ASKEP TONSILITIS BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebersihan (hygiene) merupakan satu bidang pengetahuan yang berhubungan dengan lingkungan dan meneliti tentang kepentingan lingkungan dan kesannya terhadap tubuh manusia. Dalam konsep yang lain, kebersihan mulut merupakan faktor yang penting yang dapat mengelakkan seseorang daripada menderita karies gigi dan penyakit-penyakit mulut yang lain. Edukasi tentang kebersihan mulut juga sangat penting dalam bidang kedokteran gigi karena ia merupakan satu cara dalam meningkatkan kesedaran dan memotivasi masyarakat umum tentang mengekalkan kebersihan mulut yang bagus (Krawczyk et al., 2006). Tonsil adalah salah satu jaringan limfoid pada tubuh manusia selain kelenjar limfe, limpa, timus, adenoid, apendiks (usus buntu), agregat jaringan limfoid di lapisan dalam saluran pencernaan yang disebut bercak Peyer atau gut associated lymphoid tissue (GALT), dan sumsum tulang. Jaringan limfoid mengacu secara kolektif pada jaringan yang menyimpan, menghasilkan, atau mengolah limfosit. Limfosit yang menempati tonsil berada di tempat yang strategis untuk menghalang mikroba-mikroba yang masuk melalui inhalasi atau dari mulut (Sherwood, 2001). Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya, bagian organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong melekat pada kanan dan kiri tenggorok. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina, dan tonsil faringal yang membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris diantara kedua pilar fausium dan berasal dari invaginasi hipoblas di tempat ini. Tonsillitis adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh infeki virus atau bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut, tonsil berfungsi sebagai filter/ penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut dengan sel-sel darah putih. Hal ini akan memicu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang. Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut maka akan timbul tonsillitis. Dalam beberapa kasus ditemukan 3 macam tonsillitis, yaitu
tonsillitis akut, tonsillitis membranosa, dan tonsillitis kronis. Oleh karena itu penting bagi perawat untuk mempelajari patofisiologi, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien tonsilitis beserta keluarganya. 1.3 Rumusan Masalah Bagaimana Analisa Sintesa pada pasien Ny “N” dengan gangguan Tonsilitis akut? 1.2 Tujuan Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk menambah pemahaman
klinis
tonsilitis
khususnya dari segi diagnosis, pengenalan etiologi, faktor risiko, patofisiologi, dan penatalaksanaan terkait kasus 1. Tujuan Umum Penulis dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien Ny “N” dengan kasus tonsilitis di Poliklinik THT Rumah Sakit Palembang Tahun 2014. 2. Tujuan Khusus a. Untuk Mengetahui apa yang dimaksud dengan Definisi kasus pada oleh Ny”N” di Poliklinik b.
THT Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2014 Untuk Mengetahui apa yang menjadi penyebab atau Etiologi kasus pada Ny”N” di Poliklinik
THT Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2014 c. Untuk Mengetahui Bagaimana Anatomi dan fisiologi Tonsil d. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis pada kasus Ny”N” di Poliklinik THT Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2014 e. Untuk Mengetahui Patofiologi pada kasus Ny”N” di Poliklinik THT Rumah Sakit f.
Muhammadiyah Palembang Tahun 2014 Untuk Mengetahui Pemeriksaan pada kasus Ny”N” di Poliklinik THT Rumah Sakit
g.
Muhammadiyah Palembang Tahun 2014 Untuk Mengetahui Penatalaksanaan pada kasus Ny”N” di Poliklinik THT Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang Tahun 2014 h. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan pada kasus Ny”N” di Poliklinik THT Rumah Sakit i.
Muhammadiyah Palembang Tahun 2014 Untuk Mengetahui Analisa Tindakan yang Akan Dilakukan pada Ny”N” di Poliklinik THT Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2014
1.4 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu pengamatan langsung terhadap klien mengenai penyakit, perawatan serta pengobatan klien dengan kasus tonsilitis. 1.5 Waktu Pengumpulan data pengkajian kasus dilakukan pada tanggal 16 Desember 2014 pukul 11.00 WIB. 1.6 Tempat Pengumpulan data pengkajian dilakukan di Ruang Poliklinik THT Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Definisi Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau amandel ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ). Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal ( adenoid ), tonsil palatina ( tosil faucial), tonsil lingual ( tosil pangkal lidah ), tonsil tuba Eustachius ( lateral band dinding faring / Gerlach’s tonsil ) ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk, 2007 ). Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes, dapat juga disebabkan oleh virus (Mansjoer, 2000). Tonsilektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan mengambil atau mengangkat tonsil untuk mencegah infeksi selanjutnya( Shelov, 2004 ).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa tonsilitis merupakan suatu peradangan pada tonsil yang disebabkan karena bakteri atau virus,prosesnya bisa akut atau kronis. 2.2 Klasifikasi Tonsilitis 1. Tonsillitis akut Tonsilitis akut dengan gejala tonsil membengkak dan hiperemis permukaan nya yang diliputi eksudat (nanah) berwarna putih kekuning- kuningan. Dibagi lagi menjadi 2, yaitu : a.
