Penerapan D ange nger ous Go G oods dan Tantangannya pada Suatu Perusahaan Transportasi Laut (Studi Kasus : PT. Tangguh Samudera Jaya) Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dangerous Kuliah Dangerous Goods
Oleh : 1. Friska Novalianti 2. Yusrina Fikriya
16114016 16114021
JENJANG STRATA 1 PROGRAM STUDI MANAJEMEN LOGISTIK SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN LOGISTIK INDONESIA STIMLOG BANDUNG 2017
Gambar 1. Filosofi Barang Berbahaya (Dangerous Goods)
1. Definisi Barang Berbahaya ( Dangerous Goods)
Berdasar asosiasi angkutan udara internasional – IATA (International Air Transport Association). Definisi dari Dangerous Goods (Barang Berbahaya) yaitu: “ bahwa suatu barang berbahaya adalah bahan atau zat yang berpotensi dapat membahayakan secara nyata terhadap kesehatan, keselamatan atau harta milik apabila diangkut dengan pesawat udara. Bahaya yang ditimbulkan akan berakibat pada keselamatan”. 2. Regulasi Nasional dan Internasional mengenai Barang Berbahaya Melalui Kapal
Indonesia memiliki peraturan mengenai pangangkutan barang berbahaya melalui laut yang diatur dalam peraturan nasional dan internasional sebagai berikut : 1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Republik Indonesia. 2. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan.
3. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 02 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 17 Tahun 2000 Tentang Pedoman Penanganan Bahan/ Barang Berbahaya Dalam Kegiatan Pelayaran. Pasal 1 A (1) Menunjuk Direktur Jenderal Perhubungan Laut sebagai Otoritas yang berkompeten (Competent Authority) dalam Pelaksanaan peraturan Internasional tentang Pengangkutan Barang Berbahaya melalui laut (International Maritime Dangerous Goods/ lMDG Code 2008) di wilayah Perairan Indonesia (2) Direktur Jenderal Perhubungan Laut dalam melaksanakan tugasnya sebagai Otoritas yang berkompeten (Competent Authority) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai wewenang a.
menyelenggarakan dan menetapkan persyaratan
pelatihan penanganan barang berbahaya; b. menetapkan klasifikasi barang berbahaya; c. mengesahkan kemasan barang berbahaya; d persyaratan tertentu dari IMDG Code 2008; e
memberikan pengesahan terhadap memberikan pembebasan terhadap
persyaratan dari IMDG Code 2008. 3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur Dengan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut
4. Keputusan Menteri Perhubungan No.49 Tahun 2005 Tentang Sistem Transportasi Nasional dan Undang-Undang Transportasi.
5. Keputusan Komite Keselamatan Maritim/ Maritime Safety Committee Resolution/ MSC Res 262-84 dengan Amandemen 34-08 (IMDG Code 2008).
6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
7. Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran sebagai berikut : Pasal 43: Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab pengangkut diatur dengan Peraturan Pemerintah. Paragraf 3 Pengangkutan Barang Khusus dan Barang Berbahaya Pasal 44: Pengangkutan barang khusus dan barang berbahaya wajib dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 45: Barang khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dapat berupa: - kayu gelondongan (logs);
- barang curah;
- rel; dan - ternak.
Barang berbahaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 berbentuk: - bahan cair; - bahan padat; dan bahan gas. Barang berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diklasifikasikan sebagai berikut: - bahan atau barang peledak (explosives) - gas yang dimampatkan, dicairkan, atau dilarutkan dengan tekanan (compressed gases, liquified or dissolved under pressure) cairan mudah menyala atau terbakar (flammable liquids) - bahan atau barang padat mudah menyala atau terbakar (flammable solids); - bahan atau barang pengoksidasi (oxidizing substances) - bahan atau barang beracun dan mudah menular (toxic and infectious substances) - bahan atau barang radioaktif (radioactive material) - bahan atau barang perusak (corrosive substances); dan - berbagai bahan atau zat berbahaya lainnya (miscellaneous dangerous substances). Pasal 46 Pengangkutan barang berbahaya dan barang khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 wajib memenuhi persyaratan: - Pengemasan, penumpukan, dan penyimpanan di pelabuhan, penanganan bongkar muat, serta penumpukan dan penyimpanan selama berada di kapal; - Keselamatan sesuai dengan peraturan dan standar, baik nasional maupun internasional bagi kapal khusus pengangkut barang berbahaya; dan - Pemberian tanda tertentu sesuai dengan barang berbahaya yang diangkut. Pasal 47: mengangkut
Pemilik, operator, dan/atau agen perusahaan angkutan laut yang barang
berbahaya
dan
barang
khusus
wajib
menyampaikan
