Buku Kecil Tauhid dalam Islam
املوجز عن التوحيد
Pengertian Tauhid Macam-macam Tauhid Keutamaan Menjaga Tauhid Perkembangan Ilmu Tauhid Perspektif Tauhid
D.R. Hamdanny
دانيال روشاد مهداين
بسم هللا الرمحن الرحمي
Edisi I/Januari 2017 1
Pengantar Buku kecil ini berisi rangkuman sederhana mengenai tauhid di dalam Islam. Begitu pentingnya tauhid, sampai-sampai Nabi Muhammad saw. menghabiskan lebih dari separuh masa kenabiannya untuk berdakwah, memperkokoh keyakinan, sikap & mental tauhid ummatnya di Mekkah. Tauhid menjadi pillar agama Islam yang kokoh mempersatukan dan membangun tamadun dan peradaban manusia sebagai hamba-hamba Allah swt. Tauhid merupakan keyakinan, pandangan hidup, sikap dan mentalitas seseorang yang mengesakan Allah swt, tidak menduakan atau menyetarakan apapun dengan-Nya. Tauhid adalah kesucian batin, ketulusan sikap dan kemurnian niat hidup dan mati 2
sorang hamba yang mengharapkan rido dari Penciptanya, Allah swt. Demikian tauhid begitu esensial dalam menentukan keselamatan seseorang di dunia dan akhirat. Dalam bertauhid diperlukan ilmu. Ilmu yang merupakan panduan mengenai halhal tentang Allah swt. yang wajib diyakini sesuai dengan Al Qur’an dan sunnah Nabi saw. Melalui buku kecil ini, penulis mencoba menguraikan pengertian dasar mengenai Tauhid, Macam-macam Tauhid, Keutamaan Menjaga Tauhid serta Perspektif atau Tinjauan Tauhid dalam Amal Keseharian. Semoga uraian singkat dalam buku ini dapat bermanfaat dan menjadi amal shaleh, untuk pembaca juga penulis.
3
A. Pengertian Tauhid Tauhid ( )التوحيدsecara harfiah memiliki akar yang sama dengan wahid ()واحد, atau wahhada
–
yuwahhidu
(يو ّحد
- )و ّحد.
Bermakna, “satu, atau menjadikan sesuatu itu satu, dengan peniadaan dan penetapan” yaitu meniadakan suatu hukum selain pada apa yang di-esakan dan menetapkan hukum tersebut hanya pada yang diesakan tersebut. Sebagaimana lafadz syahadat, “االهللا
”الاهل
tiada tuhan (yang patut disembah), kecuali Allah. Mengandung makna meniadakan hakikat dan sifat-sifat ketuhanan sekaligus menetapkan hakikat, sifat dan kemutlakan hanya pada Allah swt sebagai Tuhan yang Maha Tunggal. Secara istilah, Tauhid dimaknai dengan افرادهللا ىف العبادة, keesaan Allah dalam kita beribadah, yakni kita menyembah Allah 4
swt yang Maha Tunggal tanpa menyekutukan-Nya. Dengan tidak menyamakan atau meyakini adanya tuhan-tuhan atau kekuasaan lain, baik berupa nabi, malaikat, pemimpin atau penguasa suatu negeri yang menyerupai kemahakuasaan tuhan. Dengan tauhid, kita menisbatkan secara khusus segala bentuk ibadah, hanya kepada Allah swt. karena rasa cinta, takdziem (pengagungan), dan harapan mendapat rido, rahmat & inayah-Nya, serta takut akan murka dan siksa-Nya. Juga terdapat pengertian yang lebih umum mengenai tauhid, yang disingkat menjadi “خيتص به ّ افرادهللا س بحانه مبا, ” kemahaesaan Allah dengan segala kekhususan yang dimilikiNya. Maka daripada itu, kita sering memberi predikat pada lafaz Allah dengan 5
subhanahu wa ta’alaa yang artinya Dia-lah Allah yang Maha Suci (atas apa-apa yang dinisbatkan pada-Nya) dan Maha Tinggi (di atas segalanya, termasuk di atas nalar makhluknya).
