ASUHAN KEBIDANAN PADA PADA BA BAYI YI BARU LAHIR DENGAN PERAWATAN TALI PUSAT TERHADAP BY. NY. T JUMAT, 05 JULI 2013
BAB II BAB II TINJAUAN PUSTAKA
I. Tinjauan Teori Medis
A. Bayi Baru Lahir 1. Definisi Bayi Baru Lahir Yang dimaksud dengan bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu, nilai APGAR >7 dan tanpa cacat bawaan (Rukiyah, 2010; h. 2).
Yang dimaksud dengan bayi baru lahir normal adalah bayi yang baru lahir pada usia usia kehamilan 37-40 minggu dan berat badannya 2500-4000 gram (Dewi, 2011; h. 1).
Neonatus ialah bayi ba yi yang baru b aru mengalami proses kelahiran dan harus h arus menyesuaikan diri dari kehidupan intra uterin ke kehidupan ekstra uterin (Rukiyah, 2010; h. 2).
2. Tanda-tanda bayi baru lahir normal Bayi baru lahir dikatakan normal jika mempunyai beberapa tanda antara lain: Appearance color (warna kulit), seluruh tubuh kemerah-merahan, Pulse (heart rate) atau frekuensi jantung >100 x/menit, Grimace (reaksi terhadap rangsangan),
menangis, batuk/bersin, Activity (tonus otot), gerakan aktif, Respiration( Usaha nafas) bayi menangis kuat (Rukiyah, 2010; h. 2).
3. Ciri-ciri Bayi Baru Lahir Ciri-ciri bayi baru lahir normal: a. Lahir aterm antara 37-42 minggu. b. Berat badan 2500-4000 gram. c. Panjang badan 48-52 cm. d. Lingkar dada 30-38 cm. e. Lingkar kepala 33-35 cm. f. Lingkar lengan atas 11-12 cm. g. Frekuensi jantung 120-160 x/menit. h. Pernafasan ±40-60 x/menit. i. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup. j. Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna. k. Kuku agak panjang dan lemas. l. Nilai APGAR >7. m. Gerak aktif. n. Bayi lahir langsung menangis kuat. o. Reflek rooting (mencari putting susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan daerah mulut) sudah terbentuk dengan baik. p. Reflek Sucking (hisap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik. q. Reflek morro (gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah terbentuk dengan baik. r. Reflek grasping (menggenggam) sudah baik. s. Genetalia 1) Pada laki-laki kematangan ditandai dengan testis yang berada pada skrotum dan penis yang berlubang. 2) Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan uretra yang berlubang, serta adanya labia minora dan mayora.
t. Eliminasi baik yang ditandai dengan keluarnya mekonium dalam 24 jam pertama dan berwarna hitam dan kecoklatan. Table 2.1 Tanda APGAR Tanda Appearance (warna kulit) Pulse (denyut jantung) Grimace (tonus otot) Activity (aktivitas) Respiration (pernafasan)
Nilai: 0 Pucat/biru seluruh tubuh Tidak ada
Nilai: 1 Tubuh merah, ekstremitas biru <100
Nilai: 2 Seluruh tubuh kemerahan >100
Tidak ada
Ekstremitas sedikit fleksi Sedikit gerak
Gerakan aktif
Tidak ada Tidak ada
Lemah/tidak teratur
Langsung menangis Menangis
Sumber: Dewi, 2011; h. 3
Interpretasi: 1. Nilai 1-3 asfiksia berat; 2. Nilai 4-6 asfiksia sedang; 3. Nilai 7-10 asfiksia ringan (normal). (normal). (Dewi, 2011; h. 3). 4. Tahapan Bayi Baru Lahir a. Tahap I terjadi segera setelah lahir, selama menit-menit pertsms kelahiran. Pada tahap ini digunalan sistem scoring sistem scoring apgar untuk fisik dan scoring dan scoring gray gray untuk untuk interaksi bayi dan ibu. b. Tahap II disebut juga tahap tradisional reaktivitas. Pada tahap II dilakukuan pengkajian selama 24 jam pertama terhadap adanya perubahan prilaku. c. Tahap III disebut tahap periodik, pengkajian dilakukan setelah 24 jam pertama yang meliputi pemeriksaan seluruh tubuh (Dewi, 2011; h. 3). 5. Penampilan pada bayi baru lahir a. Kesadaran dan terhadap sekeliling, perlu dikurangi rangsangsangan terhadap reaksi terhadap reaksi terhadap rayuan, rangsangan sakit, atau suara keras yang mengejutkan atau suara mainan.
b. Keaktifan, bayi normal melakukan gerakan-gerakan tangan yang simetris pada waktu bangun. Adanya temor pada bibir, kaki, dan tangan pada waktu menangis adalah normal, tetapi bila hal ini terjadi pada waktu tidur, kemungkinan gejala suatu kelainan yang perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. c. Simetris, apakah secara keseluruhan badan seimbang; kepala: apakah terlihat simetris, benjolan seperti tumor yang lunak di belakang atas yang menyebabkan kepala tampak lebih panjang ini disebabkan akibat proses kelahiran, benjolan pada kepala tersebut hanya dapat dibelahan kiri atau kanan saja, atau di sisi kiri atau kanan tetapi tidak melampaui garis tengah bujur kepala, pengukuran lingkar kepala dapat ditunda sampai kondisi benjol (capput sucsedenaum) dikepala hilang kepala hilang dan terjadi moulase, tunggu hingg kepala bayi kembali pada bentuknya semula. d. Muka dan wajah: bayi tampak ekspresi; mata; perhatikan kesimetrisan antara mata kanan dan kiri, perhatikan adanya tanda-tanda perdarahan berupa bercak merah yang akan hilang dalam waktu 6 minggu. e. Mulut: penampilannya harus simetris, mulut tidak mencucu seperti mulut ikan, tidak ada tanda kebiruan pada mulut bayi, saliva tidak terdapat pada bayi normal, bila terdapat secret yang berlebihan kemungkinan ada kelainan bawaan saluran cerna. f. Leher, dada, abdomen: melihat adanya cedera akibat persalinan; perhatikan ada tidaknya kelainan pada pernafasan bayi, karena bayi biasanya masih ada pernafasan perut. g. Punggung: adanya benjolan atau tumor atau tulang punggung dengan lekukan yang kurang sempurna: bahu, tangan, sendi, tungkai: perlu diperhatikan bentuk, gerakannya, fraktur (bila ekstremitas lunglai/kurang gerak), farices. h. Kulit dan kuku: dalam keadaan normal kulit berwarna kemerahan, kadang-kadang didapatkan kulit mengelupas ringan, pengelupasan yang berlebihan harus dipikirkan kemungkinan adanya kelainan,waspada timbulnya kulit dengan warna yang tak rata (curis marmorata) ini dapat disebabkan karena tempratur dingin,
telapak tangan, telapak kaki, atau kuku yang menjadi biru, kulit menjadi pucat dan kuning, bercak-bercak besar yang sering terdapat disekitar bokong (Mongolian Spot) akan menghilang pada umur 1 sampai 5 tahun. i. Kelancaran menghisap dan pencernaan: harus perhatikan: tinja dan kemih: diharapkan keluar dalam 24 jam pertama. Waspada bila terjadi perut yang tiba-tiba membesar, tanpa keluarnya tinja disertai muntah, dan mungkin dengan kulit kebiruan, harap segera konsultasi untuk pemeriksaan lebih lanjt, untuk kemungkinan Hischprung/Congenital Megacolon. j. Reflek: reflek rooting, bayi menoleh ke arah benda yang menyentuh pipi; reflek isap, terjadi apabila terdapat benda menyentuh bibir, yang disertai reflek menelan; reflek moro ialah timbulnya pergerakan tangan yang simetris seperti meraangkul apabila tiba-tiba digerakkan; reflek mengeluarkan lidah terjadi apabila diletakkan benda di dalam mulut, yang sering ditafsirkan bayi menolak makanan/minuman. (Rukiyah, 2010; h. 3-5).