pemberitahuan kepada Syahbandar sebelum kapal pengangkut barang khusus dan/atau barang berbahaya tiba di pelabuhan. Pasal 48 Badan Usaha Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan wajib menyediakan tempat penyimpanan atau penumpukan barang berbahaya dan barang khusus untuk menjamin keselamatan dan kelancaran arus lalu lintas barang di pelabuhan serta bertanggung jawab terhadap penyusunan sistem dan prosedur penanganan barang berbahaya dan barang khusus di pelabuhan. Pasal 49 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkutan barang khusus dan barang berbahaya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
8. International Maritime Dangerous Goods (IMDG) Code/ IMO: Classes, divisions, packing groups. Substances (including mixtures and solutions) and articles subject to the provisions of this Code are assigned to one of the classes 1-9 according to the hazard or the most predominant of the hazards they present. Some of these classes are subdivided into divisions. These classes or divisions are as listed below: Class 1 Explosives Division 1.1: substances and articles which have a mass explosion hazard Division 1.2:
substances and articles which have a projection hazard
but not a mass
explosion hazard Division 1.3: substances and articles which have a fire hazard and either a minor blast hazard or a minor projection hazard or both, but not a mass explosion hazard Division 1.4: substances and articles which present no significant hazard Division 1.5: very insensitive substances which have a mass explosion hazard Division 1.6: extremely insensitive articles which do not have a mass explosion hazard Class 2 Gases Division 2.1: flammable gases Divison 2.2 : non-flammable, non-toxic gases Divison 2.3 : toxic gases Class 3 Flammable liquids Class 4 Flammable solids; substances liable to spontaneous combustion; substances which, in contact with water, emit flammable gases Division 4.1: flammable solids, self-reactive substances and desensitized explosives Divison 4.2 : substances liable to spontaneous combustion Divison 4.3 : substances which, in contact with water, emit flammable gases Class 5 Oxidizing substances and organic peroxides Divison 5.1: oxidizing substances Divison 5.2: organic peroxides Class 6 Toxic and infectious substances Divison 6.1: toxic substances Divison 6.2: infectious substances Class 7 Radioactive material Class 8 Corrosive substances Class 9 Miscellaneous dangerous substances and articles
Dari hal tersebut diatas dimasukan ketentuan Bagian Kesepuluh dan dalam Keputusan Menteri No. KM 02 Tahun 2010. Pengangkutan barang berbahaya melalui laut memerlukan penanganan khusus, seperti dari kemasan, penyimpanan dan persyaratan jenis kapal untuk mengangkut barang berbahaya. Sebagai contoh barang barang berbahaya harus dimuat, disimpan dan diikat dengan aman dan benar sesuai dengan sifat barang-barang tersebut. Barang-barang yang tidak dapat digabung harus dipisahkan satu dengan lainnya. Barang yang mudah meledak (kecuali amunisi) yang beresiko tinggi harus disimpan dalam gudang khusus yang harus senantiasa terjaga dalam kendaraan tertutup selama di laut. Kapal yang mengangkut cairan atau gas yang mudah terbakar sarana pencegahan khusus harus disi apkan bila diperlukan untuk mencegah kebakaran atau ledakan.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka perlu dilakukan studi peningkatan penanganan pengangkutan barang berbahaya di sektor transportasi laut yang bertujuan untuk menjaga keselamatan dan keamanan pengangkut, barang yang diangkut dan keamanan penyimpanan.
3. Kajian Teori
1. Tinjauan umum Pengangkutan Barang Berbahaya. Transportasi laut memberikan konstribusi yang sangat besar bagi perekonomian dunia dimana pengangkutan barang merupakan bagian terpenting dalam bisnis transpotasi. Keefektifan terhadap operasional pelayaran akan menurunkan biaya operasional yang memberikan dampak yang besar bagi konsumen maupun penyedia layanan transportasi itu sendiri. Perlu diketahui bahwa konstribusi transportasi laut menjadi semakin penting karena nilai biaya yang dikeluarkan adalah paling kecil bila dibandingkan dengan biaya transportasi darat ataupun udara. Selain itu jumlah barang yang dapat dimuat, lebih banyak dibandingkan dengan moda transportasi lainnya. Sampai saat ini sarana angkutan laut masih dianggap lebih efisien dan ekonomis di dalam pengangkutan barang dari suatu tempat ke tempat lain atau dari suatu Negara ke Negara lain, karena kemampuan memuatnya yang besar yang belum dimiliki oleh moda transportasi yang lain. Dalam perkembangannya kapal laut dapat dibedakan menurut tipenya atau menurut jenis muatan yang diangkutnya, yaitu adalah kapal Chemical, merupakan kapal yang khusus dirancang untuk mengangkut mutan kimia
