17
BAB II
KAJIAN LITERATUR
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah penelusuran terhadap penelitian karya-karya ilmiah yang relevan dengan permasalahan yang dibahas sebelumnya dan dijadikan sebagai bahan kajian karya ilmiah selanjutnya dengan memiliki permasalahan yang sama atau hampir sama dengan penelitian yang akan dilakukan.
Tabel. II. 1 Penelelitian Terdahulu
PENULIS
Tito Tri Ramdhani, Intitut Perbanas Jakarta (2010)
Wulan Clara kartini, Universitas Indonesia (2012)
Larmanto, Universitas Sebelas Maret Surakarta (2008)
JUDUL PENELITIAN
"ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PBB DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENERIMAAN DAERAH DI KOTA BEKASI"
"ANALISIS IMPLEMENTASI PENDAERAHAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) (STUDI KOMPARASI PADA KOTA DEPOK DAN KOTA BEKASI)
" IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) DI KECAMATAN JATEN KABUPATEN KARANGANYAR"
TUJUAN PENILITIAN
Untuk menganalisa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di kota Bekasi.
Untuk mengetahui apakah variabel-variabel tersebut dapat secara bersama-sama mempengaruhi penerimaan PBB di kota Bekasi.
Untuk mengetahui pengaruh penerimaan PBB terhadap pembangunan di Kota Bekasi.
Menganalisis implementasi pendaerahan BPHTB pada kota depok
Menganalisis implementasi pendaerahan BPHTB pada kota bekasi
Menjelaskan faktor yang mempengaruhi perbedaan dalam implementasi pendaerahan BPHTB di kota depok
Untuk mengetahui proses implementasi pemungutan PBB di kecamatan jaten Kabupaten Karanganyar
Untuk mengetahui faktor penghambat dan faktor pendukung dalam implementasi kebijakan pemungutan PBB
PENDEKATAN PENELITIAN
Deskriptif kualitatif
Deskriptif kualitatif
Deskriptif kualitatif
HASIL PENELITIAN
Penelitian atas faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan PBB masih dapat dibahas secara luas. Dan pembahasan ini masih bisa diperluas.
Dengan adanya penelitian mengenai penerimaan pajak diharapkan dapat memberikan semangat dalam mengontrol penerimaan PBB dikota Bekasi agar tiap terjadi peningkatan dalam penerimaan PBB.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih menyeluruh mengenai penerimaan PBB, maka sebaiknya diusahakan memasukan dimensi-dimensi penerimaan PBB yang meliputi pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pengambilan suatu kebijakan yang mendukung agar mendapatkan hasil yang kompleks atas variabel penerimaan PBB didalam penelitian selanjutnya.
Dalam pelaksanaan pemungutan PBB dan BPHTB dikota bekasi mengalami berbagai kendala antara lain, penyediaan SDM yang mana dari awal pelaksanaan pemungutan BPHTB saat ini berjumlah 12 Orang PNS, Jumlah ini masih difokuskan dalam mengelola BPHTB, karena pemerintah Kota Bekasi belum melaksanakan pemungutan PBB
Penyediaan sarana & Prasarana berupa gedung tempat pelayanan, server, komputer, printer, yang sudah online ke bank persepsi
Masih adanya keterlambatan dan kesalahan dalam SPPT yang dikeluarkan KP PBB mengakibatkanketerlambatan dan permasalahan petugas pemungut dilapangan
Belum ada Shock-therapy sanksi berat yang diterapkan terhadap Wajib pajak yang tidak membayar PBB mengakibatkan tidak adanya rasa takut bagi wajib pajak yang menolak membayar PBB
Jumlah petugas insentifikasi di tingkat kecamatan jaten yang memiliki target PBB tertinggi diwilayah kabupaten karanganyar, diprlakukan sama dengan kecamatan lainnya tanpa melihat besaran target yang menjadi tanggung jawabnya
Kepatuhan aparat pelaksana dalam hal ini petugas pemungut PBB masih kurang hal ini ditandai dengan masih adanya petugas pemungut yang menggunakan dana PBB untuk keperluan pribadinya
Berdasarkan penelitian terdahulu diatas, yang membedakan dari penelitian ini adalah Analisis pengawasan pemungutan PBB P2 dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kota Bekasi tahun 2014-2015
2.2 Kajian Pustaka
Berikut penulis uraikan kajian literature yang penulis gunakan sebagai latar belakang informasi mengenai teori dan konsep yang akan penulis bahas dalam bab berikutnya.
Pengertian Administrasi
Secara etimologis administrasi berasal dari kata latin, yaitu "ad" dan "ministratie" yang berarti melaksanakan, menerapkan dan juga mengendalikan. Dalam bahasa belanda dikenal dengan istilah "administratie" yang disamakan dengan pengertian administrasi secara sempit.