6. Pencegahan Kehilangan panas Mekanisme pengaturan temperatur bayi baru lahir belum berfungsi sempurna. Oleh karena itu, jika tidak dilakukan pencegahan kehilangan panas maka bayi akan mengalami hipotermia. Bayi dengan hipotermia sangat beresiko mengalami kesakitan berat atau bahkan kematian. Hipotermia sangat mudah terjadi pada bayi yang tubuhnya dalam keadaan basah atau tidak segera dikeringkan dan diselimuti walaupun berada dalam ruangan yang relatif hangat. Bayi prematur atau berat badan lahir rendah sangat rentan untuk mengalami hipotermia. Bayi dapat kehilangan panas tubuhnya melalui: a. Evaporasi, yaitu penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh bayi sendiri karena setelah lahir tidak segera dikeringkan dan diselimuti. b. Konduksi, yaitu melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin. Meja, tempat tidur atau timbangan yang temperaturnya lebih rendah
dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi melalui mekanisme konduksi apabila bayi diletakkan di atas benda-benda tersebut. c. Konveksi, yaitu pada saat bayi terpapar udara yang lebih dingin (misalnya melalui kipas angin, hembusan udara, atau pendingin ruangan). d. Radiasi, yaitu ketika bayi ditempatkan didekat benda-benda yang mempunyai suhu lebih rendah dari suhu tubuh bayi (walaupun tidak bersentuhan secara langsung). Cara mencegah kehilangan panas, adalah: 1. Keringkan bayi segera setelah lahir untuk mencegah terjadinya evaporasi dengan menggunakan handuk atau kain (menyeka tubuh bayi juga termasuk rangsangan taktil untuk membantu memulai pernapasan). 2. Selimuti tubuh bayi dengan kain bersih dan hangat segera setelah mengeringkan tubuh bayi dan memototong tali pusat. 3. Selimuti bagian kepala karena kepala merupakan permukaan tubuh yang relatif luas dan bayi akan dengan cepat kehilangan panas jika tidak ditutupi. 4. Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya. Sebaiknya pemberian ASI harus dalam waktu 1 jam pertama kelahiran. 5. Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat, yang paling ideal adalah bersama dengan ibunya agar menjaga kehangatan tubuh bayi, mendorong ibu agar segera menyusui bayinya, dan mencegah paparan infeksi pada bayi. 6. Jangan menimbang atau memandikan bayi baru lahir. Sebelum melakukan penimbangan, terlebih dahulu selimuti bayi dengan kain yang kering dan bersih. Berat badan bayi dapat dinilai dari selisih berat bayi dikurangi dengan kain selimut yang digunakan. Bayi sebaiknya dimandikan sedikitnya 6 jam setelah lahir. Sebelum dimandikan periksa bahwa suhu tubuh bayi stabil (suhu aksila antara 36,5ºC-37,5ºC), jika suhu tubuh bayi masih dibawah batas normal maka selimuti tubuh bayi dengan longgar, tutupi bagian kepala, tempatkan bersama dengan ibunya (skin to skin),
tunda memandikan bayi sampai suhu tubuhnya stabil dalam waktu 1 jam. Tunda juga untuk memandikan bayi jka mengalami gangguan pernapasan. Ruangan untuk memandikan secara cepat dengan air bersih dan hangat. Setelah bayi dimandikan, segera keringkan dan selimuti kembali bayi, kemudian berikan kepada ibunya untuk disusui dengan ASI (JNPK-KR, 2008; h. 123-125).
7. Pemberian ASI Rangsangan isapan bayi pada puting akan diteruskan oleh serabut syaraf ke hipofise anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin. Dimana hormon inilah yang akan memacu payudara untuk menghasilkan ASI. Pada hari-hari pertama kelahiran bayi, apabila penghisapan puting susu cukup adekuat maka dihasilkan secara bertahap menghasilkan 10-100 cc ASI. Produksi ASI akan optimal setelah sehari 10-14 usia bayi. Bayi sehat akan mengonsumsi ASI 700-800 cc ASI per hari (kisaran 600-1000 cc) untuk menambah tumbuh kembang bayi. Produksi ASI mulai menurun (500-700 cc) setelah 6 bulan pertama dan menjadi 400-600 cc pada 6 bulan kedua. Produksi ASI sksm menjadi 300-500 cc pada tahun kedua usia anak (JNPK-KR, 2008). 8. Pencegahan Infeksi a. Memberikan vitamin K untuk mencegah terjadinya perdarahan karena defisiensi vitamin K pada bayi baru lahir normal atau cukup bulan perlu di beri vitamin K per oral 1 mg / hari selama 3 hari, dan bayi beresiko tinggi di beri vitamin K parenteral dengan dosis 0,5 – 1 mg IM (JNPK-KR/POGI, APN, 2007). b. Memberikan obat tetes atau salep mata Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan. Hasil yang diharapkan bayi sehat. Adapun rencana tindakan yang dapat dilakukan antara lain : 1) Mengeringkan dan membungkus bayi 2) Menghisap lendir sesuai kondisi bayi 3) Memotong dan mengikat tali pusat dan diberi antiseptik. 4) Kontak kulit dini dan ditetekan ke ibu untuk mendukung laktasi.
