Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan
4
DASAR PERENCANAAN TPA
4.1
UMUM
Perencanaan Revitalisasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun dan TPA Namo Bintang di Kota Medan disusun dan direncanakan dengan mengacu kepada Buku Pedoman Teknis Rehabilitasi dan Tata Cara Penutupan TPA dari Kementrian PU Direktorat Jenderal Cipta Karya, yang mana buku pedoman teknis ini disusun untuk melengkapi pedoman-pedoman teknis yang telah ada sebelumnya yaitu Pedoman Operasional dan Pemeliharaan TPA Sistem
Controlled Landfill
dan
Sanitary Landfill, Pedoman Rehabilitasi dan Monitoring Pasca Penutupan TPA, dan Draft
Pedoman
Rehabilitasi
Tempat
Pemrosesan
Akhir
Sampah
Melalui
Penambangan Landfill. Mengacu
pada
Peraturan
Pemerintah
No
16
Tahun
2005
tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No
21
Tahun
2006
tentang
Kebijakan
dan
Strategi
Nasional
Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan dan Undang – Undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, secara tegas telah dinyatakan bahwa metode pemrosesan akhir sampah harus dilakukan secara sanitary landfill untuk kota besar / metropolitan dan controlled landfill untuk kota sedang / kecil. Dengan demikian maka TPA yang selama ini masih dioperasikan dengan metode open dumping harus dihentikan dan harus diambil tindakan terhadap TPA yang beroperasi dengan sistem open dumping, apakah TPA tersebut direncanakan akan ditutup secara permanen dan atau akan direvitalisasi sebagai lahan pengurugan sampah kembali. Beberapa informasi umum yang perlu dikaji dan dan dievaluasi sebelum TPA ditutup dan atau direvitalisasi adalah: 1)
Mengkaji dan mengevaluasi keberadaan TPA terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah/Kota (RTRW/K).
Bab 4 – Halaman 1
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan 2)
Mengevaluasi sisa kapasitas daya tampung TPA dan umur pemakaian lahan TPA.
3)
Mengevaluasi masa konsesi atau tenggang-waktu perijinan penggunaan lahan TPA tersebut.
4)
Mengevaluasi kondisi fisik dan lingkungan secara umum dan secara spesifik di area TPA yang meliputi hidrogeologi, geoteknis, klimatologi, dan data kualitas lingkungan yang meliputi kualitas air permukaan sekitar / perairan terdekat, dan data ada tidaknya permasalahan lingkungan yang terjadi.
5)
Mengevaluasi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di sekitar lokasi TPA yang meliputi kondisi demografi, sebaran permukiman dan kondisi sosial budaya masyarakat sekitar, kondisi kerawanan sosial dan potensi konflik terhadap keberadaan TPA selama ini.
6)
Mengevaluasi aspek teknis operasional dan pemeliharaan TPA yang telah dilakukan yaitu volume timbulan sampah yang ditangani, tata cara penghamparan sampah dan teknik penutupan sampah dengan tanah, sistem pengolahan leachate, sistem penanganan gas, dan ketersediaan fasilitas penunjang TPA khususnya tentang ketersediaan buffer area, dan penanganan stabilitas tumpukan sampah dan penanganan kebakaran.
4.2
KRITERIA REVITALISASI TPA
Berdasarkan Buku Pedoman Teknis Rehabilitasi dan Tata Cara Penutupan TPA, Revitalisasi TPA dapat dilakukan apabila TPA tersebut memenuhi kriteria sebagai berikut : a
TPA telah menimbulkan masalah lingkungan sehingga rehabilitasi dilakukan untuk meminimalkan permasalahan lingkungan yang terjadi;
b
TPA yang mengalami bencana dan masih layak secara teknis untuk digunakan sebagai tempat pengurugan sampah;
c
Pemerintah Kota / Kabupaten pengembangan TPA baru;
d
Kondisi TPA masih memungkinkan untuk direhabilitasibaik melalui proses landfill miningterlebih dahulu atau langsung digunakan kembali sebagai area pengurugan sampah;
e
TPA masih dapat dioperasikan dalam jangka waktu minimal 5 tahun dan atau yang memiliki luas lebih dari 2 Ha;
f
Lokasi TPA memenuhi ketentuan teknis dalam tata cara pemilihan lokasi TPA;
g
Peruntukan lahan TPA sesuai dengan rencana peruntukan sebuah kawasan dan Rencana Tata Ruang Wilayah / Kota (RTRW / K)
masih
sulit
mendapatkancalon
lahan
Bab 4 – Halaman 2
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan h
Kesediaan pengelola dan Pemerintah Daerah untuk mengoperasikan TPA secara controlled landfill / sanitary landfill dan tanggung jawab pemeliharaannya;
i
Sampah yang ditimbun adalah sampah perkotaan bukan sampah industri dan rumah sakit yang mengandung B3 (Bahan Beracun Berbahaya);
j
Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar lokasi mendukung atau tidak ada konflik sosial yang berarti dari segi demografi, sebaran permukiman jalan akses dan kondisi sosial menyangkut kepercayaan masyarakat sekitar;
k
Tersedianya biaya untuk perencanaan, investasi, operasi dan pemeliharaan TPA;
l
Ketersediaan rencana dan desain terhadap penggunaan kembali TPA sebagai area pengurugan sampah.
Rencana dan desain revitalisasi TPA, secara teknis meliputi : a. Rencana penutupan tanah sementara; b. Rencana kegiatan penambangan landfill(landfill mining), bila dilakukan; c. Rencana pemasangan tanggul penahan sampah; d. Perencanaan konstruksi sistem pelapis dasar; e. Perencanaan konstruksi pipa leachate; f. Perencanaan konstruksi pipa gas; g. Perencanaan pengolahan leachate; h. Perencanaan revegetasi dan buffer area (green boundary); i. Perencanaan drainase kawasan TPA ; j. Monitoring kualitas lingkungan; k. Perencanaan pasca operasi.
4.3
PROSEDUR REVITALISASI TPA
a Apabila akan dilakukan penambangan TPA, maka kegiatan tersebut mengacu pada Draft Pedoman Rehabilitasi Tempat Pemrosesan Akhir Sampah Melalui Penambangan Landfill; b Bila TPA akan digunakan kembali sebagai tempat pengurugan sampah, maka harus melalui tahap perencanaan dan desain TPA controlled landfill atau sanitary landfill; c Bila TPA telah direncanakan dan didesain sebagai TPA controlled landfill atau sanitary landfill, maka pengelolaan operasional dan pemeliharaan TPA tersebut mengacu pada Pedoman Pengoperasian dan Pemeliharaan TPA Sistem Controlled Landfill dan Sanitary Landfill;
Bab 4 – Halaman 3
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan d Pelaksanaan manajemen operasi TPA meliputi penetapan organisasi dan manajemen pelaksanaan pembangunan, pelaksanaan operasional dan pemeliharaan serta monitoring TPA; e Pengaturan organisasi dan manajemen :
f
Manajemen yang selama ini bertanggung jawab pada operasi TPA tetap bertanggung jawab atau setidak-tidaknya terlibat selama periode rehabilitasi dan pemeliharaan pasca operasi TPA, sampai masa tenggang-waktu kewajiban pasca-operasi selesai sesuai peraturan;
Tugas manajemen adalah penyiapan dan pelaksanaan rehabilitasi dan monitoring, mengukur dan mencatat indikator-indikator pemeliharaan, melaksanakan tindak tanggap darurat bila diperlukan, serta mitigasi pencegahan dampak negatif pasca-operasi TPA;
Melaksanakan pekerjaan konstruksi, rehabilitasi serta pemantauan sesuai dengan rencana atau urutan yang berlaku;
Penggunaan bahan dan pemasangannya dalam kegiatan tersebut di atas harus didasarkan atas desain, spesifikasi dan SOP yang telah dibuat untuk rencana tersebut;
g Bila apa yang dipasang tidak sesuai dengan gambar desain rehabilitasi, maka perlu dibuat kembali as-built drawing disertai informasi spesifikasi teknis lainnya; h
Seperti halnya program pemeliharaan yang lain, perlu diutamakan kegiatan pemeliharaan yang bersifat preventif untuk mencegah terjadinya kerusakan dengan melaksanakan pemeliharaan rutin;
i
Informasi lengkap terkait dengan dasar dan kriteria desain TPA terdapat pada Pedoman Pengoperasian dan Pemeliharaan TPA Sistem Controlled Landfill dan Sanitary Landfill.
4.4
PETUNJUK TEKNIS CARA PELAKSANAAN REVITALISASI TPA
4.4.1
Pelaksanaan Penambangan Landfill Pelaksanaan pekerjaan penambangan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dimulai dari atas tumpukan sampah yang sudah tidak aktif atau dapat di tambang dengan cara penggalian dari samping. Pelaksanaan pekerjaan penambangan dilakukan sesuai dengan Pedoman Rehabilitasi Tempat Pemrosesan Akhir Sampah melalui Penambangan landfill. 4.4.1.1 tanah penutup minimum Tanah penutup minimum diperlukan sebagai penutup sementara menunggu pemanfaatan lahan TPA tersebut untuk kegunaan lain dan atau menunggu kegiatan landfill mining, atau setelah selesainya kegiatan landfill miningdan lahan tersebut disiapkan untuk digunakan kembali sebagai lahan TPApengurugan sampah kembali.
Bab 4 – Halaman 4
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan Sistem penutup minimum berturut-turut dari bawah ke atas:
4.4.2
Di atas timbunan sampah lama diurug lapisan tanah penutup setebal 30 cm dengan pemadatan
Lapisan karpet kerikil berdiameter 30 – 50 mm yang berfungsi sebagai penangkap gas horizontal setebal 20 cm dari timbunan sampah lama, yang sedapat mungkin berhubungan dengan perpipaan penangkap gas vertikal
Lapisan tanah liat setebal 20 cm dengan permeabilitas maksimum sebesar 1 x 10-7 cm/det yang berfungsi sebagai pencegah masuknya air eksternal / infiltrasi air hujan.
