UVEITIS
Oleh : Ryan FarriedRamadhan 07120111 EllappaGhanthan R. 06120042
Pembimbing : dr.KemalaSayuti, Sp. M (K) dr. Sri Handayani M.P, Sp.M
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2012
I.
PENDAHULUAN
Banyak penyakit mata yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, salah satu yang akan kita temui itu adalah uveitis. kita akan bertanya- tanya : ―apa itu uveitis?‖ Untuk dapat mengerti dengan baik tentang uveitis, kami akan menjelaskan tentang definisi uveitis, anatomi faal mata dan pembahasan tentang penyakit uveitis itu sendiri. a. Definisi
4
Uveitis adalah peradangan yang terjadi pada jaringan uvea. Jaringan uvea merupakan suatu bagian dari anatomi mata yang akan dibahas berikut ini. b. Anatomi mata
2,4
Mata terdiri atas rongga orbita, bola mata, dan adneksa (yang terdiri dari kelopak mata dan sistem lakrimalis). 2,4
Bola mata
Bola mata terdiri atas ; dinding dan isi bola mata a. Dinding bola mata: Dinding bola mata terdiri atas sklera dan kornea. Bagian luar sklera dilapisi oleh satu lapisan tipis yang disebut kapsul Tenon, bagian belakangnya ditembusi oleh saraf kranial dan tempat ini disebut Lamina kribosa. Diantara kapsul tendon dan sklera terdapat episklera. Kornea terdiri dari 5 lapisan, yaitu :
1. Epitel, merupakan lapisa paling luar dan berbentuk epitel gepeng berlapis tanduk. Bagian terbesar ujung saraf berakir pada epitel ini. Setiap gangguan epitel akan memberikan gangguan sensibilitas kornea berupa rasa sakit atau mengganjal. Daya regenerasi epitel cukup besar sehingga apabila terjadi kerusakan akan diperbaiki beberapa hari tanpa membentuk jaringan parut. 2. Membran
Bowman,
terletak
dibawah
epitel
dan
berfungsi
mempertahankan bentuk kornea. Bila terjadi kerusakan akan terbentuk jaringan parut. parut. 3. Stroma, merupakan lapisan yang paling tebal, bersifat higroskopis yang menarik air dari bilik mata depan. Pengaturan kadar airnya diatur oleh pompa sel endotel. Jika fungsi ini terganggu maka akan terjadi kelebihan kadar air sehingga timbul edema kornea. 4. Membran Descment, merupakan lapisan pelindung terhadap infeksi dan masuknya pembuluh darah. 5. Endotel, berfungsi mempertahankan kejernihan kornea, mengatur cairan dalam stroma kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi sehingga bila terjadi kerusakan, endotel tidak akan normal lagi.
b. Isi bola mata
2,4
Isi bola mata terdiri atas: 1. Lensa, merupakan badan yang bening, bikonveks,difiksasi oleh zonula zinnii, dan pada orang dewasa terdiri dari nukleus dan korteks. Fungsi lensa adalah untuk membias cahaya agar difokuskan pada retina. 2. Uvea, merupan lapisan bagian dalam setelah sklera dan kapsul tendon, terdiri atas iris, badan siliar dan koroid.
Iris merupakan membran berwarna, berbentuk sirkular yang ditengahnya terdapat lubang yang dinamakan pupil. Berfungsi mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk ke dalam mata. Iris berpangkal pada badan siliar merupakan pemisah antara bilik mata depan dengan milik mata belakang. Jaringan otot iris tersusun longgar dengan otot polos berjalan melingkari pupil dan radial tegak lurus pupil. Iris menipis didekat perlengketannya di badan
siliar dan menebal dekat pupil. Pembuluh darah disekeliling pupil disebut sirkulus minor dan yang berada dekat badan siliar disebut sirkulus mayor. Iris dipersarafi oleh nervus nasosiliar cabang dari saraf kranial III yang bersifat simpatik untuk midriasis dan parasimpatik untuk miosis. Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai koroid terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliar. Otot siliar berfungsi untuk akomodasi. Fungsi prosesus siliar adalah memproduksi cairan mata- humor aquos.
Koroid adalah suatu membran yang berwarna coklat tua yang terletak antara sklera dan retina terbentang dari ora serata sampai papil saraf optik. Koroid kaya pembuluh darah dan berfungsi terutama memberi nutrisi kepada retina bagian luar.
3. Badan kaca, mengisi sebagian besar bola mata di belakang lensa, tidak berwarna, bening dan konsistensinya lunak. Bagian luar merupakan lapisan tipis. Struktur badan kaca tidak mempunyai pembuluh darah dan menerima nutrisinya dari jaringan sekitarnya : koroid, badan siliar dan retina. 4. Retina, adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas serabutserabut saraf optik letaknya antara kaca dan koroid. Retina mempunyai ketebalan sekitar 1 mm terdiri atas 10 lapisan : -
Membran limitan dalam
-
Lapisan serabut saraf
-
Lapisan sel ganglion
-
Lapisan pleksiform dalam
-
Lapisan nukleus dalam
-
Lapisan pleksiform luar
-
Lapisan nukleus luar
-
Membran limitan luar
-
Lapisan batang dan kerucut
-
Lapisan epitel pigmen
2,4
Adneksa
Terdiri atas kelopak mata dan sistem lakrimal.
Gambar b.1. traktus uvea (diambil dari www.atlas-of-ophthalmology.com)
b. Penyakit uveitis Banyak penyebabnya, dan dapat mengenai satu atau ketiga bagian secara bersamaan. Bentuk uveitis tersering adalah uveitis anterior akut ( iritis ). Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia pertengahan.
1
Pada kebanyakan kasus tidak
diketahui penyebabnya. Penyakit peradangan traktus uvealis ini digolongkan berdasarkan patologi, lokasi dan morfologinya, meskipun masih saling 1
tumpah tindih. Berdasarkan lokasinya, uveitis dibedakan atas uveitis anterior, intermediete, posterior dan difus. Uvetitis anterior (iritis)yang merupakan peradangan pada iris dan badan siliar
adalah
tipe
uveitis
yang
paling
sering
ditemukan.
1,2,3,5
Uveitis
intermedietmerupakan peradangan yang melibatkan badan siliar, badan vitreus dan retina.Sedangkan uveitis posterior adalahperadangan pada retina, koroid 5
dan nervus optikus. Uveitis difusmelibatkan struktur bola mata depan dan belakang.
5
Tanda-tanda dan gejala dari uveitis tergantung dari lokasi dan berat-ringannya peradangan.
6
Uveitisanterior paling sering memberikan gejala-gejala, biasanya berupa sakit, kemerahan pada mata, fotofobia, dan penurunan penglihatan.
