Case Report KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 4 FEBRUARI 2013 – 30 MARET 2013 RUMAH SAKIT TEBET JAKARTA
Oleh: Mira Arlita Rahmawati 0761050077
IDENTITAS Nama
: Ny. Ny. Y. Y. W
Usia
: 53 tahun
Tempat/T empat/Tanggal anggal Lahir
: Semarang / 20 November 1958
Status Perkawinan
: Menikah
Pekerjaan Pekerj aan
: Ibu Rumah Tangga
Alamat
: Jl. Benda I No. 10, RT 10 RW 04, Pulo, Keb. Baru, Jakarta Selatan
Jenis Kelamin
: Wanita
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Tanggal Masuk
: 13 Februari 2013
ANAMNESIS Diambil
Tanggal Jam Keluhan
dari
: Autoanamnesis : 17 Februari Februar i 2013
: 08.00 WIB Utama: BAB cair ± 6 kali sejak 3 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan BAB cair kurang lebih 6 kali sejak 3 hari SMRS. BAB hanya cair tidak ada ampas, berlendir, berlendir, ada darah, volume BAB ± 25 cc – 50 cc. Mulas dirasakan saat sebelum dan setelah BAB, Nyeri perut (+), nyeri pada dubur (-). Demam (+) sejak 3 hari SMRS, suhu dirasakan sumeng-sumeng, demam tidak dirasakan naik turun. Mual (-), muntah (-).
Awalnya pasien mengaku 2 hari sebelumnya pasien makan rujak yang dibeli diluar, lalu pada keesokan harinya pasien memakan bubur ayam yang dibeli dari luar. Pasien juga sempat memakan bubur ayam lagi pada hari minggunya. Dan mulai pada sore harinya pasien merasa mulas dan BAB berbentuk cair yang berlendir dan berdarah. Pasien merasa lemas.
Skala Waktu (Time Line )
Sabtu pagi, makan bubur ayam
Jumat sore, makan rujak
Minggu sore, BAB cair, lendir (+), darah (+)
Minggu pagi, makan bubur ayam
13/02/13 ke UGD RS Tebet
Riwayat Penyakit Dahulu (-) Cacar Air
(-) Disentri
(-) Hernia
(-) Difteri
(-) Hepatitis
(-) Wasir
(-) Batuk Rejan
(-) Titus Abdominalis
(-) Diabetes
(-) Campak
(-) Skrofhia
(-) Alergi
(-) Influenza
(-) Sifilis
(-) Tumor
(-) Tonsilitis
(-) Gonore
(-) Khorea
(+) Hipertensi ±5 thn
(-) Penyakit Pembuluh
(-) Demam Rematik Akut
(-) Perdarahan Otak
(-) Ulkus Ventrikuli
(-) Psikosis
(-) Pneumonis
(-) Ulkus Duodeni
(-) Neurosis
(-) Pleuritis
(+) Gastritis
(-) Operasi
(-) Tuberkulosis
(-) Batu Empedu
(-) Kecelakaan
(-) Malaria
(-) Batu Ginjal
Riwayat Penyakit Keluarga Hubungan
Umur (tahun)
Jenis Kelamin
Keadaan Kesehatan
Penyebab Meninggal
Kakek
sudah meninggal Tidak diketahui
Nenek
sudah meninggal Tidak diketahui
Ayah Ibu
Laki-laki Perempuan
Hipertensi
Sakit
Sakit
Adakah Kerabat yang Menderita? Penyakit
Ya
Tidak
Alergi
√
Asma
√
Tuberkulosis
√
Artritis
√
Rematisme
√
Hipertensi
√
Hubungan
Hipertensi
Jantung
√
Ginjal
√
Lambung
√
Diabetes
√
Kanker
√
Vertigo
√
Riwayat Kebiasaan Pribadi Kebiasaan merokok dan minum alkohol disangkal. Olahraga tidak terlalu sering.
