TUGAS COMPOUNDING & DISPENSING Analisis Resep
“ ANTI INFEKSI TOPIKAL ”
Oleh: KELOMPOK 3 KELAS B 2015001210 2015001220 2015001230 2015001290 2015001300
Faizal Ramdhani Jati Kumala Nur Miftahul Jannah Herni Pratiwi Melci Wisyasa
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PANCASILA JAKARTA
Bab I PENDAHULUAN
Pemberian obat secara topikal adalah memberikan obat secara lokal pada kulit atau pada membran area mata, hidung, lubang telinga, vagina dan rectum . Pemberian obat secara topical bertujuan untuk : 1. Memperoleh reaksi lokal dari obat tersebut 2. Mempertahankan hidrasi lapisan kulit 3. Melindungi permukaan kulit 4. Mengurangi iritasi kulit local 5. Menciptakan anastesi local 6. Atau mengatasi infeksi atau iritasi I. KLASIFIKASI OBAT A. BERDASARKAN BENTUK 1) Lotion Lotion ini mirip dengan shake lotion tapi lebih tebal dan cenderung lebih emollient di alam dibandingkan dengan shake lotion. Lotion biasanya terdiri dari minyak dicampur dengan air, dan tidak memiliki kandungan alkohol. Bisanya lotion akan cepat mengering jika mengandung alkohol yang tinggi. 2) Shake lotion Shake lotion merupakan campuran yang memisah menjadi dua atau tiga bagian apabila didiamkan dalam jangka waktu tertentu. Minyak sering dicampur dengan larutan berbasis air. Perlu dikocok terlebih dahulu sebelum digunakan. 3) Cream Cream adalah campuran yang lebih tebal dari lotion dan akan mempertahankan bentuknya apabila dikeluarkan wadahnya. Cream biasanya digunakan untuk melembabkan kulit. Cream memiliki risiko yang signifikan karena dapat menyebabkan sensitifitas imunologi yang tinggi. Cream memiliki tingkat penerimaan yang tinggi oleh pasien. Cream memiliki variasi dalam bahan, komposisi, pH, dan toleransi antara merek generik. 4) Salep Salep adalah sebuah homogen kental, semi-padat, tebal, berminyak dengan viskositas tinggi, untuk aplikasi eksternal pada kulit atau selaput lendir. Salep digunakan sebagai pelembaban atau perlindungan, terapi, atau profilaksis sesuai dengan tingkat oklusi yang diinginkan. Salep digunakan pada kulit dan selaput lendir yang terdapat pada mata (salep mata), vagina, anus dan hidung. Salep biasanya sangat pelembab, dan baik untuk kulit kering selain itu juga memiliki risiko rendah sensitisasi akibat beberapa bahan minyak atau lemak. B. KLASIFIKASI KEGUNAAN 1. Anti baketri Contohnya : BACTROBAN
Komposisi : Mupirocin calcium Indikasi : Terapi topikal infeksi sekunder pada lesi kulit traumatik. Dianjurkan : Dewasa & anak – anak Oleskan 3 X / hari selama 10 hari Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap mupirocin
Peringatan :tidak untuk digunakan pada mata atau hidung. Hindari kontak mata. Gunakan dengan hati-hati jika ada gangguan ginjal. Efek samping : rasa panas, gatal, tersengat, eritema. 2. Anti Jamur Contoh obat : ERPHAMAZOL CREAM
Komposisi :setiap 5 gr erphamazol cream mengandung 1% klotrimasol Indikasi : Cream ini sangat baik untuk pengobatan dermatofitosis atau penyakit jamur yang disebabkan antara lain ioleh trichophyton, epidermophyton, microsporum, candida albicans malassezia furfur. Jadi sangat baik untuk: a) jamur pada kulit kepala (tineacapitis) b) jamur kuku (tinea unguium / onychomycosis) c) jamur pada lipatan-lipatan tubuh atau sela-sela jari (cutaneous candidiasis) d) panu (tinea versicolor) dan infeksi jamur lainnya (mis : tinea corporis, tinea cruris, dll) Efek samping :bila digunakan konsentrasi besar akan menjadi iritasi dan rasa terbakar Cara pemakaian :oleskan erphamazol cream tipis-tipis pada bagian yang sakit 2-3x sehari, lamanya pengobatan berbeda-bada tergantung dari jenis dan luasnya penyakit. Biasanya berkisar 1-2 minggu Kemasan :tube @ 5 gr erphamazol cream simpanlah di t empat yang sejuk dan terlindung dari matahari 3. Anti virus Contoh obatnya ; ASI K L OVI R
