MAKALAH TUGAS AUDIT LINGKUNGAN
Studi Kasus : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Akibat Pertambangan Nikel, Sorowako, Sulawesi Terhadap Lingkungan dan Masyarakat
Nama
: 1. Desta Sandi Putra P 2. Punto Ajie Ramadhan
Prodi/ Semester
: Teknik Sipil/ Sembilan (IX)
Dosen Pembimbing
: Dr. Ruswandi Tahrir
(19310866) (19310906)
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
Masalah-masalah lingkungan yang muncul di tingkat global, nasional atau bahkan ditingkat lokal dewasa ini merupakan wacana untuk melakukan koreksi terhadap paradigma pembangunan. Meluasnya krisis atas kondisi lingkungan di Indonesia diduga disebabkan oleh rencana pembangunan yang masih sangat terfokus pada aspek pertumbuhan ekonomi daripada kelestarian lingkungan. Indikasinya adalah adanya degradasi kualitas dan daya dukung lingkungan yang terjadi baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Bencana alam seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan, degradasi tanah dan keanekaragaman hayati, dan juga pencemaran sungai, laut dan udara, tampaknya terjadi secara periodik antara satu dengan yang lain. Akibatnya, biaya untuk memulihkan dampak lingkungan negatif yang ditanggung oleh masyarakat setempat dan pemerintah pun menjadi sangat tinggi. Berlakunya
Undang-Undang
tentang
Perlindungan
Manajemen
Lingkungan Hidup (PMLP) Nomor 32 pada Oktober 2009 harus diikuti dengan implementasi peraturan, pengembangan kapasitas dan penegakan hukum.Salah satu bagian penting dari pelaksanaan peraturan adalah pengembangan tata ruang yang
memperhitungkan
pertimbangan
lingkungan
dan
prinsip-prinsip
keberlanjutan. Berkenaan dengan Rencana Tata Ruang KSN Sorowako, pembentukan Sorowako sebagai Kawasan Startegis Nasional terkandung dalam Peraturan
2
Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional, di mana peraturan ini merupakan penerapan Sorowako dan daerah sekitarnya sebagai Kawasan Strategis Nasional. Notasi ini menunjukkan bahwa tahap-tahap pembentukan
Kawasan
Strategis
Nasional
Sorowakoakan
dimulai
pada
Pembangunan Tahap I (2010-2014) dengan fokus "Rehabilitasi dan Pembangunan Daerah Strategis Nasional" dengan kepentingan "Penggunaan Teknologi Canggih terhadap Pemanfaatan Sumber Daya Alam".
1.1
LATAR BELAKANG Sorowako adalah desa di Kecamatan Nuha, Luwu Timur, Sulawesi
Selatan, Indonesia.Berada di ketinggian 1388 kaki dpl. Desa-desa di sekitar Sorowako yang termasuk dalam Kecamatan Nuha adalah: Desa Nuha, Desa Matano, Desa Magani, dan dusun di sekitarnya antara lain: Pontada, Salonsa, Old Camp, dan Lawewu.
Gambar 1.1 Kawasan Strategis Sorowako Sumber : ESP KSN Soroako, 2010
3
Sekarang area Sorowako sudah berkembang dan dipecah menjadi 3 desa, yaitu Desa Sorowako, Kelurahan Magani, dan Desa Nikel. Hingga sekarang dengan adanya perusahan PT. Vale Indonesia, Tbk. yang dulunya PT. INCO, Tbk. beroperasi di daerah ini, menjadikan Sorowako yang dulunya sedikit (tahun 1968), sekarang (2013) sudah bertambah banyak karena sebagian besar karyawan berdomisili di daerah ini. Hampir 70% penduduk di Sorowako adalah pendatang yang berasal dari hamper semua provinsi di Indonesia dan sebagian kecil berasal dari kaum ekspatriat. Selain itu Sorowako juga mempunyai penduduk asli yang bahasa aslinya adalah Soroako. Selain terkenal dengan pemandangan alamnya yang indah, Sorowako juga terkenal dengan sumber daya mineralnya terutama logam dan besi laterit dengan deposit yang terbesar di dunia.Hingga saat ini potensi ini sebagian telah dieksplorasi dan dieksploitasi oleh berbagai perusahaan penambangan. Salah satu yang terbesar adalah PT. Vale Indonesia, Tbk. Peta Persebaran Potensi Sumber Daya Mineral Nikel dan Potensi Sumberdaya dan Cadangan Nikel di Kawasan Sorowako dan Sekitarnya, dapat diketahui bahwa sebaran batuan ultra basa yang diperkirakan mengandung mineral-mineral laterit (diantaranya nikel) membentang dari arah utara Kabupaten Banggai dan Morowali (Provinsi Sulawesi Tengah) sampai dengan ke arah selatan Kabupaten Konawe dan Konawe Utara (Provinsi Sulawesi Tenggara).
1.2
TUJUAN PENULISAN Adapun tujuan dari penulisan makalah audit lingkungan ini adalah sebagai
berikut :
4
1. Mengetahui studi AMDAL yang digunakan oleh perusahaan pertambangan nikel di Sorowako. 2. Menganilisis
dampak
terhadap
lingkungan
dan
masyarakat
akibat
pertambangan nikel di Sorowako.
1.3
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Sorowako sebagai lokasi pengashil barang tambang logam nikel terbesar
di dunia, bukan tanpa masalah di dalam pengelolaannya. Penambangan di Sorowako ini telah menyebabkan berbagai kerusakan alam karena sejak awal pada saat eksplorasi hingga pemanfaatan potensi sumber daya mineral di Sorowako belum memperhatikan dampak lingkungan dan juga belum berdasarkan prinsip KLHS dalam mengelola sebuah lokasi pertambangan. Masalah-masalah terkait dengan penambangan nikel di Sorowako adalah sebagai berikut : 1. Daya Dukung Dan Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya Nikel Kegiatan utama yang pertambangan nikel menggunakan sumber daya pertambangan nikel tersebar meluas pada KSN Sorowako. Pemberian ijin yang tidak terencana, akan mempercepat kerusakan ekosistem yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan nikel yang sporadis dan meluas serta tidak bertanggung jawab. 2. Penurunan Kinerja Layanan/ Jasa Ekosistem Hutan Hujan Tropis Terjadinya perubahan bentang alam akibat adanya deforestasi dan perusakan kawasan hutan lindung dari kegiatan penambangan terbuka. Perubahan bentang alam ini akan meningkatkan ketidakstabilan tanah.
5
3. Penurunan Ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) DAS yang melingkupi KSN Sorowako telah mengalami masalah kemunduran fungsi DAS yaitu adanya erosi tanah dan sedimentasi akibat tanah hasil pengupasan penambangan.Hal ini mempengaruhi pula kuantitas resapan air serta mengganggu habitat perairanpada DAS. 4. Kapasitas Daya Dukung Dan Daya Tamping Air Permukaan Dan Air Tanah Pendangkalan mengurangi kapasitas daya tampung danau dan sungai. Pencemaran air akibat proses pengolahan nikel berpotensi mengganggu kebutuhan konsumsi air penduduk, mengganggu mata pencaharian perikanan masyarakat dan mengancam kepunahan spesies biota air tawar endemik di danau dan sungai bahkan mangrove dan terumbu karang pada pantai. 5. Dampak Dan Resiko Pencemaran Udara Pencemaran udata diakibatkan oleh proses pengolahan nikel, sehingga proses dan teknologi pengolahan berperan dalam menurunkan dampak dan resiko pencemaran udara. 6. Terancamnya Tingkat Ketahanan Dan Potensi Keanekaragaman Hayati Perubahan bentang alam dalam bentuk deforestasi serta penurunan ekosistem DAS mengakibatkan terancamnya kelestarian keanekaragaman hayati, baik flora dan fauna daratan dan perairan sungai/ danau/ laut. Jenis-jenis biota darat dan perairan yang merupakan spesies endemik wallacea Sulawesi beberapa sudah punah dan tidak ditemukan lagi.
6
7. Tingkat Kerentanan Dan Kapasitas Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Tingkat kerentanan adaptasi perubahan iklim ini potensial terjadi akibat adanya deforestasi dan perubahan bentang alam yang menghilangkan pohonpohon yang memiliki kemampuan untuk menyerap CO2.
Belum selesai sampai di situ, kini Matano terancam mengalami kerusakan yang serupa. Hal ini dikarenakan tambang nikel di Desa Sorowako sudah hampir habis dan pada Danau Matano terdapat potensi sumber nikel dengan deposit yang besar.
7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
GAMBARAN UMUM KSN SOROAKO Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
mengamanatkan penetapan kawasan strategis nasional dalam Rencana Tata Ruang Nasional (RTRW) yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia. Sebagai tindak lanjut penetapan kawasan strategis nasional, dalam Peraturan Pemerintah No 26 tahun 2008 tentang RTRWN, Kawasan Sorowako dan sekitarnya ditetapkan menjadi Kawasan Strategis Nasional yang dilihat dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi yang memilki basis ekonomi pertambangan.
2.1.1 Lokasi Kawasan Strategis Nasional (KSN) Sorowako secara umum adalah wilayah kontrak karya pertambangan nikel yang meliputi beberapa kecamatan yang ada di Kabupaten Luwuk Timur (Provinsi Sulawesi Selatan), Kabupaten Morowali (Provinsi Sulawesi Tengah), Kabupaten Konawe dan Konawe Utara, serta Kabupaten Kolaka Utara (Provinsi Sulawesi Tenggara). Dengan Demikian KSN Sorowako ini secara geografis merupakan kawasan yang berbatasan dengan 3 provinsi yang berada di Pulau Sulawesi.
Delineasi wilayah perencanaan
8
mengacu pada Materi Teknis Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Sorowako tahun 2008 yang ditetapkan berdasarkan : 1. Sebaran potensi pertambangan (Wilayah Inti). 2. Sebaran wilayah kontrak kerja dan kuasa pertambangan (Wilayah Inti). 3. Sebaran sarana dan prasarana pertambangan serta pendukungnya (Wilayah pengaruh). Tabel 2.1 Wilayah Perencanaan KSN Soroako Provinsi Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi
Kabupaten Luwuk Timur
Morowali
Konawe
Tenggara Konawe Utara
Kolaka Utara Total
Kecamatan
Luas (km2)
Towuti
1,820.48
Nuha
808.27
Nasuponda
1,244.00
Malili
921.2
angkona
147.24
Tomoni
168.09
Tomoni Timur
105.91
Mangkutana
1,300.96
Kalaena
41.96
Wotu
130.52
Burau
256.23
Bungku Tengah
1,112.80
Bahodopi
1,080.98
Bungku Selatan
1,271.19
Routa
2,188.58
Wiwirano
1,505.09
Linggikima
476.75
Batu Putih
558.53
Porehu
647.23 1,576.01
Sumber : ESP KSN Soroako, 2010
9
Secara administratif lingkup wilayah perencanaan mencakup kedalam 3 (tiga) wilayah Provinsi, 5 (lima) wilayah kabupaten, dan 19 wilayah kecamatan, dengan luas total 15.786,01 km2. Menurut Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Sorowako, wilayah perencanaan dibagi menjadi wilayah inti dan wilayah pengaruh, dimana wilayah inti adalah wilayah yang termasuk dalam kontrak karya dan kuasa pertambangan (kawasan pertambangan). Sedangkan wilayah pengaruh adalah wilayah diluar wilayah inti (kawasan non pertambangan) yang merupakan wilayah pengaruh atau daerah pendukungnya.
2.1.2 Potensi Sumber Daya Alam Potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh KSN Sorowako yang unggulan adalah pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan-kelautan. Namun sektor pariwisata juga merupakan potensi besar untuk dikembangkan, karena adanya obyek wisata alam yang dapat dijadikan sebagai tujuan wisata untuk domestic dan mancanegara. Berikut ini beberapa potensi sumber daya alam yang dapat dikembangkan diwilayah ini. 1. Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Potensi perkebunan dan kehutanan juga Nampak amat menonjol di KSN Sorowako. Jens komoditas yang potensial untuk dikembangkan dan banyak di usahakan oleh masyrakat antara lain kelapa sawit, kakao, cengkeh, dan vanili. 2. Perikanan dan Kelautan Luas areal pertambakan (budidaya air payau) khusu hanya di Kabupaten Luwu Timur mencapai 3.475 Ha. Komoditas yang di usahakan antara lain udang
10
windu, ikan banding, rumput laut, dan kepiting bakau, dewngan total produksi mencapai 945 ton. Selain itu, luas areal kolam air tawar, minapadi, budidaya laut, dan budidaya danau masing-masing mencatat angka luasan sebesar 175 Ha, 223 Ha, 2,5 Ha, 14 Ha. 3. Pariwisata KSN Sorowako memiliki potensi tempat wisata yang indah, tak hanya wisata budaya wisata alam menjadi incaran wisatawan asing. Kondisi geografis KSN Sorowako dengan jumlah kawasan pegunungan dan hutan lindung menjadikan daerah ini untuk mengembangkan sektor wisata. 4. Pertambangan/ Mineral Potensi sumberdaya mineral terutama logam yaitu nikel dan besi laterit di KSN Sorowako diperkirakan mengandung deposit yang besar. Hingga saat ini potensi ini sebagian telah dieksplorasi maupun dieksploitasi oleh berbagai perusahaan penambangan.
