Asuhan Keperawatan pada klien dengan Aneurisma Aneu risma A. Konsep dasar medis 1. Pengertian aneurisma merupakan pelebaran pembuluh darah arteri.
2. Etiologi •
Ada bakat atau bawaan lemahnya dinding pembuluh darah. Ini bisa terjadi pada pemb pembul uluh uh dara darah h mana manapu pun n dise diselu luru ruh h tubu tubuh. h. Akan Akan jadi jadi fata fatall kala kalau u dind dindin ing g pembuluh darah yang lemah itu terdapat di otak.
•
Ada infeksi yang disebabkan oleh jamur maupun bakteri yang mengenai pembuluh darah.
•
Terjadi peradangan pada aorta
•
Penyakit jaringan ikat keturunan, misalnya sindroma marfan
Sindroma Sindroma Marfan Marfan adalah suatu penyakit penyakit jaringan jaringan ikat keturunan yang menyebabkan menyebabkan kelainan pada pembuluh darah dan jantung, kerangka tubuh dan mata. •
Risiko Risiko ini menjad menjadii semaki semakin n tinggi tinggi pada pada pender penderita ita tekana tekanan n darah darah tinggi tinggi,, orang orang dengan tingkat stres tinggi maupun perokok.
3. Patofisiologi Semua jenis aneurisma aneurisma pasti pasti meliputi meliputi kerusakan lapisan media pembuluh darah. Hal ini mungkin disebabkan oleh kelemahan kogenital, taruma atau proses penyakit. Apabila timbul aneurisma, maka akan selalu cenderung bertambah besar ukurannya. Faktor resiko melipu meliputi ti predip prediposi osisi si geneti genetik, k, merokok merokok,, dan hipert hipertens ensi. i. Lebih Lebih dari dari separu separuh h pender penderita ita mengalami hipertensi. Terkadang Terkadang pada aorta yang mengalami penyakit aterosklerosi aterosklerosis, s, dapat terjadi robekan pada intima, atau media mengalami degenerasi, degenerasi, akibanya akibanya terjadi terjadi diseksi. diseksi. Aneurisma Aneurisma
diseksi sering dihubungkan dengan hiperteni yang tidak terkontrol. Aneurisma diseksi disebabkan oleh ruptur lapisan intima mengakbitkan darah mengalami diseksi di lapisan media. Ruptur dapat terjadi melalui adventisia atau di dalam lumen melalui lapisan intima, sehingga memungkinkan darah masuk kembali ke jalur utamanya, mengakibatkan diseksi kronis atau diseksi tersebut dapat menyebabkan oklusi cabang-cabang aorta. Kematian biasanya disebabkan oleh hematoma yang ruptur ke luar.
4. Manisfestasi Klinis a) Manifestasi klinis umum pada aneurisma, terlepas dari tipe dan sisi: – Hipertensi dengan pelebaran tekanan nadi – Tekanan darah pada paha bawah lebih rendah dari pada tekanan darah pada lengan. Normalnya, TD pada paha lebih tinggi dari lengan – Nadi perifer lemah atau asimetris b) Manifestasi klinis khusus untuk aneurisma aorta abdominalis : – Massa abdominalis pulsasi abnormal (gambaran paling menonjol) – Keluhan-keluhan perasaan ”denyut jantung” pada abdomen bilang terlentang – Nyeri punggung bawah atau abdomen – Desiran (bunyi mendesis) pada auskultasi massa dengan diafragma stetoskop c) Manifestasi klinis khusus pada aneurisma aorta torakal (menunujkan tekanan massa terhadap struktur intratorakal) : – Nyeri dada menyebar ke punggung dan memburuk bila pasien ditempatkan pada posisi terlentang. Pada anuerisma diseksi, nyeri mengikuti arah dimana pemisah berlanjut
– Perbedaan bermakna pada pembacaan TD diantara lengan – Dispnea dan batuk (menunjukan tekanan terhadap trakea) – Suara sesak (menunjukan tekanan terhadap saraf laring) – Disfagia (menunjukan tekanan terhadap esofagus)
5. Pemeriksaan Diagnostik •
Pemeriksaan radiologis membantu mendefinisikan lokasi dan memastikan adanya dan ukuran anuerisma
•
Aortogram memastikan diagnosa aneurisma
•
EKG, enzim jantung, dan ekokardiogram dilakukan untuk mengesampingkan penyakit jantung sebagai penyebab nyeri dada
•
Angiography. Angiography juga menggunakan pewarna khusus menyuntikkan ke dalam aliran darah unutk membuat dalam dari arteri muncul pada gambar x-ray. Sebuah angiogram menunjukan jumlah kerusakan dan halangan dalam pembuluh darah.