Underdrain air inflitrasi berupa pasir setebal 20 cm.
Bila menurut desain perlu digunakan geotekstil dan sejenisnya, pemasangan bahan ini hendaknya disesuaikan spesifikasi teknis yang telah direncanakan dan dilaksanakan oleh kontraktor yang berpengalaman dalam bidang ini.
Bila penutupan sementara sekurangnya 6 bulan maka ditambahkan tanah humus setebal 6 cm sebagai top soil tanaman.
Teknik Operasional Penambangan 4.4.2.1 kriteria penambangan a Operasional TPA TPA lama penimbunan sampah sudah ditutup.
open dumping yang masih aktif atau
b Sel Penambangan lahan urug sampah dilakukan setelah sel sampah yang sudah stabil yang dibuktikan dengan pengujian profil tanah melalui pemboran. 4.4.2.2 kebutuhan prasarana a TPA yang sudah ditutup Dibutuhkan akses jalan masuk ke area galian; Perlu membangun hanggar mesin, gudang, stock area untuk hasil galian dan hanggar alat berat yang akan digunakan pada saat operasi penambangan. b TPA yang masih aktif Menggunakan akses jalan masuk yang telah ada, namun tidak boleh mengganggu kelancaran operasi TPA tersebut; Lokasi penambangan jangan bersentuhan langsung dengan lokasi penimbunan aktif;
Bab 4 – Halaman 5
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan Jika memungkinkan, semua akses jalan maupun peralatan terpisah menempati lokasi yang tersendiri. Perlu membangun hanggar mesin, gudang, stock area untuk hasil galian dan hanggar alat berat yang akan digunakan pada saat operasi penambangan .
4.4.2.3 proses penambangan Proses penambangan lahan urug merupakan proses reklamasi (Sumber EPA, 1997) yang dilaksanakan mengikuti prosedur : Penggalian untuk mengangkat dan memindahkan kandungan dari sel lahan urug Penyaringan secara manual atau dengan peralatan mekanis dengan mesin trommel untuk memisahkan kandungan kompos, plastik, logam,kertas Penggunaan material hasil penambangan untuk material penutup atau pengisi setelah tanah yang digali dan dilakukan penyaringan
Gambar 4.1 Diagram Proses Penambangan Lahan Urug
4.4.2.4 teknis penggalian a. Umum Teknis penggalian TPA harus mengikuti kaidah-kaidah penambangan umum yaitu :
Bab 4 – Halaman 6
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan 1. Penambangan sebaiknya searah dengan arah angin dominan yang terjadi dilokasi penambangan ,hal ini mencegah operator alat berat menghisap gas metan yang mungkin masih ada pada lokasi galian 2. Penggalian sebaiknya tidak menimbulkan cekungan –cekungan yang akan berakibat terjadinya genangan dilokasi galian 3. Penggalian sebaiknya mengikuti kaidah-kaidah kestabilan lereng , dengan membuat kemiringan maksimum 1:1 dengan membentuk terasering setiap 5 meter dalam penggalian 4. Penggalian akan lebih effisien dekat dengan jalan operasi sewaktu pelaksanaan open dumping
Teknis penambangan berdasar karakteristik lokasi TPA dibedakan atas 3 tipe yaitu TPA Cekungan,TPA Datar dan TPA Tebing. b. Teknis Penambangan Berdasar Tipe TPA 1)
Tipe TPA Cekungan
Penamaan ini didasarkan kondisi eksisting atau kondisi lokasi TPA sebelum dijadikan tempat pemrosesan akhir sampah, apabila topografi awal berbentuk cekungan atau lekukan walaupun pada saat ini kondisi akhir sudah menjadi seperti datar maka pelaksanaan penambangan harus memperhatikan kaidah sebagai berikut:
Penambangan sebaiknya dilakukan pada lokasi yang searah dengan tiupan angin terbanyak pada lokasi tersebut, agar pada saat operasi alat berat operator tidak menghisap gas yang terjebak di dalamtimbunan sampah.
Penggalian sebaiknya dimulai dari lokasi yang telahlama ditutup, perhatikan kondisi tebing sekitar, jangan sampai saat kita menggali terbentuk kondisi tebing rawan terhadap longsor.
Apabila ada lokasi lama yang dekat dengan jalan operasi yang ditinggalkan sebaiknya kita memulai penambangan di lokasi tersebut, hal ini akan mengakibatkan aspek ekonomis akan meningkat
Sebaiknya penambangan tidak meninggalkan lokasi galian yang berbahaya dengan cara penambangan dilakukan per lapis, maksimum lapisan 5 meter, setiap lapisan dibuat datar 5 meter baru dilanjutkan galian kedalaman selanjutnya
Bab 4 – Halaman 7
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan
Gbr 4.2 Penggalian dari Samping Tumpukan Sampah Yang Tidak Terlalu Tinggi
Gbr 4.3 Penggalian dari Atas Tumpukan Sampah Sebaiknya Penggalian Perlayer
2)
Tipe TPA Datar
Apabila topografi eksisting TPA mempunyai kontur rata, biasanya pelaksanaan awal penimbunan sampah dengan cara melakukan galian tanah dasar, sedalam maksimum diatas muka air tanah dan hasil akhir dari tumpukan sampah menjadi membukit. Pelaksanaan pekerjaan penambangan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dimulai dari atas tumpukan sampah yang sudah tidak aktif atau dapat di tambang dengan cara penggalian dari samping. Penggalian dari atas adalah cara yang penambangan paling aman karena alat berat terbebas dari jebakan gas dan pekerjaan galian bebas dari pekerjaan pengamanan tebing. Penggalian dari samping harus menjaga kaidah –kaidah penggalian sebagaimana TPA cekungan antara lain penambangan jangan sampai membentuk tebing terlalu curam sehingga terbebas dari bahaya longsor, Akhir dari galian penambangan TPA datar dapat berupa lokasi galian Bab 4 – Halaman 8
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan pertama saat awal pengoperasian TPA. Sehingga lokasi penambangan dapat digunakan kembali sebagai TPA baru.
3)
Tipe TPA Tebing
Banyak sekali TPA di Indonesia berupa TPA tebing karena biaya operasi murah dan umur TPA dapat sangat panjang, karena biasanya tebing yang dijadikan tempat pembuangan ini sangat dalam dan jauh dari pemukiman. TPA tebing rawan terhadap bahaya longsor, contohnya TPA Leuwigajah. Biasanya TPA tebing jarang dioperasikan dengan cara controlled landfill maupun sanitary landfill, sehingga tebing yang tadinya sudah berkontur rapat, semakin menjadi sangat curam. TPA tebing ini merupakan TPA skala prioritas untuk di lakukan penambangan agar dapat dengan cepat mengatasi bahaya kelongsoran. Pelaksanaan penambangan TPA tebing tidak boleh dilakukan penambangan dari bawah, sebaiknya awal pelaksanaan penambangan adalah pembentukan kemiringan tebing lalu dilanjutkan penggalian dari atas tumpukan. Lakukan penambangan bergerak dari pinggir tebing agar tidakterbentuk lobang bekas galian, karena lubang galian akan menyebabkan air hujan tertampung dan dapat mengakibatkan bencana longsor yang hebat. Penambangan yang tepat sesuai dengan kaidah – kaidah penggalian tambang maka secara tidak langsung kita menjaga kestabilan alam dengan demikian alam akan memberikan kepastian keamanan bagi penambangnya. Sebaiknya dalam melaksanakan penambangan TPA harus memperhatikan kemiringan lahan akibat galian agar air permukaan dapat mengalir dengan lancar. Air permukaan adalah musuh utama dalam pelaksanaan penggalian.