Anamnesis Sistem (-) Bisul
(-) Rambut
(-) Keringat malam
(-) Kuku
(-) Kuning/ikterus
(-) Sianosis (+) lemas
Kepala (-) Trauma (-) Sinkop Mata (-) Nyeri (-) Sekret (-) Kuning /Ikterus Telinga (-) Nyeri (-) Sekret (-) Tinitus Hidung (-) Trauma (-) Nyeri (-) Sekret (-) Epistaksis Mulut (-) Bibir (-) Gusi (-) Selaput
(-) Sakit kepala (-) Nyeri pada sinus (-) Radang (-) Gangguan penglihatan (-) Ketajaman penglihatan
(-) Gangguan pendengaran (-) Kehilangan pendengaran
(-) Gejala penyumbatan (-) Gangguan penciuman (-) Pilek
(-) Lidah (-) Gangguan pengecap (-) Stomatitis
Tenggorokan: (-) Nyeri ketukan Leher: (-) Benjolan Dada: Jantung/Paru-paru (-) Nyeri dada (-) Serangan asma (-) Ortopnoe Abdomen: Lambung/Usus (-) Rasa kembung (-) Mual (-) Muntah (-) Muntah darah (-) Sukar menelan (+) Nyeri perut, kolik (-) Perut membesar Saluran Kemih/Alat Kelamin: (-) Disuria (-) Stranguri (-) Poliuria (-) Polakisuria (-) Hematuria (-) Kencing batu (-) Ngompol (tidak disadari)
(-) Perubahan suara (-) Nyeri leher (-) Sesak napas (-) Batuk darah (-) Batuk (-) Wasir (+) Mencret (+) Tinja darah (-) Tinja berwarna dempul (-) Tinja berwarna teh (-) Benjolan
(-) Kencing nanah (-) Kolik (-) Oliguria (-) Anuria (-) Retensi urin (-) Kencing menetes
Saraf dan Otot (-) Anastesi (-) Parastesi (-) Otot lemah (-) Tidak sadar (-) Kejang (-) Afasia (-) Amnesia Ekstremitas: (-) Bengkak (-) Nyeri sensi
(-) Sukar mengingat (-) Ataksia (-) Hipo/Hiper-thesi (-) Pingsan (-) Kedutan (-) Vertigo (-) Gangguan bicara (disartri) (-) Deformitas (-) Sianosis
Berat badan Berat badan rata-rata (kg): 54 kg Berat tertinggi (kg): 57 kg
Berat badan sekarang: 54 kg Tinggi Badan : 155 cm IMT: 22,48 kg/m2 (Normal) BBI: 49,5 kg
Pendidikan ( ) SD ( ) SLTP ) Akademik (√ ) S1
( ) SLTA ( ) Kursus
( ) Sekolah Kujuruan ( ) Tidak sekolah
Kesulitan Keuangan
: Tidak ada
Pekerjaan
: Tidak ada
Keluarga
: Tidak ada
Riwayat Olahraga
Jenis olahraga
: Jalan kaki, berenang
Waktu
: pagi / sore
Setiap kali
: kurang lebih 3 x seminggu
(
Riwayat Hidup Riwayat Kelahiran Tempat/ tanggal lahir: Semarang, 20 November1958 Tempat Lahir : ( ) Di rumah Bersalin
(√) Rumah Bersalin (√) Bidan
Ditolong oleh : ( ) Dokter ( ) dan lain-lain
( ) RS
( ) Dukun
Riwayat Imunisasi
(√ ) Hepatitis (√ ) BCG (√ ) Tetanus
(√ ) Campak
(√ ) DPT
(√ ) Polio
Riwayat Makanan
Frekuensi/hari
: 1-3 x / Hari
Variasi/hari susu (-)
: nasi, tempe, ikan asin, telur, ayam, sayur, buah,
Nafsu makan
Baik
II. Pemeriksaan Jasmani Pemeriksaan Umum
Tinggi Badan
: 155 cm
Berat Badan
: 54 kg
Tekanan Darah
: 130/80 mmHg
Nadi
: 80 kali/menit
Suhu
: 36,4 ºC
Pernafasan
: 20 kali/menit
Keadaan Gizi
: Cukup
Kesadaran
: Compos Mentis
Sianosis
: Tidak ada
Udema Umum
BBI
IMT
: Tidak ada
: 49,5 kg : 22,48 (Normal) Kulit
Aspek Kejiwaan
Warna
: Sawo matang : Lembab
Tingkah Laku
: Tenang
Lembab/kering
Alam Perasaan
: Biasa
Pertumbuhan rambut
Proses Pikir
: Wajar
