BIOREMEDIASI
MAKALAH Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah mikrobiologi Yang dibimbing oleh Ibu Sitoresmi Prabaningtyas S.Si, M.Si
Disusun oleh Kelompok 3/ offering A 2012 Alfiatuz Zainiyah
(120341421994)
Nurul Ika Noviyanti
(120341400028)
Putri Ani Puji K.K
(120341421954)
Samsul Rizal
(408342417763)
Yohana Wulandari
(120341421953)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI Oktober 2014
KATA PENGENTAR Segala puji penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi hidayah serta ilmu yang bermanfaat. Sehingga penlis mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Tak lupa shalawat serta salam selalu penulis curahkan kepada Nabi agung Muhammad SAW yang telah menuntun kita ke jalan yang benar. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi yang dibina oleh Ibu Sitoresmi Prabaningtyas S.si, M.Si. Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, yaitu: 1. Ibu selaku Sitoresmi Prabaningtyas S.si, M.Si. dosen mata kuliah Mikrobiologi atas kesabarannya dalam membimbing kami. 2. Kakak-kakak Asisten dosen yang telah banyak membantu kami dalam proses pembelajaran mata kuliah ini. 3. Teman-teman biologi offering A angkatan 2012 dan semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini. 4. Kedua orang tua yang telah memberi dukungan. Penulis telah berusaha untuk menyusun makalah ini sebaik mungkin. Namun, penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar penyusunan makalah yang berikutnya dapat lebih baik lagi.
Malang, 24 oktober 2014
Penulis
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan kita sedang terancam. Secara mengejutkan udara yang kita hirup, air yang kita minum dan tanah yang kita andalkan untuk menanam bahan makanan telah terkontaminasi secara langsung oleh hasil aktivitas manusia. Polusi dari sampah industri seperti tumpahan bahan kimia, produk rumah tangga dan peptisida telah menyebabkan kontaminasi pada lingkungan. Bertambahnya jumlah bahan kimia beracun menyebabkan ancaman bagi kesehatan lingkungan dan organisme hidup yang ada di dalamnya. Perkembangan pembangunan di Indonesia khususnya bidang industri, senantiasa meningkatkan kemakmuran dan dapat menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat kita. Namun di lain pihak, perkembangan industri memiliki dampak terhadap meningkatnya kuantitas dan kualitas limbah yang dihasilkan termasuk di dalamnya adalah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Bila tidak ditangani dengan baik dan benar, limbah B3 akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Pencemaran atau polusi bukanlah merupakan hal baru, bahkan tidak sedikit dari kita yang sudah memahami pengaruh yang ditimbulkan oleh pencemaran atau polusi lingkungan terhadap kelangsungan dan keseimbangan ekosistem. Polusi dapat didefinisikan sebagai kontaminasi lingkungan oleh bahan-bahan yang dapat mengganggu kesehatan manusia, kualitas kehidupan, dan juga fungsi alami dari ekosistem. Walaupun pencemaran lingkungan dapat disebabkan oleh proses alami, aktivitas manusia yang notabenenya sebagai pengguna lingkungan adalah sangat dominan sebagai penyebabnya, baik yang dilakukan secara sengaja ataupun tidak. Berdasarkan kemampuan terdegradasinya di lingkungan, polutan digolongkan atas dua golongan: 1. Polutan yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu bahan seperti sampah yang mudah terdegradasi di lingkungan. Jenis polutan ini akan menimbulkan masalah lingkungan bila kecepatan produksinya lebih cepat dari kecepatan degradasinya. 2. Polutan yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi (nondegradable pollutant), dapat
menimbulkan
masalah
lingkungan
yang
cukup
serius.
Untuk mengatasi limbah (khususnya limbah B3) dapat digunakan metode biologis sebagai alternatif yang aman, karena polutan yang mudah terdegradasi dapat diuraikan oleh mikroorganisme menjadi bahan yang tidak berbahaya seperti CO2 dan H2O. Cara biologis atau biodegradasi oleh mikroorganisme, merupakan salah satu cara yang tepat, efektif dan hampir tidak ada pengaruh sampingan pada lingkungan. Hal ini dikarenakan tidak menghasilkan racun ataupun blooming (peledakan jumlah bakteri). Mikroorganisme akan mati seiring dengan habisnya polutan dilokasi kontaminan tersebut. Hanya bioteknologi yang dipertimbangkan untuk menjadi kunci dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah kesehatan manusia. Bioteknologi juga menjadi peralatan yang bagus untuk pembelajaran atau perbaikan terhadap buruknya kesehatan akibat polusi lingkungan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, penyusun menemukan beberapa permasalahan dalam pembuatan makalah ini, yaitu diantara sebagai berikut : 1. Apakah pengertian Bioremediasi ? 2. Apakah tujuan dari biormediasi ? 3. Apa sajakah mikroorganisme yang berperan dalam proses bioremediasi ? 4. Bagaimanakah proses bioremediasi ? 5. Apa sajakah jenis-jenis bioremediasi ? 6. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi bioremediasi? 7. Apa sajakah kekurangan dan kelebihan bioremediasi ? 1.3 Tujuan dan Maksud Penulisan Adapun tujuan dan maksud penulisan makalah ini, diantaranya : 1. Untuk Mengetahui pengertian bioremediasi 2. Untuk mengetahui tujuan penggunaan dari biremediasi 3. Untuk mengetahui mikroorganisme yang berperan dalam bioremedisi 4. Untuk mengetahui proses bioremediasi 5. Untuk mengetahui jenis-jenis bioremediasi 6. Untuk mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi bioremediasi 7. Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan bioremediasi
