ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASTOIDITIS BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu berhak atas taraf hidup yang memadai bagi kesejahteraan dirinya maupun keluarganya, termasuk diantaranya sandang pangan, perumahan dan perawatan kesehatan. Pelayanan dirumah sakit diupayakan menuju standar mutu yang telah ditetapkan. Demakian halnya untuk masing – masing bidang pelayanan, salah satunya adalah bagian bedah, sehingga komplikasi pasca pembedahan dapat dihindari. Kondisi kesehatan masyarakat saat ini memungkinkan terjadinya perubahan pada pola penyakit. Salah satunya adalah penyakit yang menyerang telinga atau bisa disebut mastoiditis kronis. Di Amerika Serikat dan negara maju lain, kejadian dari mastoiditis cukup rendah, sekitar 0,004%, meskipun lebih tinggi di negara-negara berkembang. Usia paling umum terkena adalah 6-13 bulan, Laki-laki dan perempuan sama-sama terpengaruh dan beresiko terkena penyakit mastoiditis. Di negara indonesia belum diketahui secara jelas persentasi kejadian dari pada mastoiditis ini, tetapi negara kita merupakan negara berkembang menuju negara yang maju yang masih rentan dan beresiko tinggi terhadap penyakit ini. Pengobatan biasanya diawali dengan pemberian suntikan antibiotik lalu disambung dengan antibiotic per oral minimal selama 2 minggu. Jika pemberian antibiotic tidak memberikan hasil untuk mengatasi masalah ini, dilakukan mastoidiktomi (pengangkatan sebagian tulang dan pembuangan nanah). Walaupun angka kejadian dari penyakit mastoiditis di Indonesia ini mulai berkurang dari tahun ketahunnya namun hal ini merupakan sesuatu yang tidak bisa disepelekan karena apabila tidak ditangani dengan tepat maka klien akan mengalami gangguan pendengaran yang bersifat kronis dan sangat mengganggu kenyamanan, hal inilah yang menjadi dasar kenapa penulis mengangkat makalah ini. Dan diharapkan kepada pembaca untuk bisa memahami secara umum maupun secara khusus tentang penyakit mastoiditis dan dapat mengaplikasikannya di kehidupan yang nyata.
B. Tujuan 1. Tujuan Umum Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami gambaran umum tentang Mastoiditis dan mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan Mastoiditis. 2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khususnya adalah: a. Mengetahui tentang pengertian Mastoiditis b. Mengetahui tentang anatomi fisiologis Mastoiditis c. Mengetahui tentang etiologi dari Mastoiditis d. Mengetahui tentang klasifikasi dari mastoiditis e. Mengetahui tentang patofisiologi dan pathwey dari Mastoiditis f. Mengetahui tentang manifestasi klinis Mastoiditis g. Mengetahui tentang komplikasi Mastoiditis h. Mengetahui tentang penatalaksanaan baik penatalaksanaan medis maupun penatalaksanaan keperawatan dari mastoiditis i. Mengetahui tentang pemeriksaan penunjang Mastoiditis j. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Mastoiditis
BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis. Mastoiditis adalahsegala proses peradangan pada sel- selmastoid yang terletak pada tulang temporal. Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis.( Brunner dan Suddarth, 2000). Mastoiditis kronis adalah suatu infeksi bakteri pada prosesus mastoideus (tulang yang menonjol dibelakang telinga)yang berlangsung cukup lama.Mastoiditis marupakan peradangan kronik yang mengenai rongga mastoid dan komplikasi dari otitis media kronis. Lapisan epitel dari telinga tengah adalah sambungan dari lapisan epitel sel – sel mastoid udara yang melekat ditulang temporal. ( Reeves, 2001 ) Mastoiditis adalah sel-sel udara mastoid sering kali terlibat,menimbulkan peradangan dan nekrosis tulang yang terlokalisasi dan ekstensif (osteomyelitis). (Parakrama, 2006) B. Anatomi fisiologis Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam. Dalam perkembangannya telinga dalam merupakan organ yang pertama kali terbentuk mencapai konfingurasi dan ukuran dewasa pada trimester pertengahan kehamilan. Sedangkan telinga tengah dan luar belum terbentuk sempurna saat kelahiran, akan tumbuh terus dan berubah bentuk sampai pubertas. Secara embriologi telinga luar dan tengah berasal dari celah brankial pertama dan kedua, sedangkan telinga dalam berasal dari plakoda otik. Sehingga suaru bagian dapat mengalami kelainan, sementara bagian lain berkembang normal. Pada kebanyakan kasus telinga luar dan tengah mengalami kelainan kongenital bersama-sama, sedangkan koklea berkembang
normal. Hal ini memungkinkan rehabilitasi pendengaran pada kebanyakan kelainan telinga kongenital. 1. Telinga bagian luar (Auris Eksterna) b. Aurikula (Daun Telinga) Menampang gelombang suara yang datang dari luar masuk ke dalam telinga. c. Meatus Akustikus Eksterna Saluran penghubung aurikula dengan membran timpani, panjangnya ± 2,5 cm terdiri dari tulang rawan dan tulang keras. Saluran ini mengandung rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat khususnya menghasilkan sekret – sekre berbentuk serum. d. Membrane Timpani Antara telinga luar dan telinga tengah terdapat selaput gendang telinga yang disebut membrane timpani 2. Telinga Bagian Tengah (Auris Media) a. Cavum Timpani Rongga didalam tulang temporalis terdapat 3 buah tulang pendengaran yang terdiri dari malius, inkus dan stapes yang melekat pada bagian dalam membrane timpani dan bagian dasar tulang Stapes membuka pada fenestra ovalise. b. Antrum Timpani Merupakan rongga tidak teratur yang agak luas terletak dibagian samping dari cavum timpani. Antrum timpani dilapisi oleh mukosa merupakan lanjutan dari lapisan mukosa cavum timpani, rongga ini berhubungan dengan beberapa rongga kecil yang disebul sellula mastoid yang terdapat dibelakang bawah antrum didalam tulang temporalis dan andanya hubungan ini dapat mengakibatkan menjalarnya proses radang. c. Tuba Auditiva Eaustaki Saluran tulang rawan yang panjangnya ± 3,7 cm berjalan miring ke bawah agak ke depan, dilapisi oleh lapisan mukosa. 