Tonsilitis viral
Ini lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab paling tersering adalah virus Epstein Barr. b. Tonsilitis Bakterial Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A stereptococcus beta hemoliticus yang dikenal sebagai strept throat, pneumococcus, streptococcus viridian dan streptococcus piogenes. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mulai mati. Dari kedua Tonsilitis viral dan Tonsilitis Bakterial dapat menimbulkan gejala perkembangan lanjut tonsillitis akut yaitu : Tonsilitis folikularis dengan gejala tonsil membengkak dan hiperemis dengan permukaannya berbentuk bercak putih yang mengisi kripti tonsil yang disebut detritus. Detritus ini terdiri dari leukosit, epitel yang terlepas akibat peradangan, dan sisa-sisa makanan yang tersangkut. Infiltrat peritonsiler dengan gejala perkembangan lanjut dari tonsiitis akut. Perkembangan ini sampai ke palatum mole (langit-langit), tonsil menjadi terdorong ke tengah, rasa nyeri yang sangat hebat , air liur pun tidak bisa di telan. Apabila dilakukan aspirasi (penyedotan dengan spuit/ suntikan) di tempat pembengkakan di dekat palatum mole (langitlangit) akan keluar darah. Abses peritonsil dengan gejala perkembangan lanjut dari infiltrat peritonsili. Dan gejala klinis sama dengan infiltrat perintonsiler. Apabila dilakukan aspirasi (penyedotan dengan spuit/ suntikan) di tempat pembengkakan di dekat palatum mole (langit- langit) akan keluar nanah.
2. Tonsilitis membranosa Tonsilitis membranosa dengan gejala eksudat yang menutupi permukaan tonsil yang membengkak tersebut meluas menyerupai membran. Membran ini biasanya mudah diangkat atau di buang dan berwarna putih kekuning- kuningan. Tonsilitis lakunaris dengan gejala bercak yang berdekatan, bersatu dan mengisis lakuna (lekuk-lekuk) permukaan tonsil. a. Tonsilitis Difteri Penyebabnya yaitu oleh kuman Coryne bacterium diphteriae, kuman yang termasuk Gram positif dan hidung di saluran napas bagian atas yaitu hidung, faring dan laring. b. Tonsilitis Septik Penyebab streptococcus hemoliticus yang terdapat dalam susu sapi sehingga menimbulkan epidemi. Oleh karena di Indonesia susu sapi dimasak dulu dengan cara pasteurisasi sebelum diminum maka penyakit ini jarang ditemukan. 3. Angina Plout Vincent Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C. Gejala berupa demam sampai 39° C, nyeri kepala, badan lemah dan kadang gangguan pecernaan. a.