BAB II PEMBAHASAN 2.1 PENGERTIAN BIOREMEDIASI Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Bioremediasi bukanlah konsep baru dalam mikrobiologi terapan, karena mikroba telah banyak digunakan selama bertahun-tahun untuk mengurangi senyawa organic dan bahan beracun baik yang berasal dari limbah rumah tanggga maupun industry. Hal yang baru adalah bahwa teknik bioremediasi terbukti sangat efektif dan mrah dari sis ekonomi untuk membersihkan tanah dan air yang terkontaminasi oleh senyawa-senyawa kimia toksik atau beracun (Munir, 2006). Teknologi bioremediasi oleh mikroba merupakan hasil pemikiran yang sistematik dari integrasi berbagai bidang ilmu, antara lain mikrobiologi, ekologi, fisiologi, biokimia, dan genetika yang dipadukan dengan menggunakan prinsip rekayasa untuk memaksimumkan reaksi metabolic mikroba yang diinginkan dalam pemulihan lingkungan yang tercemar. Pemahaman tentang mikrobiologi dan lingkungannya merupakan faktor penting dalam perkembangan teknologi biodegradasi. Kunci utama penentu keberhasilan pengolahan limbah pencemar di lingkungan secara biologi adalah mengetahui faktor-faktor yang berinteraksi dalam biodegradasi itu sendiri. Sejumlah
senyawa
kimia
berbahaya
(kontaminan/pencemar)
dan
kelompok
bahanbuangan sudah diperbaiki melalui bioremediasi. Bioremediasi merupakan proses perbaikan bahan buangan atau limbah dengan melibatkan mikrorganisme. Terdapatnya senyawa berbahaya dalam lingkungan karena, kondisi lingkungan tersebut tidak memungkinkan aktivitas mikroba untuk melakukan degradasi secara biokimia. Optimalisasi kondisi lingkungan tersebut melalui pemahaman prinsip biologik mengenai senyawa yang akan diurai, dan pengaruh kondisi lingkungan terhadap kemampuan mikroorganisme dan reaksi katalisisnya (Hamdiyati, 2013). Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme yang telah dipilih untuk ditumbuhkan pada polutan tertentu sebagai upaya untuk menurunkan kadar polutan tersebut. Pada saat proses bioremediasi berlangsung, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi struktur polutan beracun menjadi tidak kompleks sehingga menjadi metabolit yang tidak beracun dan berbahaya.
Bioremediasi mempunyai dua tujuan yaitu (Almuthmainah, 2013): a. menstimulasi pertumbuhan mikroba baik yang indigenus yaitu mikroba asli maupun non indigenus non indigenus atau mikroba yang sengaja dimasukkan dari luar ke daerah yang terkontaminasi. b. menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai untuk meningkatkan intensitas kontak langsung antara mikroba dengan senyawa kontaminan di lingkungan baik yang terlarut maupun yang terikat oleh partikel untuk mengalami biotransformasi, biodegradasi, bahkan sampai biomineralisasi.
2.2 JENIS-JENIS MIKROORGANISME YANG BERPERAN DALAM BIOREMEDIASI Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif untuk mengatasi masalah lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme akan mendegradasi zat pencemar atau polutan menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun. Polutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahan pencemar organik dan sintetik (buatan). Bahan pencemar dapat dibedakan berdasarkan kemampuan terdegradasinya di lingkungan yaitu (Cookson, 1995): a. Bahan pencemar yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu bahan yang mudah terdegradasi di lingkungan dan dapat diuraikan atau didekomposisi, baik secara alamiah yang dilakukan oleh dekomposer (bakteri dan jamur) ataupun yang disengaja oleh manusia, contohnya adalah limbah rumah tangga. Jenis polutan ini akan menimbulkan masalah lingkungan bila kecepatan produksinya lebih cepat dari kecepatan degradasinya. b. Bahan pencemar yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi (nondegradable pollutant), dapat menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius. Contohnya adalah jenis logam berat seperti timbal (Pb) dan merkuri. Sedangkan senyawa-senyawa pencemar menurut keberadaannya dapat dibedakan menjadi : a. Senyawa-senyawa yang secara alami ditemukan di alam dan jumlahnya (konsentrasinya) sangat tinggi, contohnya antara lain minyak mentah (hasil penyulingan), fosfat dan logam berat.
b. Senyawa xenobiotik yaitu senyawa kimia hasil rekayasa manusia yang sebelumnya tidak pernah ditemukan di alam, contohnya adalah pestisida, herbisida, plastik dan serat sintesis. Dalam bioremediasi, lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya dapat dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami seperti hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya, terutama tahap akhir metabolisme, umumnya berlangsung melalui proses yang sama. Polimer alami yang mendapat perhatian karena sukar terdegradasi di lingkungan adalah lignoselulosa (kayu) terutama bagian ligninnya. Berikut ini merupakan beberapa jenis-jenis mikroorganisme yang berperan dalam mendegradasi polutan minyak bumi dan logam berat menjadi bahan yang tidak beracun (Cookson, 1995).
Pencemaran minyak bumi Bahan utama yang terkandung di dalam minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik
dan aromatik. Minyak bumi menghasilkan fraksi hidrokarbon dari proses destilasi bertingkat. Apabila keberadaan minyak bumi berlebihan di alam, masing-masing fraksi minyak bumi akan menyebabkan pencemaran yang akan mengganggu kestabilan ekosistem yang dicemarinya. Di dalam minyak bumi terdapat dua macam komponen yang dibagi berdasarkan kemampuan mikroorganisme menguraikannya, yaitu komponen minyak bumi yang mudah diuraikan oleh mikroorganisme dan komponen yang sulit didegradasi oleh mikroorganisme.