1,2,5
Tanda-tanda uveitis anterior berupa miosis pupil dan injeksi konjungtiva yang
berbatasan dengan kornea (kemerahan perilimbus).Dengan slit-lamp dapat ditemukan adanya sel-sel radang dan flare pada humor akueus dan keratik presipitat. Uvetitis
intermediet
biasanya
tidak
memberikan
rasa
sakit
pada
mata.Biasanya gejala hanya berupa floaters dan kekaburan penglihatan. Selsel radang pada humor vitreus, kumpulan sel dan kondensasi pada pars plana terutama pada bagian bawah merupakan tanda-tanda yang dapat ditemukan pada uveitis intermediate. Uveitis intermediet paling baik diperiksa dengan menggunakan oftalmoskopi indirek. Nama lain uveitis intermediet idiopatik adalah pars planitis. Uvetitis posterior biasanya memberikan gejala yang sama seperti uveitis intermediet. Sel-sel radang pada humor vitreus, lesi berwarna putih atau putih kekuningan pada retina dan atau koriod, eksudat pada retina, vaskulitis retina dan edema nervus optikus dapat ditemukan pada uveitis posterior. Pada uveitis difus, salah satu atau semua gejala dan tanda-tanda dapat ditemukan.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Uveitis Dan Pembahasannya
Berdasarkan patologi, dapat dibedakan dua jenis besar uveitis: yang nongranulomatosa (lebih umum) dan granulomatosa.
1,2,3
Uveitisnon-granulomatosa.
Umumnya tidak ditemukan organisme patogen dan berespon baik terhadap terapi kortikosteroid, sehingga jenis ini diduga merupakan semacam fenomena hipersensitivitas.
1,2
Uveitis non-granulomatosa ini terutama timbul di bagian
anterior traktus ini, yakni iris dan badan siliar.
1,2
Menurut patologinya, ditemukan
reaksi radang, dengan terlihatnya infiltrasi sel-sel limfosit dan sel plasma dalam jumlah banyak dan sedikit sel mononuklear.
1,2
Pada kasus berat dapat sampai
ditemukan bekuan fibrin besar atau hipopion di dalam kamera okuli anterior.
1,2
Penyebab uveitis non-granulomatosa akut yakni trauma, diare kronis, penyakit Reiter, herpes simpleks, Sindroma Bechet, Sindroma Posner Schlosman, pascabedah,
adenovirus,
parotitis,
influenza,
dan
3
chlamydia.
Sedangkan
penyebab uveitis non-granulomatosa kronis ialah artritis reumatoid dan iridosiklitis heterokromik Fuchs.
3
Gejala dan tanda berupa onsetnya khas akut, dengan rasa sakit, reaksi vaskular lebih hebat dari reaksi seluler sehingga injeksinya hebat (banyak pembuluh darah), fotofobia, penglihatan kabur, badan kaca tak banyak kekeruhan.
1,2
Jika terdapat sinekia posterior, bentuk pupil tidak teratur.
Gambar II.1,2,3,4 uveitis karena Herpes simpleks (diambil dari www.atlas-of-ophthalmology.com )
Terapinya diberikan analgetika sistemik secukupnya untuk rasa sakit dan kaca mata gelap untuk fotofobia.
1,2
Pupil harus tetap dilebarkan dengan atropin,
yaitu mula-mula diberikan setiap 2 jam satu tetes, sampai pupil lebar dan tetap lebar, kemudian cukup 3 kali sehari. Pemberian sulfas atropin ini dapat menyebabkan glaukoma sehingga perlu pengukuran tekanan intraokuler secara teratur. Pada anak-anak sebaiknya diberikan dalam bentuk salep karena obat tetes akan cepat keluar saat anak menangis. Jika sudah reda, dapat diberikan cyclopentolate untuk mencegah spasme dan terbentuknya sinekia posterior. Tetes
steroid lokal biasanya cukup efektif untuk kerja anti radangnya, secara; tetes mata: siang hari diberikan setiap jam satu tetes, salep mata : diberikan pada pagi dan malam hari, suntikan subkonjungtival : 2 kali seminggu 0,3-0,5 cc , sejauh mungkin dari forniks (arah pukul 12) untuk menghindarkan gangguan kosmetik. Pada kasus berat dapat diberikan steroid sistemik, yaitu : diberikan 6-8 tablet sekaligus pada pagi hari, sebaiknya sebelum pukul 8, dimana kadar streoid dalam darah paling rendah. Perjalanan penyakit dan prognosisnya, dengan pengobatan, serangan uveitis non-granulomatosa umumnya berlangsung beberapa hari sampai minggu.
1
Sering kambuh.
Uveitis granulomatosa.
Umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan oleh organisme penyebab, 1,2
misalnya Mycobacterium tuberculosis atau Toxoplasma gondii.
Meskipun
demikian, patogen ini jarang ditemukan sehingga diagnosis etiologik jarang 1
ditegakkan. Dapat mengenai sembarang bagian traktus uvealis namun paling
sering pada uvea posterior, yakni koroidea.
1,2
Secara histologis, ditemukan
kelompok nodular sel-sel epitelial dan sel-sel raksasa yang dikelilingi limfosit di daerah yang terkena.
1
Deposit radang tersebut sebagian besar terdiri atas
makrofag dan sel epiteloid.
1
Untuk menegakkan diagnosis etiologi sering kali
harus menggunakan pemeriksaan laboratoris atau histologis.
1
Penyebabnya ialah sarkoiditis, sifilis, tuberkulosis, virus, histoplasmosis, dan toksoplasmosis.
3
Gejala dan tanda
biasanya onset tidak kentara. Penglihatan berangsur
kabur dan mata merah secara difus di daerah sirkumkornea, reaksi seluler lebih hebat dari reaksi vaskular. non-granulomatosa. kaca.
1,2
1,2
1,2
Sakitnya minimal dan fotofobia tidak seberat pada
Pupil sering mengecil dan terdapat kekeruhan pada badan
Tampak kemerahan (flare) dan sel-sel di kamera okuli anterior, dan
nodul-nodul yang terdiri atas kelompok sel-sel putih di tepian iris, disebut juga nodul Koeppe.
1,2
Harus ditanyakan riwayat terpajan toksoplasmosis, histoplasmosis, tuberkulosis, dan sifilis dalam hal kepentingan terapi etiologi. Juga perlu diperiksa apakah pasien sedang mengalami infeksi pada organ atau bagian tubuh lain.
Gambar II.5. deposit sel radang pada koroid karena Toxoplasma (diambil dari www.atlas-of-ophthalmology.com )
Terapinya diberikan regimen sesuai organisme penyebab.