cair, kapal tanker dirancang untuk muatan cair, bulk carrier khusus untuk dirancang untuk mengangkut muatan dalam bentuk butiran (tidak dalam kemasan), general cargo dirancang untuk mengangkut muatan campuran, kapal penumpang/passenger ship dirancang untuk membawa penumpang, kapal RO-RO dirancang untuk membawa muatan berupa kendaraan bermotor, dan kapal jenis kontainer dirancang untuk membawa muatan kontainer (peti kemas). Kontainer ini sendiri merupakan salah satu jenis media untuk mengemas muatan berbahaya untuk di muat di kapal. Dimana setiap muatan yang dikemas tersebut memiliki sifat sensitife dan betul-betul memerlukan perhatian khusus. Mulai dari pengemasan, pemuatan di kapal, pemisahan dengan muatan-muatan lainnya, serta bagaimana menangani muatan pada saat di kapal. Dalam hal ini jangan sampai ada kesalahan penanganan apalagi sampai terjadi kebocoran dan akhirnya terjadi kontaminasi dengan muatan lainnya hingga mengakibatkan banyak kerugian. Bila hal itu terjadi pada muatan berbahaya, maka banyak hal yang bisa diakibatkan misalnya saja ledakan selanjutnya terjadi kebakaran hingga kerugian besar pun tidak dapat dihindari, baik itu materi, lingkungan bahkan yang lebih berbahaya lagi jika menimbulkan kehilangan jiwa manusia. Dalam hal ini kita sudah tidak tahu yang mana yang harus disalahkan. Namun pada dasarnya segala musibah atau kejadian umumnya disebabkan oleh human error atau kesalahan manusia (para krew kapal). Dalam SOLAS Cosolidation 2009, Chapter VII Carriage of Dangerous Goods, Part A Carriage Of Dangerous Goods In Packaged Form In Solid Form In Bulk. Bahwa bagian ini berlaku untuk semua barang berbahaya yang diklasifikasikan menurut ketentuan, baik dalam bentuk kemasan atau dalam bentuk padat dalam jumlah besar (selanjutnya disebut sebagai barang berbahaya”). Peraturan ini berlaku di semua kapal dan kapal kargo kurang dari 500 Gross Ton. Selain itu juga disebutkan dlam kelas-kelas muatan berbahaya, cara pengemasannya, pemberian tanda, label, serta pada bab VII Chapter A 7-1 diatur mengenai tindakan yang diambil jika terjadi kehilangan atau kerusakan pada muatan yang diangkut di atas kapal. Pada 21 Maret 2006 lalu, MV Hyundai Fortune terbakar dan terjadi ledakan akibatnya diperkirakan 60-90 kontainer terlempar keluar kapal dan ledakan tersebut terjadi pada bagian buritan kapal. Dari 27 crew yang dimiliki, 1 diantaranya terluka dan langsung di evakuasi oleh angkatan laut Francis ( the French navy aircraft carrier FS Charles De Gaulle (R 91) sedangkan 26 crew yang lainnya langsung di evakuasi ke darat.
Selain itu ledakan terjadi di kawasan dermaga pelabuhan Semayang, Balikpapan (KALTIM). Dimana berasal dari kontainer yang di kapal cargo, Jumat (30/4/2010) pagi. Akibat ledakan itu, asap hitam mengepul di buritan kapal cargo Bintang Jasa Line (BJL) 21 Yang khusus mengangkut kontainer. Dari informasi yang dihimpun, kapal kargo yang di Nahkodai Kapten Pramulyadi, mengangkut sekitar 100 kontainer. Saat sedang melakukan bongkar muat kontainer, tiba-tiba terdengar suara ledakan sebanyak dua kali dari dalam kapal. Regulasi-regulasi yang berlaku secara internasional yang dikeluarkan oleh badan badan/ lembaga-lembaga internasional antara lain adalah: a. International Civil Aviation Organization (ICAO) dan International Air Transport Association (IATA) yang mengatur aturan tentang kemasan barang-barang berbahaya yang diangkut melalui udara; b. International Maritime Dangerous Goods (IMDG) yang mengatur pengemasan dan pengangkutan barang-barang berbahaya melalui laut. Sesuai dengan ketentuan internasional, setiap negara yang telah menandatangi konvensi tersebut harus taat dan mengikuti dengan tujuan untuk menjamin keamanan dan keselamatan perdagangan internasional. Untuk Indonesia regulasi tentang barang barang berbahaya yang diangkut melalui laut diatur dalam bentuk keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut. Pada pengangkutan barang melalui laut, pengangkut mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk melindungi dan menjamin keamanan serta keselamatan muatan selama dalam kekuasaannya. Jika dalam pengangkutan barang khususnya muatan barang berbahaya melalui laut terjadi kecelakaan akibat terbakarnya muatan barang berbahaya tersebut, maka akan timbul permasalahan siapa yang harus bertanggung jawab terhadap kerugian/ kerusakan muatan serta kapalnya. Dalam menentukan siapa yang harus bertanggung jawab harus dilihat apakah pengangkut sudah memenuhi segala kewajibannya atau belum dan untuk dapat mengetahui hal itu terlebih dahulu harus melihat peraturan-peraturan yang mengatur mengenai tanggung jawab tersebut (Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan dalam Keputusan Menteri No. KM 02 Tahun 2010). Pengangkutan barang berbahaya melalui laut memerlukan penanganan khusus, seperti dari kemasan, penyimpanan dan persyaratan jenis kapal untuk mengangkut barang berbahaya. Sebagai contoh barang-barang berbahaya harus dimuat, disimpan dan diikat dengan aman dan benar sesuai dengan sifat barang-barang tersebut.
