BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Disadari atau tidak, ilmu dan teknologi nuklir memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia sekarang,jauh lebih besar dari sekedar sebagai sumber energy listrik yang dihasilkan dari pembangkit tenaga nuklir( PLTN ). Hasil survey ekonomi di Amerika Serikat pada tahun 1992 menunjukkan bahwa,profit ekonomi yang diperoleh dari pekerjaan yang berhubungan dengan pemanfaatan ilmu dan teknologi nuklir di bidang kesehatan,manufaktur,penelitian,radiasi makanan,pengolahan limbah,transportasi,dan sejenisnya mencapai 4 – 5 kali lebih besar dari benefit ekonomi yang dihasilkan oleh PLTN.
Memasuki abad ke 21 ini,peranan tersebut akan makin dominan seiring dengan kemajuan baik dalam ilmu dan teknologi nuklir itu sendiri maupun pengaruh kemajuan bidang – bidang lain. Karena banyak persoalan interdisiplin yang hanya bisa dipecahkan dengan melibatkan teknologi nuklir. Salah satu bidang interdisiplin dari hasil simbiosis antara teknologi nuklir dan biologi serta farmasi yang selanjutnya melahirkan bidang lain adalah Radio Farmasi atau Farmasi Nuklir dan Kedokteran Nuklir.
Pencegahan dan pengobatan penyakit merupakan fokus utama dari Kedokteran Nuklir. Beberapa penyakit yang lazim diobati dengan terapi kedokteran nuklir adalah Thyroid ( kelenjar gondok ), kankes prostat, hyperthyroidism, polycythaemia ( kelainan sel darah merah dan kenaikan jumlah darah ), dan leukemia ( kenaikan jumalh sel darah putih ) serta banyak penyakit lainnya. Untuk Eropa terapi Kedokteran Nuklir bahkan sudah lazim diterapkan dalam pengobatan arthritis ( radang sendi ). Aplikasi secara klinis dari isotop radioaktif dimulai tahun 1973 untuk penanganan penderita leukemia di University of California di Barkeley.
B.TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
Mengetahui dan memahami tentang Radio Farmasi Rumah Sakit dan Kedokteran Nuklir.
Sebagai tugas individu pada mata kuliah Radio Farmasi
C.RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah :
Pengertian Radio farmasi dan kedokteran nuklir
Aplikasi radiologi dalam kesehatan / rumah sakit
Sifat fisik sinar X
Prosedur penggunaan radiofarmaka
Sifat-sifat ideal radio farmaka Imaging
Efek radiofarmasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN RADIO FARMASI DAN KEDOKTERAN NUKLIR
Radio Farmasi adalah suatu bidang ilmu kefarmasian ( penyiapan,pembuatan sediaan,penyimpanan,pendistribusian,dispensing) yang memanfaatkan unsur/atom radioaktif yang digunakan baik untuk tujuan diagnosis maupun terapi. Radio farmasi atau Farmasi nuklir juga didefinisikan sebagai penggunaan prinsip dan cara-cara farmasi dan radiokimia untuk pembuatan obat yang mengandung atom radioaktif ( radiofarmaka) bagi keperluan diagnosis dan penyembuhan (terapi) penyakit yang diidap oleh pasien. Senyawa kimia atu obat , yang salah satu atom penyusun strukturnya adalah nuklida radioaktif ,untuk keperluan diagnosis atau penyembuhan(terapi) suatu penyakit dan dapat diberikan kepada pasien secara oral,parenteral,dan inhalasi disebut sebagai Radiofarmaka. Radiofarmaka diformulasikan dalam berbagai wujud kimia dan fisika untuk mengarahkan keradioaktifan ke bagian-bagian tertentu dari tubuh dengan harapan bahwa radiasi yang dipancarkan dari radiofarmaka diagnosa denagn mudah akan keluar dari tubuh sehingga memungkinkan deteksi dan pengukuran dilakukan diluar tubuh.
