BIOREMEDIASI SEDIMEN TAMBAK UDANG
Oleh: Dedy kurniawan
FAKULTAS PERIKANAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2010
ABSTRAK
Pertambakan merupakan sistem penting dalam usaha perikanan di berbagai negara perikanan di negara berbagai negara seperti Thailand, China, Ekuador, Taiwan, Brasil, Indonesia dan berbagai negara berkembang lainnya. Sistem yang dipakai biasanya dengan cara melakukan pembukaan lahan terbuka di kawasan pesisir Udang, terutama spesies Tiger prawn (Panaeus monodon) menjadi spesies utama dalam pertambakan ini. Usaha pertambakan udang ini berkembang pesat pada pertengahan tahun 80-an sampai tahun 90-an. Seiring meningkatnya permintaan, usaha ini berkembang dari sistem pertambakan tradisional yang relatif ramah lingkungan menjadi sistem intensifikasi yang sarat penggunaan bahan kimia. Penggunaan bahan kimia ternyata memberikan umpan balik pada segi kerusakan pada tambak, tambak menjadi tidak dapat digunakan secara berkelanjutan. Industri pertambakan udang mengalami kolaps pada pertengahan tahun 90-an di semua negara produsen. Berbagai penelitian terakhir menyebutkan bahwa kerusakan sedimen pada tambak merupakan problem utama penyebab tidak. Sedimen ditengarai membuat kondisi kualitas lingkungan tambak tidak mendukung kehidupan udang. Salah satu usaha perbaikan sedimen ini adalah dengan menggunakan agensia biologi. Usaha ini ditujukan
untuk
Bioremediasi
mengembalikan
diharapkan
dapat
sedimen
seperti
membangkitakan
pertambakna udang seperti pada tahun 80-an.
kondisi kembali
sebelum
tercemar.
usaha
perikanan
I.
I. PENDAHULUAN
SISTEM PERTAMBAKAN UDANG Kegiatan budidaya adalah intervensi dalam proses pemeliharaan untuk meningkatkan
produksi,
seperti
penebaran
yang
teratur,
pemberian
pakan,
perlindungan terhadap pemangsa (predator) pencegahan terhadap serangan penyakit dan sebagainya (Pusat Riset Perikanan Budidaya, 2001 dalam Irianto,2007). Kegiatan budidaya dapat dilaksanakan di lingkungan air payau, air tawar dan air laut. Pemilihan jenis (spesies) tertentu akan berkaitan langsung dengan lingkungan perairan sebagai habitat dari sposies yang dipelihara. Kegiatan ini berarti pengusahaan budidaya organisme akuatik termasuk ikan, moluska, krustase dan tumbuhan akuatik. Tambak merupakan salah satu jenis habitat yang dipergunakan sebagai tempat untuk kegiatan budidaya air payau yang berlokasi di daerah pesisir. Secara umum tambak biasanya dikaitkan langsung dengan pemeliharaan udang windu, walaupun sebenamya masih banyak spesies yand dapat dibudidayakan di tambak misalnya ikan bandeng, ikan nila, ikan kerapu, kakap putih dan sebagainya. Tetapi tambak lebih dominan digunakan untuk kegiatan budidaya udang windu. Udang windu
(Penaeus monodon) merupakan produk perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi berorientasi eksport (Irianto, 2007). Gambar 1: Kolam untuk membesarkan udang di Korea Selatan. (http://id.wikipedia.org/) KONDISI INTERNAL TAMBAK (a) Kondisi Fisik dan Kimia Sedimen Tambak • Tekstur Sedimen Kondisi fisik tanah dapat dibedakan dalam berbagai macam, liat, berpasir, maupun masam. Semakin tinggi persentase liat, maka porositas tanah semakin kecil dan konduktifitas hidrauliknya semakin kecil pula sehingga dapat menahan hara dan air serta kemantapan agregatnya tinggi. Tanah berpasir mempunyai porositas tinggi, menyerap air. Sedangkan tanah masam merupakan tanah yang mempunyai kadar asam tinggi sehingga tidak baik jika digunakan sebagai tambak. • Kimia Tanah Keberadaan bahan organik dalam tanah merupakan faktor yang sangat