Khusus terkait dengan sumber daya alam mineral/tambang yang dimiliki oleh kawasan ini, berdasarkan data dari Kementerian ESDM, sebagaimana terlihat pada Gambar 3.1.2. Peta Persebaran Potensi Sumber Daya Mineral Nikel dan Potensi Sumberdaya dan Cadangan Nikel di Kawasan Sorowako dan Sekitarnya, dapat diketahui bahwa sebaran batuan ultrabasa yang diperkirakan mengandung mineral-mineral laterit (diantaranya nikel) membentang dari arah utara Kabupaten Banggai dan Morowali (Provinsi Sulawesi Tengah) sampai dengan ke arah selatan Kabupaten Konawe dan Konawe Utara (Provinsi Sulawesi Tenggara).
11
Gambar 2.1 Peta Administrasi Sorowako Sumber : ESP KSN Soroako, 2010
Gambar 2.2 Peta Persebaran Nikel di Sorowako Sumber : ESP KSN Soroako, 2010
12
Tabel 2.2 Potensi Sumberdaya dan Cadangan Nikel di Kawasan Soroako dan Sekitarnya SUMBER DAYA NIKEL (TON) NO 1
2
3
PROVINSI Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara
LOKASI
HIPOTETIK
TEREKA
CADANGAN (TON)
TERUNJUK
TERUKUR
TERDUGA
TERBUKTI
ORE
METAL
ORE
METAL
ORE
METAL
ORE
METAL
ORE
METAL
ORE
METAL
B. Petea
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
19,000,000
271,700
Soroako east block
-
-
-
-
7,200,000
128,160
-
-
16,500,000
293,700
10,200,00
179,520
Soroako hpal
-
-
108,300,000
1,462,050
-
-
-
-
-
-
-
-
Soroako outer soa Soroako west block Bahodopi b1&b2
-
-
104,400,000
1,889,640
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2,100,000
38,010
400,000
6,480
300,000
5,190
24,400,000
461,160
42,600,009
813,660
-
-
54,700,000
738,450
48,200,000
848,320
-
-
-
-
-
-
Bahodopi b4
-
-
7,400,000
123,580
-
-
-
-
-
-
-
-
Bahodopi b3
-
-
5,400,000
93,420
-
-
-
-
-
-
-
-
Bahodopi b3&b4
-
-
14,500,000
256,650
-
-
-
-
-
-
-
-
Maniang
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
450,000
10,170
Tapunopaka
-
-
-
-
-
-
-
-
3,800,000
76,000
-
-
Pomala b5
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1,060,000
24,380
Pomala b4
-
-
23,000,000
317,400
-
-
-
-
-
-
-
-
Pomala b3
-
-
8,000,000
116,800
-
-
-
-
-
-
-
-
Pomala b2
-
-
900,000
11,250
-
-
-
-
-
-
-
-
Pomala b1
-
-
53,000,000
773,800
-
-
-
-
-
-
-
-
Pomala
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3,600,000
68,400
Mandiodo b1
-
-
-
-
21,600,000
324,000
5,450,000
81,750
-
-
-
-
Mandiodo b2
-
-
-
-
5,700,000
125,400
-
-
-
-
-
-
64,617.00
801.25
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Bahubulu b1
-
-
-
-
20,600,000
309,000
5,200,000
78,000
-
-
-
-
Bahubulu b2
-
-
-
-
10,000,000
180,000
8,400,000
151,200
-
-
-
-
Tapunopaka b2
-
-
-
-
-
-
-
-
9,950,000
159,200
-
-
Pomala b1 feni
-
-
18,000,000
432,000
-
-
-
-
-
-
-
-
Iwoikondo
Sumber : ESP KSN Soroako, 2010
13
2.1.3 Pengelolaan Kegiatan Pertambangan Soroako Pengelolaan tambang dilakukan oleh badan usaha yang berizin. Izin Usaha Pertambangan yang selanjutnya disebut (IUP) adalah izin untuk melakukan usaha pertambangan. Pemegang IUP ini dapat berupa Wilayah badan usaha, koperasi dan perseorangan. Pemegang IUP ini selanjutnya disebut sebagai Kuasa Pertambangan. Kuasa Pertambangan ini selanjutnya memiliki wewenang untuk melakukan kegiatan pertambangan umum yang mencakup kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan serta penjualan bahan galian. Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, yaitu Peta Wilayah Kuasa Pertambangan (Gambar 3.2 dan Gambar 3.3) dapat diketahui bahwa terdapat 3 (tiga) Perusahaan Kuasa Pertambangan yakni PT. Inco, PT Aneka Tambang dan PT. Rio Tinto. Dari ketiga perusahaan pertambangan tersebut PT. Inco memiliki luas wilayah kontrak karya yang terbesar dengan wilayah tersebar di 14 blok di tiga provinsi sedangkan PT. Rio Tinto dan PT. Aneka Tambang terletak berdekatan dengan wilayah kontrak karya PT. Inco. Wilayah kuasa pertambangan yang dimiliki PT. Rio Tinto berada di Kecamatan Bungku Tengah dan Bahodopi, Kabupaten Morowali. Sedangkan wilayah kuasa pertambangan yang dimiliki PT. Aneka Tambang berada di Kecamatan Bungku Selatan, Kabupaten Morowali. PT International Nickel Indonesia Tbk (PT Inco Tbk) merupakan salah satu produsen nikel utama di dunia saat ini. Kontribusi sektor pertambangan terhadap PDRB Kabupaten Luwu Timur maupun terhadap PDRB Nasional cukup signifikan. Begitu juga halnya dengan ekspor (terutama ekspor hasil pertambangan nikel), daya serap terhadap investasi (baik PMDN maupun PMA),
14
penyerapan tenaga kerja, maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. PT. Inco adalah pemegang Kontrak Karya generasi I yang ditandatangani pada tanggal 27 Juli 1968, untuk bahan galian nikel dan mineral pengikutnya. Wilayah Kontrak Karya PT Inco di Pulau Sulawesi meliputi 3 provinsi dengan luas total ± 218.529 ha terdiri dari 36.635 ha (17%) di Provinsi Sulawesi Tengah, 118.387 ha (54%) di Provinsi Sulawesi Selatan, serta 63.506 ha (29%) sisanya berada di Provinsi Sulawesi Tenggara. Kontrak Karya ini berlaku sejak produksi komersil tanggal 1 April 1978 hingga 31 Maret 2008. Saat ini Kontrak Karya tersebut telah diperpanjang selama 30 tahun berlaku efektif dari tanggal 29 Desember 1995 hingga 28 Desember 2025. Keseluruhan wilayah Kontrak Karya tersebut terbagi menjadi 14 (empat belas) blok. PT. Inco merupakan salah satu produsen nikel dunia yang melakukan penambangan, pengolahan dan peleburan nikel secara terpadu dari cadangan bijih nikel laterit di sekitar wilayah Sorowako. Kepercayaan dari Pemerintah Indonesia kepada PT. Inco untuk mengelola cadangan bijih nikel di Pulau Sulawesi telah berlangsung selama empat dekade. Kepercayaan ini diwujudkan dalam bentuk kontrak karya antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Inco. Melalui kontrak karya pertama yang ditandatangani pada tanggal 27 Juli 1968. Kontrak Karya ini berlaku sejak produksi komersil tanggal 1 April 1978 hingga 31 Maret 2008. Saat ini Kontrak Karya tersebut telah diperpanjang selama 30 tahun berlaku efektif dari tanggal 29 Desember 1995 hingga 28 Desember 2025. Keseluruhan Wilayah Kontrak Karya PT Inco terbagi menjadi 14 (empat belas) blok yang tersebar di Pulau Sulawesi meliputi 3 provinsi dengan luas total ± 218.529 ha terdiri dari
15
36.635 ha (17%) di Provinsi Sulawesi Tengah, 118.387 ha (54%) di Provinsi Sulawesi Selatan, serta 63.506 ha (29%) sisanya berada di Provinsi Sulawesi Tenggara. Perincian lokasi dan luas masing-masing blok seperti terlihat pada Tabel 2.3 sebagai berikut : Tabel 2.3 Wilayah Kontrak Karya PT. INCO di Sulawesi Provinsi
Blok
Kabupaten
Kecamatan
Luas (Ha)
Sulawesi Tengah
Kolonodale
(36,635 Ha/ 17%)
Bahodopi
Morowali
Bungku Tengah
32,123
Sulawesi Selatan
Matano
Luwu Timur
Nuha
6,176
(118,387 Ha/ 54%)
Bulubalang
Luwu Timur
Malili
2,249
Lingke
Luwu Timur
Towuti
1,584
Sorowako-
Luwu Timur
Towuti
108,377
Towuti
Konawe
Routa
Sulawesi Tenggara
Latao
Kolaka Utara
Batu Putih
(63,506 Ha/ 29%)
Matarape
1,680
Lasolo
4,087
Torobulu
4,512
Konawe Sel
Pomalaa Paopao
3,148
13,817 20,286
Kolaka Utara
Sua-sua
6,786 10,372
Malapulu
Bombana
(Kabaena)
Buton
Total
3,330
153,657
Sumber : ESP KSN Soroako, 2010
2.1.4 Undang – Undang KSN Soroako Kawasan Sorowako dan Sekitarnya sebagaimana diamanatkan dalam PP No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagai
16
Kawasan
Strategis
Nasional
dengan
sudut
kepentingan
Pendayagunaan
Sumberdaya Alam dan Teknologi Tinggi, sehingga untuk itu Rencana Tata Ruang nya merupakan rencana rinci dari RTRWN. Berdasarkan RTRWN, Kawasan Strategis Nasional (KSN) merupakan wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/lingkungan termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia. Kawasan ini merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis nasional, yaitu kemampuan kawasan untuk memacu pertumbuhan ekonomi kawasan dan wilayah disekitarnya serta mendorong pemerataan perkembangan wilayah. Penetapan suatu kawasan menjadi Kawasan Strategis Nasional dilakukan berdasarkan kepentingan-kepentingan sebagai berikut : 1. Pertahanan dan keamanan. 2. Pertumbuhan ekonomi. 3. Sosial budaya. 4. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi. 5. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ini menetapkan Kawasan Sorowako dan Sekitarnya sebagai Kawasan Strategis Nasional dengan notasi (I/D/2). Notasi tersebut menunjukkan bahwa pengembangan Kawasan Strategis Nasional Sorowako dilakukan pada tahapan pengembangan I (2010–2014) dengan fokus pengembangan “Rehabilitasi
17
dan Pengembangan Kawasan Strategis Nasional” dengan sudut kepentingan “Pendayagunaan Sumberdaya Alam dan/atau Teknologi Tinggi”, khususnya pengembangan/peningkatan kualitas kawasan. Terkait dengan hal ini, maka dapat diketahui bahwa KSN Sorowako dan Sekitarnya merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi. Kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional karena memiliki sumber daya alam strategis nasional berupa sumber daya mineral nikel yang keberadaannya mampu mendukung pertumbuhan perekonomian nasional.
2.2
KONDISI LINGKUNGAN Kondisi lingkungan di sekitar KSN Sorowako meliputi Kondisi Geofisik
yaitu iklim, topografi, geologi, kawasan rawan bencana, hidrologi, kualitas air serta pemanfaatan dan tutupan lahan.
2.2.1 Iklim KSN Sorowako merupakan wilayah dengan curah hujan pertahunnya berkisar antara 1.000 – 4.850 mm yang berarti intensitasnya cukup tinggi. Musim hujan terjadi pada bulan November–Maret, yang disebabkan oleh pengaruh angin yang bertiup dari Benua Asia dan Samudra Pasifik setelah melewati beberapa lautan banyak mengandung uap air dan jatuh di wilayah ini. Sedangkan pada musim pancaroba terjadi pada Bulan April, disebabkan oleh arah angin dan kecepatan angin yang tidak menentu, sehingga curah hujan tidak merata, hal ini merupakan musim peralihan antara musim hujan dan musim kemarau. Adapun musim kemarau terjadi sekitar Bulan Mei–Oktober, disebabkan oleh pengaruh
18
angin yang bertiup dari arah timur (Benua Australia), dimana hampir tidak mengandung uap air. Ditinjau dari intensitas dan frekuensi hujan serta distribusi bulanan yang merata di KSN Sorowako, maka secara agroklimatologi. Wilayah ini sangat potensial untuk pengembangan berbagai jenis komoditas pertanian. Selain itu, curah hujan dapat dijadikan sebagai masukan (sumber air) pada danaudanau yang ada.
2.2.2 Topografi Morfologi wilayah KSN Sorowako cukup bervariasi mulai dari datar sampai dengan bergunung. Kondisi areal datar sampai dengan landai terutama di daerah sekitar pantai/teluk. Sedangkan wilayah yang bergelombang dan bergunung terdapat di semua kecamatan yang tercakup dalam wilayah perencanaan. Wilayah dengan ketinggian kurang dari 10 mdpl hanya terdapat di beberapa desa di Kecamatan Malili, Towuti, dan Bahodopi. Sedangkan kawasan– kawasan yang ketinggiannya melebihi 2.000 mdpl terdapat pada kawasan– kawasan perbatasan kabupaten, antara lain perbatasan Kabupaten Luwuk Timur dengan Luwuk Utara, Palu, dan Morowali. Tingkat kelerengan di wilayah perencanaan
didominasi
oleh
tingkatan
kemiringan
terjal/curam–sangat
terjal/curam, (>40%), yakni lebih dari 70 %, dengan sebaran utama di sepanjang Pegunungan Verbeck. Wilayah yang relatif datar/landai hanya di sekitar Malili, pantai barat Kolaka Utara, dan pantai timur Bahodopi.
