BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Kolik renal dikarakterisasikan sebagai nyeri hebat yang intermiten (hilang-timbul) biasanya di daerah antara iga dan panggul, yang menjalar sepanjang abdomen abd omen dan dapat berakhir b erakhir pada area genital dan paha bagian dalam. Kolik renal biasanya biasan ya berawal di punggung bagian midlateral atas dan menjalar anteroinferior menuju daerah lipatan paha dan kelamin. Nyeri yang timbul akibat kolik renal terutama disebabkan oleh dilatasi, peregangan, dan spasme traktus urinarius yang disebabkan oleh obstruksi ureter akut. Ketika ada obstruksi yang kronik, seperti kanker, biasanya tidak dirasakan nyeri. Pola nyeri bergantung pada ambang rangsang nyeri seseorang, persepsi, serta kecepatan maupun derajat perubahan tekanan hidrostatik di dalam ureter dan pelvis renal proksimal. Peristaltik ureter dan perpindahan batu ginjal dapat memicu eksaserbasi akut rasa nyeri. Pasien seringkali dapat menunjuk pada lokasi nyeri, yang kemungkinan besar adalah situs obstruksi ureteral. Kolik renal dapat pula dirasakan pada daerah tubuh yang tidak patologis.
Di USA, pasien dengan kolik renal memegang andil dalam 1 juta kunjungan ke emergensi setiap tahun dan 1 dari 1000 pasien kolik renal dirawat inap. Di salah satu rumah sakit di Italia, kolik renal didiagnosis pada 1% kasus; 21,6% di antaranya merupakan kasus rekuren; rasio pria-wanita sebesar 1,4-1. Insidennya lebih tinggi pada usia 25 hingga 44 tahun. Di Indonesia, belum ada data epidemiologis tentang pasien yang datang dengan keluhan kolik renal namun angka kejadian batu ginjal, sebagai penyebab kolik renal, tahun 2005 berdasarkan data yang dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia adalah sebesar 37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah sebesar 19.018 orang, dengan jumlah kematian adalah sebesar 378 orang. Faktor pelayanan kesehatan yang menjadi masalah utama dalam kasus renal kolik adalah minimnya pengetahuan petugas kesehatan dan kurang tersedianya sarana diagnostik yang
memadai. Petugas kesehatan kesulitan menegakkan diagnosis batu ginjal pada pasien yang datang dengan keluhan kolik renal. Lokasi nyeri kolik renal berpindah-pindah berdasarkan letak batu di saluran kemih dan menyebar (referred pain) pain) ke bagian tubuh lain, juga sering disertai gejala lain seperti mual, muntah dan ada darah dalam urin. Gejala dan tanda ini dapat membingungkan petugas kesehatan sehingga salah mendiagnosis misalnya sebagai kolesistitis, pankreatitis, ulkus peptikum, appendisitis, dan divertikulitis, atau, khusus untuk wanita; ruptur kista ovarium, kehamilan ektopik terganggu, penyakit radang panggul, dan dismenore. Penunjang diagnostik seperti pemeriksaan laboratorik dan radiologik yang memadai juga belum tersedia secara merata di pusat-pusat kesehatan primer. Dengan adanya berbagai masalah ini keluhan kolik renal tidak ditangani dengan optimal sehingga penyebabnya tidak teratasi dan hanya sembuh secara simptomatik, padahal penyakit batu ginjal sering berulang (angka kekambuhan rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 5% dalam 10 tahun) dan dapat menimbulkan komplikasi seperti hidronefrosis, urosepsis, bahkan gagal ginjal permanen. 1.2
Tujuan
Adapun tujuan penulis adalah sebagai berikut: 1.21
Tujuan Umum
Mahasiswa dan mahasiswi mengetahui asuhan keperawatan pada pasien yang menderita kolik renal. 1.22
Tujuan Khusus
Tujuan khusus makalah ini adalah mahasiswa/i dapat melakukan dan menentukan : 1. Pengkajian pada pasien yang menderita nyeri pada ginjal 2. Diagnosa Keperawatan pada pasien yang menderita nyeri pada ginjal 3. Rencana tindakan pada pasien yang menderita nyeri pada ginjal
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Definisi
Kolik renal adalah nyeri yang disebabkan oleh obstruksi akut di ginjal, pelvis pel vis renal atau ureter oleh batu. Nyeri ini timbul akibat peregangan, hiperperitalsis, dan spasme otot polos pada sistem pelviokalises ginjal dan ureter sebagai usaha untuk mengatasi ob struksi. Istilah kolik sebetulnya mengacu kepada sifat nyeri yang hilang timbul (intermittent (intermittent ) dan bergelombang seperti pada kolik bilier dan kolik intestinal namun pada kolik renal nyeri biasanya biasan ya konstan. Nyeri dirasakan di flank di flank area yaitu area yaitu daerah sudut kostovertebra kemudian dapat menjalar ke dinding depan abdomen, ke regio inguinal, hingga ke daerah kemaluan. Nyeri muncul tiba-tiba dan bisa sangat berat sehingga digambarkan sebagai nyeri terberat yang dirasakan manusia seumur hidup. Kolik renal sering disertai mual dan muntah, hematuria, dan demam, bila disertai d isertai infeksi Kolik renal dikarakterisasikan sebagai nyeri hebat yang intermiten (hilang-timbul) biasanya di daerah antara iga dan panggul, yang menjalar sepanjang abdomen dan d an dapat berakhir pada area genital dan paha bagian dalam. Kolik renal biasanya biasan ya berawal di punggung punggun g bagian midlateral atas dan menjalar anteroinferior menuju daerah lipatan paha dan kelamin. Nyeri yang timbul akibat kolik renal terutama disebabkan oleh dilatasi, peregangan, dan spasme traktus urinarius yang disebabkan oleh obstruksi ureter akut. Ketika ada obstruksi yang kronik, seperti kanker, biasanya tidak dirasakan nyeri. ( suyono,2001 ) Pola nyeri bergantung pada ambang rangsang nyeri seseorang, persepsi, serta kecepatan maupun derajat perubahan tekanan hidrostatik di dalam ureter dan pelvis renal proksimal. Peristaltik ureter dan perpindahan batu ginjal dapat memicu eksaserbasi akut rasa nyeri. Pasien seringkali dapat menunjuk pada lokasi nyeri, yang kemungkinan besar adalah situs obstruksi ureteral. Kolik renal dapat pula dirasakan pada daerah tubuh yang tidak patologis (referred pain).