Tonsilitis kronik
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis ialah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca kelemahan fisik dan pengobatan tonsilitis yang tidak adekuat kuman penyebabnya sama dengantonsilitis akut tetapi kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman golongan gram negatif.(Soepardi,Efiary Arsyad,dkk 2007) 2.3 Etiologi Tonsilitis disebabkan karena virus dan bakteri, mikroorganisme atau jamur, Ada berbagai macam virus dan bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya radang amandel, termasuk virus yang menyebabkan mononucleosis (virus Epstein-Barr) dan bakteri yang menyebabkan terjadinya radang tenggorokan (Streptococcus pyogenes). Virus Epstein-Barr, juga disebut Virus herpes manusia 4 adalah virus dari famili herpes (yang juga terdapat virus herpes simplex dan Sitomegalovirus), dan merupakan salah satu virus yang paling umum pada manusia. Banyak orang terinfeksi dengan Virus Epstein-Barr yang sering
asimtomatik tetapi umumnya menyebabkan mononukleosis. Virus Epstein-Barr berasal dari nama Michael Epstein dan Yvonne Barr, yang bersama dengan Bert Achong, menemukan virus ini tahun 1964. Streptococcus pyogenes ialah bakteri Gram-positif bentuk bundar yang tumbuh dalam rantai panjang dan merupakan penyebab infeksi Streptococcus Grup A. Streptococcus pyogenes menampakkan antigen grup A di dinding selnya dan beta-hemolisis saat dikultur di plat agar darah. Streptococcus pyogenes khas memproduksi zona beta-hemolisis yang besar, gangguan eritrosit sempurna dan pelepasan hemoglobin, sehingga kemudian disebut Streptococcus Grup A (beta-hemolisis). Streptococcus bersifat katalase-negatif Menurut Adams George (1999), tonsilitis bakterialis supuralis akut paling sering disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus grup A. 1. Pneumococcus 2. Staphilococcus 3. Haemalphilus influenza 4. Kadang streptococcus non hemoliticus atau streptococcus viridens. Menurut Iskandar N (1993). Bakteri merupakan penyebab pada 50 % kasus. 1. Streptococcus B hemoliticus grup A 2. Streptococcus viridens 3. Streptococcus pyogenes 4. Staphilococcus 5. Pneumococcus 6. Virus 7. Virus influenza serta herpes Menurut Firman S (2006) penyebabnya adalah infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang, menyebabkan tonsillitis. 2.4 Anatomi dan Fisiologi Gambar 1 : Anatomi Tonsil Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Bagian terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur yang lain adalah tonsil
lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tesebar dalam fosa rosenmuller, di bawah mokosa dinding posterior faring dan dekat orifisum tuba eustachius. Massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring dan di batasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil terbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh tonsil fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagaii fosa supratonsiliar tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh: 1.
Lateral - m. Konstriktor faring superior
2.
Anterior - m. Palatoglosus
3.
Psterior - m. Palatofaringeus
4.
Superior - palatum mole
5.
Inferior - tonsilingual Secara mikroskopik tonsil terdiri atas 3 komponen yaitu jaringan ikat folikel
germinativum ( merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel ( terdiri dari jaringan limfoid). 1.
Fosa tonsil
Fosa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarrnya adalah otot konstriktor faring superior. Pilar anterior mempunyaii bentuk seperti kipas pada rongga mulut mulai palatum mole, tuba eustachius, dan dasar tengkorak dan ke arah bawah meluas hingga dinding lateral esofagus. Sehingga pada tonsilektomi harus hati-hati agar pilar posterior tidak terluka. Pilar anterior dan pilar posteior bersatu di bagian atas pada palatum mole, kearah bawah terpisah dan masuk ke jaringan di pangal lidah dan dinding lateral faring. 2.
Kapsul tonsil
Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membran jaringan ikat, yang disebut kapsul. Walaupun para pakar anatomi menyangkal adanya kapsul ini. Tetapi para klinisi menyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian tonsil mempunyai pembuluh getah bening eferan, sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada. Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengndung sel limfosit, 0,1-0,2% dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada tonsil adalah 50% ; 50%, sedangkan di darah 55- 75% : 1530%. Pada tonsil terdapat sistim imun komplek terdiri atas sel M (sel membran ), makrofag, sel dendrit APCs
( antigen presenting cells) yang berperan dalam proses transportasi antigen kesel limfosit sehingga tejadi sntesis imuoglobin spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgC. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disentitasi. Tonsil mempuunyai 2 fungsi utama yaitu: 1. Menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif. 2. Sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik. Tonsil merupakan kumpulan besar jaringan limfoid dibelakang faring yang memiliki keaktifan munologik. Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar keseluruh tubuh dengan cara menahan kuman memasuki tubuh melalui mulut, hidung dan tenggorokan, oleh karena itu, tidak jarang tonsil mengalami peradangan. 2.5. Manifestasi Kinis Menurut Megantara, Imam 2006, Gejalanya berupa nyeri tenggorokan (yang semakin parah jika penderita menelan) nyeri seringkali dirasakan ditelinga (karena tenggorokan dan telinga memiliki persyarafan yang sama). Gejala lain : 1. Demam 2. Tidak enak badan 3. Sakit kepala 4. Muntah Menurut Mansjoer, A (1999) gejala tonsilitis antara lain : 1. Pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan 2. Tenggorokan terasa kering 3. Peernafasan bau 4. Pada pemeriksaan tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus membesar dan terisi detritus 5. Tidak nafsu makan 6. Mudah lelah 7. Nyeri abdomen 8. Pucat 9. Letargi
10. Nyeri kepala 11. Disfagia (sakit saat menelan) 12. Mual dan muntah Gejala pada tonsillitis akut : 1. Rasa gatal / kering di tenggorokan 2. Lesu 3. Nyeri sendi 4. Odinafagia 5. Anoreksia 6. Otalgia 7. Suara serak (bila laring terkena) 8. Tonsil membengkak Menurut Smelizer, Suzanne (2000), Gejala yang timbul sakit tenggorokan, demam, ngorok, dan kesulitan menelan. Menurut Hembing, (2002) : 1. Dimulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga menjadi parah, sakit saat menelan, kadang-kadang muntah. 2. Tonsil bengkak, panas, gatal, sakit pada otot dan sendi, nyeri pada seluruh badan, kedinginan, sakit kepala dan sakit pada telinga. 3. Pada tonsilitis dapat mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan keluar nanah pada lekukan tonsil. 2.6. Patofisiologi Bakteri dan virus masuk masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas, akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui sistem limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi bau mulut serta otalgia yaitu nyeri yang menjalar ke telinga. (Nurbaiti 2001).