Kedokteran Nuklir adalah bidang keahlian dalam kedokteran yang menggunakan isotop radioaktif secara aman, tanpa sakit,dan murah, baik untuk pencitraan,maupun untuk pencegahan dan pengobatan penyakit. Jadi ada 2 fokus utama dalam kedokteran nuklir, yaitu pencitraan organ tubuh serta pencegahan dan pengobatan penyakit. Pencitraan di sini unik karena dapat menggambarkan fungsi dan struktur organ tubuh sekaligus,sehingga banyak penyakit yang bisa diseteksi lebih dini ,dengan demikian pengobatannya pun dapat lebih efektif. Untuk tujuan pencegahan dan oengobatan penyakit/ diagnosa , digunakan senyawa spesifik yang akan masuk ke dalam organ yang akan di diagnosa dimana senyawa tersebut sebelumnya telah ditandai dengan isotop. Kemudian senyawa tersebut dimasukkan ke dalam organ yang akan di peiksa ,lalu pasien difoto dengan kamera khusus. Senyawa yang telah ditandai dengan isotop memiliki waktu paruh yaitu waktu dimana konsentrasi dalam tubuh tersisa setengahnya. Setiap selang waktu itu, kadar senyawa tersebut berkurang setengahnya sehingga akhirnya tersisa dalam jumlah yang amat kecil dan akan habis diekskresikan melalui urin. Selama waktu tersebut pasien harus di observasi di rumah sakit. Tindakan ini hanya dapat dilakukan di rumah sakit yang memiliki sarana kedokteran nuklir,dan bangunan serta system drainasenya di rancang khusus sesuai peraturan,sehingga limbah tidak membahayakan bagi masyarakat.
B.APLIKASI RADIOLOGI DALAM KESEHATAN / RUMAH SAKIT
Dunia medis erat kaitannyadengan diagnosis dan pengobatan (terapi) suatu penyakit. Berbagai cara dan teknologi diterapkan untuk melakukan keduanya. Ada yang menggunakan obat-obatan herbal,kimia,hingga ke sinar dari radioaktif. Sinar radioaktif yang umum digunakan adalah sinar X untuk rontgen. Selain itu ,saat ini juga ada teknologi dengan menggunakan sinar gamma dan materi bermuatan( alfa dan beta ). Penggunaannya melalui aliran darah,baik dengan oral,injeksi,maupun diisap/inhalasi.
Sinar X ditemukan oleh Wilhem Conrad Roentgen,seorang professor fisika dari Universitas Wurzburg,Jerman. Saat itu beliau melihat timbulnya sinar fluoresensi yang berasal dari Kristal Barium Platinosianida dalam tabung Crookes-Hittorf yang dialiri listrik. Pada tahun 1901 beliau mendapat nobel atas penemuan tersebut. Akhir Desember 1895 dan awal Januari 1896 , Dr. Otto Walkhoff adalah dokter gigidan orang pertama pertama yang memakai sinar X pada foto gigi ( premolar bawah ) dengan waktu penyinaran 25 menit. Kemudian seorang ahli fisika Walter Koenig menjadikan waktu penyinaran menjadi 9 menit,dan sekarang waktu penyinaran menjadi 1/10 detik ( 6 impuls ).
Sinar X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan gelombang listrik,radio,inframerah panas,cahaya,sinar gamma,sinar kosmik,dan sinar ultraviolet tetapi dengan panjang gelombang yang sangat pendek. Penggunaan sinar X adlah sesuatu yang sangat penting untuk diagnosa gigi geligi serta jaringan sekitarnya dan pemakaiannya paling banyak pada diagnostic imaging system. Perbedaan antara sinar X dengan sinar elektromagnetik lainnya terletak pada panjang gelombang dimana panjang gelombang pada sinar X lebih pendek yaitu :
1 A = 1/100.000.000 cm = 10-8 cm.
Lebih pendek panjang gelombang dan lebih besar frekuensinya maka energy yang diberikan lebih banyak. Energy pada sinar X memberikan kemampuan untuk penetrasi khususnya gigi,tulang dan jaringan di sekitar gigi. Kemampuan sinar X menghasilkan gambar mengindikasikan sinar X dapat menembus kulit,jaringan,dan tulang.
