CASE REVIEW Amalgam Tatto
Oleh: LEILYANI SARI ZULFANETI 1210342025
Dosen Pembimbing: drg. Surya Nelis, Sp. PM
DEPARTEMEN PENYAKIT MULUT PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI FAKULTAS KEDOKTERANGIGI UNIVERSITAS ANDALAS TAHUN 2018
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Amalgam adalah salah satu bahan yang paling sering digunakan untuk perawatan restoratif terutama pada daerah posterior. Biaya yang relatif murah, mudah digunakan dan tahan lama adalah alasan mengapa amal gam menjadi bahan tumpatan populer. Hanya saja banyak kontroversi yang terjadi di kalangan tenaga medis terkait keamanan amalgam terutama kandungan merkuri yang berbahaya bagi tubuh pasien dan berpengaruh dalam jangka waktu lama. la ma. Toksisitas merkuri menjadi salah satu alasan banyak tenaga medis dokter gigi mulai meninggalkan amalgam. Merkuri adalah satu-satunya jenis logam yang berbentuk cair. Merkuri bersifat toksis sehingga berbahaya apabila masuk ke dalam tubuh manusia. Sumber paparan merkuri merkuri pada praktik dokter gigi berasal saat penanganan amalgam.4Salah satu risiko utama dari amalgam adalah pelepasan uap merkuri dari amalgam yang terjadi selama penggunaannya di dalam mulut. Uap merkuri dapat lepas dari tambalan amalgam selama semua langkah yang terlibat saat restorasi seperti triturasi, kondensasi, setting kondensasi, setting , polishing dan pelepasan tambalan amalgam dari gigi. Mengunyah dan minum minuman panas juga dapat melepaskan merkuri dari tambalan amalgam. minuman panas juga dapat melepaskan merkuri dari tambalan amalgam. Hasil penelitian dengan menggunakan binatang menyatakan adanya uap merkuri dilepaskan secara terus-menerus dari tumpatan amalgam dan akan diserap dan terakumulasi di jaringan dan organ, hal ini didukung dengan sejumlah penelitian termasuk penelitian pada jenazah dimana kadar merkuri pada jaringan tubuh manusia yang memiliki tumpatan amalgam lebih tinggi dibandingkan yang tanpa tumpatan Tanda-tanda klasik dari paparan merkuri kronis adalah gingivitis, kehilangan tulang alveolar, kehilangan gigi, ulser pada rongga mulut dan saliva berlebih. Menurut Trivedi dan Talim yang telah melakukan analisis histologi pada jaringan gingiva terdekat dengan tambalan amalgam, terjadi 62,5% reaksi inflamasi pada
pembuluh darah dan mengarah ke tempat asal injuri.8Sebagai lapisan terluar, oral mukosa akan melindungijaringan rongga mulut dari lingkungan eksternal. Oral mukosa akan melakukan proses adaptasi pada epitel dan jaringan ikat untuk menahan gaya mekanis dan abrasi yang disebabkan aktifitas normal seperti mastikasi. Selain itu, lapisan epitel mulut akan bertindak sebagai pelindung terhadap populasi mikroorganisme yang tertinggal di rongga mulut yang dapat menyebabkan infeksi bila masuk ke dalam jaringan.
BAB II LAPORAN KASUS 2.1 Kasus I
Seorang wanita berusia 54 tahun di rujuk untuk menajemen amalgam tato yang melibatkan tulang alveolar dan mukosa antara #6 dan #9. Menurut riwayat medis Os menderita epilepsy ( kambuh terakhir 1995), gastritis kronis, stomatitis herpes dan sindrom kaki, untuk mengendalikan penyakit nya Os rutin meminum obat esomeprazole, ranitidine, sucralfate, valacyclovir dan pramipexole. Riwayat kesehatan gigi dan mulutnya Os mengatakan pernah mengalami f ractur pada gigi #7 dan #8 sekitar 20 tahun yang lalu. Dan di lakukan perawatan saluran akar dan dilakukan pemasangan crown . Beberapa tahun kemudian dilakukan tindakan reseksi akar gigi #7 dan #8. Setelah terlihat ada pigmen luka pada area tersebut dan akhinya gigi #7 dan #8 di ektraksi. Pemeriksaan klinis menujukkan difus 18 x 10 mm, lesi berbintik- bitnik kebiruan pada mukosa alveolar antara gigi #6 dan #9 (gambar 1A). lesi semakin progresif dan gelap dan semakin besar sampai ukuran saat ini. Meskipun asimtomatik, pigementasi menyebabkan masalah secara estetik sehingga tidak menarik bagi pasien. Terdapat adanya fragmen radiopak yang konsisten dengan pencampuran amalgam, biopsy di lakukan untuk menegakkan diagnosis. Tattoo amalgam diangap tidak perlu dilakukan perawatan tetapi setelah berdiskusi resiko yang mungkin seperti penghapusan tidak
