CASE REPORT
MENINGITIS SEROSA ec TB GRADE II
Oleh : SELLY FAMELA CHASANDRA 1102012265
Dokter Pembimbing: dr. Sofie Minawati, Sp.S
DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK SMF NEUROLOGI RSUD GARUT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI MEI 2017
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan kekuatan dan kemampuan kepada penyusun sehingga penyusunan Case Report ini dapat diselesaikan. Case Report ini disusun untuk memenuhi syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan kepaniteraan klinik SMF Neurologi di RSUD Dr. Slamet Garut. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya Case Report ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan banyak pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. dr. H. Nasir Okbah, Okbah, Sp.S dan dr. Sofie Minawati, Sp.S. Sp.S. 2. Para Dokter dan Perawat di Bagian Neurologi Dr. Slamet Garut. 3. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD Dr. Slamet Garut. Segala daya upaya telah di optimalkan untuk menghasilkan Case report yang baik dan bermanfaat, dan terbatas sepenuhnya pada kemampuan dan wawasan berpikir penulis. Pada akhirnya penulis menyadari bahwa Case Report ini masih jauh ja uh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar dapat menghasilkan Case Report yang lebih baik di kemudian hari.
Garut, Mei 2017
Penulis
BAB I STATUS PASIEN A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. A
Umur
: 30 tahun
Jenis Kelamin
: Laki – Laki – laki laki
Status
: Menikah
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Garut Kota
Tanggal Masuk
: 30 Maret 2017
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis dan Alloanamnesis pada tanggal 17 April 2017 di Ruang Cempaka Bawah RSUD dr. Slamet Garut.
Keluhan Utama:
Nyeri kepala
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke ke RS dengan dengan keluhan utama nyeri kepala sejak ± 3 minggu smrs. Nyeri kepala dirasakan hilang timbul dan mulai timbul lagi sejak 2 hari smrs. Nyeri kepala dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan dirasakan terutama di belakang kepala. Nyeri tidak menjalar sampai ke leher. Nyeri dirasakan mengganggu aktivitas. Keluhan disertai dengan adanya demam sejak 2 minggu smrs. Demam dirasakan hilang timbul. Demam awalnya naik perlahan dan tidak ada menggigil. Pasien sebelumnya sudah dirawat sejak 2 minggu smrs karena mengalami penurunan kesadaran. Sebelum dirawat pasien mengeluhkan adanya nyeri kepala yang mengganggu aktivitas sejak 3 hari. Keluhan dirasakan semakin lama semakin memberat, disertai muntah menyemprot sebanyak 3x. Pasien mengaku mengalami demam yang naik turun sejak 3 hari smrs demam tidak disertai menggigil. Saat datang pasien langsung dirawat di Ruang ICU selama 5 hari. Saat
dirawat di ICU pasien mengalami kejang-kejang sebanyak 5x. Setelah kondisi membaik, pasien dipindahkan ke ruang rawat biasa selama 6 hari. Pasien merasa tangan kanannya lemah dan sulit untuk digerakkan. Keluhan dirasa menetap namun sekarang kelemahan sudah mulai bisa digerakkan. Pasien didiagnosis sebagai Meningitis TB grade III. Pasien mengakui adanya batuk-batuk lama sejak 1 bulan smrs. Batuk be rdahak namun tidak disertai adanya darah. Pasien juga mengakui adanya keringat malam penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan. Pasien tidak pernah melakukan pengobatan ke RS hanya meminum obat warung dan keluhan tidak berkurang.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat mengalami penyakit yang sama disangkal Riwayat TB paru disangkal Riwayat tekanan darah tinggi disangkal Riwayat penyakit jantung disangkal Riwayat diabetes disangkal Riwayat trauma disangakal
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat penyakit yang sama pada keluarga disangkal Riwayat TB paru di keluarga disangkal Riwayat tekanan darah tinggi di keluarga disangkal Riwayat penyakit jantung disangkal di keluarga disangkal Riwayat diabetes di keluarga disangkal
Riwayat Alergi:
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat-obatan obat-obat an dan makanan
Riwayat Sosial Ekonomi:
Pasien adalah seorang wiraswasta yang tinggal dengan 2 anak dan istrinya. Riwayat merokok (+) Riwayat memakai tatto/jarum suntik (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran
: Compos Mentis
GCS
: E4 M6 V5
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 76 x/m
Heart rate
: 78 x/m
Respirasi
: 20 x/m
Suhu
: 36,4 oC
Kepala
: Normocephal
Leher
: KGB tidak teraba, JVP tidak meningkat
Jantung
: Inspeksi: Iktus cordis tidak terlihat Palpasi : Iktus cordis teraba di Linea Midclavicularis sinistra ICS 5 Perkusi : Kanan: pada linea sternalis dextra ICS 4 Kiri pada linea midclavicula sinistra ICS 5 Pinggang jantung pada linea parasternalis sinistra ICS Auskultasi:Bunyi jantung S1 = S2 murni reguler, S3/S4 (- / -) Murmur (-) Gallop (-)
Paru-paru : Inspeksi : Gerakan statis dan dinamis hemitoraks kanan dan kiri Palpasi
: Fremitus Taktil dan Fremitus Vokal sulit dinilai.
Perkusi
: Sonor di kedua lapang hemitoraks.