6. Penatalaksanaan Medis Umum •
Farmako terapi : – Antihipertensif untuk mempertahankan tekanan sistolik pada 120mmHg atau kurang – Propanolol (inderal) untuk menurunkan kekuatan pulsasi dalam aorta dengan menurunkan kontraktilitas miokard.
•
Pembedahan bila terapi obat gagal untuk mencegah pembesaran aneurisma atau pasien menunjukan
gejala-gejala
distress
akut.
Pembedahan
meliputi
eksisi
dan
pengangkatan aneurisma dan pengantian dengan graf sintetik untuk memperbaiki kontinuitas vaskular.
7. Komplikasi Komplikasi utama berkenaan dengan aneurisma adalah ruptur, yang menimbulkan hemoragi dan kemungkinan kematian. Hipertensi berat meningkatkan resiko ruptur.
B. Konsep Dasar Keperawatan 1. Pengkajian a. Pemerikasaan Fisik (11 pola Gordon) 1. Pola Persepsi Kesehatan Kaji
apakah klien mempunyai bakat atau bawaan lemahnya pembuluh darah
Kaji
apakah pasien mempunyai riwayat ateroklerosis
Kaji
apakah pasien mempunyai riwayat pembuluh darah
2. Pola Nutrisi Metabolik Kaji
apakah nafsu makan klien berkurang
3. Pola Eliminasi Kaji
frekuensi bab dan bak pasien
4. Pola Aktivitas dan Latihan Kaji
apakah klien ada merasakan nyeri dan di daerah mana nyeri tersebut
Kaji apakah klien membutuhkan bantuan orang lain saat melakukan , aktivitas sehari-hari
Detensi vena-vena superfisial pada dada, leher, atau lengan (menunjukkan tekanan pada vena kava superior)
5. Pola Tidur dan Istirahat Kaji
apakah klien mengalami insomnia
Kaji
apakah istirahat klien cukup
6. Pola Persepsi Kognitif Kaji
mekanisme koping klien
Kaji apakah klien ada menggunakan alat bantu pendegaran, penglihatan, cek terakhir?
Pupil
tak sama (menunujkan tekanan pada rantai simpatis servikal)
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri Kaji
apakah klien merasa putus asa/frustasi
8. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama Kaji
bagaimana hubungan klien dengan sesama, keluarga
9. Pola Reproduksi – Seksualitas
Kaji apakah klien mengalami perubahan atau masalah yang berhubungan dengan penyakit yang di derita klien
10. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stress
Kaji
adakah gangguan penyesuain diri terhadap lingkugan dan situasi baru
Kaji
ketidakmampuan koping klien terhadap berbagai hal
11. Pola Sistem Kepercayaan Apakah
klien menyalahkan Tuhan atas penyakit yang dideritanya
b. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, dan rencana tindakan.
2. Daftar Diagnosa keperawatan a. Nyeri berhubungan dengan anuerisma aorta b. Resiko tinggi terhadap komplikasi : Ruptur berhubungan dengan aneurisma aorta
3. Perencanaan a. Nyeri berhubungan dengan aneurisma aorta Hasil yang diharapkan :
– Mendemonstrasikan hilangnya nyeri – Melaporkan penurunan intensitas nyeri – Ekspresi wajah rileks – Tak ada merintih Rencana Tindakkan :
1. Berikan analgesik yang diresepkan dan evaluasi keefektifan seperlunya. Namun gunakan amanlgesik narkotik secara hemat.