B. Macam-macam Tauhid 1. Tauhid Rububiyyah ()توحيد الربوبيّة Tauhid Rububiyyah adalah keesaan Allah swt. dalam penciptaan, penguasaan dan pengaturan semesta. Dialah Allah Sang Pencipta, Pemilik dan Pengatur jagat raya dengan segala ciptaannya. Sebagaimana firman Allah swt. dalam QS. Ar Ra’d (13:16) قل هللا خالق لك يشء وهوالواحد القهّار “Katakanlah: Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.” 6
2. Tauhid Uluhiyyah ()توحيد اللوهية Tauhid Uluhiyyah dapat dimaknai dengan keesaan Allah swt. dalam ibadah, yakni segenap ciptaan-Nya hanya beribadah kepada-Nya dengan tidak menduakan, atau menganggap ciptaan-Nya setara atau bagian dari ketuhanan, sebagaimana keyakinan dalam trinitas dan sebagainya. Kita hanya menyembah kepada-Nya. Segenap hidup mati, jiwa raga dan ibadah kita hanya ditujukan atau diabdikan kepada Allah swt. Kita tidak meminta pertolongan, perubahan nasib, kekayaan, keselamatan, kesejahteraan, kepada selain Allah. Karena keyakinan kita bahwa segala sesuatu diciptakan, dikuasai dan ada pada genggaman Allah swt., sehingga kita hanya beribadah dan meminta pertolongan kepada-Nya semata. Sebagaimana firman Allah swt. dalam QS Al-Fatihah (01:05) 7
ا ّيك نعبد وا ّيك سس تعن “hanya kepada Engkau kami menyembah, dan hanya pada Engkau kami mohon pertolongan” Perbedaan di antara kedua jenis tauhid di atas adalah pada ibadah makhluk atau ciptaan-Nya. Tauhid rububiyyah bersifat informatif, al ilmy al khabary, yaitu memberikan kita penjelasan mengenai keagungan Allah sebagai Pencipta, Pemilik, Pengatur alam semesta dengan segenap ciptaannya di jagat raya ini. Sedangkan pada tauhid uluhiyyah, hal tersebut disangkutkan dengan ibadah makhluk-Nya. Bahwa kita menyembah hanya kepada-Nya tanpa setitik-pun maksud, niat dan perbuatan untuk menyekutukan-Nya. 8
Karena itu, tauhid uluhiyyah juga dinamai dengan tauhid at thalabi, yaitu tauhid yang menuntut ibadah sesuai dengan petunjuk yang diberikan Allah swt. dalam Quran dan sunnah. 3. Tauhid al Asma was Shifat Yaitu keesaan Allah swt. atas segala nama yang Dia nisbatkan pada diri-Nya, dan atas segala sifat yang Dia sifatkan pada diri-Nya di dalam Al Qur’an dan pada sunah nabi-Nya. Sehingga kita mengimani segala nama dan sifat tersebut dengan menetapkan apa yang ditetapkan-Nya dan mengingkari apa yang diingkari-Nya, tanpa mengubah, tanpa mengurangi, tanpa bertanya bagaimana dan tanpa memberi analogi atau perumpamaan. Keyakinan seperti itu karena keagungan dan kesucian Allah swt yang tak dapat dijangkau nalar manusia. 9
Berkenaan dengan 20 sifat wajib bagi Allah seperti wujud, qidam, baqa, mukhalafatun lil hawaditsi, qiyamuhu binafsihi dan sebagainya, atau 99 al asma ul husna, di antaranya Ar Rahman, Ar Rahim, Al Malik, Al Quddus, dan seterusnya adalah suatu metode sederhana yang diintisarikan dari Al-Quran untuk memudahkan sekaligus memagari logika kita dalam “mengenali” Allah swt. Namun demikian, sesungguhnya jika kemudian timbul pertanyaan berapakah nama dan sifat-sifat Allah swt., maka jawabannya bahwa nama dan sifat bagi Allah swt. adalah sebanyak dan seperti apa-apa yang Dia kehendaki. Hal yang sangat penting dalam mengimani asma dan sifat-sifat Allah swt. adalah sebagaimana firman Allah swt. pada QS As Syura (42:11)
ليس مكثهل يشء وهو السميع البصري 10
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia. Dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” Sebisa mungkin kita menghindari dan mengingkari gambaran nalar atau imajinasi kita mengenai sifat-sifat Allah swt. Untuk mengenali kemahakuasaan dan kemahaagungan Allah swt. cukuplah kita mentadabburi bagaimana kesempurnaan ciptaan-Nya, termasuk melihat keajaiban terdekat dengan diri kita. Bagaimana kita dapat membaca buku kecil ini, bagaimana kertas dalam buku kecil ini berasal dari pohon indah ciptaan-Nya, bagaimana proses pemantulan cahaya sehingga huruf demi huruf yang dicetak dengan tinta yang juga bersumber dari ciptaan-Nya. Bagaimana kerja mata kita, retina, pupil dan bagian lainnya menangkap stimuli atau rangsangan dan meneruskannya ke 11
otak kita. Bagaimana otak kita bereaksi dengan bermilyar sel yang terkandung di dalamnya. Itu semua adalah ciptaan-Nya. Tak heran jika kemudian timbul dikatakan, “tidaklah mengenal Allah, bagi yang belum mengenal dirinya.” Sebagaimana tauhid rububiyyah, tauhid asma was shifat juga dinamai tauhid ilmy al khabary, atau informatif. Kita wajib mengimaninya tanpa mengada-ada, tanpa mengurangi, tanpa bertanya bagaimana dan tanpa memberi analogi atau perumpamaan.
