BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama perawatan kedokteran gigi adalah untuk mempertahankan atau meningkatkan mutu kehidupan pasien kedokteran gigi. Tujuan ini dapat dicapai dengan mencegah penyakit, menghilangkan rasa sakit, memperbaiki efisiensi pengunyahan, meningkatkan pengucapan dan memperbaiki estetika. Karena banyak dari tujuan ini memerlukan penggantian atau pengubahan struktur gigi yang ada, tantangan utama adalah mengembangkan dan memilih bahan prostetik yang memiliki biokompabilitas yang dapat menahan kondisi lingkungan dalam mulut yang kurang menguntungkan (Anusavice, 2004). Dalam bidang kedokteran gigi, terdapat berbagai jenis bahan yang sering digunakan oleh dokter gigi, salah satunya adalah bahan cetak. Bahan cetak merupakan bahan yang digunakan untuk membuat tiruan negatif dari rongga mulut, sehingga selanjutnya dapat dibuat model gigi darinya. Model gigi tersebut digunakan oleh dokter gigi sebagai model studi maupun sebagai model kerja(Anusavice, 2004). Bahan cetak terdiri dari bahan cetak elastis dan non elastis. Bahan cetak elastis dibagi lagi menjadi hidrokoloid dan elastomer.Bahan cetak hidrokoloid merupakan bahan cetak yang substansi dasarnya berupa koloid yang direaksikan dengan air. Elastomer merupakan jenis bahan cetak elastis lain diluar bahan cetak hidrokoloid. Suatu bahan cetak elastomer terdiri atas molekul atau polimer besar yang diikat oleh sejumlah kecil ikatan. Sedangkan bahan cetak non elastis terdiri dariplaster of paris, zinc oxide eugenol, impression compound, danimpression wax. Setiap bahan cetak mempunyai sifat, komposisi, cara manipulasi dan pengaplikasian yang berbeda (Anusavice, 2004). Berdasarkan uraian diatas, kami selaku penyusun ingin membahas tentang klasifikasi material yang ada di kedokteran gigi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (Anusavice, 2004).
1.2 Rumusan Masalah 1
Apakah sifat dan jenis material cetak, akrilik berpengaruh terhadap restorasi gigi pada gigi tiruan dikedokteran gigi. 1.2 Tujuan Penulisan 1. Mengetahui definisi dan macam-macam dari bahan cetak, malam, dan gips yang dipakai di kedokteran gigi. 2. Mengetahui sifat-sifat beserta pengaplikasian dari bahan cetak, malam, dan gips di bidang kedokteran gigi. 3. Mengetahui komposisi dari berbagai macam – macam komposisi bahan cetak. 1.4 Hipotesa Sifat dan jenis material cetak, akrilik berpengaruh terhadap restorasi gigi pada gigi tiruan dikedokteran gigi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1 Bahan Cetak 2.1.1 Definisi Bahan Cetak Material untuk mencatat atau mereproduksi bentuk dan hubungan gigigeligi dan jaringan rongga mulut (Imawati, 2009). Bahan cetak merupakan bahan yang digunakan untuk membuat tiruan negatif dari rongga mulut, sehingga selanjutnya dapat dibuat model gigi darinya. Model gigi tersebut digunakan oleh dokter gigi sebagai model studi maupun sebagai model kerja. Untuk menghasilkan cetakan yang akurat, bahan yang digunakan untuk membuat tiruan dari jaringan intraoral dan ekstraoral harus memenuhi kriteria sebagai berikut. Pertama, bahan tersebut harus cukup air untuk beradaptasi dengan jaringan mulut serta cukup kental untuk tetap berada dalam sendok cetak yang menghantar bahan cetak ke mulut. Kedua, selama di mulut bahan tersebut harus berubah (mengeras) menjadi bahan padat menyerupai karet dalam waktu tertentu, idealnya waktu pengerasan total harus kurang dari tujuh menit. Akhirnya cetakan yang mengeras harus tidak berubah atau robek ketika dikeluarkan dari mulut, dan dimensi bahan harus tetap stabil sehingga bahan cor dapat dituang (Anusavice, 2004). 2.1.2 Syarat Bahan Cetak Bahan cetak merupakan bahan yang digunakan untuk membuat tiruan negatif dari rongga mulut, sehingga selanjutnya dapat dibuat model gigi darinya. Model gigi tersebut digunakan oleh dokter gigi sebagai model studi maupun sebagai model kerja.Untuk menghasilkan cetakan yang akurat, bahan yang digunakan untuk membuat tiruan dari jaringan oral dan ekstraoral harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu: 1. Bahan tersebut harus cukup cair untuk beradaptasi dengan jaringan mulut serta cukup kental untuk tetap berada dalam sendok cetak yang menghantar bahan cetak ke dalam mulut 2. Bahan tersebut harus berubah atau mengeras menjadi padat menyerupai karet dalam waktu tertentu selama di dalam mulut, idealnya waktu pengerasan total kurang dari tujuh menit 3. Cetakan yang mengeras harus tidak berubah atau robek ketika dikeluarkan dari mulut dan dimensi bahan harus tetap stabil sehingga bahan cor dapat dituang (Anusavice, 2003). 3
2.1.3 Sifat Fisik, Mekanik, dan Biologis Bahan Cetak 1. Sifat fisis a. Creep, adalah perubahan dimensi yang berangsur-angsur tetapi permanen yang terdapat pada bahan cetak dibawah muatan statis atau tekanan konstan. Bahan cetak dapat mengalami deformasi permanen jika load diberikan dalam waktu yang lama walaupun load yang diberikan dibawah elastic limit. b. Viskositas,
adalah
ukuran
ketidakmampuannya untuk
konsistensi
suatu
mengalir. Bahan
bahan
dengan
beserta viskositas
rendah memiliki kemampuan untuk mengalir lebih baik dari pada bahan dengan viskositas yang tinggi. Viskositas suatu bahan juga dipengaruhi oleh shear force yang diberikan kepada bahan ketika pengadukan.
Viskositas
bahan
dapat
berkurang
dengan
meningkatnya tekanan dari luar atau shear stress. Sehingga, bahan dengan viskositas rendah hanya membutuhkan sedikit stress untuk menghasilkan flow yang tinggi. 2. Sifat Mekanis a. Flow, adalah sifat bahan yang memungkinkan untuk berubah bentuknya bila diberikan suatu load walaupun load tersebut tidak diperbesar lagi (konstan). Bahan cetak yang memiliki flow yang tinggi mengalir dengan baik dan dapat mencetak detail yang baik. b. Elastisitas, adalah sifat suatu benda yang dimungkinkan untuk diubah bentuknya dengan beban yang bila beban tersebut dihilangkan akan kembali kebentuk semula. Sifat elastisitas yang baik pada suatu bahan dapat ditunjukkan dengan melihat besarnya elastic recovery dan perubahan dimensi bahan tersebut. c. Tear strength, adalah ketahanan suatu bahan cetak terhadap sobekan. Nilai tear strength dapat dilihat dengan adanya tear resistance. Tear resistance pada bahan cetak merupakan pertimbangan yang penting selama bahan cetak dipindahkan dari mulut. d. Fleksibilitas, adalah kemampuan suatu bahan untuk berubah bentuk setelah diberikan sedikit stress. Maksimum fleksibilitas pada bahan 4
cetak elastis dibutuhkan untuk berdeformasi tanpa perubahan bentuk
menyebabkan
yang permanen. Makin rendah nilai fleksibilitas
suatu bahan cetak makin sulit bahan cetak tersebut diangkat dari mulut. 3. Sifat biologis Hipersensitivitas
dan
toksisitivitas. Contohnya: Bahan cetak alginat
tidak mengiritasi, tidak beracun, dan dapat ditolerir oleh jaringan mulut. Bau dan rasanya biasanya bisa ditolerir (Rinaldy, 2009). 2.1.4
Klasifikasi Bahan Cetak Bahan cetak dapat dikelompokkan menurut sifat mekanisnya. Ada dua
jenis bahan cetak, yaitu: 1. Bahan Cetak Elastis Bahan cetak elastis dapat secara akurat memproduksi baik struktur keras maupun
lunak
dari
rongga
mulut,
termasuk
undercut
dan
celah
interproksimal. Meskipun bahan ini dapat dipakai untuk mencetak pasien tanpa gigi, kebanyakan dibuat untuk model cor untuk gigi tiruan sebagian cekat atau lepasan serta untuk unit restorasi tunggal
(Anusavice, 2004).
Bahan cetak elastis dibagi lagi menjadi dua, yaitu: a. Hidrokoloid Bahan cetak hidrokoloid merupakan bahan cetak yang substansi dasarnya berupa koloid yang direaksikan dengan air. Koloid merupakan kombinasi dari wujud benda apapun, terkecuali bentuk gas. Semua penghambur koloid disebut sol. Bahan cetak hidrokoloid dibagi lagi 3 menjadi dua, yaitu (Anusavice, 2004): 1) Irreversibel Bahan cetak hidrokoloid irreversibel dapat dicontohkan dengan alginat. Bahan ini disebut irreversibel, sebab bahan ini tidak dapat kembali menjadi wujud dasarnya setelah bereaksi membentuk wujud sol. Bahan ini ditemukan pada saat bahan cetak yang digunakan sebelumnya menjadi langka, yakni pada waktu perang dunia kedua. Bahan ini memiliki kelebihan dibandingkan bahan cetak lainnya, yakni proses manipulasinya yang mudah, nyaman bagi pasien, dan relatif tidak mahal karena tidak memerlukan banyak peralatan. 2) Reversibel Bahan reversibel dipengaruhi oleh suhu, sehingga bahan ini dapat kembali ke bentuk semula. Bahan ini leleh pada temperatur 70-1000C, 5
sedangkan pada temperatur 37-500C, bahan ini dapat menjadi gel, contohnya adalah agar. b. Elastomer Elastomer merupakan jenis bahan cetak elastis lain diluar bahan cetak hidrokoloid. Suatu bahan cetak elastomer terdiri atas molekul atau polimer besar yang diikat oleh sejumlah kecil ikatan. Ikatan tersebut mengikat rantai polimer yang melingkar pada titik tertentu untuk membentuk jalinan tiga dimensi yang sering disebut sebagai gel. Pada keadaan ideal, peregangan menyebabkan rantai polimer membuka lingkaran hanya sampai batas tertentu yang dapat kembali ke keadaan semula, yaitu rantai kembali melingkar pada keadaan berikatan ketika diangkat. Banyaknya ikatan silang menentukan kekakuan dan sifat elastis bahan tersebut. Elastomer dibagi menjadi tiga, yaitu polysulfide, silikon, dan polyether (Anusavice, 2004). 2. Bahan Cetak Non Elastis Bahan cetak non elastis memiliki sifat keras dan tidak dapat dikeluarkan melalui undercut tanpa mematahkan atau mengubah bentuk cetakan. Bahan cetak tidak elastis ini digunakan untuk semua cetakan sebelum ditemukannya cetakan agar. Meskipun bahan tersebut sudah tidak dipakai lagi untuk pasien bergigi, bahan tidak elastis ini memiliki keunggulan dalam pembuatan cetakan untuk pasien tak bergigi. Sebenarnya bahan cetak zinc oxide eugenol dan plaster of paris disebut bahan cetak mukostatik karena bahan tersebut tidak menekan jaringan selama perlekatan cetakan (Anusavice, 2004). Bahan cetak non elastis dibagi menjadi dua, yaitu (Anusavice, 2004): a. Irreversibel, contohnya dari bahan cetak jenis irreversibel ialah plaster
2.1.5
of paris dan zinc oxide eugenol. b. Reversibel, contohnya dari yang reversibel ialah malam dan compound. Aplikasi Bahan Cetak Material cetak digunakan untuk pencetakan berbagai alat-alat kedokteran
gigi. Setiap alat memerlukan tingkat keakuratan yang berbeda- beda sehingga memerlukan material cetak dengan persyaratan yang berbeda pula. Aplikasi material cetak dapat dilihat pada Tabel III. Tabel III Aplikasi material cetak dan sendok cetaknya. Aplikasi
Material cetak 6
Sendok Cetak
GTL (gigi tiruan lengkap) Plaster of Paris
GTS
(gigi
Stok / khusus
Zink oksida eugenol
Khusus
Compo / ZOE
Stok
Alginat
Stok / khusus
tiruan Alginat
Stok / khusus
sebagian)
Elastomer
Khusus
Mahkota, jembatan dan Elastomer
khusus
inlay
Material cetak digunakan memakai sendok cetak. Sendok ini diperlukan sebagai tempat material cetak, terutama pada kondisi cair, sehingga material cetak tersebut dapat dimasukkan ke dalam mulut pasien untuk mencetak dan dikeluarkan setelah mengeras. Sendok cetak juga berfungsi mendukung material cetak ketika diisi dengan gips. Sendok cetak terdiri dari dua macam, stok dan khusus. Sendok cetak stok (standar) terdiri dari dua macam, yaitu yang dapat digunakan berulang kali (reusable) dan digunakan sekali (disposable). Sendok cetak reusable terbuat dari logam (berlubang dan tidak berlubang) dan sendok cetak disposable terbuat dari polimer (berlubang). Sendok cetak khusus dibuat untuk keperluan khusus atau untuk pasien dengan bentuk dan ukuran rahang tertentu. Sendok cetak ini sekali pakai dan dibuat dari shellac atau resin. Pemilihan sendok cetak ditentukan oleh viskositas material cetak. Beberapa material cetak tidak tersedia dalam viskositas yang tinggi, sehingga perlu sendok cetak khusus, misalnya : ZnOE, polieter, dan polisulfida. Material cetak lain seperti : plaster of Paris, alginat dan silikon dapat digunakan dengan sendok cetak biasa. 2.2 Bahan Cetak Elastis 2.2.1 Hidrokoloid 7
1. Alginat (Irreversibel) Alginat merupakan hidrokoloid irreversibel yang komponen utamanya adalah natrium, kalium, atau alginat trietanolamin. Alginat yang dicampur air akan membentuk sol dengan cepat. Besar berat molekul alginat bervariasi, semakin besar berat molekul maka kekentalan sol akan bertambah. Biasanya ditambahkan bahan pengisi seperti tanah diatoma yang berfungsi sebagai penambah kekerasan dan kekuatan gel alginat. Oksida seng juga merupakan bahan pengisi yang mempengaruhi sifat fisik serta waktu pengerasan gel (Anusavice, 2004).
a. Perbedaan Jenis Alginat INDIKATOR
REGULAR SET
QUICK SET
MIXING TIME
1 MENIT
45 DETIK
WORKING TIME
2 – 3, 5 MENIT
130 – 75 DETIK
SETTING TIME
3-5 MENIT
1,25 – 2 MENIT
b. Komposisi alginat Komposisi bahan cetak alginate yaitu larutan garam asam alginik yang bereaksi dengan kalsium menghasilkan gel kalsium alginate, garam kalsium alginate yang lambat larut (trisodium phospat) melepas kalsium untuk bereaksi dengan alginate, bahan pengisi untuk meningkatkan kohesi campuran
memperkuat
gel,
siliko
flourida
atau
flourida
untuk
memperbaiki permukaan model stone, bahan pewangi agar bahan lebih
8
disenangi pasien, indicator kimia agar warna dapat berubah dengan berubahnya pH (Novertasari, 2010). 1) Sodium alginat 18% 2) Sodium fosfat 2% 3) Potas sulfat 10% 4) Filler 56% 5) Sodium siliko fosfat 4% 6) Kalsium sulfat D 14% (Anusavice, 2003). c. Lama penyimpanan alginat Temperatur dan kontaminasi kelembaban udara merupakan 2 faktor utama yang mempengaruhi lama penyimpanan bubuk alginat. Bahan cetak alginat dikemas dalam kantung tertutup secara individual dengan berat bubuk yang sudah ditakar untuk membuat satu cetakan, atau dalam kaleng besar yang tertutup rapat (Anusavice, 2004).
d. Alginat modifikasi 1) Proses gelasi Reaksi khas sol-gel dapat digambarkan secara sederhana sebagai reaksi alginat larut air dengan kalsium sulfat dan pembentukan gel kalsium alginat yang tidak larut air. Kalsium sulfat cepat bereaksi untuk membentuk kalsium alginat tak larut air dari kalium atau natrium alginat dalam larutan cair. Produk kalsium alginat sangat cepat, oleh karena itu tidak tersedia waktu yang cukup untuk bekerja. Oleh karena itu perlu ditambahkan garam pemerlambat (retarder) seperti trinatrium untuk memperpanjang waktu kerja (Anusavice, 2004). 2) Struktur gel Pada natrium atau kalium alginat, kation terikat pada kelompok karboksil untuk memberi ester atau garam. Bila garam yang tidak larut dibentuk melalui reaksi natrium alginat dalam larutan dengan garam kalsium, ion kalsium akan menggantikan ion natrium dalam 2 molekul berdekatan untuk membentuk ikatan silang antara 2 molekul. Dengan berkembangnya reaksi, ikatan silang kompleks molekuler atau anyaman 9
polimer akan terbentuk. Anyaman semacam ini dapat menggantikan struktur menyerupai kepala sikat dari gel (Anusavice, 2004). 3) Mengendalikan waktu gelasi Waktu gelasi diukur dari mulai pengadukan sampai terjadinya gelasi, harus menyediakan cukup waktu bagi dokter gigi untuk mengaduk bahan, mengisi sendok cetak, dan meletakkannya di dalam mulut pasien. Sekali gelasi terjadi, bahan cetak tidak boleh diganggu karena fibril yang sedang terbentuk akan patah dan cetakan secara nyata menjadi lebih lemah (Anusavice, 2004). e. Manipulasi bahan alginat 1) Mempersiapkan pengadukan Campurkan bubuk alginat yang telah ditakar dengan air sesuai takaran pada bowl. Gerakan pengadukan yang salah dapat merusak bahan
alginat.
Cara
pengadukan
yang
benar
adalah
dengan
menggunakan spatula logam, awali dengan gerakan angka delapan, dan lanjutkan dengan menekan bahan ke dinding bowl searah 180 derajat. Waktu pengadukan terlalu lama juga dapat merusak alginat. Biasanya 45 detik sampai 1 menit adalah waktu yang pas untuk mengaduk alginat (Anusavice, 2004). 2) Membuat cetakan Bahan harus mencapai konsistensi tertentu sehingga tidak mengalir keluar sendok cetak dan menyebabkan tersedak. Bahan cetak juga harus menempel pada sendok cetak agar dapat ditarik dari sekitar gigi. Ketebalan cetakan alginat antara sendok cetak dan jaringan harus sekurang-kurangnya 3 mm (Anusavice, 2004). f. Sifat-sifat Alginat 1) Akurasi Material cetak alginat cukup cair sehingga dapat mencetak detil permukaan. Selama waktu kerja tidak ada perubahan viskositas. Selama setting, Sebaiknya cetakan alginat tidak digerakkan. Elastisitas cukup baik, maka dapat melewati undercuts. Alginat dapat robek bila undercuts terlalu besar. Stabilitas dimensi kurang baik, karena terjadi evaporasi. Kompatibilitas dengan gips baik. 2) Kekuatan
10
Gel maksimal diperlukan untuk mencegah fraktur dan menjamin bahwa cetakan cukup elastis ketika dikeluarkan dari mulut (Anusavice, 2004). 3) Viskoelastisitas Hidrokoloid adalah bahan yang bergantung pada kecepatan regangan. Jadi, ketahanan terhadap sobekan pada alginat akan meningkat bila cetakan dikeluarkan dengan sentakan secara tiba-tiba. Kecepatan mengeluarkan cetakan harus disesuaikan antara gerakan cepat dan kenyamanan pasien (Anusavice, 2004). 4) Keakuratan Sebagian besar cetakan alginat tidak mampu mereproduksi detail yang halus yang dapat diperoleh dengan cetakan elastromerik lainnya. Kekasaran permukaan cetakan dapat menyebabkan distorsi pada tepi gigi yang dipreparasi (Anusavice, 2004). 5) Sifat lain. a) Tidak toksik, tidak iritan, bau dan rasanya dapat diterima. b) Waktu setting tergantung komposisi dan suhu pencampuran. c) Material cetak alginat tidak stabil dalam penyimpanan bila kondisinya lembab atau suhunya tinggi. d) Sulit disterilisasi, semprotan disinfektan mempengaruhi detil permukaan sedangkan perendaman mempengaruhi ketepatan dimensinya. g. Aplikasi Material cetak alginat digunakan dalam pencetakan untuk alat prostetik (gts, gtl) dan orthodontik. Alginat tidak baik untuk inlay, mahkota dan jembatan. 2. Agar (Reversibel) a. Komposisi agar Agar merupakan salah satu jenis koloid
hidrofilik organik yang
diekstrat dari rumput laut jenis tertentu. Terdapat dalam konsentrasi 8-15%, bergantung pada sifat bahan yang
dimaksud. Kandungan
utamanya adalah air (>80%). Untuk memperkuat gel, biasanya ditambah sedikit boraks. Namun
sayangnya boraks merupakan salah satu jenis
retarder terbaik untuk pengerasan gypsum (Combe, 1992). 11
Kandungan air yang berlebih dalam agar juga dapat memperlambat pengerasan gypsum. Oleh karena itu, untuk menyeimbangkan pengaruh air dan boraks pada gel, ditambahkan sedikit kalium sulfat. Kalium sulfat merupakan zat pemercepat pengerasan gypsum. Beberapa bahan pengisi juga diberikan, seperti tanah diatoma, tanah liat, silika, malam, karet dan serbuk serupa. Zat lain seperti timol dan gliserin juga ditambahkan untuk menjadi bahan pembuat plastik (Combe, 1992). b. Proses gelasi Proses gelasi merupakan suatu proses pengerasan hidrokoloid reversible.
Perubahan
fisik
sol-gel
dipengaruhi
oleh
perubahan
temperatur. Namun untuk perubahan dari gel menjadi sol diperlukan titik didih yang lebih tinggi (temperature liquefaction=70-100 derajat). Biasanya sol berubah menjadi gel pada suhu 37-50 derajat. Temperatur gelasi dipengaruhi oleh beberapa faktor kemurnian
agar, dan
termasuk
berat
molekul,
rasio terhadap komposisinya. Ketidaksamaan
temperatur gelasi dan temperatur pendinginan inilah yang menyebabkan agar dapat digunakan sebagai bahan cetak dalam kedokteran gigi (Combe,1992). c. Manipulasi bahan agar 1) Persiapan bahan Tahapan pertama adalah mengubah gel hidrokoloid menjadi sol. Cara yang paling efektif adalah dengan menggunakan air panas. Sebaiknya bahan dibiarkan dalam temperatur ini selama 10 menit. Setelah dilelehkan, bahan dapat disimpan dalam keadaan sol sampai waktunya diinjeksikan ke dalam preparasi kevitas atau diisikan ke sendok cetak. Temperatur yang terlalu rendah dapat menghasilkan bahan cetak dengan kekentalan yang lebih tinggi dan tidak mampu mereproduksi detail halus dengan tepat (Combe, 1992). 2) Kondisioning atau pendinginan Suhu penyimpanan 650 terlalu tinggi untuk rongga
mulut. Oleh
karena itu, bahan perlu didinginkan terlebih dahulu (di-tempered). Untuk tahap preparasi, sebuah tube dikeluarkan dari kompartemen penyimpanan dan dimasukkan ke sendok cetak, sepotong kasa 12
diletakkan diatas bahan yang terletak di sendok cetak, kemudian diletakkan lagi di kompertemen pendingin 450 selama
3-10 menit.