Komponen minyak bumi yang mudah didegradasi oleh bakteri merupakan komponen terbesar dalam minyak bumi atau mendominasi, yaitu alkana yang bersifat lebih mudah larut dalam air dan terdifusi ke dalam membran sel bakteri. Jumlah bakteri yang mendegradasi komponen ini relatif banyak karena substratnya yang melimpah di dalam minyak bumi. Isolat bakteri pendegradasi komponen minyak bumi ini biasanya merupakan pengoksidasi alkana normal.
Komponen minyak bumi yang sulit didegradasi merupakan komponen yang jumlahnya lebih kecil dibanding komponen yang mudah didegradasi. Hal ini menyebabkan bakteri pendegradasi komponen ini berjumlah lebih sedikit dan tumbuh lebih lambat karena kalah bersaing dengan pendegradasi alkana yang memiliki substrat lebih banyak. Isolasi
bakteri ini biasanya memanfaatkan komponen minyak bumi yang masih ada setelah pertumbuhan lengkap bakteri pendegradasi komponen minyak bumi yang mudah didegradasi. Beberapa bakteri dan fungi diketahui dapat digunakan untuk mendegradasi minyak bumi. Beberapa contoh bakteri yang selanjutnya disebut bakteri hidrokarbonuklastik yaitu bakteri yang dapat menguraikan komponen minyak bumi karena kemampuannya mengoksidasi hidrokarbon dan menjadikan hidrokarbon sebagai donor elektronnya. Adapun contoh dari bakteri hidrokarbonuklastik yaitu bakteri dari genus Achromobacter, Arthrobacter, Acinetobacter, Actinomyces, Aeromonas, Brevibacterium, Flavobacterium, Moraxella, Klebsiella, Xanthomyces dan Pseudomonas, Bacillus. Beberapa contoh fungi yang digunakan dalam biodegradasi minyak bumi adalah fungi dari genus Phanerochaete, Cunninghamella, Penicillium, Candida, Sp.orobolomyce, Cladosp.orium, Debaromyces, Fusarium,
Hansenula,
Trichosp.oron.
Rhodosp.oridium,
Sejumlah
bakteri
seperti
Rhodoturula,
Torulopsis,
Trichoderma,
Pseudomonas
aeruginosa,
Acinetobacter
calcoaceticus, Arthrobacter sp., Streptomyces viridans dan lain-lain menghasilkan senyawa biosurfaktan atau bioemulsi. Kemampuan bakteri dalam memproduksi biosurfaktan berkaitan dengan keberadaan enzim regulatori yang berperan dalam sintesis biosurfaktan. Biosurfaktan merupakan komponen mikroorganisme yang terdiri atas molekul hidrofobik dan hidrofilik, yang mampu mengikat molekul hidrokarbon tidak larut air dan mampu menurunkan tegangan permukaan. Selain itu biosurfaktan secara ekstraseluler menyebabkan emulsifikasi hidrokarbon sehingga mudah untuk didegradasi oleh bakteri. Biosurfaktan meningkatkan ketersediaan substrat yang tidak larut melalui beberapa mekanisme. Dengan adanya biosurfaktan, substrat yang berupa cairan akan teremulsi dibentuk menjadi miselmisel, dan menyebarkannya ke permukaan sel bakteri sehingga lebih mudah masuk ke dalam sel. Umumnya ada dua macam biosurfaktan yang dihasilkan bakteri yaitu : a. Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid, trehalosalipid, asam lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik dan hidrofilik. Kelompok ini bersifat aktif permukaan, ditandai dengan adanya penurunan tegangan permukaan medium cair. b. Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier polisakarida amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi
serta kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan permukaan medium. c. Pelepasan biosurfaktan ini tergantung dari substrat hidrokarbon yang ada. Ada substrat (misalnya seperti pada pelumas) yang menyebabkan biosurfaktan hanya melekat pada permukaan membran sel, namun tidak diekskresikan ke dalam medium. Namun, ada beberapa substrat hidrokarbon (misal heksadekan) yang menyebabkan biosurfaktan juga dilepaskan ke dalam medium. Hal ini terjadi karena heksadekan menyebabkan sel bakteri lebih bersifat hidrofobik. Oleh karena itu, senyawa hidrokarbon pada komponen permukaan sel yang hidrofobik itu dapat menyebabkan sel tersebut kehilangan integritas struktural selnya sehingga melepaskan biosurfaktan untuk membran sel itu sendiri dan juga melepaskannya ke dalam medium. Secara umum terdapat tiga cara transpor hidrokarbon ke dalam sel bakteri yaitu sebagai berikut: a. Interaksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada kasus ini, umumnya rata-rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah sehingga tidak dapat mendukung. b. Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini, perlekatan dapat terjadi karena sel bakteri
bersifat
hidrofobik.
