Cara Menetapkan Metode Sampling Military Standard Langkah pembuatan Sistem Sampling MIL STD : Pertama : kita tentukan parameter yg mau diperiksa beserta resikonya Kedua : Menentukan Ukuran Lot Ketiga : menentukan AQL nya : bisa berdasarkan kategori resiko atau kesepakatan dengan supplier (untuk bahan baku). Keempat : menentukan jumlah sample. Dengan cara : 1. Menentukan Tingkat pengawasan / Inspection Level : Tingkat pengawasan akan menentukan jumlah sample yg harus diambil dalam satu Lot. Lot. Ada dua yaitu spesial atau atau umum Spesial : digunakan jika biaya yg dikeluarkan cukup mahal karena kita harus merusak produk atau karena biaya pengujian atau karena lamanya waktu pengujian. Spesial ada 4, S1,S2,S3, dan S4. ditentukan berdasarkan seberapa mahal biayanya. Semakin besar nilai S nya semakin banyak jumlah sample nya. Berarti kalu pemeriksaannya merusak produk dan biayanya sangat mahal bisa menggunakan menggunakan Spesial S1 atau S2. Umum (General) terdiri atas Level I : JIka biaya pengawasan relatif tinggi Level II : ini kalau kasusnya normal atau supplier baru (bahan baku) atau lini baru (FG) Level III : Kalau Biaya Pengawasannya murah dan proses pengawasannya mudah dilakukan secara teknis. Semakin tinggi levelnya maka akan semakin banyak jumlah sample yg diperiksa 2. Menentukan Sifat Pengawasan : Sifat pengawasan ada tiga, yaitu longgar, normal, dan diperketat. Longgar : Dipakai jika sejarah kualitas bahan baku dari supplier baik dan jarang melakukan kesalahan atau sejarah mesin dan proses produksi baik, jarang ada permasalahan terhadap produk. Hal ini dapat dilihat dari data history produksi. Normal : Untuk supplier yang memiliki riwayat kualitas sedang sedang saja atau untuk supplier baru (jika diterapkan u/ penerimaan bahn baku). Untuk lini produksi baru juga bisa menggunakan Sifat Pengawasan Normal. Diperketat : Jika supplier bahan baku/kemas memiliki riwayat yang buruk. atau jika kualitas mesin tidak konsisten atau jika produk yg dihasilkan dihasilkan sering mengalami penyimpangan.
Nah sifat pengawasan ini bisa berpindah pindah, misalkan dari normal ke Longgar atau sebaliknya dari longgar ke Normal. Tapi ada syaratnya : 1. Pengawasan normal menjadi longgar apabila : a. Tidak terjadi penolakan selama 10 kali berturut-turut. b. Keadaan penerimaan yang mantap (tidak ada masalah material, mesin dsb dari suppplier pada akhir akhir ini) c. Telah mendapat persetujuan pic dari bagian yang bertanggungjawab. d. Total penolakan (10 lot terakhir) maksimal sesuai bilangan batas untuk pengurangan pemeriksaan. (Tabel V A di Hal 33 Table Military Standar) 2. Pengawasan normal ke ketat apabila : Apabila dalam pengawasan normal terjadi 2 sampai 5 kali berturut-turut mengalami penolakan karena kesalahan yang fatal. 3. Pengawasan ketat ke normal apabila : Setelah 5 kali berturut-urut lot diterima tanpa penolakan. 4. Penghapusan / Penghentian Pengawasan : Apabila pengawasan ketat sudah dilaksanakan selama 10 lot berurutan, sehingga part dari supplier tidak dapat diterima lagi dan supplier dianjurkan memperbaiki tingkat kualitas produksinya. 5. Menentukan Perencanaan Sampling : Berkaitan dengan cara pemberian keputusan diterima. atau ditolak Jenis Perencanaan Sampling ada 3 yaitu : 1. Sampling Single / Tunggal : Apabila banyaknya reject maksimal sesuai dengan angka penerimaan (Ac/Accepted) maka lot diterima, tetapi apabila banyaknya reject minimal sesuai dengan angka penolakan (Re/Rejected) maka lot ditolak. 2. Sampling Double / Ganda : Apabila banyaknya reject yang terjadi pada pengambilan tahap pertama diatas angka penerimaan (Ac) tetapi dibawah angka penolakan (Re), maka sample kedua diperlukan sebelum lot dapat diputuskan. Keputusan untuk sample kedua adalah sebagai berikut : Apabila reject akumulatif sample pertama dan kedua maksimal sesuai dengan angka peneriman (Ac), maka lot diterima, tetapi apabila minimal sesuai dengan angka penolakan (Re) maka lot ditolak. 3. Sampling Multiple / bertingkat : Merupakan perluasan dari sampling ganda, yaitu sampai pengambilan sample ketujuh baru bisa diputuskan untuk penerimaan atau penolakan lot. Hal ini memerlukan waktu, tenaga dan biaya pemeriksaan yang lebih disebabkan karena tahapannya lebih rumit jika dibandingkan dengan metode sampling double maupun sampling
