BIOGRAFI PENGUSAHA SUKSES
(Tugas Responsi Kewirausahaan)
Oleh Kelompok
Sekar Laras Putri
:1
1214121203
Tiara Anggun Puspita 121412121 Tri Budi Santoso Wiwik Ferawati Yossie Linawati
12141212 1214121229 12141212
JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2014
Bob Sadino (Lampung, 9 Maret 1933), atau akrab dipanggil om Bob, adalah seorang pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang pangan dan peternakan. Ia adalah pemilik dari jaringan usaha Kemfood dan Kemchick. Dalam banyak kesempatan, ia sering terlihat menggunakan kemeja lengan pendek dan celana pendek yang menjadi ciri khasnya. Bob Sadino lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan.
Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.
Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.
Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya.
Suatu hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam untuk melawan depresi yang dialaminya. Bob tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Bob memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa.
Sebagai peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram telor. Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang asing, karena mereka fasih berbahasa Inggris. Bob dan istrinya tinggal di kawasan Kemang, Jakarta, di mana terdapat banyak menetap orang asing.
Tidak jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, babu orang asing sekalipun. Namun mereka mengaca pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi pada diri Bob, dari pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Bob yang berambut perak, menjadi pemilik tunggal super market (pasar swalayan) Kem Chicks. Ia selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan pendek dan celana pendek.
Bisnis pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke agribisnis, khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di Indonesia. Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa daerah.
Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan. Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya sering
jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang penting kemauan, komitmen, berani mencari dan menangkap peluang.
Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu baku dan kaku, yang ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang telah ia lakukan. Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak segera melangkah. “Yang paling penting tindakan,” kata Bob.
Keberhasilan Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke lapangan. Setelah jatuh bangun, Bob trampil dan menguasai bidangnya. Proses keberhasilan Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu, kemudian praktik, lalu menjadi trampil dan profesional.
Menurut Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih, arogan, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain.
Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu ia selalu berusaha melayani pelanggan sebaik baiknya.
Bob menempatkan perusahaannya seperti sebuah keluarga. Semua anggota keluarga Kem Chicks harus saling menghargai, tidak ada yang utama, semuanya punya fungsi dan kekuatan.
Anak Guru
Kembali ke tanah air tahun 1967, setelah bertahun-tahun di Eropa dengan pekerjaan terakhir sebagai karyawan Djakarta Lloyd di Amsterdam dan Hamburg, Bob, anak bungsu dari lima bersaudara, hanya punya satu tekad, bekerja mandiri. Ayahnya, Sadino, pria Solo yang jadi guru kepala di SMP dan SMA Tanjungkarang, meninggal dunia ketika Bob berusia 19.
Modal yang ia bawa dari Eropa, dua sedan Mercedes buatan tahun 1960-an. Satu ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu, kawasan Kemang sepi, masih terhampar sawah dan kebun. Sedangkan mobil satunya lagi ditaksikan, Bob sendiri sopirnya.
Suatu kali, mobil itu disewakan. Ternyata, bukan uang yang kembali, tetapi berita kecelakaan yang menghancurkan mobilnya. ”Hati saya ikut hancur,” kata Bob. Kehilangan sumber penghasilan, Bob lantas bekerja jadi kuli bangunan. Padahal, kalau ia mau, istrinya, Soelami Soejoed, yang berpengalaman sebagai sekretaris di luar negeri, bisa menyelamatkan keadaan. Tetapi, Bob bersikeras, ”Sayalah kepala keluarga. Saya yang harus mencari nafkah.”
Untuk menenangkan pikiran, Bob menerima pemberian 50 ekor ayam ras dari kenalannya, Sri Mulyono Herlambang. Dari sini Bob menanjak: Ia berhasil menjadi pemilik tunggal Kem Chicks dan pengusaha perladangan sayur sistem hidroponik. Lalu ada Kem Food, pabrik pengolahan daging di Pulogadung, dan sebuah ”warung” shaslik di Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta. Catatan awal 1985
menunjukkan, rata-rata per bulan perusahaan Bob menjual 40 sampai 50 ton daging segar, 60 sampai 70 ton daging olahan, dan 100 ton sayuran segar.
”Saya hidup dari fantasi,” kata Bob menggambarkan keberhasilan usahanya. Ayah
dua anak ini lalu memberi contoh satu hasil fantasinya, bisa menjual kangkung Rp 1.000 per kilogram. ”Di mana pun tidak ada orang jual kangkung dengan harga segitu,” kata Bob.