Barang-barang yang tidak dapat digabung harus dipisahkan satu dengan lainnya. Barang yang mudah meledak (kecuali amunisi) yang beresiko tinggi harus disimpan dalam gudang khusus yang harus senantiasa terjaga dalam kendaraan tertutup selama di laut.
Kapal yang mengangkut cairan atau gas yang mudah terbakar sarana
pencegahan khusus harus disiapkan bila diperlukan untuk mencegah kebakaran atau ledakan. Pada pengangkutan barang melalui laut, pengangkut mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk melindungi dan menjamin keamanan serta keselamatan muatan selama dalam kekuasaannya. Jika dalam pengangkutan barang khususnya muatan barang berbahaya melalui laut terjadi kecelakaan akibat terbakarnya muatan barang berbahaya tersebut, maka akan timbul permasalahan siapa yang harus bertanggungjawab terhadap kerugian/kerusakan muatan serta kapalnya. Dalam menentukan siapa yang harus bertanggung jawab harus dilihat apakah pengangkut sudah memenuhi segala kewajibannya atau belum dan untuk dapat mengetahui hal itu terlebih dahulu harus melihat peraturan-peraturan yang mengatur mengenai tanggung jawab tersebut.
3. SOLAS 1974 Bab VII, Bagian A, Edition 2009 Aturan pengangkutan barang berbahaya dalam bentuk kemasan atau dalam bentuk padat yang tercantum dalam SOLAS 1974 bab 1 bagian A sebagai berikut: Untuk barang berbahaya diklasifikasikan menurut ketentuan yang ada dan dilakukan dalam bentuk kemasan atau dalam bentuk padat dalam jumlah besar (selanjutnya disebut sebagai “barang berbahaya”), di semua kapal peraturan yang berlaku saat ini dan di kapal kargo yang kurang dari 500 gross ton. Aturan ini tidak berlaku untuk kapal pensuply barang dan peralatan. Pengangkutan barang berbahaya dilarang kecuali sesuai dengan ketentuan bagian ini. Dan untuk melengkapi ketentuanketentuan
bagian
ini,
masing-masing
pihak
perusahaan
menerbitkan,
atau
mengeluarkan petunjuk rinci tentang pengemasan dan penyimpangan barang berbahaya yang mencakup tindakan pencegahan yang diperlukan dalam kaitannya dengan kargo lainnya. Bahwa barang-barang berbahaya yang memiliki sifat fisika dan kimia saling berlawanan satu sama lain pemadatannya harus dipisahkan, pengaturan pemisahan ini berlaku untuk pemadatan di dalam ruang muat (palka) maupun di atas geladak kapal, bagi setiap jenis kapal maupun unit-unit pengangkutan barang yang lain.
Dua zat atau barang berbahaya yang sifatnya saling berlawanan dan dipadatkan dalam satu ruangan akan berbahaya jika salah satu mengalami kebocoran, tumpah atau kecelakaan lainnya. Resiko yang ditimbulkan apabila mereka bercampur bias bermacam-macam sehingga perlu diatur cara pemisahannya.
Konvensi International SOLAS 1974
Dari semua Konvensi yang berhubungan dengan keselamatan maritim, yang paling utama adalah Konvensi Internasional untuk keselamatan Jiwa di Laut (SOLAS). Kapal S.S. Titanic tenggelam pada tahun 1912 yang mengakibatkan kehilangan jiwa lebih dari 1.500 orang. Kejadian ini telah mendorong pengesahan versi pertama Konvensi SOLAS melalui suatu konferensi di London tahun 1914. Setelah itu ada 4 (empat) versi lainnya dari SOLAS yaitu a. Kedua disahkan tahun 1929 dan diberlakukan pada ta hun 1933 b. Yang ketiga disahkan tahun 1948 dan diberlakukan pada tahun 1952 c. Keempat disahkan tahun 1960 oleh IMO dan diberlakukan pada tahun 1965. d. Kelima adalah versi sekarang (SOLAS 1974) disahkan oleh IMO pada tahun 1974 dan diberlakukan pada tahun 1980. Konvensi SOLAS (Safety Of Life At Sea) yang secara terus menerus diperbaiki telah mencakup banyak aspek tentang keselamatan jiwa di laut. Contohnya versi SOLAS 1914 membagi bab-bab yang berhubungan dengan keselamatan navigasi, radio telegraphy, alat-alat penolong dan perlindungan terhadap kebakaran. Materi pokok tersebut tetap menjadi bagian dari SOLAS versi 1974. Abad ke-19 dan ke-20 merupakan era keemasan angkutan penumpang melalui laut, dalam kondisi masih kurangnya angkutan udara dan imigran dari Eropa ke Amerika meningkat. Pada waktu itu lebih banyak kapal-kapal penumpang yang berperan dan kecelakaan di laut lebih banyak terjadi, kapal-kapal Inggris rata-rata mengalami musibah kehilangan jiwa 700 - 800 jiwa selama periode tersebut.