R/: Analgesik memblok jaras nyeri. Dosis besar narkotik dapat menutupi gejalagejala. 2. Beri tahu dokter bila nyeri menetap atau memburuk R/: Ini dapat menandakan progresi aneurisma dan seperlunya intervensi pembedahan segera. 3. Kaji karakteristik nyeri meliputi : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri. R/: Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis tindakannya. b. Resiko tinggi terhadap komplikasi : Ruptur berhubungan dengan aneurisma aorta Hasil yang diharapkan :
– Mendemonstrasikan tak adanya komplikasi – TD tetap antara 90/60-120/80 mmHg – Tak adanya manisfestasi syok hipovoleksmik Rencana Tindakan :
1. Pantau masukan dan halauran setiap jam bila halauran urine 8 jam kurang dari 240 ml sebaliknya setiap 8 jam. R/: Untuk mengevaluasi keefektifan terapi dan untuk deteksi dini komplikasi. 2. Pantau TD, nadi dan pernapasan setiap jam bila di UPI, sebaliknya 2-4 jam. R/: Untuk mengevaluasi keefektifan terapi dan untuk deteksi dini komplikasi 3. Pantau kualitas nyeri setiap 1-2 jam
R/: Untuk mengevaluasi keefektifan terapi dan untuk deteksi dini komplikasi 4. Pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler’s R/: Tirah baring menurunkan penggunaan energi. Posisi tegak memudahkan pernapasan. 5. Beritahu dokter bila : nyeri dada hebat dan rasa tersobek, syok (kulit dingin dan lembab, disertai dengan hipotensi, takikardia dan pucat) R/: Tindakan segera diperlukan unutk menyelamatkan hidup pasien.
Aneurisma Aorta
Oktober 4, 2009 pada 3:37 am (Kesehatan) DEFINISI
Aneurisma Aorta merupakan dilatasi dinding aorta yang sifatnya patologis, terlokalisasi, dan permanen (irreversible). Dinding aorta yang mengalami aneurisma lebih lemah daripada dinding aorta yang normal. Oleh karena itu, karena tekanan yang begitu besar dari darah menyebabkan dinding aorta menjadi melebar. KLASIFIKASI
Aneurisma Aorta dapat dibagi berdasarkan morfologi dan lokasinya. Menurut morfologinya, aneurisma aorta dapat dibagi menjadi 3 yaitu : 1. Fusiform aortic aneurysm : bentuknya lebih baik, dilatasinya simetris pada sekeliling dinding aorta, dan bentuknya lebih sering ditemukan. 2. Saccular aortic aneurysm : berbentuk seperti kantong yang menonjol keluar dan berhubungan dengan dinding aorta melalui leher yang sempit.
3. Pseudoaneurysm or false aortic aneurysm : merupakan akumulasi darah ekstravaskuler disertai disrupsi ketiga lapisan pembuluh darah. Dindingnya merupakan trombus dan jaringan yang berdekatan. Berdasarkan lokasinya, aneurisma aorta dibagi menjadi 3 yaitu : 1. Abdominal aortic aneurysm (AAA) : lokasinya pada aorta abdominalis, biasanya mulai dari bawah arteri renalis dan meluas ke bifurkasio aorta, kadang-kadang melibatkan arteri iliaka. Aneurisma ini jarang meluas ke atas arteri renalis untuk melibatkan cabangcabang viseral mayor aorta. 2. Thoracic aortic aneurysm (AAT) : lokasinya pada aorta toraks, bagian-bagian yang mengalami pelebaran biasanya pada ascending aorta di atap katup aorta, aortic arch, dan descending thoracic aorta di luar arteri subklavia kiri. 3. Thoracoabdominalis aortic aneurysm (AATA) : lokasinya pada aorta desendens yang secara bersamaan melibatkan aorta abdominalis. EPIDEMIOLOGI
