BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Teori 2.1.1
Lanjut Usia
2.1.1.1 Definisi Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bias dihindari oleh siapapun. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat (Hurlock, 2000 cit Murwani, 2011: 4). Menurut Undang-Undang RI nomor 13 tahun 1998, Depkes (2001) dalam Murwani (2011: 4) yang dimaksud dengan usia lanjut adalah seorang laki-laki atau perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik secara fisik masih berkemampuan (potensial) maupun karena sesuatu hal tidak lagi mampu berperan aktif dalam pembangunan (tidak potensial). Kelompok usia lanjut adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto & Setiabudi, 2005 cit Murwani, 2011 : 5) 2.1.1.2 Batasan Lanjut Usia Berikut ini dikemukakan pendapat para ahli mengenai batasan lanjut usia (Widuri, 2010: 20) : 1) Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), ada empat tahap, yakni : (1) Usia pertengahan (middle age) dari usia 45 – 59 tahun. (2) Lanjut usia (elderly) dari usia 60 – 74 tahun. (3) Lanjut usia tua (old) dari usia 75 - 90 tahun (4) Usia sangat tua (very old) dari usia di atas 90 tahun. 2) Menurut Depkes RI (Murwani, 2011 : 7) membagi lansia sebagai berikut : (1) Kelompok menjelang usia lanjut (45 – 54 tahun) sebagai masa virilitas. (2) Kelompok usia lanjut (55 – 64 tahun) sebagai masa presenium. (3) Kelompok usia lanjut ( > 65 tahun) sebagai masa senium.
6
7
3) Menurut Masadani (dalam Nugroho, 2008 cit Widuri, 2010: 20), lanut usia merupakan kelanjutan usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu : (1)Fase iuventus, antara usia 25 – 40 tahun. (2)Fase verilitas, antara usia 40 – 50 tahun. (3)Fase presenium, antara usia 55 – 65 tahun. (4) Fase senium, antara usia 65 tahun hingga tutup usia. 4) Menurut Hurlock (1979), perbedaan lanjut usia terbagi dalam dua tahap, yakni : (1) Early old age (usia 60 – 70 tahun) (2) Advanced old age (usia 70 tahun ke atas). 2.1.1.3 Proses Menua Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan- lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho cit Murwani, 2011 : 9). Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh mrnghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh (Nugroho cit Murwani, 2011 : 9). Proses menua yang terjadi pada usia lanjut secara linier dapat digambarkan melalui tiga tahap, yaitu antara lain : a. Kelemahan (imparment). b. Keterbatasan fungsional (functional limitation). c. Keterhambatan (handicap). 2.1.1.4 Macam- macam Proses Menua (Murwani, 2011 : 11) 1) Penuaan Primer : perubahan pada tingkat sel dimana sel yang mempunyai inti DNA atau RNA pada proses penuaan DNA tidak mampu membuat protein dan RNA tidak lagi mampu mengambil oksigen, sehingga membrane sel menjadi kisut dan akibat kurang mampunya membuat protein maka akan terjadi penurunan imunologi dan mudah terjadi infeksi.
8
2) Penuaan sekunder : proses penuaan akibat dari faktir lingkungan, fisik, psikis dan social. Stres fisik, psikis, gaya hidup dan diit dapat mempercepat proses menjadi tua. 2.1.1.5 Perubahan Fisik dan Fungsi Pada Lanjut Usia Mengutip dari (Nugroho cit Widuri, 2010 : 25 – 34) berikut ini adalah perubahan – perubahan yang dapat terjadi pada setiap individu. 1) Sel a) Jumlah sel menurun/ lebih sedikit b) Ukuran sel lebih besar. c) Jumlah cairan tubuh dan cairan intraselular berkurang. d) Proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati menurun. e) Jumlah sel otak menurun. f) Mekanisme perbaikan sel terganggu. g) Otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5- 10 %. h) Lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar. 2) Sistem Persarafan a) Menurunnya hubungan persarafan. b) Berat otak menurun 10 – 20 % (sel saraf otak setiap orang berkurang setiap harinya). c) Respons dan waktu untuk bereaksi lambat, khususnya terhadap stres. d) Saraf panca indra mengecil. e) Penglihatan berkurang, pendengaran menghilang, saraf penciuman dan perasa mengecil, lebih sensitif terhadap perubahan suhu, dan rendahnya ketahanan terhadap dingin. f) Kurang sensitif terhadap sentuhna. g) Defisit memori. 3) Sistem Pendengaran a) Gangguan pendengaran. Hilangnya daya pendengaran pada telinga dalam, terutama terhdapa bunyi suara atau nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata- kata, 50 % terjadi pada usia di atas umur 65 tahun.
9
b) Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis. c) Terjadi pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya keratin. d) Fungsi pendengaran semakin menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan/ stres. e) Tinitis (bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau rendah, bisa terus menerus atau intermiten). f) Vertigo (perasaan tidak stabil yang terasa seperti bergoyang atau berputar). 4) Sistem Penglihatan. a) Sfingter pupil timbul sklerosis dan repson terhadap sinar menghilang. b) Kornea lebih membentuk sferis (bola). c) Lensa menjadi lebih suram (kekeruhan pada lensa), menjadi katarak, jelas menyebabkan gangguan penglihatan. d) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptaasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam gelap. e) Penurunan/ hilangnya daya akomodasi, dengan manifestasi presbiopoa, seseorang sulit melihat dengan yang dipengaruhi berkurangnya elastisitas lensa. f) Lapang pandang menurun luas pandangan berkurang. g) Daya membedakan warna menurun, terutama warna biru atau hijau pada skala. 5) Sistem Kardiovaskular a) Katup jantung menebal dan menjadi kaku. b) Elastisitas dinding aorta menurun. c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % setiap tahun sesudah berumur 20 tahun. d) Curah jantung menurun (isi semenit jantung menurun). e) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak).
10
f) Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan perdarahan. g) Tekanan darah meninggi resistensi pembuluh darah perifer meningkat. 6) Sistem Pengaturan Suhu Tubuh Pada pengaturan suhu tubuh, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi berbagai faktor yang mempengaruhinya. Kondisi yang sering ditemui pada lanjut usia adalah: a) Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis ± 350 C ini akibat metabolisme yang menurun. b) Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan dan dapat pula menggigil, pucat dan gelisah. c) Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot. 7) Sistem Pernapasan a) Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan kekuatan, dan menjadi kaku. b) Aktivitas silia menurun. c) Paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik napas lebih berat, kapasitas pernapasan maksimum menurun dengan kedalaman bernapas menurun. d) Ukuran alveoli melebar (membesar secara progresif) dan jumlah berkurang. e) Berkurangnya elastisitas bronkus. f) Oksigen (O2) pada arteri menurun menjadi 75 mmHg. g) Karbondioksia (CO2) pada arteri tidak berganti. Pertukaran gas terganggu. h) Refleks dan kemampuan untuk batuk berkurang. i) Sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun.sering terjadi emfisema senilis. j) Kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot pernapasan menurun seiring pertambahan usia.
11
8) Sistem Pencernaan a) Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun. b) Indra pengecap menurun, adanya iritasi selaput lender yang kronis, atrofi indra pengecap (± 80%), hilangnya sensitivitas saraf pengecap di lidah, terutama rasa manis dan asin, dan pahit. c) Esophagus melebar. d) Rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun), asam lambung menurun, motilitas dan waktu pengosongan lambung menurun. e) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi. f) Fungsi absorbsi melemah. g) Hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah berkurang. 9) Sistem Reproduksi 1. Wanita a) Vagina mengalami kontraktur dan mengecil. b) Ovari menciut, uterus mengalami atrofi. c) Atrofi payudara. d) Atrofi vulva. e) Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi berkurang, sifatnya menjadi alkali dan terjadi perubahan warna. 2. Pria a) Testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun ada penurunan secara berangsur- angsur. b) Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun, asal kondisi kesehatannya baik, yaitu : -
Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia.