Effloresensi
: Merata Tidak ada
Kelenjar Getah Bening Submandibula
: tidak teraba membesar
Leher
: tidak teraba membesar
Supraklavikula
: tidak teraba membesar
Ketiak
: tidak teraba membesar
Lipat paha
: tidak teraba membesar
Kepala Ekspresi Wajah
: baik
Simetris Muka
Rambut teraba
: tidak mudah dicabut
: simetris
Pembuluh Darah Temporal :
Mata Eksoftalmus tidak ada Kelopak
: tidak ada : baik
Konjungtiva Sklera
Enoftalmus
Lensa
: tidak keruh
: tidak anemis : tidak ada ikterik
Lapangan Penglihatan : luas Deviatio Konjungasi
: tidak ada
Visus
Gerakan mata
: tidak ada
: baik
: ke segala arah
Tekanan bola mata : baik Nystagmus
Telinga Tuli
:
Selaput Pendengaran: intak
: tidak ada
Hidung Bagian Luar
: baik
Selaput lendir
: tidak ada
Septum
: tidak ada deviasi
Penyumbatan
: tidak ada
Sekret ada
: tidak ada
Deformitas
Perdarahan
: tidak
: tidak ada
Mulut Bibir
: baik
Tonsil: T1/T1 tidak hiperemis
Langit-langit
: intak
Bau pernafasan
Gigi-geligi
: baik
Faring
: baik
Lidah
: baik
: tidak berbau
Trismus
: baik
Selaput lendir
: baik
Leher Kelenjar Gondok
: tidak membesar
Kaku Kuduk : tidak ada : 5 – 3 cm Tumor
Trakea
: baik Tekanan v.jugularis
: tidak ada
Dada Bentuk
: laterolateral lebih besar dari anterior posterior
Paru-Paru Depan Inspeksi Palpasi kanan dan kiri
Belakang
Kiri
:
gerakan dinding dada simetris
Kanan
:
gerakan dinding dada simetris
Kiri
: gerakan dinding dada simetris, vocal fremitus sama
Kanan
: gerakan dinding dada simetris, vocal fremitus sama
Kiri
:
sonor kanan dan kiri
Kanan
:
sonor kanan dan kiri
kanan dan kiri Perkusi Auskultasi wheezing -/-
Kiri
Kanan
:
:
bunyi nafas dasar vesikuler, rales -/-,
bunyi nafas dasar vesikuler, rales -/-, wheezing -/-
Jantung Inspeksi
: iktus kordis tidak terlihat
Palpasi
: iktus kordis teraba ICS 6 midklavikula sinistra
Perkusi midklavikula
: batas jantung kanan ICS 5 garis parasternal, jantung kiri ICS 6 garis
Auskultasi
: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pembuluh Darah Arteri Temporalis
: pulsasi teraba
Arteri Kartolis
: pulsasi teraba
Perut
Inspeksi
: datar
Auskultasi
: BU +
Palpasi
: supel, nyeri tekan (-)
-Hati
: tidak teraba membesar
-Limpa
: tidak teraba membesar
-Ginjal
: nyeri ketok CVA -/- , Ballotement -/-
Perkusi
: timpani
Refleks dinding perut
: baik
Alat Kelamin (tidak dilakukan pemeriksaan) Anggota Gerak Lengan
Otot normotonus
Kanan Tonus
Inflamasi ada
Kiri normotonus
tidak ada
tidak
Tungkai dan Kaki Luka
: tidak ada
Varises : tidak ada Otot
: eutrofi
Sendi
: baik
Gerakan : baik Kekuatan
: 5555/5555
Edema : tidak ada Refleks
Kanan
Kiri
Bisep
+
+
Trisep
+
+
Patela
+
+
Achiles
+
+
-
-
Refleks Patologis