Konferensi SOLAS 1974
diselenggarakan di London tanggal 21 Oktober- Nopember 1974 dan dihadiri oleh 71 negara menghasilkan, 1. Prosedur amandemen "TACIT ACCEPTANCE" mengatur bahwa perubahan suatu Konvensi akan diberlakukan jika perubahan (amandemen) diterima oleh 2 /3 dari negara-negara peserta Konvensi (CONTRACTING GOVERNMENTS). Bab VIII SOLAS 1974 mengatur bahwa amandemen-amandemen terhadap Bab II - Bab VIII dari Lampiran dianggap diterima dalam kurun waktu 2 tahun, kecuali amandemen
tersebut ditolak oleh 2 atau 3 negara yang jumlah armadanya 50% atau lebih dari tonase kotor (gross tonnage) dunia.
2. Lampiran-lampiran (Annex) terdiri dari:
BAB I : Ketentuan Umum BAB II : 1. Konstruksi sub divisi dan tabilitas, instalasiinstalasi permesinan dan listrik. 2. Konstruksi perlindungan kebakaran, deteksi kebakaran dan pemadan kebakaran BAB III : Alat-alat penolong (life - Saving Appliances) BAB IV : Radio telegrapi dan radio telephoni BAB V : Keselamatan navigasi BAB VI : Pengangkutan muatan padi-padian/gandum (Carriage of Grain). BAB VII : Pengangkutan barang-barang / muatan
berbahaya
(Carriage of
Dangerous Goods) BAB VIII : Kapal-kapal Nuclear BAB IX : Manajemen keselamatan untuk pengoperasian kapal BAB X : Tindakantindakan keselamatan untuk kapal kecepatan tinggi (High Speed Craft) BAB XI : Tindakan-tindakan khusus untuk mempertinggi keselamatan maritim BAB XII : Tambahan tindakan-tindakan untuk bulk carriers.
4. International Maratime Dangerous Goods Code (IMDG Code) a. Sejarah IMDG Code
1) Pengangkutan barang berbahaya melalui laut terus berkembang sejak perang dunia II sejalan dengan kebutuhan pemakaian bahan atau zat tersebut. Peraturarv tentang pengangkutan barang berbahaya diperlukan guna mencegah kecelakaan terhadap manusia atau kerusakan terhadap kapal. 2). a.
International Confrence tentang SOLAS 1929 menyadari kebutuhan akan
peraturan yang dapat berpengaruh secara international. b. SOLAS confrence 1948 mengadopsi klasifikasi barang berbahaya. c. U.N Economic and Social Council (ECOSOC) menerbitkan resolusi pembentukan U.N. Committee of Experts on the transport of dangerous goods.
d. SOLAS Confrence 1960 membuat kerangka
ketentuan chapter VII SOLAS 3) 1965, First edition of the IMDG Code published where IMDG Code is an international agreement for the transport of dangerous goods by sea.
4) 1996, 51 countries account for 80% of world shipping tonnage adopted the IMDG Code. 5) 2004, Amendements 2002 of SOLAS 1974 making the IMDG Code mandatory.
b. IMDG CODE, klasifikasi muatan berbahaya akan dibagi ke dalam kelas-kelas berikut: 1). Kelas 1 bahan peledak 2) Kelas 2 gas yang ditekan, dicairkan atau dilarutkan di bawah tekanan. 3) Kelas 3 Cairan yang mudah terbakar 4) Kelas 3.1 Low flash point group (-18oc) 5) Kelas 3.2 Intermediate Flash Point Group (-18oC s/d 23oC) 6) Kelas 3.3 High Flash Point Group (23oC s/d 61oC) 7) Kelas 4 Flammaeble solid ( zat pada mudah menyala) 8) Kelas 4.1 Bahan padat yang mudah terbakar 9) Kelas 4.2 Bahan padat yang dapat terbakar sendiri, baik padat, kering maupun cair 10)Kelas 4.3 Bahan padat/kering jika kena air (basah) mengeluarkan gas mudah menyala dan beberapa jenis dapat terbakar sendiri 11)Kelas 5.1 Zat Pengoksidasi l2) Kelas 5.2 Organik Peroksida 13) Kelas 6.1 Zat Beracun 14) Kelas 6.2 Zat Infectious 15) Kelas 7 Zat Radioaktif 16) Kelas 8 Zat Perusak (Karat) 17) Kelas 9 zat berbahaya lainnya atau substansi lain yang mungkin menunjukkan dan memiliki karakter seperti barang berbahaya yang ditetapkan pada ketentuan bagian ini.
