BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Cer Cer ebral br al Pals Pal sy
1. Definisi Cerebral Palsy (CP)
merupakan gaangguan motorik yang
membatasi aktifitas, dan dikaitkan dengan gangguan non progresif selama perkembangan otak pada janin atau bayi. Gangguan
motorik pada
Cerebral Palsy sering Palsy sering ditandai dengan gangguan kognisi, komunikasi dan persepsi sensorik, kelainan perilaku, gangguan kejang atau kombinasi dari semuanya. Cerebral Palsy Palsy merupakan istilah yang menggambarkan masalah dengan gerakan dan postur yang membuat kesulitan dalam melakukan kegiatan tertentu. Masalah yang terjadi pada masa prenatal maupun antenatal mempengaruhi cara kerja otak mengontrol gerakan dan postur. ( Alsen et al, 2011) Meskipun otak itu sendiri tidak akan bertambah buruk, orang yang memiliki cerebral palsy biasanya berubah dari waktu ke waktu. Terkadang mereka akan menjadi lebih baik, dan beberapa pasien akan tetap sama bahkan kadang – kadang mereka akan bertambah buruk biasanya karena kontraktur sendi atau perubahan tonus otot. (My Child Without Limits Committe) Beberapa definisi tentang penyebab pasti cerebral palsy palsy masih menimbulkan kerancuan. definisi yang ada saat ini masih sangat luas dan
6
tidak mempertimbangkan tingkat kecacatan yang ditimbulkan. Selain itu, masih belum belum adanya konsensus
tentang apakah seorang anak yang yang
diketahui memiliki kelainan bawaan (contohnya penyakit metabolic, neural migration defect) termasuk dalam kategori cerebral palsy palsy atau tidak. Cerebral palsy dapat palsy dapat diklasifikasikan berdasarkan keterlibatan alat gerak atau ekstremitas (monoplegia, diplegia, dan quadriplegia), dan karakteristik disfungsi neurologic (spastic,hipotonik, distonik, athetoik atau campuran). Manifestasi klinik yang tampak seringkali berbeda tergantung pada usia gestasi saat kelahiran, usia kronologis, distribusi lesi dan penyakit akbat kelainan bawaan. Cacat neurologic sebagian besar disertai dengan cerebral palsy. palsy. Hampir sepertiga dari seluruh anak-anak yang mengalami cacat neurologi ini juga menderita epilepsi, sedangkan prevalensi epilepsi pada mereka yang menderita hemiplegia sebesar 50%. Kemungkinan terjadinya epilepsi, abnormalitas ekstrapiramidal, dan kerusakan kognitif berat lebih banyak terjadi pada penderita quadriplegia daripada penderita diplegia atau hemiplegia. (Poutney, 2007) 2. Epidemiology Cerebral Palsy merupakan cacat motorik yang paling umum terjadi dalam masa kanak – kanak, kanak, mempengaruhi sekitar 3,6 per 1000 anak usia sekolah dengan setidaknya 8000 kasus baru setiap tahun di Amerika Serikat. Populasi anak dengan cerebral palsy dapat palsy dapat meningkat karena bayi
7
premature yang bertahan hidup. Proporsi cerebral palsy yang palsy yang paling parah juga meningkat dengan proporsi sebanyak sepertiga dari semua anak cerebral palsy palsy yang memilki kerusakan motor yang parah dan retardasi mental. (Maimunah, 2013) Di Amerika, prevalensi penderita cerebral palsy palsy dari yang ringan hingga yang berat berkisar antara 1,5 sampai 2,5 tiap 1000 kelahiran hidup. Angka ini didapatkan berdasarkan data yang tercatat pada pelayanan kesehatan, yang dipastikan lebih rendah dari angka yang sebenarnya (Kuban, 1994). Penelitian yang dilakukan oleh Wu, Xing, Afflix, Danielson, Smith, dan Gilbert (2011) di California memberikan gambaran yang lebih jelas tentang prevalensinya, yaitu bahwa bahwa dari 6.221.001 kelahiran hidup di California pada tahun 1991-2001, 8397 anakanak terlahir dengan cerebral palsy. Hal ini menunjukkan keseluruhan prevalensi adalah 1,4 per 1000 kelahiran hidup. Hampir 63% dari kasus cerebral palsy menunjukkan palsy menunjukkan tipe spastic atau dyskinetic. Presentase paling banyak (distribusi umum) ada pada Quadriplegia, yang diikuti oleh paraplegia dan hemiplegia. Tiga-perempat dari kasus dikategorikan sebagai cukup parah atau berat. (Maimunah,2013) Di Indonesia, angka kejadian cerebral palsy belum dapat dikaji secara pasti. Menurut Soetjiningsih (1995) prevalensi penderita cerebral palsy palsy diperkirakan sekitar 1-5 per 1.000 kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Seringkali terdapat pada anak pertama. Hal ini mungkin dikarenakan kelahiran pertama lebih sering mengalami
8
kelahiran macet. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi berat badan lahir rendah dan kelahiran kembar. Umur ibu seringkali lebih dari 40 tahun, terlebih lagi pada multipara. (Maimunah,2013) 3. Etiologi Riwayat alami cerebral palsy palsy telah didokumentasikan oleh beberapa penulis, termasuk Crothers & Paine (1988) dan Freud (1968), yang menyajikan gambar anak dibawah ukuran normal, dengan motorik yang buruk dan keterampilan kognitif serta dilanda deformitas sendi dan tulang. Dari Lesi neurologis yang sejak awal diderita oleh seorang anak yang menyebabkan terjadinya cerebral palsy. palsy. Efek dari lesi ini berdampak pada system lain temasuk muskuloskletal dan system percernaan. Ada komplikasi terkait cerebral palsy palsy yang meliputi epilepsi, gangguan penglihatan, gangguan musculoskletal, penundaan pertumbuhan, pertumbuhan, gangguan tidur dan harapan hidup yang berkurang. (Poutney,2007) Pada otak, terdapat 3 bagian berbeda yang bekerja bersama menjalankan dan mengontrol kerja otot yang berpengaruh pada pergerakan dan postur tubuh. Bila terjadi kerusakan pada bagian otak itulah yang membuat seseorang menderita cerebral palsy. palsy. Bagian – bagian otak tersebut adalah sebagai berikut : (Parkers et al., al., 2005 )
9
Gambar 2.1 Bagian-bagian otak yang mengalami kelainan pada beberapa bagian
Penyebab
Cerebral
Palsy
:
(Lestari,2009;
My
Child
Without