Ringkasan Pasien adalah seorang wanita berumur 53 tahun. Datang dengan keluhan BAB cair lebih dari 6 kali sejak 3 hari SMRS. BAB cair berlendir, ada darah, volume BAB ± 25 cc – 50 cc , BAB air saja tidak ada ampas, mulas dirasakan sebelum dan saat BAB, terdapat nyeri perut. Keluhan tambahannya adalah demam yang dirasakan sumeng-sumeng ± 3 hari SMRS. Mual (-), muntah (-). BAK tidak ada kelainan. Anamnesis Sistem: lemas, nyeri perut kolik, mencret, tinja berdarah Pemeriksaan Jasmani: Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi: 80 kali/menit, RR: 20x/mnt,
Hasil Laboratorium (13 Februari 2013) JENIS PEMERIKSAAN
Hasil
Satuan
Nilai Normal
HEMATOLOGI Hemoglobin
13,05
g/dL
11,7 – 15,7
Eritrosit
4,73
juta/uL
3,8 – 5,2
Leukosit
8,03
ribu/uL
3,8 – 11
Basofil
0
%
0 – 1
Eosinofil
5
%
2 – 4
Batang
0
%
3 – 5
Segmen
56
%
50 – 70
Limfosit
29
%
25 – 40
Monosit
13
%
2 – 8
Hematokrit
40,1
%
40 – 52
MCV
84,8
fL
80 – 100
MCH
28,5
pg
26 – 34
MCHC
33,7
%
32 – 36
Trombosit
259,0
ribu/uL
150 – 440
Laju Endap Darah
40
mm/jam
< 20
Natrium
144,9
mmol/L
135 - 145
Kalium
3,29
mmol/L
3,5 5
ELEKTROLIT
Hasil Laboratorium JENIS PEMERIKSAAN
Hasil
Satuan
Nilai Normal
Clorida
108,0
mmol/L
97 - 110
Glukosa Darah Sewaktu
86
Mg / dl
<200
Reduksi
Negatif
KIMIA KLINIK DIABETES
Negatif
FUNGSI HATI SGOT
24
U/L
< 31
SGPT
20
U/L
< 31
BUN
9, 93
Mg/dl
6 – 20
Kreatinin
0,80
Mg/dl
0,60 – 1,13
Asam urat
5,76
Mg/dl
2,6 – 6,0
FUNGSI GINJAL
URINE URINE ANALISYS Warna
Kuning
Kuning
Hasil Laboratorium JENIS PEMERIKSAAN
Hasil
Satuan
Kejernihan
Agak Keruh
Jernih
PH
6,00
4,5 – 8,0
Berat Jenis
1,025
1,005 – 1,025
Protein
Positif 1
Negatif
Reduksi
Negatif
Negatif
Bilirubin
Negatif
Negatif
Urobilinogen
0,2
Keton
Trace
Negatif
Blood
Trace
Negatif
Leukosit
Negatif
Nitrit
Positif
UE
/lpb
Nilai Normal
< 0,2
0 – 5 Negatif
MIKROSKOPIS URINE Leukosit
1-2
/lpb
0 – 5
Eritrosit
3-4
/lpb
0 – 3
Silinder
0
/lpb
Sel Epitel
2-3
/lpk
Bakteri
Positif
Kristal
Negatif
Jamur
Negatif
5 – 15 Negatif
/lpb
Negatif Negatif
Hasil Laboratorium ( 14 Februari 2013) JENIS PEMERIKSAAN
Hasil
Satuan
Nilai Normal
FESES FAECES RUTIN Makroskopis Feses Warna
coklat
Coklat
Konsistensi
Lembek
Lembek
Lendir
Positif
Negatif
Darah
Negatif
Negatif
Mikroskopis Feses Lekosit
100
/lpb
Eritrosit
2 – 3
/lpb
Epitel
4 – 5
Amoeba
Negatif
Sisa makanan
Negatif
Telur Cacing
Negatif
Negatif
Jamur
Positif
Negatif
E. Coli Trofozoit
Negatif
Negatif
E. Histolitika Trofozoit
Negatif
Negatif
Serat Tumbuhan
Negatif
Negatif
Negatif
Hasil Laboratorium JENIS PEMERIKSAAN
Hasil
Satuan
Nilai Normal
E. Coli kista
negatif
Negatif
E. Histolitika kista
Negatif
Negatif
Serat otot
Negatif
Negatif
Gram positif coccus
Negatif
Negatif
Gram negatif basil
Positif
Negatif
Pewarnaan gram
Metilen blue Leukosit
100
/lpb
DARAH SAMAR FAECES Transferin
Positif
Negatif
HEMOSTASIS Lama pendarahan/BT
2,14
Menit
<5
Lama Pembekuan/CT
9,28
Menit
8- 15
Protrombin Time
15,90
detik
10,8 – 14,4
1,32 Protrombin Time control
15,20
control
1,24
DIAGNOSA 1.
Sindroma disentri - amebiasis - shigellosis Dd/ Kolitis ulserosa Crohn kolitis Divertikulitis colon Salmonelosis Kolitis invective e.c E.coli; salmonela.