Pengertian administrasi menurut Simon (Pandiangan, 2014:42) adalah "kegiatan kelompok yang mengadakan kerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Tujuan tersebut tergantung pada apa fokus yang dituju."
Menurut Ali (2011:19) mengemukakan bahwa Administrasi adalah mengurus, mengatur, mengelola maka semuanya mengandung maksud adanya keteratuan dan pengaturan sebab yang menjadi sasaran dari pengusaan, pengelolaan dan apalagi pengaturan adalah terciptanya keteraturan dalam susunan dan pengaturan dinamikanya.
Pengertian Administrasi Pajak
Administrasi Pajak menurut Rahman (2010:183) adalah Pentatausahaan dan pelayanan terhadap kewajiban-kewajiban dan hak-hak Wajib Pajak, baik pentatausahaan dan pelayanan yang dilakukan dikantor fiskus maupun kantor wajib pajak. Yang termasuk dalam kegiatan pentatausahaan (clerical works)adalah: pencatatan (recording), penggolongan (classifiying), penyimpangan (filling), pelayanan (serving), menghitung dan memperkirakan (assessing), memeriksa (auditing), menagih (collecting).
Administrasi pajak dalam arti sempit menurut Nurmantu (2005: 7) adalah Administrasi pajak ialah pentatausahaan dan pelayanan terhadap kewajiban-kewajiban dan hak-hak wajib pajak, baik pentatausahaan dan pelayanan tersebut dilakukan dikantor fiskus maupun dikantor wajib pajak
Sedangkan dalam arti luas administrasi pajak adalah:
Fungsi
Administrasi pajak sebagai fungsi meliputi fungsi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan.
Sistem
Administrasi pajak sebagai suatu sistem adalah seperangkat unsur yang saling berkaitan yang berfungsi bersama-sama untuk mancapai tujuan atau menyelesaikan suatu tugas tertentu.
Lembaga
Administrasi pajak dapat dilihat sebagai suatu lembaga yaitu sebagai salah satu Direktorat Jenderal Pajak pada Departemen Keuangan Republik Indonesia, yaitu terwujud pada adanya kantor-kantor mulai dari Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jakarta, Kantor-kantor Wilayah, Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan, Kantor Pemeriksaan dan penyidikan Pajak (Rahman, 2010: 183).
Pengertian Administrasi Publik
Menurut Chandler dan Plano (1988 : 29 ) :
Administrasi publik adalah suatu proses dimana sumberdaya dan personal publik di organisir dan dikoordinasikan untuk memformulasikan mengimplementasikan, dan mengelola keputusan dan kebijakan publik. Disini mereka juga menjelaskan bahwa administrasi publik merupakan seni dan ilmu (art and science) yang ditujukan untuk mengatur kebijakan public untuk memecahkan permasalahan publik yang terjadi dalam suatu organisasi atau yang lainya.
Menurut Dwight Waldo (Pasolong, 2012:56)
"Administrasi publik adalah manajemen dan organisasi dari manusia-manusia dan peralatannya guna mencapai tujuan pemerintah.
"Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa administrasi publik merupakan proses sumber daya dan personel publik yang memanajemen keputusan-keputusan dalam kebijakan publik guna mencapai tujuan pemerintah"
Pengertian Kebijakan
Menurut Miriam Budihardjo (Faried Ali dan Syamsu Alam, 2011: 13-14) menyatakan bahwa : "Kebijakan sebagai suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan."
pengertian kebijakan menurut Carl Friedrich (Wahab, 2004: 3) adalah sebagai berikut : "Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan."
Jadi dapat dikemukakan bahwa kebijakan adalah keputusan-keputusan yang diambil oleh seseorang atau sekelompok yang memiliki wewenang untuk menjalankan suatu tujuan tertentu serta cara-cara untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan tersebut dan masih berada dalam batas-batas kewenangan dari seseorang atau sekelompok politik tersebut.
Pengertian kebijakan Publik
Kebijakan Publik menurut Dwiyanto Indiahono (2009: 17) didefinisikan sebagai berikut : Segala aktifitas yang dilakukan oleh pemerintah untuk memecahkan masalah publik yang dihadapi dan memenuhi kepentingan dan penyelenggraan urusan-urusan public yang berada di dalam rel kebijakan yang beraras pada sebesar-besarnya kepentingan publik.
kebijakan publik juga didefinisikan oleh Muchlis Hamdi (2014: 33) sebagai berikut : Suatu hal yang umum dijumpai, dan senyatannya adalah suatu gejala yang tak dapat dihindari sebagai output atau hasil dari penyelenggaraan pemerintah Negara, disamping hasil berupa peraturan perundang-undangan,barang-barang publik, dan pelayanan publik
"Dari Kedua literatur diatas dapat dikemukakan bahwa kebijakan Publik merupakan bentuk aktifitas yang dilakukan oleh pihak pemerintah untuk memecahkan segala permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat yang dituangkan kedalam bentuk peraturan seperti perundang-undagan dan peraturan yang legal disahkan oleh pihak pemerintah."