4.4.2.5 peralatan dan bangunan penunjang 1. Alat produksi utama a. Excavator adalah alat untuk menggali tanah dan memuat truk, membalik material timbunan dan memindahkan pada conveyor beltpada mesin pemilah, alat ini juga efektif dalam menyiapkan cadangan tanah penutup. Excavator terdapat berbagai jenis dengan kapasitas produksi yang berbeda antara lain Excavator kapasitas bucket 0.40 m3 , 0,60 m3, 1,20 m3 dan 1,60 m3. Kebutuhan excavator disesuaikan dengan volume mesin ayakan yang digunakan sehingga penggunaan alat berat
Bab 4 – Halaman 9
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan dapat efektif dan efisien. Selain penghitungan jumlah excavator yang digunakan, pemilihan bucket sangat menentukan kemampuan alat tersebut dan maksimal kemampuan hasil produksinya. Contoh untuk excavatortipe kecil jangan memaksakan menggunakan bucket besar sehingga melampaui kemampuan alat-alat hidrauliknya sehingga alat sering mengalami kerusakan. b Wheel Loader adalah alat berat yang mempunyai bucket yang dapatbergerak dengan lincah dan cepat untuk memindahlan tumpukan sampah, alat ini dapat menggantikan pekerjaan dump truck. Wheel loader mempunyai tipe berbeda sesuai dengan kapasitas bucket. Wheel loader akan optimal kapasitasnya apabila jarak antara quary dan pabrik tidak terlalu jauh, sehingga pergerakan alat ini dalam memuat beban tidak terlalu lama. Model wheel loaderdapat digambarkan disini sebagai berikut .WL 910, 920, 930 , 950B, sampai 992 C. Masing masing model ini mempunyai kekuatan, mesin dan kapasitas bucket akan membesar sesuai dengan naiknya angka model dari alat tersebut. Apabila jarak antara Quary dan lokasi penambangan lebih dari 500 meter maka penggunaan wheel loader tidak efektif, penggunaan dump truck akan lebih efisien dan lebih cepat geraknya, hal ini dapat dihitung dari kedua alat tersebut mana yang lebih efektif dan efisien. dump truck menghabiskan waktu dalam loading dan unloading mempunyai kapasitas muat lebih besar, sedangkan wheel loader loading danunloading sangat cepat namun kecepatan dan kapasitas muat relatif lebih kecil. c Dump truck Dump truck adalah alat berat pengangkut dengan mobilisasi cepat sehingga jarak merupakan kriteria pertama dalam memutuskan kita memakai alat ini. Alat ini juga mempunyai bermacam macam tipe , sesuai dengan merek pabrikannya Penggunaan tipe disesuaikan dengan bahan apa yang diangkut dan berapa jumlah volume yang akan dipindah tempatkan. d Buldozer Dalam pekerjaan penambangan lahan urug, Buldozer dibutuhkan untuk mendorong tumpukan sampah yang tersebar menjadi tumpukan pada suatu tempat yang diinginkan pemakaian bulldozer (Track Type Tractor) harus melihat kondisi bahan yang harus didorong sehingga kemampuan maksimum alat dapat dicapai. Buldozermempunyai banyak tipe antara lain D3B, D4E, D6D, D9 dan D10. Tipe ini didasarkan pada kekuatan mesin yang dibawanya dan besarnya kapasitas blade ( pisau dorong ) dari masing-masing buldozer. Pemakaian buldozer juga harus memperhatikan track atau alat geraknya , sehingga daya dorong alat tidak jadi berkurang akibat terjadinya slip. e Ban berjalan ( belt conveyor)
Bab 4 – Halaman 10
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan Belt Conveyor adalah alat bantu bergeraknya muatan yang akan dipilah. Kapasitas alat ini tergantung pada berapa lebar beltyang dipakai berapa jauh pemindahan barang penambangan dan kecepatan dari perputaran beltnya. Conveyor belt dipakai sebagai alat pemilah antara sampah yang tidak dapat dipotong dengan sampah yang akan dirajah, pekerjaan ini dilakukan dengan cara manual menggunakan tenaga manusia. Pemilahan ini dapat dikerjakan olah alat ayakan mekanis berupa trommel yang diberi ayakan dan dapat berputar sehingga sampah yang masuk kedalam tromel akan dipisahkan sesuai dengan besar butirannya f
Trommel Trommel adalah alat pengayak mekanis untuk memilah butiran sampah yang telah menjadi tanah dan bercampur dengan zat an organik yang sangat banyak. Kapasitas tromel tergantung pada banyaknya sampah yang diayak yang digunakan dan kecepatan putaran yang digunakan. Hasil saringan akan terpisah menjadi tumpukan-tumpukan butiran berbeda, hasil saringan ini dapat ditransfer memakai conveyor beltmenuju pencampuran tanah dengan zat lain sehingga kompos yang dihasilkan telah sesuai dengan baku mutu yang disyaratkan. Tipe ayakan yang digunakan tergantung material. Umunya diayak berdasarkan 3 fraksi :
pada
penggunaan
a. Fraksi Organik/Kompos b. Fraksi An Organik c. Fraksi Residu Ukuran mesh sesuai kebutuhan: a. fraksi organik / kompos (KW1) ukuran mesh < 6 mm b. fraksi kompos kasar/ residu, (KW2) ukuran mesh < 50 mm c. fraksi an organik, ukuran mesh > 50 mm. Jika digunakan sebagai tanah penutup landfill, digunakan screen trommel 6.25 mm Ukuran mesh 2.5 mm jika digunakan sebagai material tanah urug konstruksi, kandungan tanah harus cukup tinggi sehingga mesh penyaring harus digunakan untuk memisahkan metal, plastik, kaca dan kertas. Rata-rata jumlah fraksi tanah 50-60% g Sprayer untuk pengendali bau adalah tractor dengan roda dengan tutup dan lengan yang dapat bergerak dan tangki penampung bahan kimia untuk mengurangi bau dari sampah. h
Mesin pengisi karung
i
Alat timbang
2. Bangunan Penunjang
Bab 4 – Halaman 11
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan a. Sarana Jalan dan drainase b. Hanggar Alat berat c. Hanggar mesin produksi d. Gudang produksi dan stock area e. Jembatan timbang f. Tempat cuci truk
4.4.3
Pemanfaatan Hasil Penambangan 4.4.3.1 pemanfaatan tapak Tapak penambangan sampah dapat digunakan sebagai lokasi Tempat Pemrosesan Akhir Sampah sistem Sanitary Landfill ataucontroleld landfill, atau dapat dimanfaatkan sebagai lahan rekreasi dan lain-lain. 4.4.3.2 Pemanfaatan material hasil penambangan Hasil material penambangan berupa fraksi tanah ataukompos yang dapat digunakan untuk :
Tanah penutup sistem penimbunan sampah terkendali (kompos dapat berfungsi sebagai methane oxidation layer, kriteria ketebalan tanah 120 cm)
Media untuk tumbuhnya biofilter dalam proses pengolahan leachate
Pupuk penghijauan tanaman sekitar TPA
Pupuk untuk penghijauan di TPA dan tanaman non pangan
Media untuk tumbuhnya tanaman biofilter pada proses pengolahan leachate
Hasil pengelolaan pemosesan material an organik
Penggunaan limbah hasil penambangan dapat diolah kembali
Sampah yang tidak dapat lagi didaur ulang di timbunkembali ke dalam lokasi penimbunan sampah terkendali (sanitary atau controlled landfill).
Jika terdapat instalasi sampah untuk energi, sampahan-organik yang mudah terbakar disatukan instalasi sampah untuk energi tersebut, sedang sampah an organik residu ditimbun ke dalam landfill.
Bab 4 – Halaman 12
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan
4.4.4
Pemanfaatan Kembali Untuk Area Pengurugan Sampah 4.4.4.1 pengukuran fisik lokasi Pekerjaan rehabilitasi ini membutuhkan data fisik yang harus diukur secara akurat sesuai dengan peruntukan lokasi TPA yang telah ditutup ini. Data fisik kondisi lahan yang dibutuhkan adalah: a
Melakukan pengukuran topografi dari seluruh area dalam lokasi tersebut, agar rencana rehabilitasi lokasi dapat tergambar secara baik. Dengan rujukan data topografi awal sebelum TPA ini beroperasi, akan diperoleh besaran timbunan / urugan sampah selama TPA ini beroperasi. Pengukuran topografi tersebut dilakukan dengan perbedaan interval minimum 0,5 m meter dengan informasi yang jelas tentang:
Batas-batas tanah
Slope dan ketinggian urugan/timbunan sampah
Lokasi titik sarana dan prasarana : jalan operasi, IPL, pengendali gas dan sebagainya
Area buffer
Sumber-sumber air yang berbatasan
Jalan penghubung dari jalan umum dari lokasi tersebut.
b Mengumpulkan informasi ulang tentang hidrogeologis dan geoteknis yang akurat dan mewakili secara baik seluruh lokasi tersebut, meliputi: Tanah : kedalaman, tekstur, struktur, porositas, permeabilitas dan kelembaban Bedrock: kedalaman, jenis dan kehadiran fraktur Air tanah di daerah lokasi : kedalaman rata-rata, kemiringan hidrolis, arah aliran, kualitas dan penggunaan Badan air yang berbatasan langsung dengan lokasi : sifat, pemanfaatan dan kualitas Data klimatologis : presipitasi, evaporasi, temperatur dan arah angin.
4.4.4.2 Tanah penutup final a
Fungsi utama sistem penutupan timbunan sampah pada akan direhabilitasi adalah :
TPA yang
Menjamin integritasi timbunan sampah dalam jangka panjang; Menjamin tumbuhnya tanaman atau penggunaan site lainnya; Menjamin stabilitas kemiringan (slope) dalam kondisi beban statis dan dinamis. b Penutupan sampah dengan tanah serta proses pemadatannya dilakukan secara bertahap lapis-perlapis dan memperhatikan lansekap yang ada dan lansekap yang diinginkan bagi peruntukannya. Bab 4 – Halaman 13
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan c Lapisan tanah penutup hendaknya : Tidak tergerus air hujan, tergerus akibat operasi rutin dan operasi alat berat yang lalu di atasnya Mempunyai kemiringan menuju titik saluran drainase. d Sistem penutup akhir mengacu pada standar penutup final pada sanitary landfill, yaitu berturut-turut dari bawah ke atas: Di atas timbunan sampah lama diurug lapisan tanah penutup setebal 30 cm dengan pemadatan Lapisan karpet kerikil berdiameter 30 – 70 mm sebagai penangkap gas horizontal setebal 20 cm, yang berhubungan dengan perpipaan penangkap gas vertikal Lapisan tanah liat setebal 20 cm dengan permeabilitas maksimum sebesar 1 x 10-7 cm/det Lapisan karpet kerikil under-drain penangkap air infiltrasi terdiri dari media kerikil berdiameter 30 – 70 mm setebal 20 cm, menuju sistem drainase. Bilamana diperlukan, di atasnya dipasang lapisan geotekstil untuk mencegah masuknya tanah yang berada di atasnya Lapisan tanah humus setebal minimum 60 cm. e Bila menurut desain perlu digunakan geotekstil dan sejenisnya, pemasangan bahan ini hendaknya disesuaikan spesifikasi teknis yang telah direncanakan dan dilaksanakan oleh kontraktor yang berpengalaman dalam bidang ini. f
Tanah penutup akhir hendaknya mempunyai grading kemiringan maksimum 1:3 untuk menghindari terjadinya erosi.
dengan
4.4.4.3 Konstruksi underdrain pengumpul leachate Konstruksi sistem under-drain direncanakan sesuai dengan desain yang dibuat yaitu dapat berupa pola tulang ikan atau pola lurus. Kemiringan saluran pengumpul leachate antara 1 – 2 % dengan pengaliran secara gravitasi menuju instalasi pengolah leachate (IPAL) Sistem penangkap leachate diarahkan menuju pipa berdiameter minimum 200 mm, atau saluran pengumpul leachate. Pada sanitary landfill, pertemuan antar pipa penangkap atau antara pipa penangkap dengan pipa pengumpul dibuat bak kontrol (junction-box), yang dihubungkan sistem ventilisasi vertikal penangkap atau pengumpul gas. Gbr 4.4 Pertemuan Pipa Leachate
Bab 4 – Halaman 14
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan
4.4.4.4 Pengendalian leachate a Bila pada TPA yang akan direhabilitasi belum terdapat IPAL dan efluen dari leachate pada TPA tesebut dianggap belum stabil, maka diperlukan pengkajian dan desain khusus untuk membangun IPAL yang sesuai. b Bila pada lokasi belum tersedia sistem pengumpul dan penangkap leachate, maka penangkapan leachate perlu dibangun di bagian terbawah dari timbunan tersebut. c Lakukan evaluasi terhadap as-built drawing, spesifikasi teknik jaringan under-drain pengumpul leachate, sistem pengumpul leachate, bak kontrol dan bak penampung, pipa inlet ke instalasi serta instalasi pengolah leachate (IPAL) agar sistem dapat menyesuaikan dengan kondisi yang baru. d Pengolahan leachate TPA lama dirancang untuk TPA yang baru, dan dapat digunakan juga pada saat TPA ditutup. Namun karena kemungkinan kualitas dan kuantitas leachate berbeda dibandingkan pada saat TPA ini beroperasi, maka kemungkinan beban influen tidak sesuai lagi, yang dapat menyebabkan gangguan pada unit pengolah biologis. Untuk itu dibutuhkan koreksi atau modifikasi dari unit IPAL ini. e Sebelum tersedianya baku-mutu efluen leachate dari sebuah TPA sampah kota, maka efluen IPAL leachate harus memenuhi persyaratan seperti tercantum dalam Tabel 4.7 berikut.