3. Telinga bagian dalam (Auris Interna) Serangkaian saluran bawah dikelilingi oleh cairan dinamakan perilimfe. a. Vestibulum Bagian tengah labirintus osseous pada vestibulum ini membuka fenestra ovale dan venestra rotundum dan pad abagian belakang atas menerima muara canalis semnisirkularis b. Cochlea Berbentuk seperti rumah siput, pada cochlea ini ada 3 pintu yang menghubungkan cochlea dengan vestibullum, cavum timpani dan canalis cochlearis. c. Labirintus Membranosus 1. Utrichulus Bentuknya seperti kantong lonjong dan agak gepeng terpaut pada tempatnya oleh jaringan ikat, disini terdapat saraf (nervus akustikus) pada bagian depan dan sampingnya ada daerah yang lonjong disebut makula akustica utricula
2. Sachulus 3. Duktus Semi Sirkularis 4. Duktus Cochlearis C. Etiologi Mastoiditis terjadi karena Streptococcus ß hemoliticus / pneumococcus. Selain itu kurang dalam menjaga kebersihan pada telinga seperti masuknya air ke dalam telinga serta bakteri yang masuk dan bersarang yang dapat menyebabkan infeksi .Menyebarnya infeksi dari telinga bagian tengah, infeksi dan nanah mengumpul di sel-sel udara mastoid Penyebab lain dari Mastoiditis antara lain: 1. terjadi 2-3 minggu setelah otitis media akut 2. Klien imunosupresi atau orang yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab otitis media akut yaitu streptococcus pnemonieae. 3. Bakteri lain yang sering ditemukan adalah adalah branhamella catarrhalis,streptococcus groupA dan staphylococcus aureus ,streptococcus aureus. Bakteri yang biasanya muncul pada penderita mastoiditis anak-anak adalah streptococcus pnemonieae. D. Klasifikasi Klasifikasi dari mastoiditis antara lain: Acute mastoiditis, biasa terjadi pada anak-anak, sebagai komplikasi dari otitis media akut suppurative. Chronic mastoiditis, biasanya berkaitan dengan cholesteatome dan penyakit telinga kronis. Incipient mastoiditis, inflamasi yang terjadi akibat langsung di bagian mastoid. Coalescent mastoiditis, inflamasi yang terjadi akibat komplikasi dari infeksi di organ tubuh yang lain. E. Patofisiologi Penyakit mastoiditis pada umumnya diawali dengan otitis media yang tidak ditangani dengan baik. Biasanya otitis terjadi 2-3 minggu setelah otitis media akut infeksi dan nanah menggumpal disel-sel udara mastoid Mastoiditis kronik dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam (epitelskuamosa) dari lapisan luar membran timpani ke tengah. Kulit dari membran timpani lateral membentuk kantung luar yang akan berisi kulit yang telah rusak dan baha sebaseur. Kantung dapat melekat kestruktur telinga tengah dan mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralisisnervus fasialis. Kehilangan pendengaran sensori neural dan atau gangguan keseimbangan (akibat erusi telinga dalam) dan absesotak . Mastoiditis terjadi sebagai lanjutan dari otitis media supuratik kronik, peradangan dari rongga telinga tengah menjalar ke tulang mastoid melalui saluran aditus adantrum. Mastoiditis dibagi menjadi 2 macam, yaitu bentuk jinak (benigna) dan bentuk ganas (maligna). Pada bentuk maligna peradangan berlanjut ke dalam tulang tengkorak (intrakranial) sehingga dapat
terjadi meningitis, absissubdural, abses otak, tromboflebitis sinus, lateralis, serta mungkin juga terjadi hidrosefalus Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Penyakit ini berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab. Organisme penyebab yang lazim adalah sama dengan penyebab otitis media akut yaitu streptococcus hemlytiens, pneumococcus, sthapilococcus aureus lalbus, streptococcusviridans. Kuman aerob Pathway : Gram negative : proteus, pseudomonas spp E colli, kuman anaerob Bakterioides spp Timbul Infeksi pada telinga Eksogen infeksi dari luar melalui perforosi membrane tympani Rinogen dari penyakit ronggga hidung dan sekitarnya Endogen alergi,DM, TBC paru Peradangan pada Mastoid Mastoiditis Nyeri Gangguan rasa nyaman Nyeri Timbul suara denging Cemas Gangguan pendengaran Gangguan Komunikasi Kemerahan pada mastoid Kerusakan jaringan/dikontinuitas jaringan Hipertemi Keluarnya push Penurunan harga diri F. Manifestasi Klinis Adapun manifestasi dari penyakit mastoiditis antara lain: 1. Rasa nyeri biasanya dirasakan dibagian belakang telinga dan dirasakan lebih parah pada malam hari, tetapi hal ini sulit didapatkan pada pasien-pasien yang masih bayi dan belum dapat berkomunikasi. Hilangnya pendengaran dapat timbul atau tidak bergantung pada besarnya kompleks mastoid akibat infeksi. 2. Gejala dari keluhan penyakit didapatkan keluarnya cairan dari dalam telinga yang selama lebih dari tiga minggu, hal ini menandakan bahwa pada infeksi telinga tengah sudah melibatkan organ mastoid. 3. demam biasanya hilang dan timbul, hal ini disebabkan infeksi telinga tengah sebelumnya dan pemberian antibiotik pada awal-awal perjalanan penyakit. Jika demam tetap dirasakan setelah pemberian antibiotik maka kecurigaan pada infeksi mastoid lebih besar.
G. Komplikasi Komplikasi yang terjadi bila mastoiditis tidak ditangani dengan baik adalah 1. Petrositis yaitu infeksi pada tulang disekitar tulang telinga tengah peforasi gendang telinga dengan cairan yang terus menerus keluar. 2. Labyrintitis yaitu peradangan labyrint ini dapat disertai dengan kehilangan pendengaran atau vertigo disebut juga otitis imtema 3. Meningitis yaitu peradangan meningen (ragdang membran pelindung sistem saraf) biasanya penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme. 4. Abses otak yaitu kumpulan nanah setempat yang terkumpul dalam jaringan otak H. Penatalaksanaan A. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan medis klien dengan mastoiditis antara lain: 1. Pemberian antibiotik sistemik Diberikan beberapa minggu sebelum operasi dapat mengurangi atau menghentikan supurasi aktif dan memperbaiki hasil pembedahan. 2. Pembedahan a. Timponoplasti Adalah rekonstruksi bedah pada mekanisme pendengaran ditelinga tengah, dengan memperbaiki membrana tympanica melindungi finestra cochlease dari tekanan suara. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk menyelamatkan dan memulihkan pendengaran, dengan congkok membran timpani dengan rekonstruksi telinga tengah. Sedangkan tujuan skundernya adalah untuk mempertahankan atau memperbaiki pendengaran (timpanoplasti) bilamana mungkin. Terdapat berbagai teknik timpanoplasti yang berbeda yaitu pencangkokan (kulit, fasia, membran timpani homolog) dan rekonstruksi (osikula homolog, kartilago dan aloplastik). b. Mastoidektomi Adalah pembedahan pada tulang mastoid. Tujuan dilakukan mastoidektomi adalah untuk menghilangkan jaringan infeksi, menciptakan telinga yang kering dan aman. B. Penatalaksanaan keparawatan Penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan mastoiditis antara lain: 1. Perawatan Pre-operasi Perawat mengajarkan secara khusus pada klien yang dijatwalkan untuk menjalani tympanoplasty. 2. Perawat post operasi Rendaman antiseptik gauze (an antiseptic-soaked gauze) sepertilodoform gauze (naugauze) dimalut dalam kanal audiotori. 3. Terapi konservatif Yaitu menasehati unuk menjaga telinga agar tetap kering serta membersihkan telinga dengan penghisap secara berhati-hati ditempat praktek. 4. Pemberian bubuk atau obat tetes yang biasanya mengandung antibiotik dan steroid. C. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Darah 2. Foto Mastoid
3. 4. 5. 6. 7.
Kultur Bakteri Telinga MRI CT Scant Radiologi Tympanocintesis & myringotomi
D. Pengkajian keperawatan pengkajian yang dilakukan antara lain: 1. Keluhan utama Klien mengatakan nyeri pada telinga bagian belakang engan sekala nyeri 6 2. Riwayat kesehatan sekarang Biasanya diawali adanya otitis media akut setelah 2-3 minggu tanpa penanganan yang baik nanah dan infeksi menyebar ke sel udara mastoid. Dapat muncul atau keluar cairan yang berbau dari telinga, timbul nyeri di telinga dan demam hilang timbul. 3. Riwayat kesehatan dahulu Adanya otitis media kronik karena adanya episode berulang. 4. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik yang didapat: a. Suhu tubuh meningkat, denyut nadi meningkat (takikardi) b. Kemerahan pada kompleks mastoid c. Keluarnya cairan baik bening maupun berupa lendir d. Matinya jaringan keras (tulang, tulang rawan) e. Adanya abses (kumpulan jaringan mati dan nanah) f. Proses peradangan yang tetap melebar ke bagian dan organ lain Riwayat infeksi pada telinga tengah sebelumnya E. Diagnosa keperawatan diagnosa keperawatan yang muncul pada mastoiditis antara lain: 1. Perubahan persepsi/ sensori auditoris berhubungan dengan kerusakan pendengaran. 2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi. 3. Risiko cidera berhubungan dengan bahaya lingkungan infeksi. 4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan persepsi sensori auditoris. 5. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan. 6. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan. 7. Ansietas berhubungan dengan menghadapi prosedur bedah. 8. Risiko cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran.