Implementasi kebijakan
Implementasi merupakan langkah yang sangat penting dalam proses kebijakan. Banyak kebijakan yang baik yang mampu dibuat oleh pemerintah, tetapi kemudian ternyata tidak mempunyai pengaruh apa-apa dalam kehidupan negara tersebut karena tidak dilaksanakan. Implementasi juga merupakan tindakan yang dilakukan setelah kebijakan publik ditetapkan, untuk mencapai tujuan ataupun sasaran yang ingin dicapai.
Impelementasi menurut teori Jones (Mulyadi, 2015: 45) adalah "Proses mewujudkan program hingga memperihatkan hasilnya".
Huntington (Mulyadi, 2015: 24) berpendapat : "Perbedaan yang paling penting antara suatu negara dengan negara lain tidak terletak pada bentuk melaksanakan pemerintahan. Tingkat kemampuan itu dapat dilihat pada kemampuan dalam mengimplementasikan setiap keputusan atau kebijakan yang dibuat oleh sebuah polibiro, cabinet atau presiden negara itu."
Menurut Abidin (Mulyadi, 2015: 26) : "Proses implementasi berkaitan dengan dua faktor utama: faktor utama internal dan faktor utama eksternal. Faktor utama internal: kebijakan yang diimplementasikan. Faktor utama eksternal: kondisi lingkungan dan pihak-pihak terkait."
Jadi implementasi adalah tindakan yang dilakukan setelah suatu kebijakan ditetapkan. Variabel-variabel yang berperan dalam keberhasilan implementasi kebijakan publik dikemukakan oleh Edward (Mulyadi, 2015: 28) sebagai berikut:
Komunikasi, yaitu menekankan bahwa setiap kebijakan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika terjadi komunikasi efektif antara pelaksana program (kebijakan) dengan para kelompok sasaran (target grup). Tujuan dan sasaran dari program kebijakan dapat menghindari adanya distorsi atas kebijakan dan program.
Sumber daya, yaitu menekankan setiap kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang memadai, baik sumber daya manusia maupun sumber daya finansial. Sumber daya manusia adalah kecukupan baik kualitas maupun kuantitas implementor yang dapat melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya financial adalah kecukupan modal investasi atas sebuah program/kebijakan. Keduanya harus diperhatikan dalam imlementasi kebijakan. Sebab tanpa kehandalan implementor, kebijakan menjadi kurang energik dan berjalan lambat. Sedangkan sumber daya finansial menjamin keberlangsungan kebijakan. Tanpa ada dukungan finansial yang memadai, program tak dapat berjalan efektif dan cepat dalam mencapai tujuan dan sasaran.
Disposisi, yaitu menekankan terhadap karakteristik yang erat kepada implementor kebijakan/program. Karakter yang paling penting dimiliki oleh implementor adalah kejujuran, komitmen dan demokratis. Implementor yang memiliki komitmen yang tinggi dan jujur akan senantiasa bertahan diantara hambatan yang ditemui dalam kebijakan. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam arah program yang telah digariskan dalam guideline program/kebijakan. Komitmen dan kejujurannya membawanya semakin antusias dalam melaksanakan tahap-tahap program secara konsisten. Sikap yang demokratis akan meningkatkan kesan baik implementor dan kebijakan di hadapan anggota kelompok sasaran. Sikap ini akan menurunkan resistensi dari masyarakat dan menumbuhkan rasa percaya dan kepedulian kelompok sasaran terhadap implementor dan program/kebijakan.
Struktur birokrasi, menekankan bahwa struktur birokrasi menjadi penting dalam implementasi kebijakan. Aspek struktur birokrasi ini mencakup dua hal penting, pertama adalah mekanisme, dan struktur organisasi pelaksana sendiri. Mekanisme implementasi program biasanya sudah ditetapkan melalui Standart Operating Procedure (SOP) yang dicantumkan dalam guideline program kebijakan. SOP yang baik mencantumkan kerangka kerja yang jelas sistemastis, tidak berbelit dan mudah dipahami oleh siapapun, karena akan menjadi acuan dalam bekerjanya implementor. Sedangkan struktur organisasi pelaksana pun sejauh mungkin menghindari hal berbelit, panjang dan kompleks. Struktur organisasi pelaksana harus dapat menjamin adanya pengambilan keputusan atas kejadian luar biasa dalam program secara cepat. Dan hal ini hanya dapat lahir jika struktur didesain secara ringkas dan fleksibel menghindari "virus weberian" yang kaku, terlalu hirarkis dan birokratis.