Auskultasi: Vesicular Breathing Sound sama di kedua hemitoraks, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-) Ekstremitas : Akral hangat +/+, edema -/-, turgor baik
Pemeriksaan Neurologi 1. Inspeksi: Kepala
Bentuk
: Normal
Nyeri tekan
: (-)
Simetris
: (+)
Leher
Sikap
: Dalam batas normal
Pergerakan
: Dalam batas normal
Kuduk kaku
: (-)
Kaku kuduk
: (+)
2. Saraf Otak:
N. cranialis
Kanan
Kiri
N. I (Olfaktorius) Subyektif Dengan Bahan
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. II (Optikus) Tajam Penglihatan Lapang penglihatan Melihat warna Fundus okuli
Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. III (Okulomotorius) Sela mata Pergerakan Bulbus Strabismus Nistagmus Exoftalmus Pupil (Besar, bentuk) Refleks cahaya Refleks Konsesual Refleks konvergensi Melihat kembar
Simetris Sulit Dinilai Sulit Dinilai Sulit Dinilai Sulit Dinilai Bulat, anisokor Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Simetris Sulit Dinilai Sulit Dinilai Sulit Dinilai Sulit Dinilai Bulat, anisokor Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sulit Dinilai Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Sulit Dinilai Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
N. IV (Troklearis) Pergerakan mata Sikap bulbus Melihat kembar
N. V (Trigeminus) Membuka mulut Menguyah
Mengigit Reflek kornea Sensibilitas muka
Sulit Dinilai Tidak dilakukan Tidak Dilakukan Sulit Dinilai
Sulit Dinilai Sulit Dinilai Tidak Dilakukan Sulit Dinilai
Baik Baik -
Baik Baik -
N. VII (Facialis) Mengerutkan dahi Menurup mata Memperlihatkan gigi Bersiul Rasa kecap 2/3 depan lidah
Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Baik Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Baik Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
N. VIII (Vestibulokoklearis) Detik arloji Suara berbisik Tes Swabach Tes Rinne Tes Weber
Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
N. VI (Abdusens) Pergerakan mata Sikap bulbus Melihat kembar
N. IX (Glosofaringeus) Refleks kecap 1/3 belakang Sensibilitas faring
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. X (Vagus) Arkus faring Uvula Berbicara Menelan
Sulit Dinilai Sulit Dinilai Sulit Dinilai Sulit Dinilai
N. XI ( Assesorius ) Menengok kanan kiri Mengangkat Bahu
Sulit Dinilai Sulit Dinilai
N. XII ( Hipoglossus ) Pergerakan Lidah Lidah deviasi Artikulasi
Normal Baik
3. Badan dan Anggota Gerak Badan
Respirasi
: Torako abdominal
Bentuk kolumna vetebralis
: Dalam batas normal
Pergerakan kolumna vetebralis
: Dalam batas normal
Refleks kulit perut atas
: Tidak dilakukan
Refleks kulit perut tengah
: Tidak dilakukan
Refleks kulit perut bawah
: Tidak dilakukan
Anggota Gerak Atas
Motorik
: Hemiparesis dextra
Pergerakan
: -
Kekuatan
: -
Tonus
: -
Atropi
: -
Refleks
Biceps
: +/+
Trisep
: +/+
Brachioradialis
: +/+
Radius
: Tidak Dilakukan
Ulna
: Tidak Dilakukan
Hoffman/trommer
: Tidak dilakukan
Sensibilitas Taktil
: Tidak Dilakukan
Nyeri
: Sulit Dinilai
Suhu
: Tidak Dilakukan
Diskriminasi 2 titik
: Tidak Dilakukan
Lokalis
: Tidak Dilakukan
Getar
: Tidak Dilakukan
Anggota gerak bawah
Motorik
: Hemiparesis dextra
Pergerakan
: Tidak Aktif
Kekuatan
: -
Tonus
: -
Atropi
: -
Sensibilitas Taktil
: Tidak Dilakukan
Nyeri
: Sulit Dinilai
Suhu
: Tidak Dilakukan
Diskriminasi 2 titik
: Tidak Dilakukan
Lokalis
: Tidak Dilakukan
Getar
: Tidak Dilakukan
Refleks fisiologis Refleks
Dextra / Sinistra
Biseps
+/+
Triseps
+/+
Brachioradialis
+/+
Patella
+/+
Achiles
+/+
Refleks patologis Refleks
Ekstremitas Dextra
Ekstremitas Sinistra
Babinski
-
-
Chaddock
-
-
Openheim
-
-
Gordon
-
-
Schaeffer
-
-
Mendel Bechtrew
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Rosolimo
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Klonus paha
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Klonus kaki
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Chvostex’s sign
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Trousseau’s sign
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Test Laseque
-
-
Test brudzinsky
+/-/
+/-/
I/II/III
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Test kernig
-
-
Patrick
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Kontra patrick
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
4. Koordinasi, Gait dan Keseimbangan Cara berjalan : Tidak dilakukan Tes Romberg : Tidak dilakukan Ataksia : Tidak dilakukan Diskiadokhokinesis : Sulit dinilai Rebound Phenomen : Sulit dinilai Dismetri Tes telunjuk hidung : Tidak dilakukan Tes hidung-telunjuk-hidung : Tidak dilakukan Tes telunjuk-telunjuk : Tidak dilakukan 5. Gerakan-gerakan Abnormal Tremor Athetosis Mioklonik Khorea
: (-) : (-) : (-) : (-)
6. Fungsi Vegetatif BAK BAB
: (+) : (+)
7. Fungsi Luhur Hubungan psikis Afasia
: Sulit dinilai : Motorik : Sensorik : : Jangka Pendek Jangka Panjang
Ingatan
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan : Darah Rutin Hb
15,5 g/dL
Hematokrit
46%
Leukosit
8400 /mm3
Trombosit
536000 / mm3
Kimia Klinik SGOT
38 U/L
SGPT
68 U/L
: Baik : Baik
Ureum
51 mg/dL
Kreatinin
1.0 mg/dL
GDS
98 mg/dL
Imunoserologi HIV
-
Rontgent Thorax
E. RINGKASAN Subyektif
Pasien laki-laki usia 30 tahun datang dengan keluhan utama nyeri kepala sejak 3 minggu smrs. Demam (+) naik turun. 2 minggu smrs pasien mengalami penurunan kesadaran, muntah menyemprot (+), kejang (+), demam (+). Terdapat hemiparese dextra sejak 1 minggu smrs.