F. Intervensi dan Rasional 1. Perubahan sensori/persepsi (auditoris) berhubungan dengan kerusakan pendengaran Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien mampu mendengar dengan baik Kriteria Hasil : a. Pasien mengalami potensial pendengaran maksimum b. Pasien menggunakan alat bantu dengar dengan tepat No Intervensi Rasional 1. Kaji tentang ketajaman Menentukan seberapa baik tingkat pendengaran pendengaran klien Untuk menjamin keuntungan 2. Diskusikan tipe alat bantu dengar dan perawatannya yang maksimal tepat 3. Bantu pasien berfokus pada Untuk memaksimalkan semua bunyi di lingkungan dan pendengaran membicarakannya hal tersebut
2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam suhu tubuh dapat normal (360-370C) Kriteria Hasil: a. Suhu tubuh dalam rentang normal (360-370C) b. Kulit tidak teraba hangat c. Wajah tidak tampak merah d. Tidak terjadi dehidrasi
Tujuan
No Intervensi 1. Pantau input dan output 2.
Ukur suhu tiap 4-8 jam
3.
Ajarkan kompres hangat dan banyak minum
4.
Rasional Untuk mengetahui balance cairan pasien Untuk mengetahui perkembangan klien Untuk menurunkan panas tubuh dan mengganti cairan tubuh yang hilang
Kolaborasi dengan pemberian Untuk menurunkan panas antipiretik 3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mendengar petunjuk auditoris : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien dapat berkomunikasi dengan baik
teria Hasil b. c.
: a. Pasien terlibat dalam proses komunikasi Pasien menunjukkan kemampuan untuk membaca gerak bibir Pasien dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan cara yang diajarkan No Intervensi Rasional 1. Berbicara jelas dan tegas tanpa Membantu pasien merangsang bergerak komunikasi verbal Mempermudah pasien dalam 2. Kurangi kegaduhan lingkungan mendengar 3.
4.
Ajari keluarga dan orang lain yang terlibat dengan pasien tentang perilaku yang memudahkan membaca gerak bibir Bila menggunakan alat bantu dengar, kenakan pada telinga yang tidak dioperasi
Untuk merangsang komunikasi verbal
Mempermudah pasien mendengar sehingga dapat lancar dalam berkomunikasi
4. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri teratasi Kriteria Hasil : a. Pasien mengatakan nyeri berkurang b. Skala nyeri turun c. Wajah pasien tampak rileks No Intervensi 1. Kaji ulang skala nyeri, lokasi, intensitas 2. Berikan posisi yang nyaman
Rasional Mengetahui ketidakefektifan intervensi Mengurangi nyeri
3.
Ajarkan teknik relaksasi dan ciptakan lingkungan yang tenang
Mengalihkan perhatian pasien terhadap nyeri dan mengurangi nyeri
4.
Kolaborasi pemberian analgesik, antibiotika, dan anti inflamasi sesuai indikasi
Dapat mengurangi nyeri, membunuh kuman dan mengurangi peradangan sehingga mempercepat penyembuhan
5. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan graft, trauma bedah terhadap jaringan. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam risiko infeksi dapat hilang atau teratasi Kriteria Hasil : a. Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
Tujuan a Hasil
No Intervensi 1. Observasi keadaan umum pasien selama 24 jam 2. Anjurkan pentingnya cuci tangan dan mencuci telinga luar 3. Lakukan perawatan graft 4.
Rasional Mengetahui keadaan umum pasien Mencegah penularan penyakit Mencegah infeksi
Kolaborasi pemberian antibiotik Agar dapat membunuh kuman, profilaksis sehingga tidak menularkan penyakit terus-menerus
6. Ansietas berhubungan dengan menghadapi prosedur bedah : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam ansietas berkurang : a. Menunjukkan kontrol agresi, kontrol ansietas, koping, kontra impuls, penahanan mutilasi diri secara konsisten dan substansial b. Menunjukkan ketrampilan interaksi sosial yang efektif No Intervensi Rasional 1. Informasikan pasien tentang Kembangkan rasa percaya/ peran advokat perawat intra hubungan, turunkan rasa takut operasi akan kehilangan kontrol pada lingkungan yang asing Rasa takut yang berlebihan/ terus2. Identifikasi tingkat rasa takut menerus akan mengakibatkan yang mengharuskan dilakukan reaksi stress yang berlebihan, penundaan prosedur risiko potensial dari pembalikan pembedahan reaksi terhadap prosedur/ zat-zat anestesi 3.