5. Maritime Polution (Marpol 73/78 Annex III)
Pencemaran laut merupakan semua hal yang dimasukkan oleh manusia, langsung atau tidak langsung, suatu bahan atau energi ke dalam lingkungan laut yang menghasilkan efek berbahaya terhadap lingkungan laut. Seperti membahayakan kesehatan manusia, mengganggu aktifitas laut. Bicara tentang pencemaran di laut, maka pastinya akan terpikirkan mengenai MARPOL. Yaitu aturan yang mengatur mengenai pencemaran terhadap lingkungan
laut yang berasal dari angkutan laut dan muatannya.akibat dari adanya kesalahan dalam pengangkutan laut tumpahnya muatan-muatan berbahaya lainnya tidak dapat dihindari hingga dampaknya sangat luar biasa sekali. Bukan hanya lingkungan biota laut yang terancam bahkan kelangsungan hidup manusia pun juga akan terganggu, dan yang bertanggung jawab adalah semua kru di kapal. Maka dari itu diperlukan manajemen yang baik di atas kapal. Peraturan dalam MARPOL 73/78 sangat kompleks, memuat banyak criteria dan spesifikasi akan pencemaran dari kapal. Karena itu memerlukan kesabaran dan ketelitian untuk mempelajari dan melaksanakannya. Penting untuk diketahui waktu atau tangggal berlakunya suatu peraturan karena berbeda satu dengan yang lainnya, dan kaitannya dengan kapal bangunan baru (New Ships) dan kapal yang sudah ada (Existing Ships). MARPOL 73/78 mengatur kewajiban dan tanggung jawab Negaranegara anggota yang sudah meratifikasi konvensi tersebut guna mencegah pencemaran dan buangan barang-barang atau campuran cairan beracun dan berbahaya dari kapal. Termasuk di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peraturan mengenai pencegahan berbagai jenis sumber bahan pencemaran lingkungan maritime yang datangnya dari kapal dan bangunan lepas pantai diatur dalam MARPOL Convection 73/78 Consolidated Edition 2010 yang memuat peraturan. Annex II pencemaran oleh barang berbahaya (Harmful Sub-Stances) dalam bentuk terbungkus. Sesuai dengan aturan dalam Annex III, mengenai kewajiban semua pihak untuk melaporkan kecelakaan kapal yang melibatkan barang-barang beracun dan berbahaya. Pemerintah Negara anggota diminta untuk membuat petunjuk untuk membuat laporan, yang diperlukan sedapat mungkin sesuai dengan petunjuk yang dimuat dalam Annex Protocol I. Nahkoda atau perorangan yang bertanggung jawab terhadap insiden yang terjadi pada kapal wajib untuk segera melaporkan tumpahan atau buangan barang campuran cairan beracun dan berbahaya dari kapal karena kecelakaan atau untuk kepentingan menyelamatkan jiwa manusia sesuai petunjuk dalam protocol dimaksud. Sesuai Artikel II MARPOL 73/78 Artikel “Contents of report” laporan tersebut harus memuat keterangan. a. Identifikasi kapal yang terlibat melakukan pencemaran b. Waktu, tempat dan jenis kejadian]
c. Jumlah dan jenis bahan pencemar yang tumpah d. Bantuan dan jenis penyelamatan yang dibutuhkan
6. Pemuatan Muatan Berbahaya dalam Peti Kemas Berdasarkan IMDG CODE
Menurut Amir (1997:113) pengertian peti kemas adalah peti yang terbuat dari logam dimana barang yang lazim disebut muatan umum (general cargo) dimasukkan sejak pemuatan sampai pembongkaran barang-barang yang dikirim dengan peti kemas tidak dijamah orang, karena denmgan peti itu barang sedangkan Karmadibrata (2001:128) pengertian peti kemas adalah suatu kotak besar dari bahan campuran baja dan tembaga dengan pintu yang dapat terkunci dan pada tiap sisinya dipasang suatu pitting sudut dan kunci putar sehingga antara satu peti kemas dengan peti kemas lainnya dapat dengan mudah disatukan atau dilepaskan. Pada pelaksanaan pemuatan dikapal dibutuhkan seorang perwira jaga dan seorang Awak Buah Kapal (ABK) untuk mengawasi kegiatan tersebut. Selain mengawasi kegiatan pemuatan perwira jaga dituntut dalam hal mengetahui klasifikasi muatan berbahaya sesuai dengan IMDG CODE, mengetahui sifat-sifat dan karakteristik, bentuk fisik bahan substansi yang berbeda dari 9 kelas IMDG CODE, mampu mengidentifikasi atau mengenali tanda-tanda plabelan dan placarding muatan berbahaya seperti yang diisyaratkan oleh IMDG CODE, tahu tindakan-tindakan yang harus diambil bila terjadi insiden atau kecelakaan dan peralatan yang digunakan harus bias dioperasikan sebagaimana fungsinya. Selanjutnya cara pelaporannya kepada pihak bertanggung jawab untuk operasi tersebut. Hal utama yang perlu diperhatikan pada saat pemuatan di kapal yaitu bagaimana menempatkan muatan pada tempatnya sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh IMDG CODE seperti: a)
Muatan berbahaya yang khusus ditempatkan di deck.