tunggal. Tujuan dilakukannya sampling multiple ini adalah pertimbangan psikologis semata untuk memastikan bahwa lot tersebut memang layak diterima atau memang harus ditolak. PDCA (PLAN-DO-CHECK-ACT) PDCA adalah model dasar untuk pendekatan sistematis untuk perbaikan dan pemecahan masalah. Empat langkah universal dapat diterapkan pada situasi apa pun bersama-sama dengan alat dan teknik yang sesuai. Siklus PDCA pertama kali dikembangkan oleh Dr Walter Shewhart (1891 - 1967), tapi Dr William Edwards Deming (1900 - 1993) yang membuatnya begitu baik. Diketahui bahwa kebanyakan orang sekarang menyebutnya Siklus Deming. Sebelumnya, Orang Jepang menyebutnya "Kanri (Control) Cycle." Ini juga disebut sebagai "Improvement Cycle."
Sumber Gambar : http://leadershipcamp.wordpress.com Dalam FSMS, PDCA dapat diterapkan untuk memecahkan masalah atau non-conformities yang berhubungan dengan produk, prosedur, dan praktek perusahaan. Pada dasar proaktif, PDCA dapat digunakan untuk proyek-proyek perbaikan dengan mempertimbangkan bahwa tingkat perbaikan berarti jauh lebih unggul daripada tingkat sebelumnya. Alat dan teknik harus digunakan bersama dengan langkah-langkah dalam siklus. Yang paling umum adalah "7 QC Tools." The 7 QC Tools yang juga dikenal sebagai "7 peralatan pemecahan masalah" atau "7 alat perbaikan." "7 Tools" dapat digunakan baik secara perorangan maupun dalam hubungannya dengan satu sama lain untuk memahami atau memecahkan suatu masalah. Mereka membantu dalam pendekatan faktual dalam pengambilan keputusan. The 7 QC Tools, dan penggunaan masing-masing menurut pakar manajemen Jepang, adalah sebagai berikut: • Check Sheet (Lembar Pengumpulan Data) - Untuk memfasilitasi pengumpulan data untuk kemudahan membuat keputusan dan / atau mengambil tindakan. • Stratifikasi - untuk memisahkan kelompok-kelompok data (misalnya, dengan perubahan, oleh mesin, dengan lini produk, dll) yang dapat dicampur bersama sehingga mempunyai gambaran yang lebih je las tentang situasi. Stratifikasi tidak terdaftar sebagai alat untuk versi Amerika dari 7 QC Tools. Namun, menggunakan flowchart.. • Histogram - untuk kelompok data numerik di bar / kolom tabel sehingga dapat memahami distribusi dan variasi data. • Bagan Pareto - untuk mengidentifikasi "penting beberapa" item melawan
"bermanfaat banyak" sehingga dapat mengambil tindakan pada item-item yang diidentifikasi sebagai beberapa yang vital. • Diagram Sebab dan Akibat - juga dikenal sebagai "diagram tulang ikan" seperti yang mirip dengan tulang ikan, atau "diagram Ishikawa," seperti yang dikembangkan oleh Prof Kaoru Ishikawa (1915 - 1989) untuk menentukan penyebab masalah. • Scatter Diagram - Grafik yang menunjukan hubungan antara dua variable untuk memahami korelasi antara dua set variabel data sehingga dapat dipahami korelasi antara variable data. • Grafik dan Bagan Kendali - adalah garis grafik dengan data yang terus menerus pada bidang tertentu, ditambah "batas-batas atau garis kendali" untuk meramalkan kinerja masa depan proses dan mengambil tindakan pencegahan terlebih dahulu. https://free-articlez.blogspot.com/
Penanganan Produk Menyimpang di Industri Pangan (Non Conformance Product Handling) Produk menyimpang adalah produk yang sudah tidak memenuhi persyaratan spesifikasi produk. Penyimpangan produk dapat berupa penyimpangan mutu (Quality) maupun penyimpangan keamanan pangan (Food Safety). Penyimpangan Quality adalah penurunan mutu secara organoleptik dari pangan yang menyebabkan produk tidak sesuai persyaratan penerimaan namun produk masih aman untuk dikonsumsi. Contoh penyimpangan Quality misalnya warna produk tidak standar, rasa, atau bentuk dan ukuran produk yang tidak sesuai standar. Contoh penyimpangan Food Safety misalnya produk bocor halus, terkontaminasi benda asing, terkontaminasi mikroba, produk berjamur, dan sebagainya yang berpotensi membahayakan kesehatan.