19
2.2.3 Geologi Wilayah perencanaan berdasarkan pada pembagian Mandala Sulawaesi menurut Sukamto, 1975, dapat dibedakan menjadi 2 mandala geologi, yaitu : 1. Mandala Sulawesi Barat : didirikan oleh suatu kompleks alas batuan metamorfosis yang tertindih oleh batuan-batuan sedimen dan gunung api. Terobosan tertier terjadi pada Mandala ini. 2. Mandala Sulawesi Timur : sebagian besar terdiri dari batuan basa dan ultrabasa dan sekis yang menyertainya.
Struktur Geologi yang dominan dipengaruhi oleh Sesar Palu Koro yang merupakan kelanjutan Sesar Sorong yang melibatkan Kerak Samudra Pasifik. Adapun beberapa pola arah kelurusan sesar/patahan yang diperkirakan pada dapat dikelompokan menjadi : 1. Arah Barat Laut Tenggara merupakan arah dari pola pergerakan Sesar Palu Koro yang membentuk Danau Towuti, Danau Matano, dan Danau Poso di sebelah utara. Kemudian di bawahnya berkembang Sesar Lasolo pada arah yang sama kemudian menjadi titik intensif di bagian selatan. Sesar Lasolo ini diperkirakan masih aktif, terbukti dengan munculnya mata air panas di batu gamping terumbu yang berumur holosen pada jalur sesar tersebut di tenggara Tinobu, Kecamatan Lasolo. 2. Arah Timur Laut–Barat Daya yang berkembang tidak seintensif arah Barat– Tenggara, tampak merupakan orde selanjutnya karena memotong arah Barat Laut–Tenggara, juga berkembang luas di sebelah utara dan pantai barat mendekati Teluk Bone.
20
2.2.4 Kawasan Rawan Bencana Dengan masih adanya sesar aktif seperti Sesar Lasolo maka beberapa wilayah di KSN Sorowako ini dapat dikategorikan sebagai kawasan rawan bencana gempa tektonik dan pergerakan tanah. Kawasan rawan bencana gempa khususnya pada wilayah–wilayah yang berada di sepanjang/sekitar zona sesar tersebut. Berdasarkan peta zona gempa Indonesia KSN Sorowako mempunyai kategori Zona D yang berarti koefesien gempanya cukup tinggi (zona A paling kecil/aman sampai dengan zona F paling besar).
Gambar 2.3 Peta Zona Gempa Sorowako Sumber : ESP KSN Soroako, 2010
Batuan yang tersingkap adalah formasi Latimojong, Formasi Matano, bantuan Ultramafik dan Komplek Pompangeo. Formasi Latimojong terdiri dari
21
perselingan batusabak, filit, wacke, kuarsit, batu gamping dan batulanau, sisipan konglomerat dan rijang, dan umumnya termalihkan lemah. Formasi matano yang berumur Kapur Atas disusun oleh batu gamping hablur dan kalsilutit, napal, serpih, sisipan rijang dan batusabak, formasi ini di endapkan dilingkungan laut dalam. Terakhir Batuan Ultramafik berbatasan sesar naik dengan Formasi Matano, dicirikan oleh suatu lajur batuan tersepentinkan dengan ketebalan mencapai puluhan meter.
Gambar 2.4 Profil Stratigrafi Nikel di KSN Sorowako Sumber : ESP KSN Soroako, 2010
Pada sabuk ultrabasa terdapat endapan nikel laterit yang potensial memanjang > 120 km dan lebar >60 km. Batuan Ultramafik yang dianggap sebagai “source” merupakan akibat dari pergerakan tektonik lempeng pada jaman kapur–Tersier ketika lempeng pasifik bergerak menujam kebawah Lempeng Eurasia. Batuan tersebut terserpentinitkan oleh pelapukan tropis selama kurun waktu yang amat panjang, menghasilkan endapan laterit-nikel-kobalt. Nikel dan
22
kobalt dalam mineral garnierite dan mangan oksida terkonsentrasi terutama pada lapisan saprolit. Lapisan endapan ini umumnya terdiri atas beberapa meter tanah pusuk, 5-15 m laterit dan 10-20 m saprolit yang merupakan lapisan bijih nikel. Di wilayah Soroako dsk (KK PT. Inco Tbk) bijih laterit nikel dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu Blok Barat yang dicirikan oleh lapisan limonit yang tebal. Lapisan limonit merupakan lapisan penutup (overbourden) yang diperlakukan sebagai waste (material buangan). Karena kedua tipe bijih juga memiliki karakteristik fisik dan kimia yang berbeda, maka diperlakukan berbeda dalam sistem pengolahan, yaitu di stasiun penyaringn. Hal ini dilakukan agar proses peningkatan kadar bijih per ton dapat di optimalkan.
2.2.5 Hidrologi Pada Kawasan Strategi Nasional (KSN) Sorowako terdapat 4 Wilayah Sungai (WS) yaitu : 1. WS Pompengan – Larona (WS lintas provinsi, yaitu Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara). 2. WS Laa – Tambalako (Provinsi Sulawesi Tengah). 3. WS Lasolo – Sampara (WS lintas provinsi, yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara). 4. WS Toeari – lasusua (Provinsi Sulawesi Tenggara).
Beberapa DAS yang berukuran besar pada KSN Sorowako di antaranya adalah DAS Larona (367.303 Ha), DAS Lasolo (706.493 Ha), DAS Konaweha (672.496 Ha), dan DAS Kaalena. Karakteristik umum arah aliran adalah sungai-
23
sungai yang ada di Kabupaten Morowali, Konawe dan Konawe Utara bermuara di Teluk Tolo, sedangkan sungai yang berasal dari Kabupaten Luwu Timur dan Kolaka Utara bermuara di Teluk Bone. Sungai – sungai yang ada mempunyai banyak fungsi, yaitu sebagai lahan budidaya perikanan juga untuk alur pelayanan sungai serta untuk air baku minum bagi PDAM, di Kabupaten Luwu Timur, sungai Larona dijadikan sebagai sumber energi pembangkit listrik (PLTA). Sedangkan Sungai Malili di bagian muara dan sekitarnya digunakan sebagai alur pelayanan dan pelabuhan. KSN Sorowako mempunyai tiga danau alami, yaitu Danau Matano (16.350 Ha), Danau Mahalona (2.348 Ha), dan danau Towuti (56.670). danau–danau ini mempunyai potensi untuk pengembangan budidaya perikanan, pembangkitan listrik, dan kegiatan pariwisata serta alur pelayaran yang menghubungkan antar desa ataupun antar kota dan provinsi. Potensi sumberdaya air terutama air permukaan relatif melimpah. Sungai yang telah dimanfaatkan untuk pengembangan energi listrik adalah Sungai Larona dengan adanya PLTA larona I dengan kapasitas listrik 165 MV, Larona II (Balambano) dengan kapasitas listrik 110 MV, dan karebbe (tahap pembangunan) dengan rencana kapasitas listrik 90 MV. Pembangunan dan pengelolaan PLTA ini dilakukan oleh PT. Inco Tbk. Guna menunjang produksi pengolahan timah, kebutuhan Kawasan PT. Inco Tbk dan masyarakat Sorowako.
2.2.6 Kualitas Air Penambangan terbuka (strip mining) di kawasan Soroako dengan curah hujan relatif tinggiakan menyebabkan tanah dari bukit-bukit dengan mudah mengalir ke danau ketika hujan turun, yang mengakibatkan perubahan warna air
24
danau, serta mengakibatkan pula pendangkalan danau akibat endapan lumpur. Selain itu, kadar bakteri E-coli di Danau Matano terus meningkat dan telah mencapai lebih dari 2.400 ppm, dari kadar toleransi yang hanya 200 ppm. Belum lagi adanya dugaan pencemaran limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dari PT. INCO, setelah ditemukannya beberapa lokasi pembuangan limbah yang dilakukan secara terbuka. Proses yang dapat menjadi sumber pencemaran air dari kegiatan pertambangan nikel adalah proses hidrometalurgi yang dapat menghasilkan bahan pencemar dalam bentuk cair yang akan terbuang ke kolam penampung tailing, jika tidak digunakan kembali (recycle). Penggunaan bahan kimia seperti sianida, merkuri dan asam kuat dalam proses pengolahan akan menyebabkan air yang mengandung bahan kimia berbahaya tersebut terbawa ke perairan.Hasil pengolahan limbah kegiatan tambang dan pabrik pengolahan nikel disalurkan melalui saluran terbuka ke Danau Matano, bersama dengan limbah kota. Penduduk desa yang menggunakan air danau untuk keperluan minum dan mencuci kemudian banyak yang mengalami diare dan penyakit kulit akibat mengkonsumsi air yang tercemar. Pencemaran air danau juga berdampak langsung pada hilangnya mata pencaharian penduduk nelayan di sekitar danau. Hal ini disebabkan semakin berkurangnya hasil tangkapan ikan dan kerang yang merupakan potensi alami Danau Matano. Pencemaran air danau juga telah mengakibatkan hilangnya keaneragaman hayati yang berupa spesies ikan langka, yaitu spesies butini. Sampel air yang diambil oleh BAPEDALDA Kabupaten Luwu Timur pada bulan November 2011 di beberapa titik (Danau Towuti, Sungai Mata Buntu,
25
Sungai Malili, Sungai Angkona, Sungai Kalaena, Sungai Tomoni, Sungai Lagego, dan Sungai Singgeni) menunjukkan bahwa kualitas air di sungai-sungai tersebut telah sesuai dengan standar baku mutu kualitas air Kelas II (standar baku mutu air untuk rekreasi air: kegiatan, budidaya perikanan, pencaharian, irigasi, dan tujuan lainnya yang serupa), sesuai dengan SK Gubernur No 69 Tahun 2010 mengenai Standar Baku Mutu dan Kriteria untuk Kerusakan Lingkungan.
2.3
KEANEKARAGAMAN HAYATI Di KSN Sorowako ini terdapat beberapa kawasan hutan lindung dan cagar
alam seperti CA Morowali (luas 209.400 Ha), CA Peg. Faruhumpenai (luas 101,453.89 Ha), Kawasan Taman Buru Landusa Tomata di Morowali (luas 5.000 Ha) dan Taman Nasional Rawa Aopa (Kab. Konawe) serta kawasan konservasi perairan di kawasan danau besar Malili (Danau Mahalona, Danau Towuti dan Danau Matano). Danau-danau yang merupakan gugusan danau tektonik ini dihuni berbagai jenis flora dan fauna endemik yang masih terjaga dengan baik. Suaka margasatwa laut juga terdapat di wilayah Konawe Utara yang merupakan bagian dari Kawasan Taman Wisata Alam Laut Teluk Lasolo (81.800 Ha).
2.3.1 Flora dan Fauna Pada Danau Towuti terdapat beberapa pulau dan diantaranya yang terbesar adalah Pulau Loeha. Danau ini merupakan habitat alami dari 14 jenis ikan air tawar endemik Sulawesi. Danau Towuti juga merupakan habitat alami dari 87 % dari 27 jenis Moluska air tawar endemik Sulawesi (Whitten et al, 2002). Danau ini merupakan habitat Crocodylus porosus, Hydrosaurus amboinensis, serta
26
berbagai jenis satwa liar lainnya. Wilayah daratannya merupakan habitat Babyrousa babirussa, Bubalus quarlesi, dan lain-lain. Kawasan perbukitannya dengan pepohonan yang rimbun merupakan tempat hidup berbagai jenis Aves. Di kawasan ini juga terdapat tipe ekosistem Hutan Hujan Tropis Pegunungan Bawah di mana jenis fauna yang dapat atau pernah dijumpai dari kawasan ini, antara lain Anoa quarlesi, Babyrousa babirussa, Sus celebensis, Strigocuscus celebensis, Rhyticeros cassidix, Penelopides exarhatus, dan lain sebagainya. Sementara di kawasan Danau Mahalona, terdapat habitat Buaya Muara Crocodylus porosus dan Soa-soa Hydrosaurus amboinensis serta 8 jenis ikan air tawar endemik. Enhydris matannensis merupakan jenis ular air tawar yang hidup di danau ini. Jenis aves yang dapat dengan mudah dijumpai antara lain Pecuk Ular Anhinga melanogaster yang menyelam ke danau untuk mencari ikan dan kemudian mengeringkan bulunya pada pucuk-pucuk pohon. Pada aliran sungai dengan lebatnya pepohonan pada sisi sungai, pernah dijumpai Babyrousa babirussa dan burung endemik Sulawesi dari famili Bucerotidae. Pada kawasan danau ini dan empat danau di sekitarnya (Matano, Towuti, Wawontoa dan Taparan Masapi) pernah diintroduksi jenis ikan konsumsi Karper Cyprinus carpio dan Sepat Trichogaster trichopterus yang berasal dari Asia Tengah pada awal abad ke-20 (Whitten et al, 2002). Danau Matano merupakan habitat alami dari 13 jenis ikan air tawar endemik Sulawesi. Danau Matano juga merupakan habitat alami dari 76 % dari 27 jenis Moluska air tawar endemik Sulawesi (Whitten et al, 2002). Danau ini merupakan habitat Crocodylus porosus, Hydrosaurus amboinensis & Enhydris matannensis. Jenis Brownish-grey freshwater snake Enhydris matannensis hanya
27
diketahui dari 2 speciemen yang pernah dikumpulkan, satu dari Danau Matano dan satu lagi dari sebuah tempat pelelangan ikan di dekat Raha Pulau Muna (Iskandar, 1979). Di kawasan ini juga terdapat ekosistem Hutan Pamah yang di dominasi oleh jenis-jenis pepohonan yang tinggi dan jenis-jenis perdu. Pada beberapa bagian kawasan terdapat hamparan padang yang ditumbuhi oleh rerumputan (Poaceae) dan merupakan habitat Cervus timorensis. Di Kawasan Cagar Alam Morowali, terdapat ekosistem yang sebagian besar didominisai oleh jenis-jenis flora sebagai berikut : 1. Hutan Mangrove, Jenis yang dominan seperti (Rhizophora bruguiera sp., Cedops sp., Pandanus sp.) dan lain-lain. 2. Hutan Alluvial Dataran Rendah Didominir oleh Callophyllum sp, Alstonia sp., Garcinia sp., Palaqulum dan Santiria. 3. Hutan Pegunungan, Jenis Castanopsis sp., Palaqulum sp. Pangium edule dan Lithocarpus sp. banyak mendominir tipe hutan ini juga terdapat Agathis sp., Diospyros sp. dan Parinari sp. 4. Hutan Lumut, Tipe ekosistem ini terdapat pada ketinggian 1.600 m dari permukaan laut. Pohon-pohon yang tumbuh pendek dan terlihat kerdil atau kurang baik pertumbuhannya. Didominir oleh jenis Querqus sp, Litocarpus sp, Tristania sp. Pada tipe ini lumut banyak ditemukan bergantungan pada jalinan cabang-cabang pohon dan Nepenthes sp. (kantung semar) yang besar-besar banyak dijumpai dipuncak-puncak pegunungan.
