warsiti. 2009. “Meningkatkan CBR Dan Memperkecil Swelling Potensial Tanah Sub-grade Dengan Metode Stabilisasi Tanah Dengan Kapur”. Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 14 No. 1 April 2009: 38-4 Willis Diana, Afriza Marianti, Ika Ernawati. 2011. “Optimasi Kadar Aspal pada Stabilisasi Tanah Pasir Menggunakan Aspal dengan Uji CBR”. Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, Vol. 14, No. 2, 127-132, November 2011. Willis J.G. 1971. “Stabilization of road pavement in practice”. Aust. Road Research Board. In press, 1971. Winterkorn H.F. & Fang H.Y. 1975. “Foundation Engineering Handbook”. Van Nostrand Reinhold Company. New York. Winterkorn, H. F. 1957. “Granulometric and Volumetric Factors in Bituminous Soil Stabilization”. Proceedings, Highway Research Board, 1957. Wojciech SAS, Andrzej Gluchowski. 2013. “Effects of stabilization with cement on mechanical properties of cohesive soil – sandy-silty clay”. Annals of Warsaw University of Life Sciences – SGGW Land Reclamation No 45 (2), 2013: 193–205. Ya-Sheng LUO, Jing LI, and Andrew CHAN. 2009. “STUDY ON THE ENGINEERING PROPERTY OF MIXED-SOIL FLY ASH”. Proc. of Int. Symp. on Geoenvironmental Eng., ISGE 2009, September 8-10, 2009, Hangzhou, China. Z.A. Rahman, N. Sulaiman, S.A. Rahim, W.M.R. Idris & T. Lihan. 2016. “Effect of Cement Additive and Curing Period on Some Engineering Properties of Treated Peat Soil”. Sains Malaysiana 45(11)(2016): 1679–1687. Zhang Dingwen, Fan Libin, Liu Songyu, and Deng Yongfeng. 2013, “Experimental Investigation of Unconfined Compression Strength and Stiffness of Cement Treated Salt-Rich Clay”. Marine Georesources & Geotechnology, 31 : 360–374, 2013 Copyright # Taylor & Francis Group, LLC.
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 235
Index
INDEX Additive 12, 14, 16, 18 Asam Fosfat 18, 146, 147, 148, 149, 150, 151, 153, 154, 155 Asam Sulfat 14, 18, 145, 146, 148 Bearing Capacity 10, 14, 193, 230 Black Cotton 118, 126, 129 California Bearing Ratio 99, 139 Capacity of Change Cation 40, 41 Cementation Reaction 45 Compaction Grouting 211, 212 Dewatering 16, 18, 258, 177, 178, 179, 180, 181, 202 Differential Free Swell 139 Differential Settlement 24, 160, 210 Dynamic Compaction 17, 213, 214, 218 Ekspansif 5, 63, 91, 93, 94, 116, 117, 118, 127, 128, 129, 133, 134, 139, 140, 141, 142, 143, 144, 155, 193 Garam Aluminium 107, 133, 137 Garam Magnesium 132, 133, 134, 136, 137 Group Index 151 Horizontal Drain 172 Ice deicing 107, 137 Illite 24, 28, 29, 40 Inclusions 197 Kalsium Klorida 125, 126, 127, 128, 129, 130, 131, 132, 138 Kaolinite 24, 27, 28, 29, 33, 40, 147 Kembang-susut 16, 19, 39, 58, 59, 62, 63, 66, 91, 93, 94, 95. 129, 133 Kuat Geser 3, 7, 12, 14, 16, 17, 18, 76, 102, 107, 191, 192, 206 Kuat Tekan Bebas 49, 54, 55, 57, 82, 84, 87, 88, 89, 90, 91, 110, 117, 121, 122, 124, 126, 130, 138, 147, 148, 149, 150 Likuifaksi 37, 38, 160, 198, 202, 203, 211, 213, 215, 216, 217, 218, 219 Liquefaction 37, 137 Liquid Limit 100, 116 Maximum Dry Density 99, 117, 136, 143, 188, 193 Montmorillonite 24, 25, 26, 27, 28, 29, 33 Natrium Klorida 115, 122 Normally Consolidated 37 Oktahedral 28, 29, 133 Optimum Moisture Content 92, 99, 117, 119, 136, 143, 188, 193 236 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Index
