Biofouling dan Teknologi Antifouling
Biofouling adalah kumpulan organisme yang hidup melekat pada permukaan benda di bawah air seperti pipa, kabel, jaring ikan dan pilar bangunan yang dapat menimbulkan masalah tertentu pada benda tersebut.
Organisme biofouling dan mekanisme pelekatannya
Secara umum, pelekatan organisme marine dapat digolongkan menjadi 2 kategori yaitu mikrofouling atau organisme biofilm seperti bakteri dan diatom dan makrofouling seperti algae, barnacles, kerang, cacing polichaeta, bryozoans dan seaweed.
Proses biofouling melalui reaksi fisik, dimulai dari terbentuknya lapisan dari bahan organik seperti protein, polisakarida dan proteoglikan yang terbentuk pada permukaan substrat. Selanjutnya terjadi penempelan kolonisasi pertama oleh bakteri dan diatom, dilanjutkan pada kolonisasi kedua oleh spora makroalga dan protozoa dan yang terakhir kolonisasi tersier oleh larva makrofouler.
Pelekatan bakteri
Pelekatan mikroalga
Pelekatan makroorganisme
Metode antifouling
Metode kimia tradisional
Penggunaan cat yang memiliki matriks polimer seperti vinyl dan epoxy yang tidak tidak terkikis dalam air. Keuntungan lapisan cat yaitu struktur mekanis yang kuat dan stabil terhadap oksidasi dan fotodegradasi.
Metode kimia modern
Penggunaan cat TBT-SPC yang tersususn atas polimer akrilik dengan TBT dan ester. Partikel pigmen terlarut seperti ZnO mulai terlarutketika masuk dalam air, karena sifat polimernya hidrofobik.
Metode biologi
Sekresi enzim dan metabolit oleh organisme yang memiliki tingkat toksisitas rendah dan sebagai pendegradasi. Enzim antifouling yaitu seperti oksireduktase, transferase, hydrolase, lyase, isomerase dan ligase.
Enzim yang mendegradasi perekat
Pada kasusmakrofouling, protein dan proteoglikan memiliki peran dominan dalam proses pelekatan. Enzim protease mampu menghidrolisis ikatan peptida. Sedangkan pada kasus mikrofouling yang berbasis polisakarida dapat didegradasi oleh glycosylase namun enzim ini sulit mendegradasi polisakarida karena prosesnya kompleks.
Enzim yang merusak matriks biofilm
Enzim alginase mampu merusak sedikit lapisan biofilm tetapi tidak memberikan efek yang nyata pada biofilm yang stabil melekat karena biofilm itu sangat kompleks dan mampu beradaptasi dengan lingkungan luar.
Enzim yang menghasilkan biosida
Enzim seperti glucose oxidase, hexose oxidase dan haloperoxidase digunakan untuk menghasilkan hydrogen peroksida untuk menginduksi kerusakan oksidatif dalam kehidupan sel dan haloperoksida mengkatalis pembentukan asam hypohalogenik yang biasanya digunakan dalam sistem pengolahan air sebagai agen desinfektan. Hydrogen peroksida dapat terurai menjadi air dan oksigen.
Enzim dengan mengganggu komunikasi interseluler
Degradasi AHL (N-acyl homoserine lactones) pada bakteri gram negatif oleh AHL acylase sehingga mampu mencegah pertumbuhan bakteri fouling. Jika konsentrasi enzim meningkat maka formasi biofilm dapat terhambat.
Tantangan untuk metode antifouling enzimatik
Efektivitas dan stabilitas enzim dipengaruhi oleh suhu air laut. Suhu air laut yang terlalu tinggi akan membuat enzim terurai sehingga kemampuan lapisan antifouling enzimatik akan menurun.
Metode fisik
Antifouling menggunakan elektrolisis dan radiasi
Penggunaan metode elektrokimia mikrokosmos yang didasarkan pada electron langsung yang mentransfer antara elektroda dan sel-sel mikroba, hal ini menyebabkan oksidasi dari substansi intersel. Metode kedua yaitu dengan vibrasi (getaran), di mana hydroids, teritip dan kerang dapat dihambat sampai batas tertentu dengan getaran eksternal atau piezoelektrik. Metode berikutnya yaitu dengan radiasi sinar ultraviolet dan radioaktif namun metode ini tidak praktis dalam aplikasinya. Metode lain melibatkan penggunaan substrat dengan berbagai warna yang mempengaruhi keterikatan dan pertumbuhan spora dan cacing.
Antifouling dengan modifikasi topografi permukaan dan hidrofobik
permukaan hidrofilik dianggap mampu sebagai antifouling. Misalnya saat menambahkan nanopartikel logam seperti TiO2, karena bersifat fotokatalitik akan membuat permukaan lebih hidrofilik sehingga biofilm yang terbentuk dapat tercuci lebih mudah. Permukaan topografi juga mempengaruhi adhesi organisme fouling. Telah terbukti bahwa permukaan kasar meningkatkan adhesi Pseudomonas
Antifouling dengan perubahan potensi zeta
Pelekatan biofouling pada substrat dipengaruhi oleh banyak reaksi fisik, seperti melalui interaksi elektrostatik. Interaksi tersebut dapat diketahui dengan mengukur nilai potensial zeta. Potensial zeta dapat diubah dengan mengubah nilai pH, semakin rendah nilai potensial zeta maka daya adhesi akan semakin rendah.
Tantangan untuk metode fisik
Butuh penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme pelekatan biofouling secara biologi, sehingga dapat menambah efektivitas dari penyelesaian masalah yang dilakukan pada metode fisik.
Kesimpulan
Metode biologi:
Terdapat 2 enzim, enzim protease da glycosilase memiliki kemampuan menurunkan daya rekat fouling, dan enzim lain yang mengikat interseluler (acylase) yang efektif mencegah biofouling.
Metode fisik:
Dengan memodifikasi permukaan topografi, dan SHARKLET AF terbukti mampu mengatasi berbagai jenis organisme fouling. Tetapi, aplikasi ini sulit diterapkan karena butuh informasi mengenai sifat fisik dari permukaan dan proses biokimia dari adhesion nya.
Sekresi organisme seperti enzim dan metabolit sulit diantisipasi dampaknya terhadap lingkungan perairan terutama pada kapal, arena konsentrasi yang tinggi dari sekresi mempenaruhi kondisi laut dan sekitarnya.
Oleh karena itu, teknologi fisik harus dieksplorasi lebih dalam karena efektif, tahan lama, dan tidak mencemari lingkungan.