Sementara habitat fauna yang mendiami kawasan ini terdiri sebagai berikut :
28
1. Mamalia,
Kebanyakan
mamalia
besar
Sulawesi,
termasuk
Anoa
pegunungan/dataran tinggi yang endemik (Bubalus quarlessi), Babirusa (Babyroussa babirusa), Kera (Macaca tonkeana), Kus-kus beruang (Phalanger ursinus), Babi hutan (Sus scrofa), Rusa (Cervus timorensis) dan Musang abuabu (Viverra tangalunga), Tarsius sp. 2. Burung, Morowali memiliki habitat yang kaya, sehingga mempunyai fauna burung yang paling representatif. Jenis-jenis elang laut paruh putih (Haliaetusleucogaster), Belibis (Dendrocygna so.), Kum-kum hijau (Ducula aenea) dan Kum-kum putih (Ducula sp.). Burung pelatulk endemik dan Coracias temminckii yang endemilk. Jenis Megapodius seperti Maleo (Macrocephalon maleo) dan burung Gosong (Megapodius frycinet) banyak dijumpai di tepi S. Morowali, lembah Masoyo dan lembah Sumara serta beberapa sungal kecil. 3. Reptilia, Beberapa jenis Bengkarung, Ular Sanca (phyton reticulatus), Ular rumput (Natrixsp,) serta Ular hijau kepala segitiga. (Trimesurus wagleri). Biawak dan Kura-kura juga terdapat dalam kawasan ini.
Hutan bakau juga ditemukan di selat Luwu Timur (Selat Bone) dengan besar area 3,545 ha. Beberapa spesies bakau yang tumbuh di daerah itu antara lain Rhizopora sp., Avicennia marina, Nypa fruticans, Sonneratia alba, Sonneratia caseolaris, Rhizopora apiculata, Bruguiera gymnoriza, Xylocarpus sp.
29
2.3.2 Rumput Laut Ekosistem Rumput Laut di pantai Timur Kabupaten Luwu Timur ditemukan di perairan pesisir kecamatan Wotu, Angkona, dan Malili, dengan luas total 12.785 m2. Sebuah hamparan luas padang seagrass terletak di muara Sungai Langkara di Angkona Kecamatan dengan luas 11.000 m2. Dari 12 spesies seagrass yang ditemukan di Indonesia, 7 spesies ditemukan di perairan pesisir Timur Kabupaten Luwu: Enhallus acoroides, Thallasia hemprichii, Halodule uninervis, Halophylla minor, Halophylla ovalis, Cymodocea serrulata, dan Syringodium. Kondisi tutupan seagrass di Kabupaten Luwu Timur bervariasi dengan lokasi mulai dari rusak berat hingga baik atau alami. Padang seagrass umumnya menghadapi ancaman kekeruhan tinggi.
2.3.3 Terumbu Karang Kawasan ekosistem di Kabupaten Morowali memiliki potensi terumbu karang di kawasan pesisirnya. Ekosistem pantai lainnya yang terdapat di wilayah kecamatan yang memiliki garis pantai adalah terumbu karang, yang diperkirakan memiliki luas 46.686,301 ha. Ekosistem tersebut terdapat di pantai Kecamatan Bungku Utara sampai Kecamatan Petasia. Kondisi terumbu karang umumnya dalam kategori baik, namun demikian terdapat sebagian kecil yang dalam kondisi buruk seperti di Kecamatan Bahodopi sebagai akibat pemanfaatan sebagai bahan bangunan. Terumbu karang juga ditemukan di Kabupaten Luwu Timur di kecamatan Wotu, Burau, dan Malili, dengan total luas 8.150 m2. Wilayah terumbu karang terbesar, dengan luas 7.000 m2, ditemukan di Kecamatan Wotu diikuti oleh
30
Kecamatan Burau (900 m2) dan Kecamatan Malili (250 m2). Sebagian besar terumbu karang di Kabupaten Luwu Timur adalah terumbu karang tepi. Kondisi terumbu karang bervariasi dari rusak berat hingga baik. Sebagian besar terumbu karang di Kecamatan Wotu rusak parah. Kerusakan pada terumbu karang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penambangan karang besar, penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan, dan sedimentasi.
2.4
KONDISI SOSIAL MASYARAKAT Kondisi sosial masyarakat meliputi pembahasan jumlah dan pertumbuhan
penduduk Sorowako, distribusi kepadatan penduduk, social budaya masyarakat dan ketenagakerjaan masyarakat.
2.4.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Jumlah penduduk KSN Sorowako pada tahun 2006 sebanyak 783.483 jiwa. Pertumbuhan penduduk kawasan ini antara tahun 2005 – 2006 kabupaten cukup tinggi dengan rata-rata sebesar 3,28%. Secara lengkap data tersebut disajikan pada tabel berikut ini : Tabel 2.4 Jumlah dan Perkembangan Penduduk KSN Sorowako 2004-2006
Sumber : ESP KSN Soroako, 2010
31
2.4.2 Distribusi dan Kepadatan Penduduk Pada KSN Sorowako, kecamatan terluas adalah Kecamatan Rauta dan jumlah penduduknya paling sedikit (hanya 0,44% dari total penduduk KSN Sorowako), maka kecamatan ini adalah kecamatan yang paling jarang penduduknya untuk setiap Km²nya yaitu hanya 1 orang. Kecamatan Wotu adalah kecamatan terpadat dengan tingkat kepadatan 252 jiwa jiwa/ Km², disusul Kecamatan Urau dan Tomoni masing-masing 211 jiwa/ Km² dan 143 jiwa/ Km². Berikut ini disajikan distribusi dan tingkat kepadatan daerah-daerah yang masuk dalam Kawasan Strategis Nasional Sorowako. Tabel 2.5 Distribusi dan Kepadatan Penduduk KSN Sorowako 2004-2006
Sumber : ESP KSN Soroako, 2010
32
2.4.3 Sosial – Budaya Suku bangsa asli masyarakat Kabupaten Luwu Timur khususnya penduduk asli yang mendiami daerah sekitar Danau matano, Mahalona dan Towuti yaitu suku Padoe, Karunsi’e dan Tambe’e. Sebagai penduduk asli yang merasa pewaris tanah luwu mereka membuat suatau organisasi yang bernama Pasitabe untuk memperjuangkan eksistensi dan mempertahankan adat budaya mereka. Disamping suku asli, penduduk asli dari suku lain yang mendiami Kabupaten Luwu Timur adalah suku-suku yang umumnya pendatang karena faktor ekonomi dan transmigrasi. Suku-suku tersebut adalah Bugis, Jawa, Bali, dan suku-suku lainnya. Aktivitas sosial budaya masyarakat KSN Sorowako sebagaimana juga masyarakat lainnya lebih cenderung dipengaruhi oleh kondisi alam. Kondisi geografis Kabupaten Morowali yang terdiri daerah pantai, daratan dan pegunungan,
maka
kondisi
sosial
dan
budaya
masyarakatnya
dapat
dikelompokkan menjadi tiga, antara lain : 1. Masyarakat Pesisir Masyarakat pesisir pantai adalah masyarakat yang tinggal di pesisir pantai di Kecamatan Parehu, Malili, Batuputih, Bungku Tengah, Bahudopi, dan Bungku Selatan. Masyarakat pesisir pada umumnya adalah nelayan dan pedagang. Masyarakat pesisir yang menjadi pedagang biasanya yang tinggal di perkotaan, disamping juga bekerja di sektor jasa. Masyarakat sekitar danau pekerjaan utamanya adalah petani.
33
2. Masyarakat Pedalaman Masyarakat pedalaman adalah masyarakat yang hidup jauh dari pantai, Secara etnis masyarakat pedalaman adalah masyarakat asli wilayah tersebut, namun demikian karena adanya program transmigrasi khususnya di Kecamatan Malili dan Kecamatan Bahudopi dan Bungku Tengah, maka kini masyarakat pedalaman juga berasal dari berbagai etnis. Pekerjaan utama masyarakat pedalaman ini adalah bercocok tanam dan berkebun. 3. Masyarakat Pegunungan Masyarakat pegunungan pada umumnya masyarakat dari etnis asli. Kehidupan mereka adalah menjadi peladang berpindah. Sebagian dari mereka masih menjadi masyarakat yang terisolir masyarakat di Desa Rente, Topogaro, Tondo/Watukonjo di wilayah Kecamatan Bungku Tengah.
2.4.4 Ketenagakerjaan Berdasarkan data tahun 2006, kabupaten yang masuk dalam KSN Sorowako terdapat tingkat penganguran sebagai berikut : Kabupaten Luwu Timur mempunyai tingkat pengangguran tertinggi yaitu 14,27% atau sebanyak 13.314 jiwa, disusul Kabupaten Konawe sebesar 9,37 % dan Kabupaten Kolaka Utara sebesar 9,18% atau 4.861 jiwa. Tingkat penganguran tersebut berbanding terbalik dengan kesempatan kerja yang ada dimana di Kabupaten Malili hanya 85,73%, Kabupaten Konawe 90,63% dan Kabupaten Kolaka Utara 90,82%. Sementara jika dilihat dari tingkat partisipasi angkatan kerja, Kabupaten Kolaka Utara adalah kabupaten dengan TPAK tertinggi yaitu 62,34% disusul Kabupaten Luwu Timur 62,13% dan terakhir Kabupaten Konawe 53,59%, sedangkan Kabupaten
34
Morowali tidak tersedia data. Secara lengkap prosentase penduduk usia kerja ketiga kabupaten tersebut disajikan dalam tabel berikut ini.
2.5
PEREKONOMIAN MASYARAKAT Perekonomian masyarakat berhubungan langsung dengan pertumbuhan
ekonomi/ kegiatan sektoral penduduk Sorowako. Adapun perekonommian ditinjau langsung melalui laju pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat.
2.5.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Dalam menganalisis laju pertumbuhan ekonomi penduduk sorowako, terbagi menjadi tiga (3) yaitu : 1. KSN Sorowako Dskt Berdasarkan harga berlaku, nilai tambah bruto atau PDRB (termasuk nikel) KSN Sorowako telah bertambah dari Rp. 6.332 Miliar pada tahun 2003 menjadi Rp. 10.339 Miliar pada tahun 2006. Sedangkan berdasarkan harga konstan 2000 terjadi peningkatan PDRB dari 5.748 miliar menjadi Rp. 7.022 Miliar. Peningkatan sebesar ini telah menghasilkan laju pertumbuhan ekonomi di Kawasan Sorowako sebesar 8.01% pada tahun 2004, lalu meningkat menjadi 6,12% pada tahun 2005 dan 6,58% pada tahun 2006. meskipun berfluktuasi,
Namun
KSN
Sorowako
mampu
mengoperasikan
laju
pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,90% pertahun selama periode 2004-2006.
35
2. Kawasan Inti Jika Kawasan Inti disini dibatasi sebagai sebuah kawasan yang telah meghasilkan nilai tambah pertambangan nikel, maka dapat dikatakan bahwa hingga tahun 2006 lalu nilai tambah pertambangan nikel di KSN Sorowako Dskt baru dihasilkan oleh empat kecamatan di Kabupaten Luwu Timur, Yakni Malili, Towuti, Nuha, dan Wasuponda. Adapun nilai tambah bruto (NTB) yang dihasilkan oleh keempat kecamtaan ini dapat dilihat pada tabel berikut ini. 3. Kawasan Pengaruh Kawasan pengaruh disini adalah wilayah KSN Sorowako Dskt yang tidak menghasilkan nilai tambah pertambangan nikel. Besarnya nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh kawasan pengaruh pada tahun 2006 mencapai Rp. 5.269.436 juta ( 50,97% dari total bruto KSN Sorowako Dskt) menurut harga berlaku atau Rp. 3.235.875 juta (46,08%) menurut harga konstan 2000. Nilai tambah sebanyak sebanyak Rp. 5.269.436 juta tadi sebagian besar (60,65%) berasal dari kontribusi sector pertanian, setelah itu di ikuti sektor perdagangan, hotel, dan restoran sekitar 11,91%, sektor jasa sebesar 11,71% dan sektor bangunan sebesar 5,78%. Sementara itu, kontribusi sector pertambangan dan pengalian sebesar 1,06% berasal dari hasil pertambangan dan penggalian bukan nikel.