lengkap dari
pigmentasi dan pembetukan bekas luka. Os pun menyetujui rencana perawatan yang dilakukan dengan 2 tahap pembedahan. Pembedahan pertama dengan pencangkok jaringan yang di awali dengan pemberian anastesi local, selajutnya insisi sulcular di buat pada gigi #6 dengan syatan crestral di antara gigi #7 dan #8. Sayatan vertical dilakukan untuk menghidari papilla yang dibuat di atas permukaan mesial gigi #9 yang melewati mucogingival. Sayatan vertical kedua di buat di atas gigi #6. Ketebalan flap di lihat dari masalah lesi pigmentasi yang di alami Os. Dengan ketebalan 2 mm cangkok jaringan konektif subepitel di letakan di langit-langit kiri di tempatkan di area gigi #7 dan #8. (gambar 1B) . di dapat bahwa jaringan yang di cangkokkan tidak sesuai
dengan pigmentasi ginginva yang di alami os dan os keberatan untuk menambah jaringan ikat lain, sehingga untuk mengatasi masalah ini mengunakan acellular dermal martik (AlloDerm, LifeCell Corporation, NJ) yang digunakan selama graft jaringan konektif subepitel sehingga menambah ketebalan jaringan ikat yang mendasarinya (gambar 1C). terkhir di lakukan penjahitan . Os di beri beberapa obat ibuprofen (600 mg) dan acetaminophen (500 mg) dengan codeine (5 mg) untuk mehilangkan rasa sakit
amoxicillin (500 mg) dan
medrol dose pack (oral
methylprednisolone di gunkan selama 1 minggu ). Os di instruksikan berkumur dengan
0.12% chlorhexidine gluconate selama 2 minggu. Penyembuhan pasca
operasi lancaar tidak masalah dan di lakukan pembukaan jahitan setelah 2 minggu ( Gamabar1E).
Pada 7 minggu berikutnya os kembali lagi ke klinik untuk melakukan fase perawatan ke dua ( gambar 2A) sebelum dilakuan di eveluasi ketebalan jaringan dimana di ketahui ketebalan jaringan sekitar 2-3 mm. setelah itu baru di lakukan gingivopalasty dilakukan dengan mengunakan berlian bur dengan kecepatan tinggi dan irigasi dimana untuk menguragi jaringan setebal 0,5 mm di atas jaringan pigmentasinya.Setelah melakukan tindakan bedah di aplikasikan cyanoacrylate gel. Pasien di resepkan obat ibuprofen (600 mg) untuk menghilangkan rasa sakit. Setelah 5 minggu terlihat menutupi seluruh area oleh epitel baru. Pada 10 dan 21 bulan tidak ada keluahan. Os senang dengan hasilnya , tapi seperti yang di duga ada beberapa jumlah penggurangan jaringan selama tahun pertama pencangkok karena karena penyusustan aceluar martik dermal, namun setelah 1 tahun kemudian ketebalan jaringan nya menjadi stabil kembali lagi
2.2 Kasus II
Pasien 35 tahun
datang ke Department of Conservative Dentistry &
Endodontics dengan keluhan perubahan warna pada gigi depan atas sejak 5-6 tahun yang lalu. Pasien memiliki riwayat trauma pada gigi tersebut dan dilakukan penambalan dengan tambalan amalgam. Os mengunjungi dokter gigi sekitar 2-3 tahun untuk mengelukah gigi yang bernanah pada daerah tersebut. Tidak ada keluahan nyeri dan os rajin menemui dokter gigi 2-3 bulan setelah trauma karena adanya pembengkaan terkait dengan tambalan amalgam tanpa perawatan saluran akar. Pada pemeriksaan klinis di temukan lesi berwana hitam keabu- abuan dengan diameter 0.5 x 0.5 cm, di sertai pus yang terlihat di mukomukal. Dilakukan pemeriksaan periodontal terdapat poket periodontal dengan kedalam 7mm pada mesial gigi 11. Perubahan warna terlihat pada gigi 11, tidak terdapat mobilit y.