Waktu yang berbeda tergantung pada jenis hidrokoloid dan keenceran yang diinginkan oleh dokter gigi. Sebagai menurunkan
tambahan,
selain
temperatur, pendinginan juga dapat meningkatkan
kekentalan bahan hidrokoloid sehingga bahan tidak mengalir keluar sendok cetak (Combe, 1992). 3) Membuat cetakan Sebelum proses pendinginan bahan cetak terselesaikan, bahan semprit diambil dari kompartemen penyimpanan dan diaplikasikan pada kavitas yang direparasi. Mula-mula diaplikasikan pada dasar preparasi, kemudian pada bagian lain yang belum tertutup. Ujung semprit diletakkan di dekat gigi, dibawah permukaan bahan semprit untuk mencegah gelembung udara. Begitu kavitas yang akan dipreparasi telah tertutup bahan cetak, sendok cetak yang telah sempurna didinginkan siap untuk dimasukkan kedalam rongga mulut. Proses gelasi dapat dipercepat dengan mengalirkan air dingin sekitar 18-21 0C selama 35 menit (Combe, 1992). 4) Keakuratan bahan cetak agar Bahan cetak reversibel adalah bahan cetak paling akurat (Combe, 1992). Untuk mencapai keakuratan tersebut perlu diperhatikan beberapa hal, diantaranya (Combe,1992): a) Kekentalan sol Kekentalan merupakan pertimbangan paling penting dalam keberhasilan memanipulasi bahan. Bahan tidak boleh terlalu encer sehingga mengalir keluar sendok cetak, terutama saat
mencetak
rahang bawah. Sebaliknya, bahan tidak boleh terlalu kental, sehingga sulit menembus semua detail gigi-geligi dan jaringan lunak. b) Sifat Viskoelastik Hubungan tegangan-regangan dari bahan hidrokoloid berubah begitu besarnya beban berubah. Sifat ini menunjukkan perlunya mengeluarkan cetakan dari dalam mulut dengan cepat. Karena 13
apabila pengeluaran cetakan dari dalam mulut secara perlahan, diputar atau diungkit akan menyebabkan terjadi distorsi. c) Daya reproduksi Sifat ini mewakili kemampuan untuk membuat die duplikat dari serangkaian cetakan. Untuk teknik die ganda, dibuat satu cetakan dan kemudian dipotong-potong menjadi die individual untuk gigi yang akan dipreparasi. d) Sifat-sifat Agar Reologi : cukup cair maka dapat mencetak detil permukaan. Dapat melewati undercuts. Mudah terjadi sineresis dan imbibisi, sehingga harus segera diisi gips Kompatibilitas tergantung komposisi. Tear resistance jelek. Dapat dipakai ulang dan disterilisasi. 5) Aplikasi Agar Material cetak agar digumakan untuk pencetakan dalam pembuatan gigi tiruan, mahkota dan jembatan. 2.2.2
Elastomer
1. Polysulfide Kandungan dasar pasta polimer adalah merkaptan poli fungsional atau polimer polisulfida dengan rumus struktur umum. Polimer linier ini mengandung ± 1 mol% cabang untuk memberikan gugus merkaptan yang cukup sebagai tempat rantai berikatan silang. Polimer ini biasanya berikatan dengan bahan oksida seperti timahdioksid. Karakteristik warna coklat pada polisulfida adalah akibattimah teroksidasi ini. Selama reaksi kondensasi timah dioksida dengan gugus SH polimer polisulfida, terjadi 2 fenomena, yaitu (Anusavice, 2004): a. Polimerisasi perpanjangan rantai dari reaksi dengan pusat gugus SH. b. Ikatan silang dari reaksi dengan rantai cabang gugus SH.
14
Karena gugus kaitan hanya merupakan persentase kecil dari kelompok SH yang ada, awalnya, reaksi polimerisasi menghasilkan perpanjangan rantai, yang menyebabkan viskositas meningkat. Reaksi ikatan silang selanjutnya mengikat rantai-rantai bersamaan membentuk jalinan 3 dimensi yang menjadikan terciptanya sifat elastik pada bahan. Awal peningkatan viskositas mempengaruhi waktu kerja bahan dan merupakan suatu perubahan yang biasa dikenal oleh dokter gigi ketika menggunakan bahan ini. Reaksi pengerasan mulai pada saat awal pengadukan dan mencapai nilai maksimal segera setelah pengadukan sempurna, pada tahap dimana jalinan sifat kelentingan mulai terjadi. Selama pengerasan akhir, terbentuk suatu bahan dengan elastisitas dan kekuatan cukup yang dapat dikeluarkan melalui undercut dengan mudah. Reaksi polimerisasi dari polimer polisulfida adalah eksotermik, banyaknya panas yang dihasilkan bergantung pada banyaknya jumlah bahan dan konsentrasi inisiator. Kelembaban dan temperatur mempengaruhi jalannya reaksi. Khususnya, keadaan panas dan lembab dapat mempercepat pengerasan bahan cetak polisulfida. Hasil reaksi kondensasi dari bahan ini adalah air. Hilangnya molekul kecil dari bahan yang mengeras memiliki pengaruh yang nyata pada kestabilan dimensi cetakan (Anusavice, 2004). 2. Silikon a. Silikon Kondensasi Polimerisasi dari bahan ini melibatkan reaksi dengan trifungsi dan tetrafungsi alkil silikat, biasanya tetraetil orthosilikat, dengan adanya rantai oktoat mengandung timah. Reaksi ini dapat terjadi pada temperatur ratarata, jadi bahan ini sering disebut silikon vulkanisasi temperatur ruangan (RTV). Pembentukan elastomer terjadi melalui ikatan silang antara kelompok terminal dari polimer silikon dan alkil silikat untuk membentuk jalinan kerja 3 dimensi. Etil alkohol adalah produk samping reaksi pengerasan
kondensasi.
ikut diperhitungkan
dalam
Penguapan besarnya
etil
alkohol
kontraksi
yang
karet silikon yang mengeras (Anusavice, 2004). 1) Komposisi bahan 15
selanjutnya terjadi
pada
Bahan cetak silikon kondensasi dikemas sebagai pasta basis dan suatu
pasta
katalis
atau
cairan
dengan kekentalan
rendah.
Karena polimer silikon merupakan suatu cairan, silikon koloidal atau logam oksida ukuran mikro ditambahkan sebagai pengisi untuk menbentuk suatu pasta. Silikon memiliki tingkat energi kohesif yang rendah dan karena itu punya interaksi molekul yang lemah. Pengaruh bahan pengisi terhadap kekuatan adalah hal yang penting, ukuran partikel harus dalam kisaran optimal 5-10 µm. Partikel yang lebih kecil cenderung berkumpul bersama-sama tapi partikel yang lebih besar tidak berperan untuk memperkuat. Bahan dengan kekentalan tinggi atau putty untuk mengatur pengerutan polimerisasi yang besar dari bahan cetak silikon kondensasi. Bahan ini mengandung pengisi cukup banyak sehingga polimer
yang
pengerutan polimerisasinya
ada
menjadi
juga
lebih
lebih kecil.
sedikit
Ekspansi
dan termal
keseluruhan lebih sedikit dibandingkan polimer karena partikel pengisi memiliki koefisien ekspansi termal lebih kecil. Polimer ini tidak memilki karakteristik warna. Kondensasi bahan pasta silikon dan putty dapat dibuat dalam berbagai jenis warna. Merah muda, pastel, hijau dan ungu adalah warna yang sering ditemukan (Anusavice, 2004). b) Manipulasi Silikon kondensasi dikemas dalam pasta basis dan cairan katalis atau reaktor. Bahan putty dikemas sebagai pasta yang amat kental dan suatu cairan aselerator. Untuk menghasilkan bahan yang teraduk sempurna adalah tidak mudah ketika putty dan cairan yang mengandung minyak dicampur. Dengan sistem manapun, tehnik pencampuran terbaik adalah meremas bahan tersebut dengan jari (Anusavice, 2004). c) Waktu kerja dan pengerasan Temperatur
memiliki
proses pengerasan Mendinginkan bahan
pengaruh
dari
bahan
atau
nyata cetak
mengaduknya
terhadap
kecepatan
silikon
kondensasi.
pada
permukaan
dingin memperlambat proses reaksi. Mengubah perbandingan basis dan
16
katalis adalah metode lain yang efektif dan praktis dalam mengubah kecepatan pengerasan bahan cetak ini (Anusavice, 2004). d) Elastisitas Sifat
elastis
bahan
silikon
kondensasi
lebih
ideal
dibandingkan polisulfid. Bahan ini menunjukkan deformasi permanen minimal dan dapat kembali ke bentuk semula dengan cepat bila diregangkan. Bahan ini tidak terlalu kaku sehingga tidak sulit mengeluarkan dari undercut tanpa meyebabkan distorsi (Anusavice, 2004). e) Rheologi Bahan tersebut dapat memberikan respon elastik. Bahan ini cenderung bereaksi sebagai suatu elastik bila diregangkan dengan cepat, jadi cetakan harus dikeluarkan dengan cepat sehingga deformasi yang terjadi adalah elastik dan kembali ke bentuk semula (Anusavice, 2004). f) Stabilisasi dimensi Pengerutan polimerisasi yang berlebihan dari silikon kondensasi memerlukan suatu modifikasi tehnik pembuatan cetakan supaya menghasilkan cetakan yang akurat (Anusavice, 2004). Sebagai tambahan dari besarnya pengerutan ketika mengeras, ketidakstabilan dimensi juga disebabkan oleh penguapan produk reaksi yaitu etil alkohol. Model yang paling akurat diperoleh dengan mengisi cetakan dengan menggunakan gypsum stone langsung setelah setelah cetakan dikeluarkan dari mulut (Anusavice, 2004). g) Biokompatibilitas Adanya kemungkinan tertinggalnya bahan yang robek pada sulkus gingiva. Karena bahan silikon tidak radiopak, sulit dideteksi adanya robekan bahan cetak. Seringkali peradangan gingiva menyertai adanya benda asing dan diduga akibat iritasi preparasi gigi atau sementasi restorasi (Anusavice, 2004). b. Silikon dengan reaksi tambahan (Vinylpolysiloxane) 1) Komposisi
17
Baik pasta basis dan katalis mengandung bentuk vinil silikon. Pasta basis mengandung polymethyl hydrogen siloxane serta prepolymer siloxane lain (Anusavice, 2004). Pasta katalis mengandung divinyl polymethyl siloxane dan prepolimer lain. Bila pasta katalis mengandung aktivator garam platinum berarti pasta yang berlabel basis harus mengandung hibridsilikon (Anusavice, 2004). Satu kerugian bahan cetak silikon adalah sifat hidrofobik. Untuk mengatasinya
dengan
Untuk mengembalikan
reaksi
tambahan
permukaan
dari
lebih
hidrofilik.