Sinar X tidak dapat dilihat mata,bergerak lurus yang mana kecepatannya sama dengan kecepatan cahaya,tidak dapat difraksikan dengan lensa atau prisma tetapi dapat difraksikan dengan kisi Kristal. Dapat diserap oleh timah hitam, dapat dibelokkan setelah menembus logam atau benda padat,mempunyai frekuensi gelombang yang tinggi. Sinar X juga mempunyai beberapa sifat fisik .
C.SIFAT FISIK SINAR X
Sinar X memiliki beberapa sinar fisik ,yaitu:
1.Daya Tembus
Sinar X dapat menembus bahan atau massa yang padat dengan daya tembus yang sangat besar seperti tulang dan gigi. Makin tinggi tegangan tabung( besarnya KV )yang digunakan,makin besar daya tembusnya. Makin rendah berat atom atau kepadatan suatu benda,makin besar daya tembusnya.
2.Pertebaran
Apabila berkas sinar X melalui suatu bahan atau suatu zat,maka berkas sinar tersebut akan bertebaran ke seluruh arah,menimbulkan radiasi sekunder( radiasi hambur ) pada bahan atau zat yang dilalui. Hal ini akan menyebabkan terjadi gambar radiograf atau pada film akan tampak pengaburan kelabu senyara menyeluruh. Untuk mengurangi akibat dari radiasi hambur ini maka diantara subjek dengan sinar diletakkan timah hitam(grid) yang tipis.
3.Penyerapan
Sinar X salam radiografi diserap oleh bahan atau zat sesuai berat atom atau kepadatan bahan atau zat tersebut. Makin tinggi kepadatan atau berat atomnya maka makin besar penyerapannya.
4.Fluoresensi
Sinar X menyebabkan bahan- bahan tertentu seperti kalsium tungstat atau zinc sulfide memendarkan cahaya( luminisensi ). Luminisensi ada 2 jenis yaitu
Fluoresensi yaitu memendarkan cahaya sewaktu ada radiasi sinar X saja.
Fosforisensi, dimana pemendaran cahaya akan berlangsung beberapa saat walaupun radiasi sinar X sudah dimatikan ( after-glow ).
5.Ionisasi
Efek primer dari sinar X adalah apabila mengenai suatu bahan atau suatu zat dapat menimbulkan ionisasi partikel-partikel atau zat tersebut
6.Efek Biologi
Sinar X akan menimbulkan perubahan-perubahan biologi pada jaringan. Efek biologi ini yang akan dipergunakan dalam pengobatan radioterapi.
Sinar X yang sering ditemui di rumah sakit adalah pada pesawat rontgen. Suatu tabung pesawat rontgen mempunyai beberapa persyaratan yaitu:
1.Mempunyai sumber elektron
2.Gaya yang mempercepat elektron
3.Lintasan elektron yang bebas dalam ruang hampa udara
4.Alat pemusat berkas elektron
5.Penghenti gerakan elektron
Tabung sinar X terdiri dari tabung gelas hampa udara,elektroda positif disebut anoda dan elektroda positif disebut katoda. Katoda dibalut dengan filament,bila diberi arus beberapa mA bisa melepaskan elektron. Dengan memberi tegangan tinggi antara anoda dan katoda maka elektron katoda ditarik ke anoda. Arus electron ini kemudian dikonsentrasikan dalam satu berkas dengan bantuan sebuah silinder( focusing cup ). Antikatoda menempel pada anoda dibuat dari logam dengan titik permukaan lebih tinggi,berbentuk cekungan seperti mangkuk. Waktu electron dengan kecepatan tinggi di dalam berkas tersebut menumbuk antikatoda,terjadilah sinar X. makin tinggi nomot atom katoda maka makin tinggi kecepatan electron,akan makin besar daya tembus sinar X yang terjadi. Antikatoda umumnya dibuat dari tungsten,sebab elemen ini nomor atomnya tinggi dan titik leburnya juga tinggi(3400`C). Hanya sebagian kecil energy electron yang berubah menjadi sinar X,kurang dari 1% pada tegangan 100kV dan sebagian besar berubah menjadi panas waktu menumbuk antikatoda. Panas yang tinggi pada tabung didinginkan dengan menggunakan pendingin minyak emersi/air.