Pemeriksaan radiografi, terdapat radiopak pada daerah puncak kanan atas gigi 11. Terdapat juga gambaran radiusen pada puncak gigi 11 diameter sekitar 3-4 mm, yang batas yang tidak jelas. Karena terdapat ruang pulpa yang kosong di saran kan dilakukan perawatan saluran akar. Os diagnose Abses periapical kronis disertai amalgam tatto. Selanjutnya di lakukan perawatan saluran akar dengan Teknik Kondensasi lateral yang di ikuti dengan tindakan bedah. Tindakan bedah ini mengunakan flap mucoperiosteal convesional pada bagian distal gigi 13 sampai mesial 22 dengan tujuan untuk mendapakan akses area periapapikal yang berguna untuk mengemilasi poket periodontal. Selajutnya di lakukan kuret periapical untuk mengakat jaringna granulasi dan area yang terdapat jaringan amalgam tatto. Selanjutnya dilakukan resection akar gigi setelah itu filling akar dengan mengunakan MTA yang di oleskan pada area apical. Karena terdapat abses pada gigi tersebut sehingga akar yang Panjang menjadi pendek, sehingga prosedur regenerative periodontal mengunakan cangkokan tulang dan membran di gunakan untuk regenerasi jaringan labial untuk mengisis jaringan periapical yang kurang. Selanjutnya dilakukan beberapa penjahitan.
Beberapa control dilakuakn setelah operasi dimulai dari control 1 minggu , 2 minggu untuk buka jahitan, 3 minggu untuk melihat lesi amalgam tattoo. Dan control terakhir setelah 4 bulan
BAB III PEMBAHASAN KASUS
3.1 kasus 1 Pada kasus 1 os mengalami amalgam tattoo selama 20 tahun lamanya dan pasien sebelumnya mengalami fratur gigi dan di lakukan perawatan selajutnya di pasang crown dengan almalgam, sebelumnya os dilakukan reseksi apical. Os juga memiliki riwayat beberapa penyakit sistemik, tapi dalam jurnal ini tidak ada menjelaskan hubungan penyakit sistemik yang di alami os dengan keluhan lesi pigmentasi yang di alami os. Tatto amalgam dapat menjadi perhatian estetika ter utama berlokasi di bagian anterior rahang atas. Berbagai teknik di jelas kan untuk mengatasi masalah tato amalgam. Teknik ini dilakukan tergantung pada ukuran , lokasi dan kerumitan yang terjadi. Lesi superfisial kecil dapat dihilangkan mengunakan rotary instrument (round atau diamond bur ) dalam bentuk tindakan gingivoplasty. Namun lesi yang besar membutuhkan memanjemen tingkat lanjut. Dimana menurut kissel dan Hanranty mendeskripsikan perawatan bedah 2 tahap dimana tahap pertama cangkokan jaringan ikat yang di letakan di daerah pigmentasi , tahap bedah kedua baru dilakukan tindakan gingivopalsty. Pada tahap operasi pertama kita melakukan cangkokan jaringan subepitel, tahap awal yang dilakukan adalah anastesi daerah yang akan dilakukan pembedahan , selanjutnya persiapanm daerah respien atau lebih tepatnya persiapaan daerah yang akan dilakaukan tindakan operasi di mulai dari ketebalan flap yang dilakukan. Dimana ketebalan flap dibuat dengan dua insisi vertical di tempatkan di setengah sampai satu gigi lebih luas secara mesio distal dibanndingkan daerah yang mengalami lesi. Persiapan pendonor pada kasus 1 tidak di jelaskan jaringan apa yang di ambil untuk di cangkokkan tetapi dari beberapa li terature menyebutkan jaringan yang biasa di gunakan kan adalah jaringan pada daerah platum. Langkah ke 3 persiapan daerah donor. Tenpat pembedahan kedua di lakukan pada daerah yang akan di jadikan jaringan donor Panjang dari donor di tentukan dari leher gigi yang akan di tutup. Langkah ke 4 penepatan cangkok jaringan ikat pada daerah resipen. Gabungan epitelium dan cakokan jariingan ikat di tempatkan pada akar yang tersingkap dan dilakukan penjahitan. Donor jaringan ikat dan epitelium di jahit sampai kebawah
interprosimal jaringan ikat. Pada kasus ini setelah di lakukan pencakokak jarinagn lalu di lakukan pemasangan acelluler dermal matrix yang bentuknya seperti permen karet, berwarna putih yang
dimasukan di daerah
gingiva yang terbuka tadi. Dimana
fungsinya adalah untuk mengembalikan bentuk dan ketebalan gingiva. Kontro berikut ya setelah 2 minggu untuk buka jahitan , 7 minggu setelah operasi pertama baru dilanjutkan pada tahap opersi ke 2. Tahap operasi ke dua tindakan gingivoplasy. Tindakan Setalah di lakukan giginvoplasty pasien dilakukan beberapa kali kontrol untuk melihat hasil tindakan dan keadaan lesi. Hasil control tersebut bagus tidak ada keluhan pada pasein dan keadaan jaringan kembali maksudnya tidak ada perubahan warna pada jaringan tersebut, ketebalan dan warna jaringan sesuai. Pada Teknik pengggunaan cangkok jaringan merupakan teknik yang memberikan hasil yang baik dengan parut minimal dan bagus serta kecocokan warna. Kerugiannya pada teknik ini ketebatasan jaringan donor. Jaringan lunak
bebas
epitalisasi yang di cangkokan ditempatkan di atas tulang anterior rahang atas. Namun teknik ini juga memiliki resiko untuk jaringan donor dan pencocokan warna yang buruk. Setelah jaringan donor di letakan selanjutnya digunakan martik dermal acellular yang di letakan di atas tato amalgam sebelum jaringan cangkokan.
