BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Konsep Dasar Penyakit
A. Definisi
Hepatitis adalah infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis
dan inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan
klinis, biokimia serta seluler yang khas. (Smeltzer, 2001)
B. Epidemiologi
Kita mengenal beberapa macam hepatitis akut, dari hepatitis A
sampai dengan C. Berhubungan dengan cepatnya perkembangan teknologi
kedokteran terutama dibidang molekuler, dapat dipastikan bahwa akibat
hepatitis akan segera bertambah. Hepatitis menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang penting bukan hanya di Amerika tetapi di seluruh
dunia. Lebih dari 60.000 kasus dilaporkan ke pusat pengawasan
kesehatan di Amerika dan setiap tahun jumlahnya secara bertahap.
Walaupun mortilitas dari hepatitis virus relative rendah,
morbiditas dan kerugian ekonomi yang besar dihubungkan dengan penyakit
ini 60-90% dari kasus hepatitis virus diperkirakan berlangsung tanpa
dilaporkan. Keadaan kasus subklinis, ketidakberhasilan untuk mengenali
kasus yang ringan dan kesalahan diagnosis diperkirakan turut menjadi
penyebab pelaporan yang kurang lebih 50% orang dewasa di Amerika telah
memiliki antibodi terhadap virus hepatitis. Banyak orang tidak dapat
mengingat kembali kejadian sebelumnya yang memperlihatkan gejala
hepatitis (Brunner dkk, 2002).
C. Penyebab
1. Virus
a. Hepatitis A (HAV)
Dahulu disebut hepatitis infeksiosa. Penyakit ditularkan terutama
melalui kontaminasi oral-fekal akibat higiene yang buruk atau
makanan yang tercemar. Waktu antara pajanan dan awitan gejala
untuk HAV adalah 4 dan 6 minggu
b. Hepatitis B (HBV)
Kadang-kadang disebut Hepatitis serum. Penyakit ini bersifat
serius dan biasanya menular melalui kontak dengan darah yang
mengandung virus. Penyakit ini juga ditularkan melalui hubungan
kelamin dan dapat ditemukan di dalam semen dan dalam cairan tubuh
lainnya. HBV memiliki masa tunas yang lama antara 1 dan 7 bulan
dengan awitan rerata 1-2 bulan
c. Hepatitis C (HCV)
Dahulu disebut hepatits non A dan non B yang ditularkan melalui
suplai darah komersial. HCV ditularkan dengan cara yang sama
seperti HBV, tetapi terutama melalui transfusi darah.
d. Hepatitis D (HDV)
Disebut hepatitis Delta. Virus ini melakukan koinfeksi dengan HBV
sehingga infeksi HBV bertambah parah.
e. Hepatitis E (HEV)
Hepatitis virus yang terutama ditularkan melalui ingesti air yang
tercemar.
2. Bakteri
Beberapa bakteri yang menimbulkan hepatitis antaranya
Salmonellatipy dan Pneumokokkus
3. Obat-obatan yang bersifat hepatotoksik
Obat-obatan yang dapat menyebabkan kerusakan langsung terhadap sel-
sel hati adalah tetrasiklin, parasetamol, karbon tetrakhloride,
isoniazid, methyldopa, methotreksate, halothane
Sedangkan obat-obatan yang menyebabkan kelainan hati berdasarkan
reaksi hipersensitifitas diantaranya: chlorpromazine, phanothazin,
sulphonamide, nitrofurantin, erythromycin estolat, obat-obatan anti
hyroid, diphenyl hidantoin, phenylbutazon.
D. Patofisologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan
oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan
bahan- bahan kimia. Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan
unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri. Seiring dengan
berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu.
Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini
menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat
masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh
respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat.
Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalami hepatitis sembuh
dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar, karena invasi virus akan menyebabkan
peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu
timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini
dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun
jumlah bilirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati
tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli
empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan bilirubin
tersebut di dalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal
konjugasi. Akibatnya bilirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui
duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel
ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami
konjugasi (bilirubin indirek). Jadi ikterus yang timbul disini
terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan
ekskresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja
tampak pucat (abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air,
maka bilirubin dapat diekskresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan
bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin
terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah
yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. (Price, 1999)
E. Klasifikasi
a. Hepatitis A
Seringkali infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak menimbulkan
gejala, sedangkan pada orang dewasa menyebabkan gejala mirip flu,
rasa lelah, demam, diare, mual, nyeri perut, mata kuning dan
hilangnya nafsu makan. Gejala hilang sama sekali setelah 6-12
minggu. Orang yang terinfeksi hepatitis A akan kebal terhadap
penyakit tersebut. Berbeda dengan hepatitis B dan C, infeksi
hepatitis A tidak berlanjut ke hepatitis kronik.