Sel
mikroba
melekat
pada
permukaan
tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel dan pengambilan substrat dilakukan dengan difusi atau transpor aktif. Perlekatan ini terjadi karena adanya biosurfaktan pada membran sel bakteri Pseudomonas. c. Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau tersolubilisasi oleh bakteri. Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan partikel hidrokarbon yang lebih kecil daripada sel. Hidrokarbon dapat teremulsi dan tersolubilisasi dengan adanya biosurfaktan yang dilepaskan oleh bakteri Pseudomonas ke dalam medium. Berikut ini merupakan jenis-jenis bakteri pendegradasi hidrokarbon pada minyak bumi yaitu: a. Pseudomonas sp. Pseudomonas berbentuk batang dengan diameter 0,5 – 1 x 1,5 – 5,0 mikrometer. Bakteri ini merupakan organisme gram negatif yang motilitasnya dibantu oleh satu atau
beberapa flagella yang terdapat pada bagian polar. Akan tetapi ada juga yang hampir tidak mampu bergerak. Bersifat aerobik obligat yaitu oksigen berfungsi sebagai terminal elektron aseptor pada proses metabolismenya. Kebanyakan sp.esies ini tidak bisa hidup pada kondisi asam pada pH 4,5 dan tidak memerlukan bahan-bahan organik. Bersifat oksidasi negatif atau positif, katalase positif dan kemoorganotropik. Dapat menggunakan H2 dan CO sebagai sumber energi. Bakteri pseudomonas yang umum digunakan sebagai pendegradasi hidrokarbon antara lain Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas stutzeri, dan Pseudomonas diminuta. Salah satu faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri Pseudomonas dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah, sehingga sulit mencapai sel bakteri. b. Arthrobacter sp. Pada kultur yang masih muda Arthrobacter berbentuk batang yang tidak teratur 0,8 – 1,2 x 1 – 8 mikrometer. Pada proses pertumbuhan batang segmentasinya berbentuk cocus kecil dengan diameter 0,6 – 1 mikrometer. Gram positif, tidak berspora, tidak suka asam, aerobik, kemoorganotropik. Memproduksi sedikit atau tidak sama sekali asam dan gas yang berasal dari glukosa atau karbohidrat lainnya. Katalase positif, temperatur optimum 25 – 30oC. c. Acinetobacter sp. Memiliki bentuk seperti batang dengan diameter 0,9 – 1,6 mikrometer dan panjang 1,5- 2,5 mikrometer. Berbentuk bulat panjang pada fase stasioner pertumbuhannya. Bakteri ini tidak dapat membentuk spora. Tipe selnya adalah gram negatif, tetapi sulit untuk diwarnai. Bakteri ini bersifat aerobik, sangat memerlukan oksigen sebagai terminal elektron pada metabolisme. Semua tipe bakteri ini tumbuh pada suhu 20-300 C, dan tumbuh optimum pada suhu 33-350 C. Bersifat oksidasi negatif dan katalase positif. Bakteri ini memiliki kemampuan untuk menggunakan rantai hidrokarbon sebagai sumber nutrisi, sehingga mampu meremidiasi tanah yang tercemar oleh minyak. Bakteri ini bisa menggunakan amonium dan garam nitrit sebagai sumber nitrogen, akan tetapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan. D-glukosa adalah satu-satunya golongan heksosa yang bisa digunakan oleh bakteri ini, sedangkan pentosa D-ribosa, D-silosa, dan L-arabinosa juga bisa digunakan sebagai sumber karbon oleh beberapa strain.
d. Bacillus sp. Umumnya bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal, berbentuk batang pendek (biasanya rantai panjang). Mempunyai ukuran lebar 1,0-1,2 mm dan panjang 3-5 mm. Merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob. Adapun suhu pertumbuhan maksimumnya yaitu 30-50oC dan minimumnya 5-20oC dengan pH pertumbuhan 4,3-9,3. Bakteri ini mempunyai kemampuan dalam mendegradasi minyak bumi, dimana bakteri ini menggunakan minyak bumi sebagai satu-satunya sumber karbon untuk menghasilkan energi dan pertumbuhannya. Pada konsentrasi yang rendah, bakteri ini dapat merombak hidrokarbon minyak bumi dengan cepat. Jenis Bacillus sp. yang umumnya digunakan seperti Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Bacillus laterospor.
2.3 PROSES BIOREMEDIASI Secara umum diketahui bahwa logam berat merupakan unsur yang berbahaya di permukaan bumi, sehingga kontaminasi logam berat di lingkungan merupakan masalah yang besar. Persoalan spesifik logam berat di lingkungan terutama akumulasinya sampai pada rantai makanan dan keberadaannya di alam menyebabkan keracunan terhadap tanah, udara maupun air. Bahan pencemar senyawa anorganik/mineral misalnya logam-logam berat seperti merkuri (Hg), kadmium (Cd), Timah hitam (pb), tembaga (Cu), timbal (Pb), dan garam-garam anorganik. Bahan pencemar berupa logam-logam berat yang masuk ke dalam tubuh biasanya melalui makanan dan dapat tertimbun dalam organ-organ tubuh. Mikroba memerlukan logam sebagai fungsi struktural dan katalis serta sebagai donor atau reseptor elektron dalam metabolisme energi. Kemampuan interaksi mikroba terhadap logam antara lain (Cokkson, 1995). : a. Mengikat ion logam yang ada di lingkungan eksternal pada permukaan sel serta membawanya ke dalam sel untuk berbagai fungsi sel. Contohnya bakteri Thiobaccilus sp. Mampu menggunakan Fe dalam aktivasi enzim format dehidrogenase pada sitokrom b. Menggunakan logam sebagai donor atau akseptor elektron dalam metabolisme energi. c. Mengikat logam sebagai kation pada permukaan sel yang bermuatan negatif dalam proses yang disebut biosorpsi. Mikroba mengurangi bahaya pencemaran logam berat dapat dilakukan dengan cara detoksifikasi, biohidrometakurgi, bioleaching, dan bioakumulasi.
a. Detoksifikasi (biosorpsi) pada prinsipnya mengubah ion logam berat yang bersifat toksik menjadi senyawa yang bersifat tidak toksik. Proses ini umumnya berlangsung dalam kondisi anaerob dan memanfaatkan senyawa kimia sebagai akseptor elektron. b.