3.2. Kasus 2 Pada kasus ke 2 ini os 35 tahun yang datang untuk berkonsultasi dengan masalah ada perubahan warna pada gigi sejak 5-6 tahun yang lalu
dikarenakan
sebelum pernah mengalami trauma sekitar 5-6 tahun yang lalu. Os dilakukan tambalan dengan amalgam, namun os .mengeluhkan ada nanah di area tersebut yang muncul setelah 2-3 tahun setelah di lakukan perawatan. Os tidak merasakan nyeri, tapi os merasa kurang nyaman dengan warna pada gusinya dan ada nanahnya. Karena keluahaan tersebut selama 2-3 bulan os bolak balik ke dokter gigi karena masalah pembengkanan dan perawatan pada giginya. Pada pemeriksaan klinis di dapat ada lesi pigmentasi dengan besar diameternya 0,5x 0,5 cm dengan kedalaman poket periodontal 7mm. setelah melihat keadaan nya dokter gigi menyarankan melakukan rongsen terlebih dahulu. Setelah melihat hasil rongsen dan besarnya lesi pigmentasi dokter diagnosa abses periapical kronis di sertai dengan tatto amalgam. Tahap perawatan yang di rencana kan oleh dokter gigi adalah perawatn saluran akar terlebih dahulu membuang semua tambalan yang mengandung amalgam. Karena yang membuat lesi pigmentasi atau perubahan warna pada gusi .Ada beberapa kandungan yang amalgam yang dapat membuat merubah perubahahan warna jaringan. Setelah dilakukan perawatan saluran akar, baru kita melakukan kuret. Kuret tersebut dilakukan mengatasi masalah poket periodontal yang 7mm dan membuang jaringan lesi. Setelah dilakukan kuret baru dilakukan reseksi akar yang bertujuan membuang sisa amalgam yang tertingal gigi dan mengatasi masala h abses yang membuat akar gigi nya menjadi pendek. Resiko yang mungkin akibat dari akar gigi yang pendek bisa menyebabkan kegoyangan pada gigi tersebut. reseksi merupakan tindakan bedah apical yang banyak dilakukan . tujuan bedah ini adalah untuk menjamin suatu bahan t umpatan dengan cara mengendalikan dan memanipulasi daerah dan
penempatan bahan
tumpatan pada daerah apical. Indikasi di lakukannya bedah endodontic adalah adanya rasa sakit persisten atau sistem saluran akar yang tidak dapat di isi dengan baik. Setelah di reseksi baru di lakukan tindakan lain, dimana pada tahap reseksi ini selalu di ikuti dengan pengsian retrograde sebagai bahan sealing ujung akar ( penutup saliuran akar yang sudah di reseksi ). Bahan popular yang sering di gunakan adalah MTA ( mineral Trioxide Aggregat) . MTA meerupakan sebuah biomaterioal yang telah di gunakan pada bidang ilmu endodontic sejak tahun 1990 , kandungan nya berupa campuran
semen dan bismuth oksida, serta mengadung mineral. MTA memil iki setting time yang cukup lama , memiliki kompresi yang tinggi serta kerapatan yang baik sehingga bahan ini sering di guanakan untuk pengisian secara retrograde. Tindakan yang selanjutnya dilakukan oleh dokter adalah prosedur regeratif periodontal yaitu bone graf,. Bone graf merupakan prosedur operasi untuk mengantikan tulang . Prosedur komplek dengan kemungkinan resiko terhadap pasien berhasil atau gagal untuk mencapai kesembuhan. Pada kasus ini bone graf di lakukan untuk mengisis cacat tulang atau tulang yang kosong. Dimana bone grafjuga bertujuan
untuk
membantu proses penyembuahan tulang. Terapi bone graf dapat diambil dari tulang tempat lain untuk di letakan pada area tersebut. Tapi pada kasus 2 tidak di jelaskan tulang bagian mana yang di ambil Perbedaan mendasar pada ke kasus tersebut dimana teknik yang di gunakan berdarkan besarnya daerah yang terkena lesi. Jadi pertimbangna paling pering dalam kasus ini adalah berapa besar lesi yang muncul. Karena pada kasus ke 2 di lakukan kuretase
sedangkan pada kasus lain di lakuakn tissue graf karena jaringan yang
menganai amalgam tattoo Cuma area satu gigi yaitu gigi 11 dan bone graf ini juga di gunakan untuk tujuan pengisian tulang pada gigi yang akarn ya dilakukan reseksi. Setelah dilakukan bone graf dareah gigi tersebut di lakukan penjahitan. Dan itu di control dalam jangka waktru yang berbeda untuk buka jahitan nya dilakukan pada control 2 minggu. Control terakhir dilakukan pada 4 bulan kemudian dimana hasil yang di dapat keadaan tulang dan gigi yang di rawat bagus serta jaringan gusi yang mengalami lesi tidak menunjukan perubahan warna lagi.
