Asmatikus 20MAY BAB I PENDAHULUAN 1.
Latar belakang
Meskipun asma sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, para ahli belum sepakat mengenai definisi penyakit ini. Definisi asma yang saat ini umumnya disetujui oleh para ahli adalah merupakan penyakit paru dengan karakteristik: 1. 2. 3.
Obstruksi saluran nafas yang reversible Inflamasi saluran nafas Peningkatan respon saluran nafas terhadap berbagai rangsangan.
Obstruksi saluran nafas ini memberikan gejala- gejala asma seperti batuk, mengi dan sesak nafas. Diduga baik obsrtuksi maupun peningkatan respon terhadap rangsangan didasari oleh inflamsai saluran nafas. Prevalansi asma dipengaruhi banyak factor antara lain jenis kelamin. Umur klien, keturunan, serta lingkungan. Pada masa anak- anak ditemukan prevalansi 1,5 : 1, tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak dari laki- laki. Di Indonesia prevalensi asma tikus berkisar antara 5 sampai 7%. 1.
Tujuan penulisan 1. Tujuan umum
Diharapkan mahasiswa/i mampu memahami penyakit asma dan penatalaksanaannya dalam keperawatan gawat darurat. 1.
Tujuan khusus
Diharapkan mahasiswa/i dapat mengetahui tentang: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 1.
Anatomi fisisiologi sistem pernapasan Pengertian asmatikus Etiologi penyakit asma Patofisiologi Manifestasi klinis Komplikasi Pemeriksaan diagnostic Penatalaksanaan Asuhan keperawatan Ruang lingkup penulisan
Makalah ini membahas mengenai konsep dasar penyakit asma meliputi anatomi fisiologi sistem pernafasan, Pengertian asma tikus, etiologi penyakit asma, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnostic, penatalaksanaan, Asuhan keperawatan serta dalam penanganan penyakit asma dalam keperawatan gawat darurat. 1.
Metode penulisan
Makalah ini disusun menggunakan metode studi pustaka yaitu dengan membaca dan menuliskan kembali pendapat, penjelasan/ uraian maupun hasil penelitian dari pustaka- pustaka yang kami pilih sebagai referensi yang berhubungan dengan meteri yang akan dibahas. 1.
Sistematika penulisan
Makalah ini disusun secara sistematis, yang terdiri dari tiga bab; Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, teknik penulisan, ruang lingkup penulisan dan sistematika penulisan; BAB II tinjauan teoritis yang terdiri dari anatomi fisiologi sistem pernafasan, Pengertian asmatikus, etiologi penyakit asma, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnostic, penatalaksanaan, Asuhan keperawatan dalam penanganan kegawat daruratan; BAB III penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. BAB II TINJAUAN TEORITIS 1. 1.
Konsep Dasar Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan
Organ-organ pernafasan terdiri dari : 1.
Hidung / Nasal
Merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai 2 lubang
( kavum nasi ), dipisahkan oleh
sekat hidung ( septum nasi ). Didalamn ya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran-kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung. Lapisan-lapisan lubang hidung yaitu : 1. 2. 3.
lapisan luar dinding terdiri dari lapisan kulit lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat (konka nasali/karang hidung) yang berjumlah 3 buah yaitu konka nasalis inferior, konka nasalis media, dan konka nasalis superior.
Hidung juga berhubungan dengan saluran air mata disebut tuba lakrimalis. Fungsi hidung yaitu sebagai saluran pernafasan, penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung, menghangatkan udara pernafasan yang dilakukan oleh mukosa, membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-sama udara pernafasan oleh leukosit yang terdapat dalam selaput lendir ( mukosa ). 1.
Tekak / Faring
Faring merupakan persimpangan antara jalan pernafasan dengan pencernaan, yang terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung atau mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring
dengan organ-organ lain : ke atas berhubungan dengan rongga hidung, ke depan berhubungan dengan rongga mulut. Rongga faring terdiri dari dalam tiga bagian : sebelah atas yang sama tingginya dengan koana disebut nasofaring, bagian tengah yang sama tingginya dengan ismus fausium disebut orofaring, bagian bawah sekali dinamakan laringofaring. 1.