1,2
Jika segmen
anterior terkena, pelebaran pupil harus dilakukan dengan pemberian sulfas atropin. Perjalanan penyakit dan prognosis uveitis granulomatosa berlangsung berbulan-bulan sampai tahunan, kadang-kadang dengan remisi dan eksaserbasi,
dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dengan penurunan penglihatan nyata walau dengan pengobatan terbaik.
1,2
Berikut tabel perbedaan uveitis granulomatosa dan non-granulomatosa
1
Gejala dan Tanda
Non-granulomatosa
Granulomatosa
Onset
Akut
Tersembunyi
Sakit
Nyata
Tidak ada atau ringan
Fotofobia
Nyata
Ringan
Penglihatan kabur
Sedang
Nyata
Merah sirkumkorneal
Nyata
Ringan
Presipitat keratik
Putih halus
Kelabu besar
Pupil
Kecil dan tak teratur
Kecil dan tak teratur
Synechiae posterior
Kadang-kadang
Kadang-kadang
Nodul iris
Kadang-kadang
Kadang-kadang
Tempat
Uvea anterior
Uvea anterior dan posterior
Perjalanan
Akut
Menahun
Rekurens
Sering
Kadang-kadang
Pembagian penyakit radang traktus uvealis berdasarkan letaknya
1,3
:
A. Uveitis Anterior
Gambar A.2. uveitis anterior akut (diambil dari www.atlas-of-ophthalmology.com )
Uveitis anterior adalah radang pada iris (iritis) atau badan siliar (siklitis) dan dapat terjadi bersamaan, yang disebut sebagai iridosiklitis.
3
1. Iritis akut
3
Iritis akan memberikan gejala berupa rasa sakit, merah, fotofobia, kesukaran melihat dekat karena mengakibatkan gangguan pada otot akomodasi. Tanda yang didapat, yaitu pupil kecil akibat rangsangan proses peradangan pada otot sfingter dan terdapatnya edem iris. Pada proses akut, miopisasi terjadi akibat rangsangan badan siliar dan edem lensa; terdapat flare dalam bilik mata depan, bahkan pada yang sangat akut akan terlihat hifema dan hipopion; dapat ditemukan tekanan bola mata yang tinggi ataupun rendah. Tekanan bola mata yang tinggi terjadi karena adanya gangguan pengaliran keluar cairan mata oleh sel radang atau perlengketan sudut bilik mata.Sedangkan tekanan bola mata yang rendah terjadi karena adanya gangguan fungsi pembentukan cairan mata oleh badan siliar.Ini berarti telah terjadi siklitis iridosiklitis.Tekanan bola mata yang rendah ditemukan pada siklitis sendiri. Perjalanan penyakit iritis sangat khas, yaitu berlangsung antara 2-4 minggu.Bisa terjadi kekambuhan sehingga prosesnya menjadi menahun. Prinsip pengobatannya adalah terhadap organisme penyebab, jika dicurigai merupakan kasus invasi dari organisme patogen atau pemberian steroid pada kasus yang merupakan reaksi hipersensitivitas.Steroid diberikan pada siang hari dalam bentuk tetes dan malam hari dalam bentuk salep.Bila kasusnya berat dapat dipertimbangkan pemberian steroid sistemik yang diberikan dalam dosis tunggal seling sehari yang tinggi kemudian dosis diturunkan sampai dosisi terendah yang efektif. Pemberian steroid bertujuan untuk mengurangi rasa sakit, melepas sinekia yang terjadi, dan membri istirahat pada iris yang meradang. Penyulit yang sering terjadi yaitu sinekia anterior perifer dan sinekia posterior, glaukoma sekunder akibat tertutupnya trabekulum oleh sel radang atau sisa sel radang.Pada peradangan yang menahun dapat terjadi edem makula yang kadang berlanjut menjadi ablasi retina nonregmatogenos atau serosa.
Gambar A.1. Uveitis anterior kronik (www.atlas-of-ophthalmology.com)
2. Iridosiklitis akut
3
Merupakan bentuk penyakit radang yang paling sering terjadi pada uveitis anterior.Penyakit ini dapat akut dan menahun.Pada yang menahun biasanya merupakan kekambuhan dari reaksi imunologik.
Penyebab dari iridosiklitis
1,3
:
Autoimun
1. Artritis reumatoid juvenilis 2. Spondilitis ankilosa Sindroma Reiter 3. Kolitis ulserativa 4. Uveitis terinduksi lensa 5. Sarkoidosis 6. Penyakit Chron 7. Psoriasis
Infeksi
1. Sifilis 2. Tuberkulosis 3. Lepra 4. Herpes zoster 5. Herpes simpleks 6. Onkoserkiasis 7. Adenovirus
Keganasan
1. Sindroma Masquerade Retinoblastoma Leukimia Limfoma Melanoma maligna
Lain-lain
1. Idiopatik 2. Uveitis traumatika, termasuk cedera menembus 3. Ablasio retina 4. Iridosiklitis heterokromik Fuchs 5. Gout 6. Krisis glaukomatositik
Gambar A.2.1. iridosiklitis rekurens, irregular pupil (diambil dari www.atlas-of-ophthalmology.com )
Gambar A.2.2. Perbedaan warna iris pada penderita iridosiklitis heterokromik Fuchs.Warna sisi yang terkena menjadi lebih terang karena adanya kolaret. (diambil dari www.atlas-of-ophthalmology.com) 1,3
Diagnosis Banding
Uveitis anterior perlu dibedakan dengan konjungtivitis, keratitis dan glaukoma akut. Adapun secara ringkas dan sistematis telah dibuat perbedaan antara ketiganya dalam bentuk tabel berikut ini : Iridosiklitis akut
Glaukoma akut
Keratitis akut
Sakit
Sakit rasa tertekan
Sakit sekali
Sakit sedikit
Visus
Berkurang
Sangat berkurang
Berkurang
Merah
Injeksi perikorneal
Injeksi episkleral
Injeksi perikorneal
Iris
Warna kotor
Warna kotor
Normal
Pupil
Mengecil
Sedikit melebar
Normal/kecil
Reaksi
Lambat
Kaku
Kuat
1
Komplikasi
Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior perifer yang manghalangi humor akueis keluar dari sudut kamera anterior dan berakibat glaukoma. Sinekia posterior dapat menimbulkan glaukoma dengan memungkinkan berkumpulnya humor aqueus di belakang iris, sehingga menonjolkan iris ke depan. Pelebaran pupil sejak dini dan terus menerus mengurangi kemungkinan timbulnya sinekia posterior.Gangguan metabolisme lensa dapat menimbulkan katarak.Ablasio retina kadang-kadang timbul akibat tarikan pada retina oleh benang-benang vitreus.Edema kistoid makular dan degenerasi dapat terjadi pada uveitis anterior yang berkepanjangan.