Over Consolidated 37 Pastic Index 151 Perkuatan Tanah 7, 8, 10 Permeability 105 Permeation Resin 9, 15, 19 Plastic Limit 100, 116 Plasticity 43, 52, 116 Pozzolanic 47, 48, 49, 58, 79, 107 Preloading 9, 14, 88, 174, 175, 176 Settlement 7, 12, 24, 65, 70, 98, 106, 157, 160, 175, 179, 181, 182, 201, 208, 210 Shear Strength 127, 231 Shrinkage Limit 116 Skeleton 16, 64 Soda Kaustik 14, 18, 107 Sodium Klorida 114 Soil Ash 9, 13, 17 Soil Cement 9, 13, 16 Soil Improvement 4, 7, 8 Soil Lime 9, 13, 17 Soil Properties 6, 150 Soil Reinforcement 4, 7, 8, 10 Soil Replacement 181, 197, 218 Soil Stabilization 4, 5, 137 Specific Surface 24, 30, 38, 39, 40 Stabilisasi Tanah 5, 6, 7, 8, 9, 10, 13, 18, 19, 74, 80, 92, 96, 100, 128, 137, 147, 149, 185, 187 Stabilizer 14, 18, 20, 23, 38, 41, 42, 43, 44, 45, 71, 73, 74, 76, 77, 81, 91, 93, 97, 106, 107, 115, 122, 136, 150, 157, 183, 186, 187, 189, 193 Stone Column 182, 202, 203, 204, 205, 219 Swelling Potential 5, 16, 45, 58, 59, 62, 66, 91, 95 Swelling Pressure 63, 96, 126, 134 Tetrahedral 27, 28, 29 Unconfined Compression Strength 49, 55, 57, 151, 152, 153 Vertical Drain 8, 18, 172, 173, 238 Vibro Replacement 218, 220 Vibroflotation 9, 16, 198, 199, 200, 201, 202 Volume Change 25, 133, 154, 160
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 237
Gloserium
GLOSARIUM ASTM = American Standard Testing of Material. CBR = California Bearing Capacity Cc = Coeficient Compressibility CEC = Capacity of Change Cation. CKD = Cement Kiln Dust. DCP = Dynamic Cone Penetrometer DFS = Differential Free Swell. Dr = Relative Density DSM = Deep Soil Mixing E-SBR = Emulsion Styrene Butadiene Rubber. ESP = Exchangeable Sodium Percentage. FDD = Faktor Daya Dukung. FOS = Factor of Safety GI = Group Index. IUPAC = International Union of Pure and Applied Chemistry. LI = Liquid Index LL = Liquid Limit LS = Lignosulfonat. LTCR = Lime Treatment Compression Ratio. m.a.t = Muka Air Tanah MC = Medium-Curing. MDD = Maximum Dry Density. MIP = Mercury Intrusion Porosimetry. OMC = Optimum Moisture Content. OPC = Optimum Portland Content. PFWD = Portable Falling-Weight Deflectometer pH = powerp/potenz [H+] = – log [H+] (derajat keasaman) PI = Plasticity Index. PL = Plastic Limit PN-S-96011 = Polska Normy Standard 96011, Data publikacji, 02-01-1998 PSPA = Portable Seismic Property Analyzer. 238 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Gloserium
PVDs Rc RC SAR SBR SEM SL SNI SPT S-SBR SSG UCCS UCS WCD
= Prefabricated Vertical Drains = Relative Compaction = Rapid Curing. = Sodium Adsorption Ratio. = Styrene Butadiene Rubber. = Scanning Electron Mmicroscope. = Shringkage Limit = Standar Nasional Indonesia = Standard Penetration Test. = Solution Styrene Butadiene Rubber. = Soil Stiffness Gauge. = Unconfined Compression Strength. = Unconfined Compression Strength. = Waste Canned Drinks.
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 239
240 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah