MAKALAH PROSES FISIOTERAPI PADA BEDAH THORAX Disusun untuk memenuhi tugas profesi fisioterapi
Disusun oleh :
LUQMANUL HAKIM
1610306043
PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA 2017
1 i
DAFTAR ISI
JUDUL .................................................................................................................
i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 B. Identifikasi Masalah ..................................................................... 2 C. Rumusan Masalah ........................................................................ 2 D. Tujuan ........................................................................................... 2
BAB II
KERANGKA TEORI A. Definisi Bedah Thorak .................................................................. 3 B. Indikasi Bedah Thorak ................................................................. 3 C. Jenis Pembedahan ......................................................................... 4 D. Patofisiologi .................................................................................. 5 E. Probematik Paska Bedah Thorak .................................................. 6 F. Proses Fisioterapi .......................................................................... 7
BAB III PEMBAHASAN ............................................................................... 8 A. Fase Praoprasi .............................................................................. 8 B. Fase Paskaoprasi ........................................................................... 8 C. Modalitas Fisioterapi .................................................................... 8 BAB IV KESIMPULAN ................................................................................. 12 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 13
ii 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komplikasi paru pasca tindakan pembedahan masih tetap menjadi perhatian utama bagi para pakar dalam bidang kesehatan. Disamping adanya kemajuan dalam tehnologi maupun manajement dalam tindakan pembedahan, namun angka kejadian dari komplikasi paru pada pasien pasca tindakan pembedahan masih tinggi yaitu berkisar antara 20% s/d 70% pada pasien pasca tindakan bedah abdomen bagian atas dan bedah thorak (Doyle, 1999). Adanya komplikasi ini tentunya akan meningkatkan angka kesakitan (morbiditas), kematian (mortalitas) dan memperpanjang masa tinggal di rumah sakit (Ephgrave et al, 1993). Perubahan abnormalitas patofisiologi yang terjadi pada paru ditandai oleh penurunan volume paru terutama adanya penurunan VC (Vital Capacity) yang sangat besar yang dapat mencapai 40 – 70% dari nilai pre-operativenya. Disamping itu juga terjadi penurunan FRC (Functional Residual Capacity) yang mempunyai efek yang signifikan terhadap fungsi paru, yaitu terjadinya penurunan komplian paru, peningkatan tahanan jalan napas, mempercepat kolapsnya
paru
pada
bagian
dependent
dan
berkontribusi
terhadap
abnormalitas dari pertukaran gas (Nunn, 1990). Penurunan FRC ini akan menyebabkan tekanan pleura menjadi lebih besar dari tekanan atmosfer yang berakibat tekanan transpulmonary menjadi negatif. Tekanan negatif ini menyebabkan saluran napas yang kecil akan menyempit atau bahkan menutup (Craig, 1981; Nunn, 1990; Wahba, 1991). Penyempitan saluran napas ini berakibat
pada
mengakibatkan
penurunan rendahnya
ventilasi ratio
pada
area
ventilasi/perfusi,
dependen, sehingga
sehingga hal
ini
berpengarug terhadap timbulnya gangguan pertukaran gas yang pada akhirnya terjadi arterial hypoxaemia. Saluran napas kecil yang menyempit tadi kadang gagak untuk membuka kembali, sehingga akan menimbulkan
1 1
total kolaps dari paru bagian dependent yang dapat memunculkan terjadinya syndroma atelectasis (Craig, 1981). Fisioterapi sebagai salah satu tenaga kesehatan telah terlibat dalam upaya pencegahan komplikasi paru paska bedah thorak, melalui upaya meminimalisasi perubahan abnormalitas patofisiologi yang terjadi pada pasca pembedahan.
B. Identifikasi Masalah
Dengan melihat latar belakang masalah di atas, maka dalam identifikasi masalah adalah bagaiman asuhan fisioterapi pada bedah thorak?
C. Perumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang masalah di atas, maka dalam perumusan masalah dikemukakan sebagai berikut : 1. Apa yang dimaksud bedah thorak? 2. Apa asuhan Fisioterapi pada pasien bedah thorak?