2.2
Etiologi
Etiologi paling umum adalah melintasnya batu ginjal. Bertambah parahnya nyeri bergantung pada derajat dan tempat terjadinya obstruksi; bukan pada keras, ukuran, atau sifat abrasi batu ginjal. 1. Metabolisme Kelainan kadar urin yang disebabkan oleh peningkatan kalsium, asam oksalat, asam urat, asam sitrat.
2. Iklim Iklim panas menyebabkan kehilangan cairan, volume urine rendah, meningkatkan skonsentrasi zat terlarut dalam urine. 3. Diit Asupan protein yang berlebihan bisa meningkatkan ekresi asam urat, konsumsi teh berlebihan atau mengkonsumsi jus buah yang bisa meningkatkan oksalat. Rendah asupan cairan yang meningkatkan konsentrasi urine. 4. Factor genetic Riwayat keluarga yang mempunyai pembentukan batu. Cystinuria, asam urat/asidosis ginjal. 5. Gaya hidup Pekerjaan yang menetap, kurang gerak.
2.3 Klasifikasi
Kolik renal dibagi menjadi 2 tipe yaitu : A. Kolik renal tipikal Fase-fase serangan kolik renal akut Nyeri ini terjadi di sekitar dermatom T-10 sampai S-4. Keseluruhan proses ini terjadi selama 318 jam. Ada 3 fase: 1. Fase akut / onset Serangannya secara tipikal terjadi pada pagi atau malam hari sehingga membangunkan pasien dari tidurnya. Jika terjadi pagi hari, pasien umumnya mendeskripsikan serangan tersebut sebagai serangan yang mulanya perlahan sehingga tidak dirasakan. Sensasi dimulai dari pinggang, unilateral, menyebar ke sisi bawah, menyilang perut ke lipat paha (groin). Nyerinya biasanya tetap, progresif, dan kontinu. beberapa pasien mengalami serangan intermiten yang paroksismal dan sangat parah. Derajat nyeri bisa meningkat ke intensitas maksimum setelah 30 menit sampai 6 jam atau lebih lama lagi. Pasien umumnya mencapai nyeri puncak pada 1-2 jam setelah onset.
2. Fase konstan / plateau Saat nyeri telah mencapai intensitas maksimum, nyeri akan menetap sampai pasien diobati atau hilang dengan sendirinya. Periode dimana nyeri maksimal ini dinamakan fase konstan. Fase ini biasanya berlangsung 1-4 jam tetapi dapat bertahan lebih lama lebih dari 12 jam pada beberapa kasus. Kebanyakan pasien datang ke UGD selama fase ini. Pasien yang menderita kolik biasanya banyak bergerak, di atas tempat tidur atau saat berjalan, untuk mencari posisi yang nyaman dan mengurangi nyeri. Walaupun ginjal dan traktus urinarius terletak retroperitoneal, mual dan muntah disertai bising usus menurun / hipoaktif adalah tanda yang dominan; sehingga memungkinkan kesalahan diagnosis intraperitoneal. Contohnya terutama adalah obstruksi ureteropelvis junction pada ginjal kanan. 3. Fase hilangnya nyeri (Relieve) Pada fase terakhir ini, nyeri hilang dengan tiba-tiba, cepat, dan pasien merasakan kelegaan. Kelegaan ini bisa terjadi secara spontan kapanpun setelah onset. Pasien kemudian dapat tidur, terutama jika diberikan analgesik. Fase ini berlangsung 1,5 – 3 jam. B. Kolik renal atipikal Etiologi kolik tipikal bisa juga menyebabkan kolik atipikal. Obstruksi pada calyx dapat menyebabkan nyeri pinggang yang lebih ringan tapi episodik. Hematuria dapat juga terjadi. Lesi obstruktif pada ureterovesical junction (hubungan ureter dan kandung kemih) ataupun segmen intramural dari ureter dapat menyebabkan disuria, keinginan buang air kecil yang mendadak dan sering, serta nyeri yang menjalar ke atas atau bawah. Kolik renal dapat disertai muntah-muntah hebat, mual, diare, ataupun nyeri ringan yang tidak biasa sehingga memungkinkan kesalahan diagnosis. 2.4 Patofisiologi
Kolik ginjal biasanya disebabkan karena adanya batu. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Pembentukan batu ini biasanya disebabkan karena kurang minum, diet banyak mengandung kalsium atau oksalat, kadar asam urat darah yang tinggi, sumbatan pada saluran kemih, riwayat keluarga menderita saluran kemih, pekerjaan banyak duduk/kurang aktifitas, faktor lingkungan. Proses
pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis). Pembentukan batu ini menyebabkan obstruksi pada ginjal sehingga terjadi hambatan aliran darah pada organ tersebut. Akibat hambatan ini, terjadilah spasme pada otot polos yang terdapat pada ginjal dan juga hipoksia pada jaringan dinding ginjal yang akhirnya menyebabkan nyeri kolik. Karena kontraksi ini berjeda maka kolik dirasakan hilang timbul. Biasanya disertai perasaan mual bahkan muntah serta demam. Saat serangan, penderita sangat gelisah, kadang berguling-guling ditempat tidur atau jalan. Trias kolik, tanda khas yang terdiri dari serangan nyeri perut yang kumatan disertai mual atau muntah yang disertai gerak paksa. Batu yang terbentuk pada ginjal terjadi ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat, batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urine. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup : pH urine dan status cairan pasien (batu cenderung terjadi pada pasien dehidrasi). Faktor tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu mencakup infeksi, statis urine, periode imobilitas (drainase renal yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium), faktor usia, pekerjaan, ras dan lingkungan yang menjadi tempat tinggal pun dapat menyebabkan atau berpengaruh dalam pembentukan batu. Proses terjadinya batu ginjal kristal yang terbntuk pada tubulus karena agresi kistal yang cukup besar,sehingga sebagian tertinggal dan ditimbul pada duktus kolektikus dan diperkirakan timbul pada bagian sel epitel yang mengalami lesi, selanjutnya secara perlahan timbunan akan membesar dan menjadi batu. Manifestasi klinik adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada adanya obstruksi, infeksi dan edema. Ketika batu menghambat aliran urine, terjadi obstruksi menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi (pielonepritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus bergerak. Batu yang terdapat di piala ginjal dapat menimbulkan gejala seperti nyeri, yang berasal dari area renal menyebar mendekati kandung kemih bahkan sampai testis testis. Dikatakan klien mengalami episode kolik renal, apabila nyeri mendadak menjadi akut, nyeri tekan seluruh area kusta vetebral dan muncul mual dan muntah, batu yang terjebak di ureter menimbulkan nyeri/kolik yang menyebar ke paha dan genetalia, dorongan untuk berkemih namun keluar secara sedikit-sedikit terkadang disertai darah, sedangkan batu yang terjebak di kandung kemih, biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuri. Komplikasi yang dapat timbul batu ginjal ini diantaranya adalah sumbatan, akibat pecahan batu, infeksi akibat diseminari partikel batu ginjal atau bakterial atau bakteri akibat obstruksi kerusakan fungsi ginjal akibat sumbatan yang lama. 2.5 Manifestasi klinik
Bisa tanpa keluhan sama sekali. Nyeri kolik, yang terasa di satu sisi pinggang atau perut, dapat menjalar ke alat kelamin (buah pelir, penis, vulva), muncul mendadak, hilang timbul, dan intensitasnya kuat. Nyeri ginjal (renal colic), yang terasa di pinggang, tidak menjalar, terjadi akibat regangan kapsul ginjal, sering berhubungan dengan mual dan muntah. Nyeri kandung kemih (buli-buli), terasa di bawah pusat. Urgensi yaitu rasa ingin kencing sehingga terasa sakit.
Disuria yaitu rasa nyeri saat kencing atau sulit kencing. Polakisuria, yaitu frekuensi kencing yang lebih sering dari biasanya. Hematuria yaitu terdapat darah atau sel darah merah (eritrosit) di air seni. Anuria yaitu jika produksi air seni < 200 cc/hari. Oliguria yaitu jika jika produksi air seni < 600 cc/hari. 2.6 Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
Laboratorium Hematuria biasanya terlihat secara mikroskopis, dan derajat hematuria bukan merupakan ukuran untuk memperkirakan besar batu atau kemungkinan lewatnya suatu batu. Tidak adanya hematuria dapat menyokong adanya suatu obstruksi komplit, dan ketiadaan ini juga biasanya berhubungan dengan penyakit batu yang tidak aktif. Pada pemeriksaan sedimen urin, jenis kristal yang ditemukan dapat memberi petunjuk jenis batu. Pemeriksaan pH urin < 5 menyokong suatu batu asam urat, sedangkan bila terjadi peningkatan pH (?7) menyokong adanya organisme pemecah urea seperti Proteus sp, Klebsiella sp, Pseudomonas sp dan batu struvit. Radiologis Ada beberapa jenis pemeriksaan radiologis yaitu : a. Foto polos abdomen Foto polos abdomen dapat menentukan besar, macam dan lokasi batu radiopaque. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radiopaque dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat radiolusen. Gambaran radioopak paling sering ditemukan pada area pelvis renal sepanjang ureter ataupun ureterovesical junction. Gambaran radioopak ini disebabkan karena adanya batu kalsium oksalat dan batu struvit (MgNH3PO4). b. Intravenous Pyelogram (IVP) Pielografi intravena untuk menilai obstruksi urinaria dan mencari etiologi kolik (pielografi adalah radiografi pelvis renalis dan ureter setelah penyuntikan bahan kontras). Seringkali batu atau benda obstruktif lainnya sudah dikeluarkan ketika pielografi, sehingga hanya ditemukan
dilatasi unilateral ureter, pelvis renalis, ataupun calyx. IVP dapat menentukan dengan tepat letak batu, terutama batu-batu yang radiolusen dan untuk melihat fungsi ginjal. Selain itu IVP dapat mendeteksi adanya batu semi opaque ataupun batu non opaque yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Pielografi retrograde (melalui ureter) dilakukan pada kasus-kasus di mana IVP tidak jelas, alergi zat kontras, dan IVP tidak mungkin dilakukan., walaupun prosedur ini tidak menyenangkan dan berkemungkinan kecil menyebabkan infeksi atau kerusakan ureteral. c. CT Scan CT Scan (Computerized Tomography) adalah tipe diagnosis sinar X yang dapat membedakan batu dari tulang atau bahan radiopaque lain. d. Ultrasonografi (USG) USG dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaankeadaan : alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil. USG ginjal merupakan pencitraan yang lebih peka untuk mendeteksi batu ginjal dan batu radiolusen daripada foto polos abdomen. Cara terbaik untuk mendeteksi BSK (Batu Saluran Kemih) ialah dengan kombinasi USG dan foto polos abdomen. USG dapat melihat bayangan batu baik di ginjal maupun di dalam kandung kemih dan adan ya tanda-tanda obstruksi urin. e. Radioisotop Untuk mengetahui fungsi ginjal secara satu persatu, sekaligus adanya sumbatan pada gagal ginjal. - Pemeriksaan diagnostic Hasil pemeriksaan fisik antara lain : a. Kadang-kadang teraba ginjal yang mengalami hidronefrosis/obstruktif. b. Nyeri tekan/ketok pada pinggang. c. Batu uretra anterior bisa di raba.