Masa inkubasi 30 hari. Penularan melalui makanan atau minuman yang
terkontaminasi feces pasien, misalnya makan buah-buahan, sayur yang
tidak dimasak atau makan kerang yang setengah matang, minum dengan
es batu yang prosesnya terkontaminasi.
Saat ini sudah ada vakin hepatitis A, memberikan kekebalan selama 4
minggu setelah suntikan pertama, untuk kekebalan yang panjang
diperlukan suntikan vaksin beberapa kali. Pecandu narkotika dan
hubungan seks anal, termasuk homoseks merupakan resiko tinggi
tertular hepatitis A.
b. Hepatitis B
Gejala mirip hepatitis A, yaitu hilangnya nafsu makan, mual,
muntah, rasa lelah, mata kuning dan muntah serta demam. Penularan
dapat melalui jarum suntik atau pisau yang terkontaminasi, tranfusi
darah dan gigitan manusia. Pengobatan dengan interferon alfa-2b dan
lamivudine, serta immunoglobulin yang mengandung antibodi terhadap
hepatitis-B yang diberikan 14 hari setelah paparan.
Vaksin hepatitis B yang aman dan efektif sudah tersedia sejak
beberapa tahun yang lalu. Yang merupakan resiko tertular hepatitis
B adalah pecandu narkotika, orang yang mempunyai banyak pasangan
seksual.
c. Hepatitis C
Hepatitis C mencakup sekitar 20% dari semua kasus hepatitis viral
dan paling sering ditularkan melalui yang ditransfusi dari donor
asimtomatik, berbagi jarum dengan pengguna obat intra vena dan
cairan tubuh atau didapat dari tattoo.
d. Hepatitis D
Hepatitis D Virus (HDV) atau virus delta adalah virus yang unik,
yang tidak lengkap dan untuk replikasi memerlukan keberadaan virus
hepatitis B. Penularan melalui hubungan seksual, jarum suntik dan
tranfusi darah. Gejala penyakit hepatitis D bervariasai, dapat
muncul sebagai gejala yang ringan (ko-infeksi) atau amat progresif.
e. Hepatitis E
Gejala mirip hepatitis A, demam pegel linu, lelah, hilang nafsu
makan dan sakit perut. Penyakit yang akan sembuh sendiri (self-
limited), kecuali bila terjadi pada kehamilan khususnya trimester
ketiga dapat mematikan. Penularan melalui air yang terkontaminasi
feces.
f. Hepatitis F
Baru ada sedikit kasus yang dilaporkan. Saat ini para pakar belum
sepakat hepatitis F merupakan penyakit hepatitis yang terpisah.
g. Hepatitis G
Gejala serupa hepatitis C, seringkali infeksi bersamaan dengan
hepatitis B atau C. Tidak menyebabkan hepatitis fulminant ataupun
hepatitis kronik. Penularan melalui transfusi darah jarum.
Hepatitis B, dapat terjadi tanpa gejala, namun dapat juga terjadi
artalgia dan ruam pada kulit.
F. Gejala Klinis
1. Stadium pra ikterik
Berlangsung selama 4-7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah,
anoreksia, mual, muntah, nyeri otot, dan nyeri di perut kanan atas.
Urin menjadi lebih coklat.
2. Stadium Ikterik
Berlangsung selama 3-6 minggu. Ikterus mula-mula terlihat pada
sklera, kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan-keluhan berkurang
tetapi pasien masih lemah, anoreksis dan muntah. Tinja mungkin
berwarna kelabu atau kuning muda. Hati membesar dan nyeri tekan.
3. Stadium pasca ikterik
Ikterus mereda, warna urin dan tinja menjadi normal kembali.