2. HT stage II
Rencana pemeriksaan
Lab : DPL, Faeces Rutin, elektrolit, Masa perdarahan Kolonoskopi
Anjuran pengobatan
Diet lunak, tidak merangsang
IVFD: RL/ 8 jam
MM/ metronidazol 3 x 750 mg cefotaxim 3 x 1 g sulfasalaazine 3 x 500 mg amlodipin 1 x 5 mg valsartan 1 x 80 mg new diatab 3 x 1 paracetamol 3 x 1 (k/p)
Rontgen Thorax
Expertise Kedua
sinus, diafragma baik.
Mediastinum Cor
superior tak melebar.
: CTR < 50 %, aorta baik.
Pulmo
: Corakan Bronchovasculer kasar.
Bercak infiltrat paracardial kanan dan curiga infiltrat apex pulmo bilateral. Kedua hilus tidak prominent.
Soft Tissue dan Tulang-tulang baik.
Kesan : Cor besar dalam batas normal, aorta baik. Pulmo : Susp TB dupleks.
Kolonoskopi
Kolonoskopi
Follow Up (18/02/13) S ) mencret (-), demam (-) O) KU
: TSR
Kes
: Composmentis
TD
: 130/80 mmHg
Nadi Suhu Mata ikterik Leher
: 80 x/menit : 36.7⁰C : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak : KGB tidak teraba membesar
Thorax : Inspeksi
: Pergerakan dinding dada simetris
Palpasi
: Vocal Fremitus kanan=kiri
Perkusi
: Sonor kanan = kiri
Auskultasi
: BND vesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi
: Perut tampak datar
Palpasi : Supel, Hepar/Lien tidak teraba membesar, nyeri tekan epigastrium Perkusi
: Timpani, nyeri ketok -, nyeri ketok CVA -/-
Auskultasi : BU + 3x/menit (normoaktif)
HASIL KOLONOSKOPI
Scope bisa masuk sampai flexura hepatica, penderita kesakitan sewaktu scope didorong masuk. Terlihat adanya hyperemia, erosi, dan ulcerasi pada daerah recto sigmoid dan colon desendens. Sepanjang mukosa kolon terlihat adanya erosi dan hiperemia, juga haemorrhoid interna. Dilakukan biopsi pada daerah colon desendens, recto sigmoid. Kesimpulan : colitis infektif ? DD/ Disentri amuba ? Haemorrhoid interna
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Sindroma disentri terdiri dari gejala: diare, tinja mengandung lendir dan darah, perut mulas dan melilit pada saat mau dan sesudah berak (tenesmus). Keluhan-keluhan ini adalah akibat peradangan ulseratif pada daerah kolon.
Penyebab Dibedakan 2 jenis - Disentri basiler (Shigella dysentriae): - Disentri ameba (Entamoeba histolytica).
Shigellosis Peradangan colon (colitis) karena infeksi shigella disebut juga disentri basiler.
Etiologi - Kuman shigellae, ramping, gram negatif, tidak
bergerak - Terdapat 4 macam : S. dysenteriae, flexneri,
boydii dan sonnei - Sifat :
Menyerang epitel usus. Mengeluarkan toksin yg sitotoksik
Epidemiologi
140 juta orang /tahun, 600.000 meninggal terutama pada daerah berkembang. Penderita yang terbanyak adalah anak-anak. Penularan : fekal-oral, pencemaran makanan, air minum dan bekas muntahan penderita. Pada lingkungan asrama, rumah jompo, kapal pesiar, homoseksual fekal-oral.
Patogenesis
Kuman menginvasi epitel mukosa kolon berkembangbiak di dalamnya perluasan invasi kuman ke sel eksudat berisi enterosit yang rusak, neutrofil dan eritrosit mukosa rusak, lamina (tunica ) propria edema dan perdarahan disertai infiltrasi lekosit kerusakan arsitektur jaringan dan ulserasi mukosa Proses terjadi pada kolon distal, namun dapat menjalar ke proksimal mencapai ileum.