Abdominal aortic aneurysm merupakan aneurisma yang paling sering terjadi. Laki-laki lebih sering menderita penyakit ini daripada wanita (9:1). Insiden akan meningkat pada laki-laki yang umurnya lebih dari 55 tahun dan pada wanita yang umurnya lebih dari 70 tahun. Walaupun demikian, pada wanita risiko ruptur 3 kali lebih tinggi daripada laki-laki. Faktor risiko lain selain umur dan jenis kelamin adalah gaya hidup merokok, hipertensi, hiperlidemia, dan aterosklerosis. Pada orang yang memiliki riwayat keluarga risiko mereka mengalami aneurisma akan meningkat 30% dan cenderung menderita abdominal aortic aneurysm di usia muda. Thoracic aortic aneurysm lebih jarang terjadi daripada aneurisma pada aorta abdominalis. Aneurisma ini lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita (5:1) dan jarang terjadi pada pasien yang umurnya kurang dari 50 tahun. Biasanya aorta desendens paling sering terserang. ETIOLOGI
Abdominal aortic aneurysm paling sering disebabkan oleh aterosklerosis. Namun pada dasarnya, penyebab abdominal aortic aneurysm dapat dibagi menjadi 2 yaitu : 1. Penyebab yang tidak dapat dikontrol seperti penyakit genetik ( Marfan syndrome, EhlersDanlos syndrome, congenital defect) dan enzyme destruction. 2. Penyebab yang dapat dikontrol yaitu kondisi yang dipengaruhi oleh gaya hidup (aterosklerosis, tekanan darah tinggi, kolesterol yang tinggi, dan trauma benda tumpul). Sama dengan abdominal aortic aneurysm, aneurisma pada toraks juga sering disebabkan oleh aterosklerosis. Selain itu thoracic aortic aneurysm juga disebabkan oleh congenital defect pada dinding aorta, hipertensi, merokok, infeksi, dan trauma dada. Trauma dada biasanya pada kecelakaan kendaraan bermotor, dapat menyebabkan ruptur tunika intima dan media aorta desendens pada ligamentum arteriosus. Ligamentum arteriosus mengikat aorta pada suatu titik tertentu, sehingga pada saat laju kendaraan berhenti mendadak, struktur-struktur dalam toraks masih bergerak ke depan, sedangkan aorta yang diikat oleh ligamentum arteriosus tetap pada tempatnya, hal ini dapat menyebabkan terjadinya robekan pada tunika-tunika pembuluh darah. Akibatnya, tipe cedera ini dikenal sebagai trauma karena perlambatan. Tunika adventisia dapat tetap utuh, walaupun dapat pula terjadi ruptur atau berkembang menjadi aneurisma palsu. Penyakit pada arkus biasanya disebabkan oleh aterosklerosis. Nekrosis media kistik seperti sindroma Marfan, paling berat pada aorta asendens dan sering kali menyebabkan pembentukan aneurisma. Sedangkan pada aneurisma torakoabdominalis, paling sering disebabkan oleh proses degeneratif (degenerasi miksomatosa, aorta senile). Penyebab lainnya yaitu diseksi, Marfan syndrome (cystic medial necrosis), Ehlers-Danlos syndrome, infeksi jamur, aortitis (Takayasu ), dan trauma. PATOFISIOLOGI
Aneurisma terjadi karena pembuluh darah kekurangan elastin, kolagen, dan matriks ekstraseluler yang menyebabkan melemahnya dinding aorta. Kekurangan komponen tersebut bisa disebabkan oleh faktor inflamasi (aterosklerosis). Sel radang pada dinding pembuluh darah yang
mengalami
aterosklerosis
mengeluarkan
matriks
metalloproteinase.