G. Pemeriksaan Fisik
Difokuskan pada bagian yang terganggu :
a. Mata
Inspeksi : lihat perubahan sclera icterus
b. Kulit
Inspeksi : lihat perubahan kulit icterus
c. Abdomen
Inspeksi : apakah ada perubahan warna kulit dan luka
Perkusi : apakah ada massa
Palpasi : apakah ada pembesaran hepar dan nyeri tekan
Auskultasi : untuk mengetahui peristaltik usus
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Tes fungsi hati seperti :
- AST (SGOT)/ ALT (SGPT): awalnya meningkat dapat meningkat 1-2
minggu sebelum ikterik kemusian tampak menurun
- Alkali Fospatase: agak meningkat (kecuali ada kolestasis berat)
- Bilirubin serum : diatas 2,5 mg/100ml (bila diatas 200 mg/ml
prognosis buruk mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis
seluler)
b. Darah Lengkap: SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM
(gangguan enzim hati)
c. Leukemia: trombositopenia mungkin ada (splenomegali)
d. Feses: warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
e. Albumin serum menurun
f. Anti-HAVlgM: positif pada tipe A
g. HbsAG: dapat positif (tipe B) atau negativ (tipe A)
h. Urinalisa: peninggian kadar bilirubin, protein/hematuria dapat
terjadi
i. Tes ekskresi BSP: kadar darah meningkat
j. Radiologi
- Foto polos abdomen : menunjukan densitas kalsifikasi pada
kandung empedu, pankreas, hati juga dapat menimbulkan
splenomegaly.
- Scan hati: membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan
parenkim.
k. Pemeriksaan Tambahan
- Biopsi hati: menunjukkan diagnosis dan luasnya nekrosis
I. Diagnosis
J. Therapy/Tindakan Penanganan
1. Pengobatan hepatitis virus terutama bersifat suportif, misalnya
istirahat sesuai kebutuhan.
2. Pasien yang menderita hepatitis harus menghindari konsumsi alcohol.
Alkohol memperburuk stadium dan mempercepat perburukan HBV dan
khususnya HCV. Pemakaian alcohol pada pasien yang menderita HCV
meningkatkan risiko terjadinya karsinoma hepatoselular dan menurunkan
respons terhadap pengobatan.
3. Penderita hepatitis harus mendapatkan penyuluhan mengenai cara
penularan kepada mitra seksual dan anggota keluarga.
4. Terapi obat bagi individu yang terinfeksi biasanya dilakukan secara
bertahap untuk infeksi kronis. Suntikan biasanya diberikan 3 kali
seminggu selama minimal 3 bulan. Keefektifan IFN-α untuk kedua infeksi
tersebut bervariasi. Bahkan pada individu yang memperlihatkan
perbaikan enzim hati setelah pengobatan, efek obat ini hanya
sementara. Dengan obat ini, HBV menetap yang dijumpai pada sekitar 30%
paien, sementara hilangnya HCV dalam jangka waktu lama yang jarang
sekali terjadi. Interferon umumnya dikontraindikasikan bagi penderita
yang penyakit hati yang berada pada stadium sangat lanjut. Selain itu
interferon dihubungkan dengan efek samping yang signifikan, termasuk
mialgia, demam, trombositopenia, dan depresi. Muncul nya efek samping
tersebut menyebabkan banyak pasien yang tidak diindikasikan untuk
pengobatan ini dan pengobatan dihentikan sejaki awal untuk pasien
tertentu.
5. Analog nukleotida yang secara selektif bekerja pada enzim reverse
transcriptase virus menjadi obat penting bagi hepatitis kronis. Obat-
obat ini awalnya dibuat dan digunakan untuk pasien pengidap HIV
sekaligus membantu sejumlah besar pasien yang terserang HIV sekaligus
hepatitis virus. Tingkat respons terhadap obat-obat golongan ini
tinggi., sehingga sering dijadikan obat pilihan pertama bagi pasien.
6. Terapi kombinasi interferon termodifikasi dengan analog nukleotida
adalah pengobatan yang paling berhasil untuk saat ini. Interferon
termodifikasi, disebut interferon pegilase atau peginterferon,
mempunyai paruh waktu lebih lama dibanding IFN-α dan tidak membutuhkan
pengukuran dosis berulang. Terapi kombinasi biayanya mahal dan efek
samping nya menyakitkan, sama dengan interferon pendahulunya.
7. Kerabat penderita hepatitis ditawarkan untuk menerima gammaglobulin
murni yang spesifik terhadap HAV dan HBV, yang dapat memberikan
imunitas pasif terhadap infeksi.Imunitas ini bersifat hanya sementara.