D. Tujuan
Tujuan yang diharapkan dari penyusunan makalah ini meliputi : 1. Untuk mengetahui pengertian bedah thorak. 2. Untuk mengetahui asuhan Fisioterapi pada pasien bedah thorak.
2 1
BAB II KERANGKA TEORI
A. Definisi Bedah Thorak
Bedah thorak (Thoracotomy) adalah pembedahan dengan pembelahan dinding dada; dapat juga dilakukan dengan pembelahan antara tulang-tulang rusuk (intercostal atau lateral thoracotomy) atau dengan pemisahan dari sternum (median sternotomy). Lobectomy pulmonary adalah pemotongan satu lobus paru-paru (complete) atau sebagian dari lobus paru-paru ( partial ). Pneumonectomy adalah pembuangan dari semua jaringan paru-paru pada satu bagian dari ruang thorac (Fossum, 2002). Thoracotomy merupakan suatu operasi paling sulit, bedah dengan pembukaan dada
tergantung
dari
menangani
pasca
operasi,
karena
dampaknya sakit dan sakit yang dapat mengakibatkan pasien sulit untuk bernapas secara lancar, operasi ini mengarah ke atelectasis atau radang paru paru. Jika dokter dapat memperoleh ke rongga dada oleh pemotongan melalui dinding dada. Thoracotomy memungkinkan untuk pengamatan terhadap kondisi paru-paru; kerusakan dari paru-paru atau bagian dari paru-paru; kerusakan dari tulang rusuk, dan pemeriksaan, pengobatan, atau penghapusan suatu organ dalam rongga dada.. Thoracotomy juga dapat dilakukan menuju pada organ jantung, kerongkongan, diafragma, dan bagian aorta yang melewati melalui rongga dada (Anonimus, 2008). B. Indikasi Bedah Thorak
Pada beberapa jenis pasien yang membutuhkan pengobatan dengan operasi bedah thorak yaitu penyakit atau cedera pada kerongkongan, jantung, dinding dada, dan paru-paru harus menjalani operasi toraks. Salah satu penyakit yang indikasi dilakukan bedah thorak adalah : (Tidy’s, 2012) 1. Tumour Alasan yang paling umum dilakukan bedah thorak adalah kanker. Kanker paru dikelompokan menjadi 2, yaitu : kanker sel keci 20% dan kanker sel besar 80% dari semua kasus kanker paru.. 1 3
2. Pneumothorax Pneumothorax adalah terdapatnya udara pada rongga pleura. Pneumothorax terjadi secara tiba-tiba pada rongga pleura bisa disebabkan oleh : PPOK, tumor, abses, TB, dan trauma pada dada. 3. Empyema Empyema adalah terdapatnya cairan nanah pada rongga pleura. Penyebabnya biasanya pneumonia, karsinoma/abses, bronkiektasis, atau lebih jarang pada TB. 4. Bronchiectasis Bronchiectasis adalah kondisi penyakit paru kronis dimana terdapat kelainan akibat dilatasi bronkus. Bronchiectasis menghasilkan banyak sputum yang menyebabkan penyumbatan dan infeksi. Infeksi yang parah akan dilakukan lobectomy pada lobus yang terinfeksi. 5. Oesophageal Perforation Oesophageal
perforation
adalah
trauma
dan
perforasi
pada
kerongkongan akibat dari menelan menda asing yang mengakibatkan robeknya kerongkongan. C. Jenis Pembedahan
Ada berbagai cara untuk melakukan thoracotomy. Cara yang paling umum dilakukan pada thoracotomy antara lain dengan melalui : Median sternotomy. Median lebar sternotomy menyediakan akses ke mediastinum dan merupakan pilihan pengirisan untuk kebanyakan operasi jantung terbuka dan akses ke mediastinum anterior. Posterolateral thoracotomy. sangat umum pendekatan untuk operasi pada paru-paru atau posterior mediastinum, termasuk kerongkongan. Ketika dilakukan melalui antara intercosta 5. Ruang, memungkinkan akses ke optimal pulmonary hilum (pulmonary artery dan pulmonary vein) dan karena itu dianggap sebagai pilihan untuk pneumonectomy dan lobectomy. Anterolateral thoracotomy. dilakukan pada dinding dada anterior; kiri anterolateral thoracotomy adalah torehan pilihan untuk buka dada pijat, manuver yang penting dalam pengelolaan melukai perhentian jantung. Anterolateral thoracotomy, seperti kebanyakan potongan bedah, memerlukan 4
1
penggunaan jaringan retractors-dalam hal ini, suatu "tulang rusuk penyebar" seperti Tuffier retractor. Bilateral anterolateral thoracotomy. dikombinasikan dengan garis sternotomy hasil dalam pengirisan, pengirisan terbesar umum digunakan dalam operasi yang berkenaan dengan dada.