"Implementasi kebijakan publik dari kacamata administrasi publik merupakan kerjasama yang dilakukan oleh sekelompok orang/lembaga dalam mengimplementasikan tugas pemerintahan dalam memenuhi kebutuhan publik secara efektif dan efisien serta rasional."
Pengertian pengawasan
Menurut Sondang P.Siagian, Pengertian Pengawasan adalah proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya
Menurut pandangan Niti semito (1984 : 17) Mengemukakan definisi pengawasan (Controlling) sebagai Berikut : " Pengawasan adalah usaha untuk mencegah kemungkingan-kemungkinan penyimpangan daripada rencana-rencana, instruksi-intruksi, saran-saran dan sebagainya, yang telah ditetapkan"
"Pengertian pengawasan dapat diartikan sebuah usaha mencegah kemungkinan timbulnya penyelewengan dan penyimpangan dari rencana atau kebijakan yang sudah pemerintah buat
Klasifikasi Pengawasan
Pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung
Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan secara pribadi oleh pimpinan atau pengawas dengan mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri secara "on the spot" di tempat pekerjaan dan menerima laporan-laporan secara langsung pula dari pelaksana. Sedangkan pengawasan tidak langsung diadakan dengan mempelajari laporan-laporan yang diterima dari pelaksana, baik lisan maupun tertulis, mempelajari pendapat-pendapat masyarakat dan tanpa pengawasan
Pengawasan Preventif dan Represif
Walaupun prinsip pengawasan adalah preventif, namun bila dihubungkan dengan waktu pelaksanaan pekerjaan, dapat dibedakan antara Pengawasan Preventif dan Pengawasan Represif. Pengawasan Preventif berkaitan dengan pengesahan Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah tertentu. Karena tidak semua Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah memerlukan pengesahan. Selama pengesahan belum diperoleh, Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah yang bersangkutan belum berlaku. Pengawasan ini dilakukan melalui preaudit sebelum pekerjaan dimulai. Misal dengan mengadakan pengawasan terhadap persiapan-persiapan, rencana kerja, rencana anggaran, rencana penggunaan tenaga dan sumber-sumber lain. Sedangkan Pengawasan Represif dapat berbentuk penangguhan berlaku atau pembatalan. Suatu Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah yang sudah berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat dapat ditangguhkan atau dibatalkan karena bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi tingkatannya dan pengawasan ini dilakukan melalui post audit dengan pemeriksaan terhadap pelaksanaan di tempat, meminta laporan pelaksanaan dan
Sebagainya
Pengawasan Intern dan Pengawasan Ekstern
Pengawasan Intern, adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam organisasi itu sendiri. Pada dasarnya pengawasan harus dilakukan oleh pucuk pimpinan sendiri. Akan tetapi di dalam praktek hal ini tidak selalu mungkin. Oleh karena itu setiap pimpinan dalam organisasi pada dasarnya berkewajiban membantu pucuk pimpinan untuk mengadakan pengawasan secara fungsional sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Sedangkan
Pengawasan Ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dari luar organisasi sendiri. Seperti pengawasan dibidang keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sepanjang meliputi seluruh Aparatur Negara dan Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara terhadap Departemen dan Instansi pemerintah lain. Berdasarkan objek pengawasan, pengawasan terhadap pemerintah daerah menjadi tiga jenis pengawasan, yaitu terhadap produk hukum dan kebijakan daerah, pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten serta produk hukum dan kebijakan, serta keuangan daerah.Berkaitan dengan pengawasan produk hukum dan kebijakan daerah, mekanisme pengawasan Perda PDRD mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan UU Nomor 34 Tahun 2000, UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 28 Tahun 2009
Pengertian Pajak
Pengertian mengenai pajak yang dikemukakan menurut pendapat para ahli dalam bidang perpajakan berbeda-beda, tetapi dari pengertian tersebut mempunyai tujuan yang sama. Sebagai perbandingan, beberapa batasan-batasan atau pengertian pajak dikemukakan oleh para ahli pajak, diantaranya adalah:
Pengertian pajak menurut Waluyo (2011:2) Pajak adalah Iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, deng an tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dirunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Pengertian pajak menurut S. I. Djajadinigrat (Resmi, 2014:1) : Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas Negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan Pemerintah serta dapat dipaksakan tetapi tidak ada jasa timbal ballik dari Negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum.
Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (Mardiasmo, 2016:3) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang – Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
"Dari beberapa pendapat menurut para ahli di atas, maka pengertian pajak menurut penulis adalah kontribusi/iuran wajib pajak baik orang pribadi maupun badan kepada negara berdasarkan undang-undang yang pelaksanaannya dapat dipaksakan tanpa mendapat imbalan secara lansung yang hasilnya digunakan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan nasional."