-
Hubungan seksual secara teratur membantu mempertahankan kemampuan seksual.
-
Tidak perlu cemas karena prosesnya alamiah.
12
-
Sebanyak ± 75% pria di atas usia 65 tahun mengalami pembesaran prostat.
10) Sistem Genitourina a) Mengecilnya nefron akibat atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 % sehingga fungsi tubulus berkurang. b) Renal plasma flow (RPF) dan Glomeruluar filtratioj rate (GFR) atau klirens kreatinin menurun secara linier sejak usia 30 tahun. Jumlah darah yang difiltrasi oleh ginjal berkurang. c) Vesika urinaria, otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat. Pada pris lanjut usia, vesika urinaria sulit dikosongkan sehingga mengakibatkan retensi urine meningkat. d) Kurang lebih 75% pria di atas di atas 65 tahun mengalami pembesaran prostat. 11) Sistem endokrin a) Hormon estrogen, progesterone, dan testoteron mengalami penurunan. b) Produk hampir semua hormon menurun. c) Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah. d) Pada hipofisis, pertumbuhan hormon ada, tetapi lebih rendah dan hanya di dalam pembuluh darah, berkurangnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH. e) Aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate) dan daya pertukaran zat menurun. 12) Sistem Integumen a) Jaringan kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak. b) Permukaan kulit cenderung kusam, kasar, dan bersisik (karena kehilangan proses keratinasi serta perubahan ukuran dari bentuk sel epidermis). c) Timbul bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis yang tidak merata pada permukaan kulit sehingga tampak bintik-bintik atau noda coklat. d) Terjadi perubahan pada daerah sekitar mata, timbulnya kerut-kerut halus di ujung mata akibat lapisan kulit menipis.
13
e) Respons terhadap trauma menurun. f) Kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu. g) Berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi. h) Kuku jari menjadi keras dan rapuh. i) Jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang. 13) Sistem Muskuloskeletal a) Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh. b) Gangguan tulang, yakni mudah mengalami demineralisasi. c) Kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terutama vertebra, pergelangan, dan paha, insiden osteoporosis dan fraktur meningkat pada area tulang tersebut. d) Diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya berkurang). e) Persendian membesar dan menjadi kaku. f) Atrofi serabut otot, otot mengecil sehingga pergerakan menjadi lamban, otot kram, dan menjadi tremor. g) Komposisi otot berubah sepanjang waktu (myofibril digantikan oleh lemak, kolagen, dan jaringan parut). h) Aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua. 2.1.2
Kolesterol Kolesterol merupakan salah satu komponen lemak yang ada dalam tubuh.
Senyawa ini sering dikaitkan dengan pola makan tinggi lemak. Jika ditelaah lebih lanjut, kolesterol merupakan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh (Harlinawati, 2006: 1).
Kolesterol merupakan salah satu komponen lemak yang sangat
diperlukan oleh tubuh disamping zat gizi antara lain seperti karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Lemak merupakan salah satu sumber energi yang memberikan kalori paling tinggi. Disamping sebagai salah satu sumber energi, kolesterol merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh untuk membentuk dinding sel-sel dalam tubuh dan merupakan bahan dasar pembentukan hormon steroid. (Yovita, 2012: 165). Kolesterol dalam darah adalah elemen esensial yang terdapat dalam sel membran manusia dan merupakan komponen struktural dari hormon steroid dan asam empedu. Berikut ini sejumlah manfaat kolesterol :
14
1) Penyumbang energi yang lebih tinggi daripada protein. 2) Pembungkus jaringan saraf. 3) Pelapis serabut sel. 4) Bahan dasar pembentukan hormon-hormon steroid. 5) Pembuat garam empedu yang penting untuk mencerna lemak. 6) Pelarut vitamin A, D, E, dan K. 7) Berperan dalam membantu perkembangan jaringan otak anak. Namun, kolesterol berubah menjadi ‘jahat ‘ jika kadarnya dalam tubuh melebihi normal. Bila keberadaan kolesterol yang berlebih dalam tubuh, akan tertimbun di dalam dinding pembuluh darah dan menimbulkan suatu kondisi yang disebut aterosklerosis, yaitu penyempitan atau pengerasan pembuluh darah (Yovita, 2012: 165). Kolesterol melekat lapis demi lapis, perlahan-lahan tanpa disadari penderitanya. Akibatnya, aliran darah yang melewati pembuluh darah menjadi tidak lancar. Oksigen yang dibawa darah untuk mensuplai jantung dan otak otomatis menjadi lebih sedikit. Ada ketidakseimbangan antara oksigen supply dan oksigen deman. Inilah cikal bakal terjadinya penyakit jantung koroner (PJK) dan stroke (Harlinawati, 2006: 2). Kadar kolesterol total meningkat secara bertahap seiring bertambahnya usia (Stanley, 2006: 183). Secara normal, kolesterol yang dibutuhkan telah diproduksi sendiri oleh tubuh dalam jumlah yang tepat. Tetapi bila tubuh masih menerima makanan dari luar yang berasal dari lemak hewani, telur, dan lain- lain, jumlahnya akan meningkat. Unsur lemak dalam darah terdiri atas kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas. Hanya seperempat dari makanan yang terkandung dalam darah berasal langsung dari makanan yang diserap oleh saluran pencernaan. Sisanya merupakan hasil produksi tubuh sendiri (sel-sel hati (Yovita, 2012: 165).
15
Tabel 2.1 Klasifikasi Total Kolesterol No. Batasan
Keterangan
1.
Kurang dari 200
Yang diperlukan
2.
200- 239
Batasan normal tertinggi
3.
Lebih dari 240
Tinggi
Sumber : National Heart, Lung, and Blood Institute (Yovita, 2012 : 166). Kolesterol tidak dapat bergerak sendiri di dalam tubuh karena tidak larut dalam air (Bull, 2007: 4). Oleh karena itu, kolesterol diangkut sebagai bagian dari struktur yang bernama lipoprotein. Ada berbagai jenis lipoprotein, tetapi dua jenis lipoprotein utama adalah : 1) Lipoprotein berdensitas rendah (Low density lipoprotein, LDL) 2) Lipoprotein berdensitas tinggi (high density lipoprotein, HDL) 2.1.2.1 Low Density Lipoprotein (LDL) Kolesterol LDL mengangkut kolesterol dari hati, tempatnya diproduksi, ke jaringan tubuh yang memerlukan. LDL merupakan transporter kolesterol terbanyak di dalam darah (Bull, 2007 : 4). Jika terlalu banyak kolesterol LDL yang bersirkulasi dalam aliran darah, semakin lama LDL akan menumpuk di bagian dinding arteri yang memasok organ tubuh dengan oksigen dan nutrisi. Penumpukan kolesterol LDL ini dapat mempersempit dan menyumbat arteri melalui pembentukan ateroma. Proses ini tersebut dinamakan ateroskelrosis (Bull, 2007 : 13). LDL disebut lemak jahat karena memiliki kecenderungan melekat di dinding pembuluh darah sehingga dapat menyempitkan pembuluh darah. LDL ini bisa melekat karena mengalami oksidasi atau dirusak oleh radikal bebas. LDL yang telah menyusup ke dalam intima akan mengalami oksidasi tahap pertama sehingga terbentuk LDL yang teroksidasi. LDL-teroksidasi akan memacu terbentuknya zat yang dapat melekatkan dan menarik monosit (salah satu jenis sel darah putih) menembus lapisan endotel dan masuk ke dalam intima. Disamping itu LDL-teroksidasi juga menghasilkan zat yang dapat mengubah monosit yang telah masuk ke dalam intima menjadi makrofag. Sementara itu LDL-teroksidasi akan mengalami oksidasi tahap kedua menjadi LDL yang teroksidasi sempurna
16
yang dapat mengubah makrofag menjadi sel busa. Sel busa yang terbentuk akan saling berikatan membentuk gumpalan yang makin lama makin besar sehingga membentuk benjolan yang mengakibatkan penyempitan lumen pembuluh darah. Keadaan ini akan semakin memburuk karena LDL akan teroksidasi sempurna, juga merangsang sel-sel otot pada lapisan pembuluh darah yang lebih dalam (media) untuk masuk ke lapisan intima dan kemudian akan membelah-belah diri sehingga jumlahnya semakin banyak. Timbunan lemak di dalam lapisan pembuluh darah (plak kolesterol) membuat saluran pembuluh darah menjadi sempit sehingga aliran darah kurang lancar. Plak kolesterol pada dinding pembuluh darah bersifat rapuh dan mudah pecah, meninggalkan "luka" pada dinding pembuluh darah yang dapat mengaktifkan pembentukan bekuan darah. Karena pembuluh darah sudah mengalami penyempitan dan pengerasan oleh plak kolesterol, maka bekuan darah ini mudah menyumbat pembuluh darah secara total (LIPI, 2009 cit Mamat, 2010 : 8- 9). Tabel 2.2 Klasifikasi kolesterol LDL No. Batasan
Keterangan
4.