d. Pada keadaan akut paling sering ditemukan adalah kelembutan di daerah pinggul (flank tenderness), ini disebabkan oleh hidronefrosis akibat obstruksi sementara yaitu saat batu melewati ureter menuju kandung kemih. Pasien dengan kolik renal harus menjalani filtrasi urin untuk menemukan batu, bekuan darah, atau jaringan lainnya, sebagai penentu diagnosis. Bila perlu, ini dilakukan berminggu-minggu karena batu atau jaringan bisa menetap di kandung kemih tanpa menimbulkan gejala. Pada urin biasanya dijumpai hematuria dan kadang-kadang kristaluria. 2.7 Komplikasi
Dengan adanya berbagai masalah ini keluhan kolik renal tidak ditangani dengan optimal sehingga penyebabnya tidak teratasi dan hanya sembuh secara simptomatik, padahal penyakit batu ginjal sering berulang (angka kekambuhan rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 5% dalam 10 tahun) dan dapat menimbulkan komplikasi seperti :
Abses ginjal
Hidronefrosis
Urosepsis
bahkan gagal ginjal permanen.
2.8 Penatalaksaan
Berhasilnya penatalaksanaan medis ditentukan oleh lima faktor yaitu : ketepatan diagnosis, lokasi batu, adanya infeksi dan derajat beratnya, derajat kerusakan fungsi ginjal, serta tata laksana yang tepat. Terapi dinyatakan berhasil bila: keluhan menghilang, kekambuhan batu dapat dicegah, infeksi telah dapat dieradikasi dan fungsi ginjal dapat dipertahankan
Terapi Konservatif Tanpa Operasi 1. Medikamentosa Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih. Selain itu juga dilakukan pembatasan diet kalsium, oksalat, natrium, fosfat dan protein tergantung pada penyebab batu. Beberapa jenis obat yang diberikan antara lain spasmolitika yang dicampur dengan analgesik untuk mengatasi nyeri, kalium sitrat untuk meningkatkan pH urin, antibiotika untuk mencegah infeksi dan sebagainya. Obat penghilang nyeri, seperti: golongan narkotik (meperidine, morfin sulfat, kombinasi parasetamol dan kodein, atau injeksi morfin), golongan analgesik opioid (morphine sulfate, oxycodone dan acetaminophen, hydrocodone dan acetaminophen), golongan analgesik narkotik (butorphanol), golongan anti-inflamasi non steroid (ketorolac, diclofenac, celecoxib, ibuprofen). Antiemetic (metoclopramide) jika mual atau muntah. Antibiotik jika ada infeksi saluran kemih, misalnya: ampicillin plus gentamicin, ticarcillin dan clavulanic acid, ciprofloxacin, levofloxacin, ofloxacin. Untuk mengeluarkan batu ginjal dapat juga dengan obat golongan calcium channel blockers atau penghambat kalsium (nifedipine), golongan alpha -adrenergic blockers (tamsulosin, terazosin), golongan corticosteroids atau glukokortikoid, seperti: prednisone, prednisolone. Obat pilihan lainnya: agen uricosuric (allopurinol), agen alkalinizing oral (potassium citrate). Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK ( Infeksi Saluran Kemih ) menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi.
2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal atau batu kandung kemih tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan menyebabkan hematuria. Persyaratan BSK yang dapat ditangani dengan ESWL : a. Batu ginjal berukuran mulai dari 5 mm hingga 20 mm. b. Batu ureter berukuran 5 mm hingga 10 mm. c. Fungsi ginjal masih baik. d. Tidak ada sumbatan distal dari batu. 3. Endourologi Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan BSK yang terdiri atas memecah batu, dan mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidroulik, energi gelombang suara atau energi laser. Tindakan Operasi 1. Bedah Laparoskopi Pembedahan laparoskopi untuk mengambil BSK saat ini sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
2. Bedah Terbuka Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah : pielolitomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis atau mengalami pengkerutan akibat BSK yang menimbulkan obstruks dan infeksi yang menahun. 2.9 Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a. Pengkajian primer 1) Airway (jalan nafas) Kaji adanya sumbatan jalan napas. Terjadi karena adanya penumpukan seputum. 2) Breathing (pernapasan) Kaji prekuensi pernafasan (biasanya rekuensi nafas meningkat), otot bantu pernafasan (menggunakan otot bantu penafasan),kaji suara nafas (vesikuler) 3) Circulation (sirkulasi) Nyeri di bagian pinggang , keringat dingin, hipertermi, nadi cepat, tekanan darah menurun 4) Disability (kesadaran) Terjadi penurunan kesadaran, karena kekurangan suplai nutrisi ke otak. 5) Exposure.