Pengertian Pajak Daerah
Mengenai pajak daerah dapat ditelusuri dari pendapat beberapa ahli seperti yang dikutip oleh Sutedi (2008:57) Dalam Rochmat sumitro yang menjelaskan pajak daerah sebagai berikut : "Pajak lokal atau pajak daerah ialah pajak yang dipungut oleh daerah-daerah swatantra, seperti provinsi, kotapraja, kabupaten dan sebagainya. Sedangkan Sebagian merumuskannya sebagai: pajak negara yang diserahkan kepada daerah dan di nyatakan sebagai pajak daerah dengan undang-undang".
Menurut Yasin (Sutedi, 2010:5 : "Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan sebagai badan hukum publik, dalam rangka membiayai rumah tangganya. Dengan kata lain, pajak daerah adalah pajak yang wewenang pungutannya ada pada daerah dan pembangunan daerah".
Sedangkan menurut Davey (Sutedi, 2010:57), pajak daerah ialah sebagai berikut.
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerahnya sendiri;
Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional, tetapi pendapatan tarifnya dilakukan oleh pemerintah daerah;
Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat, tetapi pungutannya dibagihasilkan kepada pemerintah daerah.
Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo dalam Saepudin (2008) sistem pemungutan pajak ada tiga yaitu :
OFFICIAL ASSESSEMENT SYSTEM. Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Pemerintah (Fiscus) untuk menentukan besarnya Pajak yang terutang kepada wajib pajak. Jadi dalam sistem ini wajib pajak bersifat pasif dan utang pajak timbul setelah adanya Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD).
SELF ASSESSEMENT SYSTEM. Adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung / memperhitungkan, membayar / menyetor dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Jadi dalam sistem ini wajib pajak berperan aktif dalam menghitung, menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Fiscus hanya mengecek kebenaran perhitungan, penyetoran dan pelaporan perpajakan yang dibuat wajib pajak.
WITHOLDING SYSTEM. Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan kepada pihak ketiga untuk menentukan, memotong / memungut dan menyetorkan besarnya pajak teritang oleh wajib pajak. Contoh : Sistem ini adalah pemungutan dan penyetoran pajak yang dilakukan oleh bendahara.
Syarat Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)
Adil dalam perundang-undangan di antaranya menggunakan pajak secara umum dan merata serta disesuaikan kemampuan masing - masing. Adil dalam pelaksanaannya yaitu dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajuakan keberatan, penundaan, pembayaran dan banding.
Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang - Undang (syarat yuridis), Pajak diatur dalam UUD1945 pasal 23 ayat 2
Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis)
Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran produksi maupun perdagangan sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian
Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial)
Biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu pajak tertua yang diberlakukan di Indonesia dan merupakan pajak pusat tetapi hasil penerimaannya sebagian besar diserahkan kepada pemerintah daerah. Hasil dari penerimaan PBB merupakan pendapatan daerah dan setiap tahun dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan dan dipungut atas bumi dan atau bangunan atau dengan kata lain PBB adalah pajak Negara yang bersifat kebendaan. Sebagaimana tercantum dalam pasal 1 Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan, yang dimaksud bumi adalah permukaan bumi, perairan dan tubuh bumi yang berada dibawahnya.
Sedangkan bangunan adalah konstruksi teknis yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal, atau tempat usaha, atau tempat yang dapat diusahakan. Yang dijadikan dasar untuk pengenaan pajak adalah nilai jual dari bumi dan bangunan. Dasar hukum berlakunya Pajak Bumi dan Bangunan adalah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak tidak langsung yang dipungut oleh pemerintah pusat, namun hasil penerimaannya diarahkan untuk tujuan kepentingan masyarakat di daerah yang bersangkutan dengan letak objek pajak tersebut sehingga sebagian besar hasil penerimaan tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah.
Adapun yang menjadi tujuan Pajak Bumi dan Bangunan adalah:
Menyelenggarakan peraturan perundang-undangan pajak sehingga mudah dimengerti oleh rakyat.
Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, sehingga rakyat tahu sejauh mana hak dan kewajibannya.
Menghilangkan pajak ganda yang terjadi sebagai akibat berbagai undang-undang yang sifatnya sama.
Memberikan penghasilan kepada daerah yang sangat diperlukan untuk menegakkan otonomi daerah dan pembangunan daerah.
Menambah penghasilan Negara
Sedangkan yang dijadikan alasan untuk dipungut Pajak Bumi dan Bangunan:
Undang-Undang mengenai perpajakan yang berasal dari jaman kolonial sukar dimengerti oleh rakyat.