Kurang dari 100
Optimal
5.
100- 129
Mendekati optimal
6.
130- 159
Batas normal tertinggi
7.
160- 189
Tinggi
8.
Lebih dari 190
Sangat tinggi
Sumber : National Heart, Lung, and Blood Institute (Yovita, 2012 : 166). 2.1.2.2 High Density Lipoprotein (HDL) Kolesterol HDL mengangkut kelebihan kolesterol dari jaringan dan membawanya kembali ke hati untuk diproses kembali atau dibuang dari tubuh sebagai asam empedu melalui kotoran (Bull 2007 : 4; Yovita, 2012 : 166). HDL mencegah kolesterol mengendap di arteri dan melindungi pembuluh darah dari proses aterosklerosis (terbentuknya plak pada dinding pembuluh darah). Dari hati kolesterol diangkut oleh lipoprotein yang bernama LDL (Low Density Lipoprotein) untuk dibawa ke sel-sel tubuh yang memerlukan, termasuk ke sel
17
otot jantung, otak dan lain-lain agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Kelebihan kolesterol akan diangkut kembali oleh lipoprotein yang disebut HDL (High Density Lipoprotein) untuk dibawa kembali ke hati yang selanjutnya akan diuraikan lalu dibuang ke dalam kandung empedu sebagai asam (cairan) empedu. LDL mengandung lebih banyak lemak daripada HDL sehingga ia akan mengambang di dalam darah. HDL disebut sebagai lemak yang "baik" karena dalam operasinya ia membersihkan kelebihan kolesterol dari dinding pembuluh darah dengan mengangkutnya kembali ke hati. Protein utama yang membentuk HDL adalah Apo-A (apolipoprotein). HDL ini mempunyai kandungan lemak lebih sedikit dan mempunyai kepadatan tinggi sehingga lebih berat (LIPI, 2009 cit Mamat, 2010 : 9- 10). Tabel 2.3 Klasifikasi kolesterol HDL No. Batasan
Keterangan
1. Kurang dari 40
Rendah
2. Lebih daro 60
Tinggi
Sumber : National Heart, Lung, and Blood Institute (Yovita, 2012 : 166). 2.1.2.3 Faktor Risiko Pemicu Kolesterol Tinggi Setiap faktor yang meningkatkan timbulmua penyakit disebut sebagai factor risiko.American Heart Association membagi factor risiko ini menjadi tiga golongan, yaitu sebagai berikut : 1) Faktor risiko utama (major risk factors) : faktor risiko utama diyakini secara langsung meningkatkan risiko timbulnya PJK seperti kadar kolesterol darah abnormal, tekanan darah tinggi, dan merokok. 2) Faktor risiko tidak langsung (contributing risk factor) : faktor risiko ini dapat disesuaikan dengan timbulnya PJK. Hubungan antara faktor tersebut dengan penyakit jantung koroner seringkali bersifat tidak langsung. Faktor- faktor yang termasuk golongan risiko ini adalah diabetes mellitus, kegemukan, tidak aktif (aktivitas), dan stress. 3) Faktor risiko alami : faktor risiko alami disebabkan karena keturunan, jenis kelamin, dan usia.
18
Adapun beberapa faktor risiko yang mempengaruhi kadar kolesterol adalah sebagai berikut (Nilawati, 2008: 18) : 1) Merokok Akan sangat bijaksana bila seorang perokok memutuskan untuk segera berhenti merokok. Perokok membuka dirinya terhadap risiko serius aterosklerosis dan penyakit jantung. Orang yang mengisap rokok 20 batang atau lebih dalam sehari berisiko dua kali lipat lebih tinggi untuk terserang penyakit jantung dibandingkan yang tidak merokok. Risiko yang disebabkan merokok jauh lebih besar dibandingkan dengan kelebihan berat badan. Keadaan jantung dan paru-paru perokok tidak akan dapat bekerja secara efisien. Perokok mempunyai risiko tinggi untuk terserang jantung koroner, stroke, bronkitis kronis, dan kanker (Nilawati, 2008: 18- 19). Nikotin dalam rokok dapat mempercepat proses penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah koroner yang bertugas membawa oksigen ke jantung. Selain memperburuk profil lemak atau kolesterol darah, rokok juga dapat meningkatkan tekanan darah pada nadi. Merokok juga dapat merusak lapisan dalam pembuluh darah, memekatkan darah sehingga mudah menggumpal, mengganggu irama jantung dan kekuarangan oksigen karena CO (Karbon monoksida) Setiap kali kita menyalakan rokok, maka denyut jantung bertambah, kemampuan jantung pembawa oksigen berkurang, HDL turun, dan menyebabkan pengaktifan platelet yaitu sel-sel penggumpal darah. peningkatan HDL harus dilakukan secara tepat sehingga dapat menekan risiko munculnya penyakit jantung koroner (Mamat, 2010:23) . Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Framingham heart Study di Amerika ditemukan bahwa kebiasaan merokok menyebabkan kadar HDL kolesterol menurun. Kebiasaan merokok juga memiliki hubungam langsung dengan peningkatan PJK dan stroke. Hal ini bisa dilihat dari kenyataan- kenyataan berikut (Tisnajaya, 2006: 23) : 1) Asap rokok mengandung nikotin yang memacu pengeluaran zat-zat seperti adrenalin. Zat ini merangsang denyutan jantung dan tekanan darah.