Matriks
metalloproteinase akan menghancurkan elastin dan kolagen, sehingga persediaannya menjadi
berkurang. Selain matriks metalloproteinase, faktor lain yang berperan terjadinya aneurisma adalah plasminogen activator, serin elastase, dan katepsin. Aneurisma akan mengakibatkan darah yang mengalir pada daerah tersebut mengalami turbulensi. Keadaan itu menyebabkan deposit trombosit, fibrin, dan sel-sel radang. Akibatnya, dinding aneurisma akan dilapisi trombus. Lama kelamaan trombus berlapis tersebut akan membentuk saluran yang sama besar dengan saluran aorta bagian proksimal dan distal. Selain itu, interaksi dari banyak faktor lain dapat menjadi predisposisi pembentukan aneurisma pada dinding aorta. Aliran turbulen pada daerah bifurkasio dapat ikut meningkatkan insiden aneurisma di tempat-tempat tertentu. Suplai darah ke pembuluh darah melalui vasa vasorum diduga dapat terganggu pada usia lanjut, memperlemah tunika media dan menjadi faktor predisposisi terbentuknya aneurisma. Apapun penyebabnya, perkembangan aneurisma akan selalu progresif. Tegangan atau tekanan pada dinding berkaitan langsung dengan radius pembuluh darah dan tekanan intraarteri. Dengan melebar dan bertambahnya radius pembuluh darah, tekanan dinding juga meningkat sehingga menyebabkan dilatasi dinding pembuluh darah. Sehingga angka kejadian ruptur aneurisma juga meningkat seiring meningkatnya ukuran aneurisma. Selain itu, sebagian besar individu yang mengalami aneurisma juga menderita hipertensi sehingga menambah tekanan dinding dan pembesaran aneurisma. GAMBARAN KLINIS
1. Abdominal aortic aneurysm Aneurisma ini sering asimtomatis, namun pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan massa yang berdenyut di abdomen (57% ditemukan pada aneurisma yang diameternya lebih dari 4 cm dan 29% pada aneurisma yang diameternya kurang dari 4 cm). Pada abdominal aortic aneurysm yang simtomatis dan tanpa ruptur, biasanya pasien akan mengeluh nyeri abdomen yang intermiten tetapi menetap. Nyeri abdomen ini menyebar ke panggul, pelipatan paha, dan bisa juga ke testis. Abdominal aortic aneurysm sering menimbulkan komplikasi berupa ruptur pada dinding aorta, trombosis atau embolisasi distal. Ruptur pada dinding aorta sering terjadi pada aneurisma yang diameternya 5 cm. Karakteristik ruptur abdominal aortic aneurysm yaitu
nyeri yang sangat berat, hipotensi, dan massa pada abdomen yang nyeri tekan. Nyerinya ini bersifat akut, menetap, berat, dan paling sering terjadi di daerah lumbar yang menjalar ke panggul, organ genital, dan kaki. Syok terkadang belum terjadi karena perdarahan ke arah retroperitoneal mengalami tamponade oleh jaringan sekitar. Jangan memberikan transfusi darah untuk memperbaiki keadaan umum penderita karena dapat menyebabkan perdarahan berulang. Cara yang tepat untuk mengatasi syok dini adalah memasang klem vaskular dengan segera sebelah proksimal dari aneurisma. Faktor predisposisi yang meningkatkan terjadinya ruptur aneurisma aorta abdominalis yaitu : diameter aneurisma, tekanan darah diastolik, penyakit paru obstruktif kronik, merokok, riwayat keluarga ruptur aneurisma, dan faktor intrinsik (peradangan dinding aorta). 2. Thoracic aortic aneurysm Aneurisma torasika harus cukup besar untuk dapat menimbulkan gejala. Oleh karena itu, aneurisma mungkin baru ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan radiogram dada. Jika benar-benar timbul gejala, biasanya disebabkan oleh perluasan dan kompresi pada struktur-struktur
yang
berdekatan.
Kompresi
esophagus,
walaupun
jarang,
dapat
menimbulkan gejala disfagia. Kompresi saraf laringeus rekuren menyebabkan suara serak. Distensi vena di leher serta edema kepala dan lengan dapat menunjukkan kompresi pada vena kava superior. Nyeri akibat aneurisma torasika timbul di dada. Aneurisma dapat menyebabkan nyeri akibat erosi pada kolumna vertebralis dan kompresi pada saraf spinal. 3. Thoracoabdominalis aortic aneurysm Sebanyak 40-50% pasien dengan thoracoabdominalis aortic aneurysm tidak mengeluhkan gejala (asimptomatik) saat aneurisma pertama kali ditemukan. Dari pasien yang mengeluhkan gejala, justru menunjukkan adanya kemungkinan telah terjadinya ruptur. Gejala tersering adalah nyeri punggung yang terlokalisasi di antara skapula. Nyeri epigastrium terjadi karena regangan hiatus aortik oleh aneurisma atau adanya diseksi. Kompresi pada trakhea atau bronkhus dapat menyebabkan stridor, wheezing, atau batuk. Pneumonitis dapat timbul bila terjadi retensi sputum akibat penekanan bronkhus. Adanya hemoptisis menunjukkan erosi pada parenkim atau bronkhus oleh aneurisma. Disfagi atau hetemesis menandakan penekanan atau erosi aneurisma pada esogafus. Penekanan aneurisma aorta abdominalis pada duodenum akan mengakibatkan obstruksi parsial atau