Cegah pemajan tubuh yang tidak diperlukan selama pemindahan ataupun pada tulang operasi
Pasien akan memperhatikan masalah kehilangan harga diri dan ketidakmampuan untuk melatih kontrol
4.
Berikan petunjuk/ penjelasan yang sederhana pada pasien yang tenang
Ketidakseimbangan dari proses pemikiran akan membuat pasien menemui kesulitan untuk memahami petunjuk-petunjuk yang panjang dan berbelit-belit
5.
Kontrol stimulasi eksternal
Suara gaduh dan keributan akan
meningkatkan ansietas 6.
Berikan obat sesuai petunjuk, misal; zat-zat sedatif, hipnotis
Untuk meningkatkan tidur malam hari sebelum pembedahan; meningkatkan kemampuan koping
7. Risiko cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak terjadi cidera Kriteria Hasil : Tidak mengalami cidera fisik No Intervensi Rasional 1. Cegah infeksi telinga tengah Agar kerusakan pendengaran tidak meluas berhubungan dengan kehilangan 2. Meminimalkan tingkat pendengaran kebisingan di unit perawatan intensif Untuk mencegah pasien jatuh 3. Lakukan upaya keamanan akibat vertigo/ gangguan seperti ambulasi terbimbing keseimbangan 4.
Kolaborasi dengan pemberian obat antiemetika dan outivertigo sesuai indikasi, misalnya antihistamin
Mengurangi nyeri kepala sehingga terhindar dari jatuh
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Kasus
Ny. S berusia 40 tahun opnam di RS respati yogyakarta sejak 1 hari yang lalu klien datang dengan keluhan pendengaran telinga kiri dan kanan menurun/tidak mendengar sejak 2 tahun yang lalu, klien juga mengatakan terasa nyeri pada kedua tulang telinga bagian belakang, skala nyeri 6, dan klien mengeluh telinga kanan dan kiri 1 bulan terakhir sering basah karena keluar cairan dari dalam telinga, dari hasil pengkajian didapatkan TTV: TD 130/80 mmHg, nadi 84x/mnt,RR 24x/menit,
suhu 38,8oC, klien mengatakan badannya terasa demam dan kepalanya kadangkadang pusing Kemerahan pada kompleks mastoid, Keluarnya cairan baik bening maupun berupa lendir dan pus.
Hasil pemerikasaan penunjang didapatkan: · Ct scant : ada kelainan telinga tengah, mastoid dan telinga dalam. Yang memperlihatkan penebalan mukosa dalam rongga telinga tengah di samping dalam rongga mastoid. ·
Foto Ro: Mastoiditis bilateral tipe sklerotik.
·
Otoskopi: terlihat infeksi telinga tengah
B. Pengkajian Keperawatan A.
Pengkajian
Tanggal Masuk : 18 agustus 2011 Jam
: 8.45 WIB
NamaPerawat
: Viktorinus
TanggalPengkajian
: 18 agustus 2011
Jam Pengkajian
: 09:00
1. Biodata Pasien Nama
:Ny. s
Umur
: 45 tahun
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
:Ibu Rumah Tangga
Status pernikahan
:Menikah
Alamat
:Jl.patimura no 64 B sleman.
DiagnosaMedis
:mastoiditis
Penanggungjawab Nama
:Tn, P
Umur
: 50 tahun
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
:wiraswata
Status pernikahan
:menikah
Alamat
:Jl.patimura no 64 B sleman.
Hubungandenganpasien
:Suami
2.
Keluhan Utama
Klien mengatakan pendengaran telinga kanan dan kiri menurun/tidak mendengar sejak 2 tahun.
3.
RiwayatKesehatan
ü Riwayat Penyakit Sekarang : Nyeri pada kedua telinga bagian belakang, dan 1 bulan ini telinga kanan dan kiri sering basah akibat keluarnya cairan dari dalam telinga. ü Riwayat Penyakit Dahulu : Tuli konduksi, perforasi membran timpani/perforasi sub total. Klien tidak memiliki riwayat alergi. ü Riwayat penyakit keluarga
:
Keluarga klien tidak mempunyai riwayat penyakit keluarga seperti hipertensi, DM, asma, penyakit jantung koroner.
Genogram
Keterangan: : Perempuan : laki-laki : pasien : tinggal satu rumah
4. a.
Basic Promotion Physiology of health Aktivitas dan latihan:
Klien tidak pernah melakukan pemeriksaan tes pendengaran,
b.
Tidur dan istirahat
Sebelum: Lama Tidur
: 8-9 jam
Tidur siang
: Ya
Lama tidur
: 4 jam
Tidur siang
: ya
Selama sakit:
c.
Kenyamanan dan nyeri
Paliatif dan profokatif : nyeri terjadi saat klien beraktivitas dan berkurang saat klien duduk dan istrahat Quality
: nyeri tekan
Region
: nyeri pada bagian belakang telinga kiri dan kanan
Scale
:6
Time
:0-10 menit nyeri hilang timbul
d.