19
2) Asap rokok mengandung karbon monoksida (CO) yang meiliki kemampuan yang kuat untuk berikatan dengan oksigen dibandingkan sel darah merah (haemoglobin) sehingga akan menurunkan kapasitas sel darah merah dalam membawa oksigen ke jaringan tubuh, termasuk jantung dan otak. 3) Merokok dapat menyembunyikan “angina” yaitu sakit di dada yang dapat menjadi pertanda adanya masalah dengan jantung. Tanpa adanya sinyal tersebut, penderita tidak akan menyadari adanya bahaya serangan jantung sehingga tidak segera melakukan tindakan yang diperlukan. 4) Terlepas dari berapa banyak rokok yang diisap per hari, kebiasaan merokok dalam jangka panjang berpeluang menimbulkan penyumbatan arteri di leher. 2) Kurang mengkonsumsi sayuran dan buah- buahan Sayuran dan buah-buahan merupakan sumber bahan makanan yang aman bagi tubuh karena tidak memiliki kandungan kolesterol. Lemak yang dihasilkannya pun merupakan lemak tidak jenuh. Konsumsi lemak jenuh dan kolesterol dari makanan sehari-hari dan kebiasaan kurang mengonsumsi jenis bahan makanan yang berasal dari sayuran dan buah- buahan dapat mempengaruhi kadar kolesterol darah (Nilawati, 2008 : 20). Konsumsi makanan miskin serat, khususnya serat larut, dikaitkan dengan rendahnya kadar serum HDL-kolesterol dan HDL diperlukan untuk mencegah aterosklerosis. Kebutuhan serat makanan adalah 25 sampai 35 gram per hari. Mekanisme penurunan kadar kolesterol berhubungan dengan kemampuan serat makanan mengikat asam-asam empedu di intestin dan menunda pengosongan gastrin dan memperlambat absorpsi glukosa. Serat juga meningkatkan viskositas dari isi pencernaan, peningkatan ekskresi feses dan asam empedu serta kolesterol. Peningkatan ekskresi asam empedu dapat mencegah reabsorpsi (sintesis kolesterol dari asam empedu) sehingga terjadi pemblokan sintesa balik (menghambat enzim hidroksi metil glutaril sintetase). Keadaan tersebut akan menurunkan kolesterol dalam darah. Konsumsi serat makanan yang cukup dapat menurunkan kolesterol darah 10-15%. Didapatkan hubungan antara kadar kolesterol darah dengan jumlah lemak di dalam susunan makanan sehari-hari (diet). Makanan orang Amerika rata-rata
20
mengandung lemak jenuh dan kolesterol yang tinggi sehingga kadar kolesterol darahnya cenderung tinggi sedangkan makanan orang Jepang umumnya berupa nasi, sayur-sayuran dan ikan sehingga orang Jepang rata-rata kadar kolesterol darahnya rendah dan di dapatkan risiko PJK yang lebih rendah dibandingkan orang Amerika. Jadi diet merupakan faktor penting yang berpengaruh teihadap tinggi rendahnya kolesterol darah Penelitian khusus yang membandingkan lakilaki Jepang yang makanannya mengandung jumlah kalori dari lemak 15% dengan jumlah kalori 36% pada orang Jepang yang melakukan imigrasi ke Hawai didapatkan kadar kolesterol darah orang Jepang pribumi lebih rendah. Juga didapatkan hubungan yang kuat enters prosentasi kalori yang berasal dari asam lemak jenuh dengan kematian PJK pada beberapa negara. Penelitian lain mendapatkan asam lemak tidak jenuh seperti asam linolenik (omega-3) dapat menurunkan kadar kolesterol, sehingga bersifat mencegah terjadinya PJK (Anwar, 2014:10). 3) Konsumsi alkohol secara berlebihan Kebiasaan minum alkohol berlebihan dapat meningkatkan kadar kolesterol total dan trigliserida. Alkohol juga menyebabkan jantung dan hati tidak dapat bekerja secara optimal (Nilawati, 2008 : 21). 4) Obesitas dan kurang aktivitas Obesitas merupakan suatu keadaan yang menunjukkan adanya kelebihan lemak dalam tubuh secara abnormal. Obesitas dan kurangnya aktivitas merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner. Kelebihan berat badan mrningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis dengan berbagai cara.
Orang
dengan berat badan berlebih cenderung memiliki kadar kolesterol dan lemak yang lebih tinggi dalam darah serta jumlah HDL yang rendah (Nilawati, 2008 : 21). Pada umumnya orang gemuk memiliki kadar trigliserida tinggi dan disimpan di bawah kulit. Walaupun trigliserida banyak disimpan di bawah kulit, kadangkadang kadarnya di dalam darah tidak terlalu tinggi. Namum perlu diperhatikan bahwa simpanan trigliserida itu merupakan bahan utama pembentukan VLDL (Very Low Density Lipoprotein) dan LDL di liver yang akan masuk ke dalam cairan darah. Berkaitan dengan hal tersebut, maka kegemukan cenderung menjadi
21
penyebab meningkatnya kadar total kolesterol, VLDL, dan LDL (Tisnajaya, 2006 : 35). 5) Diabetes Melitus Diabetes melitus pada dasarnya merupakan suatu kekacauan metabolisme. Kadar gula darah biasanya naik sesudah makan. Dalam kasus diabetes, produksi insulin oleh pankreas berkurang, atau mungkin terhenti sama sekali. Oleh karena itu, kadar gula dalam darah meningkat hingga melampau batas sesudah makan. Selain gangguan metabolisme gula, konversi lemak oleh tubuh juga terganggu sehingga menyebabkan kadar lemak dalam darah meningkat. Bagi penderita diabetes, kenaikan kadar lemak darah akan meningkatkan risiko PJK yang disebabkan oleh aterosklerosis. Dengan demikian, sangat penting bagi penderita diabetes untuk mengontrol gula darah (Nilawati, 2008 : 22) 6) Stres Stres bisa meningkatkan pengeluaran hormone stress oleh tubuh yang berakibat naiknya tekanan darah. Stress juga mendorong seseorang untuk membentuk kebiasaan merugikan bahkan merusak, seperti minum alkohol berlebihan, merokok dan makan tidak beraturan. Oleh karena itu, stress harus dihindari. Jangan sampai stress mendorong seseorang untuk menempuh gaya hidup yang buruk dan merugikan (Nilawati, 2008 : 22) 7) Kebiasaan minum kopi Minum kopi berlebihan, selain dapat meningkatkan tekanan darah juga dapat meningkatkan kadar kolesterol total dan menurunkan HDL dalam darah (Nilawati, 2008 : 23). 8) Keturunan Tidak semua orang dilahirkan dengan nasib baik dengan tidak mewarisi ketidaknormalan dalam kesehatan atau tingkat metabolisme. Pada sebagian orang, walaupun pola makannya tidak terlalu baik, banyak mengonsumsi makanan berlemak, dan kurang serat, tetapi tidak mengalami masalah dengan kadar kolesterol ataupun aterosklerosis. Namun, pada sebagian orang lain justru yang rajin olahraga, pola makan kaya serat, jarang mengonsumsi lemak hewani, dan tidak merokok justru dirongrong memiliki kadar kolesterol yang selalu di ambang
22
batas normal. Bahkan, bila tidak mengonsumsi obat kadar kolesterol bisa naik sampai di atas 300 mg / dl pada usia relatif muda (Tisnajaya, 2006 : 35). Berbagai studi yang dilakukan pakar ilmu kedokteran menunjukkan bahwa berbagai penyakit mempunyai hubungan dengan keturunan. Dalam kaitan antara keturunan dan kadar kolesterol atau lemak yang abnormal dikenal dengan beberapa fenomena (Tisnajaya, 2006 : 34- 35) : 1) Familial hypercholesterolemia (FH) atau kolesterol yang amat tinggi dalam satu keluarga. Di sini kadar total kolesterol dan LDLD amat tinggi atau jauh di atas kadar normal. 2) Hypho-HDL atau HDL terlalu rendah dalam satu keluarga. Kadar HDL terlalu rendah yaitu dibawah 35 mg/ dl. 3) Familial combined hyperlipidemia (FCH) atau kombinasi lipid yang terlalu tinggi dalam satu keluarga. Di sini, terjadi kombinasi lipid yang terlalu tinggi dengan kombinasi berbeda-beda dalam satu keluarga. 4) Familial hypertriglyceridemia (FHT) atau trigliserida yang terlalu tinggi dalam satu keluarga. Dalam hal ini, kadar trigliserida amat tinggi. 9) Pengaruh Usia Beberapa ahli berpendapat bahwa kenaikan LDL seiring bertambahnya usia berhubungan dengan makin berkurangnya aktivitas LDL reseptor. Pengurangan aktivitas LDL reseptor menjadi penyebab naiknya LDL dalam darah dan secara otomatis akan meningkatkan risiko aterosklerosis. Sebagian ahli lainnya mengaitkan kenaikan LDL dan kolesterol total pada usia lanjut ini dengan faktor kegemukan atau obesitas yang meningkatkan persentase lemak tubuh (Tisnajaya, 2006 : 42). Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat PJK. Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur. Juga diadapatkan hubungan enters umur dan kadar kolesterol yaitu kadar kolesterol total akan meningkat dengan bertambahnya umur. Di Amerika Serikat kadar kolesterol pada laki-laki maupun perempuan mulai meningkat pada umur 20 tahun. Pada laki-laki kadar kolesteroi akan meningkat sampai umur 50 tahun dan akhirnya akan turun sedikit setelah umur 50 tahun. Kadar kolesterol perempuan sebelum menopause