Pangkal / Tenggorok
Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak didepan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk kedalam trakea di bawahnya. 1.
Batang tenggorok / Trakea
Merupakan lanjutan dari faring yang dibentuk oleh 16 s/d 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda
(huruf C), sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu
getar disebut sel bersilia, hanya bergerak kearah luar. Panjang trakea 9-11 cm dan di belakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos. Sel-sel berselia gunanya untuk mengeluarkan bendabenda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernafasan, yang memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan yang disebut karina. 1.
Cabang tenggorok / Bronkus
Merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis ke IV dan ke V. Mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-11 cincin mempunyai 2 cabang. 1.
Paru – paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung udara (alveoli). Gelembung-gelembung alveoli terdiri dari: sel-sel epitel dan endotel. Pada lapisan ini terjadi pertukaran darah, O2 masuk kedalam darah dan CO 2 dikeluarkan dari darah. Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner: ventilasi pulmoner, gerakan pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar; arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke seluruh tubuh, karbondioksida dari tubuh masuk ke paru-paru; distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah yang tepat yang bisa dicapai untuk semua bagian; difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler karbondioksida lebih mudah berdifusi dari pada oksigen (Syaifuddin, 1997, hal. 87-93). 1. Pengertian Asma adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh spasme akut otot polos bronkeolus. (Corwin. 2001. hal, 430). Asma adalah penyakit paru dengan ciri khas yakni saluran napas sangat mudah bereaksi terhadap berbagai rangsangan atau pencetus dengan manifestasi berupa serangan asma (Ngastyah. 1997. hal, 66).
Asma adalah penyakit jalan napas yang tak dapat pulih yang terjadi karena spasme bronkus yang disebabkan oleh berbagai penyebab seperti allergen, infeksi dan latihan (Hudak & Gallo. 1997. hal, 565). Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespon terhadap terapi konvensional ( Brunner & suddart. 2001. hal 614). Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkeolus berkepanjangan yang mengancam nyawa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan (Corwin. 2001.hal, 432). Status asmatikus adalah serangan asma akut yang refraktori dan keadaan ini tidak berespon terhadap terapi dengan beta adrenergic atau tiofilin intravena (Hudak & Gallo. 1997. hal, 566). 1.
Etiologi
Menurut Mansjoer. 2003 hal 461 faktor pencetus dari asma adalah allergen, infeksi (terutama saluran nafas bagian atas) iritan, cuaca, kegiatan jasmani, refluks esophagus dan psikis. Sedaangkan status asmatikus itu sendiri menurud Brunner & Suddart 2002 hal 614, disebabkan oleh infeksi, asietas, penggunaan tranguilizer berlebihan, penggunaan nebulizer berlebihan, dehidrasi, peningkatan blok adrenergic dan iritan non spesifik serta hipersensitifitas terhadap penicillin. 1.
Patofisiologi Allergen masuk ke dalam tubuh ↓ Merangsang sel plasma ↓ Ig E ↓ Sejumlah mediator (histamine, neokotrien, factor pengaktifasi platelet, bradikinin dll) ↓ Permeabilitas kapiler meningkat ↓ Produksi mucus meningkat (pembengkakan mukosa bronchial dan pengentalan sekresi)
↓ Diameter bronchial menurun ↓ Abnormalitas ventilasi perfusi ↓ Hipoksemia dan respirasi alkalosis ↓ Respirasi asidosis (Brunner & Suddart. 2002. hal 614). 1.
Manifestasi klinis
Menurut Brunner & Suddart. 2002.hal 614. 1. 2. 3. 4.
Asma hebat Perpanjangan ekhalansi Pembesaran vena leher Mengi
Menurut Hudak & gallo 1997. hal 566 adalah: 1. 2. 3. 4.
Asietas akut Usaha bernapas dengan keras Takikardi Berkeringat
Menurut Corwin 2001. hal 431. adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 1.