Limits;Saharso,2006) Menurut Drs.Abdul Salim Choiri, M Kes, 2006, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa pada umumnya anak yang menderita Cerebral Palsy dilihat saat terjadinya, ada 3 yaitu : a. Prenatal Pada fase ini yang memegang peranan penting adalah sang ibu. Kondisi
kehamilan seorang ibu yang menyebabkan anak mengalami
Cerebral Palsy adalah : 1) Penyakit yang diderita ibu Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri dan edema, yang kadang-kadang disertai konvulsi dan koma. Pada pre-eklamsi terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan 10
naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dicukupi. (Mochtar, 1998) Spasme pembuluh darah juga menyebabkan aliran darah ke plasenta menjadi menurun dan menyebabkan gangguan plasenta sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan asfiksia intrauteri. 2) Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun. Berbagai hipotesis telah dikemukakan untuk menghitung penurunan
kualitas
reproductive
outcome
dengan
semakin
bertambahnya usia orangtua. Pada perempuan telah diketahui adanya hubungan antara pertambahan usia dengan peningkatan abnormalitas kromosom. Selain itu, suatu penelitian menunjukkan adanya efek peningkatan usia terhadap kualitas oocyte dan uterus senescence. (Elise and Patrick, 2002) Suatu
studi
yang
dilakukan
menggunakan
metode
fluorescence in-situ hybridization, dibuktikan bahwa pada ayah yang lebih tua (≥ 50tahun), lebih berisiko memiliki ketu runan aneuploid, daripada ayah yanglebih muda (< 30 tahun). Selain itu, berdasarkan suatu penelitian yang baru-baru ini dilakukan dengan membandingkan antara kelompok laki-laki berusia 23-39 tahun dengan kelompok laki-laki berusia 59-74 tahun, ditarik kesimpulan bahwa pada kelompok laki-laki dengan usia lebih tua mengalami aberasi kromosom sperma lebih besar daripada kelompok laki-laki dengan usia lebih muda. (Elise and Patrick, 2002)
11
Hasil-hasil penelitian inilah yang memunculkan dugaan terjadinya peningkatan birth defect pada keturunan ayah yang berusia tua. Batas usia paternal yang berisiko mengalami penurunan kualitas produksi cairan semen adalah sekitar 40 tahun. (Elise and Patrick, 2002) 3) Infeksi intra uteri Ketika infeksi – infeksi seperti rubella (German Measles), toksoplasmosis parasit)
dan
(penyakit virus
akibat
yang
dikenal
masuknya
mikroorganisme
sebagai
cytomegalovirus,
menyerang ibu hamil, dapat menyebabkan kerusakan pada otak janin. Rubella dapat dicegah dengan imunisasi (seorang wanita harus diimunisasi rubella sebelum dia hamil), dan kemungkinan terinfeksi
toksoplasma
dapat
diminimalisasi
dengan
tidak
memegang feses kucing dan menghindari memakan daging mentah atau setengah matang. Banyak infeksi lain yang dapat menyerang wanita hamil yang juga dapat mengganggu perkembangan janin, tetapi hal ini diabaikan sebagai penyebab cerebral palsy pada neonatal, karena ibu – ibu yang terinfeksi tidak mengetahui gejala infeksi yang dialami atau mungkin infeksi ini tidak menampakkan gejalanya. (Miller & Bachrach, 2006) Human immunodeficiency virus (HIV) adalah satu dari banyak agent infeksius yang dapat berperan menyebabkan cerebral palsy, meskipun yang lebih sering terjadi adalah retardasi mental.
12
Virus Cytomegalovirus berdampak ringan pada ibu, namun hal ini dapat menyebabkan janin yang dikandung mengalami kerusakan otak yang dapat berakibat terjadinya cerebral palsy. Infeksi parasit ringan seperti toksoplasmosis juga seringkali tidak diketahui oleh ibu hamil, hingga waktu kelahiran. (Miller & Bachrach, 2006) Walaupun bayi prematur memiliki kemungkinan risiko lebih besar yang tidak terelakkan daripada bayi cukup bulan, namun beberapa faktor yang disebabkan oleh infeksi dapat meningkatkan kemungkinan bayi cukup bulan mengalami cerebral palsy hingga 9 kali. Variabel – variabel infeksi yang ada antara lain infeksi air ketuban, placenta, traktus urinaria. (Miller & Bachrach, 1995) 4) Kelainan genetic Faktor
genetik
memiliki
sebagian
peranan
dalam
menyebabkan cerebral palsy, baik berperan sebagai bagian dalam multi causal pathway maupun sebagai satu – satunya penyebab. Pada suatu kebudayaan atau suatu daerah yang terisolasi, dimana perkawinan sedarah (cosanguinous) merupakan hal yang biasa, maka genetik dapat muncul sebagai penyebab cerebral palsy. (Stanley et al ., 2000) Suatu studi melaporkan bahwa apabila dalam keluarga terdapat penderita cerebral palsy, kemungkinan untuk terjadi cerebral palsy lagi lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Ketika melibatkan variabel kelahiran kembar, jika salah satu
13
meninggal baik di dalam rahim maupun setelah dilahirkan, maka kemungkinan terjadinya cerebral palsy yang kedua meningkat, baik pada kembar identik atau tidak. Bila diperkirakan kedua anak kembar berjenis kelamin sama, monochorionicity merupakan faktor yang meningkatkan kemungkinan kedua bayi tersebut menderita cerebral palsy. (Stanley et al ., 2000) chorioamnioitis atau infeksi yang menyerang membran di sekeliling janin dan amniotic sac. Selain itu, jika ibu hamil mengalami demam tinggi hingga mencapai > 100,4 F (38 C), maka hal ini perlu dipertimbangkan sebagai salah satu faktor risiko penting. (Stanley et al ., 2000) 5) Keracunan kehamilan Banyak bahan – bahan kimia yang diketahui memiliki efek merugikan terhadap perkembangan otak janin. Ketika janin terpapar oleh alkohol dalam jumlah besar, beberapa sistem tubuh, termasuk system neurologis, akan mengalami kerusakan. Bila hal ini dilakukan dalam jangka waktu panjang, terutama pada ibu hamil
yang
mengkonsumsi/menyalahgunakan
alkohol,
akan
menimbulkan efek multisistem, yang dikenal dengan fetal alcohol syndrome. (Stanley et al ., 2000) Alkohol dan rokok memiliki efek yang sangat merugikan pada perkembangan janin, dan seringkali diremehkan sebagai penyebab cerebral palsy. Hal ini disebabkan karena, seringkali
14
kuesioner atau laporan dari perusahaan asuransi tidak melaporkan status ibu pecandu rokok atau pecandu minuman keras. Penggunaan kokain adalah salah satu sumber efek yang merugikan dan seringkali sulit untuk menentukan apakah itu merupakan salah satu penyebab, ketika suatu penyakit terdiagnosa di kemudian hari. Kerusakan sistem saraf pusat, kerusakan otak, kecacatan organ dan komplikasi – komplikasi pembuluh darah, berat badan lahir rendah dan kelahiran prematur, adalah efek dari penyalahgunaan kokain. Kokain
selain
dapat
menyebabkan
cerebral palsy, juga diduga menyebabkan autism pada anak. (Stanley et al ., 2000) Fetal alcohol syndrome, dapat melemahkan sejumlah system tubuh dapat menyebabkan microcephaly, facial dismorphisms, intrauterine growth retardation berat, retardasi mental dan cerebral palsy. Diperkirakan sekitar 8 % dari anak – anak yang menderita fetal
alcohol
syndrome,
selanjutnya
berkembang
menjadi cerebral palsy. Prosentase ini menjadi lebih besar di negara – negara berkembang, dimana penyalahgunaan alkohol tidak terdata. Selain itu, alkohol yang menghambat migrasi neuronal pada janin juga dapat menyebabkan cerebral palsy. (Stanley et al ., 2000) Kebiasaan merokok dapat menyebabkan berat badan bayi lahir rendah. Berat badan lahir rendah dan prematuritas adalah
15
faktor risiko utama cerebral palsy. Kebiasaan merokok pada ibu hamil, merupakan suatu variable yang biasanya sulit terukur pada penelitian – penelitian sebelumnya. (Stanley et al ., 2000). Agen – agen yang berasal dari lingkungan juga dapat menjadi penyebab, terutama pada lingkungan yang bersifat toksik, akan berdampak buruk pada neonatus. Diantara variabel – variabel yang ada pada lingkungan saling berkaitan satu dengan yang lainnya, sehingga sangat sulit untuk dipisahkan. Salah satu contoh yang berhasil didokumentasikan dengan baik adalah kasus Minamata Bay yang terjadi di Jepang, dimana menyebabkan terhambatnya pertumbuhan janin. (Stanley et al ., 2000) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suwijiyo terbukti bahwa jamu kunir asam berbahaya bila diminum oleh wanita hamil. Jumlah kunyit (Curcuma domestica val ) yang dominan dalam ramuan kunir asam yang kental perlu diperhatikan waktu penggunaannya, karena ekstrak kunyit memiliki efek stimulan pada kontraksi uterus dan berefek abortivum. (Katno & S. Pramono, 2004) Menurut United States Food and Drugs Administration , ada beberapa jenis obat yang dilarang untuk dikonsumsi oleh wanita hamil dan obat yang boleh dikonsumsi hanya dengan resep dokter. Obat-obat tersebut antara lain : aspirin, ibuprofen (Motrin, Advil) dan thalidomide. Obat-obat tersebut berbahaya bagi perkembangan
16
janin jika dikonsumsi pada ibu hamil, terutama pada usia gestasi kurang dari 3 bulan (Anonim,2005). b. Natal 1) BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Bukti – bukti menunjukkan bahwa 5% dari bayi yang lahir dengan berat badan lahir (BBL) < 2500 gram akan berkembang menjadi cerebral palsy. Bayi yang bertahan hidup yang lahir sebelum usia kehamilan mencapai 33 minggu, berisiko 30 kali lebih besar mengalami cerebral palsy daripada bayi yang dilahirkan cukup bulan. Semakin muda usia gestasi, semakin rendah BBL, maka semakin tinggi risiko untuk menderita cerebral palsy. Secara ekstrim bayidengan BBLR 100 kali lebih berisiko mengalami cerebral palsy daripada bayi dengan BBL normal. Selain itu, adapula faktor ras dan kebudayaan yang mempengaruhi hubungan antara BBLR terhadap cerebral palsy. Misalnya, bayi prematur di Amerika Serikat berisiko dua kali menderita cerebral palsy. Sedangkan bayi kulit hitam meskipun cukup bulan berisiko tiga kali menderita cerebral palsy.(Stanley et al ., 2000) 2) Kerusakan pada otak bayi yang lahir sebelum sembilan bulan ( Premature) Menurut definisi yang dikemukakan oleh WHO bahwa semua bayi yang lahir sebelum 37 minggu dikatakan sebagai
17
kurang bulan/prematur, hal ini dikarenakan kelahiran yang terjadi sebelum 32 minggu, bertanggungjawab terhadap banyaknya kejadian kematian dan kecacatan. Selain itu, prematuritas merupakan penyebab utama long-term neurological morbidity. Peningkatan cerebral palsy telah diamati sejak pertengahan tahun tujuh puluhan, terutama yang terjadi pada anak – anak yang mengalami
kelahiran
sangat
dan
amat
sangat
prematur.
(Jacobsson, 2003) Berikut adalah grafik prevalensi cerebral palsy tiap 1000 kelahiran berdasarkan usia gestasi :
Gambar 2.2 Prevalensi CP tiap 1000 kelahiran berdasarkan usia gestasi (Mardiani, 2006 )
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan otak lebih banyak dibandingkan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, faktor pembekuan darah dan lain – lain masih belum sempurna. (Anonim, 2002) Bayi yang dilahirkan lewat waktu yaitu lebih dari 42 minggu lengkap, merupakan bayi postmatur. Pada peristiwa ini akan terjadi proses penuaan plasenta, sehingga pemasokan makanan dan
18
oksigen akan menurun. Komplikasi yang dapat dialami oleh bayi yang lahir post matur adalah suhu yang tidak stabil, hipoglikemia dan kelainan neurologik. Gawat janin pada persalinan terjadi bila : berat badan bayi > 4000 gram, kelainan posisi, partus > 13 jam, perlu dilakukan tindakan seksio caesar.(Wiknjosastro, 2002) 3) Proses persalinan (Kelahiran yang sulit menyebabkan luka pada kepala bayi) Persalinan yang sulit termasuk persalinan dengan bantuan alat dan kelainan letak dapat menyebabkan trauma lahir atau cedera
mekanik
pada
kepala
bayi.
Trauma
lahir
dapat
menyebabkan perdarahan subdural, subarakhnoid dan perdarahan intraventrikular. Persalinan yang sulit terutama bila terdapat kelainan letak dan disproporsi sefalopelvik, dapat menyebabkan perdarahan
subdural.
(Wiknjosastro,
2002)
Perdarahan
subarakhnoid dapat terjadi pada bayi prematur dan bayi cukup bulan. Manifestasi neurologik dapat berupa iritabel dan kejang. (Wiknjosastro, 2002) 4) Primipara Berdasarkan data kelahiran di Australia Barat tahun 1980 – 1992 risiko kejadian cerebral palsy tertinggi terjadi pada kelahiran anak pertama. (2,3 per 1.000 kelahiran 95% CI 2,0 – 2,6) dibandingkan dengan kelahiran anak kedua atau ketiga yang
19
diperkirakan sebesar 2,04 per 1.000 kelahiran. (Stanley et al ., 2000) Hal ini dimungkinkan terjadi karena pada kehamilan anak pertama umumnya membutuhkan waktu persalinan yang cukup panjang. Persalinan yang cukup panjang memungkinkan banyak hal yang terjadi, diantaranya adalah kehabisan cairan ketuban yang menyebabkan partus macet, upaya mengedan ibu berisiko berkurangnya suplai oksigen ke plasenta
sehingga dapat
menyebabkan terjadinya hipoksia janin. Hipoksia janin berkaitan erat dengan asfiksia neonatorum, dimana terjadi perubahan pertukaran gas dan transpor oksigen yang akan mempengaruhi oksigenasi sel-sel tubuh yang selanjutnya dapat menyebabkan kerusakan otak. (Wiknjosastro, 2002) 5) Gizi ibu Crawford mempelajari 500 wanita hamil dan menemukan bahwa ibu yang melahirkan bayi dengan BBLR mengalami defisiensi 43 dari 44 53 vitamin, mineral, dan asam lemak yang berbeda ketika dibandingkan dengan ibu yang melahirkan anak dengan BB normal. Ada beberapa intervensi yang sangat preventif yang akan mengurangi cerebral palsy rate. Salah satunya adalah vaksinasi rubella. Selain itu, cara lain yang dapat dilakukan
adalah
dengan
mencegah
terjadinya
Rh
inkompatibilitas dan diperpanjangnya kampanye oleh WHO dan UNICEF tentang kekurangan iodium dalam garam dan tanah dari
20
suatu komunitas dapat memicu terjadinya endemik krentin dan cerebral palsy tipe spastik diplegia pada kamunitas tersebut. Hal ini diharapkan menjadi sumber – sumber yang dapat digunakan sebagai tindakan preventif terhadap kejadian cerebral palsy yang banyak terjadi di negara berkembang. (Stanley et al , 2000) Defisiensi iodium dapat menimbulkan outcome patologis yang pengaruhnya sangat merugikan dari janin, bayi, anak – anak dan remaja sampai dengan dewasa. Apabila defisiensi iodium terjadi pada awal masa kehamilan akan menimbulkan spektrum kelainan, dari kematian sampai kretin klinik (spastik diplegia dan bisu tuli). (Stanley et al , 2000) Terdapat banyak lemak dan asam lemak yang penting atau esensial untuk mendapatkan janin yang sehat, yaitu arachidonic acid , arachidonyl phosphoglycerol , docosahexaenyl glyceride dan endothelial ethanolamine phosphoglyceride yang vital untuk integritas membran. Kekurangan lemak dan asam lemak tersebut diduga merupakan faktor risiko terjadinya BBLR, kelahiran prematur, lambatnya pertumbuhan janin dan cerebral palsy. Asam linoleat dan linolenat sangat vital dalam pembentukan jaringan otak dan infrastruktur darah. Konstelasi nutrisi yang dimiliki ibu pada masa konsepsi berhubungan sangat erat dengan prediksi terjadinya cerebral palsy. (Stanley et al , 2000)
21
Ketersedian makanan yang baik pada negara – negara berkembang dan negara miskin sangat vital dalam rangka menekan cerebral palsy rate daripada waktu – waktu sebelumnya. Apabila nutrisi, vaksinasi dan komplikasi golongan darah diperhatikan, maka kejadian cerebral palsy di beberapa belahan dunia dapat direduksi secara drastis. (Stanley et al , 2000) c.
Post natal 1) Trauma kepala post natal Seorang anak menderita cerebral palsy tidak hanya berhubungan dengan efek pada masa kehamilan dan trauma proses persalinan. Namun dapat pula terjadi akibat beberapa hal, antara lain trauma pada sistem saraf pusat, haemophilus influenza meningitis,
haemophilus
pneumoniae, Neisseria
influenza
type
meningitides,
B,
Streptococcus
pertussis,
imunisasi
melawan pertussis, sindrom Reye, sindrom ALTE dan QT. (Eve et al., 1982) Faktor lain yang juga berpengaruh antara lain asfiksia, hipoksia, terpapar bahan kimia yang besifat toksik, cedera kepala, cerebral haemorrhage, malnutrisi,kejang, dehidrasi yang mengikuti gastroenteritis, tenggelam, tercekik,tersengat listrik dan shock akibat luka bakar. Infeksi dan trauma kepala adalah dua hal yang paling sering terjadi pada kelompok umur tertentu. Trauma kepala umumnya terjadi pada anak berusia diatas 2 tahun
22
dan infeksi umumnya terjadi pada usia dibawah 2 tahun. Suatu studi melaporkan bahwa 27 % kasus cerebral palsy postneonatal terjadi pada usia 5 – 10 tahun. (Eve et al., 1982) 2) Penyakit penyerta, demam yang sangat tinggi disebabkan infeksi atau kekurangan air karena diare/murus (dehidrasi). Penting untuk di mengerti bahwa walaupun seorang anak memiliki faktor resiko tetapi tidak selamanya anak tersebut akan terkena Cerebral Palsy. Ini hanya berarti bahwa hal tersebut meningkatkan peluang terjadinya Cerebral Palsy. Bukan pula berarti bahwa jika anak tersebut tidak memiliki faktor resiko cerebrap palsy kemudian anak tersebut tidak dapat terkena cerebral palsy. Jika faktor resiko tersebut muncul, memberikan tanda kepada orang tua dan physicians untuk memperhatikan perkembangan anak. Orangtua dan dokter senantiasa memperhatikan perkembangan anak sebagai tanda jika terdapat faktor resiko yang akan muncul. (My Child Without Limits Committee, n.d) 4. Patofisiologi Cerebral Palsy diklasifikasikan menurut penurunan nilai motorik yang didapatkan melalui pemeriksaan neurologis (paresis, hypertonia, hypotonia, dystonia, dyskinesia dan ataxia), daerah disfungsi serebral ( pyramidal atau ekstrapyramidal), dan bagian – bagian tubuh yang terpengaruh ( misalnya, keempat ekstremitas, kedua kaki, atau sesisi tubuh). Lesi pyramidal yang paling jelas terkait dengan spatisitas, hypertonia, dan peningkatan reflex deep - tendon , dan sering dengan
23
overflow reflex dan ekstensor respon plantar. Lesi ekstrapiramidal sering terkait dengan choreoathetosis dan diskinesia, control normal posture dan deficit koordinasi. Kelainan gerakan di klasifikasikan menjadi athetois, choreiform atau distonik, sendiri atau dalam berbagai kombinasi. Sebuah consensus panel yang didukung oleh National Institutes of Health mengahasilkan laporan tahun 2006 yang menenkankan peran utama pembatasan aktifitas fungsional, yang mencakup cacat non motor pada fungsi dan perilaku. (Aisen et al, 2011) Perubahan
neuropatologik pada cerebral palsy bergantung pada
pathogenesis, derajat dan lokalisasi kerusakan dalam susunan saraf pusat. Semua jaringan SSP peka terhadap kekurangan oksigen. Kerusakan yang paling berat terjadi pada neuron, kurang pada neuroglia dan jaringan penunjang ( supporting tissue) dan paling minimal pada pembuluh darah otak. Derajat kerusakan ada hubungannya acuteneuronal necrosis tanpa kerusakan pada neuroglia. Penyembuhan terjadi dengan fagositosis bagian yang nekrotik, proliferasi neuroglia dan pembentukan jaringan parut yang diikuti dengan retraksi sekunder. ( Nadhief, 2009) Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube yaitu induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3 – 4 masa gestasi dan induksi ventral, berlangsung pada minggu ke 5 dan 6 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan terjadinya kelainan congenital seperti kranioskis totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain sebainya. Fase selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada
24
masa gestasi bulan ke 24. Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan mikrosefali, makrosefali. Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa gestasi bulan ke 35. Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu secara radial, berdiferensiasi dan daerah periventrikuler dan subventrikuler ke lapisan sebelah dalam korteks cerebri; sedangkan migrasi secara tangensial sudah berdiferensiasi dan zone germinal menuju ke
permukaan
korteks
cerebri.
Gangguan
pada
masa
ini
bisa
mengakibatkan kelainan congenital seperti polimikrogiri, agenesis korpus kalosum. (Adnyana,1995) Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa
tahun
pascanatal.
Gangguan
pada
stadium
ini
akan
mengakibatkan translokasi genetik, gangguan metabolism. Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai beberaa tahun pasca natal. Pada stadium ini terjadi proliferasi sel neuron, dan pembentukan selubung myelin. Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya kerusakan. ( Nadhief, 2009) Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat kompleks dan difus yang
bisa
mengenai
korteks
motorik
traktus
piramidalis
daerah
paraventrikuler ganglia basalis, batang otak dan serebellum. Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler. ( Nadhief, 2009)
25
5. Klasifikasi Pada otak terdapat 3 bagian berbeda yang bekerja bersama menjalankan dan mengontrol kerja otot yang berpengaruh pada gerakan dan postur tubuh. Bila terjadi kerusakan pada bagian itulah yang membuat seseorang menderita Cerebral Palsy. Bagian – bagian itu adalah korteks, ganglia basalis, dan cerebellum. ( Mardiani,2006) Manifestasi klinik cerebral palsy bergantung pada lokalisasi dan luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan, apakah pada korteks cerebri, ganglia basalis atau serebellum. Dengan demikian secara klinik dapat dibedakan 5 bentuk dasar gangguan motorik pada cerebral palsy, yaitu spastisitas, ataksia, athetois, atonik dan campuran. (Mardiani,2006 ); Terdapat bermacam – macam klasifikasi cerebral palsy, tergantung berdasarkan apa klasifikasi itu dibuat.(Mardiani,2006; My Child Without Limits Committee, n.d) Berdasarkan gejala dan tanda neurologis a. Spastik Spastik merupakan bentuk cerebral palsy terbanyak (70-80%), otot mengalami kekakuan dan secara permanen akan menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami spastisitas,pada saat seseorang berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku dan lurus yang membentuk karakteristik berupa ritme berjalan yang dikenal dengan gait gunting( scissors gait ). (Saharso,2006)
26
Cerebral Palsy
spastik dibagi berdasarkan jumlah ektremitas
yang terkena yaitu: (Berker,2010 ; Mardiani, 2006 ; Saharso,2006) 1) Monoplegia Pada monoplegia, hanya satu ekstremitas saja yang mengalami spastik. Umumnya hal ini terjadi pada lengan / ekstremitas atas.
Gambar 2.3 Monoplegia dimana hanya satu saj a ekstremitas yang terkena (Mardiani,2006)
2) Diplegia Spastik
diplegia
atau
uncomplicated
diplegia
pada
prematuritas. Hal ini disebabkan oleh spastik yang menyerang traktus kortikospinal bilateral atau lengan pada kedua sisi tubuh saja. Sedangkan sistem – sistem lain normal.
27
Gambar 2.4 Diplegia dimana seluruh ekstremitas terkena, namun kedua kaki lebih parah (Mardiani,2006)
3) Hemiplegia Spastis yang melibatkan traktus kortikospinal unilateral yang biasanya menyerang ekstremitas atas/lengan atau menyerang lengan pada salah satu sisi tubuh.
Gambar 2.5 Hemiplegia dimana satu sisi tubuh terkena namun lengan lebih parah (Mardiani,2006)
4) Triplegia Spastik pada triplegia menyerang tiga buah ekstremitas. Umumnya menyerang lengan pada kedua sisi tubuh dan salah satu kaki pada salah satu sisi tubuh
Gambar 2.6 Triplegia dimana tiga ekstremitas terkena (Mardiani,2006)
28
5) Quadriplegia Spastik yang tidak hanya menyerang ekstremitas atas tetapi juga menyerang ekstremitas bawah dan juga terjadi keterbatasan pada tungkai.
Gambar 2.7 Quadriplegia dimana semua ekstremitas terkena(Mardiani,2006)
b. Ataksia Tipe ini jarang dijumpai. Penderita yang terkena sering menunjukkan kordinasi yang buruk, berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar,meletakkan kedua kaki dengan posisi yang saling berjauhan, kesulitan dalam melakukan gerakan cepat dan tepat misalnya menulis atau mengancingkan baju. Mereka juga sering mengalami tremor dimulai dengan gerakan volunteer meyebabkan gerakan seperti menggigil pda bagian tubuh yang baru digunakan dan tampak memburuk sama dengan saat penderita akan menuju objek yang dikehendaki. Bentuk ataksia ini mengenai 5-10% penderita cerebral palsy. ( Saharso, 2006 ; My Child Without Limiits Committee, n.d)
29
Kondisi ini melibatkan cerebelum dan yang berhubungan dengannya. Pada cerebral palsy tipe ini terjadi abnormalitas bentuk postur tubuh dan / atau disertai dengan abnormalitas gerakan. Otak mengalami kehilangan koordinasi muskular sehingga gerakan – gerakan yang dihasilkan mengalami kekuatan, irama dan akurasi yang abnormal.( Berker, 2010 ; Mardiani, 2006) c. Athetosis atau koreoathetosis Bentuk cerebral palsy ini mempunyai karakteristik gerakan menulis yang tidak terkontrol dan perlahan. Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki, lengan, atau tungkai dan pada sebagian besar kasus otot muka dan lidah menyebabkan anak tampak menyeringai dan selalu mengeluarkan air liur. Gerakan sering meningkat selama periode peningkatan stress dan hilang pada saat tidur. Penderita juga mengalami masalah kordinasi gerakan otot bicara(disartria). Cerebral palsy athetosis terjadi pada 10-20% penderita cerebral palsy. (Saharso,2006) Kondisi ini melibatkan sistem ekstrapiramidal. Karakteristik yang ditampakkan a dengan
ayunan
yang
dalah
gerakan – gerakan
melebar.
Athetosis
yang
terbagi
involunter menjadi
:
(Berker,2010) 1) Distonik Kondisi
ini
sangat
jarang,
sehingga
penderita
yang
mengalami distonik dapat mengalami misdiagnosis. Gerakan
30
distonia tidak seperti kondisi yang ditunjukkan oleh distonia lainnya. Umumnya menyerang otot kaki dan lengan sebelah proximal . Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulang – ulang, terutama pada leher dan kepala. 2) Diskinetik Didominasi oleh abnormalitas bentuk atau gerakan – gerakan involunter, tidak terkontrol, berulang – ulang dan kadangkala melakukan gerakan stereotype. Status mental umumnya normal, kadang – kadang beberapa disarthria membuat komunikasi sulit dan menyebabkan pengamat berfikir bahwa anak tersebut memiliki gangguan intelektual, disfungsi
sonsorineural
pendengaran
juga
mengganggu
komunikasi. Kejadian cerebral palsy Diskinesia menyumbang sekitar 10% sampai 15% dari semua kasus cerebral palsy. Hiperbilirubinemia atau anoksi berat menyebabkan gangguan ganglia basalis dan menghasilakan cerebral palsy diskinetik. (Berker,2010) d. Atonik Anak – anak penderita cerebral palsy tipe atonik mengalami hipotonisitas dan kelemahan pada kaki. Walaupun mengalami hipotonik namun lengan dapat menghasilkan gerakan yang mendekati kekuatan dan koordinasi normal.
31
e. Campuran Cerebral palsy campuran menunjukkan manifestasi spastik dan ektrapiramidal, seringkali ditemukan adanya komponen ataksia. f.
Anak – anak dengan cerebral palsy campuran umumnya memiliki spastisitas ringan, dystonia dan atau gerakan athetois. Ataksia mungkin komponen dari disfungsi motorik pada pasien dalam kelompok ini. Ataksia dan spastisitas sering terjadi bersama – sama. Spastik diplegia ataksia adalah jenis campuran umum yang sering dikaitkan dengan hidrocefalus. (Berker, 2010)
6. Gambaran Klinis Gambaran klinik cerebral palsy tergantung dari bagian dan luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan. a. Paralisis Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegi, diplegia, monoplegia, triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaccid, spastic atau campuran. b. Gerakan involunter Dapat berbentuk atetosis, khoreoathetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaccid, rigiditas atau campuran. c. Ataxia Gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan cerebellum. Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun (hipotoni),
32
dan menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Mulai berjalan sangat lambat, dan semua pergerakan serba canggung. d. Kejang Dapat bersifat umum atau fokal. e. Gangguan perkembangan mental Retardasi mental ditemukan kira – kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral palsy terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastic dan ataksia. Cerebral palsy yang disertai dengan retardasi mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia yang cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh. Retardasi mental masih dapat diperbaiki bial korteks serebri tidak mengalami kerusakan menyeluruh dan masih ada anggota gerak yang dapat digerakkan secara volunteer. Dengan dikembangkannya gerkan – gerakan tangkas oleh anggota gerak, perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara psoitif. f.
Gangguan penglihatan (misalnya: hemianopsia, strabismus, atau kelainan refraksi), gangguan bicara, gangguan sensibilitas.
g. Problem emosional terutama saat remaja h. Gejala lain yang juga bisa ditemukan pada cerebral palsy : 1) Kecerdasan dibawah normal 2) Keterbelakangan mental 3) Kejang / epilepsi 4) Gangguan menghisap atau makan 5) Pernafasan yang tidak teratur
33
6) Gangguan perkembangan kemampuan motorik 7) Gangguan berbicara 8) Gangguan penglihatan 9) Gangguan pendengaran 10) Kontraktur persendian 11) Gerakan menjadi terbatas
7. Diagnosis Pemeriksaan fisik seorang anak dengan msalah gerakan memiliki dua tujuan dasar. Yang pertama, pemeriksaan fisik yang disertai sejarah rinci memungkinkan diagnosis yang akurat. Kedua, memungkinkan dokter yang merawat untuk menentukan gangguan dan cacat, menentukan prognosis fungsional dan mengatur tujuan pengobatan pada anak – anak dengan cerebral palsy. Ini kemudian membantu menyusun rencana perawatan untuk setiap anak. Sulit untuk mengidentifikasi penyebab dari cerebral palsy. Ketika berhadapan dengan gannguan motorik pana anak, dokter harus berhati – hati untuk mengesampingkan kondisi dari cacat genetik, seperti paraplegia spastic turun menurun, yang mirip dengan cerebral palsy. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap tentang riwayat kehamilan, perinatal dan postnatal, dan memperhatikan faktor resiko terjadinya cerebral palsy. Juga pemeriksaan fisik lengkap dengan
34
memperhatikan perkembangan motorik dan mental serta adanya reflex neonatus yang masih menetap. Pada bayi mempunyai resiko tinggi diperlukan pemeriksaan berulang kali, karena gejala dapat berubah, terutama pada bayi yang hipotoni, yang menandakan perkembangan motorik yang terlambat; hampir semua cerebral palsy melalui fase hipotoni. Pada pemeriksaan akan ditemukan tertundanya perkembangan kemampuan motorik. Refleks infantile (menghisap dan terkejut) tetap ada meskipun seharusnya sudah menghilang. Tremor otot atau kekuan tampak dengan jelas, dan anak cenderung melipat lengannya kearah samping, tungkainya bergerak seperti guntung atau gerakan abnormal lainnya. Untuk menetapkan diagnosis diperlukan beberapa kali pemeriksaan, dengan anamnesis yang cermat dan pengamatan yang cukup agar dapat menyingkirkan penyakit atau sindrom lain yang mirip dengan cerebral palsy. Walaupun pada cerebral palsy kelainan gerak motorik dan postur merupakan cirri yang utama, tetapi tidak boleh dilupakan bahwa sering juga disertai dengan gangguan bukan motorik seperti retardasi mental, kejang – kejang, gangguan psikologis dan lainnya. Berbagai
pemeriksaan
laboratorium
bisa
dilakukan
untuk
menyingkirkan penyebab lainnya, diantaranya :
35
a. Pemeriksaan EEG terutama pada penderita yang memperlihatkan gejala motorik, seperti tetraparesis, hemiparesis, atau karena sering disertai kejang. b. MRI kepala c. Biopsi otot d. Pemeriksaan Ultrasonografi kepala atau CT scan kepala dilakukan untuk mencoba mencari etiologi dan menunjukkan adanya kelainan struktur maupun kelainan bawaan e. Pemeriksaan
psikologi
untuk
menentukan
tingkat
kemampuan
intelektual yang akan menentukan cara pendidikan ke sekolah biasa atau luar biasa. f.
Pemeriksaan pendengaran
g. Pemeriksaan penglihatan h. Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan
adalah foto polos
kepala, pemeriksaan pungsi lumbal. (Rita,2010) Pada umumnya diagnosis pada anak dibawah umur 6 bulan adalah sult. Hal ini disebabkan pada umur 6 bulan tidak banyak “ milestone” perkembangan baru. Padahal dengan diagnosis dini dan penganganan dini pula, maka prognosisnya jauh lebih baik. Oleh karena itu untuk memudahkan diagnosis maka Levine, membagi kelainan motorik pada cerebral palsy menjadi 6 kategori yaitu : (My Child Without Limits Committee, n.d) a. Pola gerak dan postur
36
b. Pola gerak oral c. Strabismus d. Tonus otot e. Evolusi reaksi postural dan kelainan lainnya yang mudah dikenal f.