Obyektif Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum
: Tampak Sakit Sedang
Kesadaran
: Composmentis GCS: 15
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 76 x/m
Heart rate
: 78 x/m
Respirasi
: 20 x/m
Suhu
: 36,4 oC
Kepala
: Normocephal
Leher
: KGB tidak teraba, JVP tidak meningkat
Status interna
: Vesicular breathing sound kanan = kiri,rhonki -/- wheezing -/S1/S2 Normal Reguler, Murmur-, Gallop -
Status Neurologi :
Rangsang Meningeal
: KK (+) Lasegue Tidak terbatas/tidak terbatas , Kernig tidak terbatas/tidak terbatas BI/BII/BIII +/-/-
Saraf otak
: Reflek cahaya langsung (+/+) Refleks cahaya tidak langsung (+/+) Pupil bulat isokor
Reflex fisiologis
: +/+
Reflex patologis
: +/+
Motorik
: Hemiparese dextra
Sensorik
: +/+
Fungsi luhur
: Baik
Fungsi vegetatif
: BAB - / BAK +
F. DIAGNOSA Meningitis TB Grade II
G. RENCANA AWAL Rencana diagnosis
Pungsi cairan serebrospinal
Rencana terapi Medikamentosa
Inf. RL 15 tpm
Inj. Dexamethasone 4 x 1 amp (IV)
Inf. Paracetamol 3 x 500 mg (bila demam)
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (IV)
Inj. Stesolid 1 amp (bila kejang dan diberikan secara pelan-pelan)
R/H/Z/E 450/300/1000/1000
Non Medikamentosa
Tirah baring Rencana Edukasi
-
Minum obat hingga tuntas dan dikatakan sembuh
-
Menggunakan masker saat bertemu orang orang
-
Menutup mulut saat batuk dan bersin
-
Tidak membuang dahak di sembarang tempat
-
Makan makanan yang bergizi dan berolahraga
H. PROGNOSIS
Quo ad Vitam
: Dubia ad bonam
Quo ad Fungsional
: Dubia ad bonam
Quo ad Sanationam
: Dubia ad bonam
I. FOLLOW UP
Pungsi Cairan Serebrospinal Glukosa C Liquor
30 mg/dL
Protein Cairan Liquor
470 mg/dL
15-45 mg/dL
Jumlah Sel
2 sel/uL
<5 sel/uL
Hitung Jenis Sel
Tidak dilakukan karena jumlah sel <10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI MENINGES
Lapisan pelindung otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan jaringan ikat yang disebut meninges. Lapisan meningeal terdiri dari: duramater, lapisan arakhnoid, dan piamater. -
Duramater , lapisan terluar, adalah lapisan yang tebal dan terdiri atas jaringan
ikat padat yang berhubungan langsung dengan periosteum tengkorak. Duramater yang membungkus medulla spinalis dipisahkan dari periosteum vertebra oleh ruang epidural, yang mengandung vena berdinding tipis, jaringan ikat longgar, dan jaringan lemak. Duramater selalu dipisahkan dari arachnoid oleh celah sempit, ruang subdural. Permukaan dalam duramater, juga permukaan luarnya pada medulla spinalis, dilapisi epitel selapis gepeng yang asalnya dari mesenkim. a. Lapisan periosteal luar pada duramater melekat di permukaan dalam
kranium dan berperan sebagai periosteum dalam pada tulang tengkorak. b. Lapisan meningeal dalam pada duramater tertanam sampai ke dalam
fisura otak dan terlipat kembali ke arahnya untuk membentuk bagian bagian berikut: (1) Falks serebrum terletak dalam fisura lomgitudinal antara hemisfer
serebral. (2) Falks serebelum membentuk bagian pertengahan antara hemisfer
serebelar. (3) Tentorium serebelum memisahkan serebrum dari serebelum. (4) Sela diafragma memanjang di atas sela tursika, tulang yang
membungkus kelenjar hipofisis. c. Ruang subdural memisahkan duramater dari araknoid pada regia kranial
dan medulla spinalis. d. Ruang epidural adalah ruang potensial antara periosteal luar dan lapisan
meningeal pada duramater di regia medulla spinalis.
-
Lapisan araknoid (tengah) terletak di bagian eksternal piamater dan
mengandung sedikit pembuluh darah. Arachnoid mempunyai 2 komponen: lapisan yang berkontak dengan duramater dan sebuah sistem trabekel yang menghubungkan lapisan itu dengan piamater. Rongga diantara trabekel membentuk ruang subarachnoid, yang berisi cairan serebrospinal dan terpisah sempurna dari ruang subdural. Ruang ini membentuk bantalan hidrolik yang melindungi syaraf pusat dari trauma. Ruang subarachnoid berhubungan dengan ventrikel otak. Permukaannya dilapisi oleh epitel selapis gepeng seperti duramater. Pada beberapa daerah, araknoid menerobos dura mater membentuk juluran-juluran yang berakhir pada sinus venosus dalam dura mater. Juluran ini, yang dilapisi oleh sel-sel endotel dari vena disebut Vili Araknoid. Fungsinya ialah untuk menyerap cairan serebrospinal ke dalam darah dari sinus venosus. a. Ruang subaraknoid memisahkan lapisan araknoid dari piamater dan
mengandung cairan serebrospinalis, pembuluh darah, serta jaringan penghubung seperti selaput yang mempertahankan posisi araknoid terhadap piamater di bawahnya. b. Berkas kecil jaringan araknoid, vili araknoid, menonjol ke dalam sinus
vena (dural) duramater.
-
Piamater adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta melekat pada
otak. Lapisan ini mengandung banyak pembuluh darah untuk mensuplai jaringan saraf. Piamater terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengandung banyak pembuluh darah. Meskipun letaknya cukup dekat dengan jaringan saraf tetapi tidak berkontak dengan sel atau serat saraf. Di antara piamater dan elemen neural terdapat lapisan tipis cabang-cabang neuroglia, melekat erat pada piamater dan membentuk barier fisik pada bagian tepi dari susunan saraf pusat yang memisahkan SSP dari cairan serebrospinal. Piamater menyusuri seluruh lekuk permukaan susunan saraf pusaf dan menyusup kedalamnya untuk jarak tertentu bersama pembuluh darah. piamater di lapisi oleh sel-sel gepeng yang berasal dari mesenkim. Pembuluh darah menembus susunan saraf pusat melalui torowongan yang dilapisi oleh piamater ruang perivaskuler.
Gambar 1. Struktur Meninges
2.2. MENINGITIS 2.2.1. DEFINISI
Meningitis adalah inflamasi pada meninges yang melapisi otak dan medula spinalis. Hal ini paling sering disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, atau jamur) tetapi dapat juga terjadi karena iritasi kimia, perdarahan subarachnoid, kanker atau kondisi lainnya.
2.2.2. EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis yang menyerang SSP (Sistem Saraf Pusat) ditemukan dalam tiga bentuk, yakni meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis spinalis. Ketiganya sering ditemukan di negara endemis TB, dengan kasus terbanyak berupa meningitis tuberkulosis. Di Amerika Serikat yang bukan merupakan negara endemis tuberkulosis, meningitis tuberkulosis meliputi 1% dari semua kasus tuberkulosis. Di Indonesia, meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan karena morbiditas tuberkulosis pada anak masih tinggi. Penyakit ini dapat saja menyerang semua usia, termasuk bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak umur 6 bulan sampai dengan 4 atau 6 tahun, jarang ditemukan pada umur dibawah 6 bulan, hampir tidak pernah ditemukan pada umur dibawah 3 bulan. Meningitis tuberkulosis menyerang 0,3% anak yang menderita tuberkulosis yang tidak diobati. Angka kematian pada meningitis tuberkulosis berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang akan kembali normal secara neurologis dan intelektual.