Undang-Undang lama kurang memberikan kepastian hukum.
Berbagai Undang-Undang mengenai pajak atas harga tak bergerak sehingga membingungkan masyarakat.
Undang-Undang jaman kolonial tidak lagi sesuai dengan aspirasi dan kepribadian bangsa Indonesia.
Undang-Undang lama tidak lagi sesuai dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Asas PBB
Menurut (Mardiasmo, 2003:7) Didalam melakukan pemungutan pajak baik yang dikelola oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah selalu berpedoman pada asas-asas pungutan pajak yakni
Asas domisili ( tempat tinggal ) Pajak pendapatan dipungut bagi orang-orang yang bertempat tinggal di Indonesia ditentukan menurut keadaan.
Asas kebangsaan. Bahwa pajak pendapatan dipungut bagi orang-orang yang bertempat tinggal di Indonesia.
Asas sumber penghasilan. Jika sumber penghasilan berada di Indonesia dengan tidak memperhatikan subyek – subyek tempat tinggal. Disamping asas – asas berpedoman pada hal tersebut diatas, ada pungutan pajak yang dilandasi oleh falsafah hukum.
Subyek Pajak Bumi dan Bangunan
Menurut ketentuan pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (selanjutnya disebut Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan), yang menjadi subyek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi dan atau memiliki, menguasai dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Mempunyai hak atas bumi dan atau bangunan menurut ketentuan undang-undang yang berlaku seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Tetapi mungkin juga orang atau badan yang memperoleh manfaat dari tanah atau bangunan, tanpa memiliki atau mempunyai hak yang sah atas tanah atau bangunan.
Subyek Pajak Bumi dan Bangunan belum tentu merupakan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan kalau memenuhi syarat-syarat obyektif yaitu mempunyai obyek PBB yang dikenakan. Mempunyai obyek yang dikenakan pajak berarti menguasai atau memperoleh manfaat dari obyek kena pajak.
Pada dasarnya yang menjadi subyek pajak yang sekaligus sebagai Wajib Pajak atau yang dikenakan kewajiban membayar pajak adalah orang atau badan yang mempunyai hak atau memperoleh manfaat dari obyek pajak. Namun demikian apabila dalam suatu objek pajak belum jelas diketahui Wajib Pajaknya, maka Direktorat Jenderal Pajak dapat menentukan Wajib Pajaknya atas obyek tersebut. Penunjukan sebagai Wajib Pajak bukan merupakan bukti kepemilikan hak atas bumi dan atau bangunan tersebut.
PBB karena merupakan pajak yang obyektif maka tidak mengenal pengecualian subyek, yang ada hanya pengecualian obyek seperti yang diatur dalam pasal 3 Undang -Undang Pajak Bumi dan Bangunan.
Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Sesuai pada UU nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah direvisi dengan UU nomor 12 Tahun 1994, yang menjadi obyek PBB adalah bumi dan bangunan. Bumi merupakan permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi ini meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak. Perairan) serta laut wilayah RI.
Dalam menentukan klasifikasi bumi/ tanah harus diperhatikan faktor – faktor sebagai berikut:
Letak
Peruntukkan
Pemanfaatan
Kondisi lingkungan dan lain-lain.
Sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah:
Jalan Jalan tol
Kolam renang
Pagar mewah
Tempat olah raga
Galangan kapal,
Dermaga
Taman mewah
Tempat penampungan/ kilang minyak, air dan gas, pipa minyaki.
Fasilitas lain yang memberi manfaat.
Menurut UU Nomor 12 tahun 1985 yang telah direvisi dengan UU Nomor 12 Tahun 1994 Tentang PBB, selain obyek pajak kena pajak terdapat pula Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (OPTKP), yaitu obyek pajak yang :
Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak mencari keuntungan antara lain:
Bidang ibadah, contohnya masjid, gereja, wihara.
Bidang kesehatan, contohnya rumah sakit.
Bidang pendidikan, contohnya madrasah, pesantren.
Bidang sosial, contohnya panti asuhan.
Bidang kebudayaan nasional, contohnya museum, candi.
Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis.
Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dik uasai oleh desa dan tanah negara yang dibebani suatu hak.
Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik
Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Dasar Pengenaan PBB
Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). Berdasar UU nomor 12 Tahun 1994 NJOP ditetapkan perwilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bupati serta memperhatikan:
Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;
Perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
Nilai perolehan baru;
Penentuan Nilai Jual Obyek Pajak pengganti.