Biohidrometalurgi pada prinsipnya mengubah ion logam yang terikat pada suatu senyawa yang tidak dapat larut dalam air menjadi senyawa yang dapat larut dalam air.
c.
Bioleaching merupakan aktivitas mikroba untuk melarutkan logam berat dari senyawa yang mengikatnya dalam bentuk ion bebas. Biasanya mikroba menghasilkan asam dan senyawa pelarut untuk membebaskan ion logam dari senyawa pengikatnya. Proses ini biasanya langsung diikuti dengan akumulasi ion logam.
d. Bioakumulasi merupakan interaksi mikroba dan ion-ion logam yang berhubungan dengan lintasan metabolism. Interaksi mikroba dengan logam di alam adalah imobilisasi logam dari fase larut menjadi tidak atau sedikit larut sehingga mudah dipisahkan. Adapun contoh mikroba pendegradasi logam yaitu : a. Enterobacter cloacae dan Pseudomonas fluorescens mampu mengubah Cr (VI) menjadi Cr (III) dengan bantuan senyawa-senyawa hasil metabolisme, misalnya hidrogen sulfida, asam askorbat, glutathion, sistein, dll. b. Desulfovibrio sp. membentuk senyawa sulfida dengan memanfaatkan hidrogen sulfida yang dibebaskan untuk mengatasi pencemaran logam Cu. c. Desulfuromonas acetoxidans merupakan bakteri anerobik laut yang menggunakan sulfur dan besi sebagai penerima elektron untuk mengoksidasi molekul organik dalam endapan yang bisa menghasilkan energi. d. Bakteri pereduksi sulfat contohnya Desulfotomaculum sp. Dalam melakukan reduksi sulfat, bakteri ini menggunakan sulfat sebagai sumber energi yaitu sebagai akseptor elektron dan menggunakan bahan organik sebagai sumber karbon. Karbon tersebut selain berperan sebagai sumber donor elektron dalam metabolismenya juga merupakan bahan penyusun selnya. Adapun reaksi reduksi sulfat oleh bakteri ini adalah sebagai berikut. e. Bakteri belerang, khususnya Thiobacillus ferroxidans banyak berperan pada logam-logam dalam bentuk senyawa sulfida untuk menghasilkan senyawa sulfat. f. Mikroalga contohnya Spirulina sp., merupakan salah satu jenis alga dengan sel tunggal yang termasuk dalam kelas Cyanophyceae. Sel Spirulina sp. berbentuk silindris, memiliki
dinding sel tipis. Alga ini mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mengikat ion-ion logam dari larutan dan mengadsorpsi logam berat karena di dalam alga terdapat gugus fungsi yang dapat melakukan pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil, amina, sulfudril imadazol, sulfat dan sulfonat yang terdapat dalam dinding sel dalam sitoplasma. g. Jamur Saccharomyces cerevisiae dan Candida sp. dapat mengakumulasikan Pb dari dalam perairan, Citrobacter dan Rhizopus arrhizus memiliki kemampuan menyerap uranium. Penggunaan jamur mikoriza juga telah diketahui dapat meningkatkan serapan logam dan menghindarkan tanaman dari keracunan logam berat.
2.4 JENIS-JENIS BIOREMEDIASI Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu : a. Biostimulasi Biostimulasi adalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan oksigen. Jika jumlah mikroba yang ada dalam jumlah sedikit, maka harus ditambahkan mikroba dalam konsentrasi yang tinggi sehingga bioproses dapat terjadi. Mikroba yang ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses penyesuaian di laboratorium di perbanyak dan dikembalikan ke tempat asalnya untuk memulai bioproses. Namun sebaliknya, jika kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan tumbuh dengan lambat atau mati. Secara umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat ditemukan di area yang tercemar. b. Bioaugmentasi Bioaugmentasi merupakan penambahan produk mikroba komersial ke dalam limbah cair untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi. Cara ini paling sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Hambatan mekanisme ini yaitu sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroba dapat berkembang dengan optimal. Selain itu mikroba perlu beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Menurut Munir (2006), dalam beberapa hal, teknik bioaugmentasi juga diikuti dengan penambahan nutrien tertentu.
Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi. c. Bioremediasi Intrinsik Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar. Bioremediasi berdasarkan lokasi terdapat 2 macam yaitu: a. In situ, yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses bioremediasi yang digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut). Proses bioremadiasi in situ pada lapisan surface juga ditentukan oleh faktor bio-kimiawi dan hidrogeologi.
Gambar 1. Bioremediasi In Situ b. Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah tersebut lalu ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat asal. Lalu diberi perlakuan khusus dengan memakai mikroba. Bioremediasi ini bisa lebih cepat dan mudah dikontrol dibanding in-situ, ia pun mampu me-remediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam.