Indikasi : untuk pengobatan infeksi awal dan berulang herpes simplex labial dan genital, herpes zooster. Peringatan : hindari kontak dengan mata dan membran mukosa Efek samping : rasa terbakar selintas, menusuk, kadang kadang eritema atau kulit mengering Cara pakai : oleskan 5 x sehari tiap 4 jam tanpa dosis malam. 4. Sediaan untuk luka kecil dan lecet Contoh obatnya : CETRICILLIN
Komposisi : tiap gram cream mengandung cetrimide 5 mg ( 5% ) Indikasi :antiseptik yang digunakan pada luka-luka ringan karena sengatan matahari. Kontra indikasi : Bagi penderita yang hipersensitif terhadap cetrimi de Cara pemakaian : Ditempat yang sejuk dan terlindung dari cahaya Kemasan : Tube @ 15 gr II. ANTIINFEKSI TOPIKAL ANTIBIOTIKA
Obat antiinfeksi topikal/kulit digunakan untuk mencegah atau mengobati infeksi bakteri,virus satau jamur pada kulit. Pemilihan obat tergantung pada tipe infeksi yang terjadi. Obat antiinfeksi topikal/kulit berfungsi mencegah infeksi ringan pada kulit, abrasi (lecet), luka atau goresan. Namun, bila terjadi pembengkakan, kemerahan, atau tanda-tanda infeksi sedang sampai berat lainnya, diperlukan antiinfeksi sistemik. Pada luka atau goresan, kulit kita menjadi terbuka & rentan kemasukan bakteri yang terdapat
di kulit dan udara. Oleh sebab itu, pemakaian antiinfeksi topikal (antibiotik) diperlukan untuk mencegah atau mengobati infeksi yang dapat terjadi akibat aktivitas bakteri. Antibiotik Topikal Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi/jamur, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Sediaan antiinfeksi topikal (antibiotik) yang umum digunakan mengandung antibiotik yang absorpsinya baik di kulit dan mampu bekerja lokal. Berikut ini golongan antibiotik untuk infeksi topikal: 1) Antibiotika golongan aminoglikosid, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri, contoh gentamisin dan neomisin dimana secara in vitro, strain Stafilokokus aureus dan sebagian besar Stafilokokus epidermis sensitif terhadap Gentamisin. 2) Antibiotika golongan kloramfenikol, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri. 3) Antibiotika golongan makrolida, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri, contoh eritromisin 4) Antibiotik lain, contoh asam fusidat efektif untuk infeksi kulit yang disebabkan oleh strain stafilokokus aureus dan mupirosin yang juga efektif terhadap sebagian besar Stafilokokus (termasuk S.epidermis dan S.aureus) dan streptokokus. Untuk luka bakar, silver sulfadiazin dari golongan sulfonamid dapat bermanfaat. Efek Samping & Informasi Infeksi Kulit Kemungkinan efek samping yang terjadi adalah sensasi terbakar, ruam lokal, gatalgatal dan timbul reaksi alergi. Jangan mengharapkan kesembuhan dengan segera. Informasikan kepada dokter bila infeksinya semakin parah. Lanjutkan terapi sampai penuh/selesai, meskipun gejalanya membaik dalam beberapa hari Kembali kontrol ke dokter untuk pemeriksaan lanjutan. Dokter perlu memeriksa apakah masih ada infeksi atau pertumbuhan bakteri baru. III. DERMATITIS 1. Definisi Dermatitis Dermatitis ialah kelainan kulit yang subyektif ditandai oleh rasa gatal dan secara klinis terdiri atas ruam polimorfi yang umumnya berbatas tidak tegas. Gambaran klinisnya sesuai dengan stadium penyakitnya. Kadang-kadang terjadi tumpang tindih penggunaan istilah eksim dengan dermatitis. Sebagian ahli menyamakan arti keduanya, sebagian lain mengartikan eksim sebagai salah satu bentuk dermatitis, yakni dermatitis atopik tipe infantil. Untuk itu, istilah dermatitis tampak lebih tepat. Istilah eksematosa digunakan untuk kelainan yang ‘membasah’ (kata eksim berasal dari bahasa Yunani ‘ekzein’ yang berarti ‘mendidih’) yang ditandai adanya eritema, vesikel, skuama dan krusta, yang menunjukkan tanda akut. Sedangkan adanya hiperpigmentasi dan likenifikasi menunjukkan tanda kronik. Untuk penamaan dermatitis, berbagai klasifikasi sudah diajukan antara lain berdasarkan kondisi kelainan, lokasi kelainan, bentuk kelainan, usia pasien dan sebagainya, contohnya: 1. Berdasarkan lokasi kelainan misalnya dermatitis manus, dermatitis seboroik, dermatitis perioral, dermatitis popok, dermatitis perianal, akrodermatitis, dermatitis generalisata, dan sebagainya. 2. Berdasarkan kondisi kelainan misalnya dermatitis akut, subakut dan kronis atau dermatitis madidans (membasah) dan dermatitis sika (kering). 3. Berdasarkan penyebab misalnya dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergik, dermatitis medikamentosa, dermatitis alimentosa, dermatitis venenata,