menentukan di dalam pengelolaan mintakat tropika, karena bahan organik dapat mempengaruhi upaya perbaikan sifat fisik dan kimia tanah. Dari segi fisik tanah, adanya bahan organik ini dapat memperbaiki tata partikel tanah sehingga daya jerap (mengikat) terhadap hara, air dan udara menjadi lebih baik. Bila ditinjau dari segi kimia tanah, bahan organik merupakan pemasok unsur karbon yang merupakan unsur pokok dalam proses pelapukan, sehingga hara dalam tanah lebih tersedia. Analisis kimia sedimen tambak dapat digambarkan dalam berbagai variabel: Kapasitas tukar kation (KTK), Nitrogen (Ntotal), P tersedia (P-Bray, P-Olsen), K-dapat ditukar (Kdd), Na
dapat ditukar (Na dd), Ca dapat ditukar (Ca dd), Mg dapat ditukar (Mg dd), Bahan Organik C-Organik), pH (H20 dan KC1), Tekstur (Hidrometer). Diskripsi hasil analisis kimia sedimen ini dapat diterangkan sbb: • Kejenuhan Basa (KB) adalah kemampuan tanah mengikat unsur-unsur kesuburan dalam kondisi basa, sehingga tanah ini tidak mudah tercuci. Sehingga semakin tinggi Kejenuhan Basa (KB) maka tanah tersebut tergolong semakin subur. Apabila KB lebih rendah, dan pH cenderung lebih asam, maka tanali semacam ini: Akumilasi Bahan Organik tinggi, tetapi ada kecurigaan keracunan terhadap Fe dan Mn (dalam kondisi Anaerob). Kondisi ini juga menyiratkan sedikitnya mikroorganisme yang dapat hidup. • C/N rasio : banyaknya kandungan bahan di tanah yang siap diurai untuk meningkatkan kesuburan tanah (http://www.lamongan.go.id/}. (b) Kondisi Lingkungan Tambak Udang •
Air tambak harus berkadar garam 5 - 25 ppt
•
Temperatur min 28°C, maks 32°C, bila lebih rendah atau tinggi tidak mau makan
•
Udang butuh oksigen min hidup 3,5 ppm, terbaik untuk pertumbuhan min 4 ppm pada pagi hari
•
Air tidak boleh jernih atau berbuih, tumbuhkan plankton sebagai bioindikator air media
(Adiwijaya, 2004)
PENCEMARAN PADA TAMBAK
(a) Akumulasi Bahan Organik Pada tambak sering terjadi kumulasi material organik yang akan mengalami transformasi menjadi amonia. Adanya amonia yang terdapat di tambak akan sangat mengganggu kehidupan udang atau komoditas yang dibudidayakan. Reaksi antara oksidasi amonia menjadi nitrat dalam nitrifikasi adalah terbentuknya nitrit. Adanya nitrit yang tinggi juga mengganggu kehidupan udang maupun mikroorganisme lainnya. Telah dilakukan penelitian secara laboratoris untuk melihat aktifitas maupun populasi bakteri pelaku nitrifikasi. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kondisi reduktif tambak tidak mematikan bakteri pelaku nitrifikasi, pertumbuhan bakteri pelaku nitrifikasi dapat berlangsung secara cepat pada medium dan kondisi lingkungan yang mencukupi, jumlah bakteri heterotrop yang tinggi tenyata tidak diikuti oleh aktivitas yang tinggi dalam melakukan proses nitritasi maupun nitratasi dan proses nitrifikasi tambak didominasi oleh aktifitas kelompok bakteri autotrof Pada tingkat pencemaran yang rendah pada danau atau aliran sungai, permasalahan pakan dapat diatasi secara alami melalui proses yang dikenal sebagai pulih diri (self purification). Pada proses pulih diri, cemaran organik akan mengalami biodegradasi oleh flora mikroorganisma pada perairan tersebut dan setelah waktu tertentu kondisi perairan pulih seperti semula. Jika kuantitas pencemar dalam badan air cukup tinggi, proses pulih diri tidak dapat berlangsung sempurna, perairan mungkin akan menjadi kekurangan oksigen (anoksik) dan mati akibat tidak ada hewan atau tumbuhan air yang mampu hidup di dalamnya. Pada kasus dimana kuantitas cemaran materi organik tinggi maka dapat dilakukan proses bioaugmentasi dan/atau biostimulasi. (b) Residu Antibiotik dan Pestisida Penggunaan antibiotika dan pestisida cenderung tidak baik dan hanya berefek jangka pendek. Penggunaan kedua bahan ini akan meninggalkan residu yang akan terendapkan di sedimen pada tambak. Residu antibiotik akan tetap berada pada produk hewan hingga jangka waktu tertentu dan menyebabkan tekanan selektif pada