Bab 4 – Halaman 15
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan Tabel 4.1 Baku Mutu Efluen IPAL
f
Kolam penampung dan pengolah leachate seringkali mengalami pendangkalan akibat endapan suspensi. Hal ini akan menyebabkan semakin kecilnya volume efektif kolam yang berarti semakin berkurangnya waktu tinggal, yang akan berakibat pada rendahnya efisiensi pengolahan yang berlangsung. Untuk itu, perlu diperhatikan agar kedalaman efektif kolam tetap terjaga.
g Lumpur endapan yang mulai tinggi melampaui dasar efektif kolam harus segera dikeluarkan. Gunakan excavator dalam pengeluaran lumpur ini. Dalam beberapa hal dimana ukuran kolam tidak terlalu besar, dapat digunakan truk tinja untuk menyedot lumpur yang terkumpul yang selanjutnya dapat dibiarkan mengering dan dimanfaatkan sebagai tanah penutup sampah. h
Leachate dapat keluar dari timbunan sampah lama secara lateral. Dibutuhkan sistem penangkap, misalnya dengan menggali sisi miring timbunan sampah yang mengeluarkan leachate sekitar 0,5 m ke dalam, lalu ditangkap dengan pipa 100 mm, diarahkan menuju drainase pengumpul untuk dialirkan ke IPAL.
4.4.4.5 Pengendalian gas a Gas yang ditimbulkan dari proses degradasi di TPA harus dikontrol agar tidak mengganggu lingkungan, khususnya orang yang akan menggunakan fasilitas ini, serta penduduk sekitarnya. b Gas hasil biodegradasi tersebut dicegah mengalir secara lateral dari lokasi TPA lama menuju daerah sekitarnya. c Pada TPA lama yang mengalirkan gasbio ke udara terbuka melalui ventilasi sistem penangkap gas, diharuskan untuk membakar
Bab 4 – Halaman 16
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan gastersebut pada gas-flare. Sangat dianjurkan menangkap gasbio tersebut untuk dimanfaatkan. d Pada TPA lama yang belum dilengkapi dengan sistem penangkap gas, gasbio harus dievakuasi ke luar dengan membuat sistem penangkap gas vertikal, dengan cara: Membuat sumuran berdiameter minimum 50 cm berisi kerikil diameter 30 – 50 mm dengan melakukan pemboran vertikal, sedapat mungkin sampai kedalaman 1 – 2 m di atas dasar landfill lama Memasang pipa PVC diameter minimum 75 mm, paling tidak 1 m sebelum akhir sumuran tersebut di atas, sebagai upaya pengumpul gasbio. Penangkap gas untuk kebutuhan recovery diuraikan pada bagian (e). Mengalirkan gas yang tertangkap ke udara terbuka melalui ventilasi tersebut, sedemikian sehingga tidak berakumulasi yang dapat menimbulkan ledakan atau bahaya toksik lainnya. Dianjurkan menggunakan gas-flare Konstruksi pipa gas pada TPA yang direvitalisasi harus dimulai dari lapisan sampah eksisting. Jadi pada TPA yang direvitalisasiterdapat 2 pipa gas, masing – masing adalah pipa dari lapisan sampah eksisting dan dari persambungan pipa leachate. Pipa gas berlubang dari HDPE diameter 200mm. Kedua pipa gas berada dalam lubang sumuran. Gambar detail konstruksi pipa gas ada pada Gambar 4. di bawah ini.
Bab 4 – Halaman 17
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan Gbr 4.5 Pemasangan Pipa Gas Pada Timbunan Sampah Eksisting
e Sistem penangkap gas untuk recovery dapat berupa : Ventilasi vertikal : merupakan ventilasi yang mengarahkan dan mengalirkan gas yang terbentuk ke atas Ventilasi akhir : merupakan ventilasi yang dibangun pada timbunan akhir yang dihubungkan dengan sarana pengumpul gas untuk dimanfaatkan lebih lanjut. Perlu dipahami bahwa potensi gas pada TPA lama ini sudah mengecil sehingga mungkin tidak mampu untuk digunakan dalam operasi rutin. f
Timbulan gas harus dimonitor dan dikontrol sesuai dengan perkiraan umurnya.
g Beberapa kriteria desain perpipaan vertikal pipa biogas, yaitu : Pipa gas dengan casing PVC atau PE : 100 - 150 mm Lubang bor berisi kerikil : 50 - 100 cm Perforasi : 8 - 12 mm Kedalaman : 80 % , Jarak atara ventilasi vertikal : 25 – 50 m.
4.4.4.6 rehabilitasi dan konstruksi sistem drainase a
Drainase pada TPA lama berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan dengan tujuan memperkecil aliran yang masuk ke Bab 4 – Halaman 18
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan timbunan sampah. Semakin kecil rembesan air hujan yang masuk ke timbunan sampah, akan semakin kecil pula debit leachate yang dihasilkan. b
Drainase utama dibangun di sekeliling blok atau zona penimbunan. Drainase dapat berfungsi sebagai penangkap aliran limpasan air hujan yang jatuh di atas timbunan sampah tersebut. Permukaan tanah penutup harus dijaga kemiringannya mengarah pada saluran drainase.
c
Lakukan pemeriksaan rutin setiap minggu khususnya pada musim hujan, untuk menjaga tidak terjadi kerusakan saluran yang serius
d
Saluran drainase dipelihara dari tanaman rumput atau semak yang mudah sekali tumbuh akibat tertinggalnya endapan tanah hasil erosi tanah penutup. TPA di daerah bertopografi perbukitan akan sering mengalami erosi akibat aliran air yang deras.
e
Lapisan drainase dari pasangan semen yang retak atau pecah perlu segera diperbaiki agar tidak mudah lepas oleh erosi air, sementara saluran tanah yang berubah profilnya akibat erosi perlu segera dikembalikan ke dimensi semula agar dapat berfungsi mengalirkan air dengan baik.
Dan untuk TPA Terjun dan TPA Namo Bintang terkait dengan rencana revitalisasi kembali, kajian atau studi terhadap TPA eksisting telah dilaksanakan pada Tahun 2010 oleh Konsultan CV Citra Mandiri, yang mana hasil kajian, arahan dan rekomendasi dari studi tersebut akan menjadi salah satu bahan masukan atau dasar dalam penyusunan DED Revitalisasi TPA ini. 4.5
REVIEW HASIL STUDI KELAYAKAN TPA KOTA MEDAN
4.5.1
Hasil Evaluasi Lokasi TPA Sampah Lokasi TPA sampah yang ada saat ini dievaluasi berdasarkan SNl 033241-1994 dengan hasil seperti terlihat pada Tabel 4.1 berikut: Tabel 4.2 Hasil Evaluasi TPA Eksisting
Bab 4 – Halaman 19
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan
Sumber Data : Laporan Akhir Studi Kelayakan Lokasi TPA Kota Medan Tahun 2010
4.5.2
Hasil Proyeksi Timbulan Sampah Proyeksi
timbulan
sampah
dihitung
per
kelurahan
berdasarkan
kepadatan penduduk di tiap kelurahan. Kepadatan penduduk dihitung menggunakan kepadatan penduduk netto yaitu jumlah penduduk per luas wilayah.
Tabel 4.3 Dasar Perhitungan Proyeksi Sampah Kota Medan
Bab 4 – Halaman 20
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Proyeksi Timbulan Sampah Kota Medan Tahun 2015
Sumber Data : Lap. Akhir Studi Kelayakan Lokasi TPA, 2010
4.5.3
Hasil Proyeksi Kebutuhan Lahan TPA Kebutuhan lahan dihitung dengan formula eksperimental, yaitu dengan rumusan sebagai berikut :
A
= 22 x V x N d x 145.200
V
= 1,28 [ R/D x ( 1 - P/200) ] + Cv
Keterangan : A V N d R
= luas tanah yang dibutuhkan (Ha/thn) = = = =
volume sampah yang dihasilkan (m3/kap/thn) jumlah Penduduk (jiwa) tebal setelah pemadatan (m) volume sampah yang dihasilkan (kg/kap/thn) Bab 4 – Halaman 21
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan D P Cv
= densitas sebelum dipadatkan (kg/m3) = prosentase pengurangan volume (50 – 70%) = volume dari bahan penutup (m3/kap/thn)
Untuk Cv = 20 % (1 bagian penutup, 4 bagian sampah) V = 1,48 [ R/D x ( 1 - P/100) ]
Tabel 4.5 Proyeksi Kebutuhan Lahan TPA Sampai Tahun 2015
Sumber Data : Laporan Akhir Studi Kelayakan Lokasi TPA Kota Medan Tahun 2010
Berdasarkan
hasil proyeksi
kebutuhan
lahan
TPA tersebut diatas,
berdasarkan luasan lahan yang tersedia di TPA Terjun dan TPA Namo Bintang masih dapat menjangkau 5 tahun kedepan (hingga 2015), tetapi dengan sudah terpenuhinya areal yang ada dengan tirnbunan sampah, rnaka kapasitas TPA tersebut masih pedu ditelaah dengan perencanaan ketinggian maksimurn tirnbunan sarnpah yang dapat dilakukan secara arnan,
sesuai dengan
kaidah-kaidah
teknis
yang ada, serta
kondisi
pembanding pada TPA yang sudah ada. Cakupan pelayanan sampah saat ini berkisar 2.100 m3/hari sampah terangkut ke TPA, kendala yang dihadapi saat ini dalam peningkatan
Bab 4 – Halaman 22
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan cakupan
pelayanan
adalah terbatasnya kapasitas area TPA sampah
yang ada.