Reflex tendon, primitive dan plantar Kriteria ini dapat secara nyata membedakan antara penderita
cerebral palsy dengan yang bukan. Diagnosis dapat ditegakkan apabila minimal terdapat 4 kelainan pada 6 kategori motorik tersebut dan disertai dengan proses penyakit yang tidak progresif. (Soetjiningsih,1995) 8. Penatalaksanaan Perlu ditekankan pada orangtua penderita cerebral palsy, bahwa tujuan dari pengobatan bukan membuat anak menjadi seperti anak normal lainnya. Tetapi mengembangkan sisa kemampuan yang ada pada anak tersebut seoptimal mungkin, sehingga diharapkan anak dapat melakukan aktifitas sehari – hari tanpa bantuan atau hanya membutuhkan sedikit bantuan saja. (Anonim, 2002) Sehingga dalam menangani anak dengan cerebral palsy, harus memahami berbagai aspek dan diperlukan kerjasama multidisiplin seperti disiplin anak, saraf, mata, THT, bedah orthopedi, bedah syaraf, psikologi, rehabilitasi medis, ahli wicara, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa. Disamping itu juga harus disertakan peranan orangtua dan masyarakat. (Lin, 2003)
37
Secara garis besar, penatalaksanaan penderita cerebral palsy adalah sebagai berikut : (Anonim, 2002) a. Aspek Medis 1. Aspek Medis Umum a) Gizi Gizi yang baik perlu bagi setiap anak, khususnya bagi penderita cerebral palsy. Karena sering terdapat kelainan pada gigi, kesulitan menelan, sukar untuk menyatakan keinginan untuk makan. Pencatatan rutin perkembangan berat badan anak perlu dilaksanakan. b) Hal-hal yang sewajarnya perlu dilakukan seperti imunisasi, perawatan kesehatan dll. Konstipasi sering terjadi pada penderita cerebral palsy. Dekubitus terjadi pada anak – anak yang sering tidak berpindah – pindah posisi. c) Terapi dengan obat-obatan Dapat diberikan obat – obatan sesuai dengan kebutuhan anak, seperti obat – obatan untuk relaksasi otot, anti kejang, untuk athetosis, ataksia, psikotropik dan lain – lain. d) Terapi melalui pembedahan ortopedi Banyak hal yang dapat dibantu dengan bedah ortopedi, misalnya tendon yang memendek akibat kekakuan/spastisitas otot, rasa sakit yang terlalu mengganggu dan lain – lain yang
38
dengan fisioterapi tidak berhasil. Tujuan dari tindakan bedah ini adalah untuk stabilitas, melemahkan otot yang terlalu kuat atau untuk transfer dari fungsi. e) Fisioterapi 1) Teknik tradisional Latihan luas gerak sendi, stretching , latihan penguatan dan peningkatan daya tahan otot, latihan duduk, latihan berdiri, latihan pindah, latihan jalan. Contohnya adalah teknik dari Deaver. 2) Motor function training dengan menggunakan sistem khusus
yang
umumnya
dikelompokkan
sebagai
neuromuskular facilitation exercise. Dimana digunakan pengetahuan neurofisiologi dan neuropatologi dari refleks di dalam latihan, untuk mencapai suatu postur dan gerak yang dikehendaki. Secara umum konsep latihan ini berdasarkan
prinsip
bahwa
dengan
beberapa
bentuk
stimulasi akan menimbulkan reaksi otot yang dikehendaki, yang kemudian bila ini dilakukan berulang – ulang akan berintegrasi
ke
dalam
pola
gerak
motorik
yang
bersangkutan. Contohnya adalah teknik dari : Phelps, FayDoman, Bobath, Brunnstrom, Kabat-Knott-Vos.
39
3) Terapi okupasi Terutama untuk latihan melakukan aktifitas sehari – hari, evaluasi penggunaan alat – alat bantu, latihan keterampilan tangan
dan
aktifitas
bimanual.
Latihan
bimanual
ini
dimaksudkan agar menghasilkan pola dominan pada salah satu sisi hemisfer otak. 4) Ortotik Dengan menggunakan brace dan bidai ( splint ), tongkat ketiak, tripod, walker, kursi roda dan lain – lain. 5) Terapi wicara Angka
kejadian
gangguan
bicara
pada
penderita
ini
diperkirakan berkisar antara 30 % - 70 %. Gangguan bicara disini dapat berupa disfonia, disritmia, disartria, disfasia dan bentuk campuran. Terapi wicara dilakukan oleh terapis wicara. b. Aspek non medis 1) Pendidikan Mengingat selain kecacatan motorik, juga sering disertai kecacatan mental,
maka
pada
umumnya
pendidikannya
memerlukan
pendidikan khusus (Sekolah Luar Biasa). 2) Pekerjaan Tujuan yang ideal dari suatu rehabilitasi adalah agar penderita dapat bekerja produktif, sehingga dapat berpenghasilan untuk membiayai hidupnya. Mengingat kecacatannya, seringkali tujuan
40
tersbut silut tercapai. Tetapi meskipun dari segi ekonomis tidak menguntungkan, pemberian kesempatan kerja tetap diperlukan, agar menimbulkan harga diri bagi penderita cerebral palsy. 3) Problem sosial Bila terdapat masalah sosial, diperlukan pekerja sosial untuk membantu menyelesaikannya. 4) Lain-lain Hal – hal lain seperti rekreasi, olahraga, kesenian dan aktifitas – aktifitas kemasyarakatan perlu juga dilaksanakan oleh penderita ini B. Tinjauan Umum Tentang Terapi Untuk Cer ebral Pal sy
Orangtua penderita dan keluarga atau pengasuhakan terlibat langsung dalam semua perencanaan, membuat keputusan dan penerapan/pelaksanaan terapi yang akan dilakukan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan keluarga merupakan hal yang penting bagi seorang anak penderita cerebral palsy untuk dapat mencapai keberhasilan terapi dalam waktu jangka panjang. Sehingga membantu anak cerebral palsy dapat mencapai usia lebih dewasa dengan seminimal mungkin ketergantungan terhadap orang lain. Jenis terapi yang dibutuhkan oleh anak cerebral palsy adalah sebagai berikut : 1. Rehabilitasi Medik: fisioterapi (terapi fisik), terapi okupasi, terapi wicara. Tujuan utama adalah untuk memperbaiki pola gerakan, fungsi bicara dan bahasa serta tugas-tugas praktis sehari-hari. Terapi Fisik biasanya dimulai pada usia satu tahun, dan dengan tujuan utama mencegah kelemahan dan gangguan pada otot yang dapat menyebabkan pengecilan otot akibat tidak
41
dilakukan aktivitas dan memperbaiki atau menghilangkan kontraktur yang akan menyebabkan otot menjadi kaku dan dalam posisi abnormal. Kontraktur merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi pada anak cerebral palsy. Tujuan yang lain adalah memperbaiki perkembangan motoriknya. Pada terapi okupasi anak akan dilatih untuk melakukan kegiatan sehari-had seperti makan, minum, berpakaian, atau mandi, sehingga mengurangi ketergantungan terhadap pengasuhnya. Terapi Wicara membantu anak mempelajari berkomunikasi secara bervariasi tergantung tingkat gangguan bicara dan bahasanya. 2. Terapi perilaku. Terapi ini dilengkapi terapi rehabilitasi, yang dilakukan oleh seorang psikolog. Bimbingan emosional dan psikologikal mungkin dibutuhkan pada setiap usia yang seringkali mengalami masa-masa sulit pada usia remaja sampai dewasa muda. 3. Terapi obat (medikamentosa) Dokter biasanya memberikan pengobatan medikamentosa pada kasus-kasus cerebral palsy yang disetai kejang yang bertujuan mencegah kejangnya. Obat lain yang mungkin diberikan adalah obat untuk mengontrol spastisitas (kekakuan otot) yang biasanya diberikan dalam rangka persiapan operasi. Bila terjadi gerakan-gerakan abnormal seringkali akan diberikan obat-obatan untuk mengontrol gerakan abnormal tersebut. Untuk mengobati kejang pada suatu bagian otot, dokter dapat merekomendasikan suntikan onabotulinumtoxinA (Botox) langsung ke saraf, otot atau keduanya. Efek sampingnya mungkin merasa lemah, sulit bernapas dan sulit menelan. Untuk mengobati kejang di seluruh tubuh,