mikroorganisma,
memacu
munculnya
resistensi
pada
beragam
bakteri
dan
memungkinkan transfer gen-gen resisten ke bakteri lainnya. Pada sedimen, residu dapat merubaha komposisi kimai tanah, akan terjadi perubahan sifat organik dan organik dari sedimen. Residu antibiotik dan pestisida tidak selalu datang dari aktivitas akuakultur tetapi dapat berasal dari luar lingkungan akuakultur. Antibiotik dapat berasal dari aktivitas pengendalian penyakit yang tidak terkendali akibat kurangnya pemahaman, atau pelaksanaan yang tidak bertanggung jawab. Pencemaran sulit dihindari karena hingga saat ini tertib peruntukan lahan atau zonasi kegiatan ekonomi, penanganan limbah dan kesadaran masyarakat akan pentingnya mempertahankan kualitas sumber daya perairan masih relatif rendah (Irianto, 2007).
SEDIMEN PADA PERTAMBAKAN UDANG Sedimen merupakan bagian terpenting dalam usaha budidaya udang. Keadaan sedimen akan mempengaruhi kualitas air tambak. Pada akhirnya kesehatan udang akan menurun. Kualitas sedimen pada tambak ini menjadi semakin berkurang ketika terdapat kasus penggunaan antibiotic dan pestisida yang berlebihan. Penggunaan kedua bahan kimia ini akan sangat berefek pada sedimen karena sifat kimianya yang tidak dapat didegradsi secara mudah. Ini akan menghasilkan residu bahan kimia yang mengakibatkan siklus kimia normal sedimen dan air pada tambak menjadi terganggu. Residu ini akan mengakibatkan tingginya kandungan bahan nitrogen anorganik, senyawa organik karbon dan sulfida baik yang berasal dari sisa pakan, kotoran udang atau pemupukan dalam jangka panjang. Hal tersebut pada akhirnya
berdampak langsung terhadap kandungan senyawa amonia, nitrit, nitrat, H2S, dan senyawa karbon yang bersifat toksik pada sistem tambak udang. Keseimbangan ekologis mikroorganisme di dalam tambak sudah tidak normal lagi, Sebagai contoh adalah keberadaan senyawa dimetilsulfida atau DMS [(CH 3 ) 2 S]. Senyawa ini secara normal terdapat dalam jumlah sedikit sedimen perairan laut dari hasil katabolisma senyawa organosulfur terutama DMSP, asam amino yang mengandung sulfur dan proses metilasi asam sulfida (H 2 S).pada kondisi anoksik. Penggunaan bahan kimia menimbulkan kuantitas senyawa DMS berlebih pada sedimen tambak. Kehadiran senyawa sulfida ternyata akan menghambat siklus nitrogen di perairan. Sebagaimana diungkapkan oleh Joye dan Hollibaugh bahwa proses nitrifikasi dengan menambahkan hidrogen sulfida (HS - ) sebesar 60 dan 100 m M (setara dengan 1818 h M dan 3030 h M senyawa DMS) ke dalam sedimen estuari, menyebabkan penurunan proses nitrifikasi masing-masing sebesar 50 dan 100%. (5) Lebih lanjut Julliette et al. dalam penelitiannya menyebutkan pemberian 0.5 m M (setara dengan 500 h M) senyawa DMS dan DMDS ke dalam media mengandung 10 mM NH 4 + mengakibatkan penurunan efisiensi pembentukan nitrit (NO 2 - ) menjadi 86% dan 76%. (6) Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa kehadiran senyawa DMS di perairan akan menghambat laju proses nitrifikasi, sehingga merupakan hal yang perlu diperhitungkan agar proses nitrifikasi di petambakan udang dapat berjalan secara optimal. (Wage Komarawidjaja, 2001).