2.5.2 Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Dalam
menganalisis
tingkat
kesejahteraan
masyarakat
penduduk
sorowako, terbagi menjadi tiga (3) yaitu :
36
1. KSN Sorowako Dskt Berdasarkan harga berlaku, pada tahun 2003 pendapatan perkapita masyarakat di KSN Sorowako Dskt mencapai sekitar Rp. 36.100.322, jauh lebih besar dibandingkan masyarakat di gabungan tiga provinsi maupun Indonesia, dimana masing-masing sebesar Rp. 16.438.972 dan Rp. 9.429.479. dengan demikian, tingkat kesejahteraan masyrakat di KSN Sorowako Dskt 3,82 kali dan 2,28 kali lebih tinggi dibandingkan kesejahteraan masyarakat Indonesia maupun gabungan tiga provinsi. Selanjutnya, jika dilihat dari pendapatan per kapita riil, maka tingkat kesejahteraan masyarakat di KSN Sorowako Dskt masing-masing adalah 4,42 kali dan 2,43 kali tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia dan masyarakat gabungan tiga provinsi. 2. Kawasan Inti Tingkat kesejahteraan masyarakat di kawasan inti KSN Sorowako Dskt sangat dipengaruhi oleh hasil pertamangan niel. Hal ini terlihat dari perbandingan antara nilai PDRB perkapita termasuk nikel dan nilai PDRB perkapita tanpa nikel.
Jika termasuk nikel, maka secara nomial tingkat kesejahteraan
masyrakat di kawasan inti mencapai Rp. 17.062.297 pda tahun 2003 dan kemudian terus meningat hingga Rp. 26.358.147 pada tahun 2006, yang berarti itumbuh 15,85% setahun. Sedangkan secara riil pendapatan masyarakat di kawasan inti melaju sekitar 3,13% pertahun, tepatnya Rp. 17.775.962 menjadi Rp. 19.588.635 selama periode 2002-2006. Akan tetapi, apabila nikel tidak dimasukkan, maka pendapatan masyarakat di Kawasan inti turun dratis, dimana nominal dan riil merosot hingga masing-masing menjadi Rp. 5.001.101 dan Rp. 3.568.450 pada tahun 2006. sepanjang kurun waktu 2003-
37
2006, tingkat kesejahteraan masyarakat di kawasan inti tanpa nikel hanya mencatat pertumbuhan masing-masing 8,45% menurut harga berlaku dan 2,49% menurut harga konstan 2000. 3. Kawasan Pengaruh Dibandingkan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat inti KSN Sorowak Dskt tanpa nikel, maka tingkat kesejahteraan masyarakat di kawasan pengaruh berada di posisi yang lebih baik. Secara nominal, pada tahun 2003 pendapatan perkapita masyarakat di kawasan pengaruh mencapai Rp. 6.346.008, kemudian bertambah besar menjadi Rp. 9.170.897 pada tahun 2006, atau melaju 13,07% per tahun.
2.6
KEGIATAN PERTAMBANGAN Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, yaitu Peta Wilayah Kuasa
Pertambangan dapat diketahui bahwa terdapat 3 (tiga) Perusahaan Kuasa Pertambangan yakni PT. Inco, PT Aneka Tambang dan PT. Rio Tinto. Dari ketiga perusahaan pertambangan tersebut PT. Inco memiliki luas wilayah kontrak karya yang terbesar dengan wilayah tersebar di 14 blok di tiga provinsi sedangkan PT. Rio Tinto dan PT. Aneka Tambang terletak berdekatan dengan wilayah kontrak karya PT. Inco. Wilayah kuasa pertambangan yang dimiliki PT. Rio Tinto berada di Kecamatan Bungku Tengah dan Bahodopi, Kabupaten Morowali. Sedangkan wilayah kuasa pertambangan yang dimiliki PT. Aneka Tambang berada di Kecamatan Bungku Selatan, Kabupaten Morowali. PT International Nickel Indonesia Tbk (PT Inco Tbk) merupakan salah satu produsen nikel utama di dunia saat ini. Kontribusi sektor pertambangan
38
terhadap PDRB Kabupaten Luwu Timur maupun terhadap PDRB Nasional cukup signifikan. Begitu juga halnya dengan ekspor (terutama ekspor hasil pertambangan nikel), daya serap terhadap investasi (baik PMDN maupun PMA), penyerapan tenaga kerja, maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.
Gambar 2.5 Peta Kuasa Pertambangan Nikel oleh PT. INCO di KSN Sorowako Sumber : ESP KSN Soroako, 2010
PT. Inco adalah pemegang Kontrak Karya generasi I yang ditandatangani pada tanggal 27 Juli 1968, untuk bahan galian nikel dan mineral pengikutnya. PT. Inco merupakan salah satu produsen nikel dunia yang melakukan penambangan, pengolahan dan peleburan nikel secara terpadu dari cadangan bijih nikel laterit di
39
sekitar wilayah Sorowako. Kontrak Karya ini berlaku sejak produksi komersil tanggal 1 April 1978 hingga 31 Maret 2008. Saat ini Kontrak Karya tersebut telah diperpanjang selama 30 tahun berlaku efektif dari tanggal 29 Desember 1995 hingga 28 Desember 2025. Keseluruhan Wilayah Kontrak Karya PT Inco terbagi menjadi 14 (empat belas) blok yang tersebar di Pulau Sulawesi meliputi 3 provinsi dengan luas total ± 218.529 ha terdiri dari 36.635 ha (17%) di Provinsi Sulawesi Tengah, 118.387 ha (54%) di Provinsi Sulawesi Selatan, serta 63.506 ha (29%) sisanya berada di Provinsi Sulawesi Tenggara.
2.7
SARANA DAN PRASARANA WILAYAH Sarana dan prasarana wilayah merupakan jalur transportasi penghubung
antara kegiatan pertambangan dengan kegiatan penduduk setempat. Sarana dan prasarana ini meliputi :
2.7.1 Jaringan Transportasi Yang termasuk kedalam jaringan transportasi meliputi jaringan jalan dana jalan khusus pertambangan. Adapun direncanakan sebagai berikut : 1. Jaringan Jalan Ditinjau dari kewenangannya, Kawasan Inti di KSN Sorowako saat ini hanya dilayani oleh jalan kabupaten dengan fungsi arteri sekunder sedangkan jalan nasional berada di sekeliling kawasan inti. Jalan nasional dengan fungsi arteri primer terdapat di kawasan pengaruh. Jalan di Kawasan inti ini awalnya adalah jalan khusus pertambangan yang kemudian dijadikan jalan umum seperti : Malili – Sorowako, Nuha – Beteleme. Untuk menghubungkan Nuha
40
dengan Sorowako adalah melalui penyebarangan danau Matano. Saat ini outlet dari Kawasan Inti adalah : a. Gerbang udara : Bandara Nuha (bandara khusus) b. Gerbang laut : Pelabuhan Laut balantang (pelabuhan, khusus, pengapalan bijih nikel/ matte), pelabuhan laut Mangkasa (terminal minyak yang dihubungkan dengan pipa ke Sorowako), Pelabuhan Laut Malili (Pelabuhan Umum). c. Gerbang darat dari kawasan inti adalah Sorowako dan Malili. 2. Jalan Khusus Pertambangan Jalan khusus pertambangan umumnya dihubungkan ke Sorowako. Jalan eksplorasi utama yang dibangun oleh PT. Inco
menghubungkan antara
kawasan eksplorasi yang satu dengan lainnya dari Sorowako keluar wilayah Sorowako seperti : Petan, Mahalona, Towuti, Lingke, dan blok-blok lain yang tercakup dalam wilayah Kontrak Karya PT. Inco. (Blok Timur dan Blok Barat) Penambangan di luar kontrak karya PT. Inco merupakan penambangan kecil-kecil, dengan jalan khusus yang dibangun sendiri dan relatif kecil. Total pembukaan lahan unuk jalan tambang adalah 135,58 ha dari seluruhnya 4.153,13 ha lahan pertambangan yang dibuka hingga tahun 2006 (sekitar 3 persen). Pemanfaatan jalan khusus yang dibangun adalah untuk keperluan : a. Mobilisasi alat-alat berat kegiatan penambangan dan pembangunan fasilitas produksi. b. Pengangkutan bijih dari area tambang ke lokasi penyaringan c. Pengangkutan bijih hasil penyaringan ke lokasi penimbunan.
41
d. Pengangkutan bahan baku berupa batubara, sulfur, silika dan bahan baku penunjang lainnya. e. Pengangkutan bijih dari lokasi penimbunan ke lokasi pemrosesan. f. Pengangkutan bijih hasil pemrosesan ke pelabuhan untuk dikapalkan
2.7.2 Jaringan Pipa dan Terminal Minyak Mengkasa Adapun direncanakan jaringan pipa dan terminal minyak mengkasa sebagai berikut : 1. Jaringan Pipa Jalur pipa minyak terbentang dari terminal Minyak Mangkasa sampai Sorowako sepanjang 48,2 km yang ditanam dibawah permukaan tanah. 2. Terminal Minyak Mengkasa Mangkasa Point terletak sekitar 54 km dari Sorowako. Terminal tersebut digunakan untuk kegiatan bongkar muat bahan bakar minyak diesel dan HSFO ((High Sulphur Fuel Oil) yang kemudian dipompakan kedalam tangki penyimpanan yang juga terletak di Mangkasa Point. Bahan bakar dari tangki penyimpanan kemudian dipompakan dan dialirkan melalui pipa ke pabrik pengolahan bijih nikel di Sorowako.
2.7.3 Prasarana Pelabuhan Adapun prasarana pelabuhan meliputi pelabuhan laut lampia, pelabuhan laut malili dan pelabuhan khusus balatang sebagai berikut : 1. Pelabuhan Laut Lampia
42
Pelabuhan Laut Lampia, disamping sebagai pelabuhan angkutan barang dan penumpang, juga akan berfungsi sebagai penghubung bagi Kabupaten Luwu Timur dengan daerah belakangnya (hinterland), khususnya kawasan-kawasan yang berada di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Gambar 2.6 Peta Jaringan Jalan KSN Sorowako Sumber : ESP KSN Soroako, 2010
2. Pelabuhan Laut Malili Tercatat terdapat 259 kapal pelayaran dalam negeri dan 75 kapal pelayaran luar negeri yang melakukan bongkar muat barang di Pelabuhan Malili. Sebanyak 448.003 ton atau rata-rata 37.334 ton per bulannya dan untuk muat barang sebanyak 8 125 Ton per tahunnya. Untuk pelayaran luar negeri
43
sebanyak 376.080 ton atau rata-rata 31.340 ton per bulannya, untuk muat barang sebanyak 111.005 ton per tahunnya. 3. Pelabuhan Khusus Balatang Pelabuhan Balantang merupakan pelabuhan khusus yang terletak sekitar 60 km arah Barat Sorowako. Pelabuhan ini digunakan PT Inco untuk keperluan ekspor–impor yang merupakan tempat bongkar muat persediaan batubara, sulfur, silika dan bijih dari daerah tambang lain untuk keperluan pengolahan bijih nikel PT Inco serta ekspor produk nikel dalam matte ke konsumen. Pelabuhan Balantang juga menjadi tempat penyimpanan persediaan (stockpile) batubara, silika, bijih dari area lain dan sulfur sebelum diangkut ke fasilitas pengolahan bijih dengan menggunakan transportasi darat (truck). Untuk mendukung peningkatan kapasitas produksi, PT Inco akan mengembangkan kapasitas handling dari 340.000 ton/tahun menjadi 1.080.000 ton/tahun, meningkatkan kapasitas stockpile untuk batubara, silika dan bijih nike dari lokasi lain serta kapasitas IPAL-nya.
2.7.4 Prasarana Bandara Bandara Sorowako berlokasi di Desa Magani Kecamatan Nuha. Bandar udara ini merupakan bandar udara khusus, terletak sekitar 20 km dari pabrik pengolahan bijih nikel PT Inco. Bandar udara tersebut hanya digunakan oleh PT Inco untuk jalur penerbangan Sorowako–Makassar pergi pulang.
44
2.7.5 Pembangkit Listrik Prasarana kelistrikan di wilayah ini masih terbatas. Saat ini pembangkit listrik mampu memproduksi listrik sebesar 22.859,99 MWh. Di beberapa desa sudah teraliri listrik, namun masih terdapat beberapa desa yang belum teraliri listrik. PT Inco telah membangun 3 unit PLTA (satu masih belum beroperasi). Tabel 2.6 PLTA di KSN Sorowako
Sumber : ESP KSN Soroako, 2010
2.7.6 Jaringan Irigasi Sebagai daerah pertanian khususnya pertanian tanaman pangan, maka keberadaan jaringan irigasi sangat berpengaruh terhadap produksi yang dihasilkan. Jaringan irigasi di Kabupaten Luwu Timur pada Tahun 2005 terdiri dari irigasi teknis seluas 11.557 ha (49,66%), semi teknis seluas 575 ha (2,47%) dan sisanya dengan jenis pengairan sederhana, irigasi desa/non PU, dan tadah hujan. Sedangkan pada tahun 2007, irigasi teknis berkurang menjadi 8.650 ha, namun semi teknis meningkat menjadi 4.820 ha. Jaringan irigasi berdasarkan jenis pengairan serta luas lahan sawah yang diairi di Kabupaten Luwu Timur secara lebih lengkap dapat dilihat pada tabel berikut ini.