perdarahan gastrointesinal bila telah terjadi erosi. Penekanan pada organ hepar sangat jarang terjadi. Dapat pula timbul hoarseness akibat penekanan atau erosi pada saraf laringeus rekurens. Sebagai tambahan trombosis pada cabang-cabang arteri spinalis dapat menyebabkan paraplegia atau paraparesis. DIAGNOSIS
1. Abdominal aortic aneurysm Pada dinding perut bagian bawah dapat terlihat massa yang berdenyut mengikuti irama nadi. Ketika dipalpasi, akan teraba bifurkasio aorta beranjak naik, pada posisi duduk setinggi pusat, sedangkan batas atas aneurisma sampai di arkus iga. Teraba pula pulsasi yang kuat kecuali pada trombosis total. Melalui stetoskop, terdengar bising sistolik setinggi lumbal 2. Pemeriksaan fisik sebenarnya sudah mampu hampir 100% mendiagnosis abdominal aortic aneurysm, apalagi bila palpasi abdomen dikerjakan dengan seksama. Sensitivitas palpasi abdomen bertambah dengan semakin lebarnya diameter aneurisma. Untuk menunjang diagnosis, dilakukan foto polos abdomen. Tapi foto polos hanya mampu menunjukkan kalsifikasi dinding abdominal aortic aneurysm pada sebagian kecil kasus. Alat penunjang lain yang dapat menunjukkan diameter dan ukuran aneurisma adalah USG B-mode atau Dupleks Sonografi berwarna. Untuk lebih akurat menentukan letak aneurisma, apakah di daerah visceral atau ginjal, CT-Scan atau MRI pilihannya. Akan tetapi, spesifisitas CT-Scan dalam menilai ada tidaknya ruptur agak rendah, yakni 75%. Di balik kelebihannya, CT-Scan kurang akurat dalam mengevaluasi aorta yang berkelokkelok (tortuous). Dalam penerapannya, CT-Scan membutuhkan zat kontras intravena dan alatnya menggunakan sumber radiasi. Dengan segala kekurangan itu, CT-Scan tidak disarankan sebagai alat screening abdominal aortic aneurysm. Di sisi lain, kekurangan CT-Scan tidak ditemui bila menggunakan MRI. MRI tidak menggunakan kontras dan radiasi. Selain itu, MRI dapat memberi gambaran transversal, koronal, dan sagital dari aorta sehingga gambaran aorta yang berkelok-kelok dapat dicitrakan dengan baik. Tetapi, MRI sangat mahal dan hanya ada di beberapa institusi kesehatan tertentu
2. Thoracic aortic aneurysm Untuk mendiagnosis aneurisma ini dapat dilakukan pemeriksaan foto rontgen. Pada pemeriksaan foto rontgen akan memperlihatkan pelebaran mediastinum, pembesaran aortic knob, atau tertariknya trakea. Namun pada aneurisma yang kecil khususnya pada saccular aneurysm, foto rontgen akan sulit memperlihatkan adanya aneurisma. Aortografi dapat digunakan untuk mengevaluasi anatomi dari aneurisma dan pembuluh darah besar. Sedangkan CT-scan sangat akurat digunakan untuk mendeteksi dan mengetahui ukuran dari aneurisma torakalis. MRI
juga digunakan untuk mendeteksi
aneurisma dan melihat anatominya. MR Angiografi digunakan untuk melihat anatomi cabang-cabang dari pembuluh darah aorta, tapi bisa juga digunakan untuk mengevaluasi aneurisma aorta torakalis. 3. Thoracoabdominalis aortic aneurysm Pemeriksaan foto rontgen akan memperlihatkan pelebaran dari bayangan aorta torakalis. Pemeriksaan TEE tidak dapat dipergunakan pada pemeriksaan aorta desendens. Sedangkan USG hanya dapat memeriksa aneurisma di distal dari arteri renalis, oleh karena daerah suprarenal dan torakal tertutup oleh jaringan paru. Pemeriksaan CT-scan terutama spiral CT-scan merupakan pemeriksaan penting dalam mendiagnosis aneurisma aorta, dan dapat menjadi pengganti pemeriksaan aortografi bila terdapat kontraindikasi penggunaan zat kontras. Pemeriksaan aortografi sampai saat ini masih menjadi gold standard pemeriksaan dalam mendiagnosis thoracoabdominalis aortic aneurys. PENANGANAN
1. Operatif Bedah elektif . Keputusan untuk melakukan operasi pada pasien aneurisma asimtomatik
bergantung dari risiko aneurisma tersebut mengalami ruptur. Pembedahan elektif dilakukan bila diameter lebih dari 50 mm.