2.2.3. ETIOLOGI
Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus, bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak. Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas : 1. Bakteri:
Pneumococcus
Meningococcus
Haemophilus influenza
Staphylococcus
Escherichia coli
Salmonella
Mycobacterium tuberculosis
2. Virus :
Enterovirus
3. Jamur :
Cryptococcus neoformans
Coccidioides immitris
Pada laporan kasus meningitis tuberkulosa, mycobacterium tuberculosis merupakan faktor penyebab paling utama dalam terjadinya penyakit meningitis. Mycobacterium tuberkulosis merupakan bakteri berbentuk batang pleomorfik gram positif, berukuran 0,4-3µm mempunyai sifat tahan asam, dapat hidup selama berminggu-minggu dalam keadaan kering, serta lambat bermultiplikasi (setiap 15 sampai 20 jam). Bakteri ini merupakan salah satu jenis bakteri yang bersifat intracellular pathogen pada hewan dan manusia. Selain Mycobacterium tuberkulosis, spesies lainnya yang juga dapat menimbulkan tuberkulosis adalah Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum, Mycobacterium microti.
Gambar 2. Mycobacterium Tuberculosis
2.2.4. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Meningitis
tuberkulosis
pada
umumnya
muncul
sebagai
penyebaran
tuberkulosis primer. Biasanya fokus infeksi primer ada di paru-paru, namun dapat juga ditemukan di abdomen (22,8%), kelenjar limfe l eher (2,1%) dan tidak ditemukan adanya fokus primer (1,2%). Dari fokus primer, kuman masuk ke sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan infeksi berat berupa tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan beberapa fokus metastase yang biasanya tenang. Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich tahun 1951. Terjadinya meningitis tuberkulosis diawali olen pembentukan tuberkel di otak, selaput otak atau medula spinalis, akibat penyebaran kuman secara hematogen selama masa inkubasi infeksi primer atau selama perjalanan tuberkulosis kronik walaupun jarang. Bila penyebaran hematogen terjadi dalam jumlah besar, maka akan langsung menyebabkan penyakit tuberkulosis primer seperti TB milier dan meningitis tuberkulosis. Meningitis tuberkulosis juga dapat merupakan reaktivasi dari fokus tuberkulosis (TB pasca primer). Salah satu pencetus proses reaktivasi tersebut adalah trauma kepala. Kuman kemudian langsung masuk ke ruang subarachnoid atau ventrikel. Tumpahan protein kuman tuberkulosis ke ruang subarakhnoid akan merangsang reaksi hipersensitivitas yang hebat dan selanjutnya akan menyebabkan reaksi radang yang paling banyak terjadi di basal otak. Selanjutnya meningitis yang menyeluruh akan berkembang. Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pa da meningitis tuberkulosis: 1. Araknoiditis proliferatif Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan massa fibrotik yang melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus pembuluh darah. Reaksi radang akut di leptomening ini ditandai dengan adanya eksudat gelatin, berwarna kuning kehijauan di basis otak. Secara mikroskopik, eksudat terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan nekrosis perkijuan. Pada stadium lebih lanjut, eksudat akan mengalami organisasi dan mungkin mengeras serta mengalami kalsifikasi. Adapun saraf kranialis yang terkena akan mengalami paralisis. Saraf yang paling sering terkena adalah saraf kranial VI, kemudian III dan IV, sehingga akan timbul gejala diplopia
dan strabismus. Bila mengenai saraf kranial II, maka kiasma optikum menjadi iskemik dan timbul gejala penglihatan kabur bahkan bisa buta bila terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila mengenai saraf kranial VIII akan menyebabkan gangguan pendengaran yang sifatnya permanen 2. Vaskulitis Vaskulitis yang terjadi disertai dengan dengan trombosis dan infark pembuluh darah kortikomeningeal yang melintasi membran basalis atau berada di dalam parenkim otak. Hal ini menyebabkan timbulnya radang obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang meninggalkan sekuele neurologis bila pasien selamat. Apabila infark terjadi di daerah sekitar arteri cerebri media atau arteri karotis interna, maka akan timbul hemiparesis dan apabila infarknya bilateral akan terjadi quadriparesis. Pada pemeriksaan histologis arteri yang terkena, ditemukan adanya perdarahan, proliferasi, dan degenerasi. Pada tunika adventisia ditemukan adanya infiltrasi sel dengan atau tanpa pembentukan tuberkel dan nekrosis perkijuan. Pada tunika media tidak tampak kelainan, hanya infiltrasi sel yang ringan dan kadang perubahan fibrinoid. Kelainan pada tunika intima berupa infiltrasi subendotel, proliferasi tunika intima, degenerasi, dan perkijuan. Yang sering terkena adalah arteri cerebri media dan anterior serta cabangcabangnya, dan arteri karotis interna. Vena selaput otak dapat mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi dan menyebabkan trombosis serta oklusi sebagian atau total. Mekanisme terjadinya flebitis tidak jelas, diduga hipersensitivitas tipe lambat menyebabkan infiltrasi sel mononuklear dan perubahan fibrin. 3. Hidrosefalus Komunikans Hidrosefalus komunikans terjadi akibat perluasan inflamasi ke sisterna basalis yang akan mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan serebrospinalis.
Adapun perlengketan yang terjadi dalam kanalis sentralis medulla spinalis akan menyebabkan spinal block dan paraplegia. Gambaran patologi yang terjadi pada meningitis tuberkulosis ada 4 tipe, yaitu: 1. Disseminated milliary tubercles, seperti pada tuberkulosis milier. 2. Focal caseous plaques, contohnya tuberkuloma yang sering menyebabkan meningitis yang difus.
3. Acute inflammatory caseous meningitis.
Terlokalisasi, disertai perkijuan dari tuberkel, biasanya di korteks.
Difus, dengan eksudat gelatinosa di ruang subarakhnoid.
4. Meningitis proliferatif.
Terlokalisasi, pada selaput otak.
Difus dengan gambaran tidak jelas.
