Dampak Chlorhexidine terhadap microenvironment Pada microenvironment rongga mulut, terutama bakteri bakteri S. mutans, chlorhexidine memiliki memiliki rerata diameter zona hambat lebih besar daripada povidone iodine serta fluoride dengan suplementasi zinc. Perbedaan penurunan jumlah koloni S. mutans dapat terjadi pada percobaan yang dilakukan secara in vivo (saliva dalam rongga mulut) dengan in vitro. Perbedaan tersebut dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, diantara faktor yang berpengaruh adalah kondisi saliva dan jumlah bakteri awal. Saliva memiliki berbagai macam komponen yang berfungsi untuk pertahanan tubuh melawan infeksi mikroorganisme, diantaranya adalah berbagai macam protein seperti lyzozyme,bactericidal/ permeability increasing protein (BPI), peroxidise, IgA serta IgG yang berbeda konsentrasinya pada tiap individu.4 Kadar keasaman (pH) saliva juga berpengaruh terhadap efektifitas obat kumur, saliva yang bersifat asam (pH rendah) akan mengurangi efektifitas chlorhexidine. (Russel, 1986) Chlorhexidine memiliki rerata diameter zona hambat terbesar pada microenvironment rongga mulut (bakteri campur, S. mutans dan P. gingivalis). Hal ini berarti daya antibakteri chlorhexidine lebih besar dibandingkan dengan fluoride dengan suplementasi zinc maupun povidone iodine. Mekanisme kerja dari chlorhexidine efektif untuk menghambat pertumbuhan maupun membunuh bakteri gram positif dan gram neg atif, tergantung dari konsentrasi yang digunakan. Molekul chlorhexidine memiliki muatan positif (kation) dan sebagian besar muatan molekul bakteri adalah negatif (anion). Hal ini menyebabkan perlekatan yang kuat dari chlorhexidine pada membran sel bakteri. Chlorhexidine akan menyebabkan perubahan pada permeabilitas membran sel bakteri sehingga menyebabkan keluarnya sitoplasma sel dan komponen sel dengan berat molekul rendah dari dalam sel menem bus membran sel sehingga menyebabkan kematian bakteri. Mekanisme ini berbeda dengan fluoride dengan suplementasi zinc yang berfokus pada berkurangnya enzim ATP-ase maupun pada povidone iodine yang molekul iodine bebasnya masuk menembus membran sel kemudian membunuh sel bakteri. (Sinaredi, Pradopo and Wibowo, 2014) Chlorhexidine lebih efektif terhadap bakteri Gram positif (S. mutans) merupakan bakteri Gram positif) dibandingkan terhadap bakteri Gram negatif (P. gingivalis). Hal ini terlihat dari rerata diameter zona hambat bakteri pada kelompok penelitian S. mutans sebesar 16,0833 mm dibandingkan pada kelompok penelitian P. gingivalis sebesar 4,0833 mm. Terdapat perbedaan jenis dinding sel pada bakter i gram positif dimana bakteri gram positif tidak memiliki lipopolisakarida sedangkan bakteri gram negatif memiliki lipopolisakarida. Lipopolisakarida mampu untuk menahan molekul kationik dari chlorhexidine sehingga membatasi mengurangi efektifitas kerjanya.14 Selain itu, membran luar dari bakte ri gram negatif, bertindak sebagai penghalang terhadap zat anti bakterial yang bersifat kationik seperti chlorhexidine.15 Penelitian ini menunjukkan bahwa chlorhexidine lebih efektif dibanding povidone iodine dan fluoride dengan suplementasi zinc dalam menghambat pertumbuhan bakteri campur dari plak, Streptococcus mutans dan Porphyromonas gingivalis. (Sinaredi, Pradopo and Wibowo, 2014)
Russel AD. Chlorhexidine: Anti bacterial action and resistance. Infection 1986; 14(5 ): 212-8. Sinaredi, B., Pradopo, S. and Wibowo, T. (2014). Daya antibakteri obat kumur chlorhexidine, povidone iodine, fluoride suplementasi zinc ter hadap, Streptococcus mutans dan Porphyromonas g ingivalis (Antibacterial effect of mouth washes containing chlorhexidine, povidone iodine, fluoride plus zinc on Strep. Dental Journal (Majalah Kedokteran Gigi) , 47(4), p.211.
Chlorhexidine biasa digunakan sebagai bahan aktif di dalam obat 13 kumur untuk mengurangi bakteri pada gigi dan rongga mulut. Salah satu e fek samping dari penggunaan chlorhexidine adalah dapat meningkatkan bau mulut. Chlorhexidine dinonaktifkan oleh komponen anionik, te rmasuk surfaktan anionik yang biasa digunakan pada pasta gigi dan obat kumur. Karena alasan inilah obat kumur chlorhexidine sebaiknya digunakan minimal 30 menit set elah penggunaan produk mulut yang lain. Untuk mendapatkan efek terbaik, makanan, minuman, dan rokok harus dihindari minimal satu jam setelah penggunaan obat kumur (Denton, 2001). Efek negatif yang paling banyak dikeluhkan oleh pasien pengguna chlorhexidine adalah munculnya noda pada gigi, mulut dan mukosa pipi setelah 2 minggu pemakaian. Selain itu, berkumur dengan menggunakan chlorhexidine juga dapat menimbulkan iritasi pada mukosa mulut, sensasi terbakar, dan perubahan persepsi rasa (Gurgan dkk, 2006). Dalam satu kasus pernah dilaporkan bahwa chlorhexidine dapat menyebabkan suatu reaksi alergi pada kulit, yaitu urtikaria. Reaksi ini muncul pada pasien setelah berkumur dengan chlorhexidine (Sharma dan Chopra, 2009). Efek samping yang juga dapat ditimbulkan oleh penggunaan chlorhexidine dalam jangka waktu yang lama, diantaranya adalah : a. Taste alteration b. Staining / pewarnaan pada gigi, lidah dan restorasi c. Iritasi mukosa d. Deskuamasi mukosa e. Contact dermatitis 14 f. Photosensitivity g. Transient parotitis (Singh, 2007)
Denton GW., 2001, Chlorhexidine. In: Block SS, ed. Desinfection, sterilization, and preservation., 5th Ed., Lippincolt Williams & Wilkins, Philadelphia Sharma, A., Chopra, H., 2009,’Case report: Chlorhexidine urticarial: A rare occurrence with a common mouthwash’, Indian Journal of Dental Research, Vol.20, No.3, hlm. 377 -379
Singh, Surender., 2007., Pharmacology for Dentistry. New De lhi: New AgeInternational (P) Limited, Publishers.