D.PROSEDUR PENGGUNAAN RADIOFARMAKA
Prosedur penggunaan radiofarmaka di dalam kedokteran nuklir dapat dibagi dalam tiga kategori:
1.Prosedur imaging atau pencitraan
Prosedur imaging memberikan informasi diagnose atas dasar pola distribusi keradioaktifan di dalam tubuh. Dua kajian utama dalam pemberian informasi imaging dalam tubuh dari radiofarmaka adalah:
a. Kajian dinamik memberikan informasi fungsional melalui pengukuran laju akumulasi dan laju keluarnya radiofarmaka oleh organ.
b. Kajian statik memberikan informasi morfologi berkenaan dengan ukuran ,bentuk,dan letak organ atau adanya lesi yang menempati ruang,dan dalam beberapa kasus mengenai fungsi relatif. Pola distribusi radiofarmaka dalam suatu organ bervariasi dan tergantung organ yang diamati dan ada atau tidak adanya penyakit.
Adapun 2 jenis pengamatan yang dilakukan melalui imaging atau pencitraan adalah:
Citra ( image ) dalam bentuk " hot spots " atau adanya keradioaktifan yang merata disebabkan radiofarmaka terkonsentrasi dengan mudah di dalam organ yang sehat atau normal,sedangkan jaringan berpenyakit menolak atau mengeluarkan radiofarmaka tersebut dan lesion muncul dalam bentuk citra yang "cold spots". Misalnya pada penatahan(scanning) liver dengan partikel koloid bertanda radioaktif; setelah partikel koloid tersebut diinjeksikan,pertikel berakumulasi pada sel-sel Phagocytosis yang terdapat di liver. Bila tumor atau lesi lain berada di dalam liver,maka sel-sel yang melokalisasi koloid radioaktif akan digantikannya.
Citra (image) dalam bentuk "hot spots"atau adanya keradioaktifan yang merata disebabkan radifarmaka terkonsentrasi dengan mudah di dalam organ berpenyakit atau lesion,sedangkan jaringan yang sehat atau normal menolak atau mengeluarkan radiofarmaka tersbut sehingga citra muncul sebagai "cold spots". Misalnya penatahan otak dengan menggunakan radiofarmaka yang ditolak oleh "blood-brain-barier". Bila otak tersebut berpenyakit sehingga "blood-brain-barrier" menjadi rusak,maka radiofarmaka dapat meninggalkan ruang vascular dan selanjutnya terlokalisasi di dalam lesi.
Organ normal bisa mengakumulasi radiofarmaka,tetapi jaringan berpenyakit mampu mengakumulasikan baik pada tingkat yang lebih tinggi lagi bila fungsi organ berlebihan atau meningkat,maupun pada tingkat yang lebih rendah daripada organ normal apabila fungsi organ menurun. Misalnya,dalam pencitraan kelenjar thyroid( thyroid gland) dengan menggunakan iodium radioaktif. Kelenjar thyroid dengan mudah mengakumulasikan radiofarmaka iodium-131 melalui fungsi normal,tetapi kelenjar yang sakit dengan jaringan thyroid yang hyperfunction atau hypofunction akan menunjukkan konsentrasi radioiodium-131 yang meningkat atau menurun .
2.Kajian fungsi in vivo
Mengukur fungsi suatu organ atau system didasarkan atas absorpsi,pengenceran(dilution),pemekatan,atau ekskresi keradioaktifan setelah pemberian radiofarmaka ini disebut dengan telaah/kajian radiofarmasi secara in vivo. Radiofarmaka sendiri harus tidak mempengaruhi ,dalam cara apapun,fungsi system organ yang sedang diukur. Cara ini tidak memerlukan pencitraan,tetapi analisis dan interpretasi didasarkan atas pencacahan keradioaktifan yang muncul baik secara langsung dari organ-organ yang berada di dalam tubuh atau dari cuplikan darah atau urin yang dicacah secara in vitro.
3.Prosedur terapi
Pada prosedur terapi,penggunaan radiofarmaka dimaksudkan untuk melakukan terapi terhadap suatu penyakit setelah tegaknya diagnose. Penggunaan radiofarmaka dapat secara oral,intravena,intratekal,intraperitoneal,ataupun inhalasi.