Dasar Penghitungan PBB
Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tanggal 13 Mei 2002 Nomor 25 Tahun 2002 Tentang Penetapan Besarnya NJKP untuk penghitungan PBB, besarnya NJKP adalah sebagai berikut:
Obyek pajak perkebunan adalah 40%
Obyek pajak kehutanan adalah 40%
Obyek pajak pertambangan adalah 20%
Obyek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):
Apabila NJOP-nya Rp. l .000.000.000,00 adalah 40%
Apabila NJOP-nya < Rp. l .000.000.000,00 adalah 20%
Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
Selain terdapat NJOP, terdapat pula Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) yang ditetapkan untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi - tingginya Rp12.000.000,00 sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 201/KMK.04/2000. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota, ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Pajak atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Pemerintah Daerah setempat.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan tanggal 29 Desember 2004 Nomor KEP 178/WPJ/BD 05/2004 Tentang Penetapan Besarnya NJOPTKP Sebagai Dasar Penghitungan PBB untuk Kabupaten Kendal ditetapkan sebesar Rp 8.000.000,00 untuk setiap wajib pajak. Apabila seorang wajib pajak mempunyai beberapa obyek pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu obyek pajak yang nilainya terbesar dan yang terdapat bangunannya.
Tarif PBB
Tarif PBB menurut UU Nomor 12 tahun 1985 yang telah direvisi dengan UU Nomor 12 Tahun 1994 Tentang PBB yang dikenakan atas obyek pajak adalah 0,5%. Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan NJKP atau dengan rumusan:
PBB = Tarif pajak x NJKP
= 0,5% x {persentase NJKP x (NJOP - NJOPTKP)}
Jika NJKP = 40% (untuk objek pajak perkebunan, kehutanan, pertambangan dan pedesaan perkotaan yang NJOP Rp 1 milyar). Sebagai contoh :
Wajib pajak A memiliki sebidang tanah dan bangunan y ang NJOP-nya Rp 2.000.000.000,00 Besarnya pajak terutang adalah:
PBB = 0,5% x {40% x (Rp 2.000.000.000,00 – Rp 8.000.000,00)} = Rp 3.984.000,00
Jika NJKP = 20% (untuk objek pajak di pedesaan perkotaan yang NJOP < Rp 1 milyar) Sebagai contoh:
Wajib pajak B memiliki sebidang tanah dan bangunan yang NJOP -nya Rp 15.000.000,00, Besarnya pajak terutang adalah:
PBB = 0,5% x {20% x (Rp 15.000.000,00 – Rp 8.000.000,00)} = Rp 7.000,00
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Penerimaan PBB
PDRB per kapita
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu negara/ wilayah/ daerah. Pertumbuhan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya infrastruktur ekonomi.
PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilakan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar penghitungannya.
PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan harga konstan dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Dengan demikian, PDRB merupakan indikator untuk mengatur sampai sejauh mana keberhasilan pemerintah dalam memanfaatkan sumber daya yang ada, dan dapat digunakan sebagai perencanaan dan pengambilan keputusan. Pendapatan per kapita menunjukkan kemampuan seseorang untuk membiayai pengeluaran - pengeluarannya, termasuk membayar pajak. Kemampuan seseorang untuk membayar pajak dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu tingkat pendapatan, jumlah kekayaan, dan besarnya pengeluaran konsumsi.
Inflasi
Secara umum inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan tingkat harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus selama waktu tertentu. Menurut Nopirin (1987:25) para pakar beberapa pengertian mengenai inflasi adalah Proses kenaikan harga - harga umum barang - barang secara terus menerus selama peride tertentu.
Inflasi biasanya akan mendorong tingkat harga atau nilai sewa properti. Dalam teori, nilai sewa properti erat kaitannya dengan pendapatan seorang pemilik tanah dan oleh sebab itu wajar dan dapat dipahami untuk dijadikan dasar bagi perpajakan.
Jumlah Wajib Pajak
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang - undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk memungut atau memotong pajak tertentu. Oleh sebab itu, seseorang atau suatu badan menjadi wajib pajak apabila telah ditentukan oleh peraturan daerah untuk melakukan pembayaran pajak, serta orang atau badan yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari subjek pajak.
Hal ini menunjukkan bahwa wajib pajak dapat merupakan subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak maupun pihak lain yang bukan merupakan subjek pajak yang berwenang untuk memungut pajak dari subjek pajak. Dalam PBB, subjek pajak identik dengan wajib pajak, yaitu setiap orang atau badan yang memenuhi ketentuan sebagai subjek pajak diwajibkan untuk membayar pajak sehingga secara otomatis menjadi wajib pajak.
Subjek pajak atau wajib pajak dalam PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi atau memperoleh manfaat atas bumi untuk memiliki, menguasai, dan memperoleh manfaat atas bangunan antara lain pemilik, penghuni, penggarap, dan penyewa.