dermatitis stasis, dan sebagainya. 4. Berdasarkan usia misalnya dermatitis infantil, dan sebagainya. 5. Berdasarkan bentuk kelainan misalnya dermatitis numularis, dan sebagainya. Dalam penanganan disarankan untuk menggunakan istilah dermatitis, ditambah dengan satu kata lain untuk menggambarkan kemungkinan penyebab atau mendeskripsikan kondisi, contohnya dermatitis atopik impetigenisata, dermatitis medikamentosa madidans, dan sebagainya. Istilah impetigenisata menunjukkan adanya infeksi sekunder yang ditandai oleh adanya pus, pustul, bula purulen, krusta ber warna kuning tua, pembesaran kelenjar getah bening regional, leukositosis, dan dapat disertai demam. Dermatitis ada yang didasari oleh faktor endogen, misalnya dermatitis atopik, dermatitis kontak, dan sebagainya. Kebanyakan penyebab dermatitis ini belum diketahui secara pasti. Bila ditinjau dari jenis kelainannya, maka dermatitis atopik adalah dermatitis yang paling sering dibahas, mengingat insidensnya yang cenderung terus meningkat dan dampak yang dapat ditimbulkan pada kualitas hidup pasien maupun keluarganya. 2. Macam-Macam Dermatitis a. Dermatitis Atopik (DA) Dermatitis Atopik (DA) adalah kelainan kulit kronis yang sangat gatal, umum dijumpai, ditandai oleh kulit yang kering, inflamasi dan eksudasi, yang kambuh-kambuhan. Kelainan biasanya bersifat familial, dengan riwayat atopi pada diri sendiri ataupun keluarganya. Istilah atopi berasal dari kata atopos (out of place). Atopi ialah kelainan dengan dasar genetik yang ditandai oleh kecenderungan individu untuk membentuk antibodi berupa imunoglobulin E (IgE) spesifik bila berhadapan dengan alergen yang umum dijumpai, serta kecenderungan untuk mendapatkan penyakit-penyakit asma, rhinitis alergika dan DA, serta beberapa bentuk urtikaria. Berbagai faktor dapat memicu DA, antara lain alergen makanan, alergen hirup, berbagai bahan iritan, dan stres. Besar peran alergen makanan dan alergen hirup ini masih kontroversial. Meski pada pasien DA kerap dijumpai peningkatan IgE spesifik terhadap kedua jenis alergen ini, tidak selalu dijumpai korelasi dengan kondisi klinisnya. Hasil tes positif terhadap suatu alergen, tidak selalu menyatakan alergen tersebut sebagai pemicu DA, tetapi lebih menggambarkan bahwa pasien telah tersensitasi terhadapnya. Secara umum, alergen makanan lebih berperan pada DA usia dini. Seiring dengan penambahan usia, maka peran alergen makanan akan digantikan oleh alergen hirup. Selain itu, memang terdapat sekitar 20% penderita DA tanpa peningkatan IgE spesifik, yang dikenal sebagai DA tipe intrinsik. b. Dermatitis Seboroik (DS) Dermatitis Seboroik (DS) merupakan dermatitis dengan distribusi terutama di daerah yang kaya kelenjar sebasea. Lesi umumnya simetris, dimulai di daerah yang berambut dan meluas meliputi skalp, alis, lipat nasolabial, belakang telinga, dada, aksila dan daerah lipatan kulit. Penyebab pasti DS belum diketahui, walaupun banyak faktor dianggap berperan, termasuk faktor hormonal, genetik dan lingkungan. DS dianggap merupakan respons inflamasi terhadap organisme Pityrosporum ovale. Secara klinis kelainan ditandai dengan eritema dan skuama yang berbatas relatif tegas. Skuama dapat kering, halus berwarna putih (dikenal sebagai pitiriasis sika) sampai berminyak kekuningan. DS umumnya tidak disertai rasa gatal. Bentuk yang banyak dikenal dan dikeluhkan pasien adalah ketombe/ dandruft . Walaupun demikian, masih terdapat kontroversi para ahli. Sebagian mengganggap dandruft adalah bentuk DS ringan, tetapi sebagian lain berpendapat tidak. Pada beberapa kasus, kelainan DS sulit dibedakan dari DA. Sebagai pegangan dapat dikatakan bahwa adanya kelainan di lengan dan tungkai lebih mengarah pada DA, sedangkan kelainan di ketiak lebih