5) Menilai apgar satu dan lima menit setelah lahir. 6) Observasi keadaan umum bayi (JNPK-KR/POGI, APN, 2007). 9. Pemeriksaan fisik a. Pemeriksaan Kepala Cara : 1) Lakukan inspeksi daerah kepala. 2) Lakukan penilaian pada bagian tersebut diantaranya : a) Asimetri atau tidaknya maulagu, yaitu tulang tengkorak yang saling menumpuk pada saat lahir. b) Ada tidaknya caput succedenum, yaitu pada kulit kepala, lunak dan tidak berfluktuasi, batasnya tidak tegas, serta menyeberangi sutura dan akan hilang dalam beberapa hari. c) Ada tidaknya cephal haematum, yaitu terjadi sesaat setelah lahir dan tidak tampak pada hari pertama karena tertutup oleh caput succedeneum cirinya konsistensi lunak, berfluktuasi, berbatas tegas pada tepi tulang tengkorak, tidak menyeberangi sutura dan apabila menyeberangi sutura kemungkinan mengalami fraktur tulang tengkorak. Cephal haematum dapat hilang sempurna dalam waktu 2-6 bulan. d) Ada tidaknya perdarahan, yang terjadi karena pecahnya vena yang menghubungkan jaringan diluar sinus dalam tengkorak. Batasnya tidak tegas sehingga bentuk kepala tampak asimetris, sering diraba terjadi fluktuasi dan edema. e) Ada fontanel dengan cara palpasi dengan menggunakan jari tengah. Fontanel posterior akan dilihat proses penutupan setelah umur 2 bulan dan fontanel antrerior menutup saat usia 12-18 bulan (Uliyah dan Aziz, 2009; h. 148-150). b. Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan mata dilakukan pada kelopak mata untuk menilai ada/tidaknya kemerahan atau pembengkakan, nanah yang keluar dari mata dan perdarahan subkonjungtiva. Cara : 1) Lakukan inspeksi daerah mata. 2) Tentukan penilaian ada tidaknya kelainan, seperti : a) Strabismus (koordinasi gerakan mata yang belum sempurna), dengancara menggoyang kepala secara perlahan-lahan sehingga mata bayiakan terbuka . b) Kebutaan,
seperti
jarang
berkedip
atau
sensitifitas
terhadap
cahayaberkurang. c) Sindrom down, ditemukan epicanthus melebar. d) Glaukoma kongenital, terlihat pembesaran dan terjadi kekeruhan padakornea. e) Katarak kongenital, apabila terlihat pupil yang berwarna putih. c. Pemeriksaan Telinga Cara : Bunyikan bel atau suara. Apabila terjadi refleks terkejut, maka pendengarannya baik. Kemudian apabila tidak terjadi refleks, maka kemungkinan akan terjadi gangguan pendengaran. d. Pemeriksaan Hidung Cara : 1) Amati pola pernafasan. Apabila bayi bernafas melalui mulut, mata kemungkinan
bayi
mengalami
obstruksi
jalan
nafas
karena
adanya atresiakoana bilateral, fraktur tulang hidung, ensefalokel yang menonjol kenasofaring. Sedangkan, pernafasan cuping akan menunjukan gangguan padaparu-paru.
2) Amati mukosa lubang hidung. Apabila terdapat sekret mukopurulen danberdarah,
perlu
dipikirkan
adanya
penyakit
sifilis
kongenital
dankemungkinan lain. e. Pemeriksaan Mulut Cara : 1) Lakukan insepeksi adanya krita pada mukosa mulut. 2) Amati warana, kamampuan refleks menghisap. Apabila lidah menjulur keluar, dapat dinilai adanya kecacatan kongenital. 3) Amati adanya bercak pada mukosa mulut, palatum, dan pipi. Biasanya disebut sebagai monilia albicans. 4) Amati gusi dan gigi, untuk menilai adanya pigmen. f. Pemeriksaan Tali Pusat Pemeriksaan ini untuk melihat apakah ada kemerahan, bengkak, bernanah, berbau atau yang lainnya pada tali pusat. Pemeriksaan normal apabila wa rna tali pusat putih kebiruan pada hari pertama dan mulai mengering atau mengecil dan lepas pada hari ke-7 hingga ke-10 (Hidayat, 2008; h. 68). g. Pemeriksaan Ekstremitas Pemeriksaan pada ekstremitas dilakukan untuk menilai ada/tidaknya gerakan ekstremitas abnormal; asimetri; posisi dan gerakan kaki yang abnormal menghadap ke dalam atau keluar garis tangan, serta kondisi jari kaki yang jumlahnya berlebih atau saling melekat.
h. Pemeriksaan Abdomen dan punggung Cara : a. Lakukan
insepksi
bentuk
abdomen.
Apabila
abdomen
membuncit,
kemungkinan disebabkan hepatosplenomegali (cairan di dalam rongga perut) dan adanya kembung. b. Lakukan auskultasi adanya bising usus.
c. Lakukan perabaan organ hati. Umumnya, teraba 2-3 cm di bawah arkus kosta. d. Lakukan palpasi ginjal dengan mengatur posisi terlentang dan tungkai bayidilipat agar otot-otot dinding perut dalam keadaan relaksasi. Batas bawahginjal dapat diraba setinggi umbilikus , diantara garis tengah dan tepi perut.Bagian ginjal dapat diraba sekitar 2-3 cm. Adanya pembesaran pada ginjal dapat disebabkan oleh neoplasama, kelainan bawaan, atau trombosis vena renalis. e. Letakkan bayi dalam posisi tengkurap, raba sepanjang tulang belakang untuk mencari ada tidaknya kelainan seperti spinabifida/miemeningokel (defek tulang punggung sehingga medula spinalis dan selaput otak menonjol ). (Uliyah dan aziz, 2009; h. 148-150).
B. Perawatan Tali Pusat 1. Pengertian Tali pusat Tali pusat ( funikulus umbilikalis) atau disebut juga funis merentang dari umbilikus janin ke permukaan fetal plasenta dan mempunyai panjang 50-55 cm. Tali pusat membungkus dua buah pembuluh darah yang sudah diambil oksigennya dari dalam tubuh janin, vena umbilikalis yang tunggal membawa darah yang sudah dibersihkan dari plasenta ke dalam janin. Diameter tali pusat ±1-2,5 cm dengan rata-rata panjang 55 cm, namun memilik rentan panjang antara 30-100 cm. Lipatan dan kelokan pembuluh-pembuluh darah, membuatnya lebih panjang dari tali pusat, sering menimbulkan nodulasi pada permukaan, atau simpul palsu (varises). Matriks dari tali pusat terdiri dari jeli Wharton (Sodikin, 2009; h. 7 dan 13).
Jeli Wharton yaitu zat yang berbentuk seperti agar-agar dan mengandung banyak air sehingga pada bayi lahir tali pusat mudah menjadi kering dan cepat terlepas dari pusar bayi (Rukiyah, 2009; h. 29).