Pada exposure kita melakukan pengkajian secara menyeluruh. Karena Kolik Renal adalah komplikasi dari penyakit Batu Ginjal kemungkinan kita menemukan adanya trauma pada klien / pasien karena disorentasi. b. Pengkajian skunder Aktifitas / istirahat. Gejala : Pekerjaan monoton, klien terpajan pada lingkungan bersuhu tinggi, keterbatasan aktifitas / imobilisasi sehubungan dengan kondisi sebelumnya (penyakit tidak sembuh dan cidera medula spinalis). Sirkulasi Tanda : peningkatan tekanan darah, nadi, nyeri pingggang, kolig ginjal, ansietas, gagal ginjal), kulit hangat dan kemerahan, pucat. Eliminasi Gejala : riwayat adanya ISK kronik, obstruksi sebelumnya (kalkulus). Penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh, rasa terbakar, dorongan berkemih, diare. Tanda : oliguria, hematuria, piuria, perubahan pola berkemih, makanan / cairan. Makanan / cairan Gejala : mual / muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin, kalsium oksalat atau fosfat, ketidakcukupan pemasukan cairan tidak minum air dengan cukup. Tanda : distensi abdomen, penurunan / tidak adanya bising usus, muntah. Nyeri / kenyamanan Gejala : periode akut, nyeri berat, nyeri kolik, lokasi tergantung pada lokasi batu, contoh pada panggul di regio sudut kostavertebral : dapat menyebar ke punggung, abdomen dan turun ke lipat paha/genetalia, nyeri dangkal konstan menunjukkan kalkulus ada di pelvi atau kalkulus ginjal nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain. Tanda : melindungi perilaku distraksi, nyeri tekan pada areal ginjal pada palpasi. Pemeriksaan diagnostik :
1. Urinalisa warna mungkin kuning, coklat gelap berdarah, secara umum menunjukkan SPM, SDP kristal. 2. Urine 24 jam : kreatinin asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistem mungkin meningkat. 3. Kultur urine : mungkin menunjukkan ISK. 4. BUN / kreatinin serum dan urine abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine). 5. Hitung darah lengkap : SDP mungkin meningkat. 6. IVP memberi informasi lengkap / cepat urolitiasis seperti : penyebab nyeri abdominal atau panggul menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik. 7. CT Scan : menggambarkan kalkuli dan masa lain. 8. USG ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi. B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri (akut) b/d peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma jaringan, edema dan iskemia seluler. 2. Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan. 3. Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) b/d mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi. 4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada. C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa I Nyeri (akut) b/d peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma jaringan, edema dan iskemia seluler. Intervensi Keperawatan :
Catat lokasi, lamanya/intensitas nyeri (skala 1-10) dan penyebarannya. Perhatiakn tanda non verbal seperti: peningkatan TD dan DN, gelisah, meringis, merintih, menggelepar Rasional : Catat lokasi, lamanya/intensitas nyeri (skala 1-10) dan penyebarannya. Perhatiakn tanda non verbal seperti: peningkatan TD dan DN, gelisah, meringis, merintih, menggelepar.
Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan kepada staf perawatan setiap perubahan karakteristik nyeri yang terjadi Rasional : Melaporkan nyeri secara dini memberikan kesempatan pemberian analgesi pada waktu yang tepat dan membantu meningkatkan kemampuan koping klien dalam menurunkan ansietas
Lakukan tindakan yang mendukung kenyamanan (seperti masase ringan/kompres hangat pada punggung, lingkungan yang tenang) Rasional : Meningkatkan relaksasi dan menurunkan ketegangan otot.
Bantu/dorong pernapasan dalam, bimbingan imajinasi dan aktivitas terapeutik Rasional : Mengalihkan perhatian dan membantu relaksasi otot
Batu/dorong peningkatan aktivitas (ambulasi aktif) sesuai indikasi disertai asupan cairan sedikitnya 3-4 liter perhari dalam batas toleransi jantung. Rasional :
-
Aktivitas fisik dan hidrasi yang adekuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah stasis urine dan mencegah pembentukan batu selanjutnya.
-
Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasiurine ke dalam area perrenal, hal ini merupakan kedaruratan bedah akut .
Diagnosa II Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan Intervensi Keperawatan :
Awasi asupan dan haluaran, karakteristik urine, catat adanya keluaran batu Rasional : Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi. Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan mempengaruhi pilihan terapi
Tentukan pola berkemih normal klien dan perhatikan variasi yang terjadi Rasional :
-
Batu saluran kemih dapat menyebabkan peningkatan eksitabilitas saraf sehingga menimbulkan sensasi kebutuhan berkemih segera. Biasanya frekuensi dan urgensi meningkat bila batu mendekati pertemuan uretrovesikal
-
Peningkatan hidrasi dapat membilas bakteri, darah, debris dan membantu lewatnya batu.
Dorong peningkatan asupan cairan Rasional :
-
Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada SSP
-
Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit menjukkan disfungsi ginjal
Diagnosa III Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) b/d mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi Intervensi Keperawatan : Awasi asupan dan haluaran
Rasional : Mengevaluasi adanya stasis urine/kerusakan ginjal.
Catat insiden dan karakteristik muntah, diare Rasional : Mual/muntah dan diare secara umum berhubungan dengan kolik ginjal karena saraf ganglion seliaka menghubungkan kedua ginjal dengan lambung.
Tingkatkan asupan cairan 3-4 liter/hari Rasional : Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis, juga dimaksudkan sebagai upaya membilas batu keluar.
Awasi tanda vital Rasional : Indikator hiddrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi.
Timbang berat badan setiap hari Rasional : Peningkatan BB yang cepat mungkin berhubungan dengan retensi.
Diagnosa IV Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
Intervensi Keperawatan :
Tekankan pentingnya memperta-hankan asupan hidrasi 3-4 liter/hari Rasional : Pembilasan sistem ginjal menurunkan kesemapatan stasis ginjal dan pembentukan batu.