mengarah kepada DS.Pada DS umumnya tidak dijumpai rasa gatal. Berbeda dengan DA, pada kelainan DS di daerah lipatan kulit, sering dijumpai infeksi sekunder baik infeksi bakteri maupun kandida. c. Intertrigo (Dermatitis Intertriginosa/DI) Intertrigo merupakan istilah umum untuk kelainan kulit di daerah lipatan/intertriginosa, yang dapat berupa inflamasi maupun infeksi bakteri atau jamur. Sebagai faktor predisposisi ialah keringat/kelembaban, kegemukan, gesekan antar 2 permukaan kulit dan oklusi. Dalam kondisi seperti ini, mudah sekali terjadi superinfeksi oleh Candida albicans, yang ditandai oleh eritema berwarna merahgelap, dapat disertai papulpapul eritematosa di sekitarnya (lesi satelit). d. Pitiriasis Alba (PA) Pitiriasis Alba (PA) terbanyak terjadi pada usia 3-16 tahun dan dianggap merupakan manifestasi DA dengan penyebab yang tidak diketahui pasti. Secara klinis terlihat bercak hipopigmentasi dengan sedikit skuama halus dalam berbagai bentuk dan ukuran, terutama di daerah wajah. Pada individu berkulit gelap, kelainan ini sangat mengganggu secara kosmetik, yang merupakan penyebab utama penderita ke dokter. e. Dermatitis Numularis (DN) Dermatitis Numularis (DN) ditandai oleh bercak yang sangat gatal, bersisik, berbentuk bulat, berbatas tegas (berbeda dari dermatitis pada umumnya), dengan vesikelvesikel kecil di bagian tepi lesi. Pada DN sering dijumpai penyembuhan pada bagian tengah lesi (central clearing), tetapi secara klinis berbeda dari bentuk lesi tinea. Pada kelainan ini bagian tepi lebih vesikuler dengan batas relatif kurang tegas. Kata numular diambil dari bahasa Latin nummulus yang berarti koin kecil=diskoid. DN lebih sering dijumpai pada usia dewasa dibanding pada anakanak. Terdapat berbagai variasi bentuk klinis, antara lain DN pada tangan dan lengan, DN pada tungkai dan badan, dan DN bentuk kering. DN merupakan kelainan yang kambuh-kambuhan. Pada setiap kekambuhan dapat muncul lesi tambahan, tetapi umumnya lesi awal selalu menjadi aktif kembali. f. Pompoliks atau Dishidrosis Pompoliks (bubble) ialah kelainan yang sering dijumpai, ditandai oleh munculnya vesikel-vesikel yang ‘deep seated ”, secara tiba-tiba, yang dapat berkonfluensi membentuk bula di telapak tangan (cheiropompolyx) dan kaki (podopompolyx) tanpa eritema, disertai keluhan rasa gatal hebat, dan sering kambuh. Saat tenang kelainan ditandai dengan eritema ringan, kulit telapak yang kering, kadang-kadang menebal dan sering berfisurasi. Sebagian kasus pompoliks dapat merupakan bentuk reaksi iritasi (misalnya akibat kontak dengan deterjen), maupun reaksi alergi (misalnya kontak dengan bahan yang mengandung nikel), ataupun reaksi ‘id’ akibat infeksi bakteri atau jamur di bagian tubuh lainnya. Tetapi, sebagian lainnya adalah dishidrosis yang idiopatik. Pernah pula dilaporkan adanya pompoliks yang dicetuskan oleh pajanan sinar matahari, yang dianggap merupakan varian yang jarang terjadi. g. Neurodermatitis = Istilah LSC diambil dari kata likenifikasi yang berarti penebalan kulit disertai gambaran relief kulit yang semakin nyata. Patogenesisnya belum diketahui secara pasti, tetapi kelainan sering diawali oleh cetusan gatal yang hebat, misalnya pada insect bite. Likenifikasi ini merupakan respons kulit terhadap gosokan dan garukan yang berulang-ulang. Oleh karena itu, proses likenifikasi sering dijumpai pada individu dengan riwayat atopik karena kelompok tersebut mempunyai ambang rasa gatal yang relatif lebih rendah. Dianggap terdapat variasi rasial dalam hal kemampuan seseorang untuk bereaksi likenifikasi ini dan dikatakan reaksi lebih Sering terjadi pada ras Mongol. Secara klinis gejala utama yang dijumpai ialah rasa gatal hebat pada area likenifikasi. Rasa gatal ini hilang timbul, dapat dipicu oleh faktor stres ataupun oleh rabaan/sentuhan saja.