2. Pembentukan Tali Pusat Tali pusat ( funikulus umbilikus) atau sering disebut juga funis merentang dari umbilikus janin ke permukaan fetal plasenta dan mempunyai panjang 50-55 cm. Tali pusat membungkus dua buah arteri umbilikalis yang mengangkut darah yang sudah diambil oksigennya dari dalam tubuh janin, vena umbilikalis yang tunggal membawa darah yang sudah dibersihkan dari plasenta ke dalam janin. Pembuluh darah umbilikalis tertanam dalam substansi gelatinosa yang dikenal dengan nama jeli wharton. Jeli ini melindungi pembuluh darah tersebut terhadap kompresi (tekanan) dan membantu mencegah penekukan tali pusat. Jeli wharton akan mengembang jika terkena udara. Kekuatan aliran darah (±400 ml per menit) lewat tali pusat membantu tali pusat dalam posisi relatif lurus dan mencegah terbelitnya tali pusat tersebut ketika janin bergerak-gerak. Sampai tali pusat dijepit dan kemudian digunting, bayi tetap berhubungan dengan tali pusat. Dalam keadaan tertentu, penjepitan tali pusat mungkin ditunda untuk beberapa saat dan posisi bayi direndahkan untuk memberikan tambahan darah dari plasenta mengalir ke tubuh bayi. Tranfusi plasenta yang demikian dapat meningkatkan volume darah bayi sampai satu setengahnya. Bayi kemudian dapat diletakkan di atas abdomen ibunya, dalam bak berisi air hangat, atau di meja hitam, sementara tali pusat dijepit atau diikat dengan pengikatan di sekitar tali pusat dekat abdomen. Saat ini sudah banyak peralatan yang digunakan dalam penjepitan tali pusat. Semuanya harus dapat mengikat dengan aman untuk mencegah kehilangan darah yang fatal. Beberapa dokter atau bidan memberikan gunting pada ayah ayah untuk memutuskan tali pusat bayinya sendiri. Tindakan ini menyimpulkan pembebasan
bayi dan menerima tanggung jawab sebagai orangtua tentang kesejahteraan anaknya. Spesimen darah tali pusat dikumpulkan dari semua bayi yang baru lahir untuk pemeriksaan terhadap sifilis, acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), atau adanya antibodi Rh. Darah tali pusat dibiarkan mengalir dari plasenta ke dalam tube yang telah disiapkan sebelum mulai membeku (Sodikin, 2009; h. 7-9).
3. Struktur Tali Pusat Tali pusat normalnya dari tiga bagian, dua arteri dan satu vena dikelilingi. Arteri dan vena umbilikus terlindung dalam sumbu umbilikus. Sumbu tersebut dipenuhi dengan bahan gelatinosa yang disebut jeli wharton, yang membantu mencegah kekusutan. (Deooly, Lamb, Helseth [1986] dalam Romero, Pilu, Jeanty, Ghidini, Hobbins, 2002) dan Hamilton (1985). Sumbu tersebut merupakan perpanjangan dari body stalk pada awal perkembangan embrionik dan mempunyai panjang sekitar 60 cm pada term. Vena umbilikalis sebelah kanan biasanya menghilang pada awal perkembangan janin, yang tertinggal hanya vena umbilikalis sebelah kiri. Pada penampang setiap bagian tali pusat dekat bagian tengahnya terdapat saluran kecil dari vesikel umbilikalis yang dilapisi oleh sel epitel kubis atau pipih. Pada bagian yang berbeda di dekat umbilikalis, terdapat saluran lain yang merupakan sisa dari alantoin. Bagian intraabdominal vesikel umbilikalis yang memanjang dari umbilikalis sampai usus biasanya atrofi dan menghilang, namun kadang tetap paten dan membentuk divertikulum Meckel. Kelainan vaskular yang biasanya diketemukan pada tali pusat manusia adalah tidak adanya satu arteri umbilikalis. Tali pusat (funis) memanjang dari umbilikalis sampai ke permukaan fetal plasenta. Permukaannya berwarna putih kusam, lembap, dan tertutup amnion yang ketiga pembuluh darah umbilikalis dapat terlihat melaluinya. Diameter tali pusat ±1-2,5 cm dengan rata-rata panjang 55 cm, namun memilik rentan panjang antara 30-100 cm. Lipatan dan kelokan pembulh-pembuluh darah,
membuatnya lebih panjang dari tali pusat, sering menimbulkan nodulasi pada permukaan, atau simpul palsu (varises). Matriks dari tali pusat terdiri dari Jeli Wharton. Setelah proses fiksasi pembuluh pusat akan tampak kosong. Bila difiksasi dalam keadaan distensi normal, tampak pada arteri umbilikalis adanya lipatan intima transversal dari Hoboken yang melintas bagian dari lumennya. Mesoderrm tali pusat, yang berasal dari alantoin, akan menyatu dengan amnion. Sirkulasi darah vena umbilikalis melalui dua rute duktus venosus yang langsung mengosongkan isinya ke vena inferior, serta melalui beberapa pembuluh darah yang lebih kecil ke dalam sirkulasi hepatik janin kemudian ke vena kava inferior melalui vena hepatika. Darah akan mengalir melalui pembuluh yang tahanannya lebih kecil. Tahan di dalam duktus venosus diatur oleh suatu klep yang terletak pada bagin awal duktus venosus di umbilikalis dan diinervasi oleh saraf vagus.
4. Fungsi Tali Pusat Fungsi tali pusat adalah: 1) Memberikan makanan kepada janin 2) Ekskresi hormon 3) Respirasi janin, pertukaran O2 dan CO2 antara janin dan ibu 4) Menbentuk hormon estrogen 5) Menyalurkan berbagai antibodi dari ibu 6) Sebagai barrier terhadap
janin
dari
kemungkinan
masuknya
mikroorganisme/kuman (Sulistyawati, 2012; h. 49). Sirkulasi darah janin dalam rahim berbeda dengan sirkulasi darah pada bayi dan anak. Selama kehidupan dalam rhim, paru-paru janin tidak berfungsi sebagai alat pernafas, pertukaran gas sepenuhnya dilakukan oleh plasenta. Darah mengalir dari plasenta ke janin melalui vena umbilikalis yang terdapat dalam tali pusat. jumlah
darah yang mengalir melalui tali pusat ada sekitar 125 ml/kg/BB per menit atau sekitar 500 ml per menit. Melalui vena umbilikalis dan duktus venosus, darah mengalir ke dalam vena kava inferior, bercampur dengan darah yang kembali dari bagian bawah tubuh. Kemudian memasuki atrium kanan, tempat aliran darah dari vena kava inferior melalui foremen ovale globin manusia dewasa normal atau disebut hemoglobin A (Ganong,1995). Kecuali bahwa rantai β diganti oleh rantai γ yaitu hemoglobin F merupakan α2 γ2. Rantai γ juga mengandung 146 gugusan amino, tetapi mempunyai 37 yang berbeda dari yang dalam rantai β. Hemoglobin fetus normalnya digantikan oleh hemoglobin orang dewasa segera setelah lahir. Akan tetapi pada individu tertentu, mengalami kegagalan hilang dan menetap seumur hidup. Di dalam tubuh, kadar O2 pada PO2 tertentu lebih besar dibandingkan hemoglobin orang dewasa karena O2 kurang dalam mengikat 2,3DPG. Hal ini memudahkan gerakan O2 dari ibu ke sirkulasi janin (Sodikin, 2009; h. 15-18).
5. Definisi perawatan tali pusat Perawatan tali pusat adalah perbuatan merawat atau memelihara pada tali pusat bayi setelah tali pusat dipotong atau sebelum puput (Paisal, 2008).