Om Bob, panggilan akrab bagi anak buahnya, tidak mau bergerak di luar bisnis makanan. Baginya, bidang yang ditekuninya sekarang tidak ada habis-habisnya. Karena itu ia tak ingin berkhayal yang macam-macam.
Haji yang berpenampilan nyentrik ini, penggemar berat musik klasik dan jazz. Saat-saat yang paling indah baginya, ketika shalat bersama istri dan dua anaknya.
Profil dan Biodata Bob Sadino
Nama :Bob Sadino Lahir : Tanjungkarang, Lampung, 9 Maret 1933 Agama :Islam Pendidikan : -SD, Yogyakarta (1947) -SMP, Jakarta (1950) -SMA, Jakarta (1953) Karir : -Karyawan Unilever (1954-1955) -Karyawan Djakarta Lloyd, Amsterdam dan Hamburg (1950-1967) -Pemilik Tunggal Kem Chicks (supermarket) (1969-sekarang) -Dirut PT Boga Catur Rata -PT Kem Foods (pabrik sosis dan ham) -PT Kem Farms (kebun sayur) Alamat Rumah: Jalan Al Ibadah II/12, Kemang, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Telp: 793981 Alamat Kantor : Kem Chicks Jalan Bangka Raya 86, Jakarta Selatan Telp: 793618
Soedono Salim atau Liem Sioe Liong lahir di
Tiongkok tanggal 19 Juli 1916, Dia merupakan pendiri Grup Salim. Kepemilikan Grup Salim meliputi Indofood, Indomobil, Indocement, Indosiar, BCA, Indomaret, Indomarco, PT Mega, Bank Windu Kencana, PT Hanurata, dan PT Waringin Kencana dan lain-lain. Dia merupakan salah satukonglomerat dan pengusaha sukses asal Indonesia. Ia sempat menduduki peringkat
pertama sebagai orang terkaya di Indonesia dan Asia. Perjalanan suksesnya dimulai di sebuah pelabuhan kecil. Fukien di bilangan Selatan Benua Tiongkok. Dia dilahirkan di situ pada tahun 1916. Kakaknya yang tertua Liem Sioe Hie kini berusia 77 tahun sejak tahun 1922 telah lebih dulu beremigrasi ke Indonesia yang waktu itu masih jajahan Belanda kerja di sebuah perusahaan pamannya di kota Kudus.
Di tengah hiruk pikuknya usaha ekspansi Jepang ke Pasifik, dibarengi dengan dongeng harta karun kerajaan-kerajaan Eropa di Asia Tenggara, maka pada tahun 1939, Liem Sioe Liong mengikuti jejak abangnya yang tertua. Dari Fukien, ia Berangkat ke Amoy, dimana bersandar sebuah kapal dagang Belanda yang membawanya menyeberangi Laut Tiongkok. Sebulan untuk kemudian sampai di Indonesia. Sejak dulu, kota Kudus sudah terkenal sebagai pusat pabrik rokok kretek, yang sangat banyak membutuhkan bahan baku tembakau dan cengkeh. Dan sejak jamam revolusi Liem Sioe Liong sudah terlatih menjadi supplier cengkeh, dengan jalan menyelundupkan bahan baku tersebut dari Maluku, Sumatera, Sulawesi Utara melalui Singapura untuk kemudian melalui jalur-jalur khusus penyelundupan menuju Kudus. Sehingga tidak heran dagang cengkeh merupakan salah satu pilar utama bisnis Liem Sioe Liong pertama sekali, disamping sektor tekstil. Dulu juga dia, banyak mengimpor produksi pabrik tekstil murahan dari Shanghai.
Di Kudus Liem berkenalan dengan gadis asal Lasem. Gadis itu sekolah di sekolah Belanda Tionghoa. Liem melamarnya, tapi orangtua si gadis tidak mengizinkan, lantaran takut anak gadisnya akan dibawa ke Tiongkok. Kekuatiran itu timbul melihat tampang Liem yang masih totok. Tapi, Liem tak mau menyerah. Akhirnya lamarannya diterima dan diizinkan menikah. Pesta pernikahannya, bahkan dirayakan selama 12 hari. Maklum, keluarga istrinya cukup terpandang. Setelah menikah, Liem makin ulet bekerja dan berusaha. Usahanya berkembang. Tapi, ketika awal 1940-an, Jepang menjajah Indonesia, usahanya bangkrut. Ditambah lagi, dia mengalami kecelakaan. Mobil yang ditumpanginya masuk jurang. Seluruh temannya meninggal. Hanya Liem yang selamat, setelah tak sadarkan diri selama dua hari. Kemudian, Liem pindah ke Jakarta.