Sensasi gatal ini akan diikuti oleh kecenderungan untuk menggaruk berulang-ulang. Kelainan jarang dijumpai pada anak-anak, umumnya pada orang dewasa dan puncaknya pada usia 30-50 tahun. Tempat predileksinya ialah bagian belakang leher, tungkai bawah dan pergelangan kaki, serta sisi ekstensor lengan bawah. LSC pada bagian belakang leher yang dikenal sebagai lichen nuchae umumnya hanya dijumpai pada wanita saja. h. Prurigo Nodularis Kelainan sering dijumpai pada ras oriental dan umumnya pada anak-anak. Penyebab pastinya belum diketahui, tetapi sebagian ahli menganggap kelainan ini sebagai varian LSC. i. Dermatitis Kontak (DK) Terdapat 3 bentuk DK yakni DK iritan (DKI), DK alergik (DKA) dan reaksi fototoksik maupun reaksi fotoalergik. DKI ialah erupsi yang timbul bila kulit terpajan bahan bahan yang bersifat iritan primer melalui jalur kerusakan yang nonimunologis. Bahan iritan antara lain deterjen, bahan pembersih peralatan rumah tangga, dan sebagainya. Sedangkan DKA ialah respons alergik yang didapat bila berkontak dengan bahan-bahan yang bersifat sensitiser/alergen. Contoh bahan yang dapat memicu DKA antara lain adalah beberapa jenis pewangi, pewarna, nikel, obat-obatan, dan sebagainya. Adanya kontak dengan beberapa jenis bahan tertentu dapat memicu reaksi setelah terkena pajanan sinar matahari. Hal ini disebabkan karena beberapa substansi dengan berat molekul rendah akan berubah menjadi bahan iritan primer ataupun bahan sensitiser, bila terpajan oleh sinar -matahari. Bahan-bahan ini akan meningkatkan reaktivitas kulit terhadap pajanan sinar mata hari. Beberapa contoh DK misalnya dermatitis popok/diaper/napkin dermatitis, dermatitis perianal, dermatitis perioral dan dermatitis venenata. j. Dermatitis Stasis (DSt) Akhir-akhir ini beberapa peneliti menganjurkan pemakaian istilah dermatitis gravitasional sebagai pengganti istilah DSt. Hal ini karena diduga kemungkinan penyebabnya ialah faktor gangguan perfusi jaringan dan kulit di lokasi lesi, dan bukan akibat stasis. Kelainan ini merupakan akibat lanjutan hipertensi vena (yang umumnya terjadi di tungkai bawah) dan trombosis. Oleh karena itu, biasanya sebelum muncul Dst, pasien sering mengeluh rasa berat di tungkai disertai nyeri saat berdiri dan edem. DSt lebih banyak terjadi pada wanita usia pertengahan atau lanjut, kemungkinan karena efek hormonal serta kecenderungan terjadinya trombosis vena dan hipertensi saat kehamilan. Secara klinis biasanya terlihat kelainan di sisi medial yang dapat meluas ke seputar pergelangan kaki dalam berbagai gradasi. Awalnya dimulai dengan penebalan kulit dan skuamasi yang diikuti oleh likenifikasi. Kelainan diperberat oleh adanya garukan atau gosokan. Selanjutnya terjadi eksematisasi yang dapat muncul secara perlahan-lahan maupun mendadak. Pada bentuk yang berat, dapat terjadi ulserasi yang dikenal sebagai ulkus venosum. Saat penyembuhan seringkali kulit menjadi tipis, mengkilat dan hiperpigmentasi. Pada bagian proksimal lesi biasanya dijumpai adanya dilatasi dan varises vena-vena superfisialis. Pengolesan obat-obat tertentu kadang-kadang memperberat kelainan, yang menjadi alasan utama pasien datang ke dokter. k. Dermatitis Asteatotik (DAst) Dermatitis Asteatotik (DAst) disebut juga sebagai xerosis = eczema craquele = winter itch. Gambaran klinisnya karakteristik ditandai oleh skuama halus, kering dan kulit yang pecah-pecah, yang dapat mengalami inflamasi dan menjadi kemerahan. Kelainan umumnya terjadi di tungkai bawah. DAst lebih sering dijumpai pada wanita usia pertengahan ke atas.