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA
4.1. Amalgam Tattoo 4.1.1 Pengertian
Amalgam tattoo merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV akibat implantasi material amalgam pada jaringan di rongga mulut 4.1.2 Etiologi
Amalgam tattoo dapat terjadi dengan cara sebagai berikut: 1. Terjadi pada saat pengisian amalgam. Abrasi dengan mukosa dengan amalgam dapat menyebabkan partikel amalgam masuk ke dalam jaringan mukosa. 2. Terjadi pada saatflossing. Partikel amalgam dapat mengontaminasi dental floss dan tersangkut diantara gigi. 3. Terjadi pada saat memoles amalgam. 4. Tekanan tinggi dari putaran yang sangat cepat dapat mendorong material amalgam ke dalam jaringan, contohnya pada saat pembongkaran tambalan amalgam yang sudah lama. 5. Pada saat gigi dengan tambalan amalgam diekstraksi. Serpihan amalgam dapat masuk ke dalam soket ekstraksi tanpa disadari. Seiring berjalannya waktu, partikel amalgam akan tertanam di jaringan lunak rongga mulut. Makrofag akan membersihkan partikel eksogen dan partikel perak dalam amalgam akan mewarnai serat kolagen pada mukosa. 4.1.3 Tampilan Klinis dan Gejala
Amalgam tattoo dapat mengenai mukosa mana saja. Namun, yang paling umum terkena adalah gingival, mukosa alveolar, mukosa buccal, dan dasar mulut.
Lesi amalgam tattoo berbentuk macula dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm dan berwarna biru kehitam-hitaman. Bentuk lesi amalgam tattoo irregular dan berbatas jelas. Lesi amalgam tattoo bersifat asimptomatik. 4.1.4. Diagnosis Banding
a.
Oral Melanoacanthoma Merupakan lesi melanositik, jinak, tidak lazim , dan unik pada mukosa oral. Oral
melanoacanthoma merupakan lesi melanositik yang tidak berbahaya yang mungkin tiba-tiba muncul dengan atau tanpa pembedahan. Biasanya pasien melaporkan trauma yang akut atau riwayat iritasi yang kronis. Pasien juga melaporkan kejadian rapid onset , yaitu timbul secara tiba-tiba dan sangat cepat. Tanda klinis oral melanoacanthoma adalah:
Lesi berbentuk macula atau plak, dengan cepat melebar, batas tidak jelas, terpigmentasi gelap, dan biasanya pada wanita kulit hitam.
Mayoritas terjadi pada decade ke-3 dan 4.
Biasanya berupa lesi soliter (hanya 1), tetapi terkadang bilateral dan multifocal juga.
Ada yang asimptomatik, ada juga yang sakit.
50% terdapat pada mukosa bukal.
Ukuran bervariasi, dari kecil dan terlokalisir, hingga besar dan difus dengan diameter beberapa sentimeter.
Batasnya biasanya ireguler dan pigmentasinya tidak rata.
b.
Melanoma Malignant Paling jarang terjadi, namun paling mematikan dari seluruh kanker kulit. Biasanya
akibat pemaparan sinar matahari yang akut dan sering, terutama pada saat usia muda. Etiologi lainnya adalah immunosupresi, adanya multiple cutaneous nevi, dan riwayat melanoma dalam keluarga. Tanda klinis melanoma malignant adalah:
Umumnya pada populasi kulit putih yang tinggal di area dengan radiasi sinar UV yang tinggi.
Biasanya pada pasien usia 50 tahun ke atas.
Dapat terjadi di mana saja, tetapi paling sering pada palatum.
Lesinya tidak memiliki cirri khas. Lesi berupa makula, plaque-like, atau berbentuk massa, dengan batas jelas atau ireguler, menampilkan bentuk dengan jelas atau difus. Berwarna coklat, biru, atau hitam.
Tanda dan gejala tambahan mirip dengan malignansi yang lain, yaitu ulserasi, sakit, gigi goyang atau pengupasan spontan, resorpsi akar, bone loss, terkadang paresthesia atau anesthesia.
c. .