cetakan
hidrofilik,
bahan permukaan ditambahkan pada pasta. Bahan permukaan ini memungkinkan bahan cetak membasahi jaringan lunak lebih baik dan dapat diisi dengan stone secara lebih efektif. Pengisian cetakan lebih mudah, karena stone basah memilki afinitas yang lebih besar untuk afinitas hidrofilik (Anusavice, 2004). 2) Manipulasi Vynil polysiloxane encer dan agak kental dikemas dalam 2 pasta, sementara bahan putty dikemas dalam 2 toples yang terdiri atas bahan basis dengan kekentalan tinggi dan bahan katalis. Bahan ini punya kekentalan yang hampir sama. Jadi bahan tersebut lebih mudah diaduk dibandingkan dengan silikon kondensasi. Kesamaan konsistensi pasta dan sifat menipis dengan tarikan, membuat bahan cetak vynil polysiloxane cocok untuk digunakan dengan alat otomatis ketika melakukan pengadukan dan pengambilan bahan. Umumnya digunakan untuk bahan dengan kekentalan rendah dan sedang. Alat ini punya keunggulan, dengan menggunakan alat mekanis tersebut terdapat keseragaman dalam membagi dan mengaduk bahan, semakin kecil kemungkinan masuknya udara ke dalam adukan, serta waktu pengadukan menjadi lebih singkat. Jadi kemungkinan kontaminasi jadi lebih sedikit. Bahan cetak yang telah teraduk tersebut dimasukkan langsung kedalam sendok cetak yang telah dilapisi adhesif atau pada
18
gigi yang telah direparasi bila ujung semprit telah terpasang (Anusavice, 2004). Seringkali perbedaan warna dari kedua pasta bagitu sedikit sehingga sulit menemukan secara visual apakah banyaknya jumlah basis dan katalis telah teraduk merata. Tidak adanya perbedaan warna juga mempersulit upaya memastikan bahwa adukan telah homogen (Anusavice, 2004). 3) Waktu kerja dan pengerasan Kebalikan dengan silikon kondensasi, lamanya pengerasan silikon tambahan
nampak
lebih
sensitif
terhadap
temperatur
daripada polisulfid. Waktu kerja dan pengerasan dapat diperpanjang sampai 100% dengan penambahan retarder yang dipasok oleh masingmasing pabrik dan dengan pendinginan alas pengaduk. Begitu bahan cetak dimasukkan ke dalam mulut, bahan tersebut dengan cepat menghangat dan waktu pengerasan tidak lebih panjang jika dibanding dengan retarder kimia. Retarder tidak praktis dengan alat pengaduk otomatis (Anusavice, 2004). 4) Elastisitas Bahan
cetak
vynil
polysiloxane
merupakan
bahan
bersifat
elastik paling ideal yang ada selama ini. Distorsi ketika mengeluarkan melalui undercut umumnya tidak terjadi, karena bahan punya nilai regangan dalam tarikan terendah (Anusavice, 2004). 5) Kestabilan dimensi Bahan cetak vynil polysiloxane adalah yang paling stabil dimensinya. Tidak ada penguapan produk hasil reaksi samping yang menyebabkan pengerutan bahan. Bahan yang mengeras secara klinis hampir mengalami proses reaksi sempurna, sehingga sedikit sekali residu polimerisasi yang menghasilkan perubahan dimensi. Perubahan dimensi umumnya berasal dari pengerutan termal begitu bahan mendingin dari temperatur mulut ke temperatur ruangan (Anusavice, 2004). 6) Biokompatibilitas
19
Bahan ini dapat ditolerir oleh jaringan hidup. Bahaya tertinggalnya sebagian bahan selama mengeluarkan cetakan dapat dihindari dengan penanganan bahan yang tepat dan pemeriksaan tepi cetakan secara cermat untuk menjamin tidak ada daerah yang robek (Anusavice, 2004). 3. Polyether Jenis polyether ini mempunyai pasta dasar yang mengandung suatu polyether tidak jenuh dengan gugus ujung imine, bahan plastisizer dan bahan pengisi. Pasta pereaksi mengandung aromatik sulfonat sebagai kontitusi utamanya bersama-sama dengan plastisizer dan bahan pengisi anorganik. Setting terjadi dengan reaksi cross-link gugus imine, ini adalah reaksi polimerisasi kation (Anusavice, 2004).
a. Komposisi Karet polyether
dipasok berupa 2 pasta.
Basis
mengandung
polimer polieter, suatu silika koloidal sebagai pengisi, dan suatu bahan pembuat
plastik
seperti
glikoleter
atau
phtalat.
Pasta aselerator mengandung alkil sulfonat aromatik sebagai tambahan terhadap bahan pengisi dan pembuat plastis (Anusavice, 2004). b. Sifat-sifat umum polieter 1) Ketepatan 2) Keenceran bahan sebagian besar tergantung pada komposisinya. Beberapa polisulfida tersedia dengan variasi kekentalan, misalnya light bodied untuk disuntikkan dengan spuit dan medium serta heavy bodied untuk dipakai dengan sendok cetak. Pasta elastomer yang belum dicampur biasanya berbentuk pseudoplastis (Anusavice, 2004). 3) Terjadi sedikit kontarksi sewaktu bahan setting, disebabkan oleh karena adanya kontraksi polimerisasi. Juga dapat terjadi kontraksi sewaktu pendinginan dari suhu mulut ke suhu kamar (Anusavice, 2004). 4) Bahan ini cukup elastis dan sanggup ditarik melalui undercut. Pada umumnya lebih kuat dan tidak mudah patah dibandingkan dengan 20
alginat. Bahan polyether lebih keras bila dibandingkan dengan elastomer lainnya, karena itu lebih sukar dibuka (Anusavice, 2004). 5) Pada penyimpanan dapat terjadi kontraksi sebagai akibat terus berlangsungnya polimerisasi. Penguapan hasil sampingan yang mudah
terbang, merupakan
sumber kontraksi lain. Stabilitas
dimensionil polyether sangat jelek pada udara yang lembab (Anusavice, 2004). 6) Bahan ini pada umumnya kompatibel dengan bahan model dan die, meskipun dapat menyebabkan sedikit lunak pada permukaan gips keras. Evolusi awal hidrogen dari bahan yang mengandung organohidrogen
siloksan
menyebabkan
timbulnya
bintil-bintil
pada permukaan stone (Anusavice, 2004). 7) Pada umumnya bahan ini tidak toksis dan tidak mengiritasi. Beberapa pasta elastomer yang mengandung lead dioksida mempunyai bau dan rasa yang tidak menyenangkan (Anusavice, 2004). 8) Waktu
setting
tergantung
pada
komposisi
bahan
misal,
jumlah pereaksi dan sebagainya. Terdapat air dan suhu yang tinggi juga mempercepat waktu setting polisulfida (Anusavice, 2004). 9) Stabilitas bahan yang belum dicampur pada penyimpanan tidak selalu ideal, beberapa pereaksi tidak stabil setelah lebih dari 2 tahun, tetapi dapat tahan lebih lama bila disimpan pada refrigator (Anusavice, 2004). c. Manipulasi Awalnya
polyether
Bahan pseudoplastis
dikemas
memungkinkan
hanya
dalam
satu
adukan
1
kekentalan.
digunakan
baik
untuk bahan semprit maupun sendok cetak. Kemudian, pabrik pembuat menyediakan pasta tambahan yang dapat digunakan untuk menghasilkan suatu adukan pengencer. Komponen bahan memerlukan perumusan ulang untuk mengadaptasi bahan bila ingin digunakan dengan alat pengaduk otomatis. Meskipun alat ini dapat digunakan dengan berhasil, kebanyakan polyether masih diaduk dengan menggunakan tangan. Selain itu untuk bersaing dengan silikon tambahan, pabrik pembuat menyadari bahwa klinisi lebih menyukai beragam viskositas dari vinyl polysiloxane. Jadi 21
polyether diubah sehingga dapat dipasok dengan keragaman viskositas. Sebagai akibatnya, kekerasan polyether juga berkurang (Anusavice, 2004). d. Aplikasi Penggunaan utama bahan elastomer adalah untuk cetakan inlay, mahkota dan pekerjaan jembatan, atau untuk gigi tiruan sebagian apabila ditemukan undercut yang sangat besar, sehingga apabila digunakan cetakan alginat dapat patah sewaktu dilepas dari jaringan. Oleh karena harganya yang mahal, bahan ini tidak sering dipergunakan pada pencetakan yang membutuhkan jumlah bahan cetak yang besar (Anusavice, 2004). 2.3 Bahan Cetak Non-Elastis 2.3.1 Plaster of Paris/Gipsum (Irreversibel) 1. Definisi Gipsum Merupakan mineral alam berwarna putih
abu-abu, merah dan coklat
karena bercampur dengan material lain. Ditemukan pertama di dekat kota Paris (Plaster of Paris) (Craig, 2004). Gipsum merupakan produk samping dari beberapa proses kimia. Gypsum yang dihasilkan untuk tujuan kedokteran gigi adalah kalsium sulfat dihidrat (CaSO4.2H2O) murni. Produk gypsum dalam kedokteran gigi digunakan untuk membuat model studi dari rongga mulut serta struktur maksilo fasial dan sebagai piranti penting untuk pekerjaan laboratorium kedokteran gigi yang melibatkan pembuatan protesa gigi. Saat ini penggunaan gypsum dalam kedokteran gigi telah meluas. Penggunaan tersebut dapat diperlihatkan dalam pembuatan model gigi tiruan. Selain itu kegunaan klinis maupun laboratoris yang lain yaitu untuk membuat model kerja maupun model studi sehingga bahan gypsum ini harus mempunyai kekuatan tekan yang kuat agar tidak rusak dalam pembuatan restorasi gigi tiruan. Di alam gypsum merupakan massa yang padat dan berwarna abu-abu, merah atau coklat. Warna tersebut disebabkan adanya zat lain seperti tanah liat, oksida besi, anhidrat, karbohidrat, sedikit SiO2 atau oksida lain. Intial setting dan final setting pada gipsum sangat begantung dengan komposisi powder dan liquid yang digunakan. Jika powder yang digunakan lebih banyak dalam artian tidak seimbang dengan liquidnya maka
22
gypsum tersebut akan dapat mencapai tahapan initial setting yang lebih cepat (Anusavice, 2004). 2. Klasifikasi gipsum dan aplikasinya Ada lima produk jenis gipsum yang terdaftar oleh spesifikasi ADA (American Dental Asosiation) No. 25 yaitu (Craig, 2004): a. Impression plaster (tipe I) Bahan cetak ini terdiri dari plaster of paris yang ditambahkan zat tambahan untuk mengatur waktu pengerasan dan ekspansi pengerasan. Aplikasinya digunakan akhir percetakan pada rahang tak bergigi.
b. Model plaster (tipe II) Plaster model ini biasanya disebut juga plaster laboratorium tipe II. Sering di gunakan untuk cetakan diagnostik karena sifat fisik dan mudah di manipulasi. Aplikasinya untuk menanam model dalam artikulator.
c. Dental stone (tipe III) Bahan ini ditujukan untuk pengecoran dalam membentuk gigi tiruan penuh cocok dengan jaringan lunak. Karena katahanan dan kekuatannya tinggi. Berwarna kuning atau putih. Aplikasinya untuk membuat model kerja seperti gigi tiruan sebagian, gigi tiruan penuh, model ortodontik.
23
d. Dental stone (tipe IV) Memiliki kekuatan dan ketahanan terhadap abrasi permukaan dari peralatan yang tajam. Kekuatanya hampir dua kali dibandingkan tipe III. Aplikasinya digunakan sebagai die stone untuk pembuatan model restorasi.
e. High strength, high expantion dental stone (tipe V) Merupakan produk gipsum yang dibuat akhir-akhir ini. Dan memiliki kekuatan kompresi yang lebih tinggi dibandingkan stone gigi tipe IV.berwarna hijau dan harga paling mahal di antara jenis gipsum lain. Aplikasinya untuk mengkompensasi besar pengerutan logam untuk dental casting.