b)
Muatan yang ditempatkan di dalam palka
c)
Pisahkan muatan dari muatan yang lain
d)
Pemisahan muatan antara palka satu dengan yang lain
e)
Pemisahan muatan secara melintang
7. Tindakan Keselamatan Terhadap Kesalahan Penanganan Muatan Berbahaya
a. Panduan P3K (MFAG) Hal pertama yang harus dilakukan dikapal bila terjadi insiden yaitu pertolongan pertama terhadap korban sebelum ditangani langsung oleh
pihak medis di darat. Dimana pada umumnya di kapal yang berhak menanganinya adalah mualim dua. b. Panduan Prosedur Marabahaya (EMS Guide) 1. General Guiden Lines For Fire a) Selalu berpikir tentang keselamatan b) Jangan bersentuhan dengan substansi berbahaya c) Jauhkan dari api, asap dan uap d) Bunyikan alarm kebakaran dan mulai dengan prosedur pemadaman kebakaran e) Posisikan anjungan kapal melawan arah angin bila kondisi memungkinkan f) Lokasi muatan yang terbakar g) Kenali muatan yang terbakar h) Siapkan peralatan P3K (MFAG)
2. Introduction To The Emergency Schedules For Spill age a) Persiapan harus sesuai dengan Safety management System di kapal b) PPE ( Personal Protection Equipment) c) Tugas masing-masing anggota d) Mengenali setiap muatan berbahaya e) Pertolongan f) Reaksi atau tindakan g) Pemisahan terhadap muatan yang lain h) Laporkan pada pihak authorities baik pihak perusahaan maupun pihak pelabuhan i) Peralatan yang digunakan j) Tindakan yang dilakukan setelah kejadian
3. Prosedur Pelaporan Pelaporan insiden yang melibatkan barang berbahaya di kapal yaitu: Bila terjadi insiden dan melibatkan kerugian atau kehilangan, yang berlebihan atau rusaknya barang berbahaya yang ada di atas kapal maka kapten, atau seseorang yang bertanggung jawab atas kapal, wajib melaporkan secara khusus mengenai insiden tersebut. Tanpa harus menunda dan semaksimal mungkin melapor ke station pantai terdekat. Laporan tersebut harus didasarkan pada pedoman dan prinsipprinsip umum yang sesuai dengan aturan yang berlaku dan kejadian yang sebenarnya tanpa ada rekayasa.
Dalam hal kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat paragrap di atas bila
diabaikan, atau dalam hal laporan dari seperti kapal yang tidak lengkap atau yang tidak dapat diperoleh, pemilik,penyewa, manajer atau operator kapal, atau agen mereka wajib, semaksimal mungkin, memikul kewajiban yang mewajibkan pada kapten sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan dalam SOLAS 1974.
8. Muatan Minyak
Mr. Ma Shuo di dalam buku “MARITIME ECONOMICS” WMU (World Maritime University) 2003, menulis: "The Majority of tanker cargo oil is crude oil (80%) and oil products (20%), although water / fruit juice / eatable oil, wine are also transported by tankers in small quantities". Alasan utama mengapa Crude oil menjadi kornaditas terbesar dalam angkutan laut adalah bukan hanya bahwa Crude oil dibutuhkan sebagai sumber energi tetapi juga karena produksi dan konsumsi minyak berada ditempat yang terpisah (kecuali USA dan Russia), karena letaknya yang dipisahkan oleh lautan satu sama lain. Akan tetapi krisis minyak telah merubah kebutuhan minyak dunia, bahkan beberapa negara telah berhasil mengganti dengan sumber energi lain. Sejak krisis minyak terjadi, perbedaan harga minyak cukup tajam antara Opec Oil dan North Sea Oil, sehingga perdagangan minyak dunia juga menurun. Sebelum krisis pada awal tahun 1970 pemakaian minyak untuk sumber energi mencapai 50% dan pada tahun 2000 menurun tidak lebih dari 36%. Kapal tanker merupakan alat angkut komoditas minyak yang tergolong muatan berbahaya, terdiri dari oil tanker, chemical tanker dan gas tanker.
