BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik dan menerapkan system terbuka
serta
saling
berinteraksi.
Manusia
selaulu
berusaha
untuk
mempertahankan keseimbangan hidupnya. Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, keadaan ini disebut dengan sehat. Sedangkan seseorang dikatakan sakit apabila gagal dalam mempertahankan keseimbangan diri dan lingkungannya. Sebagai makhluk social, untuk mencapai kepuasana dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal positif (Mirzal Tawi, 2008). Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik yang bersifat psikologik maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik. masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh timbal balik, sebagai akibat terjadinya perubahan sosial dan atau gejolak sosial dalam masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan jiwa (Depkes, 2011). Masalah-masalah
psikososial
ada
beberapa
diantaranya:
psikotik
gelandangan dan pemasungan, penderita gangguan jiwa, masalah anak: anak jalanan dan penganiayaan anak, masalah anak remaja: tawuran dan kenakalan, penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, masalah seksual: penyimpangan seksual, pelecehan seksual dan eksploitasi seksual, tindak kekerasan sosial, stress pasca trauma, pengungsi/ migrasi, masalah usia lanjut yang terisolir, masalah kesehatan kerja: kesehatan jiwa di tempat kerja, penurunan produktifitas dan stres di tempat kerja, dan lain-lain: HIV/AIDS (Depkes, 2011). Dalam hal ini kami kelompok mengangkat masalah Psikososial yang berhubungan dengan adanya kejadian pasca trauma akibat kehilangan bagian tubuh.
1.2 TUJUAN PENULISAN 1.2.1
Sebagai bahan tugas dari dosen matakuliah
1.2.2
Mahasiswa akan dapat memahami konsep dasar psikososial
1
1.2.3
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan gangguan psikososial
2
BAB 2 TINJAUAN TEORI
2.1 KONSEP PSIKOSOSIAL
Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang bersifat psikologik maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik. Masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh timbal balik, sebagai akibat terjadinya perubahan sosial atau gejolak sosial dalam masyarakat yang dapat menimbulkan ganguan jiwa. Dalam kebutuhan Maslow dinyatakan bahwa tingkat yang paling tinggi dalam kebutuhan manusia adalah tercapainya aktualisasi diri untuk mencapai aktualisasi diri diperlukan konsep diri yang sehat. 1.
Konsep diri
Konsep diri adalah semua perasaan kepercayaan dan nilai yang diketahui tentang dirinya dan memengaruhi individu dalam bersosialisasi dengan orang lain. Konsep diri berkembang secara bertahap saat bayi molai mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain. Pembentukan konsep diri ini sangat dipengaruhi oleh asuhan orang tua dan lingkungannya. a.
Komponen konsep diri
1) Citra diri Adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup presepsi dari pasangan tentang ukuran, bentuk, dan fungsi penampilan tubuh saat ini dan masa lalu. 2) Ideal diri Presepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar perilaku. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi. 3) Harga diri Harga diri adalah penilaian terhadap hasil yang dicapai dengan analisis, sejauh mana perilaku memenuhi ideal diri. Jika individu selalu sukses maka
3
cenderung harga dirinya akan tinggi dan jika mengalami kegagalan cenderung harga diri menjadi rendah. Harga diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. 4) Peran diri Peran diri adalah pola sikap, perilaku nilai yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat. 5) Identitas diri Identitas diri adalah kesadaran akan dirinya sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesis dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh. b.
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri
1) Tingkat perkembangan dan kematangan Perkembangan anak seperti perkembangan menta, perlakuan, dan pertumbuhan anak akan mempengaruhi konsep dirinya. 2) Budaya Pada usia anak-anak nilai-nilai akan diadopsi dari orang tuanya, kelompoknya, dan lingkungannya. Orang tua yang bekerja seharian akan membawa anak lebih dekat pada lingkungannya. 3) Sumber eksternal dan internal Kekuatan dan perkembangan pada individu sangat berpengaruh terhadap konsep diri. Pada sumber internal misalnya, orang yang humoris koping individunya lebih efektif. Sumber eksternal misalnya adanya dukungan dari masyarakat dan ekonomi yang kuat. 4) Pengamatan sukses dan gagal Ada kecenderungan bahwa riwayat sukses akan meningkatkan konsep diri demikian pula sebaliknya. 5) Sensor Stresor dalam kehidupan misalnya perkawinan, pekerjaan baru, ujian dan kekuatan. Jika koping individu tidak adekuat maka akan menimbulkan depresi, menarik diri, dan kecemasan. 6) Usia, keadaaan sakit, dan trauma Usia tua, keadaan sakit akan mempengaruhi persepsi dirinya.