3. Sifat-Sifat Gipsum Menurut Craig (2004), sifat kimia gips adalah sebagi berikut: 24
a. Solubility (daya larut) adalah banyaknya bagian dari suatu zat yang dilarutkan dengan 100 bagian pelarut pada temperatur dan tekanan tertentu yang dinyatakan dalam persen berat/volume. b. Setting time adalah waktu yang diperlukan gips untuk menjadi keras dan dihitung sejak gips kontak dengan air. Setting time terdapat dua tahap, yaitu: 1) Initial setting time, yaitu permulaan setting time dimana pada waktu itu campuran gips dengan air sudah sudah tidak dapat lagi mengalir ke dalam cetakan. secara visual ditandai dengan loss of gloss (hilangnya kemengkilatan/timbulnya kemuraman). Keadaan dimana gips tidak dapat hancur tapi masih dapat dipotong dengan pisau. 2) Final setting time, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh gips keras untuk bereaksi secara lengkap dari kalsium sulfat dihidrat, meskipun reaksi dehidrasinya belum selesai. Tandanya antara lain adalah kekerasan belum maksimum, kekuatannya belum maksimum dan dapat dilepas dari cetakan tanpa distorsi atau patah. Menurut Craig dkk (1987) gips keras mempunyai sifat mekanis, antara lain: a. Compressive strength (kekuatan tekan hancur) Kekuatan gips berhubungan langsung dengan kepadatan atau masa gips. Partikel dental stone lenih halus, maka air air yang diperlukan untuk mencampur lebih sedikit jika dibanding dengan air yang dibutuhkan untuk pencampuran plaster of paris. b. Tensile strength (daya rentang) Daya rentang dari gips sangat penting pada saat gips dikeluarkan dari bahan cetak. Karena tidak adanya sifat lentur pada gips, model akan cenderung patah. Daya rentang gips keras dua kali lebih besar dari pada gips lunak baik dalam keadaan basah maupun kering. c. Surface hardness and abrassive ressistance (kekerasan permukaan dan daya tahan abrasi). Kekerasan permukaan gips berhubungan dengan kekuatan tekan hancur. Daya tahan abrsai meningkat dan meningkatnya kekuatan tekan hancur. Daya tahan terhadap abrasi maksimal didapat ada saat gips mencapai daya
25
strength. Gips keras merupakan gips yang memiliki daya tahan abrasi tinggi. 4. Manipulasi Gipsum Proses manipulasi pertama-tama dilakukan dengan mencampurkan plaster atau gips dengan air atau larutan PE dengan perbandingan 100 gr dengan 50 sampai 60 ml. Harus dijaga agar tidak terbentuk gelembung udara sewaktu mengaduk karena gelembung ini dapat muncul di permukaan dan dapat menyebabkan ketidaktepatan hasil cetakan (Combe, 1992). Untuk lebih detailnya, manipulasi gips dipengaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut (Combe, 1992): a. Pemilihan, untuk proses awal, harus dilakukan pemilihan gips berdasarkan aplikasi yang akan dibuat. b. Perbandingan (P/W), perbandingan air dan bubuk yang tepat akan sangat menentukan proses manipulasi dan juga setting reaksi. Semakin tinggi perbandingan W:P, semakin lama waktu pengerasan dan semakin lemah produk gipsum. c. Waktu pengadukan, pengadukan stone dan plaster secara mekanik biasanya tercapai dalam 20-30 detik. Pengadukan tangan dengan spatula umumnya memerlukan sedikitnya 1 menit untuk memperoleh adukan yang halus. d. Penyimpanan, gips dapat menyerap air dari lingkungan. Kelembaban dan tempat yang dekat dengan sumber air akan berpengaruh buruk pada powdernya. Hal ini akan mempengaruhi setting, sehingga sebaiknya gips disimpan dalam container tertutup. e. Kebersihan, peralatan manipulasi gips harus dijaga kebersihannya. Bowl, spatula, dan vibrator harus segera dibersihkan sebelum maupun sesudah manipulasi, sehingga tidak terkontaminasi bahan lain. f. Pemberian bahan separator, sebelum dikakukan pencetakan dengan gips sebaiknya pola diberi bahan separasi seperti vaseline. Hal ini bertujuan agar setelah gips setting maka akan mudah dilepas. Namun tidak boleh terlalu berlebihan karena akan membuat permukaan menjadi lebih lunak.
26
g. Hindari terjebaknya udara, adanya
kandungan udara dalam
pencampuran gips akan dapat menyebabkan porositas pada hasil akhir dari gips. Sehingga terlebih dulu menuangkan air ke dalam wadah setelah itumemasukkan powder. 5. Pengendalian Waktu Pengerasan Secara teoritis, ada setidaknya 3 metode untuk pengendalian pengerasan gipsum, yaitu (Anusavice, 2004): a. Kelarutan hemihidrat dapat ditingkatkan atau dikurangi. Misalnya, bila kelarutan hemihidrat ditingkatkan, kejenuhan kalsium sulfat akan lebih besar. Kecepatan deposisi kristalin juga ditinggalkan. b. Jumlah nukleus kristalisasi dapat ditingkatkan atau dikurangi. Semakin besar jumlah nukleus kristalisasi, semakin cepat terbentuknya kristal gipsum dan semakin cepat pula pengerasan karena terbentuk jalinan ikatan kristalin. c. Bila kecepatan pertumbuhan kristal dapat ditingkatkan atau dikurangi, begitu pula waktu pengerasan dapat dipercepat atau diperlambat. Dalam praktiknya, metode tersebut telah disatukan dalam produk dagang yang tersedia. Pengendalian waktu pengerasan juga dipengaruhi oleh (Anusavice, 2004): a. Ketidakmurnian, bila proses pengapuran tidak sempurna sehingga tetap terdapat partikel gipsum, atau bila pabrik menambahkan gipsum, waktu pengerasan akan diperpendek karena peningkatan dalam potensi nukleus kristalisasi. Bila ortorombik anhidrit juga ada, periode induksi akan ditingkatkan, proses tersebut dapat berkurang apabila terdapat heksagonal anhidrat. b. Kehalusan, semakin halus ukuran partikel hemihidrat, semakin cepat adukan mengeras, khususnya bila produk tersebut telah digiling selama proses pembuatan. Tidak hanya kecepatan kelarutan hemihidrat menjadi meningkat, tapi juga nukleus gipsum lebih banyak, karena itu kecepatan kristalisasi menjadi lebih cepat.
27
c. Rasio W/P, semakin banyak air digunakan untuk pengadukan, semakin sedikit jumlah nukleus pada unit volume. Akibatnya, waktu pengerasan diperpanjang. d. Pengadukan, dalam batasan praktis, semakin lama dan semakin cepat plaster diaduk, semakin pendek waktu pengerasan. Sebagian kristal gipsum terbentuk langsung ketika plaster atau stone dibuat berkontak dengan air. Begitu pengadukan dimulai, pembentukan kristal ini meningkat, pada saat yang sama, kristal-kristal diputuskan oleh spatula pengaduk dan didistribusikan merata dalam adukan dengan hasil pembentukan lebih banyak nukleus kristalisasi. Jadi, waktu pengadukan berkurang. e. Temperatur, meskipun efek temperatur pada waktu pengerasan cenderung menyesatkan dan mungkin bervariasi dari satu plaster atau stone dengan yang lainnya. f. Perlambatan dan percepatan, barangkali metode yang paling efektif dan praktis untuk mengendalikan waktu pengerasan adalah penambahan bahan kimia tertentu pada adukan plaster atau stone gigi. Bila bahan kimia yang ditambahkan menurunkan waktu pengerasan disebut sebagai aselerator, bila meningkatkan waktu pengerasan disebut sebagai bahan retarder. 2.3.2 ZnO-Eugenol 1. Definisi Zinc Oxide Eugenol Zinc oxide eugenol telah diformulasikan untuk berbagai kegunaan dalam kedokteran gigi, dan memiliki kelebihan obat tertentu. Zinc oxide eugenol biasa diaplikasikan sebagai bahan cetak, periodontal surgical dressing, bite registration paste, temporary filling material dan root canal filling cementing medium (William, 2002). Zinc oxide eugenol sebagai bahan cetak tersedia dalam bentuk dua pasta dengan warna yang berbeda, yaitu base paste dan reactor paste (accelerator) (William, 2002). 2. Komposisi Zinc Oxide Eugenol Base Paste Zinc Oxide
87%
Accelerator Paste Oil of cloves or Eugenol 28
12%
Fixed vegetable 13%
Gum or polymerised rosin
50%
or mineral oil
Filler (silica type)
20%
Lanolin
3%
Resinous Balsam
10%
Accelerator solution (CaCl2) and 5% colouring agent a. Fixed vegetable or mineral oil, yaitu bahan pembuat plastis dan membantu menghilangkan aksi eugenol sebagai iritan. b. Oil of cloves or eugenol, yaitu bahan pengganti eugenol yang digunakan untuk mengurangi rasa terbakar. c. Gum or polymerised rosin, yaitu bahan untuk mempercepat reaksi. d. Resinous balsam, yaitu bahan untuk meningkatkan flow. e. Accelerator solution (CaCl2), yaitu bahan untuk mempercepat setting time (William, 2002). 3. Reaksi kimia Mekanisme pengerasan bahan zinc oxide eugenol terdiri dari hidrolisis zinc oxide dan reaksi berikutnya antara zinc hydroxide dan eugenol untuk membentuk suatu gumpalan. Reaksi tersebut ditulis sebagai berikut (William, 2002): Zn + H2O à Zn(OH)2 Zn(OH)2 +2HE (asam, eugenol)à ZnE2 garam (zinc eugenolte)+2H2 Air dibutuhkan untuk mengawali reaksi dan juga merupakan hasil samping dari reaksi. Jenis reaksi ini seringkali disebut otokatalitik. Ini adalah alasan mengapa reaksi lebih cepat terjadi pada lingkungan lembab. Reaksi pengerasan dipercepat dengan adanya zinc acetat dihydrat, yang lebih larut dibanding zinc hydroxide dan dapat memberi ion zinc lebih cepat. Asam asetik adalah suatu katalis yang lebih aktif untuk reaksi pengerasan dibanding dengan air, karena asam tersebut meningkatkan kecepatan pembentukan zinc hydroxide. Temperatur atmosfer tinggi juga mempercepat reaksi pengerasan (William, 2002). Initial time, yang mencakup dari dimulainya pengadukan sampai cetakan diletakkan kedalam mulut dengan tepat bervariasi antara 3 sampai 6 menit. Waktu pengerasan akhir (final set) dimana bahan tidak bisa lagi dibentuk 29