Seirama dengan masa pemerintahan dan pembangunan Orde Baru, bisnisnya pun berkembang demikian pesat. Pada tahun 1969, Om Liem bersama Sudwikatmono, Djuhar Sutanto dan Ibrahim Risjad, yang belakangan disebut sebagai The Gang of Four, mendirikan CV Waringin Kentjana. Om Liem sebagai chairman dan Sudwikatmono sebagai CEO. The Gang of Four ini kemudian tahun 1970 mendirikan pabrik tepung terigu PT Bogasari dengan modal pinjaman dari pemerintah. Bogasari yang memonopoli suplai tepung terigu untuk Indonesia bagian Barat, yang meliputi sekitar 2/3 penduduk Indonesia, di samping PT. Prima untuk Indonesia bagian Timur. Hampir di setiap perusahaan Liem Sioe Liong dia berkongsi dengan Djuhar Sutanto alias Lin Wen Chiang yang juga seorang Tionghoa asal Fukien. Bogasari sebuah perusahaan swasta yang paling
unik di Indonesia. Barangkali hanya Bogasarilah yang diberikan pemerintah fasilitas punya pelabuhan sendiri, dan kapal-kapal raksasa dalam hubungan perteriguan bisa langsung merapat ke pabrik.
Ketika pertama berdiri, PT Bogasari berkantor di Jalan Asemka, Jakarta dengan kantor hanya seluas 100 meter. Kemudian tahun 1975 kelompok ini mendirikan pabrik semen PT Indocement Tunggal Perkasa. Pabrik ini melejit bahkan nyaris memonopoli semen di Indonesia. Sehingga kelompok ini sempat digelari Tycoon of Cement. Setelah itu, The Gang of Four ditambah Ciputra mendirikan perusahaan real estate PT Metropolitan Development, yang membangun perumahan mewah Pondok Indah dan Kota Mandiri Bumi Serpong Damai. Selain itu, Om Liem juga mendirikan kerajaan bisnis bidang otomotif di bawah bendera PT Indomobil.
Bahkan merambah ke bidang perbankan dengan mendirikan Bank Central Asia (BCA) bersama Mochtar Riyadi. Di tahun 1970-an. Bank Central Asia ini telah bertumbuh menjadi bank swasta kedua terbesar di Indonesia dengan total asset sebesar US$ 99 juta. Belakangan Mochtar Riady membangun Lippo Bank. Ketika itu, Om Liem pernah jadi orang terkaya di Indonesia dan Asia. Serta masuk daftar 100 orang terkaya dunia. Namun, seirama dengan mundurnya Presiden Soeharto dan akibat terjadi krisis moneter, bisnis dan kekayaannya pun turun. Bahkan, Om Liem terpaksa memilih bermukim di Singapura, setelah rumahnya di Gunung Sahari dijarah massa reformasi. Setelah peristiwa tersebut, ia mulai mengalihkan kepengurusan bisnisnya kepada anaknya Anthony Salim, lalu pindah dan tinggal di Singapura hingga tutup usia. Ia dikenal luas masyarakat dekat dengan mantan Presiden ke-2 Indonesia Soeharto. Usahanya diteruskan anaknya yakni Anthony Salim dan menantunya Franciscus Welirang.
Begitu perkasanya dia di bidang perekonomian Indonesia dewasa ini, mungkin menjadi titik tolak majalah Insight, Asia’s Business Mountly terbitan Hongkong
dalam penerbitan bulan Mei tahun ini, menampilkan lukisan karikatural Liem Sioe Liong berpakaian gaya Napoleon Bonaparte. Dadanya penuh ditempeli lencanalencana perusahaannya. Perusahaan holding company-nya bernama PT Salim Economic Development Corporation punya berbagai macam kegiatan yang dibagi-bagi atas berbagai jenis divisi; masing-masing adalah: 1. divisi perdagangan 2. divisi industry 3. divisi bank dan asuransi 4. divisi pengembangan (yang bergerak dibidang hasil hutan dan konsesi hutan) 5. divisi properti yang bergerak dibidang real estate, perhotelan, dan pemborong 6. divisi perdagangan eceran 7. divisi joint venture.