45
2.7.7 Jaringan Penyedia Air Bersih PT. Inco telah membangun jaringan penyedia air bersih untuk memenuhi kebutuhan : proses pengolahan di pabrik, operasional kantor, air pendingin (cooler), dan pemadam kebakaran.
2.7.8 Prasarana Lain Prasarana lain yang juga dibutuhkan dalam operasional tambang Nikel antara lain adalah : 1. Tangki Penyimpanan BBM Cair dan Bengkel alat berat (10 ha). 2. Gudang penyimpanan bahan peledak di 2 lokasi : di Betsy, Sorowako untuk keperluan penambangan dan di Desa Balambano, Nuha untuk pembangunan konstruksi PLTA. 3. Perumahan karyawan di Salonsa, Malili, Potonda, Old Camp adalah sebanyak 643 rumah keluarga, 335 buruh tunggal, akomodasi 950 karyawan serta perumahan di Sumasang. 4. Lapangan Golf 9 hole seluas 75 ha. 5. Rumah sakit tipe C dengan jumlah tempat tidur 42. 6. Fasilitas Pembibitan (Nursery) : gudang benih, ruang penyiapan media, ruang fasilitas perbanyakan tanaman lokal secara vegetatif, ruang fasilitas penyapihan bibit, ruang fasilitas stressing bibit sebelum ditanam.
46
BAB 3 ANALISIS DAMPAK, KEBIJAKAN DAN PROGRAM
3.1
KEBIJAKAN, RENCANA DAN PROGRAM PENYEBAB DAMPAK Kajian
atas
kebijakan,
rencana,
dan
program
ditujukan
untuk
menginventarisasi kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pengembangan kegiatan pada wilayah KSN Sorowako baik yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Kebijakan yang dimaksud di sini adalah yang meliputi pengembangan kegiatan pertambangan yang merujuk pada beberapa perundang-undangan terkait. Penetapan kebijakan, penyusunan rencana dan program yang dilakukan didasarkan atasfakta bahwa Kawasan Pertambangan Sorowako merupakan kawasan pertambangan yang memproduksi nikel dunia yang melakukan penambangan, pengolahan dan peleburan nikelsecara terpadu dari cadangan bijih nikel laterit di sekitar wilayah Sorowako. Potensi dan Cadangan Nikel yang ada di wilayah perencanaan adalah terbesar di Indonesia sehingga dapat meningkatkan pendapatan negara, daerah maupun masyarakat serta mendukung pemerataan ekonomi yang diperkirakan belum habis dalam puluhan hingga seratus tahun mendatang.
3.1.1 Pengelolaan pertambangan Nikel di KSN Sorowako Kebijakan penambangan pada dasarnya merujuk pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009tentang Pertambangan Mineral dan batubara. Dalam undang-
47
undang tersebut tujuanpengelolaan minarel dan batubara diantaranya adalah menjamin efektifitas pelaksanaan danpengendalian kegiatan usaha pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna, danberdaya saing, serta menjamin pemanfaatan pertambangan mineral dan batubara secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup. Ijin pertambangan nikel Sorowako dikeluarkan oleh Kementrian ESDM yang telah ditetapkan seiring dengan tujuan pengembangan KSN Sorowako yaitu terwujudnya kawasan pertambangan yang produktif dan berdaya saing internasional,
dan
berwawasan
lingkungan
berkelanjutan
dalam
rangka
perkembangan perekonomian nasional untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terdiri dari 3 kebijakan : 1. Kebijakan tentang fungsi kawasan pertambangan. 2. Kebijakan tentang potensi kawasan non pertambangan. 3. Kebijakan tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan.
3.1.2 Strategi Pengembangan KSN Sorowako Untuk mencapai tujuan pengembangan KSN Sorowako seiring dengan kebijakan yang ditetapkan telah disusun strateginya : 1. Strategi pengembangan KSN Sorowako seiring dengan kebijakan yang telah ditetapkan yaitu untuk pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan pertambangan yang produktif dan berdaya saing internasional untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
48
2. Strategi untuk pengembangan potensi kawasan non pertambangan sebagai kegiatan pendamping untuk mendukung pengembangan ekonomi masyarakat dengan memanfaatkan potensi sumber daya secara optimal dan berkelanjutan. 3. Strategi yang ditetapkan seiring dengan kebijakan pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan kesimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meingkatkan fungsi perlindungan kawasan dan melestarikan keunikan bentang alam.
3.2
DAMPAK POTENSIAL LINGKUNGAN HIDUP Berdasarkan
uraian
Kebijakan,
Rencana
dan
Program
(KRP)
pengembangan KSN Sorowako, dapat diidentifikasi dampak potensial yang akan terjadi akibat implementasi KRP yang berinteraksi dengan komponen lingkungan hidup. Dampak yang ditimbulkan sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar 5 di bawah ini, mempengaruhi secara langsung komponen lingkungan hidup : Bentang
Alam,
Tutupan
Lahan,
Air
Permukaan,
Udara
dan
Kebisingan,Transportasi, Alih Fungsi Lahan, Kesempatan Kerja dan Kesempatan Usaha. Berdasarkan diagram alir dampak tersebut di bawah, komponen lingkungan hidup yang berpotensi terkena dampak akibat pengembangan kawasan KSN Sorowako dapat di uraikan sebagai berikut : 1. Bentang Alam, termasuk tutupan lahan, erosi, banjir dan perubahan ekosistem; 2. Pencemaran air, baik penurunan kuantitas maupun kualitas, pada air permukaan dan air tanah;
49
3. Ancaman kepunahan dan penurunan keanekaragaman hayati; 4. Pencemaran udara dan kebisingan; 5. Dampak-dampak sekunder seperti kekeringan, banjir dan adaptasi perubahan iklim; 6. Dampaknya terhadap kondisi kesehatan dan perekonomian masyarakat.
Gambar 5.1 Diagram Alir Dampak Potensial Pengembangan KSN Sorowako Sumber : ESP KSN Soroako, 2010
3.3
PERUBAHAN BENTANG ALAM Kegiatan pertambangan sistem terbuka akan merubah bentang alam karena
terdapat kegiatan pengerukan tanah penutup dan penggalian sumberdaya tambang.
50
Dampak berupa perubahan bentang alam ini akan menimbulkan dampak turunan terhadap komponen lingkungan hidrogeologi, yang berpotensi mempengaruhi kuantitas air permukaan. Pada kondisi tertentu, perubahan hidrogeologi akan merubah pola alirandan pada saat curah hujan tinggi dapat menimbulkan banjir. Pertambangan dapat mengubah bentuk bentang alam, merusak dan atau menghilangkan vegetasi, menghasilkan limbah tailing, maupun batuan limbah, serta menguras air tanahdan air permukaan. Jika tidak direhabilitasi, lahan-lahan bekas pertambangan akanmembentuk kubangan raksasa dan hamparan tanah gersang yang bersifat asam.
Gambar 5.2 Peta Overlay TGHK dengan KP KSN Sorowako dan Sekitarnya Sumber : ESP KSN Soroako, 2010
51
3.3.1 Tutupan Lahan Dampak terhadap tutupan lahan disebabkan oleh pengembangan pusat kegiatan pertambangan dan pengembangan kawasan non pertambangan Kegiatan pertambangan berupa pembersihan lahan dan pembukaan tanah penutup pada proses awal kegiatan , akan merubah tutupan lahan. Perubahan tutupan lahan, akan mempengaruhi aliran permukaan (surface run off), dan meningkatkan tingkat erosi dan sedimentasi yang kemudian akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas air permukaan.
Disisi lain, pembukaan lahan dalam luasan yang luas akan
mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman flora dan fauna serta mengancam kepunahan flora dan fauna langka atau yang dilindungi.
3.3.2 Alih Fungsi Lahan Alih fungsi lahan yang menjadi perhatian adalah alih fungsi lahan yang disebabkan oleh pengembangan sarana dan prasarana transportasi darat, sarana sumberdaya air dan pengembangan kawasan non pertambangan. Alih fungsi lahan yang terjadi dapat tidak sejalan dengan pengembangan fungsi kawasan pertambangan, dan apabila terjadi di lahan yang tingkat produktifitas tinggi maka dapat mempengaruhi produktifitas lahan.
3.3.3 Keasaman Tanah Kondisi tanah pasca penambangan nikel, tanah menjadi masam (pH rendah), keracunan logal Al dan Fe Tanah juga mengalami defisiensi P dan rendahnya aktivitas mkroba dan juga mengalami stress air. Kondisi tanah rehabilitasi memiliki pH berkisar antara 6,5 – 6,7 dan kandungan logal Al tidak
52
teramati atau sangat kecil, dan kandungan P rendah hingga sedang, serta tekstur tanah berupa lempung berdebu.
3.3.4 Deforestasi dan Perusakan Hutan Lindung Kondisi tanah pasca penambangan nikel, tanah menjadi masam (pH rendah), keracunan logal Al dan Fe Tanah juga mengalami defisiensi P dan rendahnya aktivitas mkroba dan juga mengalami stress air. Kondisi tanah rehabilitasi memiliki pH berkisar antara 6,5 – 6,7 dan kandungan logal Al tidak teramati atau sangat kecil, dan kandungan P rendah hingga sedang, serta tekstur tanah berupa lempung berdebu. Deforestasi, selain menimbulkan bencana banjir dan tanah longsor dan terancamnya kelestarian flora dan fauna juga akan mengganggu keseimbangan vegetasi hutan hujan tropis. Apalagi dengan isu perubahan iklim yang terjadi saat ini akan semakin diperparah dengan aktivitas manusia yang tidak peduli dengan Lingkungan. Hutan yang menjadi tumpuan hidup sehari-hari kaum marjinal akan hilang fungsinya. Hal ini yang mempercepat hilangnya keanekaragaman hayati flora dan fauna karena laju depresiasi mempengaruhi kesuburan tanah, suhu dan kelembaban. Oleh karena itu, sebelum melakukan eksplorasi seharusnya dilakukan mitigasi dan manajemen dalam pengelolaan flora dan fauna. Jenis-jenis flora fauna harus dihitung sebelum eksplorasi dan sesudah operasi penambangan, maka akan diketahui jenis-jenis flora fauna yang jumlahnya berkurang atau bahkan punah.
53
Gambar 5.3. Deforestasi di Sorowako Sumber : ESP KSN Soroako, 2010
3.4
DAYA DUKUNG AIR PERMUKAAN DAN AIR TANAH Dampak terhadap air permukaan disebabkan oleh kegiatan pertambangan
dan kegiatanpengolahan secara langsung, dan disebabkan oleh dampak turunan dari perubahanbentang alam dan perubahan tutupan lahan. Disisi lain, program pengelolaan danperlindungan lingkungan hidup dan pengembangan sarana sumberdaya air yangditetapkan dalam perencanaan tata ruang akan berdampak positif terhadap airpermukaan. Model penambangan terbuka (strip mining) di kawasan dengan curah hujan relatif tinggi,seperti Sorowako, akan menyebabkan tanah dari bukit-bukit dengan mudah mengalir kedanau ketika hujan turun, yang mengakibatkan perubahan warna air danau, sertamengakibatkan pula pendangkalan danau akibat endapan lumpur. Selain itu, kadarbakteri E-coli di Danau Matano terus meningkat
54
dan telah mencapai lebih dari 2.400ppm, dari kadar toleransi yang hanya 200 ppm. Belum lagi adanya dugaan pencemaranlimbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dari PT. INCO, setelah ditemukannyabeberapa lokasi pembuangan limbah yang dilakukan secara terbuka. Pencemaran air danau juga berdampak langsung pada hilangnya mata pencaharian penduduk nelayan di sekitar danau. Hal ini disebabkan semakin berkurangnya hasiltangkapan ikan dan kerang yang merupakan potensi alami Danau Matano. Pencemaranair danau juga telah mengakibatkan hilangnya keaneragaman hayati yang berupaspesies ikan langka, yaitu spesies butini.
Gambar 5.4 Spesies Endemik Ikan Air Tawar yang Punah Sumber : ESP KSN Soroako, 2010
Limbah hasil tambang, dikenal dengan istilah tailing, mengandung banyak bahan kimi berbahaya, diantaranya arsenik, merkuri, dan proses kimiawi seperti minyak, asam dan sianida. Limbah batuan, batuan ikutan dari bijih, umumnya mengandung asam dan kontaminan beracun. Buangan tailing ini menyebabkan
55
polusi di perairan, termasuk air minum, sumber makanan dan kesehatan penduduk maupun ekosistem air.