4.5.4
Rencana Peningkatan Kualitas TPA Terjun 4.5.4.1 acuan normatif Berdasarkan Undang-Undang Republik lndonesia No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, antara lain disebutkan : Bahwa pengelolaan sampah selama ini belum sesuai dengan metode dan teknik pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga menimbulkan dampak negative terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan. Tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan. Pasal 4 : Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pasal 44; (2) Pemerintah Daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya UndangUndang ini.
Berdasarkan
hasil
evaluasi
kondisi TPA Terjun,
dan
mengacu
pada
acuan normatif tersebut di atas, maka diperlukan revitalisasi TPA Terjun sebagai berikut :
4.5.4.2 rencana kapasitas TPA Berdasarkan peta topografi timbunan sampah pada areal TPA Terjun, direncanakan zona penimbunan sampah seperti pada gambar 4.1, peningkatan kapasitas TPA Terjun direncanakan dengan meningkatkan ketinggian timbunan sampah, untuk itu diperlukan perencanaan jalan operasional bagi truk-truk sampah yang akan membuang sampah pada zona, blok dan sel-sel yang telah ditentukan. Adapun kriteria yang digunakan sampah, adalah :
dalam
perencanaan
Kemiringan/ slope timbunan sampah 5 :1
Ketinggian timbunan sampah padat per lapis 2,O m
penimbunan
Bab 4 – Halaman 23
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan
Berdasarkan perencanaan tersebut
di
atas,
diperoleh
peningkatan
kapasitas TPA Terjun, sebagaimana pada Tabel 4.6 di bawah ini.
Tabel 4.6 Rencana Peningkatan Kapasitas TPA Terjun
Sumber Data : Laporan Akhir Studi Kelayakan Lokasi TPA Kota Medan Tahun 2010
Bab 4 – Halaman 24
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan
Gambar 4.6 Rencana Peningkatan Kapasitas TPA Terjun
4.5.4.3 prasarana dan sarana TPA 1. Jalan Masuk dan Jalan Operasi Prasarana jalan masuk yang ada sudah diaspal hotmix dengan lebar badan jalan sekitar 5 m, dengan panjang sekitar 800 m, prasarana jalan masuk ini khusus ke TPA Terjun, tetapi juga dimanfaatkan sebagai prasarana jalan untuk permukiman yang berkembang sekitar jalan tersebut. Prasarana jalan operasional TPA direncanakan dibangun di atas timbunan sampah dengan konstruksi timbunan batu kali pada pondasi dan lapisan sirtu {tanah pasir batu} diatasnya dengan ketebalan total
Bab 4 – Halaman 25
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan 40 cm (ketebalan minimum perkerasan untuk kategori tanah organic berdasarkan "Konstruksi Jalan Raya, lr. Djoko U.5, Badan Penerbit Pekerjaan Umum, 1987 Untuk meningkatkan kapasitas TPA ini kedepan, diperlukan pembuatan jalan operasional yang ada sesuai dengan rencana zona, blok tahap l,ll dan lll, rencana penimbunan sampah dengan ketinggian timbunan sampah maksimum +22,8 m, dengan batasan kelandaian jalan operasional maksimum 10% {Standard Geometric, Ditjen Bina Marga , 1997). 2. Kantor dan Pos Jaga Kantor operasionail pos jaga sudah tersedia, dibangun tahun 1992 berfungsi sebagai tempat penyimpanan data dan kegiatan operasional pengelolaan TPA. Pada kantor operasional ini terdapat fasilitas sumber air berupa sumur bor yang dibangun tahun 1993 dengan kedalaman ± 70 m. 3. Pagar dan Pintu Gerbang Batas tanah TPA Terjun masih belum diberi pagar dan pintu gerbang, dengan lebih tingginya timbunan sampah dari areal sekitarnya, maka pagar sebaiknya berupa tanaman yang ditanam pada tanah timbun yang menjadi batas areal saat ini, yang juga berfungsi sebagai berikut:
Menahan aliran air lindil air hujan agar tidak memasuki areal milik masyarakat
Sebagai jalur disampingnya.
inspeksi
saluran
drainase
yang
dibangun
TPA Terjun saat ini rnasih belum memiliki pintu gerbang, kedepan diperlukan pintu gerbang dengan jenis portal sebagai pintu masuk ke areal TPA. 4. Garasi Alat Berat TPA Terjun saat ini masih belum memiliki garasi alat berat, kedepan diperlukan garasi alat berat, yang berfungsi sekaligus sebagai bangunan workshop alat berat. 5. Sarana Pencucian Kendaraan Pada TPA Terjun sudah terdapat fasilitas pencucian truk dan alat berat, berupa sumur bor yang baru dibangun tahun 2010. 6. Pencatatan Sampah / Jembatan Timbang
Bab 4 – Halaman 26
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan Pada TPA Terjun sudah tersedia jembatan timbang yang dibangun tahun 2009
7. Alat Berat Di TPA Terjun sudah tersedia alat berat yaitu : Buldozer 2 unit, Wheel Loader 2 unit dan Excavator 1 unit, dimana perigoperasian bulldozer/ wheel loader dilakukan secara bergantian. 8. Sistem Drainase TPA Fungsi utama sistem drainase pada TPA sampah adalah untuk mencegah limpasan air permukaan/ hujan (run off) dari luar areal TPA masuk ke TPA, karena areal TPA Terjun yang sudah tertimbun sampah lebih tinggi dari areal sekitarnya, maka fungsi sistem drainase TPA Terjun menjadi :
Mencegah limpasan air hujan yang bercampur dengan air lindi agar tidak keluar areal TPA
Menjaga stabilitas jalan operasional TPA agar tidak tergenang air
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, maka diperlukan sistem drainase pada areal TPA Terjun sebagai berikut : Pada kiri-kanan jalan operasional Pada sekeliling areal timbunan sampah Konstruksi saluran drainase yang ada saat ini, berupa galian sampah terbuka, tidak memenuhi syarat karena disamping akan menimbulkan genangan (permukaan tidak rata) juga akan menyebabkan air hujan masuk ke dalam timbunan sampah. Konstruksi yang cocok untuk saluran di atas timbunan sampah pada jalan operasional adalah, berupa konstruki yang lentur dan ringan (tidak kaku), yakni berupa lapisan tanah lempung yang dibagian bawahnya telah dilapisi geotextile. Untuk konstruksi drainase sekeliling TPA di atas permukaan tanah menggunakan beton bertulang atau beton cyclops karena arealnya yang terbatas. Pembuangan akhir saluran drainase sekeliling TPA bermuara pada bangunan Pengolahan Lindi karena pada saat tidak hujan akan terisi oleh cairan lindi yang harus diolah. Untuk mengatasi agar air kolam anaerob tidak tergerus air hujan, maka diperlukan pintu air pada muara sistem drainase yang akan mengalihkan air hujan langsung terbuang ke kolam maturasi pada saat musim hujan.
Bab 4 – Halaman 27
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan
9. Saluran dan IPAL Lindi TPA Terjun tidak memiliki saluran lindi, fungsi saluran lindi ialah untuk menyalurkan akumulasi cairan lindi pada dasar timbunan sampah sehingga cairan tersebut tidak terinfiltrasi masuk kedalam air tanah. Dengan tidak adanya saluran air lindi pada dasar TPA Terjun, maka upaya untuk menyalurkan cairan lindi pada dasar timbunan menjadi sulit dilakukan, karena beberapa hal sebagai berikut Tidak dapat membuat lapisan kedap air pada areal yang sudah tertimbun sampah, menggali dan mengeluarkan timbunan sampah juga sulit dilakukan karena sampah yang digali akan berkembang volumenya menjadi sekitar 2-3 kali volume semula yang akan membutuhkan lahan yang luas dan aman untuk galian sampah TPA tersebut. Sistem saluran yang mesti dibuat harus rnemenuhi kriteria teknis seperti kerniringan pipa, radius jangkauan yang mengakibatkan sistem jaringan perpipaan menjadi bercabang-cabang dan ini tidak dapat dilakukan dengan sistem pemboran horizontal. Berdasarkan kedua kendala tersebut di atas, maka hal yang dapat dilakukan saat ini adalah mencegah terakumulasinya air lindi pada timbunan sampah semaksimal mungkin (akumulasi cairan lindi ini pada kondisi bertekanan dapat mengakibatkan tidak stabilnya timbunan sampah/ longsor), dengan cara : Melakukan pemboran horizontal pada dasar timbunan dengan pipa steel 8 inchi yang diberi lubang- luhang.