Nutrisi
Sebelum: 1)
Frekuensi makan
: 3x1
2)
BB/TB
3)
Jenis makanan
: Padat
4)
Makanan yang di sukai
: Sate
5)
Makanan pantang
: Tidak ada makanan pantang
6)
Nafsu makan
: Porsi makan selalu di habiskan
7)
Masalah pencernaan
8)
Diit RS
: 50kg/155cm
: Tidak ada masalah pencernaan : Tidak ada program diet dari RS
Selama sakit: 1)
Frekuensi makan
2)
BB/TB
: 50 kg/155cm
3)
IMT
:20,41
4)
BB dalam satu bulan terakhir : tidak ada penurunan berat badan
5)
Jenis makanan
: Padat
6)
Makanan yang disukai
: Sate
7)
Makanan pantang
: makanan yang asin-asin
8)
Nafsu makan
: Porsi makan tidak di habiskan
9)
Masalah pencernaan
10) Diit RS
: 3x1
: tidak ada masalah pencernaan : tidak ada program diet RS
11) Kebutuhan pemenuhan ADL makan : Mandiri
e.
Cairan, elektrolit dan asam basa
Sebelum: 1)
Frekuensi minum/24jam
: 1500-1600cc
2)
Turgor kulit
: Elastis
Selama sakit: 1)
Frekuensi minum/24jam
2)
Turgor kulit
: 1000cc : Tidak elastis
3)
f.
Oksigenasi
Sesak nafas
: Tidak
Batuk
: Tidak
Sputum
: Tidak
Nyeri dada
: Tidak
RR
: 24x/mnit
Kedalaman Napas
: Inspirasi dalam
Irama
: Reguler
g.
Eliminasi urin
Sebelum: 1)
Penggunaan Kateter
: Tidak ada penggunaan kateter
2)
Warna
: Bening
Selama sakit: 1)
Penggunaan Kateter
: Tidak ada penggunaan kateter
2)
Warna
: urine bening
h.
Eliminasi fekal
Sebelum dirawat: Klien mengatakan BAB lancar sebelum sakit dan tidak diare Selama dirawat : Klien mengatakan BAB lancar sebelum sakit dan tidak diare
i.
Sensori persepsi dan kognitif
Ggn penglihatan
: Tidak
Ggn pendengaran lain
: Ya klien kesulitan dalam mendengar pembicaraan
Ggn penciuman
: Tidak
Ggn sensori taktil
: Tidak
Ggn pengecapan
: Tidak
5.
Pemeriksaan fisik
a.
Keadaan umum
Kesadaran
: Composmetis
GCS
: 15 ; (E4 V6 M5)
Vital Sign
:TD Nadi
:130/80 mmHg : 84x/mnit
Irama
: reguler
Kekuatan
: kuat
Respirasi
: 24x/mnit
Irama
: teratur
orang
Suhu
b.
: 38,80C
Kepala
Kulit
: Bersih tidak ada lesi,dan sianosis
Muka
: simetris, Tidak ada lesi dan sianosis
Mata
: Konjungtiva
: anemis
: Sclera
: anikterik
: Pupil
: Isokor
: Reflek Cahaya
: Positif
Hidung
: Simetris Kiri kanan, tidak ada sumbatan
Mulut
: Gigi
: tidak ada karies gigi
: Bibir
: Mukosa bibir lembab
Telinga : Simetris, ada penumpukan serumen,pus, ada pembengkakan pada kedua telinga bagian belakang dan tampak kemerahan dan nyeri.
c.
Leher
:
Simetris tidak ada pembesran kelenjar Tiroid, maupun pembesaran JVP, tidak ada kesulitan menelan
d.
Dada
Bentuk
: Simetris : Pulmo : Inspeksi
: Palpalsi
: Bentuk dada Ki/ka Simetris
:Taktil fremitus Ki/Ka dan
pengembangan dada sama
: Perkusi
: sonor
: Auskultasi
: tidak ada bunyi napas tambahan
Cor : Palpasi
e.
: Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat
: tidak ada pembesaran pada jantung di mid axila : Perkusi
: redup
: Auskultasi
: tidak ada bunyi jantung tambahan
Abdomen
Inspeksi
: simetris
Auskutasi
: peristaltik usus 15x/mnit
Palpasi : Tidak ada pembesaran Hepar, ada benjolan di perut bagian bawah saat di palpasi benjolan teraba padat benjolan menetap, diameter 1cm Perkusi
: Suara tymphani
f.
Genitalia
g.
Rektum
h.
Ekstremitas
: tidak terkaji
: tidak terkaji
Atas ROM Kanan
: derajat 5 (normal)
ROM Kiri
: derajat 5 (normal)
Bawah ROM Kanan
: derajat 5 (normal)
ROM Kiri
: derajat 5( normal)
Capilarry reffil : < 2 detik ROM Ka/ki Akral
: Aktif : hangat
6.
Psiko sosio budaya dan spiritual
Psikologi: perilaku verbal pasien kurang komunikatif . keadaan emosi pasien tidak stabil karena ia merasa cemas dengan kondisinya. Klien mudah tersinggung Sosio : Klien kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang di sekitarnya, bicara dengan klien harus keras dan menggunakan isyarat dengan tangan, jarak harus dekat dengan klien. Budaya : Dalam kesehariannyan klien berbahasa jawa. Spiritual: Klien beragama islam. Ia selalu rajin beribadah.