bervariasi 10 (untuk pasta tipe I/keras) sampai 15 menit (tipe II/lunak) (William, 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi setting time bisa saja dikendalikan oleh produsen produk tersebut, namun sebagai operator yang berhubungan langsung dengan aplikasi bisa saja mengendalikan setting time tersebut seperti (William, 2002): a. Penambahan sejumlah kecil bahan accelerator atau beberapa tetes air. b. Pada eugenol sebelum mencampur pasta dapat memperpendek setting time. c. Mendinginkan spatula dan lempeng pengaduk bisa memperpanjang setting time. d. Menambahkan minyak dan malam tertentu selama pengadukan, seperti zaitun dan lain-lain dapat memperpanjang setting time. Namun tindakan ini bisa mengurangi kekakuan bahan dan adukan tidak homogen. e. Mengubah rasio kedua pasta. f. Memperpanjang waktu pengadukan, akan memperpendek setting time. Kedua pasta tersedia dalam warna yang berbeda. Pasta dengan perbandingan yang benar (biasanya sama panjang/1:1) dicampur pada slab/mixing pad dengan spatel flexible sampai diperoleh warna yang homogen. Pasta bisa diperoleh dengan menekan kedua pasta dengan panjang yang sama masing-masing dari tiap tube. Biasanya diaduk pada kertas tahan minyak ataupun lempeng kaca pengaduk (William, 2002). Bahan ini biasanya dipergunakan dalam bagian tipis (2-3 mm) sebagai cetakan akhir. Cetakan dengan zinc oxide eugenol dapat dilakukan dengan menggunakan sendok khusus yang sangat rapat atau menggunakan basis gigi tiruan yang ada terutama basis gigi tiruan yang hendak di-relining. Bahan ini dapat kompatibel dengan bahan model dental stone. Pasta dapat dikeluarkan dari stone dengan cara melunakkannya dalam air suhu 600. Desinfeksi yang disarankan untuk zinc oxide eugenol adalah 2% alkaline glutaraldehyde solution (William, 2002). 4. Properti dan Sifat Fisika, Mekanis Zinc Oxide Eugenol
30
Pasta dengan konsistensi tebal atau viskositas tinggi dapat menekan jaringan, sementara bahan yang tipis dan cair menghasilkan cetakan negatif dari jaringan dalam kondisi istirahat dengan sedikit atau tanpa tekanan. Pada keadaan apapun, pasta cetak harus homogen. Semakin berat konsisitensi bahan, kekuatannya semakin besar (William, 2002). Bahan cetak zinc oxide eugenol tersedia dalam 2 tipe yaitu, tipe I viskositas tinggi, bisa menekan jaringan dan setting time pendek. Tipe II lebih encer dari tipe I, tipe ini bisa merekam jaringan tanpa atau dengan tekanan kecil (William, 2002). 5. Sifat Zinc Oxide Eugenol: a. Flow, aliran pasta setelah pengadukan memungkinkan (cukup) untuk mengaliri dan membentuk/mencatat detail cetakan jaringan, dan aliran akan berkurang dengan bertambahnya waktu seiring dengan setting time. b. Kestabilan dimensi, tidak terdapat perubahan dimensional selama proses setting, atau kalau pun ada hanya sedikit (<0,1%). c. Rigidity dan Strength, bahan cetak ini tidak boleh fraktur atau rusak ketika dikeluarkan dari dalam mulut. Compressive strength 7 Mpa selama 2 jam setelah pengadukan. d. Pertimbangan biologi, pasta yang mengandung eugenol dapat mengiritasi, memberi rasa gatal, atau rasa seperti terbakar dan rasanya tetap
lengket
sehingga
banyak
pasien
menganggapnya
tidak
menyenangkan, sehingga bibir pasien biasanya diolesi vaselin (petroleum jelly) terlebih dulu. Bila sensasi berlebihan pada pasien bisa digunakan zinc oxide non eugenol. e. Detail reproduksi, dapat mencatat detail permukaan dengan akurat karena flow yang baik. 6. Keuntungan dan Kekurangan Zinc Oxide Eugenol a. Keuntungan Zinc Oxide Eugenol (William, 2002): 1) Stabilitas dimensi bagus. 2) Permukaan akurat dan detail. 3) Mempunyai working time yang cukup. 31
4) Dapat merekam jaringan mulut tanpa kerusakan. 5) Mukostatik. b. Kekurangan Zinc Oxide Eugenol (William, 2002): 1) Bahan ini tidak elastik hingga tidak dapat mencatat daerah undercut. 2) Hanya set cepat di bagian tipis. 3) Eugenol menimbulkan alergi pada beberapa pasien. 2.3.3
Compound
1. Definisi Compound Compound juga disebut modelling plastic, dilunakkan dengan pemanasan, dimasukkan dalam sendok cetak, serta diletakkan pada jaringan sebelum bahan mengeras. Indikasi utama penggunaannya adalah untuk mencetak linggir tanpa gigi. Kadang-kadang compound digunakan dalam kedokteran gigi operatif untuk mencetak preparasi gigi tunggal atau untuk membuat stabil pita matriks atau alat operatif lainnya. Untuk mencetak gigi tunggal, pita tembaga silindris (disebut pita matriks) diisi dengan bahan compound yang sudah dilunakkan. Pita yang terisi kemudian ditekan di atas gigi, menekan compound beradaptasi dengan preparasi gigi. Cetakan seperti itu kadang disebut cetakan tube. Setelah compound didinginkan, cetakan dilepas, dan hasil cor, atau die dibuat dari cetakan tersebut (Anusavice, 2004). Compound yang agak lebih kental, disebut compound sendok cetak, dapat digunakan untuk membentuk sendok cetak dalam pembuatan gigi tiruan. Suatu cetakan jaringan lunak diperoleh dari compound sendok cetak seperti yang digambarkan. Cetakan ini disebut cetakan primer, kemudian digunakan sebagai sendok cetak untuk menahan lapisan tipis bahan cetak kedua, yang akan ditempatkan langsung menghadap jaringan. Cetakan ini disebut sebagai cetakan sekunder. Cetakan sekundr dapat juga dibuat dari pasta oksida seng eugenol, hidrokoloid, atau elastomer tanpa air (Anusavice, 2004). 2. Komposisi Compound Umumnya compound terdiri dari campuran malam, resin termoplastik, bahan pengisi, dan bahan pewarna. Satu dari substansi pertama yang dipergunakan untuk bahan cetak adalah malam lebah (beeswax). Karena malam tersebut rapuh, substansi seperti shellac, asam stearic, dan gutta 32
percha ditambahkan untuk meningkatkan plastisitas dan kemampuan kerja. Bila substansi-substansi tersebut digunakan dengan cara ini, substansi dianggap sebagai bahan pembuat plastis (plastisizer). Resin sintetik meningkat
penggunaannya,
biasanya
dikaitkan
dengan
resin
alami
(Anusavice, 2004). 3. Bahan Pengisi Compound Banyak bahan diperkuat atau sebaliknya, diubah sifat fisknya dengan penambahan partikel kecil bahan lembam, biasanya dikenal sebagai bahan pengisi, yang secara kimia berbeda dengan kandungan utama atau kandungan lainnya. Malam atau resin dalam compound cetak adalah kandungan utama dan membentuk matriks. Struktur ini terlalu cair untuk ditangani dan memberikan kekuatan yang rendah meskipun pada temperatur ruangan. Karena itu, bahan pengisi harus ditambahkan. Bahan pengisi meningkatkan viskositas pada temperatur di atas temperatur mulut dan meningkatkan kekerasan compound pada temperatur ruang. Struktur compound cetak agak seperti suatu komposit. Konsep komposit digunakan secara luas dalam produksi bahan kedokteran gigi (Anusavice, 2004). 4. Sifat-Sifat Compound a. Sifat termal, pelunakan dengan panas adalah suatu persyaratan dalam penggunaan compound. Kegunaannya ditentukan oleh respon terhadap perubahan temperatur dalam lingkungan sekitarnya (Anusavice, 2004). b. Temperatur fusi, kemaknaan praktis temperatur fusi adalah bahwa temperatur tersebut menunjukkan suatu penurunan nyata dalam keplastikan bahan selama pendinginan. Di atas temperatur ini bahan yang dilunakkan tetap bersifat plastis sementara cetakan dibuat. Jadi, setiap detail jaringan mulut lebih mudah diperoleh. Begitu sendok cetak dimasukkan ke dalam mulut, sendok cetak harus ditahan secara kuat pada posisinya sampai cetakan mendingin di bawah temperatur fusi. Pada keadaan apapun, cetakan tidak boleh diganggu atau dikeluarkan sampai bahan tersebut mencapai temperatur mulut (Anusavice, 2004). c. Konduktivitas dan kontraksi termal, seperti diperkirakan, konduktivitas termal dari bahan ini adalah rendah, menunjukkan perlunya waktu tambahan untuk memperoleh pendinginan dan pemanasan yang 33
sempurna dari bahan compound. Adalah penting bahwa bahan lunak merata pada saat sendok cetak dimasukkan dan dingin menyeluruh dalam sendok cetak sebelum cetakan dikeluarkan dari mulut. Biasanya air dingin dapat disemprotkan pada sendok cetak ketika di dalam mulut, sampai compound mengeras merata sebelum dikeluarkan. Kegagalan memperoleh bahan yang mengeras sempurna sebelum dikeluarkan, dapat menghasilkan distorsi besar pada cetakan (Anusavice, 2004). d. Rata-rata kontraksi linier compound cetak pada pendinginan dari temperatur mulut sampai temperatur ruang 250 0C bervariasi antara 0,3% sampai 0,4%. Kesalahan yang disebabkan dari besarnya kontraksi ini tidak bisa dihindari, dan merupakan kesatuan dari teknik (Anusavice, 2004). e. Pelunakan compound cetak dapat dilunakkan dalam oven atau di atas api. Bila api langsung digunakan, compound tidak boleh dibiarkan mendidih atau terbakar sehingga kandungan di dalamnya menguap (Anusavice, 2004). f. Bila sejumlah besar compound, seperti yang dibutuhkan untuk mencetak seluruh rahang, hendak dilunakkan, disarankan melakukan perendaman dalam air. Perendaman terlalu lama atau terlalu panas dalam rendaman air tidaklah diindikasikan, compound dapat menjadi rapuh dan berbutir bila beberapa kandungan berberat molekul rendah terlepas dari bahan (Anusavice, 2004). g. Pelunakan compound adalah satu-satunya cara mengeluarkan model dari compound cetak setelah stone mengeras. Metode yang dianjurkan adalah merendam bahan cetak dalam air hangat sampai compound cukup lunak sehingga dapat dipisahkan dengan mudah dari model (Anusavice, 2004). h. Aliran, setelah compound melunak, dan selama periode dicetakkan ke jaringan
mulut,
bahan
harus
dengan
mudah
mengalir
untuk
menyesuaikan dengan jaringan sehingga setiap detail dan tanda-tanda dalam mulut terpindahkan secara akurat. Di lain pihak, bila jumlah aliran pada temperatur mulut terlalu besar, distorsi dapat terjadi ketika cetakan dikeluarkan dari mulut (Anusavice, 2004).