B. Uveitis Intermediet
2
Uveitis intermediet adalah pembagian berdasarkan anatomi yang telah ditetapkan oleh International Uvetitis Study Group (IUSG).Uveitis intermediet merupakan peradangan yang terutama melibatkan retina bagian perifer, pars plana dan badan
vitreus.Nama lain dari uvetitis intermediet adalah siklitis kronik, uveitis periferal dan pars planitis. Di Amerika, kasus uveitis intermediet mencapai 8-15 % dari keseluruhan kasus uveitis. Rodriguez et al melakukan penelitian dengan menggunakan IUSG dan menemukan adanya 162 pasien dengan uveitis intermediet (13%) dari 1237 pasien.
2
Biasanya gejala yang dirasakan pasien adalah kekaburan penglihatan dan floaters yang tidak disertai dengan rasa sakit.Mata merah dan fotofobia tidak selalu ditemukan pada pasien dengan uveitis intermediet. Ditemukan adanya peradangan yang ringan sampai berat pada segmen anterior yang lebih jelas pada anak-anak dan pasien dengan multipel skerosis. Kehilangan daya penglihatan dapat terjadi bila terdapat sel-sel radang yang berasal dari badan vitreus pada sin qua non dan adanya peradangan yang berat pada badan vitreus.
Berdasarkan hasil penelitian Rodriguez et al dapat disimpulkan bahwa pada 162 pasien dengan uveitis intermediet 69% tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), terdapat sarkoidosis pada 22% pasien, multiple sklerosis pada 8 % pasien, dan Lyme disease pada 1 pasien.
2
Uveitis intermediet sering berkaitan dengan beberapa kelainan sistemik .Maka dari itu pada evaluasi diagnostik awal harus disingkirkan adanya Sindroma Marsquerade dan penyakit-penyakit infeksi yang merupakan kontraindikasi pemberian imunosupresan.
C. Uveitis Posterior
Gambar C.1. Uveitis posterior (diambil dari www.atlas-of-ophthalmology.com )
Uveitis posterior merupakan peradangan pada bagian posterior dari uvea, yaitu pada lapisan koroid, sehingga sering disebut koroiditis.
1,4
Pada uveitis posterior, retina
hampir selalu terinfeksi secara sekunder. Ini dikenal sebagai koriorenitis.
2,4
Berdasar
patologinya, uveitis posterior juga dapat dibedakan menjadi uveitis granulomatosa dan uveitis non granulomatosa. Pada jenis non granulomatosa umumnya tidak dapat ditemukan organisme patogen dan berespon baik dengan terapi kortikosteriod sehingga sering dianggap semacam fenomena hipersensitivitas. Pada jenis granulomatosa umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan oleh organisme penyebab. Pada uveitis posterior umumnya lebih sering terjadi uveitis jenis granulomatosa.
2
Onset uveitis
posterior bisa akut dan mendadak atau lambat tanpa gejala, tapi biasanya berkembang menjadi proses granulomatosa kronis.
2,4
Uveitis posterior dapat ditemui dalam bentuk-bentuk berikut ini : Koroiditis anterior, radang koroid purifier
o
o
1,4
Koroiditis areolar, koroiditis bermula di daerah makula lutea dan menyebar ke perifer
o
Koroiditis difusa atau diseminata, bercak peradangan koroid tersebar di seluruh fundus okuli
o
Koroiditis eksudatif, koroiditis disertai bercak-bercak eksudatif
o
Koroiditis juksta papil
Penyebab uveitis posterior dapat diklasifikasikan sebagai berikut -
1,4
:
penyakit infeksi (uveitis granulomatosa)
virus : virus sitomegalo, herpes simpleks, herpes zoster, rubella, rubeola, HIV, virus Epstein-Barr, virus coxsackie.
bakteri : Mycobacterium tuberculosis, brucellosis, sifilis sporadik dan endemik, Nocardia, Neisseria meningitides, Mycobacterium aviumintracellulare, Yersinia, dan Borrelia.
-
fungus : Candidia, Histoplasma, Cryptococcus, dan Aspergillus.
parasit : Toxoplasma, Toxocara, Cysticercus, dan Onchocerca.
penyakit non infeksi (uveitis non granulomatosa)
autoimun : penyakit Behcet, Sindroma Vogt-Koyanagi-Harada, poliarteritis nodosa, ofthalmia simpatis, vaskulitis retina.
keganasan : sarkoma sel retikulum, melanoma maligna, leukemia, lesi metastatik.
etiologi tak diketahui : sarkoidosis, koroiditis geografik, epiteliopati pigmen plakoid multifokal akut, retinopati
“birdshot”,
epiteliopati pigmen retina.
Untuk mempermudah diagnosis, uveitis posterior dapat dikelompokkan sebagai berikut 1,4
:
Uveitis posterior pada pasien sampai 3 tahun dapat disebabkan oleh infeksi virus sitomegalo, toksoplasmosis, sifilis, retinitis herpes, dan infeksi rubella.
Uveitis posterior pada kelompok usia 4-15 tahun dapat disebabkan oleh toksokariasis, toksoplasmosis, uveitis intermediet, infeksi sitomegalovirus, panensefalitis sklerosis subakut, dan jarang infeksi bakteri atau fungus.
Pada kelompok umur 16-40 tahun, disebabkan oleh toksoplasmosis, penyakit Behcet, Sindroma Vogt-Koyanagi-Harada, sifilis, endoftalmia kandida, dan jarang infeksi bakteri endogen seperti meningitis meningokokus.
Kelompok usia lebih dari 40 tahun mungkin menderita sindroma nekrosis retina akut, toksoplasmosis, infeksi virus sitomegalo, retinitis, sarkoma sel retikulum, atau kriptokokosis.
Apabila terjadi uveitis posterior unilateral, biasanya lebih condong akibat toksoplasmosis, kandidiasis, toksokariasis, sindroma nekrosis retina akut, atau infeksi bakteri endogen.
Gejala Uveitis Posterior:
1,3,4
1. Penurunan ketajaman penglihatan, dapat terjadi pada semua jenis uveitis posterior. 2. Injeksi mata — kemerahan mata tidak terjadi bila hanya segmen posterior yang terkena, jadi gejala ini jarang pada toksoplasmosis dan tidak ada pada histoplasmosis. 3. Rasa sakit pada mata terdapat pada pasien dengan sindrom nekrosis retina akut, sifilis, infeksi bakteri endogen, skleritis posterior, dan pada kondisikondisi
yang
mengenai
nervus
optikus.