Perawatan tali pusat adalah pengobatan dan pengikatan tali pusat yang menyebabkan pemisahan fisik terakhir antara ibu bayi, kemudian tali pusat dirawat dalam keadaan steril, bersih, kering, puput dan terhindar dari infeksi tali pusat (Hidayat,2005). (jtptunimus-gdl-nikenmetat-6546-3-babii.pdf-Adobe Reader).
Perawatan tali pusat yang benar dan lepasnya tali pusat dalam minggu pertama secara bermakna mengurangi insiden infeksi pada neonatus. Jelly Wharton yang
membentuk jaringan nekrotik dapat berkolonisasi dengan organisme patogen, kemudian menyebar dan menyebabkan infeksi kulit dan infeksi sistemik pada bayi. Yang terpenting dalam perawatan tali pusat ialah menjaga tali pusat tetap kering dan bersih. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih sebelum merawat tali pusat. bersihkan dengan lembut kulit di sekitar tali pusat dengan kapas basah, kemudian bungkus longgar/tidak terlalu rapat dengan kassa steril. Popok atau celana bayi diikat di bawah tali pusat, tidak menutupi tali pusat untuk menghindari kontak dengan feses dan urin. Hindari penggunaan kancing, koin atau uang logam untu membalut tekan tali pusat. Antiseptik dan antimikroba topikal dapat digunakan untuk mencegah kolonisasi kuman dari kamar bersalin, tetapi penggunaannya tidak dianjurkan untuk rutin dilakukan. Antiseptik yang biasa digunakan adalah alkohol dan proviodone-iodine. Akan tetapi, penelitian terbaru membuktikan bahwa penggunaan providone-iodine dapat menimbulkan efek samping karena diabsorpsi oleh kulitdan berkaitan dengan terjadinya transien hipotiroidisme. Alkohol juga tidak lagi dianjurkan untuk merawat tali pusat karena dapt mengiritasi kulit dan menghambat pelepasan tali pusat. saat ini belum ada petunnjuk mengenai antiseptik yang baik dan aman digunakan untuk perawatan tali pusat, karena itu dikatakan yang terbaik adalah menjaga tali pusat tetap kering dan berrsih. Antimikroba yang dapat digunakan seperti
basitrasin,
nitrofurazone, silver
sulphadiazine,
dan
triple
dye (Prawirohardjo 2011; h. 370-371).
6. Waktu Puputnya Tali Pusat Puntung tali pusat akan lepas sendiri setelah mengalami proses nekrosis menjadi kering pada hari ke-6 sampai hari ke-8 (Sodikin, 2009; h. 70).
Pemeriksaan ini untuk melihat apakah ada kemerahan, bengkak, bernanah, berbau atau yang lainnya pada tali pusat. pemeriksaan normal apabila warna tali pusat
putih kebiruan pada hari pertama dan mulai mengering atau mengecil dan lepas pada hari ke-7 hingga ke-10 (Hidayat, 2008; h. 68).
Done (1998) membuktikan adanya perbedaan antara perawatan tali pusat yang menggunakan alkohol pembersih dan dibalut kassa steril. Ia menyimpulkan bahwa waktu puput tali pusat kelompok alkohol adalah 9, 8 hari dan alami kering 8, 16 hari. Penelitian ini merekomendasikan untuk tidak melanjutkan penggunaan alkohol dalam merawat tali pusat bayi baru lahir. Penelitian Kurniawati (2006) di Indonesia membuktikan bahwa waktu pelepasan tali pusat menggunakan Air Susu Ibu (ASI) adalah 127 jam (waktu tercepat 75 jam) dan waktu pelepasan menggunakan teknik kering terbuka (tanpa diberikan apapun) rata-rata 192,3 jam (waktu tercepat 113 jam) (Sodikin, 2009; h. 58).
7. Tujuan perawatan tali pusat Tujuan perawatan tali pusat adalah mencegah terjadinya penyakit tetanus pada bayi baru lahir, agar tali pusat tetap bersih, kuman-kuman tidak masuk sehingga tidak terjadi infeksi pada tali pusat bayi. Penyakit tetanus ini disebabkan olehclostridium tetani yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (Racun), yang masuk melalui luka tali pusat, karena perawatan atau tindakan yang kurang bersih (Saifuddin, 2009).
Menurut Paisal (2008), perawatan tali pusat bertujuan untuk menjaga agar tali pusat tetap kering dan bersih, mencegah infeksi pada bayi baru lahir, membiarkan tali pusat terkena udara agar cepat kering dan lepas. (jtptunimus-gdl-nikenmetat-6546-3-babii.pdf-Adobe Reader).
8. Penatalaksanaan perawatan tali pusat yang benar Menurut rekomendasi WHO, cara perawatan tali pusat yaitu cukup membersihkan bagian pangkal tali pusat, bukan ujungnya, dibersihkan menggunakan air dan
sabun, lalu kering anginkan hingga benar-benar kering. Untuk membersihkan pangkal tali pusat, dengan sedikit diangkat (bukan ditarik). Salah satu cara yang disarankan WHO dalam perawatan tali pusat adalah dengan menggunakan pembalut kassa bersih yang sering diganti. Tali pusat tidak boleh ditutup rapat dengan menggunakan apapun, karena akan menyebabkan tali pusat menjadi lembab. Selain memperlambat lepasnya tali pusat, penutupan tali pusat juga akan menyebabkan resiko infeksi. Bila terpaksa ditutup, tutup atau ikatlah dengan longgar pada bagian atas tali pusat dengan mempergunakan kassa steril, dan pastikan bagian pangkal tali pusat terkena udara dengan bebas (Sodikin, 2009; h. 59-61).
9. Dampak Positif dan Dampak Negatif dari Perawatan Tali Pusat Dampak positif dari perawatan tali pusat adalah bayi akan sehat dengan kondisi tali pusat bersih dan tidak terjadi infeksi serta tali pusat pupus lebih cepat yaitu antara hari ke 5-7 tanpa ada komplikasi (Hidayat, 2005). Dampak negatif perawatan tali pusat adalah apabila tali pusat tidak dirawat dengan baik, kuman-kuman bisa masuk sehingga terjadi infeksi yang mengakibatkan penyakit Tetanus neonatorum. Cara persalinan yang tidak steril dan cara perawatan tali pusat dengan pemberian ramuan tradisional meningkatkan terjadinya tetanus pada bayi baru lahir (Retniati, 2010;11) (jtptunimus-gdl-nikenmetat-6546-3-babii.pdf-Adobe Reader).
10.
Cara pencegahan infeksi pada tali pusat
Cara penanggulangan atau pencegahan infeksi pada tali pusat meliputi: a). Penyuluhan bagi ibu pasca melahirkan tentang merawat tali
pusat
b). Memberikan latihan tentang perawatan tali pusat pada ibu
pasca
persalinan. c). Instruksikan ibu untuk selalu memantau keadaan bayinya. d). Lakukan perawatan tali pusat setiap hari dan setiap kali basah atau kotor.