C. Keutamaan Menjaga Tauhid Selain menjadi syarat mutlak diterimanya keimanan seseorang, seorang hamba yang menjaga kemurnian tauhid akan diberikan keutamaan oleh Allah swt. 12
Bahwa seseorang yang memelihara tauhid, berupaya ikhlas serta mendekatkan diri kepada Allah swt. kelak akan dimasukan ke dalam surga-Nya tanpa melalui hisab atau mahkamah amal perbuatannya terlebih dahulu. Dikatakan dalam hadist shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa “Tujuh puluh ribu orang dari umatku akan masuk surga tanpa hisab. Mereka adalah orang-orang yang tidak minta diruqyah, tidak beranggapan sial dan mereka selalu bertawakkal pada Rabbnya.”
مه اذلين اليتطريونواليسرتقون واليكتوون وعىل رهبم يتولكون “Mereka itu tidak melakukan thiyaroh (beranggapan sial), tidak meminta untuk diruqiyah, dan tidak menggunakan kay (pengobatan dengan besi panas), dan 13
hanya kepada Rabb merekalah, mereka bertawakkal.” (HR. Bukhari no. 5752).
D. Ilmu Tauhid Untuk mencapai tauhid yang lurus, sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw., dibutuhkan ilmu. Ilmu yang bersumber dari Kalamullah, Al Quranul Karim dan sunnah rasul-Nya. Ilmu yang berkutat pada berbagai isu mengenai hakikat penciptaan, hubungan antara Khaliq dan Makhluq, tentang arkanul iman (pilar-pilar keimanan), tentang risalah dan misi tauhid yang diemban para nabi dan rasul. Ilmu yang juga membahas tentang keyakinan dan perbuatan yang tergolong ke dalam syirik besar dan syirik kecil. Ilmu yang membahas substansi kehidupan fana di
14
dunia hingga ketetapan Allah swt. di akhirat. Beragam aliran terlahir sepanjang sejarah perkembangan ilmu tauhid karena berbagai perbedaan paham mengenai tafsir dalam Al Quran. Perbedaan tersebut terekam jelas sepanjang sejarah. Isu-isu seperti apakah Al Quran makhluk? Apakah manusia menentukan atau ditentukan oleh takdir? Apakah yang dimaksud dengan bai’at? Sekelumit pertanyaan-pertanyaan tersebut memicu timbulnya aliran, paham, atau sekte dalam Islam. Di antara contoh paling masyhur adalah perbedaan paham Jabariyyah dan Qadariyyah dalam memandang qadarullah. Golongan pertama menafikan perbuatan manusia secara hakikat dan menyerahkan perbuatan tersebut kepada Allah. Atau dapat artinya, manusia sama sekali tidak 15
berdaya terhadap qadar atau ketetapan Allah, sehingga manusia tidak mempunyai andil dalam melakukan perbuatannya, baik atau buruk, karena Allah-lah yang menentukan segala-galanya. Bahkan seorang pembunuh pun melakukan pembunuhan semata karena qadar atau takdir yang telah ditetapkan. Keyakinan tersebut dilandasi QS Al Anfal (8:17)
فمل تقتلومه ولكن هللا قتلهم وما رميت اذرميت ولكن هللا رىم “Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar, tetapi Allahlah yang melempar.” Paham sebagaimana di atas, bertentangan dengan paham Qadariyyah yang mengingkari takdir, yaitu bahwasanya perbuatan makhluk berada di luar 16
kehendak Allah dan juga bukan ciptaan Allah. Manusia bebas berkehendak menentukan perbuatannya sendiri dan makhluk sendirilahya yang menciptakan amal dan perbuatannya sendiri tanpa adanya andil dari Allah. Keduanya dianggap menyimpang dari paham Ahlussunnah wal Jama’ah yang berada di pertengahan. Aqidah Ahlussunnah berpandangan bahwa setiap manusia diberi kebebasan dalam menentukan kehendak, sebagaimana perintah bertaqwa, manusia diperintahkan untuk selalu berbuat kebajikan dan dilarang untuk berbuat kemunkaran. Allah menciptakan surga dan neraka sebagai konsekuensi jalan yang manusia pilih. Manusia bersifat aktif, tidak pasif dalam menghadapi sunnatullah dan qadarullah. Namun demikian, manusia tidak dapat mengandalkan rasionalitas 17
atau logikanya semata dalam ikhtiarnya serta pencariannya akan kebenaran. Rasionalitas dan wahyu berjalan beriringan, ikhtiar dan tawakkal, bekerja dan berdoa, semuanya tidak saling meniadakan.