23
(45-60tahun) lebih rendah daripada laki-laki dengan umur yang sama. Setelah menopause kadar kolesterol perempuan biasanya akan meningkat menjadi lebih tinggi daripada laki-laki (Anwar, 2004:9). 10) Pengaruh Gender Pada usia rentang remaja sampai sekitar 50 tahun, laki-laki berisiko 2-3 kali lebih besar dibandingkan dengan perempuan untuk mengalami masalah aterosklerosis. Pada usia lima puluh tahun, ke atas atau setelah menopause, kaum perempuan memiliki risiko yang setara dengan laki-laki. Pada usia pramenopause, perempuan dilindungi oleh estrogen dari masalah aterosklerosis. Estrogen dipercaya mencegah terbentuknya plak pada atreri dengan meningkatkan HDL dan menurunkan LDL pada darah. Setelah menopause, dimana tingkat kadar estrogen pada perempuan menurun, risiko aterosklerosis akan meningkat menjadi setara dengan laki-laki (Tisnajaya, 2006 : 43). Di Amerika Serikat gejala PJK sebelum umur 60 tahun didapatkan pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 7 perempuan. Ini berarti bahwa laki-laki mempunyai resiko 2 – 3 kali lebih besar dibanding perempuan. Pada beberapa perempuan dengan pemakaian oral kontrasepsi dan selama kehamilan akan meningkatkan kadar kolesterol. Pada wanita hamil kadar kolesterolnya akan kembali normal 20 minggu setelah melahirkan. Angka kematian pada laki-laki didapatkan lebih tinggi daripada perempuan. Penelitian Cooper pada 589 perempuan didapatkan respon peningkatan kolesterol sedikit berbeda yaitu kadar LDL kolesterol meningkat lebih cepat sedangkan kadar HDL kolesterol juga meningkat sehingga rasio kadar kolesterol total/HDL menjadi rendah. Rasio yang rendah tersebut akan mencegah penebalan dinding arteri sehingga perempuan cenderung lebih sedikit terjadi resiko PJK. Menurut Irvan (2007) bahwa kekurangan estrogen pada wanita menopause akan menurunkan kolesterol HDL. Adanya hormon estrogen pada wanita yang masih aktif menstruasi akan menekan Lp (a) atau lipoprotein (a). Kadar Lp (a) rata-rata adalah 2 mg/dl, dan apabila Lp(a) meningkat sampai 20-30 mg/dl maka akan muncul risiko penyakit jantung koroner. Lp(a) ini berperan sebagai penggumpal yang kemudian bersama-sama plak yang ada dalam pembuluh arteri
24
akan menyumbat aliran darah sehingga muncul serangan jantung. Kolesterol LDL lebih mudah menembus plak di dalam dinding nadi pembuluh darah apabila dalam kondisi teroksidasi. Peranan estrogen sebagai antioksidan adalah mencegah proses oksidasi LDL sehingga kemampuan LDL untuk menembus plak akan berkurang. Peranan estrogen yang lain adalah sebagai pelebar pembuluh darah jantung sehingga aliran darah menjadi lancar dan jantung memperoleh suplai oksigen secara cukup (Mamat, 2010:27-28). Tinggi atau rendahnya kadar kolesterol dalam darah juga dipengaruhi oleh kerja hormon dalam pencernaan. Sekresi enzim hidrolitik pankreas yang mendegradasi lipid dalam makanan diatur secara hormonal. Sel-sel mukosa jejunum dan duodenum dbagian bawah memproduksi hormon pepitda kecil, kolesistokinin (CCK, dahulu disebut pankreozimin), untuk menanggapi adanya lipid dan protein-protein yang tercerna sebagian yang memasuki daerah usus halus bagian atas. CCK bekerja dikanjung empedu yang menyebabkan kandung empedu berkontraksi dan mengeluarkan empedu, dan di sel-sel eksokrin pankreas yang menyebabkabkan sel-sel eksokrin tersebut mengeluarkan sel-sel pencernaan). CCK juga mengurangi pergerakan lambung, yang menyebabkan lambatnya pelepasan usus (Champe, 2010: 214). 11) Hipertensi Hipertensi adalah kondisi umum yang memengaruhi banyak orang di dunia. Hipertensi berhubungan dengan abnormalitas lipid kolesterol total, dimana kehadiran dislipidemia meningkatkan risiko terjadinya hipertensi dan dengan demikian terjadi peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. Meskipun beberapa faktor risiko hipertensi telah diidentifikasi, etiologi hipertensi masih belum sepenuhnya diketahui secara pasti. Banyak studi epidemiologik menunjukkan peningkatan progresif dalam risiko PJK dan hipertensi pada serum total kolesterol yang melebihi 193,2 mg/dL. Hiperkolesterolemia menyebabkan akumulasi partikel LDL di intima pembuluh darah. Partikel lipoprotein tersebut sering dihubungkan dengan konstituen matriks ekstraseluler. Sekuestrasi dalam intima memisahkan lipoprotein dari menyebabkan
terjadinya
modifikasi
beberapa antioksidan plasma dan oksidatif.
Partikel
lipoprotein
yang
25
mengalami oksidasi tersebut dapat memicu respon inflamasi berupa ekspresi berbagai molekul adesi yang menyebabkan akumulasi monosit ke dalam lesi arterial. Sesaat setelah perlekatan terjadi, beberapa sel darah putih akan bermigrasi ke intima. Leukosit dalam fraksi lemak yang telah berevolusi dapat menunjukkan peningkatan ekspresi reseptor lipoprotein yang telah diubah (reseptor scavenger). Fagosit mononuklear ini mencerna lipid dan menjadi sel busa, yang ditandai dengan sitoplasma yang dipenuhi oleh droplet lemak. Saat fraksi lemak berevolusi menjadi lesi aterosklerotik, sel-sel otot polos bermigrasi dari lapisan media melalui membran elastis internal dan menumpuk pada lapisan intima (Margarita, 2013: 83). Hubungan antara serum kolesterol dan tekanan darah juga diteliti di Oslo, Nowegia diantara sampel laki-laki yang berusia 20 – 49. Hasil penelitian menunjukkan korelasi lemah (r = 0,16; nilai p < 0,01) antara tekanan darah dan kolesterol serta didapatkan pada usia 40 perbedaan kolesterol antara tekanan diastolik < 70 mmHg dan ≥ 110 mmHg adalah 27,4 mg/dL. Penelitian di London dengan subjek penelitian sekitar 12,000 orang menunjukkan hubungan yang bermakna antara serum kolesterol dan tekanan darah sistolik maupun diastolic pada usia responden berusia < 65 tahun. Penelitian Bulpitt, dkk yang dilakukan pada 698 subjek berusia 40– 49 tahun menunjukkan asosiasi yang bermakna hanya antara tekanan darah sistolik yang dengan kolesterol serum (nilai p = 0,01). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan salah satu penelitian di Indonesia. Penelitian yang melibatkan 50 pasien hipertensi yang datang ke Puskesmas Sungai Besar Kota Banjar Baru menunjukkan hubungan statistik yang bermakna antara kadar kolesterol total dan hipertensi (nilai p = 0,002). Pada penelitian tersebut, responden dengan hipertensi tingkat 2 (takanan darah sistolik 160 –179 mmHg) dan tingkat 3 (tekanan darah sistolik >180) mayoritas terdapat pada kelompok responden dengan kadar kolesterol total antara 200 – 240 mg/dL. Sementara responden dengan hipertensi tingkat 1 (tekanan sistolik 140 – 159 mmHg) mayoritas terdapat pada kelompok responden dengan kadar kolesterol total normal (< 200 mg/dL) (Margarita, 2013:82).