34
i. Distorsi, relaksasi dapat terjadi baik selama waktu yang boleh dikatakan amat singkat atau dengan peningkatan temperatur. Hasilnya adalah kerusakan atau distorsi cetakan. Untuk meminimalkan distorsi, prosedur paling aman adalah melakukan pendinginan bahan cetak dengan seksama sebelum dikeluarkan dari mulut dan membuat hasil cor atau die secepat mungkin setelah cetakan diperoleh, sedikitnya dalam waktu satu jam (Anusavice, 2004). 5. Aplikasi Compound Aplikasi umum lain dari bahan compound adalah untuk membentuk tepi (border moulding) sendok cetak perseorangan dari akrilik selama mencoba sendok cetak. Ada dua bentuk dasar compound cetak, yaitu bentuk kue dan stick (batang) (Anusavice, 2004). 2.3.4
Wax
1. Definisi Wax Wax merupakan salah satu bahan termoplastik yang terdiri dari berbagai bahan organis dan bahan alami sehingga membuatnya sebagai bahan dengan sifat-sifat yang sangat berguna (Combe,1992). Wax dental adalah campuran dua atau lebih bahan sintetis dan alami seperti lilin, damar, zat pewarna dan bahan tambahan lainnya (Dorland, 2002). Malam atau wax merupakan salah satu bahan yang memegang peranan penting di ilmu bidang kedokteran gigi. Malam atau wax dipergunakan pertama kali di dunia kedokteran gigi sekitar abad 18, untuk tujuan pencatatan cetakan rahang yang tidak bergigi. Meskipun telah ditemukan bahan baru yang lainnya, malam masih digunakan dalam jumlah yang besar untuk keperluan klinik dan pekerjaan laboratorium (Combe,1992). Seperti digunakan dalam bidang kedokteran gigi untuk membuat cetakan, membuat konstruksi gigi palsu non logam, membuat catatan tentang hubungan rahang, sebagai bahan penolong kerja laboratorium (Dorland, 2002). 2. Klasifikasi Wax a. Natural waxes 1) Animal waxes Animal waxes contohnya yaitu pada beeswax yang merupakan hasil sekresi abdominal dari lebah jenis Apis mellifera. Warna wax tergantung 35
pada jenis bunga. Komponennya berupa palmitat, palmitoleate, hidroksipalmitat, dan oleate ester dengan rantai panjang alkohol. Digunakan sebagai bahan modelling dan memiliki titik leleh 620-65 0C (Combe,1992). 2) Vegetal waxes Vegetal waxes contohnya pada jenis carnauba wax dan candelila wax. Pada carnauba wax juga dikenal sebagai queen of waxes. Merupakan hasil sekret dari daun pohon palem (Copernicia prunifera carifera), tiap 100 gr untuk satu pohon dalam satu tahun. Komposisinya terdiri dari fatty ester (80-85%), free alcohol (10-15 %), asam (3-6%), dan hidrokarbon (1-3%) (Combe,1992). Untuk candelila wax merupakan hasil ekstraksi dari tumbuhan Euphorbia cerifera dan Euphorbia antisyphilitica (Euphorbiaceae). Cara ekstraksinya dengan merebus tanaman tersebut untuk memisahkan wax dan material tanaman. Komposisinya berupa hidrokarbon (sekitar 50% dari C29-C33), ester (28-29%), alkohol, asam lemak bebas (79%), dan resin (12-14% triterpenoid ester). Titik leleh candelila wax berada dalam rentang 660-710C (Combe,1992). 3) Mineral waxes Mineral waxes contohnya pada parafin yang merupakan hasil dari petroleum yang mengalami pemanasan tinggi (penyulingan minyak tanah). Komposisinya berupa campuran kompleks hidrokarbon sari metan, dengan sejumlah kecil fase amorf atau mikrokristalin (Combe,1992).
Tabel 1. Tipe Natural Wax Tipe
Contoh
Sumber
36
Struktur
Sifat
1. Mineral
Paraffin
Diperoleh
Rantai lurus Rapuh dalam suhu
wax
saat
polykristalhy
kamar
penyulingan drocarbon minyak Microcrys -talline wax
mentah Rantai Diperoleh
atau saat
ceresin
polykristal-
Tidak
serapuh
parafin wax
hydrocarbon
penyulingan minyak
yang bercabang
mentah
2. Serangga
Beeswax
Sarang
Mengandung
lebah
lebih sedikit dengan kristalin, lebih banyak bahan amorf
Bila
di
campur parafin
wax: 1) Menjadi tidak begitu
rapuh
pada suhu kamar. 2) Pada suhu lebih tinggi
(misal
suhu
mulut)
mengurangi flow dari malam.
37
3. Tumbuhan
Carnauba
Pohon palm -
Malam yang keras
wax
(Amerika
dan kuat. Dicampur
Selatan)
dengan
parafin
wax
untuk
memperkerasnya dan meningkatkan Candelilla
Tanaman
suhu transisi padatpadat.
wax Resin dan Pohon
Serupa
gum
dengan
carnauba Dipergunakan untuk
menambah
daya rekat wax
b. Synthetic wax Seperti wax alami yang serba guna, wax sintetik bisa tahan pada perubahan kualitas dan ketersediaan. Terbuat dari etil glikol diester atau triester dengan rantai panjang asam lemah (C18-C36). Titik lelehnya dalam rentang 600-750C (Anusavice, 2004). 3. Aplikasi Wax a. Lilin pola (pattern wax) 1) Baseplate wax Baseplate wax merupakan lilin atau malam pelat landasan. Komposisinya yaitu lilin lebah untuk memberi elastisitas, parafin, carnauba untuk memberi kekerasan dan mengatur titik cair, zat warna estetis. Baseplate wax diperdagangkan dalam bentuk sheet/lembaran (14,5 x 7,5 x 2) mm (Combe, 1992). Syarat-syarat baseplate wax terdiri dari: a) Mudah dibentuk dalam keadaan lunak tanpa sobek dan patah b) Mudah diukir c) Larut dalam air panas tanpa residu d) Tidak mencemari model (Combe, 1992)
38
2) Casting wax Casting wax merupakan malam tuang/cor untuk membuat pola lilin gigi tiruan rangka logam. Aplikasi pada model refractory. Malam jenis ini tersedia dalam bentuk lembaran dengan ketebalan tertentu. Bahan malam tuang dan komponen polimer harus dibakar habis dari bumbung tuang tanpa meninggalkan residu (Combe, 1992).
3) Inlay wax Inlay wax merupakan lilin tuang atau cor. Digunakan untuk membuat pola lilin inlay, mahkota dan jembatan yang akan dicor dengan logam, yang dapat dipergunakan langsung di dalam mulut atau dengan model. Komposisinya berupa campuran parafin, carnauba, lilin lebah, candelila dan getah damar, serta zat warna (Combe, 1992).
b. Lilin proses (processing wax) 1) Boxing wax Boxing wax digunakan untuk memagar/membatasi cetakan sebelum diisi/dicor dengan gips. Dapat dibentuk tanpa pemanasan. Disediakan dalam bentuk lembaran/batangan (Combe, 1992).
39
2) Utility wax Utility wax dapat digunakan untuk berbagai keperluan (mendukung bahan cetak, batas perifer). Diperdagangkan dalam bentuk lembaran atau batangan (merah tua dan oranye). Komposisinya terdiri dari lilin lebah, petroleum dan waxs softeners (Combe, 1992).
3) Sticky wax Sticky wax digunakan sebagai bahan perekat. Dapat melekat baik pada gips, akrilik dan logam. Tersedia dalam warna kuning, komposisinya mengandung resin, lilin lebah dan getah damar. Bahan ini hendaknya mudah dilepas dengan air mendidih dan memiliki kontraksi minimal sewaktu pendinginan untuk mencegah bergeraknya bagianbagian yang hendak disambung (Combe, 1992).
40
c. Lilin cetak (impression wax) 1) Corrective wax Corrective waxes digunakan sebagai malam lapisan untuk berkontak dan mendapatkan detail dari jaringan lunak. Ini diklaim sebagai tipe material cetak yang merekam membran mukosa dan jaringan dibawahnya. Corrective waxes dibuat dari hidrokarbon waxes seperti paraffin, seresin dan lilin lebah serta metal partikel (Combe, 1992).
2) Bite wax Bite wax digunakan secara akurat untuk merekam gigitan. Bite wax terbuat dari 28-gage lembar casting wax atau baseplate wax yang keras, tapi lilin yang diidentifikasi sebagai bite waxes nampaknya terbuat dari beeswax atau lilin hidrokarbon seperti paraffin atau ceresin. Lilin ceresin bite mengandung aluminium atau partikel tembaga (Combe, 1992).
41
4. Sifat-Sifat Wax a. Suhu transisi padat-padat Suhu transisi padat-padat ini dapat diperoleh dengan memanaskan malam secara merata hingga massa malam lunak dan merupakan saat yang tepat untuk memanipulasi malam. Keadaan ini disebabkan karena kisi kristal yang stabil (orthorhombic) berubah menjadi bentuk hexagonal yang terjadi di bawah titik cair malam. Malam yang tetap kaku pada suhu mulut mempunyai suhu transisi padat-padat di atas suhu 370C (Combe, 1992). b. Ekspansi dan kontraksi termis Koefisien ekspansi termis malam lebih tinggi dari bahan kedokteran gigi lainnya. Hal ini dapat menyebabkan kesalahan pada pola atau desain sewaktu didinginkan dari suhu cairnya ke suhu kamar. Ekspansi dan kontraksi sewaktu pemanasan ini dapat menyebabkan hasil yang diperoleh sedikit berbeda dari dimensi ukuran yang sebenarnya (Combe, 1992). c. Aliran (flow) Sifat aliran suatu malam sangat menentukan dalam menghasilkan detail cetakan yang sempurna. Sifat aliran pada tiap tipe malam berbeda-beda sesuai dengan penggunaannya di kedokteran gigi. Sifat aliran malam dan campuran malam meningkat apabila suhu naik sampai di atas suhu transisi padat-padat. Pengukuran aliran pada malam tergantung dari pergeseran molekul-molekul malam selama pergerakannya (Combe, 1992). d. Tegangan dalam (internal stress) Tegangan dalam adalah tegangan yang timbul pada malam yang diakibatkan adanya pemanasan malam yang tidak merata. Malam yang mengalami internal stress akan mengalami distorsi apabila dilakukan pemanasan ulang (Combe, 1992). 5. Syarat Wax yang Digunakan dalam Kedokteran Gigi a. Stabil pada suhu mulut 42
b. Dapat mengisi rongga cetak c. Non iritan dan non toksik d. Tidak meninggalkan residu jika disiram air e. Tidak berubah sifat fisis jika dipanaskan f. Mudah dibentuk dalam temperatur tertentu g. Dalam keadaan lunak dapat beradaptasi dengan permukaan lain h. Dalam keadaan keras dapat diukir i. Melting range cukup lama j. Dapat dicairkan dan dipadatkan berkali-kali k. Jika dibentuk tidak robek atau retak (Combe, 1992). 6. Cara Manipulasi Wax a. Merapikan basis model dengan pisau gips, memberi identitas pada basis model dengan pensil tinta. b. Gambar outline dengan pensil tinta pada model, perhatikan daerah frenulum, bebaskan daerah tersebut, jika masih belum terampil menggambar outline dengan baik bisa menggunakan pensil biasa terlebih dahulu, dan juga jika sudah disetujui oleh instruktur bisa menebalkan outline dengan menggunakan pensil tinta. c. Satu lembar baseplate wax dibagi menjadi dua bagian sama besar. Satu bagian baseplate wax digunakan untuk rahang atas dapat langsung dimanipulasi, untuk rahang bawah sebelum manipulasi bagian baseplate wax dipotong berbentuk segitiga atau seperti huruf V. d. Siapkan lampu spiritus dengan api yang sedang, kemudian baseplate/malam mulai dimanipulasikan dengan cara memanaskan malam diatas lampu spiritus secara merata. Setelah malam mencapai suhu transisi padat-padat letakkan lempeng malam diatas model kemudian tekan-tekan dengan menggunakan ibu jari. Perhatikan saat menekan malam dengan ibu jari jangan sampai merobek lembaran malam, jika malam menjadi keras panaskan kembali diatas lampu spiritus. e. Setelah semua permukaan malam menempel pada model, potong malam sesuai dengan garis outline dengan menggunakan pisau model dan pisau malam sesuai dengan kebutuhan. Merapikan seluruh tepi malam. f. Hasil maksimal adalah seluruh malam dapat diaplikasikan pada model dengan ketebalan yang sama dan tepi yang rapi sesuai garis outline, halus dan permukaannya rata. Seluruh permukaan malam menempel rapat pada model sesuai dengan outline (Noort, 2002). 43
2.4 Akrilik Acrylic berasal dari bahasa latin yaitu acrolain yang berarti bau yang tajam. Bahan ini berasal dari Asam Acrolain atau gliserin aldehida. Secara kimia dinamakan polymetil metakrilat yang terbuat dari minyak bumi, gas bumi atau arang batu. Bahan ini disediakan untuk kedokteran gigi berupa cairan (monomer) monometil metakrilat dan dalam bentuk bubuk (polimer) polimetil metakrilat. Penggunaan resin akrilik ini biasa dipakai sebagai bahan denture base, landasan pesawat orthodontik (orthodontik base), basis gigi tiruan, pembuatan anasir gigi tiruan (artificial teeth) dan sebagai bahan restorasi untuk mengganti gigi yang rusak. Resin acrylic adalah resin termoplastis, merupakan persenyawaan kompon non metalik yang dibuat secara sintetis dari bahan-bahan organic. Resin ini dapat dibentuk selama masih dalam keadaan plastis dan mengeras apabila dipanaskan karena tejadi reaksi polymerisasi adisi antara polymer dan monomer (Combe, 1992). 2.4.1
Macam-macam akrilik Berdasarkan polimerisasinya, resin acrylic dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Heat cured acrilik resin, komposisinya terdiri dari dua kemasan yaitu: a. Polymer (bubuk) yang terdiri dari polimetil metakrilat, butil metakrilat, benzoil peroksida dan dibutil pthalat b. Monomer (cairan) yang terdiri dali metil metakrilat, hidrokinon, dibutil pthalat dan etilen glikol dimetakrilat (Combe, 1992). 2. Self cured akrilik komposisi serupa dengan bahan heat cured acrylic, kecuali bahwa cairannya mengandung bahan activator seperti dimethyl-ptoluidine. Perbandingan bahan akrilik heat cured dengan bahan akrilik self cured sebagai berikut : a. Berbeda dalam metode aktivasinya. b. Komposisinya sama tapi pada bahan self cured cairannya mengandung bahan activator seperti dimethyl paratoluidin. c. Porositas bahan self cured lebih daripada bahan heat cured, meskipun tidak mudah dilihat pada resin yang diberi pigmen. Hal ini disebabkan 44
oleh karena terlarutnya udara dalam monomer yang tidak larut dalam polimer pada suhu kamar. d. Secara umum bahan self cured mempunyai berat molekul yang lebih rendah dan mengandung lebih banyak sisa monomer, yaitu sekitar 25%. e. Bahan self cured tidak sekuat heat cured; transverse strength bahan ini kira-kira 80% dari bahan heat cured. Ini mungkin berkaitan dengan berat molekulnya yang lebih rendah. f. Mengenai sifat-sifat rheologinya; bahan heat cured lebih baik dari self cured karena bahan self cured menunjukkan distorsi yang lebih besar dalam pemakaian. Pada pengukuran creep bahan poly (polymethyl methacrylate), polimer heat cured mempunyai deformasi awal yang lebih kecil, juga lebih sedikit creep, dan lebih cepat kembali dibandingkan dengan bahan self cured. g. Stabilitas warna bahan self cured jelek, bila dipakai activator amina tertier dapat terjadi penguningan setelah beberapa lama. (Combe, 1992).