Gambar 2. Bioremediasi Ex- Situ 2.5 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIOREMEDIASI. Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim. Dengan demikian mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim pendegradasi hidrokarbon perlu dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan kondisi dan penambahan suplemen yang sesuai. Dalam hal ini perlu diperhatikan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi proses bioremediasi, yang meliputi kondisi tanah, temperature, oksigen, dan nutrient yang tersedia. a. Lingkungan Proses biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung kelancaran aliran nutrient, enzim-enzim mikrobial dan air. Terhentinya aliran tersebut akan mengakibatkan terbentuknya kondisi anaerob sehingga proses biodegradasi aerobik menjadi tidak efektif. Karakteristik tanah yang cocok untuk bioremediasi in situ adalah mengandung butiran pasir ataupun kerikil kasar sehingga dispersi oksigen dan nutrient dapat berlangsung dengan baik. Kelembaban tanah juga penting untuk menjamin kelancaran sirkulasi nutrien dan substrat di dalam tanah. b. Temperatur Temperatur yang optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30-40˚C. Cookson (2003) mengatakan bahwa temperatur yang digunakan pada suhu 38˚C bukan pilihan yang valid
karena tidak sesuai dengan kondisi di Inggris untuk mengontrol mikroorganisme patogen. Pada temperatur yang rendah, viskositas minyak akan meningkat mengakibatkan volatilitas alkana rantai pendek yang bersifat toksik menurun dan kelarutannya di air akan meningkat sehingga proses biodegradasi akan terhambat. Suhu sangat berpengaruh terhadap lokasi tempat dilaksanakannya bioremediasi c. Oksigen Langkah awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun kapang adalah oksidasi substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan demikian tersedianya oksigen merupakan syarat keberhasilan degradasi hidrokarbon minyak. Ketersediaan oksigen di tanah tergantung pada (a) kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme tanah, (b) tipe tanah dan (c) kehadiran substrat lain yang juga bereaksi dengan oksigen. Terbatasnya oksigen, merupakan salah satu faktor pembatas dalam biodegradasi hidrokarbon minyak d. pH. Pada tanah umumnya merupakan lingkungan asam, alkali sangat jarang namun ada yang melaporkan pada pH 11. Penyesuaian pH dari 4,5 menjadi 7,4 dengan penambahan kapur meningkatkan penguraian minyak menjadi dua kali. Penyesuaian pH dapat merubah kelarutan, bioavailabilitas, bentuk senyawa kimia polutan, dan makro & mikro nutrien. Ketersediaan Ca, Mg, Na, K, NH4+, N dan P akan turun, sedangkan penurunan pH menurunkan ketersediaan NO3- dan Cl- . Cendawan yang lebih dikenal tahan terhadap asam akan lebih berperan dibandingkan bakteri asam. e. Kadar H2O dan karakter geologi. Kadar air dan bentuk poros tanah berpengaruh pada bioremediasi. Nilai aktivitas air dibutuhkan utk pertumbuhan mikroba berkisar 0.9 - 1.0, umumnya kadar air 50-60%. Bioremediasi lebih berhasil pada tanah yang poros. f.
Keberadaan zat nutrisi. Baik pada in situ & ex situ. Bila tanah yang dipergunakan bekas pertanian mungkin tak
perlu ditambah zat nutrisi. Untuk hidrokarbon ditambah nitrogen & fosfor, dapat pula dengan makro & mikro nutrisi yang lain. Mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber karbon, energy dan keseimbangan metabolisme sel. Dalam penanganan limbah minyak bumi biasanya dilakukan penambahan nutrisi antara lain sumber nitrogen dan fosfor sehingga proses degradasi oleh mikroorganisme berlangsung lebih cepat dan pertumbuhannya meningkat.
g. Interaksi antar Polusi. Fenomena lain yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam mengoptimalkan aktivitas mikroorganisme untuk bioremediasi adalah interaksi antara beberapa galur mikroorganisme di lingkungannya. Salah satu bentuknya adalah kometabolisme. Kometabolisme merupakan proses transformasi senyawa secara tidak langsung sehingga tidak ada energy yang dihasilkan.
2.5 Kelebihan dan Kekurangan Bioremediasi Ø Kelebihan bioremediasi sebagai berikut (Cookson, 1995) a. Proses pelaksanaan dapat dilakukan langsung di daerah tersebut dengan lahan yang sempit sekalipun. b. Mengubah pollutant bukan hanya memindahkannya. c. Proses degradasi dapat dilaksanakan dalam jangka waktu yang cepat. d. Bioremediasi sangat aman digunakan karena menggunakan mikroba yang secara alamiah sudah ada dilingkungan (tanah). e. Bioremediasi tidak menggunakan/menambahkan bahan kimia berbahaya. f. Teknik pengolahannya mudah diterapkan dan murah biaya. Ø Kekurangan bioremediasi sebagai berikut (1995): a. Tidak semua bahan kimia dapat diolahsecara bioremediasi. b. Membutuhkan pemantauan yang ekstensif . c. Membutuhkan lokasi tertentu. d. Pengotornya bersifat toksik e. Padat ilmiah f. Berpotensi menghasilkan produk yangtidak dikenal g. Dapat digabung dengan teknik pengolahan lain h. Persepsi sebagai teknologi yang belum teruji
2.6 CONTOH-CONTOH BIOREMEDIASI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI a. Bioremediasi Sebagai Pengendali Pencemaran Air Sehubungan dengan bioremediasi, Pemerintah Indonesia telah mempunyai payung hukum yang mengatur standar baku kegiatan Bioremediasi dalam mengatasi permasalahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan dan perminyakan serta bentuk pencemaran lainnya