Gambaran patologi ini tidak terpisah-pisah dan mungkin terjadi bersamaan pada setiap pasien. Gambaran patologi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur, berat dan lamanya sakit, respon imun pasien, lama dan respon pengobatan yang diberikan, virulensi dan jumlah kuman juga merupakan faktor yang mempengaruhi Patogenesis terjadinya meningitis tuberkulosis secara skematis, dapat diamati sebagai berikut: BTA masuk tubuh ↓ Tersering melalui inhalasi Jarang pada kulit, saluran cerna ↓ Multiplikasi ↓ Infeksi paru / fokus infeksi lain ↓ Penyebaran hematogen ↓ Meningens ↓ Membentuk tuberkel ↓ BTA tidak aktif / dormain
Bila daya tahan tubuh menurun ↓
Ruptur tuberkel meningen ↓ Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid ↓ MENINGITIS TUBERKULOSA
Gambar 3. Penyebaran Mycobacteri um tuberculosis dari Tempat Infeksi
2.2.5. MANIFESTASI KLINIK
Gejala klasik berupa trias meningitis mengenai kurang lebih 44% penderita meningitis bakteri dewasa. Trias meningitis tersebut sebagai berikut : 1. Demam 2. Penurunan kesadaran 3. Kaku kuduk. Selain itu meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak, letargi, mual muntah, penurunan nafsu makan, nyeri otot, fotofobia, mudah mengantuk, bingung, gelisah, parese nervus kranialis dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal. Gejala dan tanda meningitis serosa : 1. Nyeri kepala selalu ada, kadang-kadang sangat hebat dan difus. 2. Nyeri punggung seringkali ada
3. Temperatur biasanya tidak begitu meningkat seperti pada meningitis purulenta. 4. Sensitif terhadap cahaya ( fotopobia ) 5. Malaise umum, gelisah, atau tidak enak badan 6. Nausea dan vomitus 7. Mengantuk dan pusing 8. Kadang-kadang terdapat bangkitan epileptik 9. Meningismus ( laseque dan kaku kuduk hampir selalu ada ) 10. Organ-organ lain sering kena mis: paru-paru pada meningitis tuberkulosa 11. Umumnya terdapat tanda-tanda gangguan saraf kranial dan cabangcabangnya
Gejala dan tanda meningitis purulenta : 1. Demam tinggi disertai menggigil 2. Nyeri kepala yang terus menerus tapi tidak sehebat pada meningitis serosa 3. Kaku kuduk 4. Kesadaran menurun 5. Mual dan muntah 6. Hilangnya nafsu makan 7. Kelemahan umum 8. Rasa nyeri pada punggung dan sendi
Sedangkan manifestasi klinis dari meningitis tuberkulosis dapat dikelompokkan dalam tiga stadium, yaitu: 1. Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / fase prodromal)
Prodromal berlangsung 1 - 3 minggu.
Biasanya gejalanya tidak khas.
Timbul perlahan-lahan.
Tanpa kelainan neurologis.
Gejala yang biasa muncul: o
Demam (tidak terlalu tinggi).
o
Rasa lemah.
o
Nafsu makan menurun (anorexia).
o
Nyeri perut.
o
Sakit kepala.
o
Tidur terganggu.
o
Mual.
o
Muntah.
o
Konstipasi.
o
Apatis.
o
Irritable.
Pada bayi, irritable dan ubun-ubun menonjol merupakan manifestasi yang sering ditemukan, sedangkan pada anak yang lebih tua memperlihatkan perubahan suasana hati yang mendadak, prestasi sekolah menurun, letargi, apatis, mungkin saja tanpa disertai demam dan timbul kejang intermiten. Kejang bersifat umum dan didapatkan sekitar 10-15%. Jika sebuah tuberkel pecah ke dalam ruang subarachnoid maka stadium I akan berlangsung singkat sehingga sering terabaikan dan akan langsung masuk ke stadium III. 2. Stadium II (stadium transisional / fase meningitis)
Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak / meningen. Ditandai oleh adanya kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk diatas lengkung serebri. Pemeriksaan kaku kuduk (+), refleks Kernig dan Brudzinski (+) kecuali pada bayi. Dengan berjalannya waktu, terbentuk infiltrat (massa jelly berwarna abu) di dasar otak menyebabkan gangguan otak / batang otak. Pada fase ini, eksudat yang mengalami organisasi akan mengakibatkan kelumpuhan saraf kranial dan hidrosefalus, gangguan kesadaran, papiledema ringan serta adanya tuberkel di koroid. Vaskulitis menyebabkan gangguan fokal, saraf kranial dan kadang medulla spinalis. Hemiparesis yang timbul disebabkan karena infark/ iskemia, quadriparesis dapat terjadi akibat infark bilateral atau edema otak yang berat. Pada anak berusia di bawah 3 tahun, iritabel dan muntah adalah gejala utamanya, sedangkan sakit kepala jarang dikeluhkan. Sedangkan pada anak yang lebih besar, sakit kepala adalah keluhan utamanya, dan kesadarannya makin menurun. Gejala yang dapat muncul, yaitu antara lain:
Akibat rangsang meningen
sakit kepala berat dan muntah (keluhan
utama).
Akibat peradangan / penyempitan arteri di otak, antara lain: o
o
disorientasi bingung
o
kejang
o
tremor
o
hemibalismus / hemikorea
o
hemiparesis / quadriparesis
o
o
penurunan kesadaran Gangguan otak / batang otak / gangguan saraf kranial: saraf kranial yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan VII -
strabismus
-
diplopia
-
ptosis
-
reaksi pupil lambat
-
gangguan penglihatan kabur
3. Stadium III (koma / fase paralitik)
Terjadi percepatan penyakit, berlangsung selama ± 2-3 minggu. Pada stadium ini gangguan fungsi otak semakin tampak jelas. Hal ini terjadi akibat infark batang otak akibat lesi pembuluh darah atau strangulasi oleh eksudat yang mengalami organisasi. Gejala-gejala yang dapat timbul, antara lain:
pernapasan irregular
demam tinggi
edema papil
hiperglikemia
kesadaran makin menurun
irritable dan apatik
mengantuk
stupor
koma
otot ekstensor menjadi kaku dan spasme
opistotonus
pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali
nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur
hiperpireksia Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas batasnya antara satu
dengan yang lain, tetapi bila tidak diobati biasanya berlangsung 3 minggu sebelum pasien meninggal. Dikatakan akut bila 3 stadium tersebut berlangsung selama 1 minggu. Hidrosefalus dapat terjadi pada kira-kira 2/3 pasien, terutama yang penyakitnya telah berlangsung lebih dari 3 minggu. Hal ini terjadi apabila pengobatan terlambat atau tidak adekuat
2.2.6. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING ANAMNESIS
Pada anamnesis didapatkan adanya riwayat kejang atau penurunan kesadaran (tergantung stadium penyakit), adanya riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis (baik yang menunjukkan gejala, maupun yang asimptomatik), adanya gambaran klinis yang ditemukan pada penderita (sesuai dengan stadium meningitis tuberkulosis). Pada neonatus, gejalanya mungkin minimalis dan dapat menyerupai sepsis, berupa bayi malas minum, letargi,
distress
pernafasan, ikterus, muntah, diare, hipotermia, kejang (pada 40% kasus), dan ubun-ubun besar menonjol (pada 33,3% kasus). PEMERIKSAAN FISIK
Dari pemeriksaan fisik dilihat berdasarkan stadium penyakit. Tanda rangsang meningen seperti kaku kuduk biasanya tidak ditemukan pada anak berusia kurang dari 2 tahun. Pemeriksaan fisik yang dapat mendukung diagnosis meningitis biasanya dilakukan pemeriksaan rangsang meningeal. Yaitu sebagai berikut a. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. b. Pemeriksaan Kernig Pasien berbaring terlentang, dilakukan fleksi pada sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135° (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.