2.4.2
Syarat-syarat akrilik Syarat-syarat dibutuhkan resin akrilik adalah sebagai berikut:
1. Tidak toxis dan tidak mengiritasi. 2. Tidak terpengaruh cairan rongga mulut. 3. Mempunyai modulus elastisitas tinggi sehingga cukup kaku pada bagian yang tipis. 4. Mempunyai proporsional limits yang tinggi, sehingga jika terkena stress tidaak mudah mengalami perubahan bentuk yang permanent. 5. Mempunyai kekuatan impact tinggi sehingga tidak mudah patah atau pecah jika terbentur atau jatuh. 6. Mempunyai fatigue strength tinggi sehinnga acrylic dapat dipakai sebagai bahan restorai yang cukup lama. 7. Keras dan memiliki daya tahan yang baik terhadap abrasi.
45
8. Estetis cukup baik, hendaknya transparan atau translusen dan mudah dipigmen. Warna yang diperoleh hendaknya tidak luntur. 9. Radio-opacity, memungkinkan bahan dapat dideteksi dengann sinar x jika tertelan. 10.
Mudah direparasi jika patah
11.Mempunyai densitas rendah untuk memudahkan retensinya di dalam mulut. 12. 2.4.3
Mudah dibersihkan (Combe,1992).
Sifat-sifat fisik akrilik
1. Hardness sebesar 16-22 KHN yang artinya acrylic mudah terkikis dan tergores. 2. Thermal
conductivity
resin
acrylic
rendah
dibandingkan
logam.
Penghantaran panasnya sebesar 5,7x10-4/detik/cm/0C/cm2 3. Acrylic mengalami pengerutan waktu polimerisasi dan pendinginan. Pengerutan liniernya sebesar 0,47-0,56%. 4. Acrylic tidak larut dalam pelarut asam, basa lemah, dan pelarut organic, tetapi larut dalam keton dan ester. 5. Adhesi acrylic terhadap logam rendah sehingga perlu suatu ikatan mekanis seperti undercut atau permukaan yang kasar. 6. Acrylic menyerap air sebesar 0,45 mg/cm2 yang bias menyebabkan ekspansi linier. 7. Sifat estetika cukup baik karena dapat diberi warna sesuai kebutuhan. 8. Acrylic tidak mempunyai warna serta bau serta tidak menimbulkan gejala alergi sehingga jaringan mulut dapat menerima dengan baik. 9. Acrylic mempunyai sifat cold flow, yaitu apabila acrylic mendapat beban atau tekanan terus menerus dan kemudian ditiadakan, maka akan berubah bentuk secara permanen. 10.
Retak (crazing), dapat timbul retak retak di permukaan akrilik. Hal
ini bisa disebabkan tensile stress yang menyebabkan terpisahnya molekul molekul polimer (Combe,1992).
46
BAB III CONCEPTUAL MAPPING
Akrilik
Material Cetak KG
Elastik
Irreversible (Alginat)
Non-elastik
Reversible (Agar)
Irreversible (Gips dan ZnOE)
Reversible (Wax dan Compound)
Sifat Akrilik Sifat Bahan
Jenis Bahan
Komposisi Bahan
Manipulasi Bahan
Komposisi Akrilik
Manipulasi Akrilik
Pengaplikasian KG
Reparasi
Jembatan
Inlay
Jenis Akrilik
GTS
47
GTL
Dsb.
BAB IV PEMBAHASAN Bahan cetak merupakan bahan yang digunakan untuk membuat tiruan negatif dari rongga mulut, sehingga selanjutnya dapat dibuat model gigi darinya. Untuk menghasilkan hasil cetakan yang akurat, bahan yang digunakan untuk membuat tiruan dari jaringan intraoral dan ekstraoral harus memiliki beberapa kriteria, yaitu: Bahan tersebut harus cukup air untuk beradaptasi dengan jaringan mulut serta cukup kental ntuk berada dalam sendok cetak yang menghantar bahan cetak ke mulut. Selama di mulut bahan tersebut harus berubah (mengeras) menjadi bahan padat menyerupai karet dalam waktu tertentu, idealnya waktu pengeraan total harus kurang dari 7 menit. Akhirnya cetakan yang mengeras harus tidak berubah atau robek ketika dikeluarkan dari mulut dan dimensi bahan harus tetap stabil sehinggga bahan cor dapat dituang. (Anusavice, 2003). Bahan cetak yang dipakai dalam kedoktaran gigi dibagi menjadi 2 macam yaitu berdasar pada cara bahan tersebut mengeras yaitu reversible dimana bahan cetak tersebut dapat diubah kembali ke keadaan semula seperti agar, dan kompon. Dan irreversibel dimana bahan tersebut tidak dapat kembali ke keadaan semula seperti plaster of paris, alginat, elastomer, dan plaster of paris. Lalu pengklasifikasian lain adalah menurut elastisitas nya dibagi menjadi, bahan cetak elastik seperti hidrokoloid dan elastomer, serta bahan cetak non-elastik seperti pasta cetak OSE dan plaster of paris (Anusavice , 2004). Bahan cetak mempunyai sifat fisik yaitu memiliki creep atau aliran yang bergantung waktu dari suatu bahan di bawah tekanan konstan, dan viskositas atau kekentalan. Sifat mekanik bahan cetak yaitu flow, elastisitas, fleksibilitas dan daya tahan terhadap energi sobek. Sifat biologinya adalah semua bahan cetak harus tidak toksik atau menimbulkan iritasi bagi pasien (Sugiarto, 2009). Wax atau malam adalah suatu campuran dari beberapa macam bahan organik dengan berat molekul dan kekuatan rendah serta mempunyai sifat thermoplastik. Pertama kali digunakan di bidang kedokteran gigi untuk pencatatan cetakan rahang tak bergigi, dll. Konstitusi dasar malam yang dipergunakan di kedokteran Gigi berasal dari tiga sumber utama, yaitu mineral, seperti malam paraffin, 48
serangga, seperti malam beeswax,
tumbuhan, seperti malam ceresin dan
carnauba. Sifat malam adalah Jika lunak malam harus merata, warnanya harus kontras dengan bahan die, tidak boleh terkelupas atau terjadi kekerasan permukaan yang serupa ketika malam dibengkokkan dan dibentuk sesudah dilunakan, penghilangan malam akan meninggalkan residu jadi malam harus dibakar habis, dan memiliki kestabilan dimensi yang baik (Sugiarto, 2009). Mineral Gipsum merupakan salah satu mineral alam dan juga dapat dihasilkan oleh proses industri kimia. Dalam bidang kedokteran gigi gipsum digunakan untuk keperluan laboratorium dental, misal dalam pembuatan cast dan die. kekuatan kompresi , kekuatan tarik, kekerasan dan ketahanan abrasi, produksi detail permukaan yang baik (Sugiarto, 2009). Dalam praktek kedokteran gigi seorang dokter harus dapat memilih bahan apa yang akan digunakan untuk pasiennya. Seperti pemilihan bahan cetak, stone yang digunakan. Pemilihan bahan ini disesuaikan dengan kasus dan kebutuhan akan penggunaannya seperti penggunaan elastomer polisulfida untuk cetak detail maksimal dalam pembuatan inlay dll, keadaan dan keinginan pasien (Sugiarto, 2009).
49
BAB V PENUTUP 2.5 Kesimpulan Material cetak dalam kedokteran gigi
berfungsi untuk membuat
duplikasi/replika akurat jaringan keras dan jaringan lunak mulut. Material cetak memiliki macam-macam dan syarat bahan cetak yang digunakan untuk membuat tiruan negatif dari rongga mulut, sehingga selanjutnya dapat dibuat model gigi tiruan yang diaplikasikan pada kedokteran gigi. 5.2 Saran Bagi mahasiswa kedokteran gigi sebaiknya dalam pengaplikasian bahan cetak harus memenuhi syarat dan prosedur manipulasi yang benar sehingga dalam pengaplikasiannya mendapatkan hasil cetakan yang dinginkan.
50
DAFTAR PUSTAKA Anusavice, Kenneth. 2004. Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Jakarta:EGC. Combe, E. C. 1992. Sari Dental Material. Jakarta: Balai pustaka Craig, Robert G. 2004. Dental Materials:Properties and Manipulation. Missousi: Elsevier Dorlan, Neuman.2010.Kamus Kedokteran Dorlan Edisi:31. Jakarta:EGC Irnawati, Dyah. 2009. Material Cetak. Yogyakarta: FKG UGM. Irnawati, Dyah. 2009. Wax. Yogyakarta: FKG UGM. Noort, Richard. 2002. Introduction to Dental Material, 2d Edition. Elsevier Health Sciences. ISBN 0723432155 Novertasari. 2010. Komposisi Bahan Cetak. Jakarta: EGC. Renaldi. 2009. Sifat Bahan Cetak. Yogyakarta : Erlanga. Sugiarto, dkk. 2009. Sifat Material Dental. Yogyakargta : Graha Ilmu. William J,O’Brien. 2002. Dental Materials and Their Selection. Third Edition. Quintessence Pubhlishing.
51