Kaji ulang program diet sesuai indikasi Rasional : Jenis diet yang diberikan disesuaikan dengan tipe batu yang ditemukan.
BAB III GAMBARAN KASUS ( FIKTIF )
Pasien datang ke poliklinik bedah RSUD dengan keluhan sakit pinggang di sebelah kiri, saat kencing terasa panas dan sedikit nyeri serta rasa tidak nyaman pada perut. Sembilan bulan sebelum masuk RSUD, pasien mulai merasakan sakit pinggang yang hilang timbul, sakit pinggang di sebelah kiri ini dirasakan seperti ditusuk – tusuk, kumat-kumatan dan timbulnya tiba-tiba, tetapi pasien menganggap sakit pinggangnya timbul bila terlalu lelah beraktivitas. Nyeri ini timbul 4 sampai 5 kali sehari dan berlangsung sekitar sepuluh hingga lima belas menit dan dirasakan memberat di malam hari saat berbaring. Sakit pinggang kiri ini terkadang menjalar keperut kiri. Keluhan berkurang bila sudah dipijat, tapi dapat muncul lagi, begitu seterusnya, sehingga pasien sudah terbiasa dengan keadaan ini dan pasien tidak memeriksakan diri ke dokter. Enam bulan sebelum masuk rumah sakit pasien merasa sakit pinggang kiri ini hanya berupa pegel-pegel pada pinggang kiri. Keluhan ini dirasakan ketika pasien bekerja dilapangan yang menurutnya sangat melelahkan. Pegel-pegel pada pinggang ini dirasakan pada saat aktifitas maupun istirahat, tapi terutama dirasakan pada malam hari ketika pasien istirahat (berbaring). Dan keluhan berkurang bila sudah dipijat, tapi keluhan ini dapat muncul lagi, begitu seterusnya, sehingga pasien sudah terbiasa dengan keadaan ini. Pasien juga mengeluhkan saat kencing terasa panas dan anyang-anyangan serta sedikit terasa nyeri. Kencingnya sering tapi sedikit-sedikit, pada siang hari sekitar delapan sampai sepuluh kali, sehingga mengganggu pekerjaan pasien sedangkan pada malam hari kencing dapat
sampai dua sampai tiga kali, warnanya kuning jernih. Ketika kencing tidak pernah tiba-tiba macet. Pasien mengaku jarang minum air putih, dalam satu hari hanya minum ± 4 gelas belimbing. Satu bulan terakhir, keluhan dirasakan semakin sering terjadi / hampir setiap hari dengan durasi nyeri yang lebih lama. Bahkan disertai rasa tidak nyaman pada perut pasien. Hingga akhirnya pasien memeriksakan diri ke Rumah Sakit. Saat datang kerumah sakit, pasien tidak demam, tidak merasa mual dan tidak muntah. Pasien tidak pernah mengeluarkan butiran kecil seperti pasir saat kencing, tidak pernah merasa mengeluarkan darah pada saat buang air kecil serta tidak pernah berhenti tiba-tiba sewaktu berkemih. Pasien buang air besar dengan lancar dan tidak ada keluhan.
3.1Pengkajian
A. Pengkajian primer a.
Airway Jalan napas tidak paten karena ada penumpukan sputum
a.
Breathing 24 x/menit, menggunakan otot bantu nafas cuping hidung,pernafasan vesikuler, penurunan tekanan inspirasi
b. Circulation TD: 120/80 mmHg, nadi : 84 kali/menit, irregular, halus teraba diarteri radialis c.
Dissibelity Penurunan kesadaran, tingkat kesadaran compos mentis, GCS (E6 M5 V4),
d. Exprosure Tidak ada jejas seluruh tubuh
B.
Pengkajian sekunder
Keadaan umum : Sedang. Kesadaran
: Compos mentis.
Vital sign
:T
: 120/80 mmHg
N
: 84 x/mnt
RR : 24 x/mnt S
: 36,1 °C
1.
Kulit
: Warna kulit sawo matang, turgor cukup.
2.
Kepala
: Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
3.
Mata
Conjungtiva merah, sclera putih, pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, reflek cahaya (+/+).
4.
Telinga
: Simetris, serumen (+/+) dalam batas normal.
5.
Hidung
: bentuk biasa, septum di tengah, selaput mucosa basah.
6.
Mulut
: gigi lengkap, bibir tidak pucat, tonsil dbn.
7.
Leher
: trachea di tengah, kelenjar lymphoid tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar, tekanan vena jugularis tidak meningkat.
8.
Thorax
:
Jantung
: Ictus cordis tidak tampak dan tidak kuat angkat, batas jantung dalam batas normal, S1>S2, regular, tidak ada suara tambahan.
Paru-paru
: Tidak ada ketinggalan gerak, vokal fremitus kanan = kiri, nyeri tekan tidak ada, sonor seluruh lapangan paru, suara dasar vesikuler seluruh lapang paru, tidak ada suara tambahan.
9.
Abdomen
:
inspeksi
: datar
auskultasi
: peristaltik usus (+)
palpasi
: nyeri tekan (+) pada kuadran kiri atas, Hepar dan Lien tidak teraba, ballotement (+), murphy sign (-)
Perkusi
: tympani, tes pekak beralih (-)
10. Ekstremitas Superior
: tidak ada deformitas, tidak ada oedema, tonus otot cukup.
Inferior
: deformitas (-), jari tabuh (-), pucat (-), sianois (-)
oedema (-),
tonus otot cukup.