E.SIFAT IDEAL RADIOFARMAKA IMAGING
Beberapa sifat –sifat radiofarmaka diagnostic imaging yang ideal adalah:
1.Pemancar gamma murni
Meluruh melalui electron capture atau isomeric transition. Radiasi yang mempunyai daya tembus rendah,seperti partikel alfa dan beta tidak diinginkan,karena : linear energy transfer ( LET ) tinggi,fraksi energy yang didepositkan per cm jarak tempuh sangat tinggi,yang mengakibatkan absorpsi kuantitatif di dalam tubuh ataupun sedikit partikel yang sampai ke detector,sehinnga partikel alfa dan beta tidak memberikan citra. Partikel dengan LET yang tinggi mengakibatkan dosis radiasi sangat signifikan terhadap pasien.
2.100keV< energy gamma < 250keV
Umumnya peralatan imaging ( kamera gamma ) didisain untuk berfungsi dengan baik ,memberikan kualitas citra (image) optimal,di daerah rentang energi ini.
3.Waktu paruh efektif = 1.5 X lamanya pemeriksaan
Batasan waktu ini memberikan kesesuaian antara keinginan meminimalkan dosis yang diterima pasien dan memaksimalkan dosis yang diinjeksikan agar statistic pencacahan dan kualitas citra memberikan hasil yang optimal. Gas mulia yang digunakan untuk ventilation study merupakan pengecualian. Radiofarmaka harus bisa dikeluarkan dari tubuh secara kuantitatif dalam beberapa menit setelah diagnose selesai. Kebanyakan radiofarmaka menunjukkan pola "clearance" eksponensial sehingga waktu paruh efektifnya cukup panjang.( dalam hitungan jam atau hari,bukan detik atau menit ).
4.Target to non target ratio tinggi
Jika ratio tidak cukup tinggi,hasil scan menunjukkan adanya "nondiagnostic scan" dan ini menyulitkan atau tidak memungkinkan untuk membedakan organ berpenyakit dari latar belakang. Misalnya, untuk "tyrhoid scan " , idealnya semua radioaktifitas berada dalam thyroid dan tidak ada di tempat lain di sekitar leher. Rendahnya ratio juga menimbulkan radiasi yang tidak perlu yang diterima pasien.
5.Dosimetri radiasi internal
Dosimetri radiasi terhadap pasien maupun petugas kedokteran nuklir harus memerlukan perhatian khusus,terutama dalam memenuhi persyaratan sesuai dengan panduan ALARA ( As Low As Reasonable Achieveable ). Konsep ALARA didasarkan terhadap upaya mempertahankan dosis radiasi serendah mungkin yang dapat dicapai. Dengan konsep ini telah dapat diimplementasikan pengurangan menyeluruh dosis terhadap pekerja radiasi. Tentunya meskipun dosisi radiasi yang diinjeksikan ke pasien harus sekecil mungkin,tetapi harus konsisten memberikan kualitas citra yang baik. Untuk pekerja radiasi,Maximum Permissible Dose(MPD) untuk keseluruhan tubuh adalah 1 Rem per tahun untuk tiap tahun umur pekerja tersebut.
6.Keselamatan pasien
Radiofarmaka harus memperlihatkan tidak adanya toksisitas terhadap pasien. Misalnya mengapa kita tidak mempersoalkan Tl dalam bentuk thallous klorida ( TlCl ) yang sering digunakan pada pasien dengan diagnose kelainan jantung? Dimana diketahui bahwa ion thallous merupakan kardiotoksin yang potent. Hal ini bisa diterima karena dalam praktek sehari-hari , karena keaktifan jenis Tl yang bebas pengemban adalah sangat tinggi dan jumlah Tl yang terkandung dalam sediaan dengan aktifitas 3 mCi hanya sekitar 42 ng, sutau jumlah yang sangat kecil dan berada di bawah tingkat yang signifikan untuk dapat memberikan respon fisiologis dari pasien.