sampah
Menutup timbunan sampah yang ada saat ini dengan lapisan tanah penutup akhir yang juga berfungsi sebagai lapisan dasar pada timbunan sampah yang baru, sebagai berikut:
Dengan adanya lapisan baru yang relative kedap air tersebut, maka cairan lindi dari timbunan sampah baru, dapat disalurkan dengan sisiem jaringan pipa dengan "under drain" kerikil sesuai kriteria teknis yang selanjutnya akan bermuara ke bangunan instalasi pengolahan lindi. Berdasarkan pemeriksaan sample air lindi TPA Terjun, memiliki kadar BOD 100 mg/L dan COD 200 mg/L dengan demikian agar effluent yang dibuang ke paluh terdekat memenuhi persyaratan air limbah, yaitu :
Bab 4 – Halaman 28
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan BOD 30 mg/L dan COD 80 rng/L diperlukan instalasi pengolahan lindi dengan efisiensi 70%. Berdasarkan SNI 19-2454-2A02 metode penimbunan sampah untuk daerah pasang surut disertai dengan sistem pengolahan lindi dengan kolam anaerob, facultative dan maturasi. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.14 Tahun 2005, Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Adipura, pada Lampiran Kriteria Penilaian TPA Sampah disebutkan pengolahan yang dimaksud adalah diolah dengan sistem aerasi. Pengolahan sistem aerasi memerlukan sumber daya listrik untuk peralatan mekanis "aerator” sehingga relative sulit dalam pelaksanaannya. 10. Penyaluran / Penanganan Gas Timbunan sampah pada areal TPA merupakan "biochemical reactor, dengan input air dan sampah dan gas serta air lindi sebagai output. Penanganan biogas yang dihasilkan terutama adalah untuk mengendalikan pergerakan gas ke atmosfir dan mencegah pergerakan gas secara lateral dan vertical ke tanah disekitarnya. Komposisi gas yang dihasilkan berdasarkan (George Tchobanogrous,et ar.1993) adalah : gas methane (45-60%), gas karbon dioksida {40-60%, gas nitrogen (2-5%), gas suifide (0- 1%), gas ammonia (0,1-1%), dan lain < 0,6%. Gas methane yang sangat dominan dihasilkan pada timbunan sampah dapat terakumulasi jika tidak disalurkan dengan baik karena berat jenisnya yang rebih kecil dari udara. Akumulasi gas methane ini sangat berbahaya karena mudah terbakar dan dapat menimbulkan ledakan pada konsentrasi yang tinggi. Metode penimbunan sampah dengan cara terbuka (open dumping) selama ini di TPA Terjun diperkirakan akan menyebabkan gas methane dan karbon dioksida yang terbentuk pada proses pembusukan sampah akan mengalir secara lambat (diffused) ke luar dari timbunan sampah tersebut. untuk mencegah terakumulasinya gas methane pada timbunan sampah lama, dipertukan pipa ventilasi yang dipasang secara vertikal, sedangkan pada timbunan sampah baru direkomendasikan pemasangan pipa ventilasi gas secara horizontal yang lebih mudah pemasangannya dan tidak mengganggu operasional penimbunan sampah. 11. Sumur Pantau Sumur pantau diperlukan untuk mengetahui ada/tidaknya pencemaran air tanah dangkal oleh timbunan sampah di TPA tersebut. Dengan kondisi air tanah dangkal yang relative tinggi di TPA Terjun, yaitu 1 – 2 m serta topografi yang relatif datar, maka pencemaran air
Bab 4 – Halaman 29
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan tanah dangkal dipastikan sudah terjadi pada lahan di sekitar TPA, meskipun demikian diperlukan sumur pantau berupa sumur gali dengan konstruksi dari buis beton berlubang dengan kedalaman 3 m, untuk memantau seberapa besar kadar pencemaran yang terjadi, terutama kadar pencemaran logam-logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan, sehingga dapat ditingkatkan upaya pengontrolannya.
12. Buffer Zone TPA Terjun saat ini belum memiliki buffer zona atau zona penyangga, areal yang tertimbun sampah sangat dekat dengan lahan masyarakat yaitu dengan batas tanah timbun yang sebagian ditanam pepohonan dan saluran air/ parit jalan. Fungsi zona penyangga yang ditanami pepohonan adalah untuk mengurangi bau sampah dan memberi kesan hijau pada TPA sampah. 4.5.4.4 sampah pada area aktif Sampah pada area aktif untuk TPA sampah adalah :
sampah terbuka sekitar 25% terhadap lahan pembuangan
tidak ada sampah terbuka kecuali pada zona aktif
Pengoperasian TPA Terjun pada masa mendatang harus diatur sedemikian rupa dengan sistem zona, blok dan sel direncanakan dengan jelas, sehingga sampah terbuka hanya ada pada zona aktif, yaitu pada sel-sel mingguan penimbunan sampah. 4.5.4.4 pengaturan lahan Pengaturan lahan untuk TPA sampah adalah :
Ada pengaturan dilapangan
zona, blok
dan
sel dengan
tanda yang jelas
Ada pengaturan zona, blok dan sel dengan tanda dan batas yang jelas dilapangan
Pengaturan lahan dengan zona, blok dan sel-sel ini dapat diberi tanda berupa patok-patok batas areal yang tidak tertimbun sampah, seperti pada bahu jalan/ drainase. 4.5.4.5 penimbunan / pengisian lahan Penimbunan/ pengisian sampah untuk TPA sampah adalah : Dilakukan pada sel yang benar disertai perataan Dilakukan pada sel yang benar disertai perataan dan pemadatan
Bab 4 – Halaman 30
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan Penimbunan/ pengisian sampah dilakukan dengan alat berat bulldozer yang selain melakukan pemadatan sampah.
pada sel-sel mingguan meratakan sampah juga
4.5.4.6 penutupan sampah dengan tanah Penutupan sampah dengan tanah untuk TPA sampah adalah :
Dilakukan seminggu sekali
Dilakukan setiap 3 hari sekali
Penutupan sampah dengan tanah/ kompos dilakukan setiap 3 hingga 7 hari sekali dengan ketebalan timbunan tanah/ kompos 15 cm.
4.5.4.7 pemrosesan akhir sampah Sampah sebagai sumber daya dapat diproses, sebagai berikut :
Sebagai bahan baku pupuk kompos
Sebagai alternatif sumber energi listrik
Untuk meningkatkan kapasitas TPA Terjun sehingga dapat dipakai lebih lama, maka timbunan sampah lama dapat digali kembali, kemudian dihamparkan pada areal timbunan terbuka agar cairan lindi yang terdapat pada sampah tersebut dapat dikeringkan dan material sampah lama dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk kompos atau untuk material penutup sampah mingguan. Energi listrik dapat diperoleh dari konversi gas methane sarnpah, untuk bisa melakukan konversi ini, diperlukan jumlah gas methane yang mencukupi, dengan timbunan open dumping selama ini, konsentrasi gas methane sudah berkurang karena keluar melalui rongga timbunan sampah. Untuk memperoleh sumber energy listrik yang memadai dari timbunan sampah dibutuhkan sistem penimbunan yang sangat tertutup sehingga gas methane tidak keluar. 4.5.4.8 perluasan lahan TPA Terjun Berdasarkan situasi sekitar TPA Terjun, perluasan lahan TPA Terjun untuk penimbunan sampah dapat dijelaskan sebagai berikut : Perluasan ke arah utara sudah tidak memungkinkan lagi karena sudah memasuki areal sempadan Sungai Terjun. Perluasan ke arah selatan masih memungkinkan, tetapi menyebabkan TPA menjadi lebih dekat ke permukiman.
akan
Perluasan ke arah timur sudah tidak memungkinkan karena areal TPA Terjun sudah berbatas langsung dengan Paluh Terjun (anak
Bab 4 – Halaman 31
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan Sungai Terjun) dan akan menyebabkan TPA menjadi lebih dekat ke permukiman. Perluasan ke arah barat sudah dilakukan sekitar 4 ha yang dapat dimanfaatkan sebagai kolam maturasi, dan areal penghamparan / pembuatan pupuk kompos. Disamping kendala perluasan TPA Terjun seperti tersebut di atas, perluasan TPA untuk penimbunan sampah tidak memenuhi persyaratan SNl 03-3241-1994, karena terkendala pada tingginya muka air tanah yang menyebabkan sulitnya membangun lapisan kedap air dan jaringan pipa lindi pada dasar timbunan.
4.5.5
TPA Namo Bintang Berdasarkan hasil evaluasi kondisi TPA Namo Bintang, dan mengacu pada acuan normatif tersebut di atas, maka diperlukan revitalisasi TPA Namo Bintang sebagai berikut : 4.5.5.1 rencana kapasitas TPA Berdasarkan peta topografi timbunan sampah pada areal TPA Namo Bintang, direncanakan zona penimbunan sampah seperti pada Gambar 6.3, peningkatan kapasitas TPA Namo Bintang direncanakan dengan meningkatkan ketinggian timbunan sampah lama dan perluasan areal pada lahan milik masyarakat yang telah dikelilingi sampah, untuk itu diperlukan perencanaan jalan operasional bagi truk-truk sampah yang akan membuang sampah pada blok dan sel-sel yang telah ditentukan. Adapun kriteria yang digunakan sampah, adalah :
dalam
perencanaan
Kemiringan/ slope timbunan sampah 1,5 : 1
Ketinggian timbunan sampah padat per lapis 2,0 m
penimbunan
Berdasarkan perencanaan tersebut di atas, diperoleh peningkatan kapasitas TPA Namo Bintang, sebagaimana terlihat pada gambar dan Tabel 4.6 di bawah ini.