Gambar 5.5 Peta Overlay Hidrologi Dengan Infrastruktur Air Sumber : ESP KSN Soroako, 2010
3.5
KUALITAS UDARA DAN KEBISINGAN Pusat kegiatan pertambangan, akan meningkatkan kadar debu yang
mempengaruhi kualitas udara. Kebisingan akan meningkat akibat pengoperasian alat-alat berat. Demikian juga terhadap rencana pengembangan sarana transportasi darat dan pusat kegiatan pengolahan tambang, akan mempengaruhi kualitas udara dan tingkat kebisingan. Dampak terhadap komponen lingkungan udara berupa
56
penurunan kualitas dapak menimbulkan dampak turunan terhadap kesehatan masyarakat. Pengolahan bijih tambang pada umumnya terdiri atas proses benefication yaitu proses pengolahan bijih tambang menjadi konsentrat bijih untuk diolah lebih lanjut atau dijual langsung, diikuti dengan pengolahan metalurgi dan refining. Proses benefication umumnya terdiri atas kegiatan persiapan, penghancuran dan atau penggilingan, peningkatan konsentrasi dengan gravitasi atau pemisahan secara magnetis atau dengan menggunakan metode flotasi (pengapungan), yang diikuti dengan dewatering dan penyaringan. Hasil dari proses ini adalah konsentrat bijih dan limbah dalam bentuk tailing serta emisi debu. Tailing biasanya mengandung bahan kimia sisa proses dan logam berat. Tailing kering yang terbawa angin berpotensi menimbulkan pencemaran udara. Pengolahan metalurgi bertujuan untuk mengisolasi logam dari konsentrat bijih dengan metode pyrometallurgi, hidrometalurgi atau elektrometalurgi baik dilaku-kan sebagai proses tunggal maupun kombinasi. Proses pyrometalurgi seperti roasting (pembakaran) dan smelting menyebabkan terjadinya gas buang ke atmosfir (misalnya, sulfur dioksida, partikulat dan logam berat) serta slag.
3.6
TRANSPORTASI Pemenuhan sarana dan prasarana tranportasi (darat, laut dan udara),
seiring denganpengembangan KSN Sorowako akan berdampak positif terhadap aktifitas massyarakatkarena kemudahan dan kelancaran arus barang serta percepatan pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, kondisi tersebut dapat memicu
57
perubahan peruntukan lahan di sepanjangjalur transportasi darat, misalnya berupa tumbuhnya pemukiman.
3.7
DAMPAK TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT Adapun dampak yang ditimbulkan dari pertambangan nikel terhadap
social ekonomi masyarakat adalah sebagai berikut : 1. Kesempatan Kerja Pengembangan KSN Sorowako, akan membuka kesempatan kerja dalam jumlah signifikan, bukan hanya di pusat kegiatan pertambangan namun juga di pusat kegiatan non pertambangan. 2. Pengasingan masyarakat local Kegiatan pertambangan ini dalam kasus PT. INCO yang menyebabkan terjadinya praktekalienasi (pengasingan) terhadap penduduk-penduduk asli Sorowako dari tanah-tanahmereka (land alienation) yang merupakan warisan leluhur. 3. Kesenjangan masyarakat lokal dan pendatang. Keadaan Kota Sorowako menggambarkan perbedaan menyolok antara kehidupan penduduk asli dengan kehidupan karyawan pertambangan. Sebahagian penduduk asli terpaksa harus membangun rumah di atas danau, karena tidak tersedia lahan yangcukup. Sebaliknya, rumah para karyawan punya halaman yang luas. Jalanan diSorowako Tua tidak beraspal, berbeda dengan jalanan beraspal di pemukiman karyawan. Para penduduk lokal umumnya sebagai pekerja-pekerja kasar sementara pekerja-pekerja dengan kualifikasi lebih baik berdatangan dari luar Sorowako.
58
BAB 4 ISU-ISU STRATEGIS UTAMA DAN AUDIT LINGKUNGAN
4.1
KAJIAN PERMASALAHAN LINGKUNGAN Berdasarkan hasil identifikasi KRP penyebab dampak dan jenis dampak
yang ditimbulkan, maka penilaian isu-isu penting lingkungan hidup akan mempertimbangkan perkiraan besaran dampak yang timbul dan berdasarkan kondisi eksiting, melalui metode diskusi, wawancara dan professional judgement. Hasil penilaian isu penting ini akan diusulkan isu yang dianggap strategis untuk kemudian dibahas melalui metoda parsisipatif yang melibatkan berbagai stakeholder. Penilaian terhadap isu lingkungan hidup yang terjadi diuraikan dalam matrik berikut :
59
Tabel 4.1 Isu-Isu Penting Lingkungan Terkait Dengan Kebijakan Penyebab Dampak Kebijakan : Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan pertambangan yang produktif dan berdaya saing internasional untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan: Pengembangan potesi kawasan non pertambangan sebagai kegiatan pendamping untuk mendukung pengembangan ekonomi masyarakat dengan memanfaatkan potensi sumber daya secara optimal dan berkelanjutan
Kebijakan: Pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan dan melestarikan keunikan bentang alam.
Penilaian Kondisi dan Dampak
Isu Penting Lingkungan
yang Ditimbulkan
Hidup
Penentuan prioritas pengembangan akan menomorduakan pengembangan potensi lain atau pengembangan potensi lain tersebut harus mendukung pengembangan prioritas. Dalam kondisi ini deliniasi lahan prioritas pengembangan harus didasari data yang memadahi dan perhitungan untung-rugi (kelayakan) yang tepat. Dengan demikian potensi cadangan SDA tambang, dan tingkat produktifitas lahan menjadi isu utama Sinergitas pengembangan kawasan non pertambangan dengan pengembangan prioritas menjadi hal yang sangat penting. Deleniasi kawasan non pertambangan selain pertimbangan potensi lahan/sumberdaya alam, juga mempertimbangkan kondisi pasca tambang, dimana diharapkan kawasan non pertambangan akan mampu mendukung kehidupan masyarakat pasca tambang. Dengan demikian diharapkan pemanfaatan sumberdaya dapat optimal dan berkelanjutan. Untuk mendukung kebijakan Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (PPLH) KNS Sorowako, maka deleniasi kawasan konservasi, cachment area, dan area lindung harus dihitung dengan tepat agar mencapai keseimbangan ekosistem yang diharapkan. Dalam rangka mempertahankan keanekaragaman hayati, maka pengkayakan jenis lokal di lahan konservasi menjadi hal penting untuk mengantisipasi berkurangnya keanekaragaman hayati akibat kegiatan pertambangan.
1. 2. 3.
Daya Dukung SDA Tambang Daya Dukung Lahan Efisiensi pemanfataan SDA
1. 2.
Pertumbuhan Penduduk Daya Dukung Lahan
1. 2. 3.
Biodiversity Resiko Lingkungan Kinerja Layanan/Jasa Ekosistem
Sumber : ESP KSN Soroako, 2010
60
Tabel 4.2 Matriks Analisis Dampak Pertambangan Nikel Sorowako Terhadap Lingkungan
Migrasi/ Urbanisasi
Kultur Budaya
Pemukiman
Ekonomi Regional
Mata Pencaharian
Kesehatan Masyarakat
Lingkungan Sosial (Social Environmental)
Flora
Fauna
Ekosistem Hutan
Ekosistem Sungai
Ekosistem Danau
Kestabilan Tanah
Lingkungan Biologi (Bio Environmental)
Sedimentasi
Perubahan Iklim
Pencemaran Udara
Air Permukaan
Air Tanah
Fisik - Kimia Tanah
Perubahan Bentang Alam
Lingkungan Fisik (Physical Environmental)
Rencana Sistem Pusat Kegiatan Pemanfaatan SDA Pusat Kegiatan Penambangan Pusat Kegiatan Pengolahan Pusat Kegiatan Distribusi Rencana Sistem Sarana dan Prasarana Sistem Jaringan Jalan Arteri Primer Kab Luwu Timur - Kolaka Utara Sistem Jaringan Jalan Arteri Primer Kab Kolaka Utara
Sistem Jaringan Jalan Arteri Primer Kab Morowali
Sistem Jaringan Jalan Kolektor Primer Sorowako - Bahodopi
Pengembangan Pelabuhan Pengumpan Primer Malili
Pengemban Bandar Udara Pengumpan Malili dan Sorowako
61
Tabel 4.3 Matriks Analisis Dampak Pertambangan Nikel Sorowako Terhadap Lingkungan
Migrasi/ Urbanisasi
Kultur Budaya
Pemukiman
Flora
Ekonomi Regional
Fauna
Kesehatan Masyarakat
Ekosistem Hutan
Mata Pencaharian
Ekosistem Sungai
Ekosistem Danau
Kestabilan Tanah
Lingkungan Sosial (Social Environmental)
Sedimentasi
Pencemaran Udara
Lingkungan Biologi (Bio Environmental)
Perubahan Iklim
Air Permukaan
Air Tanah
Rencana Sistem Jaringan Energi Pusat Kegiatan Penambangan Pusat Kegiatan Pengolahan Pusat Kegiatan Distribusi Rencana Sistem Jaringan SD Air Sistem Jaringan Irigasi Pengendalian Banjir Pengaman Pantai Penyediaan Air Minum (SPAM) Drainase Jaringan Limbah Domestik Jaringan Limbah Talling Sistem Pengolahan Persampahan
Fisik - Kimia Tanah
Perubahan Bentang Alam
Lingkungan Fisik (Physical Environmental)
62
4.2
ISU-ISU STRATEGIS UTAMA Terhadap isu-isu penting lingkungan hidup, ditetapkan isu-isu yang
dianggap
strategi
pengembangan
yang penanganannya
KSN
Sorowako
sesuai
akan
menentukan
dengan
amanat
keberlanjutan pembangunan
berkelanjutan. Isu-isu strategis tersebut meliputi : 1. Daya Dukung Dan Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya Nikel Kegiatan utama yang telah berjalan dan akan terus dikembangkan pada wilayah KSN Sorowako adalah kegiatan pertambangan nikel. Sumber daya pertambangan nikel tersebar meluas pada KSN Sorowako, meliputi wilayah yang telah menjadi kawasan konsesi pertambangan serta kawasan lain yang saat ini digarap oleh banyak Kuasa pertambangan lokal. Pemberian ijin yang tidak terencana, akan mempercepat kerusakan ekosistem yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan nikel yang sporadis dan meluas serta tidak bertanggung jawab. 2. Penurunan Kinerja Layanan/Jasa Ekosistem Hutan Hujan Tropis Ekosistem hutan hujan tropis yang terdapat pada wilayah KSN Sorowako jika berfungsi dengan baik dapat memberikan pelayanan: (1) kemampuan adaptasi terhadap perubahan iklim, (2) pengaruh kestabilan DAS; (3) memberi perlindungan tanah dan kesuburan; (4) memiliki keanekaragaman hayati dan cadangan genetik; (5) penopang kehidupan bagi makhluk hidup termasuk penduduk asli; (6) keterkaitan ekologis; dan (7) memiliki nilai pengetahuan, estetika dan spriritual. Namun masalah yang dihadapi oleh ekosistem hutan hujan tropis yang telah ditetapkan sebagai hutan lindung di KSN Sorowako adalah terjadinya
63
pengupasan akibat kegiatan penambangan nikel terbuka (stripp mining), yang mengakibatkan terjadinya perubahan bentang alam dan tutupan lahan yang menyebabkan deforestasi dan perusakan kawasan hutan lindung dari kegiatan penambangan terbuka.
Perubahan bentang alam ini akan meningkatkan
ketidakstabilan tanah yang dapat mengakibatkan longsor, meningkatkan erosi dan sedimentasi. Sedangkan deforestasi ini juga mengakibatkan rusaknya keseimbangan ekosistem flora dan fauna setempat, dan akan mengganggu fungsi lindung khususnya tata air. Dengan demikian perubahan bentang alam dan dampak turunannya beserta deforestasi hutan lindung, akan mengurangi kemampuan fungsi lindung terhadap tata air, sehingga tidak akan dapat menjamin ketersediaan air yang berkualitas baik dalam jumlah memadahi untuk kebutuhan ekosistem setempat. 3. Penurunan Kestabilan Ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) Ekosistem DAS terbentuk scara spesifik yang dipengaruhi oleh kelerengan, jenis batuan, iklim dan curah hujan. Terbentuknya DAS secara alamiah akan membentuk keseimbangan ekosistem dalam wilayahnya. Keseimbangan ekosistem sangat tergantung dari fungsi hidrologis DAS yaitu mengalirkan air, mengendalikan
aliran
air,
memelihara
kualitas
dan
kuantitas
air,
mengendalikan erosi. Kegiatan penambanangan di KSN Sorowako akan mengganggu fungsi hidrologis DAS yang tentunya mengganggu keseimbangan ekosistem. Pada saat ini KSN Sorowako telah mengalami masalah kemunduran fungsi DAS yaitu adanya erosi tanah dan sedimentasi akibat tanah hasil pengupasan
64
penambangan. Hal ini mempengaruhi pula kuantitas resapan air serta mengganggu habitat perairan pada DAS. 4. Kapasitas Daya Dukung Dan Daya Tampung Air Permukaan Dan Air Tanah Adanya erosi dan sedimentasi akibat kegiatan penambangan, akan mempengaruhi kapasitas daya dukung dan tampung ketiga danau di KSN Sorowako (Danau Matano, Mahalona, dan Towuti). Daya tampung ketiga DAS tersebut mengalami penurunan secara terus-menerus karena adanya pendangkalan. Hal serupa terjadi pada sungaisungai utama di KSN Sorowako, terutama Sungai Larona. Sedangkan penurunan kualitas air, baik akibat erosi maupun, akibat limbah tailing dari penambangan telah mempengaruhi kualitas air di wilayah tersebut, ditambah dengan limbah domestik yang dibuang ke danau, mempengaruhi penurunan kualitas air permukaan dan air tanah. Pencemaran air akibat proses pengolahan nikel berpotensi mengganggu kebutuhan konsumsi air penduduk, mengganggu mata pencaharian perikanan masyarakat dan mengancam kepunahan spesies biota air tawar endemik di danau dan sungai bahkan mangrove dan terumbu karang pada pantai. 5. Dampak Dan Resiko Pencemaran Udara Pencemaran udata diakibatkan oleh proses pengolahan nikel, sehingga proses dan teknologi pengolahan berperan dalam menurunkan dampak dan resiko pencemaran udara. Begitu pula dengan upaya buffer zone antara lokasi kegiatan pengolagan dengan permukiman penduduk. hal ini untuk mencegah pengaruh buruk pencemaran udara industri pertambangan pada kesehatan masyarakat.