C. Status Urologis 1. Regio Costovertebrae Kanan
Kiri
Inspeksi
Bulging (-)
Bulging (+)
Palpasi
Ginjal tidak teraba
Ginjal tidak teraba
Nyeri tekan (-)
nyeri tekan (+)
Ballotement (-)
Ballotement (+)
Nyeri ketok (-)
Nyeri ketok (+)
Perkusi
2. Regio Suprasymphisis Inspeksi
: Datar, tidak terdapat sikatrik.
Auskultasi
: Bising usus (+) normal.
Perkusi
: Timpani.
Palpasi
: Nyeri tekan kuadran kiri atas (+), ballotement (+).
3. Regio Genitalia Eksterna
Inspeksi
: tidak merah, tidak bengkak.
Palpasi
: tidak ada darah, nanah dan batu yang ke luar dari OUE, tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa
3.2 Analisa Data
Symtom
Etiologi
Problem
a. Letih yang berlebihan
adanya trauma pada ureter atau pada ginjal.
Gangguan rasa nyaman nyeri
sperdarahan saluran kemih
Resiko deficit volume cairan
Adanya trauma, hematoma
Gangguan eliminasi urine
b. Lemas, mual, muntah, keringat dingin c. Hematoma,
hematuri
makroskopis/mikrosko pis a. Penurunan tekanan darah b. Penurunan volume/ tekanan nadi c. Penurunan haluaran urine d. Penurunan turgor kulit/ lidah e. Membrane mukosa kering f. Frekuensi nadi meningkat g. Penurunan berat badan a. Disuria b. Urgensi c. Hesitensi d. Nuktoria e. Retensi a. Perubahan sensasi b. Perubahan
Adanya Trauma
ketidakefektifan perfusi jaringan; ginjal
karakteristik kulit c. Perubahan tekanan darah pada ekstremitas d. Perlambatan penyembuhan 3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman: adanya rasa nyeri yang berlebihan pada daerah pinggang b.d adanya trauma (pada ginjal,Ureter, Kandung Kemih,Uretra) ditandai dengan: Letih yang berlebihan Lemas, mual, muntah, keringat dingin Hematoma, hematuri makroskopis/mikroskopis 2. Resiko deficit volume cairan b.d perdarahan saluran kemih (pada ginjal,Ureter, Kandung Kemih,Uretra)
Ditandai dengan : a. penurunan tekanan darah b. penurunan volume/ tekanan nadi c. penurunan haluaran urine d. penurunan turgor kulit/ lidah e. membrane mukosa kering f.
frekuensi nadi meningkat
g. penurunan berat badan 3. Diagnosa Gangguan eliminasi urine b/d trauma (pada ginjal,Ureter, Kandung Kemih,Uretra)
Ditandai dengan : a) Disuria b) Urgensi c) Hesitensi d) Nuktoria e) retensi
4. Diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan; ginjal b/d trauma (pada trauma ginjal)
Ditandai dengan : a) perubahan sensasi b) perubahan karakteristik kulit c) perubahan tekanan darah pada ekstremitas d) perlambatan penyembuhan 3.4 INTERVENSI
Diagnosa 1 : Gangguan rasa nyaman: adanya rasa nyeri yang berlebihan pada daerah pinggang b.d adanya trauma pada ureter atau pada ginjal Tujuan dan Kriteria Hasil Rasa sakit dapat diatasi/hilang. Kriteria: · Kolik berkurang/hilang · Pasien tidak mengeluh sakit · Pasien dapat beristirahat dengan tenang. Intervensi
a. Kaji nyeri meliputi lokasi , karakteristik , lokasi, intensitas ( skala 0-10 ) b. Perhatikan aliran dan karakteristik urine c. Dorong dan ajarkan tehnik relaksasi d. Kolaborasi medis dalam pemberian analgesik e. Lakukan persiapan pasien dalam pelaksanaan tindakan medispemasangan DKdrainase cistostomy
Rasional a. membantu evaluasi derajat ketidak
nyamanan dan deteksi dini terjadinya komplikasi. b. penurunan aliran menunjukkan retensi urine ( s-d edema ), urine keruh mungkin normal ( adanya mukus ) atau mengindikasikan proses infeksi. c. mengembalikan perhatian dan meningkatkan rasa control d. menghilangkan nyeri e. persiapan secara matang akan mendukung palaksanaan tindakan dengan baik
Diagnosa 2: Resiko deficit volume cairan b.d perdarahan saluran kemih
Tujuan dan Kriteria Hasil cairan tubuh tetap seimban Kriteria : - Vital signs dalam batas normal - Tidak terdapat hematuri - Pemeriksaan laboratorium hematologis dalam batas normal (Hb, ht) Intervensi
1. Atur posisi tidur klien (pre Syok) 2. Monitor TTV 3. Monitor urin output 4. Berikan cairan oral untuk meningkatkan deuresis 5. Kerjasama dengan tim kesehatan : - Antibiotik - Hemostatik - Pembedahan
Rasional a. Memberikan posisi yang nyaman
b. Mendapat informasi untuk mrlakukan tindakan lebih lanjut c. Mengetahui jumlah output untuk menentukan dan manyesuaikan tindakan lebih lanjut d. Meningkatkan output dan volume cairan tubuh e. Menghindari infeksi,mengatasi defisit volume cairan
Diagnosa 3 : Diagnosa Gangguan eliminasi urine b/d trauma Tujuan dan Kriteria Hasil Eliminasi urine cukup atau kembali normal kriteria hasil: - pola pengeluaran urin dapat diperkirakan
-
berkemih > 150cc bau, jumlah, dan warna urin dalam rentang yang diharapkan pengeluaran urine tanpa nyeri
a.
Intervensi Monitor asupan dan keluaran urine
b. Monitor paralisis ileus (bising usus) c. Amankan inspeksi, dan bandingkan setiap specimen urine d.