42
dapat diberikan diazepam (Intensol Diazepam, Valium), tizanidine (Zanaflex), dantrolene (Dantrium), dan baclofen. Penggunaan diazepam tidak
direkomendasikan
untuk
jangka
panjang
sebab
ada
risiko
ketergantungan. Efek sampingnya yaitu mengantuk, merasa lemah dan banyak ngiler. Efek samping dari tizanidine bisa mengantuk, merasa lemah, tekanan darah rendah dan kerusakan hati. Efek samping dantrolene dan baclofen mencakup kantuk. Baclofen juga dapat dipompa langsung ke dalam sumsum tulang belakang dengan sebuah tabung. Pompa ditanam di bawah kulit perut lewat pembedahan. 4. Terapi
Operasi.
Operasi
seringkali
direkomendasikan
bila
terjadi
kontraktur yang berat yang menyebabkan gangguan gerakan, terutama gerakan berjalan. Atau operasi untuk mengurangi spastisitasnya (kekakuan otot). C. Tinjauan Tentang Pengetahuan Orangtua
1. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu. Tahu ada setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui
pancaindera
manusia,
yakni
indera
penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indra mata dan telinga (Notoatmodjo,2007). Informasi yang representatif dan eskalatif pada hakikatnya ada suatu edukasi. Suatu proses belajar informal yang sangat efektif untuk
43
mengubah sikap dan perilaku khususnya dalam alat kontrasepsi (Kristiani, 2011). Pengetahuan tentang kebutuhan terapi anak cerebral palsy adalah hasil tahu orangtua melalui pengalaman, orang terdekat, media massa, dan media ektronik yang menjadi dasar untuk mengambil keputusan dan tindakan untuk pemberian terapi terhadap anak cerebral palsy. 2. Cara Mendapatkan Pengetahuan Notoatmodjo (2007) mengatakan dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni : a. Cara Tradisional atau Non ilmiah Cara kuno atau tradisional ini dipakai untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum diketemukannya metode ilmiah. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi: 1) Cara Coba-Salah (Trial and Error ) Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan satu kemungkinan
dalam
memecahkan
masalah,
dan
apabila
kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba kembali kemungkinan ketiga, keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan sehingga cara ini disebut metode trial and error
44
2) Cara Kekuasaan atau Otoritas Sumber pengetahuan didapat dari pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. Pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otorias atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otorotas pemimpin agama, maupun ilmu pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). 3) Berdasarkan Pengalaman Pribadi Pengalaman
pribadi
dapat
digunakan
sebagai
upaya
memperoleh pengetahuan. Mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu merupakan cara yang dapat dilakukan. Cara yang digunakan tersebut orang dapat memecahkan masalah yang dihadapi, maka untuk memecahkan masalah lain yang sama dapat pula mengunakan cara tersebut. 4) Melalui Jalan Pikiran Manusia telah mampu menggunakan penalarannya/jalan fikirannya dalam memperoleh pengetahuan. 5) Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut Metode Penelitian Ilmiah (Notoatmodjo, 2007)
45
3. Tingkatan Pengetahuan Pengetahuan atau kognitif merupakan suatu domain yang sangat penting
untuk
terbentuknya
tindakan
seseorang
(overt
behavior).
Pengetahuan mencakup domain kognitif yang memiliki 6 tingkatan yaitu: a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.
Pengetahuan
dalam
tingkat
ini
adalah
mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang telah dipelajari atau dirangsang yang ditelah diterima. Orangtua mengetahui atau memngingat kebutuhan terapi anak cerebrap palsy. b. Memahami (comprehension) Kristiarini (2011) mengatakan bahwa memahami diartikan sebagai suatu pengetahuan untuk menjelaskan secara objek yang diketahui
dan dapat menginterpretasikan materi baik dan benar.
Orangtua menjelaskan alasan perlunya diberikan terapi untuk anak cerebral palsy. c. Aplikasi (aplication) Aplikasi merupakan suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari tersebut pada suatu kondisi atau situasi yang sebenarnya. Orangtua dapat memberikan terapi untuk anak cerebral palsy.
46
d. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam berbagai komponen yang masih dalam satu struktur organisasi dan masih memiliki keterkaitan satu sama lain. Orangtua dapat mempertimbangkan terapi apa saja yang akan diberikan utnuk anak cerebral palsy. e. Sintesis Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menggabungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada sebelumnya. Orangtua dapat menyusun rencana untuk membawa anak cerebral palsy kepada orang atau pihak yang dapat memberikan terapi. f.
Evaluasi Evaluasi berkaitan dengan kemampuan melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian yang berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada (Henny, 2009). Orangtua akan mendapatkan arti penting dari hasil penelitian tersebut dan bisa menjelaskan manfaat pemberian terapi kepada anak cerebral palsy dengan benar dan sesuai aturan.
47
4. Faktor yang mempengaruhi tingkatan pengetahuan Menurut
Wawan
dan
Dewi
(2010),
faktor – faktor
yang
mempengaruhi tingkat pengethuan: a. Faktor internal 1) Usia Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Usia berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan karena kamampuan mental diperlukan ibu pascamelahirkan untuk mempelajari dan menyusun diri pada situasi-situasi baru. 2) Pekerjaan Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan keluarganya. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. 3) Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi. Pendidikan akan memberi suatu nilai-nilai tertentu bagi ibu, terutama dalam membentuk pikiran ibu yang pascamelahirkan untuk dapat menerima hal-hal baru.
48