IV. Penanganan Dermatitis Berbagai jenis dermatitis memerlukan upaya terapetik masingmasing, sesuai dengan jenisnya. Secara umum prinsip terapinya adalah serupa dan pengobatan utamanya adalah dengan preparat kortikosteroid (KS). Penanganan dimulai dengan pemastian adanya dermatitis, kemudian sedapat mungkin menghindari faktor pencetus dan atau faktor pemberat kelainan. Kondisi klinis lesi perlu diperhatikan hal ini penting karena prinsip dasar dermatoterapi yang telah dikenal sejak lama perlu diterapkan yakni lesi yang ‘basah’ harus diterapi secara ‘basah’ dan sebaliknya lesi ‘kering’ diterapi secara ‘kering’. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah suatu obat yang pemilihan jenisnya juga ditentukan oleh kondisi klinis kelainan. Upaya pertama adalah menghindari bahan-bahan yang bersifat iritan (misalnya deterjen dan sabun tertentu), karena cenderung mengakibatkan kulit menjadi lebih kering, yang menambah keluhan rasa gatal. Upaya berikutnya adalah penggunaan KS sebagai antiinflamasi. Kadang-kadang diperlukan preparat kombinasi antara KS dengan antibiotika ataupun KS dengan antimikotik. Pada beberapa kasus diperlukan kombinasi dengan pengobatan sistemik (steroid, antihistamin maupun antibiotika) sesuai dengan kebutuhan.
BAB II ISI A. RESEP ANTI INFEKSI TOPIKAL PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS KESEHATAN
RUMAH SAKIT UMUM KECAMATAN TEBET
Jakarta, 28/3/2016 Dr. ……………….. SIP R/ Desolex-n Tube I S u e ……… 2x1 R/ Asiklovir 400mg No. 40 S 3 dd Tab 2 Habiskan R/Imunos No. X S 1 dd 1
Pro : Ny. Muntiah Umur : 49 Tahun B. SKRINING RESEP a) Aspek administratif No 1.
2.
Parameter
Uraian
Keterangan
KeabsahanResep
a. Nama dokter
Ada
b. Nomor Ijin Prakter Dokter
Ada
c.
Ada
Alamat dan Nomor Telpon Dokter
d. Tempat dan Tanggal Pembuatan
Ada
e.
Ada
Tanda tangan atau Paraf Dokter
KelengkapanResep
a.
Inscriptio
Nama Dokter
Ada
Tempat, Tanggal Penulisan Resep
Ada
Tanda R/
Ada
b.
Ordinatio
NamaObat
Ada
Resep sah
Kadar Obat
Ada
Jumlah Obat
Ada
Bentuk Sediaan
Ada
c.
Signature
Aturan pakai
Ada
Nama Pasien
Ada
Umur Pasien
Ada
Jenis kelamin
Ada
Berat badan
Tidak ada
Alamat pasien
Tidak ada
d. Subscriptio
Ada
Resep tidak lengkap
Tanda tangan Dokter
b) Aspek farmasetik Skrining Farmasetik Bentuk sediaan
Dosis Potensi Stabilitas
Inkompatibilitas Cara dan Lama pemberian
Keterangan
R/ 1 salep R/ 2 Kapsul R/3 Tablet Dosis sesuai dengan dosis lazim pemberian Tidak ada Stabil jika penyimpanannya benar Penyimpanan: Hindarkan obat dari sinar matahari langsung dan udara panas Tidak terjadi inkompatibilitas R/ 1 oleskan secara tipis dibagian luka dua kali sehari R/ 2 tiga kali dua sehari dua setelah makan R/3 satu kali sehari satu kaplet setelah makan
c) Aspek klinis Skrining Klinis Alergi
Keterangan Tidak terdapat keterangan untuk pasien ini mengenai alergi obat
Efek samping Interaksi Kesusaian
Pembahasan Tidak ada Dosis sesuai dengan dosis lazim pemberian untuk pasien
C. INFORMASI OBAT 1. DESOLEX- N
komposisi
(Desonida 0,5%, neomisinsulfat 0,5%)
Gol.obat Indikasi
Antibakteri, Antiinflamasi dan antiinfeksi topikal dengan kotikosteroid Meringankan inflamasi dermatosis yang responsif terhadap kortkosteroid nilater komplikasi infeksi sekunder pekaneomisi neonatus, hipersensitivitas terhadap aminoglikosida, tuberkolosis Bila daerah kulit yang akan di obati luas, ototoksisitas dapat merupakan suatu bahaya, khususnya pada anak, pada pasien lanjut usia dan pada pasien kerusakan ginjal. Gangguan vestibuler dan pendengaran, nefrotoksisitas, hipomagnesemia pada pemberian jangka panjang, kolitis karena antibiotik Oleskan tipis tipis 2 kali sehari pada daerah yang sakit ISO vol. 46 hal. 377, IONI 2008 hal 810