Lakukan kateterisasi bila di indikasikan
e. Pantau posisi selang drainase dan kantung sehingga memungkinkan ridak terhambatnya alirann urine.
Rasional a. mendapatkan informasi untuk
tindakan lebih lanjut b. mendapatkan informasi untuk tindakan lebih lanjut c. mendapatkan informasi untuk tindakan lebih lanjut d. mengurangi penyebab retensi urine e. mengurangi retensi dan membantu sirkulasi urine
Diognasa 4: Diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan; ginjal b/d trauma Tujuan dan Kriteria Hasil a. Mempertahankan fungsi renal agar maksimal
b. Menunjukkan keseimbangan cairan c. Menunjukkan integritas nyerinya d. Menunjukkan perfusi jaringan Kriteria hasil : a. tekanan darah normal b. nadi perifer teraba c. edema perifer tidak ada d. hidrasi kulit e. tingkat sensai normal f.
suhu ekstremitas hangat
Intervensi a. Kaji tanda-tanda vital
b. Kolaborasi dalam terapi nutrisi dan vitamin yang tepat
melakukan tindakan lebih lanjut b. Meningkatkan dan memenuhi
c. Kaji daerah abdomen, dada dan punggung
kebutuhan nutrisi dan suplai jaringan perifer
d. perdarahan atau ekstravasasi urine. Beri tanda lingkaran masssa dengan pena
c. Mengetahui tingkat perfusi daerah abdomen,dada,dan punggung d. Mengetahui daerah dan prediksi
e. Berikan cairan intra vena f.
Rasional a. Mendapatkan informasi untuk
Monitor hematuria
jumlah output abnormal e. Meningkatkan volume vena dan
g. Anjurkan pasien untuk meningkatkan asupan cairan bila di indikasikan.
perfusi jaringan perifer f. Monitor kemungkinan perdarahan yang masih terjadi g. Meningkatkan nutrisi guna perfusi perifer yang adekuat
3.5 IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah disusun dan direncanakan. 3.6 EVALUASI Diagnosa
I
II
III
Evaluasi Rasa sakit dapat diatasi/hilang. Kriteria: · Kolik berkurang/hilang · Pasien tidak mengeluh sakit · Pasien dapat beristirahat dengan tenang. cairan tubuh seimbang
Kriteria : - Vital signs dalam batas normal - Tidak terdapat hematuri - Pemeriksaan laboratorium hematologis dalam batas normal (Hb, ht) Eliminasi urine cukup atau kembali normal
kriteria hasil: - pola pengeluaran urin dapat diperkirakan -
berkemih > 150cc
-
bau, jumlah, dan warna urin dalam rentang yang diharapkan
-
pengeluaran urine tanpa nyeri
Mempertahankan fungsi renal agar maksimal Kriteria hasil :
IV
-
tekanan darah normal
-
nadi perifer teraba
-
edema perifer tidak ada
-
hidrasi kulit
-
tingkat sensai normal
-
suhu ekstremitas hangat
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian 1. Pengkajian Primer a. Airway
Pada pengkajian primer airway tidak ditemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus. b. Breathing
Pada pengkajian primer airway tidak ditemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus.
c.
Circulation
Pada pengkajian primer circulation tidak ditemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus. d. Disebelity
Pada pengkajian primer disability tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan kasus e.
Exsposure
Pada pengkajian primer exposure tidak ditemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus 2. Pengkajian sekunder a. Kepala
Tidak di temukan adanya perbedaan antara teori dengan kasus tidak ada kelaianan pada mata, wajah, hidung, telinga, mulut dan tenggorokan. b. Thoraks 1) Paru-paru
I: Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris, retraksi otot dada (+), tidak ada lesi, P: Nyeri tekan (-), vocal vremitus kanan = kiri P: Terdengar sonor pada lapang paru kanan dan kiri, A:vesikuler Tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan kasus c.
Jantung
Tidak di temukan adanya perbedaan antara teori dengan kasus.
d. Abdomen
Tidak di temukan kelaianan antara teori dengan kasus e. Ekstremitas Tidak di temukan kelaianan antara teori dengan kasus f.
Genitalia
Tidak di temukan kelaianan antara teori dengan kasus g. Integumen Tidak di temukan kelaianan antara teori dengan kasus B. Diagnosa Keperawatan
pada teori di temukan ada 4diagnosa: a.
Ketidak efektifan jalan nafas berhubungan dengan benda asing
b. Pola napas tidak efektif b/d adanya depresan pusat pernapasan c.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan
d. intoleran aktivitas b/d penurunan produksi energi metabolic, perubahan energi darah defisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi.
C. Intervensi
Intervensi yang di berikan pada pasien sudah sesuai dengan diagnosa dan mengacu pada teori D. Implementasi
Implementasi yang di lakukan sesuai dengan intervensi pada kasus dan di sesuaikan dengan teori E. Evaluasi
Dari 4 diagnosa yang di angkat gangguan rasa nyaman nyeri , resiko deficit volume cairan , ganguan eliminasi urin , dan ketidak efektifan perfusi jaringan dapat teratasin dan interrvensi di hentikan .
BAB V PENUTUP
a. Kesimpulan
Sebagai mahasiswa keperawatan dalam
hendaknya kita dapat lebih spesifik
menganalisa tingkat kegawat daruratan dan dapat
menejemen
menerapkan
ABCDE, serta lebih spesifik dalam menganalisa tingkat kegawat
daruratan pasien. Dalam
penanganan kolik renal, hal ini bertujuan agar kita
mampu memberikan pertolongan yang maksimal, cepat dan tepat dalam pengambilan keputusan dan diagnosa. Penanganan pada kolik renal lebih kita spesifikkan pada tingkat airway, breathing, circulation
dan
pengkajian pada