Graphite Tatto
Graphite tattoo cenderung muncul pada palatum dan memperlihatkan implantasi trauma dari timah. Lesi biasanya macular, focal dan abu-abu kehitaman. Insidensi biasanya muncul pada anak-anak pada usia sekolah. Secara mikroskopis, graphite menyerupai amalgam dalam jaringan walaupun pewarnaan special dapat membedakan keduanya.
4.1.5. Patogenesis Amalgam Tattoo
Penggunaan amalgam ini dapat melalui prosedur kedokteran gigi, dan pada beberapa prosedur yang menjadi etiologi amalgam tattoo. Fragmen amalgam dapat masuk ke mukosa oral, berikatan dengan protein ligan yang ada di epitel oral, kemudian bermigrasi ke jaringan ikat, proses patogenesisnya sesuai dengan ukuran dan komposisi dari amalgam. Berdasarkan ukurannya, baik besar maupun kecil akan dikenali oleh metalothioneins, sebuah protein yang mendeteksi adanya logam yang masuk tubuh. Partikel berukuran besar akan dikelilingi oleh HLA - DR yang ada pada makrofag, sedangkan partikel kecil akan langsung didegradasi oleh HLA - DR, akan tetapi partikel Hg akan dilepaskan sebagai residu dan dibawa secara sistemik oleh pembuluh darah. Sementara itu, patogenesis berdasarkan komposisinya disesuaikan dengan unsu kimia nya. Amalgam terdiri dari unsur Cu (tembaga), Zn (seng), Sn (timah), Ag (perak), Hg (raksa). Unsur Cu dan Zn akan dikenali oleh metalothioneins dan langsung didegradasikan oleh HLA - DR, kemudian hilang. Unsur Sn, akan dikenali oleh metalothioneins lalu dibawa oleh HLA -DR menuju aliran darah dan ketika sampai ginjal akan diekskresi dan ketika tiba di hati akan didetoksifikasi. Unsur Hg akan berikatan dengan protein pada jaringan ikat, karena Hg ini tidak bisa berjalan sendiri, kemudian masuk aliran darah dan akan tetap ada dalam tubuh. Sementara itu, unsur Ag akan didegradasi menjadi kation Ag+, lalu dibawa ke jaringan ekstraseluler, dan meninggalkan pigmen (makula), yang menjadi manifestasi klinis amalgam tattoo.
4.1.6. TREATMENT
Bila tidak mengganggu kenyamanan dan estetika, tidak diperlukan treatment. Namun bila pada pemeriksaan biopsy, keberadaan amalgam tattoo mengganggu kualitas hidup penderitanya misalnya menimbulkan rasa sakit dan menunjukkan tandatanda sel precancerous atau cancerous, maka dapat dilakukan pencangkokkan bagian yang tertanam fragmen amalgam dengan jaringan baru. 4.1.6.1. Pembedahan Pada kasus yang dibahas di atas pengobatan amalgam tattoo mengunankan pembedahan dimana pembedahan di lakukan 2 hal yang berbeda. -
Cangkok jaringan ikat subepitel di sertai dengan Acellular dermal Matr ix (ADM) Penghilankan lesi amalgam tattoo mengunakan teknik ini merupakan tindakan bedah yang cukup besar karna mengambil jaringan tubuh lain untuk di letakan pada jaringan/ daerah donor. Dan banyak pertimbangan yang di perhatika dalam pengambilan jaringan donor untuk jaringan resipien dari ukuran, bentuk, warna. Dan teknik ini dilakukan pada kasus ini karena lesi yang terkena cukup besar dan itu terjadi sudah cukup lama. Karena tenkni merupak tenik bedah maka sebelum melakukan tindakn maka banyak hal yang harus di perhatikan terutama kesehatan pasien, baik kesehatan riwayat penyakit sistemik atau pun riwayat penyakit periodontal semua nya dalam keadaan baik. Cangkok jaringan ikat subepitel adalah suatu teknik yang mengkombinasikan cangkok jaringan ikat bebas dengan cangkok jaringan lunak pedikel, dimana cangkok jaringan ikat bebas ditempatkan pada daerah resesi dan ditutup dengan menggunakan flep pedikel. Teknik cangkok jaringan ikat subepitel merupakan pemindahan jaringan dari daerah donor ke daerah resipien dan yang diambil adalah sebagian lamina propia tanpa mengikut sertakan seluruh lapisan epitel. Pada saat pengambilan bahan cangkok, bagian submukosa yang ikut terbawa harus dibuang, agar didapat regenerasi yang optimal. Pengambilan jaringan donor dari jaringan ikat subepitel di palatum memerlukan pengetahuan yang menyeluruh mengenai palatum.