a. OIL TANKERS Kapal-kapal yang mengangkut "Oil Product" dan "Crude Oil" ini terdiri dari 3 katagori: 1) ULCC (Ultra Large Crude Carriers), melayani pelayaran jarak jauh dengan daya angkut antara 350.000 DWT dan 550.000 DWT. 2) VLCC (Very Large Crude Carriers), melayani pelayaran jarak jauh, dengan daya angkut antara 100.000 DWT dan 350.000 DWT. 3) Medium Size Crude Carriers dengan daya angkut antara 70.000 DWT dan 100.000 DWT melayani pelayaran jarak dekat dari terminal minyak di Mediterranean, West African, Indonesia dan North Sea menuju daerah konsumen. b. CHEMICAL TANKERS Merupakan kapal yang dibangun untuk melayani pasaran liquid chemical, mampu mengangkut bermacam-macam grade bahkan kimia, solvent
dan acid menggunakan tangki-tangki yang dilapisi bahan- bahan khusus seperti "Rubber Lined Tanks" untuk memuat Phosphoric Acid. c. GAS TANKERS Terdapat 2 (dua) katagori yaitu : 1) Liquefied Natural Gas (LNG) tanker 2) Liquefied Petroleum Gas (LPG) tanker. LNG Carrier mengangkut LNG misalnya Gas Methane yang dicairkan dengan tekanan dan pendinginan. Ruang muat (tangki) khusus yang sebagian berada di atas geladak untuk mengakomodasi tangki yang berbentuk silinder. LPG carrier mengangkut LPG seperti butane dan propane, dilengkapi dengan tangki bertekanan dan suhu yang sangat rendah. Tangki-tangkinya berbentuk empat persegi panjang dilengkapi dengan "Wing ranks" untuk tangki air ballast. Ukuran kapal jenis i ni antara 25.000 sampai 75.000 meter kubik.
9. Resiko Barang Berbahaya
Berikut ini catatan dari IMO Model Course 1.10 tentang Dangerous Hazardous and Harmful Cargoes : a. Pada tahun 1974 sebuah kapal Container yang sedang melayari Lautan Atlantik, tanpa diketahui oleh crew, sejumlah silinder berisi Arsine berada didalam sebuah container, Karena pemadatan didalam container yang kurang baik, 1 (satu) silinder bocor arsine menyebar melalui udara kemana-mana dan dihirup oleh crew sehingga mengganggu pernafasan, 20 (dua puluh) tahun kemudian bekas crew kapal tersebut belum bisa bekerja dengan baik. b. Pada tahun 1984 sebuah kapal barang Mont St Louis tenggelam di North Sea setelah bertubrukan dengan sebuah kapal Ferry Ro - Ro. Sebagian muatan kapal itu adalah Uranium Hexaflouride. Walaupun tidak terjadi kebocoran, kenyataan bahwa terdapat bahan nudear yang tenggelam di laut telah menimbulkan kekhawatiran masyarakat terhadap pencemaran lingkungan. c. Pada tahun 1985 di Mogadishu - Somalia sebuah pelabuhan di Africa Timur, sebuah kapal Adriadne kandas dan mulai pecah. Dari manifest muatan dapat dilihat bahwa di kapal terdapat barang-barang yang masuk dalam class barang berbahaya. Akhirnya kapal pecah dan containernya tenggelam ke l aut dan penduduk di pelabuhan itu diperingatkan untuk tidak memakan ikan karena sudah banyak ikan mati yang terdampar dipantai pelabuhan tersebut.
d. Pada tahun 1989 di Pelabuhan Peter Borough, United Kingdom, sebuah kendaraan yang memuat muatan eksplosives meledak, memakan 1 korban jiwa dan merusak lingkungan pelabuhan. e. Sebagai tambahan pada tahun 80-an sebuah mobil tangki mengangkut gas methane meledak di atas jembatan Krasak di jalan Yogya - Magelang, memakan korban jiwa dan menghancurkan konstruksi jembatan tersebut.
Tantangan
Penerapan
Dangerous
Goods
pada
Perusahaan
Transportasi Laut. 1) Tidak dipersiapkan petugas khusus penerimaan barang berbahaya (DG Specialist) yang dianjurkan dalam ketentuan IMDG-Code 2) Kurang tanggap petugas kesyahbandaran atas laporan perusahaan pelayaran adanya barang berbahaya yang perlu diadakan pemeriksaan. 3) Masih ada petugas yang menangani barang berbahaya yang tidak berkompeten dan berlisensi atas pengetahuan dasar penanganan barang berbahaya IMDG Code yaitu: a) dangerous goods transport provisions b) description of the classes of dangerous goods c) labelling, .marking, placarding d) packing, stowage, segregation and compatibilit y provisions e) description of the purpose and content of the dangerous goods transport documents (such as the Multimodal Dangerous Goods Form and the Container/Vehicle Packing Certificate) f) description of available emergency response g) documentations, 4) Kurangnya pengawasan dalam proses pemuatan barang berbahaya dari lokasi penimbunan sementara sampai ke proses loading di kapal. 5) Sanksi yang lemah terhadap kepada pemilik barang berbahaya yang kurang lengkap identifikasi, dokumentasi, kemasan dan pelanggaran ketentuan yang berlaku lainnya. 6) Masih kurangnya sosialisasi ketentuan penanganan barang berbahaya 7) Masih ada petugas penanganan barang berbahaya yang tidak memakai peralatan Safety Coat, Safety Glasses, Ear Muff, Sarung Tangan, Masker, Helmet