4
c.
Kriteria kepribadian yang sehat
1) Citra tubuh positif dan akurat Kesadaran akan diri berdasar atas observasi mandiri dan perhatian yang sesuai akan kesehatan diri. Termasuk presepsi saat ini dan masa lalu. 2) Ideal dan realitas Individu mempunyai ideal diri yang realitas dan mempunyai tujuan hidup yang dapat dicapai. 3) Konsep diri yang positif Konsep diri yang positif menunjukkan bahwa individu akan sesuai dalam hidupnya. 4) Harga diri tinggi Seseorang yang akan mempunyai harga diri tinggi akan memandang dirinya sebagai seorang yang berarti dan bermanfaat. Ia memandang dirinya sama dengan apa yang ia inginkan. 5) Kepuasan penampilan peran Individu yang mempunyai kepribadian sehat akan dapat berhubungan dengan orang lain secara intim dan mendapat kepuasan, dapat memercayai dan terbuka pada orang lain serta membina hubungan interdependen. 6) Identitas jelas Individu merasakan keunikan dirinya yang memberiarahkehidupan dalam mencapai tujuan d.
Karakteristik konsep diri rendah
1) Menghindari sentuhan atau melihat bagian tubuh tertentu 2) Tidak mau berkaca 3) Menghindari diskusi tentang topik dirinya 4) Menolak usaha rehabilitasi 5) Melakukan usaha sendiri dengan tidak tepat 6) Mengingkari perubahan pada dirinya 7) Peningkatan ketergantungan pada yang lain 8) Tanda dari keresahan seperti marah, keputusasaan, dan menangis 9) Menolak berpartisipasi dalam perawatan dirinya
5
e.
Faktor risiko gangguan konsep diri
1.
Gangguan identitas diri a) Perubahan perkembangan. b) Trauma c) Jenis kelamin yang tidak sesuai d) Budaya yang tidak sesuai
2.
Gangguan citra tubuh (body image) a)
Hilangnya bagian tubuh
b)
Perubahan perkembangan
c)
Kecacatan
3. Gangguan harga diri a)
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis
b)
Kegagalan perkembangan
c)
Kegagalan mencapai tujuan hidup
d)
Kegagalan dalam mengikuti aturan normal
4. Gangguan peran
f.
a)
Kehilangan peran
b)
Peran ganda
c)
Konflik peran
d)
Ketidakmampuan menampilkan peran
Stress dan Adaptasi
Stress merupakan bagian dari kehidupan yang mempunyai efek positif dan negatif yang disebabkan karena perubahan lingkungan. Secara sederhana stress adalah kondisi dimana adanya respons tubuh terhadap perubahan untuk mencapai normal. Sedangkan stressor adalah sesuatu yang dapat menyebabkan seseorang mengalami stress. Stressor dapat berasal dari internal misalnya, perubahan hormon, sakit maupun eksternal misalnya, temperatur dan pencemaran.
6
Seseorang mengalami situasi bahaya, maka respons akan muncul. Respons yang tidak disadari pada saat tertentu disebut respons koping.Perubahan dari suatu
keadaan
dari
respons
akibat
stressor
disebutadaptasi. Adaptasi
sesungguhnya terjadi apabila adanya keseimbangan antara lingkungan internal dan eksternal. Contoh adaptasi misalnya: optimalnya semua fungsi tubuh, pertumbuhan normal, normalnya reaksi antara fisik dan emosi, kemampuan menolerir perubahan situasi. a.
Fisiologi Stress dan Adaptasi
Tubuh selalu berinteraksi dan mengalami sentuhan langsung dengan lingkungan, baik lingkungan internal seperti pengaturan peredaran darah, pernapasan. Maupun lingkungan eksternal seperti cuaca dan suhu yang kemudian menimbulkan respons normal atau tidak normal. Keadaan diman terjadi mekanisme relatif untuk mempertahankan fungsi normal disebut homeostatis . Homeostatis dibagi menjadi dua yaitu homeostatis fisiologis misalnya, respons adanya
peningkatan
pernapasan
saat
berolahraga
dan homeostatis
psikologis misalnya, perasaan mencintai dan dicintai, perasaan aman dan nyaman.
b.