Gejala Klinis - Masa inkubasi 1- 4 hari - Kuman 10 menyebabkan penyakit. - Demam 40 - 41oC - Diare 20-40 x sehari - Tinja keluar sedikit, lendir, darah dan nanah. - Perut nyeri. - Mules (tenesmus) - Prolapsus anus. - Endoskopi ulserasi + perdarahan mukosa
Komplikasi ekstra intestinal pasien yang kurang gizi :
terutama
pada
1. Sepsis 2. Sindrom hemolitik ureumia gejala - Anemia, Hematokrit menurun, trombositopeni <30.000 /mm3 - Oliguri - Anuria, gagal ginjal - Gagal jantung - Hiponatremia dan hipoglikemi - Gangguan sistem saraf pusat : kejang, kesadaran
Pemeriksaan mikroskop elektron dr ginjal komplek imun, deposit fibrin trombosit, lesi pada sel endotel kapiler, nekrosis dari tubulus dan glumerulus. 3. Reaksi leukomoid dari (S.dysentrie 1) terdapat meningkat >50.000 mm 3
disentri Shiga netrofil yang
Diagnosis
•Px darah lengkap perifer menunjukkan : lekositosis •Px tinja dg metilen biru menunjukkan banyak neutrofil.
•Kultur feses uji resistensi dl media Salmonella - Shigella (SS) agar ,atau xylose-lysinedeoxycholate XLD agar
Diferensial diagnosis :
Desentri ameba
Colitis ulserosa
Penyakit Cröhn.
Terapi
Oralit Kotrimoksasol (Trimethoprim + Sulfamethoxazole ) 2 x 1 gr/h, 5 hari. Quinolon (tidak dianjurkan pada anak < 17 tahun karena khawatir kerusakan tulang rawan)
Norfloksasin 2 x 400 gr,5 hari
Ciprofloxacin 2 x 500 mg, hari
Kloramfenikol 4 x 500 mg, 5 hari.
Ampisilin 4 x 5 mg, 5 hari
Pencegahan
Perbaiki higiene lingkungan dan pribadi
Pakaian pasien harus direbus
Tinja harus dibuang ketempat khusus.
Setiap selesai menolong orang sakit perawat dan dokter harus cuci tangan. Bersihkan stetoscope dan alat-alat lain sehabis dipergunakan untuk memeriksa penderita disentri.
Amebiasis
Pendahuluan
Amebiasis (disentri ameba, enteritis ameba, kolitis ameba) adalah penyakit infeksi usus besar yang disebabkan oleh parasit usus Entamoeba histolytica. Penyakit ini tersebar hampir di seluruh dunia terutama di negara sedang berkembang yang berada di daerah tropis. Hal ini disebabkan karena faktor kepadatan penduduk, higiene individu, dan sanitasi lingkungan hidup serta kondisi sosial ekonomi dan kultural yang menunjang.
Epidemiologi
Penyakit ini ditularkan secara fekal oral baik secara langsung (melalui tangan) maupun tidak langsung (melalui air minum atau makanan yang tercemar).
Sebagai sumber penularan adalah tinja yang mengandung kista amuba yang berasal dari carrier (cyst passer).
Di Indonesia, laporan mengenai insidens amebiasis sampai saat ini masih belum ada.
Tetapi, berdasarkan laporan mengenai abses hati ameba pada beberapa rumah sakit tinggi, dapat diperkirakan insidensnya cukup tinggi.
Penularan dapat terjadi lewat beberapa cara, misalnya: pencemaran air minum, pupuk kotoran manusia, juru masak, vektor lalat dan kecoa, serta kontak langsung seksual oral-anal pada homoseksual.
Sekitar 10% populasi hidup terinfeksi entamoeba, kebanyakan oleh entamoeba dispar (E.dispar) yang non infeksius.
Persamaan dan Perbedaan Sifat E.histolytica dan E.dispar
Persamaan
Kedua spesies dibedakan lewat adanya infeksius kista (cyste). Kista dari kedua spesies tersebut secara morfologi sama (identik). Kedua spesies ini mengkolonisasi intestinal luar.
Perbedaan
Hanya E.histolytica yang dapat mengakibatkan penyakit. Hanya E.histolytica yang menunjukkan serologi ameba positif. Kedua spesies mempunyai perbedaan sekuensi mRNA. Kedua spesies mempunyai perbedaan antigen permukaan dengan masker isoantigen.
Etiologi
E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar manusia. Dapat berubah menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding usus sehingga menimbulkan ulserasi. Siklus hidup ameba ada 2 macam bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat bergerak dan bentuk kista. Bentuk trofozoit ada 2 macam, trofozoit komensal (<10 mm) dan trofozoit patogen (>10 mm).
Trofozoit komensal
Dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja. Pada pemeriksaan tinja dibawah mikroskop tampak trofozoit bergerak aktif dengan pseudopodinya dan dibatasi oleh ektoplasma yang terang seperti kaca. Didalamnya ada endoplasma yang berbentuk butirbutir kecil dan sebuah inti di dalamnya.