7.
Pemerikasaan penunjang
v Foto Ro: Mastoiditis bilateral tipe sklerotik. v Ct scant : ada kelainan telinga tengah, mastoid dan telinga dalam. Yang memperlihatkan penebalan mukosa dalam rongga telinga tengah di samping dalam rongga mastoid. v Otoskopi: terlihat infeksi telinga tengah 8.
Terapi/Pengobatan
v Infus RL 20 tts/mnt. v Klindamycin 3x300 mg. v Mefenamat acid 3x500 mg k/p
ANALISA DATA
TGL/JAM
DATA FOKUS
ETIOLOGI
PROBLEM
Agen injuri biologis
Nyeri kronis
Perubahan presepsi sensori
Gangguan sensori/perse psi (auditoris)
DS: P : nyeri terjadi saat klien beraktivitas dan berkurang saat klien duduk dan istrahat Q: nyeri tekan 18 agust 2011
R: nyeri pada bagian belakang telinga kiri dan kanan
09.15 wib
S: 6 T: 0-10 menit nyeri hilang timbul DO : TTV: TD 130/80 mmHg, N 84x/mnt, RR 24x/mnt
18 agust 2011 09.15 wib
DS: Klien mengeluh pendengaran telinga kiri dan kanan menurun/tidak mendengar sejak 2 tahun yang lalu, dan klien mengeluh telinga kanan dan kiri 1 bulan terakhir sering basah karena keluar cairan dari dalam telinga Klien mengatakan kepalanya kadang- kadang pusing
DO: Keluarnya cairan dari kedua telinga klien baik bening maupun berupa lendir dan pus
TTV: TD 130/80 mmHg, nadi 84x/mnt,RR 24x/menit, suhu 38,8oC, Hasil pemerikasaan penunjang didapatkan: · Ct scant : ada kelainan telinga tengah, mastoid dan telinga dalam. Yang memperlihatkan penebalan mukosa dalam rongga telinga tengah di samping dalam rongga mastoid. · Foto Ro: Mastoiditis bilateral tipe sklerotik. · Otoskopi: terlihat infeksi telinga tengah DS: 18 agust 2011 09.15 wib
- klien mengatakan badannya terasa demam DO:
proses inflamasi
Hipertermi
- badan klien terasa panas, TTV: TD 130/80mmHg, N 110x/mnt, Suhu 38,8oC
Prioritas Diagnosa
1. Nyeri berhubungan agen injuri biologis ditandai dengan, P : nyeri terjadi saat klien beraktivitas dan berkurang saat klien duduk dan istrahat, Q: nyeri tekan, R: nyeri pada bagian belakang telinga kiri dan kanan, S: 6, T: 0-10 menit nyeri hilang timbul, TTV: TD 130/80 mmHg, N 84x/mnt, RR 24x/mnt 2. Gangguan sensori/persepsi (auditoris) b.d Perubahan presepsi sensoriditandai dengan Klien mengeluh pendengaran telinga kiri dan kanan menurun/tidak mendengar sejak 2 tahun yang lalu, dan klien mengeluh telinga kanan dan kiri 1 bulan terakhir sering basah karena keluar cairan dari dalam telinga, klien mengatakan kepalanya kadang- kadang pusing. Keluarnya cairan dari
kedua telinga klien baik bening maupun berupa lendir dan pusing. TTV: TD 130/80 mmHg, nadi 84x/mnt,RR 24x/menit, suhu 38,8oC, 3. Hipertermi b.d proses penyakit yang ditandai dengan klien mengatakan badannya terasa demam, badan klien terasa panas. TTV: TD 130/80mmHg, N 110x/mnt, Suhu 38,8oC.
RENCANA TINDAKAN
N O 1
DIAGNOSA
Nyeri berhubunga n agen injuri biologis
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam nyeri klien dapat teratasi dengan kriteria hasil; 1. Klien mengatakan nyeri berkurang dengan sekala nyeri dari 6 ke 3
TTD/ INTERVENSI
RASIONAL
NAM A
1. Kaji skala nyeri klien
1. Untuk mengetahui tingkatan nyeri yg dirasakan klien.
klmp k2
2. Lakukan pemeriksaan fisik telinga 3. Ajarkan tehnik relaksasi 4. Kolaborasik an dengan dokter pemberian analgetik
2. Untuk mengetahui keadaan dan kondisi telinga klien 3. Untuk mengurangi rasa nyeri yg dirasakan klien 4. Untuk mengatasi rasa nyeri,sehingga nyeri dapat berkurang dalam pemberian obat
2. Klien tampak rileks 3. TTV dalam batas normal TD:110120/70-80 mmhg N:60-100 2.
Gangguan sensori/pers epsi (auditoris)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
1. pantau dan dokumentasika n perubahan
1. untuk mengetahui adanya perrubahan
klmp k2
b.d Perubahan persepsi sensori
selama 2 x 24 jam penurunan sensori persepsi dapat teratasi dengan kriteria hasil : 1. Klien mengatakan sudah tidak pusing lagi,