26
2.1.3
Buah Apel
Gambar 2.1 Buah Apel Apel (Pyrus malus) merupakan buah subtropis yang sangat lezat rasanya. Buahnya berbentuk bulat dengan sedikit lekukan dibagian atas dan bawah (Yuliarti, 2011 : 95). Buah apel biasanya berwarna merah kulitnya jika masak dan siap dimakan, namum bisa juga kulitnya berwarna hijau atau kuning. Kulit buahnya agak lembek, daging buahnya keras dan memiliki beberapa biji di dalamnya ( Wikipiedia, 2015). Di Indonesia, apel dapat tumbuh dan berkembang dengan baik bila dibudidayakan di daerah yang meiliki ketinggian sekitar 1.200 m dpl. Tumbuhan apel dikategorikan sebagai salah satu anggota keluarga mawarmawaran dan mempunyai tinggi batang pohon mencapai 7- 10 m (Tilong, 2012 : 341). 2.1.3.1 Kandungan Buah Apel Apel banyak memiliki kandungan vitamin, mineral, dan unsur- unsur seperti fitokimia, serat, tanin, baton, asam tartar, dan lainnya. Zat inilah yang sangat diperlukan bagi tubuh untuk mencegah dan menanggulangi berbagai penyakit. Selain mempunyai kandungan senyawa pektin, buah apel juga mengandung zat gizi, antara lain :
27
Nilai Nutrisi Apel per 100 g Energi
218 kJ (52 kcal)
Karbohidrat
13,81 gr
-
Gula
10, 39 gr
-
Serat Pangan
2,4 gr
Lemak
0,17 gr
Protein
0,26 gr
Air
85,56 gr
Vitamin A equivalent
3 µg (0 %)
Thiamine ( Vitamin B1)
0,017 mg (1 %)
Riboflavin (Vitamin B2)
0,026 mg (2 %)
Niacin (Vitamin B3)
0,091 mg (1 %)
Asam Pantothenat (Vitamin B5)
0,061 mg (1 %)
Vitamin B6
0,041 mg (3 %)
Folat (Vitamin B9)
3 µm (1 %)
Vitamin C
4,6 mg (8 %)
Kalsium
6 mg (1 %)
Besi (Fe)
0, 12 mg (1 %)
Magnesium (Mg)
5 mg (1 %)
Fosfor
11 mg (2 %)
Kalium (Ka)
107 mg (2 %)
Seng (Zn)
0,04 mg (0 %)
Tabel 2.4 Persentase merujuk kepada rekomendasi Amerika Serikat untuk dewasa.
Sumber:
(Wikipedia,
2015.
Data
Nutrisi
USDA.
[http://www.nal.usda.gov.fnic/foodcomp/search] Diakses tanggal 12 Maret 2015, Pukul 20.30 WIB
28
2.1.3.2 Manfaat Buah Apel Manfaat buah apel bagi kesehatan terletak pada kandungan karoten dan pektinnya yang merupakan serat larut dalam air. Zat ini merupakan serat makanan yang mudah larut dalam air. Sebagian besar serat pada dinding tanaman terdiri dari zat-zat yang larut dalam air. Pektin terdapat pada semua dinding sel tanaman dan kulit paling luar dari buah- buahan dan sayur- sayuran. Pektin merupakan salah satu tipe serat kasar yang mempunyai beberapa keuntungan karena berbentuk gel. Kemampuannya membentuk gel ini memiliki pengaruh yang baik dalam penurunan kolesterol (Yuliarti, 2011: 10). Bahkan, pektin dalam buah apel diketahui dapat memperbaiki pencernaan dan mendorong sisa makanan pada saluran pembuangan (Tilong, 2012: 343).
Pektin juga dikenal sebagai
antikolesterol dan dapat menurunkan kolesterol darah bila berinteraksi dengan vitamin C (Mahendra, 2007: 65). Menurut sebuah penelitian dari Florida State University, Amerika Serikat, mengkonsumsi apel setiap hari dapat menghindari penyakit jantung dan stroke. Kadar kolesterol yang terjaga dan dan zat antioksidan akan melindungi tubuh dari serangan jantung dan stroke. Terbukti pada sebuah studi di Finlandia tahun 1996, bahwa orang yang pola makannya mengandung fitokimia, berisiko rendah terkena penyakit jantung. Penelitian lain, sebagaimana dikutip The British Medical Journal mengungkapkan bahwa apel juga mencegah terjadinya stroke (Yuliarti, 2011: 99). Hal ini dikarenakan apel dapat menurunkan kadar kolesterol jahat. Kandungan apel yang mampu mengatasi kolesterol ialah serat (Tilong, 2012: 344). Serat tersebut berguna mengikat lemak dan kolesterol jahat dalam tubuh, lalu dibuang.
Sebagaimana diketahui, timbunan kolesterol jahat dapat
menyebabkan bekuan darah dan di sekitar jantung dan otak. Itulah sebabnya, penurunan kadar kolesterol jahat dalam darah mencegah serangan jantung dan stroke secara signifikan. Dapat dikatakan bahwa mengonsumsi setidaknya dua buah apel dalam sehari dapat menyebabkan seseorang terhindar dari serangan jantung dan stroke. Di sini, persentasenya, serat dalam buah apel akan menurunkan kadar kolesterol jahat sebanyak 16 % (Tilong, 2012 : 345). Trik
29
untuk memaksimalkannya manfaatnya, jangan membuang kulitnya, kulit apel memiliki dua sampai enam kali senyawa antioksidan (Sunpride, 2015). 2.1.3.3 Kandungan Pektin Dalam Apel Pektin merupakan suatu kelompok dari komponen yang mengandung pektik yang terdiri dari pectin, pectic acid dan pectinic acid. Merupakan dietary fiber sekaligus functional fiber. Pektin adalah kelompok pi=olisakarida yang unsur utamanya asam D-galakturonat dengan ikatan 1,4 yang etrdapat pula pada ratntai utama sedangkan rantai cabang terdapat ramnosa, arabinosa, xylosa, fruktosa, dan galaktosa. Pektin membentuk sebagian dinding utama sel tumbuhan dan sebagai lamella bagian tengah. Merupakan serat larut air yang membentuk gel dan hampir seluruhnya dapat dimetabolisi oleh bakteri kolon. Stabil pada pH rendah oleh karena itu dapat dijumpai pada makanan yang asam. Bahan makanan yang mengandung banyak pektin adalah apel, strawberi, dan jeruk. Saat ini pektin daat diekstraksi dari jeruk atau apel dan dipakai sebagai bahn tambahan makanan disamping dipakai untuk memberntuk gel pada pembuata jelli dan selai. Pektin juga ditambahkan pada beberapa makanan enteral sebagai sumber serat (Tala, 2009: 5). Menurut Tala (2009: 9), serat seperti pektin dapat berikatan dengan enzim dan nutrien di dalam saluran cerna. Efek fisiologisnya adalah: 1) Berkurangnya absorpsi lemak. Baik serat larut maupun serat tak larut dapat mempengaruhi absorpsi lemak dengan mengikat asam lemak, kolesterol dan garam empedu di saluran cerna. Asam lemak dan kolesterol yang terikat dengan serat tidak dapat membentuk micelle yang sangat dibutuhkan untuk penyeraoan lemak agar dapat melewati unstrirred water layer masuk ke enterosit. Akibatnya lemak yang berikatan dengan serat tidak bisa diserap dan akan terus ke usus besar untuk diekskresi melalui feses atau didegradasi oleh bakteri usus. 2) Meningkatkan eksresi garam empedu Serat akan mengikat garam empedu sehingga micelle tidak dapat terbentuk. Di samping itu garam empedu yang telah terikat oleh serat ini tidak dapat
30
direabsorpsi dan diresirkulasi melalui siklus enterohepatik. Akibatnya garam empedu ini akan ke usus besar untuk dibuang melalui feses atau didegradasi oleh flora usus. 3) Mengurangi kadar kolesterol serum Konsumsi serat dapat menurunkan kadar kolesterol serum melalui beberapa cara: (1) Dengan meningkatnya ekskresi garam empedu dan kolesterol melalui feses maka garam empedu yang mengalami siklus enterohepatik juga berkurang. Berkurangnya garam empedu yang masuk ke hati dan berkurangnya absorpsi kolesterol akan menurunkan kadar kolesterol sel hati. Ini akan meningkatkan pengambilan kolesterol dari darah yang akan pakai untuk sintesis garam empedu yang baru yang akibatnya akan menurunkan kadar kolesterol darah. (2) Terjadi perubahan pool garam empedu dari cholic acid menjadi chendeoxycholic acid yang menghambat 3-hydroxy 3-methylglutaryl (HMG) CoA reductase yang dibutuhkan untuk sintesis kolesterol.