Pasien
toksoplasmosis,
toksokariasis, dan retinitis sitomegalovirus yang tidak disertai glaukoma umumnya tanpa rasa sakit pada mata. Penyakit segmen posterior
noninfeksi lain yang khas tidak sakit adalah epiteliopati pigmen plakoid multifokal akut, koroiditis geografik, dan Sindroma Vogt-KoyanagiHarada.
Tanda yang penting untuk diagnosis uveitis posterior adalah :
2
1. Hipopion — Uveitis posterior dengan hipopion misalnya pada leukemia, penyakit Behcet, sifilis, toksokariasis, dan infeksi bakteri endogen. 2. Pembentukan
granuloma — Jenis
granulomatosa
biasanya
pada
uveitis
granulomatosa anterior yang juga mengenai retina posterior dan koroid, sarkoidosis, tuberkulosis, toksoplasmosis, sifilis, Sindroma Vogt-KoyanagiHarada, dan oftalmia simpatis. Sebaliknya, jenis non granulomatosa dapat menyertai penyakit Behcet, epiteliopati pigmen plakoid multifokal akut, bruselosis, sarkoma sel retikulum, dan sindrom nekrosis retina akut. 3. Glaukoma yang terjadi sekunder mungkin terjadi pada pasien nekrosis retina akut, toksoplasmosis, tuberkulosis, atau sarkoidosis. 4. Vitritis — Peradangan
korpus
vitreum
dapat
menyertai
uveitis
posterior.
Peradangan dalam vitreum berasal dari fokus-fokus radang di segmen posterior mata. Vitritis tidak terjadi pada koroiditis geografik atau histoplasmosis. Peradangan ringan terjadi pada pasien sarcoma sel retikulum, infeksi virus sitomegalo, rubella, dan beberapa kasus toksoplasmosis dengan fokus-fokus infeksi kecil pada retina. Sebaliknya, peradangan berat dengan banyak sel dan eksudat terdapat pada tuberkulosis, toksokariasis, sifilis, penyakit Behcet, nokardiosis, toksoplasmosis, dan pada pasien endoftalmitis bakteri atau kandida endogen. 5. Morfologi
dan
lokasi
lesi — Toksoplasmosis
adalah
contoh
khas
yang
menimbulkan retinitis dengan peradangan koroid di dekatnya. Infeksi virus sitomegalo, herpes, rubella, dan rubeolla umumnya mengenai retina secara primer dan lebih banyak menyebabkan retinitis daripada koroiditis. Pada pasien tuberkulosis, koroid merupakan sasaran utama proses granulomatosa, yang juga mengenai retina. Koroiditis geografik terutama mengenai koroid dengan sedikit atau tanpa merusak retina dan pasien tidak menderita pasien sistemik. Sebaliknya, koroid terlibat secara primer pada oftalmia simpatis dan penyakit Lyme. Ciri morfologiknya dapat berupa lesi geografik, lesi punctata, nodul Dalen-Fuchs.
6. Vaskulitis. 7. Hemoragik retina. 8. Parut lama.
Patologi Uveitis Posterior
4
Pada stadium awal terjadi kongestif dan inviltrasi dari sel-sel radang seperti PMN, limfosit, dan fibrin pada koroid dan retina yang terkena.PMN lebih banyak berperan pada uveitis jenis granulomatosa sampai terjadinya supurasi. Sebaliknya pada uveitis non granulomatosa limfosit lebih dominan. Apabila inflamasi berlanjut, lamina vitrea akan robek sehingga lekosit pada retina akan menginvasi rongga vitreum yang menyebabkan timbulnya proses supurasi di dalamnya. Pada uveitis granulomatosa kronis tampak sel mononuclear, sel epiteloid, dan giant cell sebagai nodul granulomatosa yang tipikal. Kemudian exudat menghilang dengan disertai atrofi dan melekatnya lapisan koroid dan retina yang terkena.Eksudat dapat menjadi jaringan parut. Keluarnya granula pigmen akibat nekrosis atau atrofi dari kromatofor dan sel epitelia pigmen akan difagositosis oleh makrofag dan akan terkonsentrasi pada tepi lesi.
Gambar C.2. cell depocits pada uveitis (diambil dari www.atlas-of-ophthalmology.com )
Komplikasi
1,4
1. Dapat mengenai daerah sekitar koroid, misalnya retina, vitreus humour, badan siliar, iris, nervus optikus, dan sklera. 2. Uveitis posterior dapat menyebabkan katarak sisi posterior.
Penatalaksanaan uveitis posterior pada prinsipnya sama dengan uveitis anterior atau uveitis lainnya, yaitu mengatasi penyebabnya. Karena penyebab uveitis posterior juga merupakan penyebab yang sama pada hampir semua kasus uveitis difusa, maka penatalaksanaan uveitis posterior akan dibahas lebih lanjut pada bagian uveitis difusa.
Prognosis
4
Prognosis pasien tergantung pada lokasi dan luasnya eksudasi dan atrofi daerah lesi. Lesi yang kecil tetapi jika mengenai daerah makula lutea akan berpengaruh pada fungsi penglihatan. Sebaliknya lesi yang meluas sepanjang fundus tidak mempengaruhi penglihatan apabila tidak mengenai area makula.
4
D. Uveitis Difusa2 Istilah ini merupakan kondisi infiltrasinya sel kurang merata dari semua unsur di traktus uvealis. Penyebab uveitis difus ini bermacam-macam, antara lain : sarkoidosis, tuberculosis, sifilis, onkoserkiasis, brucellosis, oftalmia simpatis, penyakit Behcet, sistiserkosis, Sindroma Vogt-Konyanagi-Harada, Sindrom Masquerade, benda asing intraokuler. 2
Berikut ini kita bahas penyakit uveitis berdasarkan penyebabnya : 1. Oftalmika simpatika Adalah uveitis granulomatosa bilateral yang menghancurkan, yang timbul 10 hari sampai beberapa tahun setelah cedera mata tembus di daerah korpus siliaris atau setelah kemasukan benda asing. Penyebabnya tidak diketahui, namun penyakit ini berkaitan dengan hipersensitivitas di uvea atau biasa disebut penyakit autoimun.
2,10
Pada 80% kasus, mata yang cedera mula-mula meradang dalam 2
sampai 12 minggu setelah trauma dan mata sebelahnya meradang kemudian.
10
Dari traktus uvelis proses itu menyebar ke nervus optikus dan ke pia dan araknoid sekitar nervus optikus.
Pasien mengeluh tentang fotofobia, kemerahan, dan kaburnya penglihatan. Oftalmia simpatika dibedakan dari uveitis granulomatosa lain karena riwayat trauma dan bedah okuler dan lesinya unilateral, difus, dan akut, bukan unilateral, setempat dan menahun. Pengobatan meliputi pemberian kortikosteroid jangka panjang dan obatobat imunosupresive.