Kontra indikasi Peringatan
Efek samping Aturan pakai Pustaka
2. ASIKLOVIR
komposisi
Asiklovir 400 mg
Gol.obat Indikasi
Antivirus Pengobatan infeksi herpes simplex pada pasien immuno compromised, profilaksis infeksi herpes simplex, pengobatan herpes genital parah pada pasie immuno compriomised parah, pengobatan infeksi varicella zoster primerdan kambuhan pada pasien immuno compromised, infeksi herpes simplex encephalitis pada neonatus (di atas 6 bulan) Asiklovir di ubah menjadi asiklovir monofosfat oleh virus-specific thymidinekinase dan kemudian di ubah menjadi asiklovir tifosfat oleh enzim lainnya. Asiklovir trifosfat menghambat sintesa DNA dan replikasi virus dengan cara berkompetisi dengan deoxyguanosine triphosphate DNA polymerase virus dan bergabung ke DNA virus. minum air yang cukup, gangguan fungsi ginjal, kehamilan dan menyusui nausea, muntah, nyeri abdominal, diare, sakit kepala, lelah, ruam kulit, urtikaria, pruritis, fotosensitivitas, hepatitis, jaundice, dysponea, angiodema, anafilaksis, reaksineurologi (termasuk bingung, pusing, halusinasi dan mengantuk), gagal ginjal akut, penurunan indeks hematologi. Pengobatan herpes simplex 200 mg (400 mg pada immunocompramised atau bila ada gangguan absorpsi) 5 kali sehari, sel ama 5 hari (dapat diberikan lebih lama jika muncul lesi baru selama pengobatan atau penyembuhan belum sempurna). Anak dibawah 2 tahun, setengah dosis dewasa. Di atas 2 tahun berikan dosis dewasa. Pencegahan herpes simplex kambuhan, 200 mg 4 kali sehari atau 400 mg 2 kali sehari, dapat diturunkan menjadi 200 mg 2 atau 3 kali sehari dan interupsi selama 6-12 bulan. Profilasis herpes simplex pada immuno compromised, 200-400 mg 4 kali sehari. Anak dibawah 2 tahun, setengah dosis dewasa. Diatas 2 tahun dosis dewasa. Pengobatan varisiela dan herpes zoster 800 mg 5 kali sehari selama 7
Mekanisme kerja
Peringatan Efek samping
Dosis
Aturan pakai Pustaka
hari. Anak varisela 20mg/kgBB (maks 800mg) 4 kali sehari selama 5 hari. Di bawah 2 tahun 200 mg 4 kali sehari, 2-5 tahun 400 mg 4 kali sehari. Di atas 6 tahun 800 mg 4 kali sehari. 3 kali sehari 2 tablet 400mg. habiskan ISO vol. 46 hal. 208, IONI 2008
3. IMUNOS
komposisi
(Echinacea (EFLA 894) 500 mg, zinc picolinate 10 mg, selenium 15 mcg, ascorbic acid 50 mg)
Gol.obat Indikasi
Aturan pakai Pustaka
Vitamin Suplemen nutrisi untuk menstimulir sistem imun tubuh selama terjadi infeksi saluran nafas atas akut dan kronik, terapi penunjang untuk infeksi akut dan kronik 1 kali sehari 1 kaplet ISO vol. 46 hal. 616
D. PERHITUNGAN BAHAN Desolex N : 1 tube Asiklovir 400 mg : 40 tab Imunos : 10 kaplet E. PERHITUNGAN DOSIS
Asiklovir Dosis lazim = 800 mg 5 kali sehari 1 x hr = 500 x 800 mg = 4000 mg Dosis dalam resep 3 kali 2 tablet sehari 1xhr = 3 x (2 x 400 mg) = 2400 mg Dosis lazim = dosis dalam resep artinya dosis aman F. HARGA Nama Obat
HNA
Jumlah
HNA
Desolex-N
Rp. 16.500
1
Rp. 16.500
Asiklovir
Rp. 590
40
Rp. 23.600
Imunos
Rp. 3.800
10
Rp. 38.000
HJA = HNA x PPN (1,1) x Mark Up (1,25)
Desolex-N
Rp. 16.500
X
1,1
X
1,25
=
Rp. 22.687,5
Asiklovir
Rp. 23.600
X
1,1
X
1,25
=
Rp. 32.450
Imunos