7.Reaktivitas kimia
Harus tersedia substrat atau tempat di dalam molekul dimana memungkinkan reaksi penandaan dengan atom radioaktif dapat dilakukan. Tidak setiap senyawa dapat ditandai dengan setiap isotop. Dalam kenyataannya penandaan sering memerlukan suatu posisi yang selektif di dalam molekul atau senyawa. Senyawa ynag menunjukkan biodistribusi yang dapat diterima ,sering menjadi tidak berguna bila telah ditandai logam radioaktif atau telah mengalami iodinasi. Bahkan perubahan sedikit saja yang dilakukan terhadap struktur molekul sering akan menyebabkan perubahn biodistribusi yang drastis.
8.Tidak mahal dan tersedia dengan mudah
Radiofarmaka harus stabil baik sebelum dan sesudah proses penandaan. Apabila suatu senyawa tertentu memperlihatkan kinerja yang baik untuk suatu prosedur tertentu.dan hanya tersedia di suatu rumah sakit besar,maka penggunaannya dengan jelas akan sangat terbatas. Karena itu dengan melihat kondisi ekonomi saat ini,maka radiofarmaka yang sangat mahal tentu penggunaannya akan terbatas dan tidak popular, apalagi bila ada metode alternative yang lebih murah.
9.Penyiapan serta kendali kualitasnya sederhana jika dibuat di tempat ( Rumah Sakit )
Penyiapan suatu obat tentu harus sederhana dengan tahapan pengerjaan yang relatif sedikit. Prosedur dengan tahapan lebih dari tiga tahap umumnya tidak memenuhi persyaratan ini. Disamping itu tidak diperlukan suatu peralatan yang rumit dan tidak ada tahap dengan waktu pengerjaan yang lama. Jika radiofarmaka dibuat di tempat, maka sangatlah penting kendali kauliti (quality control) dilaksanakan untuk setiap batch yang disiapkan dalam upaya menjamin bahwa tiap-tiap sediaan akan memberikan citra( image) kualitas tinggi dan bisa meminimalkan dosis radiasi terhadap pasien.
E.EFEK SAMPING RADIOFARMASI
Penggunaan radiofarmasi untuk terapi mungkin membuat orang awam khawatir pada efek sampingnya. Namun kenyataannya,jumlah radioaktif yang dimasukkan ke aliran darah itu sangat kecil dan radiasinya akan hilang seiring selesainya ia bertugas. Masa paruh radioaktif untuk terapi sekitar dua hari. Sedangkan untuk diagnosis,waktu paruhnya sekitar dua hingga enam jam. Sistem ini sudah dirancang sedimikian rupa sehingga tidak memberikan efek farmakologis di tubuh. Ini berbeda dengan obat yang memberikan efek samping . uji toksisitas telah dilakukan ,hasilnya bahwa toksisitas berada pada tingkat aman untuk terapi radiofarmasi,yaitu di bawah lethal dosis 50.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Radio farmasi adalah suatu bidang ilmu kefarmasian yang memanfaatkan unsur/atom radioaktif yang digunakan baik untuk tujuan diagnosa maupun terapi..
Radiofarmaka adalah senyawa kimia atau obat yang salah satu atom penyusunnya adalah nuklida radioaktif, digunakan untuk keperluan diagnosis dan penyembuhan penyakit dan diberikan ke pasien secara oral,parenteral,dan inhalasi.
Kedokteran nuklir adalah bidang keahlian dalam kedokteran yang menggunakan isotop radioaktif secara aman,tanpa sakit,dan murah,baik untuk pencitraan maupun untuk pencegahan dan pengobatan penyakit. Jadi 2 fokus utama kedokteraan nuklir adalah pencitraan organ tubuh serta pencegahan dan pengobatan penyakit.
Penerapan radiofarmasi di lingkungan rumah sakit yang paling umum adalah penggunaan sinar X dan sinar gamma untuk pencitraan organ tubuh,dan pencegahan serta pengobatan suatu penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Leswara ND. 2008. Buku Ajar Radiofarmasi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Saha,GB. 2004. Fundamentals of Nuclear Pharmacy 5th ed. New York : Springer
International Atomic Energy Agency. 2006. Nuclear Medicine Resources Manual. Austria: IAEA
15