Komplikasi dini yang terjadi setelah operasi elektif meliputi iskemia jantung, aritmia, dan gagal jantung kongestif (15%), insufisiensi pulmonal (8%), kerusakan ginjal (6%), perdarahan (4%), tromboemboli distal (3%), dan infeksi luka (2%). Bedah darurat. Pasien dengan dugaan ruptur aneurisma perlu dipertimbangkan dilakukan
bedah darurat. Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan kematian selama pembedahan adalah usia lebih dari 80 tahun, kesadaran menurun, konsentrasi Hb rendah, cardiac arrest , penyakit kardiorespiratori parah. Bedah Konvensional. Bedah konvensional adalah dengan menggunakan graft prosthetic .
Pemasangan graft dinilai efektif, dan kematian 30 harinya hanya 5%. Risiko kematian paska pemasangan graft bergantung dari status kesehatan pasien. Endovaskular stent atau endoprotesis . Merupakan alat yang dimasukkan secara
endovaskular melalui arteri femoralis. Endoprotesis ini seperti selang yang diameternya dapat dibuat sedimikian rupa hingga menyerupai diameter arteri normal. Dengan adanya selang ini, darah hanya mengalir melalui selang tersebut, tidak lagi melalui kantung aneurisma. Akibatnya, risiko trombosis dan ruptur berkurang. Untuk menjaga agar diameter selang tidak berubah, maka pada selang digunakan stent. Masalah yang sering ditemui saat pemasangan stent diantaranya pemasangan yang tidak mudah. Diperlukan dokter yang kompeten untuk melakukannya. Sering pula stent sulit diarahkan ke pembuluh darah yang menjadi tujuan karena biasanya pembuluh darah teroklusi oleh trombus. Pada bebarapa kasus, aorta ditemukan tidak lurus melainkan berkelok-kelok. Hal itu makin menambah daftar masalah pemasangan stent. Keuntungan endovaskular stent daripada bedah konvensional yaitu : tidak memerlukan insisi abdomen, tidak perlu diseksi retroperitoneal, meningkatkan fungsi perioperatif kardiorespiratorik, mengurangi respon stress metabolik selama operasi, meningkatkan fungsi ginjal dan gastrointestinal, dan mengurangi waktu rawat inap 2. Kendalikan faktor risiko Terapi non-operatif atau obat-obatan dapat diberikan berupa beta bloker, dimana obat ini diperkirakan mampu menurunkan laju pelebaran dan risiko ruptur dari abdominal aortic aneurysm.
Yang tidak kalah pentingnya adalah mengendalikan faktor risiko seperti hiperkolesterolemia dan hipertensi. Merokok sebisa mungkin dihentikan. Aneurisma yang terlalu kecil untuk dibedah sebaiknya dipantau secara bertahap untuk menilai perkembangan diameternya.
DAFTAR PUSTAKA Anonim (2008-last update), “Aneurisma Aorta Abdominalis”, (Mentorhealthcare), Available : http://www.mentorhealthcare.com/news.php?nID=173&action=detail (Accessed : 28 Juli 2008) Anonim (2008-last update), Aneurisma Aorta Torako-Abdominal”, (Website Bedah Toraks “
Kardiovaskular Indonesia), Available : http://www.bedahtkv.com/index.php?/eEducation/Vaskular/Aneurisma-Aorta-Torako-Abdominal.html-index (Accessed : 28 Juli 2008) Braunwald, Eugene.1996. Textbook of Heart Disease, 5th ed, McGraw-Hill Companies, USA Topol, Eric J.2002.Textbook of Cardiovascular Medicine, 2nd ed, Philadelphia