Bab 4 – Halaman 32
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan
JL. DE LI T UA - PA NC UR BA TU
Gambar 4.7 Rencana Peningkatan kapasitas TPA Namo Bintang
RENCANA BANGUNAN IPAL BAK
STABI KOLAM LISAS I/ANA EROB
RENCANA JEMBATAN TIMBANG
2.0 000
LAHA SANIT N ASI KOL FAKUL AM TATIF
KOLAM MATU RASI
CP 1
JALAN RENCANA Elv. ± 78 m dpl
X = 456356.000,00 M Y = 385764.000,00 M Z = 78.830 M
TOP TIMBUNAN SAMPAH Elv. ± 94 m dpl
JALAN EXISTING
JALAN EXISTING
AREA UTILITAS
TOP TIMBUNAN SAMPAH Elv. ± 94 m dpl
TOP TIMBUNAN SAMPAH Elv. ± 94 m dpl
JALAN RENCANA Elv. ± 9 m dpl
Tabel 4.7 Rencana Peningkatan Kapasitas TPA Namo Bintang NO 1 2 3 4 5
URAIAN Luas areal (ha) Elevasi Bangunan Kantor (m) Ketinggian maksimum timbunan (m) Ketinggian sampah padat per lapis (m) Kapasitas sampah lapis 1 (m3) Kapasitas sampah lapis 2 (m3) Kapasitas sampah lapis 3 (m3) Kapasitas sampah lapis 4 (m3)
ZONA I 3
ZONA II 4,8 + 60
+ 83 2 50.000 60.000 60.000 54.000
+ 82 2 96.000 102.000 106.000 110.000 Bab 4 – Halaman 33
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan Kapasitas sampah lapis 5 (m3) Kapasitas sampah lapis 6 (m3) ……………………………………. Kapasitas sampah lapis 12 (m3) 6 Total kapasitas sampah (m3) 7 Density sampah di TPA (kg/m3) 8 Density sampah masuk ke TPA (kg/mg3) NO URAIAN 9 Daya tampung TPA sampah (m3) 10 volurne sampah rata-rata ke TPA (m3/hari) 11 Waktu timbunan sampah penuh (hari) 12 Perkiraan masa pakai TPA Namo Bintang Hari Tahun
48.000 40.000
114.000 118.000
346.000 1.200 400
142.000 1.438.000 1.200 400
ZONA I 1.038.000 1.100
ZONA II 4.314.000 1.100
940
3.921 4.861 13.3
Sumber Data : Laporan Akhir Studi Kelayakan Lokasi TPA Kota Medan Tahun 2010
4.5.5.2 prasarana dan sarana 1. Jalan masuk dan jalan operasi Prasarana jalan masuk yang ada sudah diaspal hotmix dengan lebar badan jalan sekitar 6 m, dengan panjang sekitar 500 m, prasarana jalan masuk ini tidak khusus ke TPA Namo Bintang, tetapi juga dimanfaatkan sebagai prasarana jalan untuk permukiman yang berkembang sekitar jalan tersebut. Prasarana jalan operasional TPA yang ada dibangun di atas timbunan sampah dengan konstruksi timbunan batu dan tanah dengan lebar 4-5 m dan panjang total sekitar 360 m, jalan operasional ini melingkar pada areal TPA dengan belokan yang sempit sehingga untuk meningkatkan ketinggian sampah hingga + 83 m untuk dapat dilalui truk, jalan operasional ini sudah terlalu terjal dan membutuhkan material timbunan yang relative mahal. Untuk penggunaan kedepan diperlukan lokasi prasarana jalan operasional yang baru agar areal yang tersedia dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk timbunan sampah, sesuai dengan rencana zona, blok tahap I, dan ll rencana penimbunan sampah dengan ketinggian timbunan sarnpah maksimum +82,0 m, dengan batasan kelandaian jalan operasionai maksimum 1.0%. Prasarana jalan operasional TPA dibangun di atas timbunan sampah dengan konstruksi timbunan batu kali pada pondasi dan lapisan tasirtu (tanah pasir batu) di atasnya dengan ketebalan 4O cm.
Bab 4 – Halaman 34
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan 2. Kantor / pos jaga Kantor operasional / pos jaga sudah tersedia, berfungsi sebagai ternpat penyimpanan data dan kegiatan operasional pengelolaan TPA. 3. Pagar dan pintu gerbang Batas tanah TPA Namo Bintang masih belum diberi pagar dan pintu gerbang, dengan lebih tingginya timbunan sampah dari areal sekitarnya, maka pagar sebaiknya berupa tanaman yang ditanam pada tanah timbun yang menjadi batas areal saat ini, yang juga berfungsi sebagai berikut :
Menahan aliran air lindi / air hujan agar tidak memasuki areal milik masyarakat
Sebagai jalur inspeksi saluran drainase disampingnya.
TPA Namo Bintang saat ini masih belum memiliki pintu gerbang, kedepan diperlukan pintu gerbang dengan jenis portal sebagai pintu masuk ke areal TPA. 4. Garasi alat berat TPA Namo Bintang saat ini masih belum memiliki garasi alat berat, kedepan diperlukan garasi alat berat, yang berfungsisekaligus sebagai bangunan workshop alat berat. 5. Sarana pencucian kendaraan Pada TPA Namo Bintang sudah terdapat fasilitas pencucian truk dan alat berat, berupa surnur bor yang baru dibangun tahun 2010 6. Jembatan timbang Pada TPA Narno Bintang betum tersedia jembatan timbang kedepan dipertukan sarana jembatan timbang sampah ini. 7. Alat berat Pada TPA Namo Bintang sudah tersedia alat berat : Buldozer 2 unit, dan Excavator 1 unit. Penggunaan alat berat di TPA sampah sesuai dengan metode sanitary landfill adalah untuk melakukan pekerjaan sebagai berikut :
Bulldozer: untuk perataan, pengurugan dan pemadatan
Excavator : untuk pengalian, pemindahan, pembentukan lereng
4.5.5.3 Sarana pengendalian pencemaran 1. Sistem drainase
Bab 4 – Halaman 35
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan Konstruksi saluran drainase yang ada saat ini, berupa galian sampah terbuka, tidak memenuhi syarat karena disamping akan menimbulkan genangan (permukaan tidak rata) juga akan menyebabkan air hujan masuk ke dalam timbunan sampah. Konstruksi yang cocok untuk saluran di atas timbunan sampah pada jalan operasional adalah, berupa konstruksi yang lentur dan ringan (tidak kaku), yakni berupa lapisan tanah lempung yang dibagian bawahnya terah dirapisi geotextile. Untuk konstruksi drainase sekeliling TPA di atas permukaan tanah menggunakan beton bertulang karena arealnya yang terbatas. Pembuangan akhir saluran drainase sekeliling TPA bermuara pada Bangunan Pengolahan Lindi karena pada saat tidak hujan akan terisi oleh cairan lindi yang harus diolah. Untuk mengatasi agar air kolam anaerob tidak tergerus air hujan, maka diperlukan pintu air pada muara sistem drainase yang akan mengalihkan air hujan deras langsung terbuang ke kolam maturasi
2. Penyalur / Ipal lindi TPA Narno Bintang tidak memiliki saluran lindi, fungsi saluran lindi adalah untuk menyalurkan akumulasi cairan lindi pada dasar timbunan sampah sehingga cairan tersebut tidak terinfiltrasi masuk kedalam air tanah. Dengan tidak adanya saluran air lindi pada dasar TPA Namo Bintang, maka upaya untuk menyalurkan cairan lindi pada dasar timbunan menjadi sulit dilakukan, karena beberapa hal sebagai berikut :
Tidak dapat membuat lapisan kedap air pada areal yang sudah tertimbun sampah, menggali dan mengeluarkan timbunan sampah juga sulit dilakukan karena sampah yang digali akan berkembang volumenya menjadi sekitar 2-3 kali semuta yang akan membutuhkan lahan yang luas dan aman untuk ditimbun sampah galian TPA tersebut.
sistem saluran yang mesti dibuat harus memenuhi criteria teknis seperti kemiringan pipa, radius jangkauan yang mengakibatkan sistem jaringan perpipaan menjadi bercabang-cabang dan ini tidak dapat dilakukan dengan sistem femboran horizontal
Berdasarkan kedua kendala tersebut di atas, maka hal yang dapat dilakukan saat ini adalah mencegah terakumulasinya air lindi pada timbunan sampah semaksimal mungkin {akumulasi cairan lindi ini pada kondisi bertekanan dapat mengakibatkan tidak stabilnya timbunan sampah/ longsor), dengan cara :
Melakukan pemboran horizontal pada dasar timbunan sampah dengan pipa steel 8 inchi yang diberi lubang- lubang.
Bab 4 – Halaman 36
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan
Menutup timbunan sampah yang ada saat ini dengan lapisan tanah penutup akhir yang juga berfungsi sebagai lapisan dasar pada timbunan sampah yang baru, sebagai berikut ;
Dengan adanya iapisan baru yang relative kedap air tersebut, maka cairan lindi dari timbunan sampah baru, dapat disalurkan dengan sistem jaringan pipa sesuai criteria teknis yang selanjutnya akan bermuara ke bangunan instalasi pengolahan lindi. Berdasarkan pemeriksaan sample air lindiTPA Namo Bintang, memiliki kadar BOD 124 mg/L dan COD 252 mg/L dengan dernikian agar effluent yang dibuang ke paluh terdekat memenuhi persyaratan air limbah, yaitu : BOD 30 mg/L dan COD 80 mg/L diperlukan instalasi pengolahan lindi dengan efisiensi 70%. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.14 Tahun 2006, Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Adipura, pada Lampiran Kriteria Penilaian TPA Sampah disebutkan pengolahan yang dimaksud adalah diolah dengan sistem bak pengendap atau aerasi.
3. Penyalur / penangan gas Metode penimbunan sampah dengan cara terbuka (open dumping) selama ini di TPA Namo Bintang diperkirakan akan menyebabkan gas methane dan karbon dioksida yang terbentuk pada proses pembusukan sampah akan mengalir secara lambat (diffused) ke luar dari timbunan sampah tersebut. untuk mencegah terakumulasinya gas methane pada timbunan sampah lama perlu pipa ventilasi yang dipasang secara vertikal, sedangkan pada sampah baru direkomendasikan pemasangan pipa ventilasi gas secara horizontal dan vertikal yang lebih mudah pemasangannya dan tidak mengganggu operasional penimbunan sampah.
4. Sumur pantau Sumur pantau diperlukan untuk mengetahui ada/tidaknya pencemaran air tanah dangkal oleh timbunan sampah di TPA tersebut. Dengan Bintang potensi dangkal
kondisi air tanah dangkal yang relative rendah di TPA Namo yaitu 3-4 m serta topografi yang relatif bergelombang serta akuifer yang dapat menyalurkan pencemaran air tanah pada jarak yang jauh, diperlukan sumur pantau berupa sumur
Bab 4 – Halaman 37
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan gali dengan konstruksi buis beton berlubang dengan kedalaman sampai 6 m, untuk memantau seberapa besar kadar pencemaran terjadi, terutama pengaruh pencemaran logam-logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan.