E. Perspektif Tauhid Telah diuraikan di muka mengenai kemuliaan bagi mereka yang memelihara tauhid dalam kehidupannya. Oleh karena itu, penting sekali untuk mengetahui ragam perbuatan, rutinitas hingga budaya yang lekat dengan diri kita dan masyarakat ditinjau dari perspektif tauhid. Dalam buku kecil ini, penulis akan membatasi pembahasan pada bagian ini dengan beberapa fenomena berikut:
18
- Meminta Pertolongan ()الاس تعانة Meminta pertolongan terbagi ke dalam beberapa macam: Pertama, meminta pertolongan kepada Allah swt. Hal ini bukan saja diperbolehkan, namun mengandung kemuliaan. Mmeminta pertolongan kepada Allah swt, merupakan suatu pengakuan bahwa tak ada daya dan upaya kecuali jika disertai oleh-Nya. Dengannya, seorang hamba meyakini bahwa segala urusan ada pada genggaman-Nya. Sebagaimana dibacakan di setiap shalat
ا ّيك نعبد وا ّيك سس تعن “Hanya pada Engkau kami menyembah, dan hanya pada Engkau kami meminta pertolongan.” (QS Al Fatihah 1:5)
19
Ada pun dalam kaidah bahasa Arab, mendahulukan apa yang seharusnya ditempatkan di akhir, sebagaimana: Kepada Engkau, kami menyembah Bukan kami menyebah kepada-Mu mengandung makna hashar dan ikhtishash atau kemutlakan pada yang dimaksud. Yang dapat dimaknai, jika kita menyembah dan meminta pertolongan pada selain Allah swt. maka kita telah jatuh ke jurang kemusyrikan dan telah keluar dari agama. Kedua, meminta pertolongan pada makhluk atas perkara yang mampu dikerjakan. Maka hukumnya bergantung pada jenis perbuatan atau perkara yang diminta. Jika itu merupakan kebajikan, maka boleh bagi yang memintanya, dan dianjurkan bagi yang menolongnya.
20
Sebagaimana firman Allah swt. pada QS Al Maidah 5:2,
الرب و ال ّتقوى ّ وتعاونوا عىل “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa” Sebaliknya, jika perkara yang diminta adalah keburukan atau kemunkaran maka hukumnya haram, baik bagi yang meminta maupun yang menolong.
والتعاونواعىل االمث والعدوان “Dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” Jika perkara yang diminta adalah mubah (boleh dikerjakan), maka hukumnya menjadi jaiz (diperkenankan), baik bagi yang meminta maupun menolong. Boleh jadi yang menolong diberi ganjaran atas kebaikannya, sebagaimana firman Allah swt. dalam QS Al Baqarah 2:195 21
حيب احملس نن ّ وأحس نوا ان هللا “Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang berbuat baik.” Yang ketiga, meminta pertolongan kepada makhluk hidup di atas kemampuannya. Seperti memberi beban angkut pada buruh atau pekerja yang kepayahan. Perbuatan ini adalah kezaliman yang dibenci oleh Allah swt. Yang keempat, meminta pertolongan pada orang yang telah mati dan atau pada seseorang yang masih hidup tentang halhal yang ghaib. Seperti meminta dibukakan pintu rezeki atau dipanjangkan umur, dan sebagainya. Hukumnya adalah syirik. Karena dengan perbuatan ini, seseorang telah meyakini adanya kekuatan ilahi pada sosok tertentu.
22
Yang kelima, meminta pertolongan dengan perbuatan atau amal kebajikan yang dicintai Allah swt. Hal ini diperintahkan oleh Allah, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al Baqarah: 45
واس تعينوا ابلصرب والصالة “Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat” Di atas semua itu, pembahasan tentang isti’anah ditutup dengan sebuah hadist nabi yang diriwayatkan oleh Al Albany dalam Shahih Al Jami’ As Shaghir yaitu:
اذااس تعنت فاس تعن ابهلل “Jika engkau hendak meminta tolong, mintalah pertolongan dari Allah.”