Gambar 1. A. Anterolateral thoracotomy B. Posterolateral thoracotomy C. Median sternotomy
D. Pataofisiologi
Perubahan abnormalitas patofisiologi yang terjadi pada paru pasca pembedahan ditandai oleh penurunan volume paru terutama adanya penurunan VC (Vital Capacity) yang sangat besar yang dapat mencapai 40 – 70% dari nilai pre-operativenya. Disamping itu juga terjadi penurunan FRC ( Functional Residual Capacity) yang mempunyai efek yang signifikan terhadap fungsi paru, yaitu terjadinya penurunan komplian paru, peningkatan tahanan jalan napas, mempercepat kolapsnya paru pada bagian dependent dan berkontribusi terhadap abnormalitas dari pertukaran gas (Nunn, 1990). Penurunan FRC ini akan menyebabkan tekanan pleura menjadi lebih besar dari tekanan atmosfer yang berakibat tekanan transpulmonary menjadi negatif. Tekanan negatif ini menyebabkan saluran napas yang kecil akan menyempit atau bahkan menutup (Craig, 1981; Nunn, 1990; Wahba, 1991). Penyempitan saluran napas ini berakibat pada penurunan ventilasi pada area dependen,
sehingga
mengakibatkan
rendahnya
ratio
ventilasi/perfusi,
sehingga hal ini berpengarug terhadap timbulnya gangguan pertukaran gas yang pada akhirnya terjadi arterial hypoxaemia. Saluran napas kecil yang menyempit tadi kadang gagak untuk membuka kembali, sehingga akan menimbulkan total kolaps dari paru bagian dependent yang dapat memunculkan terjadinya syndroma atelectasis (Craig, 1981). 1 5
E. Problematik Pasca Bedah Thorak
Pada pasca bedah sesak nafas timbul karena reflex neurogenik paru, masih terdapatnya timbunan cairan dalam rongga pleura yang akan memberikan kompresi patologis pada paru sehingga ekspensinya terganggu, makin banyak cairan makin jelas sesaknya (R.sjamsuhidrajat, 2005) dan berkurangnya kemampuan meregang otot inspirasi akibat terjadi restriksi oleh cairan/sputum (Syahrudin dkk., 2009). Selain itu. penyempitan saluran napas ini berakibat pada penurunan ventilasi pada area dependen, sehingga mengakibatkan rendahnya ratio ventilasi/perfusi. Hal tersebut berpengaruh terhadap timbulnya gangguan pertukaran gas yang pada akhirnya terjadi arterial hypoxaemia. Saluran napas kecil yang menyempit tadi kadang gagal untuk membuka kembali, sehingga akan menimbulkan total kolaps dari paru bagian dependent yang dapat memunculkan terjadinya syndroma atelectasis (Craig, 1981). Berikut adalah komplikasi dari bedah thorax :
Gambar 2. Komplikasi Bedah Thorax (Tidy’s, 2012) 1 6
F. Proses Fisioterapi
Assesment pasien bedah thorak berisi tentang penilaian awal pasien pada masalah spesifik. Tanpa penilaian yang akurat, rencana dan tujuan fisioterapi tidak bisa ditegakkan. Penilaian ulang kemudian dilakukan untuk mengetahui efek terapi dan mengidentifikasi masalah baru dan merubah terapi. Assesment yang diidentifikasi biasanya berupa :
Gambar 3. Assesment pada Bedah Thorax (Tidy’s, 2012)
1 7
BAB III PEMBAHASAN