Indikasi dan Kontraindikasi Teknik Cangkok Jaringan Ikat Subepitel Indikasi 1. Daerah donor yang inadekuat untuk horizontal sliding flep. 2. Resesi gingiva luas yang terisolasi. 3. Akar gigi yang tersingkap multiple. 4. Akar gigi yang tersingkap multiple dengan gingiva cekat minimal. 5. Resesi yang bersebelahan dengan daerah edentulus yang memerlukan linggir tambahan. Kontraindikasi 1. Jika resesi bersebelahan dengan difek intraboni. 2. Kebersihan mulut yang buruk. 3. Daerah resipien kurang dari 1 mm dan daerah donor yang kurang dari 2 mm. Tahapan prosedur teknik ini adalah seperti berikut: 1. Anastesi 2. Persiapan daerah resipien Flep ketebalan sebagian dibuat dengan dua insisi vertikal ditempatkan setengah sampai satu gigi lebih luas secara mesio distal berbanding area resesi gingiva. Tepi koronal flep pertama diinsisi sulkular horizontal dan papila interproksimal dibiarkan utuh. Diseksi flep dibuat dengan ketebalan sebagian meninggalkan jaringan ikat pada tulang dan permukaan akar. Sewaktu memperpanjang flep kearah lipatan mukobukal harus dilakukan dengan hati-hati tanpa terjadi perforasi yang dapat berakibat serius pada suplai darah. 3.Persiapan daerah donor.
Tempat pembedahan kedua dilakukan pada palatum. Panjang dari donor ditentukan oleh lebar gigi yang akan ditutup. Pertama, insisi horizontal dibuat kirakira 5 hingga 6 mm dari tepi gingiva gigi maksila, dilanjutkan pada daerah apical dengan insisi bevel terbalik terhadap tulang alveolar. bagian epitelium yang diambil bersama donor jaringan ikat tidak disingkirkan bertujuan untuk menutup akar gigi yang tersingkap. Hal ini menghasilkan batas yang halus diantara permukaan akar dengan epithelium. Flep palatal diposisikan kembali kemudian dijahit dengan segera setelah pengambilan donor bagi mengurangi ukuran gumpalan darah yang dapat menyebabkan terjadinya nekrosis pada jaringan 4. Penempatan cangkok jaringan ikat pada daerah resipien. Gabungan epithelial dan cangkok jaringan ikat ditempatkan pada akar yang tersingkap dan dijahit. Donor jaringan ikat dan epithelium dijahit sampai ke bawah interproksimal jaringan ikat, dengan menggunakan benang 4-0 yang terbuat dari sutera dan CE-2 atraumatic needle atau chromic gut dengan CE-2 atraumatic needle. Flep ketebalan sebagian resipien diposisi ke koronal untuk menutup cangkok sebanyak mungkin, kemudian dijahit. 5. Acellular dermal Matrix (ADM) Pada kasus 1 tindakan di lakuakn penambahan dengan mengunakan ADM dengan tujuan untuk penambahan ketebalan jaringan. Dimana ADM di letakan di antara jaringan resipien dan jaringan donor. Bentuk dan warna ADM berbentuk seperti permen caret persegi Panjang dan bewarna putih setelah itu baru dilakukan penjahitan. Pada saat ini , di perkenalkan dengan nama alograf Acellukar dermal Matrix (ADM) sebagai penganti bahan cangkok gingiva dari platum pada berbagai prosedur bedah di sekita gigi asli dan implant untuk meningkatkan zona jaringan berkaratin. 4.1.6.2. lacer Tahun
1983,
Anderson
dan
Parish
memperkenalkan
teoriselective
photothermolysis yang menjelaskan selektivitas sinar laser terhadap target di kulit berdasarkan perbedaan panjang gelombang, durasi denyut dan fluence yang digunakan akan diserap oleh kromofor yang berbeda di kulit (air, melanin, hemoglobin).Sinar laser akan diserap kromofor, memicu reaksi termal atau panas yang dapat menghancurkan
jaringan yang menyerapnya. Reaksi termal hanya terjadi pada kromofor tersebut, tanpa hamburan panas ke struktur di sekitarnya. Untuk mencapai hal itu lebar denyut harus cukup panjang untuk memanaskan jaringan target sampai batas kerusakan, namun tidak terlalu panjang sehingga merusak jaringan sekitarnya. Durasi denyut adalah waktu selama penyinaran dengan laser. Durasi denyut yang ideal untuk menghancurkan jaringan secara selektif ditentukan oleh ukuran jaringan target. Jaringan yang lebih kecil akan lebih cepat dingin setelah terpajan sinar laser. Q-switched ruby(QS ruby) (694 nm) merupakan salah satu sistem laser kuno, memancarkan sinar merah visible dengan durasi denyut 25 dan 50 ns. Medium aktifnya adalah kristal ruby (aluminium oxide). Terapi dengan laser ini menyebabkan lesi memutih kemudian menghilang setelah 20 menit, dan dapat menimbulkan krusta tipis yang menghilang dalam 10-14 hari. Dispigmentasi sementara dapat terjadi pada kulit tipe gelap. Laser Q-switched alexandrite (QS alexandrite) dengan panjang gelombang 755 nm dan durasi 50-100 ns juga dapat menimbulkan krusta. Seperti QS ruby, krusta akan menghilang dalam beberapa minggu. Dispigmentasi merupakan efek samping yang sering terjadi. Laser ini aman digunakan pada kulit namun perlu hati-hati
Q-switched ruby laser
4.1.7 . Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan histopatologis Pada lamina propria, dapat ditemukan pigment granular hitam atau coklat yang membungkus serabut elastik dan membran basal dari kapiler superfisialis. Ini terdapat didalam sitoplasma histiosit.
2. Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan radiologis dibutuhkan untuk memeriksa apakah benar ada partikel logam yang tertanam didalam epitelial, namun bila tidak ditemukan adanya tanda logam pada pemeriksaan radiologis, tidak menentukan bahwa pasien bukan terkena amalgam tattoo karena seringkali partikel logamnya terlalu kecil atau tersebar luas.
BAB V KESIMPULAN
1. Amalgam tattoo merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV akibat implantasi material amalgam pada jaringan di rongga mulut. Penyakit ini tampa asimptomatik dan biasanya pasien mengeluhkan estetiknya. 2. Banyak hal yang dapat memicu tejadinya reaksi amalgam tattoo salah satunya karena mengunakan tambalan amalgam yang sudah cukup membuat ada beberapa reaksi jaringan sehingga meyebabkan terbentuknya amalgam tattoo. 3. Walaupu n tambalan atau crown almalgamnya dilepas saat pelepasan ada partikel almalgam yang masuk maka akan bisa juga menyebakan terjadinya amalgam tattoo 4. Pada 2 kasus pasien sama terkena lesi amalgam tattotapi terdapat perbedaan pengotan yang di lakukan hal ini di mungkinkan karena daerah dan besar lesi yang terbentuk. Jadi pertimbangan dalam pemilihan treatmen adalah dari besarnya lesi yang terjadi di daerah tersebut, kesiapan pasien.
KEPUSTAKAAN
Parikh, SN., 2002. Bone graft substitutes: past, present, future. JPGM, 48 (2) : 142-8 (www.jpgmonline.com), Tanggal akses 5 Desember 2010
Chou, D., Storm, PB., Campbell, JN., 2004. Vulnerability of the subcostal nerve to injury during bone graft harvesting from the iliac crest, J Neurosurg (Spine 1), 1:87 – 89
. Saki, M., Narbat, M.K., Samadikuchaksaraei, A., Ghafouri, HB., Gorjipour, F., 2009. Biocompatibility Study of a Hydroxyapatite-Alumina, and Silic on Carbide Composite Scaffold for Bone Tissue Engineering, Yakhteh Medical J ., 11 : 55-60
Meijer, GJ., de Bruijn, JD., Koole, R., van Blitterswijk, CA., 2007. Cell-Based Bone Tissue Engineering, PLoS Medicine, (www.plosmedicine.org), Tanggal akses 5 Desember 2010
Laurencin, CT., and Khan Y., 2006. Bone Graft Substitute Materials, http://www.emedicine.medscape.com/public/about , Tanggal akses 3 Maret 2011
Patrick CW, Mikos AG, McIntire LV.,1998. Prospects of tissue engineering. In: Frontiers in Tissue Engineering, , eds. Elsevier Science Ltd, Oxford. pp. 3-11
Harrison JD, Rowley PS and Peters PD. Amalgam tattoos: light and electron microscopy and electronprobe micro-analysis. The Journal of Pathology 1977; 121:83-92.
Jacobs PJ and Jacobs BP. Lip repositioning with reversible trial for the management of excessive gingival display: a case series. The International Journal of Periodontics & Restorative Dentistry 2013; 33:169-175.
Kissel SO and Hanratty JJ. Periodontal treatment of an amalgam tattoo. Compendium of Continuing Education in Dentistry 2002; 23:930-932, 934, 936.
Neville BW, Damm DD, Allen CM and Bouquot JE. Oral and Maxillofacial Pathology. W.B. Saunders Company, 2008.
Owens BM, Johnson WW and Schuman NJ. Oral amalgam pigmentations (tattoos): a retrospective study. Quintessence International 1992; 23:805-810.
Pioch T and Matthias J. Mercury vapor release fr om dental amalgam after laser treatment. European Journal
Soft tissue management: flap design, incision, tissue elevation,and tissue retraction by Peter Velvart, Endodontic Topics 2005, 11, 78 – 97