PENGERTIAN BIOREMEDIASI Bioremediasi mikroorganisme,
fungi,
dapat
dikatakan
tanaman
hijau
sebagai atau
proses
enzyme
yang
yang
menggunakan
digunakan
untuk
mengembalikan kondisi suatu lingkungan yang telah tercemar kepada kondisi semula (http://en.wikipedia.org/wiki/Bioremediation). Proses bioremediasi ini dapat dilakukan secara bioaugmentasi yaitu penambahan atau introduksi satu jenis atau lebih mikroorganisma baik yang alami maupun yang sudah mengalami perbaikan sifat (improved/genetically engineered strains), dan biostimulasi yaitu suatu proses yang dilakukan melalu penambahan zat gizi tertentu yang dibutuhkan oleh mikroorganisma atau menstimulasi kondisi lingkungan sedemikian rupa (misalnya pemberian aerasi) agar mikroorganisma tumbuh dan beraktivitas lebih baik (Irianto, 2001). Penggunaan sistem bioremedasi sendiri disebabkan berbagai keuntungan yang bisa diperolah seperti relative aman karena menggunakan organisme. Bioremediasi sendiri bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). Ada 4 teknik dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi : •
stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan nutrien, pengaturan kondisi redoks, optimasi pH, dsb
•
inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang memiliki kemampuan biotransformasi khusus
•
penerapan immobilized enzymes
•
penggunaan tanaman (phytoremediation) untuk menghilangkan atau mengubah pencemar. (http://Pencemaran Lingkungan online.com//)
II. ISI
2.1. PENGGUNAAN SISTEM BIOREMEDIASI DALAM USAHA PERBAIKAN KONDISI SEDIMEN TAMBAK UDANG
Bioremediasi merupakan sistem pengembalian kondisi lingkungan yang sudah tercemar kembali pada kondisi awal. Teknik bioremediasi pada tambak udang secara prinsip menambahkan mikroorganisme tertentu untuk menormalkan kembali tambak udang yang telah rusak akibat tingginya senyawa metabolitoksik terutama amoniak dan nitrit. Tidak cuma itu, metoda ini juga mampu menghilangkan H2S yang bersifat toksik/berracun pada sedimen tambak serta menekan jumlah bakteri vibrio yang dapat menimbulkan penyakit pada udang windu (Rusmana dan Widianto, 2006). Dalam kasus pertambakan udang, sedimen merupakan “lingkungan” yang akan diperbaiki. Dalam usaha melakukan remediasi pada lingkungan tambak, perlu dilakukan analisa menyeluruh akan kandungan berbagai bahan organic dan an organic yang terdapat pada lingkungan tambak (Subagyo, 2008). Analisa ini diperlukan untuk menentukan langkah selanjutnya terhadap lingkungan tambak tersebut, termasuk dalam penggunaan mikroorgansime yang mungkin akan digunakan. Kegiatan analisa ini merupakan langkah kerja pertama dalam usaha bioremediasi tambak. Analisa ini meliputi kegiatan survey pendahuluan terhadap sedimen. Survey pendahuluan ini meliputi berbagai hal sebagai berikut: Kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah dikenal dengan remediasi. Sebelum melakukan remediasi, hal yang perlu diketahui: •
Jenis pencemar (organic atau anorganik), terdegradasi/tidak, berbahaya/tidak,
•
Berapa banyak zat pencemar yang telah mencemari tanah tersebut,
•
Perbandingan karbon (C), nitrogen (N), dan Fosfat (P),
•
Jenis tanah,
•
Kondisi tanah (basah, kering),
•
Telah berapa lama zat pencemar terendapkan di lokasi tersebut,
•
Kondisi pencemaran (sangat penting untuk dibersihkan segera/bisa ditunda). (http://Pencemaran Lingkungan online.com//)