A. Fase Praoprasi
Intervensi Fisioterapi pada Fase Praoprasi tidak rutin, namun terbukti bermanfaat bagi pasien faktor resiko tinggi. Misalnya Nagasaki et al. (1982) menunjukan bahwa fisioterapi praoprasi untuk lansia dengan PPOK dapat mengurangi morbiditas. Pada pasien yang produksi sputumnya banyak perlu dibersihkan sebelum dilakukan oprasi. Tujuan Fisioterapi yang harus dicapai selama Fase Praoprasi : (Tidy’s, 2012) 1. Tidak ada masalah paru (pemberihan jalan nafas) 2. Mengetahui tekhnik paskaoprasi (pasien mampu melakukan batuk efektif) B. Fase Paskaoprasi
Komplikasi Paska Oprasi umumnya terjadi karena pola restriksi dengan penurunan inspirasi, penurunan VC ( Vital Capacity), dan penurunan FRC ( Functional Residual Capacity). Disamping itu, terjadi berkurangnya reflek batuk karena anastesi sehingga terjadi retensi sputum. Tujuan Fisioterapi yang harus dicapai selama Fase Paskaoprasi adalah : (Tidy’s, 2012) 1. Pendidikan kepada pasien 2. Memaksimalkan volume paru 3. Pencegahan retensi sputum 4. Pembersihan sputum 5. Menjaga lingkup gerak sendi shoulder 6. Mobilisasi dini C. Modalitas Fisioterapi
Dari assesment dapat menunjukan kebutuhan terapi yang diberikan untuk mendapatkan keberhasilan dari tujuan, contoh modalitas adalah : 1. Breating Exercise Breating Exercise yang disarankan pada bedah thorax adalah Active Cycle of Breathing Technique (ACBT). ACBT terdari dari siklus breathing
8 1
control dan thoracic expansion exercises diikuti dengan forced expiratory technique (FET). Latihan ekspansi thorak dapat inspiratory hold and vibrations. Prosedur ACBT dilakukan pada posisi duduk. (Tidy’s, 2012)
Gambar 4. Active Cycle of Breathing Technique (Tidy’s, 2012)
Lakukan ACBT 2-3 kali siklus atau sampai jalan nafas bersih dari sputum. Pada awal latihan mungkin pasien mengalami kelelahan. Terapis harus
memberikan waktu jeda untuk memulai siklus ACBT. Thoracic
expansion exercises harus menarik nafas dalam dari hidung dan mengeluarkan nafas dari mulut. Tarik nafas diusahakan 2-3 detik. Pasien minimal harus melakukan 2 siklus setiap jam. (Tidy’s, 2012)
2. Forced Expiratory Technique (FET) Forced Expiratory Technique (FET) digunakan untuk membantu membersihkan jalan nafas dari sputum. FET yang benar terdengan seperti suara hentakan, biasanya tergantung pada : (Tidy’s, 2012) a. Mulut terbuka b. Glotis terbuka c. Kontraksi dinding abdomen d. Kontraksi dinding dada FET yang dilakukan mungkin terdengar suara sputum. FET pada volume paru rendah akan membantu memindahkan sputum yang melekat. FET pada volume paru tinggi akan membersihkan saluran nafas proksimal. 1 9
3. Batuk yang dibantu Batuk yang dipaksa untuk mengeluarkan sputum. Hal ini menyebabkan
kenaikan
tekanan
intrathoracic.
Fisioterapis
dapat
membantu proses batuk pada Forced Expiratory Technique (FET) dengan memberikan handuk pada lokasi insisi paska oprasi.