10
Untuk mata yang cedera berat dianjurkan dilakukan
enukleasi segera untuk mencegah oftalmia simpatika.
10
Harus diwaspasai
kebutaan yang dapat segera terjadi berkaitan dengan penurunan visus yang drastis dalam jangka waktu 2 minggu setelah trauma.
10
2. Uveitis tuberkulosis
Gambar D.2.1. uveitis difusa tuberkulosis (diambil dari www.atlas-of-ophthalmology.com )
Diagnosis penyakit ini dengan menemukan baksil tuberkel dalam jaringan dan didukung dengan skin test terhadap PPD yang positif.
10
Meskipun infeksi ini
dikatakan ditularkan melalui fokus primer ditempat lain, tuberkulosis uvea jarang ditemukan pada pasien tuberkulosis paru aktif. Uveitis tuberkulosis mungkin difus namun khas terlokalisir dalam bentuk koriorenitis granulomatosa nekrotikan berat.Tuberkel itu sendiri terdiri atas sel-sel raksasa dan sel-sel epiteloid.Sering terjadi nekrosis perkijuan.Pasien mengeluh tentang penglihatan yang kabur dan
mata memerah sedang.Jika yang terkena adalah koroid dan retina, tampak masa setempat kekuningan yang agak ditutupi vitreus yang berkabut.Adanya nodul dan sifat terlokalisir pada uveitis tuberkulosis membantu membedakan secara klinik dari oftalmia simpatika dan adanya perkijuan membedakan secara patologik dari oftalmika simpatis dan sarkoid Boeck. Pengobatan dengan kortikosteroid dan pupil harus tetap dilebarkan dengan atropin
1
%.
Yang
paling
penting
ialah
pengobatan
dengan
regimen
antituberkulosis selama 4-6 bulan, disertai pemberian sikloplegika jika terjadi inflamasi intraokular.
10
3. Sarkoidosis Adalah penyakit granulomatosa menahun yang belum diketahui penyebabnya, ditandai dengan banyak nodul kutan dan subkutan, juga pada visera dan tulang, dan eksaserbasi dan remisi secara periodik. Sarkoidosis memberikan gambaran klinis yang bervariasi, tetapi vitritis dan retinitis dengan eksudasi perivaskular dan inflamasi
merupakan
manifestasi
yang
paling
sering
dijumpai.
9
Reaksi
jaringannya lebih ringan dari uveitis tuberkulosis dan tidak terjadi perkijuan. Diagnosis harus didukung dengan biopsi dari nodul kutan. Terapi dengan kortikosteroid yang diberikan pada awal penyakit dan dipertahankan untuk pengobatan jangka panjang dapat efektif, namun sering kambuh dan prognosis visual jangka panjang buruk.
10
Gambar D.1. Sarkoidosis, lesi bewarna kekuningan (yellowish lesion) (diambil dari www.atlas-of-ophthalmology.com )
4. Onkoserkiasis Disebabkan oleh Onchocerca volvulus yang ditularkan melalui lalat Simulium damnosum. Mikrofilarianya menimbulkan rasa gatal dan timbul lesi kutan pada
paha, lengan, kepala dan bahu. Penembuhan lesi kulit dapat berakibat hilangnya elastisitas kulit dan daerah-daerah tanpa pigmen. Gejala klinik: tampak nodul kulit, kornea menampakan keratitis nummularis dan keratitis sclerosis. Mikrofilaria yang berenang aktif di kamera anterior tampak sebagai benang-benang perak.Mikrofilaria yang mati menimbulkan reaksi radang hebat dan uveitis, vitritis, dan retinitis berat.Mungkin terlihat retinokoroiditis fokal dan timbul atrofi optik akibat glaucoma.Diagnosis ditegakkan dengan menemukan mikofilaria hidup dalam jaringan. Pengobatan yang dianjurkan adalah nodulektomi dan ivermectin.Terapi topikal dengan kortikosteroid dan sikloplegika berguna untuk uveitis.
5. Sistiserkosis Adalah penyebab umum morbiditas okuler berat. Penyakit ini endemik di Meksiko dan Amerika Tengah dan Selatan lain. Penyakit ini disebabkan oleh termakannya telur Taenia solium atau oleh peristaltik terbalik pada kasus obstuksi usus karena cacing pita dewasa.Telur menjadi matang dan embrio menembus mukosa usus, memasuki sirkulasi.Gerakan larva dalam mata merangsang reaksi radang menahun dan fibrosis. Bila terkena otak akan timbul kejang. Pengobatan sistiserkosis adalah dengan pembuangan melalui bedah.Sistiserki subretina dapat dibuang melalui skleretomi lokal atau dihancurkan dengan fotokoagulasi. Larva intravitreal dibuang melalui virektomi pars plana.
6. Sindroma Vogt-Koyanagi-Harada
9
Gambar D.6.1. inflamasi granulomatosa intraokular pada Sindroma Vogt-KoyanagiHarada (diambil dari www.atlas-of-ophthalmology.com )
Merupakan sindroma idiopatik, bilateral, dan inflamasi yang responsif terhadap pemberian kortikosteroid, yang sering pada usia pertengahan. Sindroma ini jarang ditemui pada orang Asia serta pada ras yang mempunyai pigmentasi kulit
yang
tebal.Sindroma
ini
ditandai
dengan
inflamasi
granulomatosa
intraokular.Sering terjadi pada katarak dan glaukoma.Penyebab sindroma ini masih
belum
diketahui,
tetapi
kelainannya
diyakini
sebagai
respons
hipersensitivitas terhadap pigmen.Pada pemeriksaan fundus didapatkan lesi multipel pada koroid yang berwarna kekuningan, dimana lesi-lesi tersebut hiperfluoresensi pada stadium lanjut dengan pemeriksaan angiografi. Selain kelainan pada mata, ditemukan juga kelainan sistemik berupa; poliosis ( depigmentasi yang terlokalisir pada rambut) yang terjadi pada 90% pasien, alopesia, dan vitiligo. Gangguan pada pendengaran terjadi pada lebih 75% pasien dan kelainan-kelainan neurologik lainnya, termasuk psikosis. Pengobatan meliputi pemberian kortikosteroid topikal dan sistemik, seperti juga obat-obat sikloplegika. Jika serangan berat dan semakin lama
durasinya, pemberian obat-obat imunosupresif kuat patut dipertimbangkan, seperti siklofosfamid atau klorambusil. 7.