status neurologis pasien
terhadap status neurologis pasien
2. lakukan pemeriksaan fisik telinga
2. untuk mengetahui keadaan umum telinga klien dan mengurangi pengeluaran cairan
3. kolaborasi kan untuk pemberian alat bantu poendengaran
3. membant u klien untuk mendengar
2. Klien mengatakan sudah dapat mendengar kembali 3. Hasil pemeriksaan fisik telinga dalam rentang normal 3.
Hipertermi b.d proses penyakit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam hipertermi dapat diatasi dengan kriteria hasil: 1. Klien mengatakan sudah tidak demam lagi 2. Badan klien tidak panas lagi
1. Monitor suhu tubuh klien 2. Lakukan kompres hangat 3. Anjurkan klien menggunakan pakaian yang tipis 4. Kolaborasi han dengan dokter untuk pemberian antipiretik
1. Untuk mengetahui penurunan suhu tubuh klien 2. Membant u menurunkan suhu tubuh klien 3. Untuk menurunkan hipertermi 4. Agar suhu tubuh klien kembali normal
klmp k2
3. TTV dalam rentang normal, suhu 36,5-37,5oC, TD 110120/70-80 mmHg N 60100
CATATAN PERKEMBANGAN 1
NO
TGL/JAM
IMPLEMENTASI
EVALUASI
1.
18 Agustus 2011
1. klien
18 Agustus 2011
09.15 wib
Mengkaji skla nyeri
S: klien mengatakan nyeri berkurang
13.00 WIB
NAMA/ TTD klmpk 2
S: Klien mengatakan sudah tidak merasa nyeri lagi
O: skala nyeri 3 klien tampak rileks 2. Melakukan pemeriksaan fisik telinga
O: Skala nyeri klien 3, klien tampak rileks
S:O: klien mau untuk dilakukan pemeriksaan fisik
A: Tujuan tercapai
3. Mengajarkan tekhnik relaksasi
P: Intervensi dihentikan
S: klien mengatakan mau diajarkan tehnik relaksasi O: klien tampak mengerti semua yang diajarkan 4. Berkolaborasikan dengan dokter pemberian analgetik S:O: klien mau menerima terapi analgesik 2.
18 Agustus 2011
1. Memantau dan dokumentasikan perubahan status neurologis pasien
18 Agustus 2011
09.30 wib
S:-
S: Klien sudah dapat mendengar walaupun belum bisa mendengar secara efektif
O: status gizi klien baik 2. Melakukan pemeriksaan fisik telinga S:O: Telinga klien sedikit kemerahan dan masih ada oedema 3. Berkolaborasi untuk pemberian alat bantu pendengaran. S:-
13.00 WIB
O: Telinga klien sedikit kemerahan dan masih ada oedema
A: Tujun belum tercapai
klmpk 2
CATATAN PERKEMBANGAN II
NO
TANGGAL/JA M
IMPLEMENTASI
EVALUASI
NAMA/TT D
2
19 Agustus 2011
1. Memantau dan dokumentasikan perubahan status neurologis pasien
19 Agustus 2011
klmpk 2
13.00 WIB
S:O: status gizi klien baik 2. Melakukan pemeriksaan fisik telinga S:O: Telinga klien tidak merah dan tidak ada oedem 3. Berkolaborasi untuk pemberian alat bantu pendengaran. S:-
19.45 WIB S: Klien sudah dapat mendengar walaupun belum bisa mendengar secara efektif
O: telinga klien sudah tidak kemerahan dan oedem
A: Tujun tercapai
O: klien menerima alat bantu pendengaran
P: Intervensi 1,2 dihentikan
BAB IV PENUTUP
a.
Kesimpulan
Mastoiditis adalah sel-sel udara mastoid sering kali terlibat, menimbulkan peradangan dan nekrosis tulang yang terlokalisasi dan ekstensif (osteomyelitis) Mastoiditis diakibatkan oleh menyebarnya infeksi dari telinga bagian tengah, infeksi dan nanah mengumpul di sel-sel udara mastoid. Mastoiditis kronik dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam (epitel skuamosa) dari lapisan luar membran timpani ke tengah. Mastoiditis dibagi menjadi 2 macam, yaitu bentuk jinak (benigna) dan bentuk ganas (maligna) Mastoiditis terjadi sebagai komplikasi otitis media akut yang telah diobati secara tidak memadai dan merupakan perluasan infeksi ke dalam sistem sel udara mastoid yang berisi udara dengan osteoporosis hiperemik
b.
Saran
Penulis menghimbau kepada semua pembaca pada umumnya dan mahasiswa S1 keperawata universitas Respati yogyakarta pada khususnya agar selalu menjaga kebersihan telinga dari virus agar kuman, sebaliknya apabila seorang terkena otitis harus diobati secara tuntas agar tidak terjadi infeksi pada prosesus mastoiditis yang dapat komplikasi yang lebih parah.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, G.L, 1997, BOIES Buku Ajar Penyakit THT, Jakarta: EGC Candra, S. P, 2006, Ringkasan Patologi Anatomi, Jakarta: EGC Smeltzer, S. C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Jakarta: EGC
Wilkinson, J. M, 2007, Buku Ajar Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC, Jakarta: EGC