Infeksi tali pusat pada dasarnya dapat dicegah dengan melakukan perawatan tali pusat yang baik dan benar, yaitu dengan prinsip perawatan kering dan bersih. Pemakaian antimikrobial topikal pada perawatan tali pusat dapat mempengaruhi waktu pelepasan tali pusat, yaitu merusak flora normal sekitar tali pusat sehingga memperlambat pelepasan tali pusat. Pemberian antiseptik pada tali pusat tidak diperlukan, karena resiko terjadinya kontaminasi adalah kecil, yang penting terjaga kebersihannya. Berbeda dengan bayi yang dirawat di rumah sakit, penggunaan antiseptik mungkin diperlukan untuk mengurangi terjadinya infeksi pada tali pusat. Perawatan praktis lainnya yang mungkin dapat mengurangi timbulnya resiko terjadinya infeksi tali pusat adalah dengan cara rawat gabung dan kontak langsung kulit bayi dan ibunya mulai lahir agar bayi mendapatkan pertumbuhan flora normal dari ibunya yang sifatnya patogen. Pemberian air susu ibu yang dini dan sering akan memberikan antibodi kepada bayi untuk melawan infeksi. Pemberian antiseptik pada tali pusat tidak diperlukan, karena resiko terjadinya kontaminasi adalah kecil, yang penting terjaga kebersihannya. Berbeda dengan bayi yang dirawat di rumah sakit, penggunaan antiseptik mungkin diperlukan untuk mengurangi terjadinya infeksi pada tali pusat. (jtptunimus-gdl-nikenmetat-6546-3-babii.pdf-Adobe Reader).
II. TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN
A. Pengertian Manajemen asuhan kebidanan atau sering disebut manajemen asuhan kebidanan adalah suatu metode berfikir dan bertindak secara sistematis dan logis dalam memberi asuhan kebidanan, agar menguntungkan kedua belah pihak baik klien maupun pemberi asuhan. Manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan-temuan, keterampilan, dalam rangkaian tahap-tahap yang logis untuk pengambiln suatu keputusan yang berfokus terhadap klien.
Manajemen kebidanan diadaptasi dari sebuah konsep yang dikembangkan oleh Helen Varney dalam buku Varney’s Midwifery, edisi ketiga tahun 1997, menggambarkan proses manajemen asuhan kebidanan yang terdiri dari tujuh langkah yang berturut secara sistematis dan siklik.
Varney menjelaskan bahwa proses pemecahan masalah yang ditemukan oleh perawat dan bidan pada tahun 1970-an. Proses ini memperkenalkan sebuah metode pengorganisasian
pemikiran
dan
tindakan
dengan
urutan
yang
logis
dan
menguntungkan baik bagi klien maupun bagi tenaga kesehatan. Proses manajemen kebidanan ini terdiri dari tujuh langkah yang berurutan, dan setiap langkah disempurnakan secara berkala. Proses dimulai dari pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk suau kerangka lengkap yang dapat diaplikasikan dalam situasi apapun. Akan tetapi setiap langkah dapat diuraikan lagi menjadi langkah-langkah yang lebih detail dan ini biasa berubah sesuai dengan kebutuhan klien. (Saminem, 2010; h. 39).
1. Langkah dalam manajemen kebidanan menurut Varney a. Tahap pengumpulan data dasar (langkah I) Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi (data) yang akurat dan lengkap dari semua sumber yag berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara: 1) Anamnesis anamnesis dilakukan untuk mendapatkan biodata, riwayat menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat kehamilan, persalinan dan nifas, bio- psikosioso-spiritual, serta pengetahuan klien. a) Identitas Identitas bayi didapat dari anamnesa yang dilakukan oleh bidan terhadap orang tua bayi untuk memperoleh informasi tentang identitas bayi baru
lahir, seperti umur bayi, jam kelahiran bayi, jenis kelamin bayi dan anak keberapa. Identitas orang tua dikaji untuk mengetahui lebih jelas tentang informasi dari riwayat kelahiran bayi. b) Riwayat Antenatal (1) Data ini penting untuk diketahui oleh bidan sebagai data acuan untuk memprediksi apakah terdapat penyulit pada kehamilan saat bayi masih dalam kandungan. (2) Kesehatan janin dikaji untuk mengetahui kondisi janin saat ini (3) Keluhan trismester 1, 2 dan 3 dikaji untuk mengetahui keluhan yang pernah dirasakan oleh orang tua bayi saat hamil (4) Frekuensi ANC selama kehamilan trismester 1, 2 dan 3 dikaji untuk mengetahui seberapa sering orang tua bayi pernah memeriksakan diri saat hamil (5) Pola nutrisi dikaji untuk mengetahui asupan nutrisi pada orang tua bayi (6) Perilaku kesehatan dikaji untuk mengetahui apakah orang tua bayi pernah merokok, mengonsumsi alkohol, obat-obatan atau jamu selama hamil
c) Riwayat Proses Persalinan (1) Data ini penting untuk diketahui oleh bidan sebagai data acuan untuk memprediksi apakah terdapat penyulit saat terjadinya proses kelahiran bayi. (2) Tempat lahir dikaji untuk mengetahui dimanakah bayi dilahirkan. (3) Ditolong oleh dikaji untuk mengetahui siapakah yang
menolong
kelahiran bayi. (4) Jenis persalinan dikaji untuk mengetahui bagaimana cara bayi dilahirkan.
(5) Lama persalinan dikaji untuk mengetahui seberapa lama proses persalinan. (6) Tanggal lahir dikaji untuk mengetahui kapan bayi dilahirkan dan pukul untuk mengetahui waktu bayi dilahirkan. (7) BB dikaji untuk mengetahui berapakah berat badan bayi, PB dikaji untuk mengetahui berapakah panjang badan bayi dan nilai apgar digunakan untuk menilai apakah bayi sudah dalam keadaan normal atau tidak. (8) Jenis kelamin dikaji untuk mengetahui apa jenis kelamin bayi. (9) Cacat bawaan dikaji untuk mengetahui apakah bayi lahir dalam keadaan cacat atau tidak. (10) Masa gestasi dikaji untuk mengetahui apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak. (11) Resusitasi dikaji untuk mengetahui apakah bayi telah dilakukan tindakan resusitasi atau tidak. d) Pola Kebutuhan Sehari-hari (1) Nutrisi dikaji untuk mengetahui apa saja yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien. Nutrisi yang diberikan pada bayi adalah Air Susu Ibu (ASI) karena ASI merupakan makanan yang terbaik bagi bayi. ASI diketahui mengandung zat gizi yang paling sesuai
kualitas
dan
kuantitasnya
untuk
pertumbuhan
dan
perkembangan bayi. Berikan ASI sesering mungkin sesuai keinginan bayi (on demand) atau sesuai keinginan ibu (jika payudara penuh) atau sesuai kebutuhan bayi setiap 2-3 jam (paling sedikit setiap 4 jam).