c. Pemeriksaan Brudzinski I (Brudzinski leher) Pasien berbaring dalam sikap terlentang, tangan kanan ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu
lagi
ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Brudzinski I positif (+) bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.
d. Pemeriksaan Brudzinski II (Brudzinski Kontralateral tungkai) Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.
e. Pemeriksaan Brudzinski III (Brudzinski Pipi)
Pasien tidur terlentang tekan pipi kiri kanan dengan kedua ibu jari pemeriksa tepat di bawah os ozygomaticum.Tanda Brudzinski III positif (+) jika terdapat flexi involunter ektremitas superior.
f. Pemeriksaan Brudzinski IV (Brudzinski Simfisis) Pasien tidur terlentang tekan simpisis pubis dengan kedua ibu jari tangan pemeriksaan. Pemeriksaan Budzinski IV positif (+) bila terjadi flexi involunter ektremitas inferior.
g. Pemeriksaan Lasegue Pasien tidur terlentang, kemudian diextensikan kedua tungkainya. Salah satu tungkai diangkat lurus. Tungkai satunya lagi dalam keadaan lurus. Tanda lasegue positif (+) jika terdapat tahanan sebelum mencapai sudut 70° pada dewasa dan kurang dari 60° pada lansia.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis meningitis serosa adalah: 1. Pemeriksaan rangsang meningeal dengan pemeriksaan kaku kuduk. Biasanya pada pasien meningitis terdapat kaku kuduk yang positif 2. Pemeriksaan nervus cranialis yaitu N III, N IV, N VI, N VII, N VIII, biasanya kelumpuhan saraf otak dapat sering dijumpai
Sistem skoring gejala dan pemeriksaan TB
Pada 40% kasus, uji tuberkulin dapat negatif. Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan screening tuberkulosis yang paling bermanfaat. Penelitian menunjukkan bahwa efektivitas uji tuberkulin pada anak dapat mencapai 90%. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, tetapi hingga saat ini cara mantoux lebih sering dilakukan. Pada uji mantoux, dilakukan penyuntikan PPD (Purified Protein Derivative) dari kuman Mycobacterium tuberculosis. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48 – 72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi. Berikut ini adalah interpretasi hasil uji mantoux : 1. Pembengkakan (indurasi)
: 0-4 mm uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosa. 2. Pembengkakan (indurasi)
: 3-9 mm uji mantoux meragukan.
Arti klinis : hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypic atau setelah vaksinasi BCG. 3. Pembengkakan (indurasi)
: ≥ 10 mm
uji
mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosa.
Uji Mantoux
Bila dalam penyuntikan vaksin BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari) berupa kemerahan dan indurasi ≥ 5 mm, maka anak dicurigai telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Dari pemeriksaan laboratorium biasa disapatkan anemia ringan dan peningkatan laju endap darah pada 80% kasus. Pada pemeriksaan cairan otak dan tulang belakang / liquor cerebrospinalis (dengan cara pungsi lumbal) didapatkan:
Warna: jernih (khas), bila dibiarkan mengendap akan membentuk batang batang. Dapat juga berwarna xanhtochrom bila penyakitnya telah berlangsung lama dan ada hambatan di medulla spinalis.
Jumlah sel: 100 – 500 sel / μl. Mula- mula, sel polimorfonuklear dan limfosit sama banyak jumlahnya, atau kadang-kadang sel polimorfonuklear lebih banyak (pleositosis mononuklear). Kadang-kadang, jumlah sel pada fase akut dapat mencapai 1000 / mm 3.
Kadar protein: meningkat (dapat lebih dari 200 mg / mm 3). Hal ini menyebabkan liquor cerebrospinalis dapat berwarna xanthochrom dan pada permukaan dapat tampak sarang laba-laba ataupun bekuan yang menunjukkan tingginya kadar fibrinogen.
Kadar glukosa: biasanya menurun (liquor cerebrospinalis dikenal sebagai hipoglikorazia. Adapun kadar glukosa normal pada liquor cerebrospinalis adalah ±60% dari kadar glukosa darah.
Kadar klorida normal pada stadium awal, kemudian menurun.
Pada pewarnaan Gram dan kultur liquor cerebrospinalis dapat ditemukan kuman. Untuk mendapatkan hasil positif, dianjurkan untuk melakukan pungsi lumbal selama 3 hari berturut-turut. Terapi dapat langsung diberikan tanpa menunggu hasil pemeriksaan pungsi lumbal kedua dan ketiga.
Dari pemeriksaan radiologi:
Foto toraks : dapat menunjukkan adanya gambaran tuberkulosis.
Pemeriksaan EEG (electroencephalography) menunjukkan kelainan kira-kira pada 80% kasus berupa kelainan difus atau fokal.
CT- scan kepala : dapat menentukan adanya dan luasnya kelainan di daerah basal, serta adanya dan luasnya hidrosefalus.
Gambaran dari pemeriksaan CT- scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala pada pasien meningitis tuberkulosis adalah normal pada awal penyakit. Seiring berkembangnya penyakit, gambaran yang sering ditemukan adalah enhancement di daerah basal, tampak hidrosefalus komunikans yang disertai dengan tanda-tanda edema otak atau iskemia fokal yang masih dini. Selain itu, dapat juga ditemukan tuberkuloma yang silent , biasanya di daerah korteks serebri atau talamus.