23
- Istigotsah ()الاس تغاثة Saat terjadi bencana, atau di tengah situasi perang, kerusuhan, ancaman sosial dan sebagainya, masyarakat biasanya mengadakan istigotsah. Bahkan di luar musibah tersebut, istigotsah pun dilakukan dalam berbagai bentuk. Di antaranya dalam zikir bersama, slametan, tabligh akbar dan lain-lain. Istighotsah secara harfiah diambil dari kata غوثatau طلب الغوثyang artinya meminta pertolongan atau bala bantuan. Secara istilah istighotsah dapar dimaknai, meminta agar dijauhkan atau dihindarkan dari kejahatan dan kecelakaan. Istighotsah terbagi ke dalam beberapa macam. Pertama istighotsah kepada Allah swt. Istighotsah seperti inilah yang merupakan amal dan kebajikan yang mulia dan dicontohkan oleh nabi saw. 24
Sebagaimana diuraikan dalam QS Al Anfal 8:9
اذ تس تغيثون ربمك فاس تجاب لمك أين ممدمك بألف من امللئكة مردفن “(Ingatlah) ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” Istighotsah sebagaimana dimaksud dipanjatkan oleh Nabi saw. dalam perang Badar, saat beliau melihat jumlah musuh yang mencapai 1.000 pasukan sedangkan jumlah muslimin hanya 313 personil. Melihat hal tersebut, nabi bergegas memasuki kemah dan beristighotsah dengan do’anya sebagai berikut:
اللهم ان هتكل هذه العصابة،اللهم أجنزيل ما وعدتين 25
من أهل االسالم التعبد ىف الرض “Ya Allah, penuhilah untukku apa yang Engkau janjikan padaku, Ya Allah jika (Engkau takdirkan) pasukan dari ummat Islam ini binasa, maka tak ada lagi yang menyembah Engkau di dunia.” Nabi terus memanjatkan do’anya sambil mengangkat kedua tangannya, sampaisampai sorbannya terjatuh dari pundak beliau. Lalu, Abu Bakr mengambil sorban tersebut dan memakaikan kembali ke atas pundak nabi, kemudian berkata: Wahai Nabi Allah, sudah cukupkan do’a yang engkau panjatkan itu, karena sesungguhnya Tuhanmu akan memenuhi apa yang dijanjikan-Nya kepadamu. Lalu turunlah ayat sebagaimana di atas. Yang kedua, istighotsah yang ditujukan kepada mayat atau pada seseorang yang jelas-jelas tidak akan sanggup atau mampu 26
memenuhinya. Misalnya agar tidak terjadi kemarau panjang, minta dilindungi dari musibah atau kecelakaan pada seseorang yang dianggap sakti, dan lain-lain. Perbuatan ini tergolong ke dalam syirik karena meyakini adanya kekuatan atau kekuasaan makhluk yang menyerupai tuhan. Sebagaimana firman Allah swt. dalam QS An Naml 27:62
املضطر اذا دعاه ويكشف السوء وجيعلمك أم من جييب ّ خلفاء الرض أاهل مع هللا قليال ّما تذكّرون “Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitah kamu mengingat(Nya).”
27
Boleh jadi seseorang meminta keselamatan pada selain Allah namun merasa bahwa dirinya tidak melakukan perbuatan musyrik. Disinilah tugas dakwah muncul. Bahwa ber-tuhan dalam Islam dibutuhkan tauhid. Tuhan dalam perspektif tauhid memiliki makna Rabb dan Ilâh. Dengan keyakinan penuh bahwa dialah Allah swt., Rabb yang Maha Mencipta, Maha Merajai dan Maha Mengatur. Karenanya, dialah Allah swt., Ilâh tempat kita berserah diri, mengabdi, mengadu, dan meminta pertolongan. Dengan asmâ dan sifat-sifat kesempurnaannya, tidak ada yang patut disembah dan dimintai pertolongan, keculia Dia. Karena itu, bertuhan dalam Islam adalah pengabdian yang mutlak, bertuhan dalam Islam adalah menjadi manusia yang terbebas dari segala belenggu perbudakan 28
dunia, perbudakan benda dan hawa nafsu, karena semua dengan tauhid, manusia telah bertekad menyerahkan jiwa raga dan segalanya untuk Allah semata. - Bertawassul ()التوسل ّ Tawassul adalah upaya manusia menggunakan wasilah atau perantara untuk sampai pada tujuan atau maksud yang diinginkan. Tawassul terbagi ke dalam dua bagian. Yang pertama adalah bahagian yang benar, yaitu tawassul dengan perantara yang benar untuk sampai pada yang diharapkan. Tawassul dengan asmâ Allah Hal tersebut dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama dengan lafadz atau penyebutan asmâ Allah secara umum, sebagaimana dicontohkan oleh nabi saw.,
اللهم اين أسأكل بلك امس هو كل 29
“Ya Allah, aku memohon dengan segala nama yang itu adalah milik-Mu” Adapun cara kedua, adalah bertawassul dengan nama yang khusus yang sesuai dengan hajat yang diinginkan, semisal
رب الناس أذهب البأس اشف أنت الشّ ايف ّ للهم ّ ا “Ya Allah, Tuhan manusia, hilangkanlah rasa sakit (ini) sembuhkanlah, Engkau Yang Maha Menyembuhkan” Doa semacam ini merupakan pengamalan dari firman Allah dalam QS Al A’raf 7:180
وهلل السامء احلس ىن فادعوه هبا “Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah dengan menyebut asma-ul husna itu”
30
Tawassul dengan sifat-sifat Allah Sebagaimana tawassul dengan asma Allah, maka cara pelafalan tawassul dengan sifatsifat Allah juga dapat dilakukan dengan cara umum, seperti
للهم ا ّين أسأكل بأسامك احلس ىن وففات العىل ّ ا “Ya Allah, saya memohon dengan asmaul husna-Mu dan sifat-sifat Mu yang agung”
Cara kedua, bertawassul dengan sifat-sifat khusus yang sesuai dengan permintaan yang khusus dimaksud, sebagaimana hadist nabi saw.