Respons fisiologi terhadap stress
Respons fisiologi terhadap stress dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu local adaptation syndrome (LAS) yaitu respons lokal tubuh terhadap stressor misalnya kalau kita menginjak paku maka secara refleks kaki akan diangkat atau misalnya ada proses peradangan maka reaksi lokalnya dengan menambahkan sel darah putih pada lokasi peradangan dan general adaptation syndrome (GAS) yaitu reaksi menyeluruh terhadap stressor yang ada. Dalam proses GAS terdapat tiga fase: 1) pertama, reaksi peringatan ditandai oleh peningkatan aktifitas neuroendokrin yang berupa peningkatan pembuluh darah, nadi, pernapasan, metabolisme, glukosa dan dilatasi pupil. 2) kedua, fase resisten dimana fungsi kembali normal, adanya LAS, adanya koping dan mekanisme pertahan. 3) ketiga, fase kelelahan ditandai dengan adanya vasodilatasi, penurunan tekanan darah, panik, krisis.
7
Dapat berupa depresi, marah, dan kecemasan. Kecemasan adalah respons emosional terhadap penilaian, misalnya cemas mengikuti ujian karena khawatir nilainya buruk. Ada empat tingkatan kecemasan, yaitu : 1)
Cemas ringan Cemas ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan
sehari – hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati – hati dan waspada. Respons cemas ringan seperti sesekali bernapas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir bergetar, lapang persepsi meluas, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif, tidak dapat duduk dengan tenang dan tremor halus pada tangan. 2)
Cemas sedang Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap masalah menurun. Respons cemas
sedang seperti sering napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia, gelisah, lapang pandang menyempit, rangsangan luar tidak mampu diterima, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak. 3)
Cemas berat Pada cemas berat lahan persepsi sangat sempit. Respons kecemasan berat
seperti napas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat dab sakit kepala, penglihatan kabur, ketegangan, lapang persepsi sangat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah, blocking , verbalisasi cepat dan perasaan ancaman meningkat.
4)
Panik Pada tahap ini lahan persepsi telah terganggu sehingga individu tidak
dapat mengendalikan diri sehingga individu tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa – apa walaupun telah diberi pengarahan. Respons panik seperti napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat berpikir logis, agitasi, mengamuk, marah, ketakutan, berteriak – teriak, blocking , kehilangan kendali dan persepsi kacau.
8
g.
Faktor – faktor yang Dapat Menimbulkan Stres
a) Lingkungan yang asing b) Kehilangan kemandirian sehingga mengalami ketergantungan dan memerlukan bantuan orang lain c) Berpisah dengan pasangan dan keluarga d) Masalah biaya e) Kurang informasi f) Ancaman akan penyakit yang lebih parah g) Masalah pengobatan
2.2 KEHILANGAN BAGIAN TUBUH / AMPUTASI 2.2.1
Pengertian Amputasi
Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan “pancung”. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi. Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler. Lebih lanjut ia dapat menimbulkan masalah psikologis bagi klien
atau
keluarga
berupa
penurunan
citra
diri
dan
penurunan
produktifitas.
2.2.2
Penyebab / faktor predisposisi terjadinya amputasi
Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi : 1.
Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
2.
Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
3.
Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
9
4.
Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
5.
Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
6. 2.2.3
Deformitas organ. Jenis Amputasi
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi : 1.
Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir 2.
Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien. 3.
Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas. Jenis amputasi yang dikenal adalah : 1.
Amputasi terbuka
2.
Amputasi tertutup. Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana
pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang. Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese.
10
Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami amputasi maka perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan kompetensinya. 2.2.4
Manajemen Keperawatan
Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu pada tahap preoperatif, tahap intraoperatif, dan pada tahap postoperatif.
2.2.4.1 Pre Operatif
Pada tahap preoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikologis klien dalam menghadapi kegiatan operasi. Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang berkaitan dengan kondisi fisik, khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi.
1. Pengkajian Riwayat Kesehatan
Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan. 2. Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan
amputasi
merupakan
tindakan
terencana/selektif,
dan
untuk
mempersiapkan kondisi tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat. 3. Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi : a. Sistem Integumen:
Kulit secara umum: Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi.
11
Lokasi amputasi : Lokasi amputasi mungkin mengalami peradangan akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus return. b. Sistem Cardiovaskuler :
Cardiac reserve : Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator fungsi jantung. Pembuluh darah : Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian terhadap elastisitas pembuluh darah. c. Sistem Respirasi :
Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai adanya sianosis, riwayat gangguan nafas. d. Sistem Urinari :
Mengkaji jumlah urine 24 jam. Mengkaji adanya perubahan warna, BJ urine. Cairan dan elektrolit : Mengkaji tingkat hidrasi. Memonitor intake dan output cairan. e. Sistem Neurologis :
Mengkaji tingkat kesadaran klien. Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik dan sensorik daerah yang akan diamputasi. f.