Setiap divisi membawahi beberapa arah perusahaan raksasa, berbentuk perseroan-perseroan terbatas. Pelbagai kemungkinan untuk lebih mengembangkan lajunya perusahaan sekalipun tidak akan meningkatkan permodalan, seperti go-public di pasar saham Jakarta, – dilangsungkan group Soedono Lem Salim dengan gencar. Halangan maupun isu bisnis yang mengancam perusahaannya, nampak tak membuat Liem cemas. Seperti katanya kepada Review, “Jika anda hanya mendengarkan apa yang dikatakan orang, anda akan gila. Anda harus melakukan apa yang anda yakini.”
Bermodal kalimat pendeknya itu pulalah mengantar Liem Sioe Liong muda di Kudus yang juga terkenal sebagai Lin Shao Liang menjadi Soedono Salim si Raja Dagang Indonesia, belakangan ini.
Sudono Salim atau Liem Sioe Liong meninggal dunia dalam usia 96 tahun. Berdasarkan informasi yang beredar, pengusaha kakap itu wafat di Singapura pada tanggal 10 Juni 2012.
Wildan Mustafa "Petani Kentang Kebanggaan Indonesia"
Salah satu pengusaha sukses dalam bidang pertanian adalah Wildan Mustafa. Usaha yang beliau rintis terkosentrasi pada budidaya kentang, dan saat ini berkembang pesat. Beliau merupakan penerus usaha kentang milik ayahnya “Hikmah Farm” yang telah berdiri sejak tahun 1962. Hikmah Farm terletak di
desa Margamukti, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Kentang bagi beliau merupakan makanan yang mengandung gizi tinggi dan dapat juga dijadikan sebagai makanan pokok karena nutrisinya yang tinggi. Meskipun begitu, beliau juga membudidayakan beberapa jenis sayur lainnya seperti wortel, jagung, kubis, dan lain-lain. Hikmah Farm dibawah pimpinan Wildan Mustafa merupakan usaha keluarga yang mengembangkan agribisnis dengan mengombinasikan antara inovasi, kajian ilmiah, serta kemitraan. Wildan Mustafa merupakan insinyur jebolan Institut Pertanian Bogor tahun 1992. Wildan Mustafa lahir di Bandung, pada tahun 1967. Ayahnya merupakan seorang petani yang sejak tahun 196 2 telah bertanam kentang dengan luas tanah hanya sekitar 14 m2. Sejak kecil Wildan telah berkeinginan menjadi petani sukses. Keuletan yang dimiliki membuat beliau berhasil mengembangkan lahan pertaniannya “Hikmah Farm”, hingga ratusan
hektar. Hikmah Farm yang dikembangkannya banyak melakukan kerja sama dengan berbagai pihak sehingga mampu menyuplai kebutuhan kentang sepanjang tahun di seluruh Indonesia. Salah satu bentuk kerja sama “Hikmah Farm” yaitu, inovasi yang
dikembangkan dalam hal pembenihan untuk menghasilkan varietas-varietas baru, dengan bekerja sama dengan IPB dan Balai Penelitian Tanaman dan Sayuran. Hasil dari kerja sama tersebut saat ini telah berhasil menciptakan suatu varietas baru terhadap kentang, sehingga dapat memberikan pilihan baru terhadap konsumen, tentu dengan nilai gizi yang berkualitas. Hikmah Farm dalam sebulan mampu menyediakan bibit sejumlah 1.000 ton untuk didistribusikan kepada petani kentang di seluruh Indonesia. Kentang selama setahun dapat diproduksi selama 23 bulan, sehingga selama 8-9 bulan selama masa vacuum, mitra petani menanami
lahan dengan sayuran seperti kubi, kol, brokoli, bawang, dan buncis. Hikmah Farm bahkan telah menetapkan jadwal berkala untuk penanaman kentang. Hikmah Farm milik Wildan Mustafa merupakan salah satu produsen benih bersertifikat terbesar di Indonesia, dan menjadi tempat favorit penelitian para pakar kentang baik dari Indonesia maupun dari luar negeri seperti Bangladesh, Taiwan, Belanda, Amerika, dan lain-lain. Penanaman benih atlantik di kebun Hikmah Farm merupakan kebanggaan tersendiri yang dimiliki oleh Indonesia, mengingat selama ini Indonesia selalu mengimpor benih atlantik untuk keperluan kentang