(logam berat dan pestisida) melalui Kementerian Lingkungan Hidup, Kep Men LH No.128 tahun 2003, tentang tatacara dan persyaratan teknis dan pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis (Bioremediasi) yang juga mencantumkan bahwa bioremediasi dilakukan dengan menggunakan mikroba lokal. Pada dasarnya, pengolahan secara biologi dalam pengendalian pencemaran air, termasuk upaya bioremediasi, dengan memanfaatkan bakteri bukan hal baru namun telah memainkan peran sentral dalam pengolahan limbah konvensional sejak tahun 1900-an (Mara & Dunchan, 2003). Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada pengolahan air limbah yang mengandung senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi dan biasanya dihubungkan dengan kegiatan industri, antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawasenyawa organik terhalogenasi seperti pestisida dan herbisida (Tortora, 2010), maupun nutrisi dalam air seperti nitrogen dan fosfat pada perairan tergenang (Great Lakes Bio Systems. Inc. Co Orb-3.com/). Pengembangan IPTEK dalam bioremediasi untuk detoksifikasi atau menurunkan polutan dalam pengendalian pencemaran air telah menjadikan metoda ini menjadi lebih menguntungkan dibandingkan dengan metoda yang menggunakan bahan kimia. Bahkan, saat ini, flokulan umum yang berbahan baku Alum untuk menurunkan bahan pencemar air sungai telah bisa digantikan dengan bioflokulan yang mikroorganismanya diisolasi dari proses lumpur aktif dan diketahui dapat menurunkan turbiditi sebesar 84-94%). Selain itu, kehandalan mikroba termasuk diantaranya bakteri, jamur, dan protozoa dalam pengolahan air limbah dan peranannya dalam menjaga keseimbangan ekologis perairan sudah banyak dielaborasi (Hamdiyati, 2013). Lebih
lanjut
mikroorganisme
yang
digunakan
biasanya
yang
menempel,
mikroorganisme ini keberadaannya menempel pada suatu permukaan misalnya pada batuan ataupun tanaman air. Selanjutnya diaplikasikan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPA) misalnya dengan sistem trickling filter. Selama pengolahan aerobik air limbah domestik, genus bakteri yang sering ditemukan berupa Gram-negatif berbentuk batang heterotrofik organisme, termasuk
Zooglea,
Pseudomonas,
Chromobacter,
Achromobacter,
Alcaligenes
dan
Flavobacterium. Filamentous bakteri seperti genera Beggiatoa, Thiotrix dan Sphaerotilus juga ditemukan dalam biofilm, sebagaimana organisme seperti genera Beggiatoa, Thiotrix dan Sphaerotilus juga ditemukan dalam biofilm, sebagaimana organisme seperti Nitrosomonas dan nitrifikasi Nitrobacter. (Priadie, 2012)
Gambar 3. Proses self-purification di sungai yang diadopsi pada IPAL penduduk (Mudrack and Kunst, 1986; dalam Paul Lessard and Yann Le Bihan, 2003)
b. Bioremediasi Logam Timbal (Pb) Dalam Tanah Pada tahun 90-an, penanganan dan pengelolaan limbah padat di industri kertas umumnya dibuang secara timbunan terbuka (open dumping) di lokasi sekitar pabrik. Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 33 Tahun 2009 (pasal 3) tentang Tata Cara Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun menyatakan bahwa penanggungjawab usaha atau kegiatan wajib melakukan pemulihan lahan terkontaminasi limbah bahan berbahaya dan beracun yang diakibatkan dari usaha atau kegiatannya. Oleh karena itu perlu dilaksanakan pemulihan lahan terkontaminasi limbah bahan berbahaya dan beracun. Salah satunya limbah bahan berbahaya dan beracun tersebut adalah timbal (Pb) yang dihasilkan oleh kegiatan industri kertas proses deinking. Logam Pb merupakan logam berat yang sangat beracun dan tidak dibutuhkan oleh manusia, sehingga bila makanan tercemar oleh logam tersebut, tubuh akan mengeluarkannya. Di dalam tubuh manusia, logam Pb bisa menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb) dan sebagian kecil logam Pb dieksresikan lewat urin atau feses karena sebagian terikat oleh protein, sedangkan sebagian lagi terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut.
Salah satu pilihan untuk mengatasi masalah kontaminasi oleh logam Pb adalah bioremediasi menggunakan mikroba (Suhendrayatna. Tindakan remediasi perlu dilakukan agar lahan yang tercemar dapat digunakan kembali untuk berbagai kegiatan secara aman. Laju degradasi mikroba terhadap logam berat tergantung pada beberapa faktor, yaitu aktivitas mikroba, nutrisi, derajat keasaman dan faktor lingkungan (Donlon, 2006). Teknologi bioremediasi ada dua jenis, yaitu ex-situ dan in situ. Ex-situ adalah pengelolaan yang meliputi pemindahan secara fisik bahan-bahan yang terkontaminasi ke suatu lokasi untuk penanganan lebih lanjut (Vidali, 2001). Penggunaan bioreaktor, pengolahan lahan (landfarming), pengkomposan dan beberapa bentuk perlakuan fase padat lainnya adalah contoh dari teknologi ex-situ, sedangkan teknologi in situ adalah perlakuan yang langsung diterapkan pada bahanbahan kontaminan di lokasi tercemar (Vidali, 2001). Tanah terkontaminasi logam Pb dapat dipulihkan dengan proses bioremediasi. Hal ini ditunjukkan dari kemampuan mikroba untuk mengubah logam yang semula aktif menjadi tidak aktif, (Sugesti, dkk., 2011) c.