Sistem Muskuloskeletal :
Mengkaji kemampuan otot kontralateral. g. Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual
Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri yang mungkin timbul. Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan memperhatikan tingkatr persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri,
12
pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran dan gangguan identitas. Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping konstruktif. Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre operatif. h. Laboratorik
Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau melalui pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang akan dioperasi yang meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar dan fungsi jantung. i.
Pohon Masalah
2.2.4.2 Intra Operatif
Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik klien. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah
13
untuk menciptakan kondisi opyimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan. Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus untuktindakan perawatan luka, perawat membuat catatan tentang prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya dimasa postoperatif 2.2.4.3 Post Operatif
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa. Pada tahap ini merupakan tahap yang paling terpanjang dari kedua tahap lainnya dimana pada tahap ini yang kuatirkan adalah waktu pemulihan sampai aktifitas klien sewaktu pulang dirumah, kesadaran
akan
kehilangan
terhadap
salah
satu
bagian
tubuhnya
bisa
menimbulkan masalah bagi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari, sehingga klien dapat mengalami depresi yang dapat mengakibatkan gangguan Psikososial.
14
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan psikososial adalah: 1) Data demografi pasien a. Nama b. Jenis kelamin c. Umur d. Tanggal lahir e. dll 2) Riwayat kesehatan a. Dahulu b. Sekarang c. Keluarga 3) Mengkaji komponen konsep diri, yaitu: a. Gambaran diri (Tanyakan tentang: Persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai). Faktor predisposisinya a) Orang tua yg membenci & tdk menerima b) Harapan orang tua yg tdk realistis c) Anak yg tdk menerima kasih sayang d) Tergantung pd orang lain Pola asuh yang salah: terlalu dilarang, terlalu dikontrol, terlalu dituruti, terlalu dituntut dan tdk konsisten. e) Persaingan saudara-saudara f) Kesalahan & kegagalan yg berulang g) Tdk mampu mencapai standar yg ditentukan.
15
b. Ideal diri a)
Harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas/ peran.
b)
Harapan klien terhadap lingkungan (keluarga, sekolah, tempat kerja, masyarakat).
Factor predisposisinya
c. Harga diri a)
Hubungan klien dg orang lain sesuai dengan kondisi citra diri, identitas diri, ideal diri, peran diri.
b)
Penilaian/ penghargaan orang lain terhadap diri dan kehidupannya.
d. Penampilan peran a)
Peran/ tugas yang diemban dalam keluarga/ kelompok/ masyarakat.
b)
Kemampuan klien dalam melaksanakan tugas/ peran tersebut.
e. Identitas diri a)
Status dan posisi klien sebelum dirawat
b)
Kepuasan klien thd status dan posisinya (sekolah, tempat kerja, kelompok).
c)
Kepuasan klien sbg laki-laki/ perempuan.
Factor predisposisi 1) orang tua yg selalu curiga pd anak 2) kontrol orang tua yg ketat pd remaja 3) tekanan teman sebaya 4) Perubahan struktur social
4) Kaji Perubahan Perilaku Observasi perilaku/ penampilan klien : kebersihan, dandanan, pakaian dll à kemudian diskusikan dtg klien untuk mendapatkan pandangan diri klien. Dg bertanya:
Apakah ideal diri anda?
Apakah penampilan sesuai dg ideal diri anda?
16
Apakah pencapaian ideal diri memberi kepuasan
Apakah klien menghargai kemampuannya?
Apakah klien menganggap kelemahan sbg kekurangan
jawaban dpt dibandingkan dg hasil observasi.
Perilaku berhubungan dg HDR:
Mengejek & mengkritik diri sendiri
Merendahkan/ mengurangi martabat
Rasa bersalah & kawatir
Manifestasi fisik
Menunda keputusan
Gangguan berhubungan
Merusak diri
Merusak/ melukai orang lain
Perilaku berhubungan dengan identitas diri kabur
Kode moral tdk dilakukan
Kontradiksi dg ciri kepribadiannya
Eksploitasi hubungan interpersonal
Perasaan kososng
Perasaan ttg diri yg berfluktuasi
Kacau identitas seksual
Kecemasan yg tinggi
Ideal diri tdk realistis
Tdk mampu berempati pada orang lain
Tdk ada/ kurang ciri keaslian diri
Kecintaan pada diri yang patologis
Masalah dalam hubungan intim
Perilaku berhubungan dg depersonalisasi.