Pemeriksaan Penunjang Meningitis Tuberkulosis
Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain:
Darah lengkap
Uji tuberculin
Radiologi
Pungsi cairan otak dan tulang belakang / liquor cerebrospinalis (dengan cara pungsi lumbal Interpretasi Analisa Cairan Serebrospinal
Tes
Meningitis Bakterial
Meningitis Virus
Meningitis TBC
Tekanan LP
Meningkat
Biasanya normal
Bervariasi
Warna
Keruh
Jernih
Xanthochromia
Jumlah sel
> 1000/ml
< 100/ml
Bervariasi
Jenis sel
Predominan PMN
Predominan MN
Predominan MN
Protein
Sedikit meningkat
Normal/meningkat
Meningkat
Glukosa
Normal/menurun
Biasanya normal
Rendah
Etiologi
Meningitis Purulenta
Meningitis Serosa
(Meningitis bacterial)
(Meningitis aseptic)
Bakteri non spesifik:
Mycobacterium tuberculosa.
Diplococcus pneumoniae
Virus (herpes simplex dan herpes
(pneumokok), Neisseria meningitis
zoster), Toxoplasma gondhii dan
(meningokok), Streptococus
Ricketsia.
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa Gejala klinis
a.
dan pemeriksaan b. fisik
Bersifat akut, atau langsung
a.
Apatis
kronis
b. Refleks pupil lambat
Suhu tubuh tinggi, nyeri kepala
c.
Reflek tendon melemas
yang hebat yang menjalar ke
d.
Sering disertai kejang
tengkuk
e.
Pada pemeriksaan neurologik
c.
d.
e.
Nadi melambat yang kemudian
ditemukan tanda-tanda
cepat
perangsangan meningeal kaku
Kesadaran mulai menurun dari
kuduk (+) dan dapat ditemukan
delirium sampai ke koma
pula kelumpuhan saraf
Pada pemeriksaan neurologik
f.
Tanda kernig (+)
ditemukan tanda-tanda
g. Tanda brudzinski I dan II (+)
perangsangan meningealkaku kuduk (+)) dan dapat ditemukan pula kelumpuhan saraf f.
Tanda kernig (+)
g. Tanda brudzinski I dan II (+) Hasil lab
1. Jumlah PMN>MN (1000200ml) 2.
1. Jumlah MN>PMN (10-350ml) 2. Warna opalescent jernih/tidak
Warna opalescent keruh/kekuningan
keruh 3. Kadar glukosa (<50mg/dl)
3. Kadar glukosa (<70mg/dl)
4. Kadar klorida (<500mg/dl)
4. Kadar klorida (<650mg/dl)
5. Pada meningitis TB: LED meningkat
Pemeriksaan penunjang
Analisis CSS dari fungsi lumbal :
Analisis CSS dari fungsi lumbal :
tekanan meningkat, cairan
tekanan bervariasi, cairan CSS
keruh/berkabut, jumlah sel darah
biasanya jernih, sel darah putih
putih dan protein meningkat
meningkat, glukosa dan protein
glukosa meningkat, kultur
biasanya normal, kultur biasanya
positip terhadap beberapa jenis
negatif, kultur virus biasanya
bakteri
dengan prosedur khusus
LDH serum : meningkat
Leukosit: peningkatan neutrophil
2.2.7. TATALAKSANA
Pengobatan meningitis tuberkulosis harus tepat dan adekuat, termasuk kemoterapi yang sesuai, koreksi gangguan cairan dan elektrolit, dan penurunan tekanan intrakranial. Terapi harus segera diberikan tanpa ditunda bila ada kecurigaan klinis ke arah meningitis tuberkulosis. Terapi diberikan sesuai dengan konsep baku tuberkulosis yakni:
Fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol. Terapi dilanjutkan dengan 2 obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid dan rifampisin hingga 12 bulan.
Terapi untuk meningitis terbagi menjadi terapi umum dan terapi khusus, yaitu:
Terapi Umum
Istirahat mutlak, bila perlu diberikan perawatan intensif
Pemberian gizi tinggi kalori tinggi protein
Posisi penderita dijaga agar tidak terjadi dekubitus.
Keseimbangan cairan tubuh
Perawatan kandung kemih dan defekasi
Mengatasi gejala demam, kejang.
Terapi Khusus a. Penatalaksanaan meningitis serosa meliputi: Obat Anti Tuberkulosis
Rejimen terapi : 2RHZE - 7RH
Untuk 2 bulan pertama.
INH
: 1 x 400 mg/hari, oral
Rifampisin
: 1 x 600 mg/hari, oral
Pirazinamid
: 15-30 mg/kgBB/hari, oral
Etambutol
:15-20 mg/kgBB/hari, oral
Untuk 7-12 bulan selanjutnya.
INH
: 1 x 400 mg/hari, oral
Rifampisin
: 1 x 600 mg/hari, oral
Steroid
Steroid diberikan untuk :
Menghambat reaksi inflamasi
Mencegah komplikasi infeksi
Menurunkan edem cerebri
Mencegah perlengketan arachnoid dan otak
Mencegah arteritis/ infark otak
Indikasi :
Kesadaran menurun
Defisit neurologi fokal
Dosis : Dosis Dexametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4-5 mg intravena selama 2-3 minggu, selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan. Bukti klinis mendukung penggunaan steroid pada meningitis tuberkulosis sebagai terapi ajuvan. Penggunaan steroid selain sebagai anti inflamasi, juga dapat menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati edema otak. Steroid yang dipakai adalah prednison dengan dosis 1-2 mg / kgBB / hari selama 4-6 minggu, setelah itu dilakukan penurunan dosis secara bertahap (tappering off) selama 4-6 minggu sesuai dengan lamanya pemberian regimen.
b. Penatalaksanaan meningitis Purulenta
Pemberian antibiotika harus cepat dan tepat sesuai dengan bakteri penyebabnya dan dalam dosis yang cukup tinggi. Sambil menunggu hasil biakan sebaiknya diberikan antibiotika dengan spektrum luas. Antibiotika diberikan selama 10-14 hari atau sekurang-kurangnya 7 hari setelah bebas demam.
Penisilin G dosis 1-2 juta unit setiap 2 jam untuk infeksi Pneumococcus, Streptococcus, Meningiococcus.
Kloramphenicol dosis 4 x 1 g/hari atau ampisilin 4 x 3 g/hari untuk infeksi Haemophilus.
Gentamisin untuk infeksi E.coli. Klebsiella, Proteus, dan kumankuman gram negatif.