Dipsnea berat Retraksi dada Napas cupin hidung Whizzing Pernapasan dangkal dan cepat Komplikasi
Komplikasi dari status asmatikus adalah gagal nafas ( Brunner & Suddart. 2002. hal, 614). 1. 2.
Pemeriksaan diagnostic Pemeriksaan fungsi paru: digunakan untuk mengkaji obstruksi jalan nafas akut
3. 4.
5. 6. 1.
Pemeriksaan gas darah arteri: dilakukan jika klien tidak mampu melakukan manufer fungsi pernapasan, karena obstruksi berat atau keletihan atau jika klien tidak berespon terhadap tindakan Respirasi alkalosis( CO2 rendah) adalah temuan yang palibg umum pada pasien asmatikus dan peninglatan PCO2) ke kadar normal atau kadar yang menandakan respirasi asidosis) sering kali merupakan tanda bahaya serangan gagal nafas Lakukan fototoraks Lakukan pemeriksaan EKG Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Berikan posisi fowler/ semi powler serta longgarkan pakaian klien. Buka saluran pernafasan dengan mengekstensikan leher. Tanda- tanda dehidrasi diidentifikasi dengan memeriksa turgor kulit. Masukan cairan penting untuk melawan dehidrasi. Mengencerkan sekresi dan untuk memudahkan ekspekturasi hingga 3 sampai 4 liter per hari kecuali jika ada kontra indikasi. Pemantauan terhadap pasien oleh perawat secara terus- menerus penting dilakukan dalam 12 sampai 24 jam pertama, atau sampai status asmatikus dapat diatasi. Enegi pasien harus dihemat dan ruangan harus tenang serta bebas dari iritan pernapasan, termasuk bunga, asap tembakau, perfume, atau bau bahan pembersih. Bantal non alergik harus digunakan. Berikan pendidikan kesehatan pada pasien berupa instruksi untuk dengan segera melaporkan tanda dan gejala yang menyulitkan seperti bangun saat malam hari dengan serangan akut, tidak mendapatkan peredaan komplit dari penggunaan inhaler atau mengalami infeksi pernapasan.
Penatalaksanaan medik: 1. 2. 3. 4. 5. 1. 1.
Dalam lingkungan kedaruratan pasien mula- mula diobati dengan agonis beta (misalnya metapropanol, terbutalin, dan albuteron) dan kortikosteroid. Pasien juga membutuhkan oksigen supplemental dan cairan intravena untuk dehidrasi. Terafi oksigen dilaksanakan untuk mengatasi dipsnea, sianosis, dan hipoksemia. Aliran oksigen yang diberikan harus didasarkan pada nilai gas darah. PaO2 dipertahankan antara 65 dan 85 mmHg. Pemberian sedative merupakan kontra indikasi jika tidak mendapat respon dari pengobatan berulang, dibutuhkan perawatan dirumah sakit. Asuhan keperawatan Pengkajian
Pengkajian khusus: Kaji ABCDE terlebih dahulu pada pasien yang mengalami kegawat daruratan Pengkajian lengkap “Head to toe” hanya dilakukan jika masalah ABC telah tertangani only after. 1.
Airway
Tanyakan pada pasien bagaimana keadaannya?
1.
Breathing
1)
Minta pasien untuk bernafas dan batuk
2)
Observasi pergerakan dada
3)
Observasi kedalaman dan kecepatan nafas
4)
Catat pengunaan otot-otot bantu pernafasan
5)
auskultasi
1.