5. Buffer zone TPA Namo Bintang saat ini belum memiliki buffer zona atau zona penyangga, areal yang tertimbun sampah sangat dekat dengan lahan masyarakat yaitu dengan batas tanah timbun yang sebagian ditanam pepohonan dan saluran air/ parit jalan. Fungsi zona penyangga yang ditanami pepohonan adalah untuk mengurangi bau sampah dan memberi kesan hijau pada TPA.
4.5.5.4 Sampah pada area aktif Pengoperasian TPA Namo Bintang pada masa mendatang harus diatur sedemikian rupa dengan sistem zona, blok dan sel direncanakan dengan jelas, sehingga sampah terbuka hanya ada pada zona aktif, yaitu pada sel-sel mingguan penimbunan sampah. 4.5.5.5 Pengaturan lahan Pengaturan lahan untuk TPA sampah adalah :
Ada pengaturan dilapangan
zona, blok
dan
sel dengan
tanda yang jelas
Ada pengaturan zona, blok dan sel dengan tanda dan batas yang jelas dilapangan
Pengaturan lahan dengan zona, blok dan sel-sel ini dapat diberi tanda berupa patok-patok batas areal yang tidak tertimbun sampah, seperti pada bahu jalan/ drainase. 4.5.5.6 Rencana Perluasan lahan TPA Namo Bintang Berdasarkan situasi sekitar TPA Namo Bintang, perluasan lahan untuk penirnbunan sampah dapat dijelaskan sebagai berikut :
Perluasan ke arah Utara sudah tidak memungkinkan, karena adanya pagar permanen milik masyarakat, sedang pada bagian lembah sudah merupakan areal kolam lindi.
Perluasan ke arah Selatan masih memungkinkan, tetapi menyebabkan TPA menjadi lebih dekat ke permukiman.
akan
Perluasan ke arah Timur masih memungkinkan sekitarnya masih berupa perladangan masyarakat.
areal
karena
Bab 4 – Halaman 38
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan
4.5.6
Perluasan ke arah Barat masih memungkinkan, tetapi memiliki kemiringan pada arah yang berbeda sehingga diperlukan sistem penanganan lingkungan yang baru.
Terdapat lahan perladangan masyarakat yang telah dikelilingi sampah dengan tuas sekitar 4,7 Ha, areal ini sangat potensial untuk rnenjadi bagian dari sistem TPA Namo Bintang, sehingga sangat proritas untuk menjadi bagian perluasan TPA.
Kesimpulan dan Saran
4.5.6.1 kesimpulan Berdasarkan
hasil
kajian
pada
Studi Kelayakan
Lokasi Tempat
pembuangan Akhir (TPA) sampah Kota Medan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1)
Berdasarkan kajian teknis, lingkungan, sosial budaya dan ekonomi, serta kapasitas TPA Terjun dan TPA Namo Bintang, Pemerintah Kota Medan saat ini harus sesegera mungkin mencari dan merealisasikan pembangunan TPA sampah yang baru sebagai pengganti kedua TPA sampah tersebut.
2)
Pengoperasian TPA Terjun dilakukan secara open tingkungan sudah tidak pengoperasian TPA sampah
dan TPA Namo Bintang yang saat ini dumping berdasarkan kajian teknis, sesuai lagi dengan kaidah norma karena :
Menimbulkan pencemaran lingkungan karena tidak optimalnya prasarana pengelolaan lindi dan drainase, sedangkan cairan lindi sampah memiliki kandungan fisik-kimiawi yang melebihi nilai ambang batas, disamping kandungan bakteriologis yang dapat bersifat pathogen.
Penimbunan sampah secara terbuka menimbulkan bau dan gangguan lalat yang juga dapat menularkan penyakit, disamping mudah terbakar pada saat kering.
Penimbunan sampah dengan ketinggian dan kelandaian curam saat ini dapat beresiko longsor dan membahayakan aktivitas petugas dan pemulung.
3)
Meskipun secara sosial ekonomi kegiatan TPA Terjun dan TPA Namo Bintang mendapat respon sosial positif dari rnasyarakat sekitar terutama aktivitas pemulung tetapi berdasarkan amanat UU No- 18 Tahun 2008 harus dilakukan upaya rehabilitasi terhadap pengoperasian kedua TPA sampah tersebut untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan disekitarnya.
4)
Berdasarkan hasil evaluasi lokasi TPA yang ada dengan mengacu pada ketentuan SNl a3-3241-I994, lokasi TPA Terjun saat ini tidak memenuhi persyaratan sebagai lokasi TPA sampah karena Bab 4 – Halaman 39
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan kedalaman air tanahnya yang tinggi dan merupakan daerah banjir, masukan teknologi yang biasa digunakan untuk rancangan TPA tidak dapat diterapkan untuk lokasi tersebut, sehingga lokasi TPA Terjun menjadi tidak layak untuk diperluas lahannya. 5)
Lokasi TPA Namo Bintang masih sesuai dengan ketentuan sebagai lokasiTPA sampah mengacu pada ketentuan SNI O3-324t-L994, tetapi kondisinya saat ini tidak memenuhi syarat untuk pengoperasian TPA sampah sehingga memerlukan rehabilitasi teknis untuk pengoperasian dan perluasannya
6)
Berdasarkan kajian kapasitas optimalnya berdasarkan kaidah teknis, TPA Terjun dan TPA Namo Bintang masih dapat dioperasikan sebelum adanya lokasi TPA yang baru, tetapi pengoperasiannya harus memenuhi kaidah/ normaf standard sesuai dengan ketentuan pengoperasian TPA pada kategori baik mengacu pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.14 Tahun 2005, yaitu dengan melakukan rehabilitasi/ revitalisasi kedua TPA sampah tersebut.
7)
Kebutuhan TPA sampah yang baru, setelah dievaluasi berdasarkan SNI O3-324L- 1994 yang memungkinkan dalam wilayah administratif Kota Medan adalah pada Kecamatan Medan Tuntungan, tetapi akan terkendala pada harga lahan yang relatif tinggi dan adanya potensi resistensi masyarakat terhadap rencana lokasi TPA tersebut karena wilayahnya yang potensial untuk pengembangan permukiman.
8)
TPA sampah yang sangat potensial dan mendesak untuk dikembangkan adalah berupa TPA Regional, diwujudkan dengan adanya kerjasama antara Pemko Medan dan Pemkab Deli Serdang yang difasilitasi oleh Pemprov Sumatera Utara untuk nrembangun TPA Regional tersebut pada wilayah Kabupaten Deli Serdang yang berdasarkan ketentuan SNl O3-324L-t994 terdapat indikasi adanya zona layak TPA pada wilayah Kabupaten Deli Serdang yang dekat dengan Kota Medan, seperti pada Desa Kutalepar dan Desa Tualangpunggur Kec.Pancur Batu pada DAS Sungai Kwala Bekala/ Babura, areal PTPN Il Kec. Patumbak serta Desa Namo Pecawir, Namopoli, Sumbul pada DAS Sungai Percut di Kecamatan Biru-Biru.
9)
Pengelolaan TPA sampah berdasarkan amanat UU No. 18 Tahun 2008, tidak lagi sebagai Tempat Pembuangan Akhir {TPA) Sampah tetapi sudah menjadi Tempat Pemrosesan Akhir Sampah dimana sampah dikelola dengan berwawasan lingkungan dimana sampah dijadikan sumber daya yang dapat digunakan/ dimanfaatkan kembali secara optimal sesuai dengan teknologi yang berkembang saat ini.
Bab 4 – Halaman 40
Laporan Akhir Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun & TPA Namo Bintang Kota Medan
4.5.6.2 saran - saran Berdasarkan hasil kajian pada Studi Kelayakan Lokasi Tempat pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kota Medan, saran untuk pengelolaan TPA sampah kedepan adalah, sebagai berikut : 1)
Untuk mencegah terjadinya longsor pada pengoperasian TPA Terjun dan TPA Namo Bintang agar kelandaian timbunan sampah dibuat minimal 1,5 datar : 1 tegak, dan setiap ketinggian lapis 4 meter dibuat teras minimal 1 m.
2)
Untuk mengurangi terbentuknya cairan lindi, gangguan bau dan lalat, serta resiko terbakarnya sampah, agar dilakukan penutupan timbunan sampah padat dengan ketebalan 2 m, minimal setiap minggu sekali.
3)
Untuk mencegah pencemaran cairan lindi agar diupayakan membuat sistem drainase sekeliling areal TPA sampah yang bermuara ke bangunan pengolahan lindi.
4)
Meskipun TPA Terjun dan TPA Namo Bintang ditutup pengoperasiannya (permukaan timbunan sampah akhir ditutup dengan tanah), masih akan ada potensi terbentuknya air lindi, dengan demikian kedua TPA tersebut tetap membutuhkan saluran drainase/ lindi dan bangunan pengolahan lindi.
5)
Dengan ditutupnya kedua TPA sampah dengan tanah penutup, akan ada potensi akumulasi gas methan, dengan demikian meskipun kedua TPA sudah tidak dioperasikan kembaii, masih dibutuhkan pipa ventilasi gas methan yang dapat dipasang secara vertikal pada kedua TPA tersebut.
6)
Setelah kedua TPA sampah tersebut ditutup pengoperasiannya, dapat difungsikan sebagai taman, kebun bibit, dan areal rekreasi fiika sudah dilakukan upaya pengamanan untuk mencegah longsor dengan pembuatan terasering dan sistem drainase yang bai( serta pembuatan pipa ventilasi).
7)
upaya penambangan sampah lama, dan pengeringan serta pembuatan pupuk kompos dapat dilakukan pada kedua TPA sampah untuk memperpanjang usia pemakaiannya atau memfungsikannya sebagai TPA cadangan untuk kebutuhan mendadak jika terjadi lonjakan timbulan sampah atau masalah pada TPA yang baru.
Bab 4 – Halaman 41