Langkah selanjutnya adalah dengan menentukan jenis mikroorganisme yang bisa digunakan dalam melakukan remediasi terhadap sedimen.fungi, tanaman hijau atau enzyme. Salah satu yang sering digunakan adalah bakteri. Bakteri digunakan dalam banyak sistem bioremediasi karena sifatnya yang fagositosis, ukuran kecil, tidak berbentuk hifa (Subagyo,2008). Dalam aplikasi remediasi sedimen tambak digunakan jenis bakteri. Berbagai jenis bakteri yang dapat digunakan adalah bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi, bakteri fermentatif maupun bakteri fotosintetik anoksigenik. Penelitian untuk melakukan langkah kedua ini telah dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiota dan Laboratorium Hidrodinamika Pusat Penelitian Limnologi LIPI, Cibinong-Bogor. Percobaan diarahkan untuk mencapai keseimbangan lingkungan tambak dengan memanfaatkan bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi, bakteri fermentatif maupun bakteri fotosintetik anoksigenik. Mikroorganisme tersebut nantinya diharapkan dapat mengeluarkan senyawa-senyawa toksik dan melepaskannya berupa gas nitrogen dan CO2 ke atmosfer. Langkah awal dalam penentuan jenis bakteri ini adalah dengan mencari bakteri yang cocok untuk dpaat melakukan remedisi terhadap sedimen tambak. Dari berbagai jenis bakteri yang didapatkan, selanjutnya dapat ditentukan suatu konsorsia bakteri. Konsorsia bakteri ini y nag akan diaplikasikan secara langsung ke lingkungan tambak. Penelitian dilakukan di daerah pertambakan di Lampung, Sulawesi Tenggara, wilayah Pantura serta Pantai Selatan Jawa. Bakteri yang dibutuhkan dalam remediasi sedimen tambak adalah bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi, bakteri fotosintetik anoksigenik, bakteri fermentatif dan bakteri heterotrofik yang dapat meningkatkan kualitas air dan sedimemen (Rusmana dan Widianto, 2006).
2.2. APLIKASI SISTEM BIOREMEDIASI PADA TAMBAK UDANG
Sistem kerja dalam penggunaan bakteri dalam usaha budidaya udang dalam tambak adalah dengan penggunaan konsorsia bakteri remediasi. Konsorsia ini terdiri dari berbagai jenis bakteri yang telah ditemukan yaitu bakteri heterotrofik, bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi, serta bakteri fotosintetik anoksigenik. Rasio bakteri yang digunakan adalah Bakteri nitrifikasi : bakteri denitrifikasi : bakteri fotosintetik anoksigenik : bakteri heterotrofik (bakteri fermentatif - DA) = 2 : 1 : 1 : 2. •
Bakteri denitrifikasi dan nitrifikasi untuk mengendalikan nitrogen, amoniak, nitrat, dan nitrit yang ada di tambak.
•
Bakteri fotosintetik anoksigenik untuk mengatur hidrogen sulfida (H2S) dan sebagai pakan tambahan karena banyak mengandung karotenoid.
•
Bakteri heteroptrofik untuk mengontrol karbon dan senyawa organik dari sisa pakan.
•
Bakteri fermentasi untuk menghilangkan senyawa organik dengan cepat karena punya sifat proteolitik. Konsorsium bakteri ini dimasukkan dalam tambak dua minggu sebelum bibit
ditebar, selanjutnya setiap 10 hari sampai masa panen. Tiap satu hektare tambak memerlukan 120 liter tiap 10 hari selama dua bulan pertama. Selanjutnya sampai bulan keempat, dinaikkan dua kali lipat dengan konsentrasi yang sama. Hasil akhir menunjukkan tingkat kelangsungan hidup udang sekitar 70 persen dengan padat penebaran 30 ekor per m2 dan ukuran panen 35-45 ekor per kg. Berdasarkan
hasil
analisa
kualitas
air
tambak
menunjukan
bakteri
bioremediasi mampu beradaptasi dan dapat bekerja dengan baik menjaga kondisi kualitas air tambak agar berada dibawah batas ambang dan mampu menguraikan senyawa toksik (Rusmana dan Widianto, 2006).