65
6. Terancamnya Tingkat Ketahanan Dan Potensi Keanekaragaman Hayati Perubahan bentang alam dalam bentuk deforestasi serta penurunan ekosistem DAS mengakibatkan terancamnya kelestarian keanekaragaman hayati, baik flora dan fauna daratan dan perairan sungai/danau/laut. Jenis-jenis biota darat dan perairan yang merupakan spesies endemik wallacea Sulawesi beberapa sudah
punah
dan
tidak
ditemukan
lagi.
Dari
belasan
kekayaan
keanekaragaman hayati ikan air tawar endemik pada wilayah KSN, beberapa telah punah seperti: spesies ikan butini (mugligogios butini) dan hydrosaurus emboinensis.. Lalu pada habitat fauna daratan dari hutan hujan tropis terdapat anoa (bubalus quarlesi), kuskus (strigocuscus clebensis) serta kera hitam (macaca tonkeana) untuk fauna hutan hujan tropis. Juga beberapa spesies aves yang telah hilang diantaranya adalah pecuk ular (anhinga melanogaster) dan burung endemik sulawesi dari famili bucerotidae. 7. Tingkat Kerentanan Dan Kapasitas Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Tingkat kerentanan adaptasi perubahan iklim ini potensial terjadi akibat adanya deforestasi dan perubahan bentang alam yang menghilangkan pohonpohon yang memiliki kemampuan untuk menyerap CO2. Dampak perubahan iklim seperti kekeringan, akan diperparah oleh penurunan fungsi hidrologis DAS di KSN Sorowako, dimana DAS di wilayah tersebut tidak mampu menyediakan air yang memadahi akibat kegiatan pertambangan yang menimbulkan perubahan bentang alam dan penutupan lahan dalam luasan yang cukup besar.
66
4.3
AUDIT LINGKUNGAN Di dalam memberikan analisis terhadap identifikasi usulan isu strategis
beserta dampak pontensial yang muncul dari pada kebijakan, rencana dan program dari Rencana Tata Ruang KSN Sorowako, metode kajian yang sesuai serta yang dapat menunjukkan kedalaman analisis atas isu diperlukan. Dalam kaitan tersebut, beberapa usulan metode kajian terhadap usulan isu strategis dikembangkan. Metode metode berikut sebagian besar berhubungan dengan kondisi biofisik kawasan yang masih mungkin mengalami penambahan dan penyesuaian berdasarkan progres dari informasi baseline yang juga akan terus disempurnakan dalam proses KLHS ke depannya. Adapun usulan metode kajian atas isu-isu strategis adalah sebagai berikut :
4.3.1 Kualitas Air Nilai kualitas air diambil dari beberapa situasi existing sungai, danau dan perairan pesisir, sebagai contoh dengan kualitas baku mutu untuk perairan pesisir sebagaimana tertuang dalam Permen LH No.27/2009. Analisis lebih lanjut akan ditentukan oleh kualitas air di kondisi ke depannya.
4.3.2 Kualitas Udara Data mengenai nilai kualitas udara di beberapa lokasi di Sorowako akan dikaji lebih lanjut dengan perbandingan antara standar kualitas yang dikenal dengan Baku Mutu Emisi Sumber Bergerak, sebagaimana tertuang dalam SK Kementerian Lingkungan Hidup No. Kep-13/MENLH/3/1995 terkait dengan baku
67
mutu untuk Sumber Bergerak. Nilai eksisting akan diambil dari data sekunder dan informasi akan diestimasikan untuk pengembangan KSN Sorowako ke depan. Metode kajian berikutnya adalah dengan mengidentifikasi fasilitas penambangan utama (PT INCO, ANTAM dan Rio Tinto) beserta nilai produksi tahunan mereka di dalam kawasan KSN Sorowako. Data produktivitas dikumpulkan dari beberapa sumber, yang mencakup : 1. Tinjauan informasi yang tersedia di internet. 2. Laporan perusahaan yang diterbitkan untuk publik seperti laporan AMDAL. 3. Informasi ekonomi yang didapatkan di dalam kawasan KSN.
Perkiraan akan dibuat di mana terdapat produktivitias spesifik di setiap perusahaan tambang. Perkiraan ini didasarkan pada informasi kabupaten atau kota yang dipublikasikan dan informasi statistik industri serta perkiraan produksi dari Studi Kelayakan atau laporan lainnya. Produksi pencemaran terkait dengan kegiatan penambangan akan dikekompokkan sesuai dengan sistem Standar Internasional Klasifikasi Industri (ISIC), berdasarkan atas produk keluaran utamanya. Total produktivitas atas setiap kelas ISIC merupakan input ke dalam program modeeling ‘Decision Support System for Industrial Pollution Control’ yang dikembangkan oleh Bank Dunia dan WHO/Pan American Health Organisation 1995 (dibiayai oleh pemerintah Belanda). Program ini digunakan untuk memperkirakan emisi udara, limbah padat dan arus tercemar air (water effluent streams) dari masing masing kelompok industri, di setiap kawasan.
68
4.3.3 Sumber Daya Air Terdapat beberapa kawasan daerah aliran sungai (DAS) di dalam kawasan KSN Sorowako. Hasil observasi awal menunjukkan bahwa terdapat beberapa ketidaksesuaian antara wilayah DAS dengan batasan kuasa pertambangan. Untuk itu analisis lanjutan diperlukan dalam rangka mempelajari ini lebih dalam. Terkait dengan hal tersebut permasalahan yang ada dipertimbangkan mempunyai prioritas tinggi berdasarkan salah satu atau lebih dari kriteria berikut : Potensi Sumber Daya Air (Besaran), termasuk kawasan danau dan populasi penduduk yang besar di kawasan terkait, dan juga dampak terhadap sosio-ekonomi-ekologi di dalam kawasan KSN. Beberapa isu yang terkait dengan penggunaan air tawar dan ketersediaan untuk masa depan akan dideskripsikan lebih detil. Analisis deskriptif atas sistem air tanah di dalam kawasan KSN Sorowako juga akan dideskripsikan lebih lanjut secara rinci, termasuk status atas dam, reservoir dan danau. Perkiraaan untuk keseimbangan air di beberapa sumber air tanah juga akan dijelaskan lebih lanjut. Data dan informasi terkait dengan kualitas air akan dikumpulkan dari Balai Besar Sumber Daya Air atau sumber informasi lainnya.
4.3.4 Kajian Kerentanan Terhadap Perubahan Iklim Dampak yang terjadi meliputi kerusakan hutan yang meluas sebagai akibat dari pembebasan lahan, pertanian lahan kering tanpa air dan beberapa ukuran konservasi tanah, dan berakibat kepada air limpasan dan air pasang di sungai yang mana dapat memicu terjadinya banjir. Untuk itu sebuah analisis yang menyeluruh tentang dokumen AMDAL dari kegiatan penambangan di Sorowako perlu untuk
69
dilakukan, sebagai langkah untuk memahami dampak masa depan dari pembebasan lahan dan perencanaan rehabilitasi dari perusahan-perusahaan terkait serta dampaknya terhadap banjir dan kekeringan. Dengan demikian, maka informasi awal rona lingkungan tentang banjit dan kekeringan perlu untuk dikumpulkan. Laporan Status Lingkungan Hidup tahun 2008 di Indonesia menyebutkan bahwa kualitas air di sungai, daerah aliran sungai dan danau kecil terus mengalami pencemeran yang disebabkan oleh limbak domestik dan industri, di lain sisi air tersebut juga menjadi sumber dari air minum masyarakat setempat. Hasil temuan dari laporan – berdasarkan survei di 33 sungai di 30 provinsi seIndonesia – menunjukkan bahwa sebagian besar sungai telah terkontaminasi baik dari level wajar/moderat sampai yang terparah. Banjir sebagian besar disebabkan oleh kerusakan di DAS, hilangnya kapasitas reservoir, karakteristik fisik dari sungai, sungai sungai yang sempit dan dangkal, sebagaimana juga sistem drainase yang tidak memenuhi kebutuhan. Beberapa isu yang terkait dengan pengendalian kekuatan desktruktif air yang merusak perlu untuk dilihat lebih dalam lagi, antara lain : 1. Penebangan liar, tata guna lahan yang tidak sesuai, yang mana menyebabkan erosi, sedimentasi, dan penurunan catchment area. 2. Okupasi atas dataran banjir untuk pemukiman dan kegiatan komersiil lainnya, menurunnya fungsi sarana dan prasanan pengendali banjir, menurunnya kapasitas aliran sungai dan jaringan drainase (menyempitnya sungai, dangkalnya anak sungai, dan terhambatnya struktur sumber daya air)
70
3. Pendudukan
atas
kawasan
penyimpanan
untuk
pemukiman,
yang
meningkatkan resiko banjir. 4. Pendudukan atas dataran banjir/daerah rawan banjir untuk pemukiman tanpa mencegah banjir. 5. Pembuangan limbah ke saluran drainase dan anak sungai yang menghambat aliran air dan menyebabkan banjir. 6. Tanah longsor di beberapa lokasi. 7. Pergeseran situ (danau kecil) beserta sarana dan prasarananya. 8. Terbatasnya dana untuk rehabilitasi sarana dan prasarana publik pada paska banjir.
Dampak pasti dari perubahan iklim terhadap sistem perairan dan isu isu terkait air untuk kawasan proyek masih belum jelas. Meskipun demikian, hal berikut bisa disimpulkan mengenai dampak umum dari perubahan iklim terhadap sistem perairan : secara umum, perubahan umum dapat menurunkan kadar perkiraan iklim dan cuaca serta meningkatkan keekstriman, baik secara minimal dan maximal. Ini akan meningkatkan resiko terhadap kawasan yang sudah rawan sebelumnya, kelompok sosial dan sistem dan infrastruktur produksi pangan. Beberapa analisis akan dikembangkan untuk menangani permasalahan perubahan iklim seperti halnya (namun tidak terbatas kepada): dampak dari permasalahan sekarang, analisis trend, perbandingan dengan beberapa referensi, dampak dari pertumbuhan penduduk dan sistem perairan, penjelasan atas dampak terhadapa perekonomian sekaligus implikasi atas kombinasi trend terhadap kebutuhan pengelolaan air.
71
BAB 5 KESIMPULAN
Kebijakan, rencana dan program Kawasan Strategis Nasional Sorowako yang difokuskan pada pembangunan pertambangan yang produktif dan berdaya saing internasional, dalam pelaksanaannya akan berinteraksi dengan komponen lingkungan hidup Geo-Fisik-Kimia, Biologi dan Sosial-ekonomi-budaya dan kesehatan masyarakat. Interaksi antara komponen kegiatan dengan komponen lingkungan hidup akan menimbulkan dampak yang perlu dikaji lebih lanjut terutama terhadap dampak yang menyebabkan perubahan mendasar komponen lingkungan tersebut dan yang bersifat negatif yang berpotensi menimbulkan kerugian ataubencana. Demikian juga terhadap kebijakan, rencana dan program pengembangan potesikawasan
non
pertambangan
sebagai
kegiatan
pendamping
untuk
mendukungpengembangan ekonomi masyarakat dengan memanfaatkan potensi sumber daya secara optimal dan berkelanjutan, akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. Untuk itu dapat disimpulkan terdapat 3 aspek penting yang harus diperhatikan dalam mengelola KSN Sorowako, antara lain : 1. Kebijakan pengelolaan pertambangan nikel pada Sorowako. Kebijakan penambangan pada dasarnya merujuk pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan batubara. Undangundang tersebut menekankan penggunaan dan pemanfaatan sumber daya
72
mineral dan batubara secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup. 2. Strategi Pengembangan KSN Sorowako Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dengan tetap memperhatikan batasan-batasan lingkungan dan keselamatan kerja dengan prinsip konservasi dan kemanfaatan ekonomi serta mengembangkan kegiatan penunjang dan atau kegiatan turunan dan pemanfaatan sumber daya dan/atau teknologi lingkungan. 3. Perencanaan Tata Ruang KSN Sorowako Perencanaan pengembangan KSN Sorowako mencakup perencanaan struktur ruang dan perencanaan pola ruang. Rencana Struktur Ruang Kawasan Sorowako dan sekitarnya mencakup pengaturan sistem pusat kegiatan pemanfaatan sumber daya alam beserta kegiatan pendukungnya dan pengaturan sistem sarana dan prasarana yang terkait dengan upaya pemanfaatan sumber daya alam yang menjadi kewenangan nasional dari hulu ke hilir.
73
DAFTAR PUSTAKA
Environmental Support Programme (ESP). 2010. Laporan Pra – Pelingkupan KLHS (KSN Sorowako), SEA for Spatial Planning. Jakarta : PT. Sucofindo (Persero). Vale. 2011. Usaha Yang Terus Berkembang (Growing Stronger Sustainably). Jakarta : PT. Vale Indonesia Tbk. Abubakar, Fikri. 2009. Evaluasi Tingkat Keberhasilan Revegetasi Lahan Bekas Tambang Nikel di PT. INCO Tbk, Sorowako, Sulawesi Selatan. Bogor : Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB).
74