Trofozoit patogen
Dapat dijumpai di lumen dan dinding usus (intraintestinal) maupun di luar usus (ekstraintestinal), mengakibatkan gejala disentri. Diameternya lebih besar dari trofozoit komensal (sampai 50 mm) dan mengandung beberapa eritrosit di dalamnya, karena trofozoit ini sering menelan eritrosit (haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab terhadap timbulnya gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar tubuh manusia.
Bentuk kista ada 2 macam yaitu kista muda dan kista dewasa. Kista muda berinti satu mengandung satu gelembung glikogen dan badan-badan kromatoid yang berbentuk batang berujung tumpul. Kista dewasa berinti empat. Kista hanya terbentuk dan dijumpai di dalam lumen usus, tidak dapat terbentuk di luar tubuh dan tidak dapat dijumpai di dalam dinding usus atau di jaringan tubuh di luar usus.
Bentuk kista bertanggung jawab terhadap penularan penyakit, dapat hidup lama di luar tubuh manusia, tahan terhadap asam lambung, dan kadang klor standard di dalam sistem air minum.
Diduga faktor kekeringan akibat penyerapan air sepanjang usus besar, menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista.
Trophozoite of E.histolytica demonstrating a single nucleus with a central, dot like nucleolus (trichrome strain)
Cyst of E.histolytica showing three of the four nuclei
Patogenesis
Trofozoit mula-mula hidup sebagai komensal di dalam lumen usus besar, dapat berubah menjadi patogen, menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus. Faktor yang menyebabkan perubahan sifat trofozoit sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan (virulensi) ameba, maupun lingkungannya mempunyai peran. Faktor-faktor yang dapat menurunkan kerentanan tubuh misalnya kehamilan, kurang gizi, penyakit keganasan, obat-obat imunosupresif, dan kortikosteroid.
Ameba
yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus. Bentuk ulkus ameba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang minimal dan mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus yang terjadi dapat menimbulkan perdarahan dan apabila menembus lapisan muskular akan terjadi perforasi dan peritonitis.
Ulkus dapat terjadi di semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks, dan ileum terminalis. Infeksi kronik dapat menimbulkan reaksi terbentuknya massa jaringan granulasi yang disebut ameboma, yang sering terjadi di daerah sekum dan sigmoid. Dari ulkus di dalam dinding usus besar, ameba dapat mengadakan “metastasis” ke hati lewat cabang vena porta dan menimbulkan abses hati. Embolisasi lewat pembuluh darah atau pembuluh getah bening dapat pula terjadi ke paru, otak, atau limpa, dan menimbulkan abses di daerah tersebut,
E.Histolytica flask-shaped intestinal ulceration
Klasifikasi
Berdasarkan berat ringannya gejala yang ditimbulkan maka amebiasis dapat dibagi menjadi: Carrier (cyst passer). Amebiasis intestinal ringan (disentri ameba ringan). Amebiasis intestinal sedang (disentri ameba sedang). Disentri ameba berat. Disentri ameba kronik.
Manifestasi Klinis
Carrier (Cyst passer) Tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan karena ameba yang berada di dalam lumen usus besar, tidak mengadakan invasi ke dinding usus. Amebiasis Intestinal Ringan (Disentri Ameba Ringan) Timbulnya penyakit perlahan-lahan. Penderita biasanya mengeluh perut kembung, kadang-kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapat timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk dan kadang tinja bercampur darah dan lendir. Amebiasis Intestinal Sedang (Disentri Ameba Sedang) Keluhan dan gejala klinis lebih berat dibanding disentri ringan, tetapi pasien masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari, tinja disertai darah dan lendir. Pasien mengeluh perut kram, demam, dan lemah badan, disertai hepatomegali yang nyeri ringan.
Disentri Ameba Berat
Keluhan dan gejala klinis lebih hebat lagi. Penderita mengalami diare disertai darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi (40ºC – 40,5ºC) disertai mual dan anemia.