Gambar 5. Bantuan saat batuk (Tidy’s, 2012)
4. Positioning Positioning bisa digunakan untuk memperbaiki pertukaran gas. Peningkatan oksigenasi dapat dicapai dengan cara tidur miring yang terkena dampak paling parah; ventilasi / Kesesuaian perfusi diperbaiki, sehingga terjadi peningkatan oksigen serapan. (Tidy’s, 2012) Pasien pneumonektomi sebaiknya tidak diposisikan sisi unoperated mereka. Hal ini dapat menyebabkan bronkopleuralfistula karena cairan ruang mencuci di atas bronkial tunggul. Pasien yang menjalani pneumonektomi intraperikardial harus diobati dalam perawatan selama empat hari pertama kecuali jika disarankan oleh tim medis. (Tidy’s, 2012)
5. Mobilisasi Dini Mobilisasi harus dimulai segera setelah aman. Kemungkinan functional residual capacity maksimal membaik saat berdiri. Mobilisasi dini pada pasien yang tidak rumit dapat membuat latihan pernapasan tidak perlu
dilakukan.
Pasien
harus 1 10
stabil
kardiovaskular
dan
tidak
membutuhkan oksigen sebelum mobilisasi dimulai. Jika saluran interkostal terpasang, mobilitas dibatasi pada posisi berdiri dan berjalan di sisi tempat tidur. Beberapa departemen anestesi membatasi mobilitas saat epidural ada di situ karena risiko hipotensi dalam memobilisasi. ( Tidy’s, 2012)
6. Mobilisasi Shoulder Bahu di sisi yang dioperasikan harus diperiksa untuk berbagai gerakan. Pasien harus berlatih elevasi dan abduksi bahu setidaknya tiga kali sehari. Latihan dengan bantuan terapis mungkin diperlukan untuk gerakan. Setiap batasan jangkauan harus dinilai dan diberikan tindakan. (Tidy’s, 2012)
1 11
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Bedah thorak (Thoracotomy) adalah pembedahan dengan pembelahan dinding dada; dapat juga dilakukan dengan pembelahan antara tulang-tulang rusuk (intercostal atau lateral thoracotomy) atau dengan pemisahan dari sternum (median sternotomy). Intervensi Fisioterapi pada pasien bedah thorax dapat diberikan pada fase praoprasi dengan tujuan ; 1. Tidak ada masalah paru (pemberihan jalan nafas) 2. Mengetahui tekhnik paskaoprasi (pasien mampu melakukan batuk efektif) dan fase paskaoprasi dengan tujuan ; 1. Pendidikan kepada
pasien,
2. Maksimalkan volume paru, 3. Pencegahan retensi sputum, 4. Pembersihan sputum, 5. Menjaga lingkup gerak sendi shoulder, 6. Mobilisasi dini. Dari assesment fisioterapi dapat menunjukan keluhan dan kebutuhan terapi yang diberikan pasien untuk mendapatkan keberhasilan dari tujuan, contoh modalitas fisioterapi pada bedah thorax adalah : 1. Breating Exercise 2. Forced Expiratory Technique (FET) 3. Batuk yang dibantu 4. Positioning 5. Mobilisasi dini 6. Mobilisasi Shoulder
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini dapat dijadikan panduan praktis yang jelas tentang bagaimana fase-fase proses rehabilitasi bedah thorax.
1 12
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, 2008. Thoracotony. http://www.answers.com/topic/thoracotomy Craig, D.B, “ Post operative recovery of pulmonary function ”, Anaesthesia and Analgesia, 60 (1), 1981. Doyle, R, “ Assessing and modifying the risk of post operative pulmonary complications ”, Chest, 115(5), 1999. Ephgrave, KS, “ Post ope rative pneumonia : a prospective study of risk factor and morbidity”, Surgery, 114(4), 1993. Fossum, T. W. (2002). Small Animal Surgery. Mosby inc, USA. Nunn, J, “ Effect of anaesthesia on respiration ”, British Journal of Anaesthesia, 65, 1990. Sardjana, I.K.W, dan Kusumawati,D., 2004., Anastesi Veteriner Jilid I., Gadjah Mada University Press., Yogyakarta. Tidy’s. 2012. Tidy's Physiotherapy (15th Ed.).USA : Elsevier.
13 1