(2) Pola eliminasi dikaji untuk mengetahui apakah bayi telah BAK dan BAB. Biasanya terdapat urine dalam jumlah kecil dalam kandung kemih bayi saat lahir, tetapi ada kemungkinan urine tersebut tidak
dikeluarkan selama 12-24 jam. Berkemih sering terjadi setelah periode ini dengan frekuensi 6-10 kali sehari dengan warna urine pucat. Umumnya bayi cukup bulan akan mengeluarkan urine 15-16 ml/kg/hari. Jumlah feses pada bayi baru lahir cukup bervariasi selama minggu pertama dan jumlah paling banyak adalah antara hari ketiga dan keenam. Feses transisi (kecil-kecil berwarna cokelat sampai hijau karena adanya mekonium) dikeluarkan sejak hari ke tiga sampai keenam. Dalam 3 hari pertama feses bayi masih bercampur mekonium dan frekuensi defekasi sebanyak 1 kali dalam sehari. (3)
Pola istirahat dikaji untuk mengetahui apakah kebutuhan istirahat bayi telah terpenuhi atau tidak. Dalam 2 minggu pertama setelah lahir, bayi normalnya sering tidur. Neonatus sampai usia 3 bulan ratarata tidur sekitar 16 jam sehari.
(4) Personal hygine dikaji untuk mengetahui bagaimana kebersihan pada diri bayi. Setiap kali buang air kecil dan besar, bersihkan daerah perinealnya dengan air dan sabun, serta keringkan dengan baik. Kotoran bayi dapat menyebabkan infeksi sehingga harus dibersihkan.
e) Pemeriksaan Bayi (1) Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tandatanda vital, meliputi: pemeriksaan khusus (terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi) dan pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium
dan
catatan
terbaru
serta
catatan
sebelumnya
(Soepardan, 2008, hal : 97).
Pemeriksaan yang dilakukan kepada pasien sebagai berikut: (a) Keadaan umum pasien apakah baik atau tidak (b) TTV
{1}
Nadi
Nadi pada bayi baru lahir normal adalah 120-160 x/menit (Dewi, 2011; h. 3) Frekuensi jantung normal pada bayi baru lahir adalah 100 sampai 160 x/menit, tetapi bukan hal yang luar biasa jika frekuensi jantung lebih dari 160 x/menit selama periode waktu yang singkat selama beberapa hari pertama kehidupan, khususnya jika bayi mengalami kegawataan. Jika tidak yakin dengan frekuensi jantung, ulangi penghitungan (Karyuni, dkk, 2008; h. 16). Menurut Ilyas, dkk, 1992; h. 92 menyebutkan nadi normal bayi baru lahir adalah pada saat bangun: 100-180 x/menit, dan pada saat tidur 80-160 x/menit (Rahayu, 2009; h. 10).
{2}
Suhu
Suhu tubuh bayi stabil adalah antara 36,5ºC-37,5ºC (JNPKKR, 2008; h. 124-125). Suhu pada bayi baru lahir normal adalah 36,5˚C-37,5˚C (Rukiyah, 2010; h. 10).
{3}
Pernafasan
Pernafasan pada bayi baru lahir normal adalah ±40-60 x/menit (Dewi, 2011; h. 2). Frekuensi pernafasan normal pada bayi baru lahir adalah 3060 x/menit tanpa tarikan dinding dada ke dalam atau grunting pada saat ekspirasi akan tetapi, bayi kecil (kurang dari 2,5 kg saat lahir sebelum usia gestasi 37 minggu) dapat mengalami tarikan dinding dada ke dalam yang ringan, dan bukan keadaan abnormal bagi bayi yang mengalami henti napas
secara periodik selama beberapa detik. Ketika menentukan frekuensi pernafasan, hitung jumlah napas yang dilakukan selama satu menit penuh karena bayi dapat bernapas secara tidak teratur (sampai 80 x/menit) selama periode waktu yang singkat. Jika tidak yakin dengan frekuensi pernapasan, ulangi penghitungan (Karyuni, dkk, 2008; h. 15). Menurut Ilyas, dkk, 1992 menyebutkan bahwa pernafasan normal bayi baru lahir (1-11 bulan) adalah 35 x/menit (Rahayu, 2009; h. 10).
(c) Antropometri {1} Berat Badan (BB) Berat badan bayi baru lahir adalah antara 2500-4000 gram (Dewi, 2011; h. 3).
{2} Panjang Badan (PB) Panjang badan bayi baru lahir normal adalah 48-52 cm (Dewi, 2010; h. 2). Menurut Soetjiningsih, 2000; h. 20-21 menyatakan bahwa Panjang Badan bayi saat lahir adalah 50 cm (Rahayu, 2009; h. 14). {3} Lingkar Dada (LD) Lingkar dada bayi baru lahir normal adalah 30-38 cm (Dewi, 2010; h. 2). {4} Lingkar Kepala (LK) Lingkar Kepala bayi baru lahir normal adalah 33-35 cm (Dewi, 2010; h. 2).
Menurut Soetjiningsih, 2000; h. 20-21 menyatakan bahwa Lingkar Kepala bayi baru lahir adalah 30-35,5 cm (Rahayu, 2009; h. 14). {5} Lingkar Lengan (LILA) Lingkar Lengan bayi baru lahir normal adalah 11-12 cm (Dewi, 2010; h. 2). Menurut Soetjiningsih, 2000; h. 41 menyatakan bahwa LILA bayi saat lahir adalah 11 cm, dan LILA anak usia 1 th adalah 16 cm (Rahayu, 2009; h. 15). (2) Pemeriksaan fisik (a) Kepala
:
Bentuk
tidak, UUK
datar
rambut
tidak, keadaan
atau
:Terdapat
tidak,
adakah
odema kebersihan
tidak
muka
atau simetris
atau
dan warna kemerahan atau tidak. :Simetris atau tidak, adakah
kelopak mata,
konjungtiva
pembengkakan pada merah
pucat, sklera putih atau tidak, adakah bulu tidak, adakah kotoran mata (d) Hidung
atau
succedenum dan cephal hematome.
tidak,
(c) Mata
atau
bersih
caput (b) Wajah
simetris
:Bentuk,
muda
atau
mata atau
atau tidak.
lubang
hidung, pernafasan
cuping
hidung, dan pengeluaran. (e) Mulut
:Bentuk bibir, lidah, palatum, reflek
(f) Telinga
:Simetris atau tidak, lubang telinga
rooting. adakah cairan
atau tidak. (g) Leher jugularis,
:Bendungan pembesaran
vena kelenjar
tyroid,
pembesaran kelenjar getah bening,
reflek
menelan, kepala bebas berputar (h) Dada
:Bentuk
dada,
pengembangan rongga
dada,
suara jantung, suara paru-paru. (i)
Ketiak
:Kebersihan, pembesaran kelenjar
(j)
Perut
:Bentuk simetris atau tidak, adakah
keadaan tali adakah
pusat,
(m) Genetalia
benjolan,
pembesaran hati.
tulang punggung, lipatan Anus
bising usus,
kembung, adakah
(k) Punggung :Fleksibilitas tulang punggung,
(l)
limfe.
tonjolan
bokong.