2.2.8. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling menonjol dari meningitis tuberkulosis adalah gejala sisa neurologis (sekuele). Sekuele terbanyak adalah paresis spastik, kejang, paraplegia, dan gangguan sensori ekstremitas. Sekuele minor dapat
berupa kelainan saraf otak, nistagmus, ataksia, gangguan ringan pada koordinasi, dan spastisitas. Komplikasi pada mata dapat berupa atrofi optik dan kebutaan. Gangguan pendengaran dan keseimbangan disebabkan oleh obat streptomisin atau oleh penyakitnya sendiri. Gangguan intelektual terjadi pada kira-kira 2/3 pasien yang hidup. Pada pasien ini biasanya mempunyai kelainan EEG yang berhubungan dengan kelainan neurologis menetap seperti kejang dan mental subnormal. Kalsifikasi intrakranial terjadi pada kira-kira 1/3 pasien yang sembuh. Seperlima pasien yang sembuh mempunyai kelainan kelenjar pituitari dan hipotalamus, dan akan terjadi prekoks seksual, hiperprolaktinemia, dan defisiensi ADH, hormon pertumbuhan, kortikotropin dan gonadotropin.
2.2.9. PROGNOSIS
Prognosis meningitis tuberkulosis lebih baik sekiranya didiagnosa dan diterapi seawal mungkin. Sekitar 15% penderita meningitis nonmeningococcal akan dijumpai gejala sisanya. Secara umumnya, penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat motorik atau mental atau meninggal tergantung :
Umur penderita.
Jenis kuman penyebab
Berat ringan infeksi
Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
Kepekaan kuman terhadap antibiotik yang diberikan
Adanya dan penanganan penyakit.
Prognosis yang buruk terjadi pada bayi, lanjut usia, pasien malnutrisi, dan pasien dengan penyakit yang menular atau dengan peningkatan tekanan intrakranial.
BAB III
PEMBAHASAN 1.
Mengapa pasien ini di diagnosis dengan meningitis serosa tuberkulosis?
Pada kasus ini Pasien laki-laki usia 30 tahun datang dengan keluhan utama nyeri kepala sejak 3 minggu smrs. Demam (+) naik turun. 2 minggu smrs pasien mengalami penurunan kesadaran, muntah menyemprot (+), kejang (+), demam (+). Terdapat hemiparese dextra sejak 1 minggu smrs.Penegakan diagnosis meningitis secara pasti harus dilakukan lumbal pungsi untuk menentukan etiologi dari meningitis tersebut. Trias klasik gejala klinis meningitis adalah demam, penurunan kesadaran dan kaku kuduk. Klasifikasi meningitis dibagi berdasarkan analisa cairan LCS yaitu serosa dan purulen. Meningitis serosa salah satunya disebabkan oleh kuman TB. Menurut Harsono, meningitis serosa dan purulenta dapat dibedakan menjadi :
Etiologi
Meningitis Purulenta
Meningitis Serosa
(Meningitis bacterial)
(Meningitis aseptic)
Bakteri non spesifik:
Mycobacterium tuberculosa.
Diplococcus pneumoniae
Virus (herpes simplex dan herpes
(pneumokok), Neisseria meningitis
zoster), Toxoplasma gondhii dan
(meningokok), Streptococus
Ricketsia.
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa Gejala klinis dan pemeriksaan fisik
a.
Bersifat akut, atau langsung
a.
kronis
b. Refleks pupil lambat
b. Suhu tubuh tinggi, nyeri
c.
Apatis
Reflek tendon melemas
kepala yang hebat yang
d. Sering disertai kejang
menjalar ke tengkuk
e.
Pada pemeriksaan neurologik
c. Nadi melambat yang kemudian
ditemukan tanda-tanda
cepat
perangsangan meningeal kaku
d. Kesadaran mulai menurun dari
kuduk (+) dan dapat ditemukan
delirium sampai ke koma e.
pula kelumpuhan saraf
Pada pemeriksaan neurologik
f.
Tanda kernig (+)
ditemukan tanda-tanda
g. Tanda brudzinski I dan II (+)
perangsangan meningeal kaku kuduk (+) dan dapat ditemukan pula kelumpuhan saraf f.
Tanda kernig (+)
g. Tanda brudzinski I dan II (+)
Sedangkan, klasifikasi meningitis tuberculosa menurut Medical Research Council of Great Britain: -
Stadium I : Penderita dengan sedikit atau tanpa gejala klinik meningitis. Tidak didapatkan kelumpuhan dan sadar penuh. Penderita tampak tak sehat, suhu subfebris, nyeri kepala.
-
Stadium II : Selain gejala diatas bisa didapat gejala defisit neurologi fokal.
-
Stadium III : Gejala diatas disertai penurunan kesadaran (sopor hingga koma) dan kejang. Pada pasien ini memiliki gejala penurunan kesadaran, demam, kaku kuduk (+),
brudzinski I (+), riwayat batuk-batuk lama, keringat malam, penurunan berat badan,
kejang, kesan hemiparesis sinistra, sehingga jika dikaitkan dengan keadaan pasien saat ini pasien mungkin tergolong meningitis serosa akibat kuman TB stadi um II.
2.
Apa penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien ?
Pada kasus ini pengobatan yang diberikan sudah sesuai. Pengobatan meningitis disesuaikan dengan etiologi yang mendasari radang pada selaput otaknya. Pada pasien ini kemungkinan besar akibat infeksi kuman TB, sehingga pemberian antibiotik sudah tepat, yaitu dengan pemberian regimen TB sesuai dengan keluhan meningitis. Selain antibiotik pemberian obat-obat simptomatik juga diperlukan serta kebutuhan cairan nutrisi dan oksigenasi pada pasien ini juga harus diperhatikan.
3.
Bagaimana prognosis dari pasien ini ?
Pada meningitis tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada umumnya tinggi. Prognosis Meningitis TB dipengaruhi oleh stadium dan kondisi saat penderita mencari pertolongan untuk pengobatan, semakin dini stadium maka semakin baik prognosisnya. Umur penderita juga mempengaruhi prognosis. Anak dibawah 3 tahun dan dewasa diatas 40 tahun mempunyai prognosis yang jelek. Pada pasien ini prognosisnya kemungkinan mengarah ke arah perburukan dikarenakan dilihat dari umur pasien yaitu 42 tahun dengan stadium III dan perkembangan pasien setiap hari, pasien mengalami penurunan kesadaran dari hari ke hari disertai dengan kesan hemiparesis sinistra.