Di pabrik pengolahan pangan, pengendalian penyimpangan produk salah satunya dilakukan dengan menerapkan sistem pengendalian mutu (Quality Control), mulai dari penerimaan bahan baku, proses produksi, hingga penyimpanan di gudang finished good. Pada setiap tahapan proses tersebut perlu dikembangkan sistem yang dapat menjamin pengendalian produk menyimpang. Tujuannya adalah agar penanganan produk menyimpang dilakukan dengan benar dan efektif. Lantas bagaimana mengebangkan Sistem Penanganan produk menyimpang? Pengembangan sistem penanganan produk menyimpang di industri pangan dikembangkan dengan beberapa tahap yaitu :
1. Mengenali penyimpangan yang sering terjadi pada setiap tahapan proses Penyimpangan dapat terjadi pada setiap tahapan proses. Oleh karena itu, perlu diidentifikasi semua jenis dan penyebab penyimpangan yang terjadi pada setiap tahapan ini. Penyimpangan dapat terjadi pada bahan baku, bahan kemasan, maupun pada produk akhir. Cara untuk mengidentifikasi penyimpangan yang terjadi adalah dengan melihat data rekaman pemeriksaan QC. Data-data ini perlu direkapitulasi agar memberikan informasi yang tepat dan valid mengenai jumlah dan jenis penyimpangan yang terjadi di semua tahapan proses pada peri ode waktu tertentu. 2. Membuat ketegori dan menentukan tingkat resiko penyimpangan Sebelum menentukan keputusan penanganan dari setiap penyimpangan, kenali terlebih dahulu resiko penyimpangan dan keputusan yang perlu dilakukan untuk setiap resiko penyimpangan yang terjadi.
Penyimpangan berdasarkan resikonya terdiri dari 3 kategori yaitu : Kritis : Jika berpotensi membahayakan kesehatan manusia Major : Jika berpotensi menimbulkan kerugian yang cukup besar atau mengakibatkan terjadinya komplain atau keluhan pelanggan atau berpotensi menimbulkan kerusakan mesin dan atau peralatan Minor : Jika berpotensi menghambat pekerjaan, atau menimbulkan kerugian yang relatif kecil 3. Membuat Daftar Keputusan Penanganan Produk Menyimpang Dari setiap jenis penyimpangan dan kategori resiko penyimpangan kemudian ditentukan keputusan yang harus diambil untuk menangani setiap jenis penyimpanan yang terjadi. Keputusan yang dikeluarkan untuk menangani setiap penyimpangan dapat berupa : 1. Pengembalian produk ke supplier 2. Pemusnahan 3. Down grade 4. Proses Ulang 5. Realease khusus Daftar penyimpangan berisi jenis penyimpangan, kategori penyimpangan dan keputusan penanganan. Contoh daftar penyimpangan adalah sebagai berikut :
Tabel 1 : Contoh Daftar Penyimpangan Setiap keputusan penanganan yang dipilih untuk setiap jenis penyimpangan yang terjadi perlu dibuktikan efektifitasnya melalui proses validasi yang tepat, agar keputusan penanganan yang dilakukan benar dan tidak berpotensi menyebabkan terjadinya resiko keamanan pangan dan keluhan pelanggan. Contoh proses validasi Misalnya, jika proses pasteurisasi tidak mencapai suhu dan waktu yang ditetapkan maka perlu dilakukan validasi sebelum memutuskan bisa tidaknya untuk melakukan re proses, dalam hal ini adalah pasteurisasi ulang. Validasinya bisa dengan mengecek perubahan mutu produk setelah dipasteurisasi ulang apakah masih sesuai dengan standar mutu produk atau tidak.