للهم بعلم الغيب وقدرت عىل اخللق أحيين ّ ا ما علمت احلياة خريا يل وتوفين اذا علمت الوفاة خريايل “Ya Allah dengan ilmu-Mu akan hal-hal ghaib, dan kuasa-Mu atas penciptaan, hidupkanlah aku jika Engkau ketahui 31
bahwa hidup itu baik untukku, dan wafatkanlah aku jika Engkau ketahui wafat itu lebih baik bagiku.” Tampak dari doa tersebut bahwa sifat ilmu dan kuasa Allah swt. sesuai dengan apa yang diminta.
Tawassul juga dapat dilakukan dengan sifat fa’al Allah seperti dalam doa, “Ya Allah berilah keselamatan atas Muhammad dan atas ahli bayt Muhammad, sebagaimana Engkau beri keselamatan atas Ibrahim dan atas ahl bayt Ibrahim.”
Tawassul dengan keimanan pada Allah dan rasul-Nya Sebagaimana dalam doa berikut:
للهم ا ّين أمتت ب وبرسوكل فاغفريل أو وفّقين ّ ا 32
“Ya Allah, aku beriman kepada-Mu dan kepada rasul-Mu, maka ampunilah aku atau restuilah aku” Tawassul dengan amal saleh Terdapat kisah yang diceritakan langsung oleh Nabi Muhammad saw. Ketika tiga orang laki-laki sedang berjalan, tiba-tiba hujan turun hingga mereka berlindung ke dalam sebuah gua yang terdapat di suatu gunung. Tanpa diduga sebelumnya, ada sebuah batu besar jatuh menutup mulut goa dan mengurung mereka di dalamnya. Kemudian salah seorang dari mereka berkata kepada temannya yang lain; 'lngatingatlah amal shalih yang pernah kalian lakukan hanya karena mencari ridla Allah semata. Setelah itu, berdoa dan memohonlah pertolongan kepada Allah dgn perantaraan amal shalih tersebut, 33
mudah-mudahan Allah menghilangkan kesulitan kalian.
akan
Tak lama kemudian salah seorang dari mereka berkata; 'Ya Allah ya Tuhanku, dulu saya mempunyai dua orang tua yang sudah lanjut usia. Selain itu, saya juga mempunyai seorang istri dan beberapa orang anak yang masih kecil. Saya menghidupi mereka dengan menggembalakan ternak. Apabila pulang dari menggembala, saya pun segera memerah susu dan saya dahulukan untuk kedua orang tua saya. Lalu saya berikan air susu tersebut kepada kedua orang tua saya sebelum saya berikan kepada anak-anak saya. Pada suatu ketika, tempat penggembalaan saya jauh, hingga saya pun baru pulang pada sore hari. Kemudian saya dapati kedua orang tua saya sedang tertidur pulas. Lalu, seperti biasa, saya segera memerah 34
susu & setelah itu saya membawanya ke kamar kedua orang tua saya. Saya berdiri di dekat keduanya serta tak membangunkan mereka dari tidur. Akan tetapi, saya juga tak ingin memberikan air susu tersebut kepada anak-anak saya sebelum diminum oleh kedua orang tua saya, meskipun mereka, anak-anak saya, telah berkerumun di telapak kaki saya untuk meminta minum karena rasa lapar yang sangat. Keadaan tersebut saya dan anak-anak saya jalankan dengan sepenuh hati hingga terbit fajar. Ya Allah, jika Engkau tahu bahwasanya saya melakukan perbuatan tersebut hanya untuk mengharap ridla-Mu, maka bukakanlah suatu celah untuk kami hingga kami dapat melihat cahaya! ' Akhirnya Allah swt. membuka celah lubang gua tersebut, berkat adanya amal perbuatan baik tersebut, hingga mereka dapat melihat langit. 35
Salah seorang dari mereka berdiri sambil berkata; 'Ya Allah ya Tuhanku, dulu saya mempunyai seorang sepupu perempuan (anak perempuan paman) yang saya sukai sebagaimana sukanya kaum laki-laki yang menggebu-gebu terhadap kaum wanita. Pada suatu ketika saya pernah mengajaknya untuk berbuat mesum, tetapi ia menolak hingga saya dapat memberinya uang seratus dinar. Setelah bersusah payah mengumpulkan uang seratus dinar, akhirnya saya pun mampu memberikan uang tersebut kepadanya. Ketika saya berada diantara kedua pahanya (telah siap untuk menggaulinya), tiba-tiba ia berkata; 'Hai hamba Allah, takutlah kepada Allah & janganlah kamu membuka cincin (menggauliku) kecuali setelah menjadi hakmu.' Lalu saya bangkit dan meninggalkannya. Ya Allah ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau pun tahu 36
bahwasanya saya melakukan hal itu hanya untuk mengharapkan ridhla-Mu. Oleh karena itu, bukakanlah suatu celah lubang untuk kami! ' Akhirnya Allah swt. membukakan sedikit celah lubang lagi untuk mereka bertiga. Seorang lagi berdiri dan berkata; 'Ya Allah ya Tuhanku, dulu saya pernah menyuruh seseorang untuk mengerjakan sawah saya dengan cara bagi hasil. Ketika ia telah menyelesaikan pekerjaannya, ia pun berkata; 'Berikanlah hak saya kepada saya!’ Namun saya tak dapat memberikan kepadanya haknya tersebut hingga ia merasa sangat jengkel. Setelah itu, saya pun menanami sawah saya sendiri hingga hasilnya dapat saya kumpulkan untuk membeli beberapa ekor sapi dan menggaji beberapa penggembalanya. Selang berapa lama kemudian, orang yg haknya dahulu tak saya berikan datang 37