8. Tersedia juga vaksin HBV. Karena sifat virus ini sangat menular dan
berpotensi menyebabkan kematian, semua individu yang termasuk para
petugas kesehatan atau individu yang terpajan ke produk darah sangat
dianjurkan selain itu, vaksin ini ditujukan untuk individu yang
berisiko tinggi terkena penyakit tersebut termasuk kaum homoseks atau
heteroseksual yang aktif secara seksual dan berganti-ganti pasangan.
Tidak ada efek samping bermakna yang dijumpai setelah pemberian
imunisasi HBV.
9. Vaksinasi HBV pada bayi setelah bayi baru lahir.(Corwin, E.J, 2009)
K. Komplikasi
1. Edema serebral, gagal ginjal, gangguan elektrolit, gangguan
pernafasan, hipoglikemia, hipotensi dan sepsis
2. Sindroma Guilain Baire
3. Hepatitis kronik persisten
4. Hepatitis agresif
5. Perkembangan karsinoma hepatoseluler
2. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Fokus pengkajian pada pasien dengan Hepatitis adalah sebagai berikut:
a. Keluhan utama pasien.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Yang dikaji meliputi apakah pasien pernah menderita penyakit ini
sebelumnya,
pernah masuk rumah sakit, riwayat opname, riwayat alergi.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Yang dikaji meliputi apakah di dalam anggota keluarga ada yang
menderita penyakit yang sama, menderita penyakit menurun, lingkungan
dan sanitasi baik atau buruk.
d. Pola sirkulasi
Yang dikaji meliputi adanya bradikardia, ikterik pada sclera dan
membran mukosa
e. Nutrisi
Yang perlu dikaji pada pasien hepatitis antara lain apakah ada
anoreksia, berat badan menurun, mual muntah, peningkatan oedema,
kaji adanya asites.
f. Eliminasi
Yang perlu dikaji pada pasien hepatitis antara lain pola BAB yaitu
apakah terjadi diare, warna feses yang menyerupai dempul, melena.
Pola BAK antara lain frekuensi, konsistensi, urine berwarna gelap
atau seperti air teh pekat.
g. Aktifitas
Yang dikaji pada pasien hepatitis adalah mengenai kelelahan,
kelemahan dan malaise.
h. Rasa aman dan nyaman
Yang dikaji meliputi nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan atas,
kram abdomen, mialgia, atralgia, gatal/pruritus.
i. Pola seksualitas
Pola hidup/perilaku meningkatkan resiko terpajan.
j. Pemeriksaan fisik head to toe
k. Pemeriksaan Laboratorium
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah.
2. Kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan perubahan
turgor.
3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis
pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena
porta.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan malnutrisi.
5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites.
6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pemahaman terhadap
sumber-sumber informasi.
7. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.
8. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
C. Intervensi
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah.
Tujuan dan kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
masalah klien dapat teratasi sesuai kriteria hasil yaitu menunjukkan
peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium
normal dan bebas dari tanda-tanda nutrisi
Intervensi:
1) Kaji adanya alergi makanan.
Rasional: alergi dapat berakibat fatal bagi klien
2) Awasi pemasukan diet/jumlah kalori, tawarkan makan sedikit tapi
sering
Rasional: adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran
gastrointestinal dan menurunkan kapasitasnya.
3) Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah
makan.
Rasional: akumulasi partikel makanan di mulut dapat menyebabkan bau
dan rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan.
4) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang pemberian diet yang tepat.
Rasional: merencanakan diet dengan tepat.
5) Timbang berat badan pasien
Rasionalnya: mengetahui ada tidaknya penurunan badan pasien.
2. Kerusakan intergritas jaringan berhubungan dengan
perubahan turgor.
Tujuan dan Kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
masalah klien teratasi sesuai dengan kriteria hasil yaitu keutuhan
jaringan kulit, penurunan pruritus.
Intervensi:
1) Jaga kebersihan pasien agar tetap bersih dan kering
Rasional: kulit yang kotor dan lembab sarana efektik untuk
perkembangbiakan bakteri.
2) Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali.
Rasional: menghindari area penekanan pada tubuh tertentu
3) Oleskan lotion pada tubuh yang tertekan.
Rasional: menjaga agar kulit tidak kering dan bersisik
3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis.
Tujuan dan Kriteria Hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
masalah klien teratasi sesuai criteria hasil yaitu skala nyeri
berkurang/tidak ada, pasien tampak lebih rileks, pasien merasa lebih
nyaman.
Intervensi:
1) Kaji karakteristik nyeri.