Circulation
1)
Kaji warna kulit / temperature / capilary reffil
2)
Pulse (kecepatan, kekuatan dan irama)
Pengkajian umum: Dapatkan riwayat: Riwayat alergi dalam keluarga, gangguan genetic, riwayat pasien tentang disfungsi pernafasan sebelumnya; bukti terbaru penularan terhadap infeksi, allergen atau iritan lain, trauma. Lakukan pengkajian fisik pada dada dan paru. Observasi pernafasan terhadap: Frekuensi: cepat ( takipnea ), normal atau lambat Kedalaman: kedalaman normal, terlalu dangkal ( hipopnea ), terlalu dalam (hiperpnea), biasanya diperkirakan dari amplitude torakal dan pegembangan abdomen. Kemudahan: kurang upaya, sulit (dispnea), ortopnea, dihubungkan dengan retraksi enterkosta dan atau substrenal (inspirasi “ tenggelam” dari jaringan lunak dalam hubungannya dengan kartilaginosa dan tulang toraks), pulsus paradoksus (tekanan darah turun dengan inspirasi dan menigkat karena ekspirasi), pernafasan cuping hidung dan mengi. Pernafasan sulit: kontinu, intermiten menjadi makin buruk dan menetap, awitan tiba- tiba pada saat istirahat atau kerja, dihubungkan dengan mengi, menggorok, dihubungkan dengan nyeri. Irama: variasi dalam frekuesi dan kedalaman pernafasan. Observasi dalam adanya:
Bukti infeksi: peningkatan suhu, pembesaran kelenjar limfe serfikal, membrane mukosa terinflamasi, dan rabas purulen dari hidung, telinga atau paru- paru (sputum). Mengi (wheezing): ekspirasi atau inspirasi, nada tinggi atau musical, memanjang, secara lambat progresif atau tiba- tiba, berhubungan dengan pernafasan sulit Sianosis: perhatikan distribusi (perifer, perioral, fasial, batang tubuh sera wajah, derajat, durasi, berhubungan dengan aktivitas). Nyeri dada: perhatikan lokasi dan situasi; terlokalisir atau menyebar, pernafasan cepat, dangkal atau menggorok. 1.
Diagnosa keperawatanan
1)
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekresi mucusa pada jalan
nafas 2)
Pola nafas tidak efektif berhubugan dengan spasme otot bronkus
3)
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan
1.
Intervensi keperawatan
Diagnosa 1 dan 2 1.
Berikan klien posisi fowler atau semifowler
Rasional: posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan. 1.
lakukan penghisapan lendir sesuai indikasi
Rasional: pembersihan jalan nafas secara mekanik pada klien akan membantu dalam pengeluaran sekret 1.
berikan cairan atau minuman hangat (kecuali ada kontra indikasi)
Rasional: cairan khususnya air hangat memobilisasi dan mengeluarkan sekret 1.
kolaborasi dalam pemberian nebulizer sesuai indikasi
Rasional: memudahkan pengenceran dan pengeluaran sekret. Diagnosa 3 1. 2. 3. 1.
Kaji tingkat toleransi klien Bantu klien dalam beraktivitas Berikan periode istirahat yang cukup Evaluasi keperawatan 1. Bersihan jalan nafas adekuat 2. Pola nafas kembali efektif
3.
Pasien mempertahankan tingkat energi yang adekuat BAB III PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Asma adalah penyakit jalan napas yang tak dapat pulih yang terjadi karena spasme brongkus yang disebabkan oleh berbagai penyebab seperti allergen, infeksi dan latihan (Hudak & Gallo. 1997. hal, 565). Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespon terhadap terapi konvensional ( Brunner & suddart. 2001. hal 614). Statatus asmatikus adalah keadaan spsme bronkeolus berkepanjangan yang mengancam nyawa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan (Corwin. 2001.hal, 432). Status asmatikus adalah serangan asma akut yang refraktori dan keadaan ini tidak berespon terhadap terapi dengan beta adrenergic atau tiofilin intravena (Hudak & Gallo. 1997. hal, 566). Dalam penanganan keperawatan gawat darurat status asmatikus dapat disesuaikan dengan etiologi atau factor pencetusnya. 1.
SARAN
Diharapkan setelah mempelajari makalah seminar “asuhan keperawatan gawat darurat pada gangguan sistem pernafasan: status asmatikus” pembaca khususnya mahasiswa/ I akademi keperawatan sintang dapat mengerti dan mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan sesuai rencana keperawatan secara komprehensif.