Sindroma Behcet
10
10
Gambar D.7.1. Skin lesion
Gambar D.7.2. Genital lesion
Gambar D.7.3. eritema nodosum (diambil dari www.atlas-of-ophthalmology.com )
Sindroma ini jarang ditemukan di Amerika tetapi banyak ditemukan di daerah Timur Tengah.Pada kebanyakan kasus diduga sindroma ini berkaitan erat dengan HLA-B5 dan HLA-B51.Manifestasi okular yang sering ditemukan termasuk uveitis anterior berat dengan hipopion, vaskulitis retina, dan inflamasi nervus potikus.Kekambuhan sering terjadi. Diagnosis sindroma ini ditegakkan dengan disertai temuan-temuan klinis sistemik lainnya, seperti ulkus aphtous pada mulut atau ulkus pada genital, dermatitis, yang berupa eritema nodosum, tromboflebitis, serta epididimitis.
Pengobatan
dengan
pemberian
kortikosteroid
lokal
dan
sistemik
bersamaan dengan obat-obat sikloplegika.Kebanyakan pasien memrlukan obatobat imunosupresif seperti siklosporin atau klorambusil.
8. Sifilis
10
Sifilis dapat menyebabkan uveitis pada stadium berapa saja, termasuk stadium primer, sekunder, tertier dan stadium laten. Diagnosa ditegakkan dengan melibatkan hasil laboratorium tes Venereal Disease Research Laboratories (tes nonspesifik), seperti juga tes antibodi treponemal.
Pengobatan dengan memberikan penicillin intravena selama 10-14 hari.Kortikosteroid lokal dan sistemik, beserta obat-obat sikloplegik juga diberikan jika terdapat inflamasi intraokular yang berat.
OPERASI PADA PASIEN UVEITIS
4
Indikasi operasi pada pasien dengan uveitis mencakup rehabilitasi visual, biopsi diagnostik (hasil penemuan dari biopsi menyebabkan adanya perubahan pada rencana pengobatan), dan pengeluaran Opacities media untuk memonitor segmen posterior. Apabila timbul perubahan struktur pada mata (katarak, glukoma sekunder) maka terapi terbaik adalah dengan operasi. Persiapan
yang
harus
dilakukan
sebelum
operasi
adalah
dengan
memberikan pengobatan medis minimum 3 bulan sebelum pembedahan yang bertujuan untuk mengurangi peradangan dan pemberian prednisolon asetat 1% tiap 1-2 jam 24 – 48 jam sebelum operasi dilakukan.
Selama operasi dapat
diberikan steroid intraokular dan atau periokular.Setelah pengobatan topikal dan sistemik dapat dikurangi secara bertahap tergantung dari tingkat peradangannya.
Indikasi vitrektomi pada pasien uveitis
Vitrektomi berfungsi untuk menentukan diagnosa dan pengobatan. Indikasi vitrektomi adalah peradangan intraokular yang tidak sembuh pada pengobatan, dugaan adanya keganasan dan infeksi pada mata.
Uveitis posterior dan intermediate berkaitan dengan kekeruhan vitreus yang tidak dapat disembuhkan dengan obat-obatan.
Dengan adanya vaskulitis dan oklusi
vascular pada pars planitis, penyakit Behcet dan sarkoidosis neovaskularisasi retina atau pada diskus optikus (pada pasien uveitis) menyebabkan timbulnya perdarahan pada vitreus. Vitrektomi merupakan salah satu pilihan untuk situasi tersebut.
Pemeriksaan Penunjang
1. Flouresence Angiografi FA merupakan pencitraan yang penting dalam mengevaluasi penyakit korioretinal dan komplikasi 27ntraocula dari uveitis posterior.FA sangat berguna baik untuk 27ntraocula maupun untuk pemantauan hasil terapi pada pasien. Pada FA, yang dapat dinilai adalah edema 27ntrao, vaskulitis retina, neovaskularisasi sekunder pada koroid atau retina, N. optikus dan radang pada koroid. 2. USG Pemeriksaan ini dapat menunjukkan keopakan vitreus, penebalan retina dan pelepasan retina 3. Biopsi Korioretinal Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis belum dapat ditegakkan dari gejala dan pemeriksaan laboratorium lainnya.
Diagnosis
Diagnosis uveitis ditegakkan berdasarkan anamnesa yang lengkap, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang menyokong. Diagnosis Banding
1. Konjungtivitis Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, terdapat sekret dan umumnya tidak disertai rasa sakit, fotofobia atau injeksi silier 2. Keratitis/ keratokonjungtivitis Penglihatan dapat kabur pada keratitis, ada rasa sakit serta fotofobia. 3. Glaukoma akut Terdapat pupil yang melebar, tidak ada sinekia posterior dan korneanya beruap/ keruh. 4. Neoplasma Large-cell lymphoma, retinoblastoma, leukemia dan melanoma maligna bisa
terdiagnosa sebagai uveitis. Pengobatan
Pengobatan uveitis pada umumnya digunakan obat-obatan 28ntraoc.Seperti sikloplegik, OAINS atau kortikosteroid. Pada OAINS dan kortikosteroid, dapat juga digunakan obat-obatan secara sistemik. Selain itu, pada pengobatan yang tidak beresponsif terhadap kortikosteroid, dapat digunakan imunomodulator. a. Mydriatik dan Sikloplegik Midriatik dan sikloplegik berfungsi dalam pencegahan terjadinya sinekia posterior dan menghilangkan efek fotofobia sekunder yang yang diakibatkan oleh spasme dari otot siliaris.Semakin berat reaksi inflamasi yang terjadi, maka dosis sikloplegik yang dibutuhkan semakin tinggi
b. OAINS Dapat berguna sebagai terapi pada inflamasi post operatif, tapi kegunaan OAINS dalam
mengobati
uveitis
anterior
endogen
masih
belum
dapat
dibuktikan.Pemakaian OAINS yang lama dapat mengakibatkan komplikasi seperti ulkus peptikum, perdarahan traktus digestivus, nefrotoksik dan hepatotoksik. c. Kortikosteroid Merupakan terapi utama pada uveitis. Digunakan pada inflamasi yang berat. Namun, karena efek sampingnya yang potensial, pemakaian kortikosteroid harus dengan indikasi yang spesifik, seperti:
Pengobatan inflamasi aktif di mata
Mengurangi 29ntraocula inflamasi di retina, koroid dan N. Optik
d. Imunomodulator Terapi imunomodulator digunakan pada pasien uveitis berat yang mengancam penglihatan
yang
sudah
tidak
beresponsif
terhadap
kortikosteroid.Imunomodulator bekerja dengan cara membunuh sel limfoid yang membelah dengan cepat akibat reaksi inflamasi. Indikasi digunakannya imunomodulator adalah 1. Inflamasi 29ntraocular yang mengancam penglihatan pasien 2. Gagal dengan terapi kortikosteroid 3. Kontra indikasi terhadap kortikosteroid Sebelum diberikan imunomodulator, harus benar-benar dipastikan bahwa uveitis pasien tidak disebabkan infeksi, atau infeksi di tempat lain, atau kelainan hepar atau kelainan darah. Dan, sebelum dilakukan informed concent.