kepada saya dan berkata; 'Takutlah kamu kepada Allah dan janganlah berbuat zhalim terhadap hak orang lain! ' Lalu saya berkata kepada orang tersebut; 'Pergilah ke beberapa ekor sapi beserta para penggembalanya itu & ambillah semuanya untukmu!' Orang tersebut menjawab; 'Takutlah kepada Allah & janganlah kamu mengolok-olok saya! ' Kemudian saya katakan lagi kepadanya; 'Sungguh saya tak bermaksud mengolok-olokmu. Oleh karena itu, ambillah semua sapi itu beserta para penggembalanya untukmu!' Akhirnya orang tersebut memahaminya & membawa pergi semua sapi itu. Ya Allah, sesungguhnya Engkau telah mengetahui bahwa apa yg telah saya lakukan dahulu adl hanya untuk mencari ridla-Mu. Oleh karena itu, bukalah bagian pintu goa yg belum terbuka! ' Akhirnya Allah pun membukakan sisanya, hingga mereka 38
dapat keluar dari dalam goa yang tertutup oleh batu besar tersebut. Kisah tersebut telah memberikan gambaran bahwa tawassul dengan amal kebaikan juga bagian dari sunnah. Tawassul dengan mengadu pada Allah Yaitu bertawassul dengan menjabarkan keadaan atau masalah yang tengah dialami dan atau keinginan yang ingin dicapai, sebagaimana yang dicontohkan oleh nabi Musa as., dalam do’anya pada QS. Al Qashash 28:24 :
رب ا ّين ملا أنزلت ا ّيل من خري فقري ّ “Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” Para mufassir memaknai kebaikan pada ayat ini dengan “barang sedikit makanan.” Maka tergambar, bahwa Nabi Musa as. 39
Mengadu kepada Allah atas kelaparan atau kekurangan yang dideritanya. Tawassul dengan doa orang saleh Tawassul kepada Allah dengan perantara do’a orang-orang saleh telah terjadi sejak zaman Nabi saw. dan para sahabatnya. Sebagaimana riwayat yang mengisahkan seorang pemuda yang menghampiri nabi yang tengah berkotbah. Lalu pemuda itu berkata: Ya Rasulullah, hartaku telah lenyap, jalan (usaha) ku telah terputus, maka mohonkanlah pada Allah agar menolong kami, kemudian nabi saw. mengangkat kedua tangannya dan bersabda: “Ya Allah tolonglah kami,” dan sebelum nabi turun dari mimbar, turunlah hujan, dan berlangsung hingga satu pekan lamanya. Demikian pula beberapa sahabat nabi dikisahkan juga meminta dido’akan oleh 40
paman Nabi yang dikenal sangat ‘alim, Abbas. Bagian yang kedua merupakan tawassul yang tidak dibenarkan secara syariat dan tergolong ke dalam syirik. Yaitu bertawassul kepada Allah dengan jalan atau perantara yang tidak dicontohkan oleh nabi, tidak diperintahkan oleh Al Qur’an maupun sunnah, dan karenanya tidak dikenal dalam syariat. Tawassul jenis ini tergolong kesiasiaan, bathil dan bertentangan, baik secara akal maupun secara hukum syariat. Misalnya, seseorang yang bermunajat kepada Allah melalui perantara orang yang telah mati dengan harapan mayat tersebut ikut mendo’akannya. Perbuatan ini tergolong ke dalam syirik.
41
- Perdukunan Dukun
()الاكهن
()الكهانة adalah seseorang yang
dipercaya memiliki kemampuan supranatural, di antaranya mampu mengabarkan tentang hal-hal yang ghaib di masa yang akan datang. Selain meramalkan nasib seseorang, dukun juga kerap dimintai untuk mengubah nasib, membunuh dengan sihir atau santet, hingga mempermudah rezeki dan jodoh. Dari masa jahiliyyah hingga saat ini, praktik kahanah atau perdukunan erat kaitannya dengan sihir dan setan. Sebagaimana diriwayatkan bahwa informasi seorang kahin didapatkan melalui perantara setan yang mencuri-curi dengar dari langit. Setan lalu menyampaikan atau membisiki informasi
42
yang didengarnya itu kepada kahin untuk kemudian disampaikan kepada manusia. Jika kemudian bisikannya itu benar, sesuai dengan realitas, maka manusia akan takjub dan menjadikan kahin tersebut sebagai rujukan dalam pengambilan keputusan di antara mereka. Begitulah kahin kemudian dikenal sebagai peramal ulung. Sungguh bahaya sekali seseorang yang berbuat, terlibat atau mempercayai perdukunan. Karena hukum perdukunan telah sampai pada kekufuran. Pertama, barang siapa datang kepada kahin atau dukun namun tidak mempercayai atau meyakini dukun tersebut, maka ia telah melakukan hal yang haram. Sebagaimana diriwayatkan dalam hadist, shalatnya tidak diterima selama 40 hari.