31
2.1.3.4 Mekanisme Serat Buah Dalam Menurunkan Kolesterol Buah Apel
Kandungan Pektin dalam Serat buah
Dicerna dalam pencernaan
Meningkatkan pengeluaran cairan empedu
Di usus serat difermentasi oleh bakteri
Cairan empedu terikat oleh serat tidak dapat direabsorpsi dan diresirkulasi melalui siklus enterohepatik
Membentuk asam asetat propionate dan butirat
Sintesis kolesterol terhambat
Cairan empedu berjalan menuju usus besar
Dikeluarkan bersamaan dengan feses
Penurunan kadar kolesterol
32
Gambar 2.2
Mekanisme serat buah dalam menurunkan kolesterol dalam tubuh
Sumber:
Kritchevsky (1990), Purwani (2012) cit Andigyan (2013)
2.1.3.5 Mekanisme Metabolisme Lipid Dalam Makanan Pencernaan lipid dalam makanan Lambung Hati
Usus halus
Kolesistokinin
Bikarbonat Lipase pancreas Kolesterol esterase Fosfolipase A2
Pengaturan hormonal Enzim Garam empedu Pergerakan lambung Produk pencernaan: 2-monosilgiserol Kolesterol Asam lemak bebas
Pankreas
Sekretin
Kolesistokinin
Pengaturan hormonal
Misel campuran Sel-sel mukosa usus (enterosit) Lipid-lipid (dengan protein, Apo B-48) Kilomikron Sistem limfatik Darah
Jaringan perifer (tidak termasuk otak)
33
Gambar 2.3
Mekanisme metabolisme lipid dalam makanan
Sumber:
Champe, Pamela.C (2010: 219)
2.1.3.6 Terapi Jus Jus buah dan sayuran adalah tonikum alami, yang bisa digunakan sebagai cara mana dan murah untuk : 1) Menstimulasi pencernaan 2) Memperkuat sistem imunitas 3) Mendorong proses pembuangan racun (toksin) dari tubuh, dengan program detolsifikasi 4) Sarana melawan penyakit 5) Mempercepat penyembuhan dari infeksi 6) Membantu penyambuhan tukak lambung 7) Diet eliminasi dalam usaha mendeteksi penyebab alergi Dengan mengekstraksi jus atau sari dari buah-buahan dan sayuran, akan diperoleh hasl berupa cairan yang kaya akan gula, pati, enzim, vtamin dan mineral. Namun rendah massa, dengan kata lain, hasilnya merupakan suatu konsentrasi yang mengandung hamper semua nutrisi dari buah-buahan atau sayuran yang dijus, tanpa sel fibroid pembungkus dan daging dari buah-buahan atau sayuran asalnya (Hadibroto, 2006 : 103) Untuk keperluan terapi atau penyembuhan, selanjutnya jus yang diperoleh dengan cara tersebut digunakan dengan dua cara : 1) Sebagai suplemen untuk asupan yang diperoleh dari makanan sehari-hari 2) Sebagai substitusi makanan padat dalam program puasa jus (juice-fast) Jus buah maupun jus sayuran sebaiknya langsung diminum, karena jus yang mentah dan tidak diawetkan snagat cepat rusak. Segala bentuk pemaparan atau kontak dengan cahaya, panas, dan udara akan mencetuskan proses oksidasi, yang selanjutnya akan menguraikan kandungan nutrisinya (Hadibroto, 2006 : 104).
34
2.1.3.7 Cara Pembuatan Jus Apel 1) Bahan: -
Apel merah yang sudah dicuci, potong tanpa dikuliti 500 gr (1 buah)
-
Pisau potong
-
Air matang 300 ml
-
Blender
2) Cara Membuat: (1) Siapkan apel yang telah dipotong-potong, masukkan potongan apel ke dalam blender dan campurkan air matang 300 ml yang telah disiapkan.
Gambar 2.4 Apel dan air matang dimasukkan ke dalam blender, tidak disertakan dengan pemanis tambahan (gula, sus, atau madu).
Gambar 2.5 Blender sampai lembut sekitar 1-2 menit. 2 .Siapkan gelas saji, tuang jus apel.