Rp. 38.000
X
1,1
X
1,25
=
Rp. 52.250
Total Pelayanan R/ Non Racikan
Rp. 107.387,5 Rp. 3.000
=
=
Jadi total hargaobatadalah
Rp. 110.387.5
G. ANALISIS DRP No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kategori DRP Indikasi yang tidak ditangani Indikasi yang tidak sesuai Dosis subterapeutik Overdosis Interaksi Obat Gagal menerima obat Reaksi obat yang tidak dikehendaki Pilihan obat yang kurang tepat
Keterangan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
H. PEMBUATAN DAN PENYERAHAN 1. Pembuatan dan penyerahan
Siapkan obat
Diambil desolex n 1 tube, beri etiket biru
Diambil asiklovir 400 mg sebanyak 40 tablet, beri etiket putih
Diambil imunos sebanyak 10 kaplet, beri etiket putih
Cek kembali kesesuaian obat dan penandaan
Serahkan obat ke pasien disertai pemberian informasi obat 2. Penandaan (etiket) Desolex n
( etiket biru)
Apotek Pancasila Farma Jl. Serengseng Sawah no.33, Jakarta Timur Telp/Fax : 021-86611004 Apoteker : Miftahul jannah, S.Farm., Apt. SIPA : 2015001230 No. 1-1 Tgl. 12 - mei - 2016
Ny. Muntiah Oleskan tipis tipis 2 kali sehari Pada daerah yang sakit
Asiklovir ( etiket putih)
Imunos ( etiket putih)
Apotek Pancasila Farma Jl. Serengseng Sawah no.33, Jakarta Timur Telp/Fax : 021-86611004 Apoteker : Miftahul jannah, S.Farm., Apt. SIPA : 2015001230 No. 1-1 Tgl. 12 - mei - 2016
Apotek Pancasila Farma Jl. Serengseng Sawah no.33, Jakarta Timur Telp/Fax : 021-86611004 Apoteker : Miftahul jannah, S.Farm., Apt. SIPA : 2015001230 No. 1-1 Tgl. 12 - mei 2016
Ny. Muntiah
Ny. Muntiah
Tiga kali dua tablet sehari setelah makan HABISKAN
Satu kali sehari satu kaplet Setelah makan
I. KOMUNIKASI, INFORMASI, DAN EDUKASI 1. Informasikan kepada pasien penggunaan asiklovir harus tepat dan di habiskan 2. Komunikasikan penggunaan desolex n di oleskan secara setipis mungkin pada bagian yang sakit 3. Informasikan penggunaan desolex n sebaiknya digunakan pada siang dan malam hari 4. Informasi agar obat disimpan pada suhu ruangan dan tidak terkena cahaya langsung. 5. Kouminkasikan jangan menggosok atau menggaruk – garuk kulit karena dapat menyebabkan kulit menebal dan bertambah gelap serta mudah terkena infeksi bakteri 6. Informasikan jika penyakitnya tidak membaik atau bahkan memburuk sesudah pengobatan sebaiknya untuk segera dikontrol kembali ke dokter
BAB III KESIMPULAN
Kelengkapan administrasi pada resep masih ada yang kurang seperti alamat pasien dan berat badan pasien Berikut beberapa cara pakai obat yang benar
Desolex n oleskan secara tipis pada bagian yang sakit dua kali sehari Asiklovir 400 mg diminum tiga kali dua tablet sehari setelah makan dan dihabiskan Imunos diminum satu kali satu kaplet sehari setelah makan
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, S., dan Sri A. S., 2003. Dermatitis. Dalam: Djuanda, A. et al., ed. 3 Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 126-131. Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Ed.Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. Streit, M., dan Lasse R. B., 2001. Contact Dermatitis: Clinics and Pathology. ActaOdontolScand59: 309-314. Tortora, G.J. dan Derrickson, B.H. 2009. Principles of Anatomy andPhysiology. Twelfth Edition. Asia: Wiley Badan POM RI, 2008 . Infrormatorium Obat Nasional Indonesia 2008. Jakarta : Sagung seto. Ikatan Apoteker Indonesia , 2012. Informasi Spesialite Obat Indonesia volume 46. Jakarta : Isfi penerbitan.