III. KESIMPULAN
1. Bioremediasi merupakan sistem pengembalian kondisi lingkungan yang sudah tercemar kembali pada kondisi awal dengen menggunakan agensia biologi. 2. Kerusakan sedimen pada tembak udang pada dasarnya disebabkan penggunaan bahan kimia yang berlebihan sehingga menghasilkan residu bahan kimia yang mengakibatkan siklus kimia normal sedimen dan air pada tambak menjadi terganggu. 3. Penggunaan sistem pengolahan dengan menggunakan bioremediasi dibutuhkan keahlian khusus sehingga diperlukan suatu sistem teknologi sederhana untuk aplikasi kepada masyarakat nelayan secara luas. 4. Aplikasi bioremediasi pada tambak udang harus diikuti dengan manajemen usaha tambak karena suatu tambak juga dipengaruhi lingkungan luar tambak.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwijaya, Darmawan.2007.Kunci Sukses Budidaya Udang Sistem Tertutup Secara Berkelanjutan.http://ikanmania.wordpress.com/
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara. Tambak Udang Sistem Tertutup Bebas Virus dan Ramah Lingkungan. http://ikanmania.wordpress.com/
Bioremediation. http://en.wikipedia.org/wiki/Bioremediation
Executive Summary Kondisi http://www.lamongan.go.id/
Dan
Potensi
Wilayah
Pesisir
Hermanto, S.Pi., M.Si. 2007. Pengelolaan Budidaya Tambak Berwawasan Lingkungan. http://ikanmania.wordpress.com/
Irianto, Agus Prof.Drs., M.Sc., Ph.D. 2007. Potensi Mikroorganisma : Di Atas Langit Ada Langit. http: //www.unsoed.ac.id/.
Komarawidjaja, Wage. Potensi Dampak Negatifkandungan Senyawa Dimetilsulfida (DMS) di Beberapa Kawasan Pertambakan Udang. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, Vol.3, No.4 (Juli 2001), hal. 14-18/HUMASBPPT/ANY
Mina Diklat BPPP Belawan Medan. 2007. Jenis Penyakit Udang Pada Budidaya Air Payau. http://ikanmania.wordpress.com/2007/12/31
Pencemaran Tanah. http://Pencemaran Lingkungan online.com//
Rekapitalisasi fosfat.http://balittanah.litbang.deptan.go.id/
Rusmana, Iman dan Tri Widiyanto 2006 Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Nitrat Disimilatif Dan Nitrifikasi Sebagai Agens Bioremediasi Untuk Mengontrol Kadar Amonia Dan Nitrit Di Tambak Udang PT. Garam Kabupaten Sumenep Pasca Panen dan Keterkaitannya dengan Faktor Lingkungan Okid Parama Astirin. http://jurnal.aquaculture-mai.org/vol5no2.pdf.
Rusmana, Iman dan Tri Widiyanto. 2006 Kajian Daya Dukung & Sistem Pengelolaan Perairan Budidaya Udang Windu Yang Berkelanjutan http://www.olm.limnologi.lipi.go.id//
Subasinghe, R., M.J. Phillips dan A.G.J. Tacon Network of Aquaculture Centres in Asia-Pacific (NACA) http://www.fao.org/
Subagyo, IR. MSc. 2008. Bioremediasi pada Aquakultur. Bahan Mata Kuliah Bioremediasi Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro, Semarang.
Sukoso dan Sri Andayani. Kajian Nitrifikasi Sedimen Tambak Udang
Tambak Udang. http://id.wikipedia.org/
Thailand transformed by shrimp boom.http://www.pulitzer.org/
Yudhi Soetrisno Garno. 2001. Pengembangan Industri Budida Udang di Tambak Kedap Air dan Beban Pencemaran Limbahnya Pada Parairan Pantai. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol.3, No.5, (Agustus 2001), hal. 7076
Widiyanto, Tri. 2006. Kuartet Bakteri Bioremediasi.TEMPO Interaktif,