Komplikasi
Apabila uveitis tidak mendapatkan pengobatan maka dapat terjadi komplikasi berupa: 1. Glaukoma, peninggian tekanan bola mata. 2. Katarak. 3. Neovaskularisasi. 4. Ablatio retina. 5. Kerusakan nervus optikus. 6. Atropi bola mata. Namun terkadang peninggian tekanan bola mata dan katarak dapat muncul pada sebagian pasien yang telah mendapatkan pengobatan, tetapi hal ini dapat diatasi dengan terapi obat-obatan ataupun operasi. Komplikasi yang lain dapat muncul namun tidak selalu ada pada pasien dengan uveitis, komplikasi ini dapat dicegah dengan pemberian terapi yang sesuai untuk penderita uveitis. Prognosis
Pada uveitis anterior gejala klinis dapat hilang selama beberapa hari hingga beberapa minggudengan pengobatan, tetapi sering terjadi kekambuhan. Pada uveitis posterior, reaksi inflamasi dapat berlangsung selama beberapa bulan hingga tahunan dan juga dapat menyebabkan kelainan penglihatan walaupun telah diberikan pengobatan.
III. Laporan Kasus
Seorang pasien perempuan berumur 32 tahun datang ke RSUP DR.M djamil Padang pada tanggal 7 maret 2012 dengan Keluhan Utama
: Kedua mata sudah tidak bisa melihat sejak ±2 bulan yll.
Riwayat Penyakit Sekarang
:
-
Awalnya Mata merah sejak 1 tahun yang lalu, hilang timbul, disertai rasa perih dan silau jika terkena cahaya. Pasien dibawa berobat ke RSUD Muara Bungo dan diberi obat tetes botol warna putih tutup merah 3 kali sehari dan obat tetes warna putih tutup putih 5 kali sehari selama 2 bulan.
-
mata pasien perih dan silau jika terkena cahaya.
Riwayat Penyakit Dahulu : -
Pasien tidak pernah mengalami trauma mata sebelumnya.
-
Pasien tidak pernah mengalami operasi pada kedua mata
Riwayat sosio ekonomi
: Pasien seorang ibu rumah tangga
Riwayat Penyakit Keluarga
: tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama.
Pemeriksaan Fisik Keadaan umum
: sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis coopertive
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 80x/menit
Nafas
: 20x/menit
Suhu
: 36,5 C
0
Status Generalisata Kulit
: dalam batas normal
Thorax
: jantung dan paru dalam batas normal
Abdomen
: abdomen dalam batas normal
Ekstremitas
: dalam batas normal
Status Ofthalmologis Status oftalmologi
Visus tanpa koreksi
OD
OS
1/300
1/300
Refleks fundus
menurun
menurun
Silia/supersilia
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Palpebra superior
Edema (-)
Edema (-)
Palpebra Inferior
Edema (-)
Edema (-)
Margo Palpebra
Edema (-)
Edema (-)
Aparat lakrimasi
Lakrimasi normal
Lakrimasi normal
Konjungtiva Tarsalis
Hiperemis(-), injeksi silier
Hiperemis(-), injeksi silier
(-)
(-)
Hiperemis(-), injeksi silier
Hiperemis(-) injeksi silier
(-)
(-)
Hiperemis(-), injeksi silier
Hiperemis(-), injeksi silier
(-),inj konj (-)
(-),inj konj (-)
Putih
Putih
Visus dengan koreksi
Konjungtiva forniks
Konjungtiva bulbi
Sclera
Kornea
Bening
Bening
Kamera okuli anterior
Cukup dalam, flare (-)
Cukup dalam, flare (-)
Iris
Coklat, sinekia post (+)
Coklat, sinekia post (+)
Pupil
Ireguler
Ireguler
Lensa
Keruh
Keruh
Korpus vitreum
Relatif bening
Relatif bening
Fundus: Papil optikus
Keruh, tidak tembus
Keruh, tidak tembus
Tekanan bulbus okuli
3/5,5 5/7,5 = 25,8 mmHg
7/5,5=12,2 mmHg
Gerakan bulbus okuli
bebas
Bebas
-Retina -Makula -Aa/vv retina
Diagnosis kerja
:
Uveitis sanata ODS Glaukoma sekunder OD + katarak komplikata ODS
Diagnosis Banding
:
Anjuran Pemeriksaan : USG Konsul Gigi Konsul THT Konsul Penyakit Dalam Therapy
: Sulfas Atropine 3 X 1 tetes
Anjuran Therapy
: timolol ed 2x1 OD Glaucon 4x1/2 Aspar K 2x1
Prognosis
: Quo ad vitam : malam
Quo ad sanam : malam Follow up I Status oftalmologi
OD
OS
Pupil
1/300
1/300
Konjungtiva
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Kornea
bening
bening
COA
Cukup dalam, flare (-)
Cukup dalam, flare (-)
Iris
Coklat, sinekia post (+)
Coklat, sinekia post (+)
Pupil
irreguler
irreguler
Lensa
keruh
keruh
TIO
8/5,5
8/5,5
Follow up II
Status oftalmologi
OD
OS
Pupil
1/300
1/300
Konjungtiva
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Kornea
bening
bening
COA
Cukup dalam, flare (-)
Cukup dalam, flare (-)
Iris
Coklat, sinekia post (+)
Coklat, sinekia post (+)
Pupil
irreguler
irreguler
Lensa
keruh
keruh
TIO
6/5,5
6/5,5
IV. DISKUSI
Telah dilaporkan pasien perempuan umur 32 tahun dirawat di bangsal mata RSUP Rr. M Djamil Padamg pada tanggal 7 Maret 2012dengan diagnosa uveitis sanata dengan komplikasi glaukoma dan katarak sekunder. Diagnosa tersebut ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap pasien. Dari anamnesia didapatkan pasien mengalami mata merah sejak 1 tahun yang lalu, disertai perih dan silau jika terkena cahaya serta telinga berdenging. Pasien tidak pernah mengalami trauma mata sebelumya. Dari pemerikasaan fisik ditemokan visus 1/300 pada kedua mata, refleks fundus menurun, pada konjungtiva tidak ditemukan hiperemis. Sklera putih, Kamera okuli anterior cukup dalam, flare (-), iris coklat, sinekia posterior (+), pupil irreguler, Lensa keruh, funduskopi sukar dinilai karena tidak tembus. Pada pasien ini diberikan terapi siklopergik, Untuk memestikan diperlukan pemeriksaan USG, konsul ke bagian penyakit dalam, THT, Gigi. Prognosis pada pasien ini buruk.