:Adakah lubang anus atau tidak :Adakah
labia
mayor
dan labia
minor adakah
klitoris dan orifisium uretra (n) Ekstermitas :Pergerakan dan (o) Neuro
dan
jari-jari
tangan
kaki :Reflek moro, rooting, glabela,
plantar, tonik
leher, menghisap (p) Eliminas
: BAK dan BAB
(3) Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium Dan Radiologi Tahap ini merupakan langkah awal untuk menentukan langkah berikutnya sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang dihadapi akan menentukan benar tidaknya proses interpretasi pada tahap selanjutnya.
b. Interpretasi data dasar (langkah II) Sesuai dengan teori untuk menegakan diagnose didapatkan dari hasil pengkajian berupa data subjektif dan data objektif (Wiknjosastro 2009; h. 158).
Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian diinterpretasikan sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Baik rumusan diagnosis maupun masalah, keduanya harus ditangani. Meskipun masalah tidak dapat diartikan sebagai diagnosis, tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosis (Soepardan 2008; h. 99).
c. Identifikasi diagnosis/ masalah potensial dan antisipasi penanganannya (langkah III) Pada langkah mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis potensial berdasarkan
diagnosis/masalah
yang
sudah
diidentifikasi.
Langkah
ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosis/masalah potensial ini menjadi kenyataan. Langkah ini penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman. Pada langkah ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial, tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi, tetapi juga merumuskan masalah potensial yang akan terjadi, tetapi juga merumuskan antisipasi agar masalah atau diagnosis tersebut tidak terjadi. Langkah ini bersifat antisipasi yang rasional/logis (Soepardan 2008; h. 99-100).
d. Tindakan segera atau kolaborasi (langkah IV) Langkah ini mencerminkan kesinambungan proses manajemen kebidanan. Jadi, manajemen tidak hanya berlangsung selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja, tetapi juga selama wanita tersebut dalam persalinan.
Dalam kondisi tertentu seorang bidan mungkin juga perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain seperti pekerja sosial, ahli gizi, atau seorang ahli perawatan klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini, bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa sebaiknya konsultasi dan kolaborasi dilakukan. Penjelasan diatas menunjukkan bahwa dalam melakukan suatu tindakan harus disesuaikan dengan prioritas masalah/kondisi keseluruhan yang dihadapi klien. Setelah bidan merumuskan hal-hal yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosis/masalah potensial pada langkah sebelumnya, bidan juga harus merumuskan
tindakan
emergensi/darurat
yang
harus
dilakukan
untuk
menyelamatkan ibu dan bayi. Rumusan ini mencakup tindakan segera yang bisa dilakukan secara sendiri, kolaborasi, atau bersifat rujukan (Soepardan 2008; h. 100-101).
e. Rencana asuhan menyeluruh (langkah V) Langkah ini merupakan lanjutan manejemen untuk masalah atau diagnosis yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi segala hal yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang terkait, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi untuk klien tersebut. Pedoman antisipasi ini mencakup perkiraan tentang hal yang akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah bidan perlu merujuk klien bila ada sejumlah masalah terkait sosial, ekonomi, kultural, atau psikologis. Dengan kata lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek, yaitu bidan dan klien, agar dapat dilaksanakan secara efektif. Semua keputusan yang telah disepakati dikembangkan dalam asuhan menyeluruh. Asuhan ini harus bersifat rasional dan valid yang didasarkan pada
pengetahuan, teori terkini (up to date), dan sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien (Soepardan 2008; h.101).
f.Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman (langkah VI) Pada langkah ini, rencana asuhan menyeluruh dilakukan dengan efisien dan aman. Pelaksana ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walau bidan tidak melakukannya sendiri, namun ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya (misalnya dengan memastikan bahwa langkah tersebut benar-benar terlaksana). Dalam situasi ketika bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, bidan tetap bertanggung jawab terhadap terlaksnanya rencana bersama yang menyeluruh tersebut. Penatalaksanaan yang efisien dan berkualitas akan berpengaruh pada waktu serta biaya (Soepardan 2008; h. 102).
g.
Evaluasi ( langkah VII) Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif untuk mengetahui faktor mana yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhan yang diberikan. Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan. Ini meliputi evaluasi pemenuhan kebutuhan akan bantuan; apakah benar-benar telah terpenuhi sebagaimana diidentifikasi didalam diagnosis dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif, sedang sebagaian lagi belum efektif. Mengingat bahwa proses menejemen asuhan merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan, maka bidan perlu mengulang kembali setiap
asuhan
yang
tidak
efektif
melalui
proses
menejemen
untuk
mengidentifikasi mengapa rencana asuhan tidak berjalan efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut (Soepardan 2008; h.102).
III. Landasan Hukum Kewenangan Bidan Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
(Permenkes)
Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan kewenangan yang dimiliki bidan meliputi: Berdasarkan
peraturan
1464/menkes/per/x/2010
menteri tentang
izin
kesehatan dan
(permenkes)
penyelenggaran
praktik
nomor bidan,
kewenangan yang dimiliki bidan meliputi: a. Kewenangan normal. b. Pelayanan kesehatan ibu. c. Pelayanan kesehatan anak. d. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana. e. Kewenangan dalam menjalankan program pemerintah. f. Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter. Kewenangan
normal
adalah
kewenangan
yang
dimiliki
bidan.kewenangan ini meliputi: a. Pelayanan kesehatan ibu
1) Ruang lingkup: a)
Pelayanan konseling pada masa pra hamil.
b)
Pelayanan antenatal pada kehamilan normal.
c)
Pelayanan persalinan normal.
d)
Pelayanan ibu nifas normal.
e)
Pelayanan ibu menyusui.
f)
Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
2) Kewenangan: a)
Episiotomi.
oleh
seluruh
b)
Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II.
c)
Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
d)
Pemberian tablet Fe pada ibu hamil.
e)
Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas.
3) Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air
susu ibu
(ASI) eksklusif 4) Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum 5) Penyuluhan dan konseling 6) Bimbingan pada kelompok ibu hamil 7) Pemberian surat keterangan kematian 8) Pemberian surat keterangan cuti bersalin b. Pelayanan kesehatan anak 3) Ruang lingkup: a) Pelayanan bayi baru lahir. b) Pelayanan bayi. c) Pelayanan anak balita. d) Pelayanan anak pra sekolah. 4) Kewenangan: a) Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini (IMD), injeksi vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat. b) Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk. c) Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan. d) Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah. e) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah. f) Pemberian konseling dan penyuluhan. g) Pemberian surat keterangan kelahiran. h) Pemberian surat keterangan kematian. (http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/archives/171).