43
Kedua, barang siapa yang mendatangi dukun, lalu bertanya padanya, kemudian mempercayai kata-katanya, maka ia telah masuk dalam kategori kufur kepada Allah swt. Diwajibkan atasnya bersyahadat kembali. Sebagaimana diuraikan pada bab-bab terdahulu mengenai jenis-jenis tauhid, yaitu tauhid rububiyyah, uluhiyyah dan tauhid asma was shifat, maka praktik perdukunan jelas menodai seluruh aspek dalam tauhid seseorang. Dengan meminta, meyakini dan menuruti permintaan dukun, berarti seseorang telah menodai kalimat syahadat bahwa tiada Ilah yang patut disembah, patut dimintai pertolongan, patut dipatuhi sepenuh jiwa dan raga, kecuali Allah. Karena syahadat adalah syarat mutlak dalam berislam. Karena tauhid yang murni 44
adalah syarat mutlak dalam mengimani Allah swt. Bayangkan jika Anda ditawari susu murni yang begitu nikmat, namun Anda temukan di dalamnya terdapat tahi cicak atau bahkan bangkai tikus! Apakah Anda akan meminumnya?! Islam adalah agama yang paripurna. Islam dibangun di atas fondasi tauhid yang kokoh. Tiada Ilah yang patut disembah, Tiada Ilah yang patut dimintai pertolongan, kecuali Allah. Maha Suci Allah dengan segala kesempurnaan asma dan shifat-Nya. Apapun yang kita minta, Allah memiliki asma-ul husna untuk kita sebut dalam do’a kita. Janganlah-lah nodai tauhid kita barang sedikit saja dengan keyakinan-keyakinan
45
palsu pada makhluk yang juga penuh alpa dan kekurangan sebagaimana kita.
- Sekularisme ()العلامنيّة Sekularisme atau ‘ilmaniyyah memiliki akar kata yang sama dengan ‘alam, atau ‘alamiyyah yang secara konseptual dapat dimaknai dengan memisahkan agama (dien) dari negara atau dari kehidupan. Paham sekulerisme merupakan konsep jahiliyyah yang muncul di dunia belahan barat yang memandang agama (Katolik) dengan dogma-dogma yang diyakininya acap kali menjadi penghalang kemajuan ilmu pengetahuan. Tentu saja hal ini sangat bertentangan dengan Islam. Karena Islam merupakan dien kamil mutakamil atau agama sekaligus peradaban dengan kelengkapan sistem dan world view yang dimilikinya. Islam 46
memiliki dimensi aqidah, syariat atau mu’amalat dan akhlaq yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Jika alasan pemisahan agama adalah karena anggapan penghambat kemajuan, justru kemajuan barat saat ini dimulai dari futuhat atau ekspansi peradaban Islam yang memulai kemajuan Eropa dalam berbagai aspeknya.
47
Tentang Penulis Daniel Rusyad Hamdanny, lahir di Bandung 15 Oktober 1988. Lulus dari PM Darussalam Gontor pada tahun 2007, dan meraih strata-1 di bidang ilmu komunikasi dari Universitas Padjadjaran. Menjadi praktisi keuangan syariah sejak 2013, saat bergabung di salah satu lembaga keuangan syariah di Jakarta. Saat ini bekerja di salah satu BUMN di kota yang sama. Karya tulis Penulis yang telah terpublikasi di antaranya, Islamic Rhetorics: Lessons from the Farewell Sermon by Prophet Muhammad, Buku Kecil Tauhid dalam Islam, dan Buku Kecil Ekonomi Syariah. Penulis dapat dihubungi pada: 085722396950
[email protected] 48
Referensi
Falih, Abi Abdillah. 1997. Mu’jam Alfadz Al Aqidah. Riyadl: Maktabah Al ‘Abikan
Ibn Sa’adi, Abdurrahman bin Nasir. 1982. Kitab at Tauhid. Makkah: Riasat Idarat al Buhuts al ‘Ilmiyyah wal Ifta.
Qutb, Muhammad. 1981. Muqarrar Ilm at Attauhid. Riyadl: Wizarat al Ma’arif
www.fatwaislam.com www.islamqa.info www.wikipedia.com www.saaid.net www.mutiarahadist.com 49