Rasional: untuk mengetahui hal-hal yang mencetuskan nyeri, kualitas
nyeri, area nyeri, waktu dan frekuensi nyeri.
2) Beri posisi sesuai kenyamanan pasien.
Rasional: posisi yang nyaman akan membuat klien merasa lebih rileks.
3) Ajarkan teknik distraksi relaksasi.
Rasional: suatu teknik untuk pengalihan rasa nyeri, sehingga nyeri
akan terabaikan.
4) Kolaborasikan dengan dokter tentang penggunaan analgetik yang tak
mengandung hepatotoksik.
Rasional: kemungkinan nyeri yang tidak bisa diatasi dengan teknik
pengurang nyeri
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan malnutrisi.
Tujuan dan Kriteria Hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
masalah klien teratasi sesuai kriteria hasil yaitu: tidak ada tanda-
tanda infeksi, suhu tubuh dalam rentang normal 36,5-37,5ºC
Intervensi:
1) Kaji adanya tanda-tanda infeksi
Rasional: untuk mengetahui secara dini adanya tanda-tanda infeksi
sehingga dapat segera diberikan tindakan yang tepat.
2) Ajarkan teknik pencucian tangan dengan benar.
Rasional: menghindari risiko penyebab infeksi.
3) Pertahankan teknik aseptik
Rasional: untuk menghindari kontaminasi dengan kuman penyebab infeksi.
4) Kolaborasikan pemberian antibiotik
Rasional: menghambat perkembangan kuman sehingga tidak terjadi
infeksi.
5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites
Tujuan dan kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
masalah klien teratasi sesuai dengan criteria hasil yaitu menunjukkan
volume cairan stabil dengan keseimbangan pemasukan dan pengeluaran, BB
stabil, dan tidak ada edema.
Intervensi:
1) Awasi input dan output cairan
Rasional: menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya perpindahan
cairan dan respons terhadap terapi.
2) Observasi tanda-tanda vital.
Rasional: untuk mengetahui peningkatan TTV terutama tekanan darah
biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan.
3) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan dan obat
Rasional: membantu proses penyembuhan.
6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pehamanan terhadap
sumber-sumber informasi.
Tujuan dan kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
masalah klien teratasi sesuai dengan kriteria hasil klien dan keluarga
mengetahui tentang penyakitnya.
Intervensi:
1) Kaji tingkat pendidikan pasien
Rasional: mengetahui tingkat pendidikan pasien dan keluarga sehingga
dapat melakukan pendidikan kesehatan sesuai dengan tingkat
pendidikannya.
2) Kaji tingkat pengetahuan pasien
Rasional: mengetahui sejauh mana pasien mengetahui tentang penyakitnya
meliputi pengertiannya, penyebabnya, perawatannya.
3) Berikan pendidikan kesehatan
Rasional: memberikan pengetahuan kepada pasien.
7. Hipertermi berhubungan dengan penyakit
Tujuan dan kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan,
masalah klien teratasi sesuai dengan kriteria hasil: suhu kulit dalam
batas normal 36,5-37,5 tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Intervensi:
1) Pantau dehidrasi
Rasional: mendeteksi secara dini adanya tanda-tanda dehidrasi sehingga
dapat segera dilakukan tindakan supaya pasien tidak kekurangan cairan.
2) Pantau tekanan darah, nadi, suhu.
Rasional: untuk mengetahui perubahan respon autonomi pasien.
3) Pantau suhu minimal setiap 2 jam atau sesuai kebutuhan
Rasional: untuk memantau kenaikan atau penurunan suhu pasien.
4) Gunakan kompres
Rasional: untuk membantu dalam penurunan suhu pasien
5) Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional: terapi untuk penyembuhan pasien.
8. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
Tujuan dan kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
masalah klien teratasi sesuai dengan kriteria hasil: pasien menerima
pemenuhan kebutuhan ADL baik dari perawat maupun keluarga, tidak ada
bau badan, mulut dan gigi bersih, badan bersih
Intervensi:
1) Kaji kemampuan pasien dalam menggunakan alat bantu.
Rasional: mengetahui seberapa jauh kemampuan pasien dalam penggunaan
alat bantu
2) Ajarkan ke keluarga dan pasien tentang teknik mobilisasi dan
ambulasi
Rasional: memandirikan keluarga dalam teknik perpindahan pasien secara
aman.
3) Penuhi kebutuhan ADL pasien.
Rasional: memenuhi kebutuhan dasar pasien