industri. Tahun 2006, Hikmah Farm telah menanadatangani nota kesepahaman dengan PT Indofood Tbk dalam hal pembudidayaan kentang atlantik, yang nantinya akan disebarkan kepada petani kentang binaan Indofood di seluruh Indonesia. Selain pembenihan, Wildan selaku Direktur Operasional Hikmah Farm juga melakukan kerja sama dengan para petani dalam hal penanaman benih. Beliau memberikan pupuk, bibit, obat hama, serta penyuluhan-penyulan kepada petani dengan tujuan menambah pengetahuan petani terkait penanaman dan perawatan tanaman. Hasil panen petani tersebut dibeli sesuai dengan harga pasar, dan selanjutnya ditambung untuk didistribusikan. Lebih dari 1000 ton per bulan, Hikmah Farm mendistribusikan kentang-kentangnya yang memiliki merk “Balados Kentang”, ke berbagai supermarket serta pasar di seluruh
Indonesia. Wildan Mustafa juga mampu menuai panen kentang 3 ton lebih banyak dari jumlah biasanya yakni 25 ton. Hal tersebut bukan karena penambahan pupuk kimia, namun sebaliknya yakni strateginya mengurangi penggunaan pupuk kimia hingga 30%. Pengurangan pupuk kimia diimbangi dengan pemanfaatan 200 kg pupuk organik. Hal tersebut menyebabkan Wildan hemat Rp 650.000 dalam hal pemberian pupuk pada tanamannya. Wildan mendapat pendapatan Rp 13.500.000 dari hasil penjualan 3 ton kentang, dengan produksi rata-rata 28 ton/ha. Wildan mengulangi penanaman tersebut hingga 6 kali, dan hasilnya tetap meningkat. Hikmah Farm saat ini telah memiliki kurang lebih 50 mitra. Tentu hal tersebut tidak lepas dari kerja profesional serta perencanaan yang baik oleh penerus usaha Hikmah Farm, Wildan Mustafa dan timnya. Bagi Wildan Mustafa,
pengembangan serta pembudidayaan usaha kentangnya merupakan salah satu bentuk upaya menggalakkan produk dalam negeri, serta upaya meningkatkan usaha petani Indonesia dengan penyediaan benih bermutu, bersertifikat , dan harganya terjangkau. Hikmah Farm pada tahun 2010, mendapat dukungan HPSP (Holticulture Partnership Support Program) untuk meningkatkan pendapatan keluarga petani karena melibatkan Bapak (sebagai penghasil kentang yang berkualitas), Ibu (berperan dalam pengolahan), dan anak (dalam memasarkan produk olahan kentang). Program tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan keripik kentang yang komersil. Usaha yang dikembangkan Wildan memiliki beberapa stategi atau hal-hal yang penting untuk diperhatikan. Hal pertama yang harus diperhatikan adalah harus memiliki strategi yang matang. Hal penting lainnya yakni visi dan misi yang dimiliki harus jelas agar hal yang diinginkan dapat dicapai dengan maksimal. Selain itu keuangan, sumber daya manusia, kreativitas, motivasi, serta pengalaman dalam membudidayakan kentang bagi Wildan, juga harus diperhatikan dalam melangsungkan usaha ini. Perencanaan yang baik dalam menjalankan usaha juga patut diperhatikan misalnya dalam hal rencana jumlah biaya, serta jadwal-jadwal aktivitas penanaman, mitra, dan pemasaran yang akan dilakukan. Jika hal tersebut dilakukan dengan maksimal dan terencana, maka akan diperoleh keuntungan yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
http://blogs.unpad.ac.id/srinurlaelah150610090118/2010/06/12/off-farm-yang berkaitan-dengan-seni/ http://bangkittani.com/kiat-sukses/produksi-kentang-dengan-sistem-partnership/ http://www.anneahira.com/profil-wirausahawan-yang-sukses.htm http://id.wikipedia.org/wiki/Sudono_Salim http://pontianak.tribunnews.com/2012/06/10/sekilas-kisah-perjalanan-hidupsudono-salim -http://freddyiriawan.com/succes-story/kisah-sukses-liem-sioe-liong-soedonosalim/ http://pengusahamuda.wordpress.com/biografi/ http://id.wikipedia.org/wiki/Bob_Sadino