Afekstif
Persepsi
Kognitif
Perilaku
17
5) Kaji mekanisme koping yg digunakan: 1. Kaji koping jangka pendek 2. Kaji koping jangka panjang 6) Analisa data No 1
Data
Ds: - Klien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas secara normal - Klien mengatakan malu terhadap dirinya yang mengalami kehilangan sebagian anggota tubuhnya akibat amputasi kakinya Do : Wajah klien tampak datar 2 DS: - Klien mengatakan malu terhadap dirinya dan orang lain - Klien merasa tidak diterima dilingkungannya - Klien mengatakan dirinya tidak normal lagi DO: - Tampak Sedih 3.2 DIAGNOSA
Etiologi Amputasi ↓ Kehilangan sebagian anggota tubuh ↓ Cacat ↓ Timbulnya rasa malu, depresi ↓ Cemas
Masalah Cemas
Cacat ↓ Timbulnya rasa malu, depresi ↓ Gangguan citra tubuh
Gangguan citra tubuh
Diagnosa yang bisa muncul dalam gangguan psikososial adalah: 3.2.1
Cemas b/d kecacatan, perubahan peran dalam lingkungan social atau ketidakmampuan yang permanen.
3.2.2
Gangguan
citra
tubuh
b.d
post
amputasi
Definisi : Konfusi pada gambaran mental fisik dari diri seseorang
18
3.3 INTERVENSI DIAGNOSA INTERVENSI Cemas b/d kecacatan, NOC : perubahan peran dalam Anxiety control lingkungan social atau Coping ketidakmampuan yang Impulse control permanen. Kriteria Hasil :
NIC :
Anxiety Reduction (penurunan kecemasan) Gunakan pendekatan yang menenangkan Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur Pahami prespektif pasien terhdap situasi stres Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis Dorong keluarga untuk menemani anak Lakukan back / neck rub Dengarkan dengan penuh perhatian Identifikasi tingkat kecemasan Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi Instruksikan pasien menggunakan teknik
Definisi : Perasaan gelisah yang tak jelas dari ketidaknyamanan atau ketakutan yang disertai respon autonom (sumner tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan keprihatinan disebabkan dari antisipasi terhadap bahaya. Sinyal ini merupakan peringatan adanya ancaman yang akan datang dan memungkinkan individu untuk mengambil langkah untuk menyetujui terhadap tindakan
Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas Vital sign dalam batas normal Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
Ditandai dengan
Gelisah Insomnia Resah Ketakutan Sedih Fokus pada diri Kekhawatiran Cemas
19
relaksasi Barikan obat untuk mengurangi kecemasan
Gangguan citra tubuh NOC: NIC: b.d post amputasi Definisi : Konfusi pada Gambaran diri Kaji penerimaan gambaran mental fisik meningkat pasien akan tubuhnya dari diri seseorang Seimbang/ kongruen Identifikasi strategi antara bentuk tubuh, koping pasien harapan dan Bimbing pasien untuk penampilan mencari penyebab Gambaran diri sesuai perubahan tubuh Bersedia menyentuh Bantu pasien untuk bagian tubuhnya menerima kenyataan Puas dengan Dampingi pasien penampilan tubuh dengan memberikan Puas dengan fungsi dukungan psikologis tubuh secara pribadi Bisa menyesuaikan Dampingi pasien diri dengan bentuk dengan melibatkan tubuhnya kelompok/ group Bisa menyesuikan Fasilitasi kontak diri denganstatus dengan orang lain kesehatannya. yang memiliki kasus serupa Jelaskan pada pasien tentang pentingnya gambaran diri yang baik Kolaborasi dengan tim medis lain ( misal: fisioterapis) untuk memaksimalkan fungsi tubuhnya
3.4 Implementasi
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi
yang tepat dengan
20
selalu memperhatikan
keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien.
3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai: 1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan. 2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan. 3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
21
BAB 4 PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik yang bersifat psikologik maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik. masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh timbal balik, sebagai akibat terjadinya perubahan sosial dan atau gejolak sosial dalam masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan jiwa (Depkes, 2011).
4.2 SARAN Penyuluhan dan pendekatan terhadap pasien pasca opereasi masih bisa dikatakan minim, untuk itu sangatlah penting untuk dilakukan penyuluhan kepada pasien seperti ini agar mencegah terjadinya gangguan konsep diri.
22
DAFTAR PUSTAKA
Budi santosa : Editor, Panduan Diagnosa Keperawatan, Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, 2005-2006. Marilyn E. Doengoes, etc ; Rencana asuhan keperawatan ; pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta, 2000. Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G., Keperawatan Medikal-bedah Brunner & Suddarth edisi 8 vol. 2, EGC, Jakarta, 2001. Marion Jones, etc, Nursing Outcomes Classification (NOC), Second Edition, Mosby inc. Joanne C. mcClowskey, etc, Nursing Intervention Classification (NIC), Fourth edition, Mosby inc.
23