Disentri Ameba Kronik
Gejala menyerupai disentri ameba ringan, seranganserangan diare diselingi dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan berbulanbulan sampai bertahun-tahun. Pasien biasanya menunjukkan gejala neurostenia. Serangan diare biasanya terjadi karena kelelahan, demam atau makanan yang sukar dicerna.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan tinja : tinja berbau busuk, bercampur darah, dan lendir. Dilakukan pemeriksaan berulangulang minimal 3 kali seminggu dan sebaiknya dilakukan sebelum diberikan pengobatan. Di dalam tinja akan ditemukan bentuk trofozoit.
Pemeriksaan Penunjang
Proktoskopi, sigmoidoskopi, dan kolonoskopi berguna untuk membantu diagnosa penderita dengan gejala disentri, terutama apabila pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan ameba. Tampak ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Pemeriksaan mikroskopis bahan eksudat atau bahan biopsi jaringan usus akan ditemukan trofozoit. Foto rontgen kolon tidak banyak membantu, karena sering ulkus tidak tampak. Kadang pada amebiasis kronik, foto rontgen kolon dengan barium enema tampak ulkus disertai spasme otot.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan uji serologi
Digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati amebik dan epidemiologis. Uji serologi positif apabila ameba menembus jaringan (invasif). Uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri ameba dan negatif pada earner. Hasil uji serologi positif belum tentu menderita amebiasis aktif tetapi, bila hasil negatif pasti bukan amebiasis.
Komplikasi
Komplikasi Intestinal
Perdarahan usus. Terjadi apabila ameba mengadakan invasi ke dinding usus besar dan merusak pembuluh darah. Perforasi usus. Terjadi apabila abses menembus lapisan muskular dinding usus besar. Sering mengakibatkan peritonitis. Peritonitis terjadi akibat pecahnya abses hati ameba. Ameboma. Terjadi akibat infeksi kronis yang mengakibatkan reaksi terbentuknya massa jaringan granulasi. Biasa terjadi di daerah sekum dan rektosigmoid. Sering mengakibatkan ileus obstruktif. Intususepsi. Sering terjadi di daerah sekum (caecacolic).
Komplikasi
Komplikasi Ekstra Intestinal Amebiasis
Hati.
Di daerah tropis terutama di Asia Tenggara, insidensnya berkisar 5-40%. Lebih banyak pada laki-laki daripada wanita tersering pada usia 30-40 tahun. Abses dapat timbul beberapa minggu, bulan atau tahun sesudah infeksi ameba. Infeksi di hati terjadi akibat embolisasi ameba dan dinding usus besar lewat vena porta. Mula-mula terjadi “hepatitis ameba” yang merupakan stadium dini abses hati timbul nekrosis fokal kecil-kecil (mikro abses) bergabung menjadi satu, membentuk abses tungga yang besar. Abses hati ameba banyak terdapat di lobus kanan. Abses berisi “nanah” kental yang steril tidak berbau, berwarna
Pasien mengeluh nyeri di perut kanan atas, kalau berjalan posisinya membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Hati teraba di lengkung iga, nyeri tekan disertai demam tinggi yang bersifat intermitten atau remitten. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis moderat (15rb-25rb /mm³).
Komplikasi
Amebiasis pleuroplumonal. Terjadi akibat ekspansi langsung abses hati. Dapat timbul cairan pleura, atelektasis, pneumonia atau abses paru. Abses paru terjadi akibat ambolisasi ameba langsung dari dinding usus besar. Dapat terjadi hiliran (fistel) hepatobronkial, penderita batuk-batuk dengan sputum berwarna kecoklatan yang rasanya seperti hati. Abses otak, limpa, dan organ lain. Terjadi akibat embolisasi ameba langsung dan dinding usus besar maupun dari abses hati walaupun sangat jarang terjadi. Amebiasis kulit. Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus besar, dengan membentuk hiliran (fistel). Sering terjadi di daerah perianal atau di dinding
Pengobatan
“Carrier” Asimtomatik (luminal agents):
Iodoquinol (tablet 650 mg) dosis 650 mg tiga kali sehari selama 20 hari. Paromomycin (tablet 250 mg), dosis 500 mg tiga kali sehari selama 10 hari.
Kolitis Akut
Metronidazole (tablet 250 atau 500 mg), dosis 750 mg per oral atau intravena tiga kali sehari selama 5-10 kali ditambah dengan bahan luminal dengan dosis yang sama.
Abses
Hati Ameba
Metronidazole, dosis 750 mg per oral atau intravena tiga kali sehari selama 5-10 hari. Tinidazole dosis 2 g per oral. Omidazole, dosis 2 g per oral.