Gambar 2.6 Sajikan jus apel (Sumber: www.google.co.id/images/jus-apel)
35
Diakses tanggal 23 Maret 2015, Pukul 19.00 WIB (2) Sekali penyajian jus buah apel untuk 2 orang (@ 150 ml) (3) Jus langsung segera diminum. 2.1.3.8 Kontraindikasi 1) Jus buah apel memiliki kadar vitamin C yang cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan asam lambung pada penderita gastritis. 2) Jus buah apel tidak boleh diminum bersamaan dengan waktu mengonsumsi obat karena buah apel mengganggu penyerapan dalam lambung serta meningkatkan asam lambung. 2.1.3.9 Efek Samping 1) Apabila mengkonsumsi jus buah apel dalam takaran yang besar dan terusmenerus dapat mengakibatkan gejala berupa sakit perut, BAB berlebihan. 2.1.4
Terapi Komplementer Minat dan penggunaan terapi komplemeter dan alternatif pengobatan akhir-
akhir ini diminati di beberapa negara di dunia. Berdasarkan studi yabg dilakukan Emslie et all (1996 dalam Chang, Wallis & Tiralongo, 2007), menemukan bahwa negara-negara seperti Australia, Skotlandia, UK, Taiwan, Singapura dan USA tercatat setengah sampai dua pertiga masyarakatnya menggunakanterapi komplemente. Alasan yang dikemukakakn oleh masyarakat yang menggunakan terapi komplementer adalah penyakit yang didertianya adalah penyakit, adanya keetidakmampuan atau untuk mengurangi rasa sakit atau ketidaknyamanan dari penyakitnya. Terapi komplementer merupakan alternatif pengobatan yang berkaitan dengan
praktek-praktek, pendekatan,
pengetahuan, dan keyakinan
yang
menggabungkan tumbuhan, hewan dan mineral sebagai dasar pengobatan, terapi spiritual, teknik manual dan latihan (WHO, 2003). National Center for Complementary and Alternative Medicine (NCCAM) menekankan terapi komplementer menjadi 5 domain utama yaitu:
36
1) Alternatif Sistem Pengobatan Membangun secara lengkap teori dan praktek, seperti keseimbangan antara obat-obatan dengan pengobatan cina. 2) Intervensi Mind-Body Digunakan dengan berbagai teknik yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan fikiran, seperti meditasi, berdoa dan terapi seni. 3) Terapi-Terapi yang berdasaran Biologi Menggunakan siubstansi-subtansi yang ditemukan di alam seperti diet suplement, produk herbal, dan produk botani. 4) Manipulasi dan metode yang berdasarkan pada Tubuh Dengan menggerakkan satu atau lebih anggota badan seperti chropatic, osteopathic, dan message. 5) Terapi Energi Dengan menggunakna lapang energi tubuh seperti biofield terapi (Gi Gong dan setuhan terapeutik), dan bioelektromagnetik. 2.1.5
Dasar Hukum Pengobatan Komplementer dan Alternatif Pemberian jus buah apel merah merupakan bagian dari pengobatan
komplementer-alternatif. Dalam Undang – Undang Kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia mengenai penyelenggaraan pengobatan tradisional. Dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan Bab 1 pasal 1 ; Ayat 4 menyebutkan : sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Ayat 9 menyebutkan : obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sedian sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarakat. Ayat 16 menyebutkan ; pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan
37
keterampilan turun-temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan normal yang berlaku dimasyarakat. Dalam
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaran Pengobatan Tradisional pada Bab 1 pasal 1 ; Ayat 1 menyebutkan ; pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara, obat dan pengobatannya yang mengacu pada pengalaman, keterampilan turun-temurun, dan atau pendidikan/pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Ayat 2 mengatakan ; obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sedian sarian (galenik), atau campuran bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
38
2.2 Kerangka Konsep
Variabel Independen Pemberian Jus Buah Apel Merah
Variabel Dependen Penurunan kadar kolesterol pada lansia
Pre Test
Kadar kolesterol darah
Post Test
Kadar kolesterol darah
Diukur dengan alat ukur multicheck kolesterol Keterangan : Diteliti : Tidak diteliti : Pengaruh : Hubungan
Gambar 2.7
Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Pemberian Jus Buah Apel Merah Terhadap Penurunan Kadar Kolesterol Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Sinta Rangkang Bukit Batu Palangka Raya Tahun 2015
39
2.3 Hipotesis Hipotesis merupakan suatu pernyataan yang masih lemah dan membutuhkan pembuktian untuk menegaskan apakah hipotesis tersebut dapat diterima atau harus ditolak, berdasarkan fakta atau data empiris yang telah dikumpulkan dalam penelitian (Hidayat, 2009: 39). Hipotesis nol atau dilambangkan dengan Ho adalah hipotesis yang menyatakan hubungan yang ddefinitif dan tepat di antara dua variabel. Secara umum hipotesis nol diungkapkan sebagai tidak terdapat hubungan (signifikan) antara dua variabel atau tidak adanya perbedaan signifikan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya. Di dalam analisis statistik, uji statistik ini biasanya mempunyai satu sasaran untuk menolak kebenaran hipotesis nol. Hipotesis yang lain yang bukan hipotesis nol disebut hipotesis alternative yang biasa diambangkan Ha (Hidayat, 2009: 41). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa H0 diterima yaitu tidak ada pengaruh antara pemberian jus buah apel merah terhadap penurunan kadar kolesterol pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sinta Rangkang Palangka Raya.
47
2.4 Penelitian Terkait 1) Andigyan (2013) Judul: Pengaruh Pemberian Jus Buah Delima (Punica granatum) Terhadap Kadar Kolesterol Total Wanita Hiperkolesterolemia) Tabel 2.5 Penelitian terkait tentang Pengaruh Pemberian Jus Buah Delima (Punica granatum) Terhadap Kadar Kolesterol Total Wanita
Hiperkolesterolemia)
Populasi Penelitian
Tindakan yang Diberikan
Hasil Penelitian
Populasi terjangkau dalam
Dengan cara memberikan
Kadar kolesterol total sebelum Uji beda kadar kolesterol total
penelitian ini adalah wanita Wanita usia
30-49
tahun
Uji Statistik yang Digunakan
yang dan setelah intervensi pada sebelum dan setelah intervensi
yang hiperkolesterolemia
dengan kelompok intervensi terdapat pada
mengalami
kadar kolesterol total ≥200 perbedaan
hiperkolesterolemia.
mg/dl,
kelompok
intervensi Penurunan
mendapat 25 g/hari jus kulit kolesterol delima dan kelompok kontrol intervensi
kelompok
intervensi
(p=0,013). menggunakan uji dependent trerata total pada
kadar test
dan
uji
beda
setelah kolesterol total sebelum dan kelompok setelah
intervensi
pada
mendapat plasebo. Intervensi intervensi dan kontrol yaitu kelompok dilakukan selama 14 hari.
kontrol
6,83% dan 2,44%. Perbedaan menggunakan penurunan total
kadar
antara
kadar
kolesterol parametrik kelompok Perbedaan
uji
non
wilcoxon. kadar
kolesterol
48
Populasi Penelitian
Tindakan yang Diberikan
Hasil Penelitian
Uji Statistik yang Digunakan
intervensi dan kontrol tidak total setelah intervensi antara terdapat perbedaan (p=0,182).
kelompok kontrol
dan
penurunan total
intervensi
perbedaan
kadar
antara
intervensi
dan
kolesterol kelompok
dan
kontrol
menggunakan uji independent t-test, sedangkan uji analisis perbedaan
kadar
kolesterol
total sebelum intervensi antara kelompok
intervensi
dan
kontrol menggunakan uji mann whitney. berganda
Uji
regresi
dilakukan
linier untuk
memprediksi besar pengaruh asupan zat gizi terhadap kadar kolesterol total.
49
2) Mamat (2010) Judul: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kadar Kolesterol HDL pada Keluarga di Indonesia (Analisis data Sekunder IFLS 2007/2008) Tabel 2.6 Penelitian terkait tentang Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kadar Kolesterol HDL pada Keluarga di Indonesia (Analisis data Sekunder IFLS 2007/2008) Populasi Penelitian
Tindakan yang Diberikan
Hasil Penelitian
Uji
Statistik
yang
Digunakan Populasinya adalah seluruh Dengan
cara
keluarga
mengenai
yang
ada
Indonesia. Adapun
di kuisioner
tenknik faktor
Yang
memberikan Semua variabel yang masuk Analisa Faktor- dalam
model
Berhubungan nilai p
menunjukkan desain
data
kompleks
sampling
analisis
Logstic
< 0,05 yang artinya dengan
pengambilan sampel diambil Dengan Kadar Kolesterol HDL baik
kebiasaan regression
yang
tujuan
variabel
yang
secara multi stage sampling pada Keluarga.
merokok(ringan, sedang dan melihat
dengan
berat), jenis kelamin, obesitas, berhubungan
penentuan
besar
sampelnya dilakukan dengan
aktifitas dan diet serat memiliki kolesterol
cara Probabelity Prorsional
hubungan
Size (PPS) dan pengambilan
kolesterol HDL.
sampel akhir dilakukan secara
dengan
kadar pengontrolan analisis.
menggunakan
dengan HDL
kadar melalui
variabel
saat
50
simple
random
sampling
(SRS).
Data
yang
dikumpulkan
berdasarkan
laporan data sekunder yang ada di IFLS tahun 2007/2008.
6