Peranan Mikroba Tanah Pada Kegiatan Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang Sesungguhnya apabila lingkungan memadai maka proses bioremediasi dapat
berlangsung dengan sendirinya di alam (intrinsic bioremediation) karena lingkungan mempunyai kemam-puan untuk memulihkan dirinya sendiri, yang dikenal sebagai daya lenting. Na-mun pada lahan bekas tambang yang te-lah mengalami tingkat degradasi yang tinggi, kecepatan untuk memulihkan diri jauh lebih lambat dari kecepatan akumu-lasi logam, maka campur tangan manusia diperlukan supaya lingkungan mampu mendukung berlangsungnya proses biore-mediasi. Proses bioremediasi yang meli-batkan upaya manusia disebut engineered bioremediation (Anas, 1997). Engineer-ed bioremediation dapat dilakukan mela-lui dua cara, nutrient amendment dan bio-augmentation, yaitu perbaikan unsur hara supaya cukup dan seimbang (sufficient and ballance) dan pemberian inokulum mikroba fungsional dengan jenis dan jumlah yang memadai untuk berlang-sungnya suatu proses bioremediasi. Nutrient amendment perlu dilakukan untuk memperbaiki ketersediaan unsurunsur hara. Seperti halnya organisme la-in yang lebih tinggi, mikroba juga me-merlukan unsurunsur hara makro dan mikro untuk pertumbuhannya. Keterse-diaan unsur hara sangat diperlukan oleh mikroba untuk menyusun sel-sel tubuh-nya, sebagai aktivator enzim dan sebagai aseptor elektron dalam proses respirasi. Karena aplikasi bioremediasi di la-pangan sangat tergantung pada sifat fisik dan kimia lingkungan maka faktor-faktor kebutuhan oksigen
atau sumber energi, pH, ketersediaan sumber karbon, kadar air, dan suhu lingkungan harus diperhati-kan sebab faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi aktivitas mikroba yang dipekerjakan. Masing-masing mikroba me-merlukan kebutuhan lingkungan yang spesifik. Dengan perbaikan-perbaikan faktor lingkungan pada lahan bekas tambang di-harapkan lahan tersebut cocok untuk mendukung pertumbuhan mikroba yang mampu melakukan proses bioremediasi sehingga pada lahan tersebut akan terjadi suksesi kolonisasi oleh mikroba. Namun demikian, apabila perbaikan lingkungan sudah dilakukan tetapi proses bioremedi-asi tidak terjadi maka perlu dilakukan inokulasi mikroba yang diperlukan (bio-augmentasi) (Widyati, 2008).
d. Bioremediasi Limbah Cair Teknologi remediasi ini diterapkan untuk melenyapkan bahan pencemar kontaminasi perairan. Perangkat bioremediasi yang digunakan dapat berupa gabungan beberapa reaktor yang saling berhubungan satu sama lain atau terdiri dari bioreaktor tunggal (sequencing bath reactor/SBR). Prinsip kerja SBR adalah sistem curah (bath). Metodenya dilakukan dengan menambahkan bahan pencemar ke dalam suatu bioreaktor tunggal yang telah berisi medium cair untuk pertumbuhan mikroba. Kultur mikroba yang digunakan adalah kultur campur. Proses degradasi bahan pencemar berlangsung secara suksesi hingga satu siklus degradasi lengkap selesai (Almuthmaina, 2013).
BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN a. Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme
(jamur,
bakteri).
Bioremediasi
bertujuan
untuk
memecah
atau
mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). b. Jenis-jenis bioremediasi meliputi : Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu : 1) Biostimulasi, yaitu memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan oksigen. 2) Bioaugmentasi, yaitu penambahan produk mikroba komersial ke dalam limbah cair untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi. 3) Bioremediasi Intrinsik, terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar. Bioremediasi berdasarkan lokasi, meliputi : 1) In situ, yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses bioremediasi yang digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut). 2) Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah tersebut lalu ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat asal. 3.2 SARAN Penyusun menyarankan agar makalah ini dapat digunakan sebaik-baiknya serta kita harus bisa menjaga lingkungan dengan baik dengan cara membuang sampah pada tempatnya. Lingkungan merupakan tempat kita yang harus dilestarikan dan dijaga. Karena hal tersebut juga bisa bermanfaat untuk manusia.
DAFTAR RUJUKAN Almuthmainah. 2013. Pengolahan Limbah Cair Dengan Bioremediasi. Universitas Indonesia. Tesis. Anas, I. 1997. Polusi dan Bioremediasi Tanah. Diktat Kuliah Bioteknologi Tanah. Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor. (Tidak diterbitkan). Cookson, J.T. 1995. Bioremediation Engineering : Design and Application. McGraw-Hill, Inc. Toronto. Donlon, D.L. dan Bauder, J.W. A General Essay on Bioremediation of Contaminated Soil, http://waterquality.montana.edu/docs/methane/Donlan.shtml, diakses: 24 Oktober 2014. Widyati E. 2008. Peranan mikroba tanah pada kegiatan rahabilitasi lahan bekas tambang (Roles of Soil Microbes in Ex-Mining Land Rehabilitation). Vol. V No. 2 : 151-160, 2008. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Hamdiyati Yanti. 2013. Mikrobiologi Lingkungan (Mikrobiologi Tanah Dan Mikrobiologi Air). Jakarta: Saliwa. Mara, Duncan and Horan,N.J, 2003 Handbook of water and wastewater microbiology, ISBN 012-470100-0. Elsevier Munir Erman. 2006. Pemafaatan Mikroba Dalam Bioremediasi: Suatu Teknologi Alternative Untuk Pelestarian Lingkungan. Universitas Sumatra Utara. Pidato pengukuhan guru besar. Priadie Bambang. 2012. Teknik Bioremediasi Sebagai Alternative Dalam Upaya Pengendalian Pencemaran Air. Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana UNDIP. Volume 10, Issue 1: 38-48 (2012) Sugesti, dkk. 2011. Bioremediasi Logam Timbal (Pb) Dalam Tanah Terkontaminasi Limbah Sludge Industri Kertas Proses Deinking. Balai Besar Pulp dan Kertas. Jurnal Selulosa, Vol. 1, No. 1, Juni 2011 : 31 – 41. Tortora Gerard J. et al. 1992. Microbiology an Introduction. Fourth Ed. The Benjamin Cummings Publishing Company, Inc. Vidali, M. 2001. Bioremediation. An overview. Pure Appl. Chem., Vol. 73, pp. 1163-1172.