Jumlah luas lahan
Sebagaimana tercantum dalam pasal 1 UU Pajak Bumi dan Bangunan, yang dimaksud dengan bumi adalah permukaan bumi, (perairan) dan tubuh bumi yang berada di bawahnya. Permukaan bumi itu sebetulnya tidak lain daripada tanah. Jadi yang menjadi objek PBB itu adalah tanah (perairan) dan tubuh bumi. Untuk memudahkan penghitungan PBB yang terutang, tanah perlu diklasifikasikan. Menurut Soemitro (1989), Yang dimaksud dengan klasifikasi tanah adalah pengelompokkan tanah menurut nilai jualnya, dan memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: a) letak tanah, b) peruntukan tanah, c) pemanfaatan, d) luas lahan / bumi, e) kesuburan atau hasil tanah, f) adanya irigasi atau tidak dan lain sebagainya.
Jumlah Bangunan
Dalam PBB, objek yang dijadikan objek pajak adalah bangunan atau konstruksi yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan atau perairan yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau tempat berusaha atau tempat yang dapat diusahakan.
Krisis Moneter
Krisis moneter dapat menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan tajam dan diikuti oleh tingginya angka inflasi, sehingga pendapatan per kapita masyarakat menurun. Penurunan yang tajam membuat berkurangnya kegiatan pembangunan, kenaikan akan barang umum, sehingga jumlah wajib pajak juga akan mengalami penurunan. Dan pada akhirnya pendapatan per kapita yang dimiliki juga akan semakin berkurang dan kemampuan masyarakat untuk membayar pajak juga ikut menurun termasuk dalam membayar PBB.
Kerangka Pemikiran
melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, daerah telah diberikan kewenangan untuk memungut pajak (taxing power). Salah satu jenis pajak baru yang dapat dipungut oleh daerah adalah Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). PPB-P2 yang sebelumnya merupakan pajak pusat, dialihkan menjadi pajak daerah kabupaten/kota, dengan berbagai pertimbangan. Pertama, secara konseptual PBB-P2 dapat dipungut oleh daerah karena lebih bersifat lokal, visibilitas, objek pajak tidak berpindah-pindah (immobile), dan terdapat hubungan erat antara pembayar pajak dan yang menikmati hasil pajak tersebut. Kedua, pengalihan PBB-P2 kepada daerah diharapkan dapat meningkatkan PAD dan memperbaiki struktur APBD. Ketiga, pengalihan PBB-P2 kepada daerah dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dan memperbaiki aspek transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaannya
Salah satu penyumbang pajak penerimaan asli daerah (PAD) Kota Bekasi melalui pajak daerah, jenis pajak yang masih dapat ditingkatkan adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) , namun pajak dari sektor ini masih belum optimal, hal ini dipicu oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kurangnya tingkay kepatuhan wajib pajak Salah satu upaya yang dilakukan oleh petugas pajak adalah melalui kebijakan pengawasan Menurut UU Nomor23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam hal ini pegawai Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA), pelaksanaan kebijakan pengawasan ini diharapkan mampu meningkatkan kepatuhan wajib pajak PBB untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya, Mulai dari mendaftar atau menyetor pajak terhutangnya berdasarkan hal tersebut maka dibuat suatu kebijakan pemerintah tentang Kebijakan Pengawasan Pemungutan PBB P2 dalam rangka Meningkatkan pendapatan Asli Daerah (PAD) pada kota bekasi
Metode Konseptual
Penulis akan menjabarkan alur metode konseptual yang digunakan dalam bentuk skema sebagai berikut seperti gambar di bawah ini:
Skema alur peneliti yaitu:
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Perda Kota bekasi Nomor 2 tahun 2012 Pasal 1 ayat 29&30 tentang Pemeriksaan&penyidikan Perda Kota Bekasi Nomor 2 tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan & Perkotaan (PBB P2)
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Perda Kota bekasi Nomor 2 tahun 2012 Pasal 1 ayat 29&30 tentang Pemeriksaan&penyidikan
Perda Kota Bekasi Nomor 2 tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan & Perkotaan (PBB P2)
SISTEM DAN PROSEDUR
SISTEM DAN PROSEDUR
KOMUNIKASISTRUKTUR BIROKASISDM
KOMUNIKASI
STRUKTUR BIROKASI
SDM
PENERIMAAN PBB KOTA BEKASIStruktur OrganisasiSOPIndikator penilaian keberhasilanKendalaUpayaSOSIALISASI &PENGETAHUANJumlah FiskusJumlah Wajib PajakTingkat KepatuhanPenerimaan PPh Final 1%
PENERIMAAN PBB KOTA BEKASI
Struktur Organisasi
SOP
Indikator penilaian keberhasilan
Kendala
Upaya
SOSIALISASI
&
PENGETAHUAN
Jumlah Fiskus
Jumlah Wajib Pajak
Tingkat Kepatuhan
Penerimaan PPh Final 1%