Pathways Keperawatan Streptococcus hemolitikus tipe A Virus hemolitikus influenza Reaksi antigen dan antibody dalam tubuh Antibody dalam tubuh tidak dapat melawan antigen kuman Virus dan bakteri menginfeksi tonsil Epitel terkikis Inflamasi tonsil
Nyeri saat menelan Anoreksia
Respon inflamasi
Pembengkakan tonsil
Termoregulasi hipotalamus
Sumbatan jalan nafas dan cerna
cemas Nyeri Intake tidak Adekuat
↑ Suhu tubuh
Tindakan tonsilektomi
Hipertermi
Resiko Kurang
Nutrisi Terputusnya pembuluh darah
Penumpukan sekret
Terputusnya keutuhan jaringan
Luka terbuka
Perdarahan
Pertahanan tubuh
Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan resiko infeksi perdarahan yang berlebihan
Pemajanan mikroorganisme
2.7.Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa tonsilitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi : 1. Leukosit : terjadi peningkatan 2. Hemoglobin : terjadi penurunan 3. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat. Pemeriksaan Penunjang menurut Firman S (2006), yaitu : 1. Tes Laboratorium Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam tubuh pasien merupkan bakteri grup A, karena grup ini disertai dengan demam renmatik, glomerulnefritis, dan demam jengkering. 2. Pemeriksaan penunjang Kultur dan uji resistensi bila diperlukan. 3. Terapi Dengan menggunakan antibiotic spectrum lebar dansulfonamide,antipiretik, dan obat kumur yang mengandung desinfektan. Indikasi tonsilektomi dan adenoidektomi : 1.
Sumbatan hidung yang menetap oleh adenoid
2.
Sumbatan rongga mulut oleh tonsil yang membesar
3.
Cor pulmonal
4.
Peritonsil yang berulang
5.
Infeksi kelenjar limfe leher berulang
6.
Kecurigaan tumor tonsil
7.
Sindrom “sleep apnea”
8.
Tonsil sebagai fokal infeksi dari organ penting lainnya. Gambar 2 : Tonsilektomi
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tonsilitis secara umum, menurut Firman S, 2006 : 1. Jika penyebabnya bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut) selama 10 hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan. 2. Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika : a. Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun. b. Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun. c. Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun. d. Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik. Menurut Mansjoer, A (1999) penatalaksanan tonsillitis adalah : 1. Penatalaksanaan tonsilitis akut a. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau klindomisin. b. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik. c. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif. d. Pemberian antipiretik. 2. Penatalaksanaan tonsilitis kronik a. Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap. b. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau
terapi
konservatif tidak
berhasil. 2.9. Solusi Tonsilitis Amandel karena virus berpotensi untuk sembuh sendiri. Namun bila virus telah menyebar melalui pembuluh darah (viremia) dan daya tahan tubuh sedang lemah, maka sangat berpotensi menjadi lebih parah, seperti: amandel bengkak dan bertambah besar (hiperplasi tonsil), terjadi pernanahan dan luka di tenggorokan (ulserasi dan abses parafaring). Hal ini berpotensi mempengaruhi saraf IX dan X, sehingga muncullah nyeri telan dan nyeri tekan di kerongkongan serta nyeri di telinga (otalgia). Akibat lain bisa menurunkan selera makan, menurunnya kadar gula di dalam aliran darah (hipoglikemia), tubuh menjadi lemas dan kurang tenaga. Penyebaran
infeksi virus ini juga berpotensi menyerang hidung. Akibatnya, mukosa (selaput lendir) hidung menjadi radang, lendir bertambah, sehingga hidung menjadi tersumbat. Komplikasi lain dapat menjalar ke jantung. Amandel karena bakteri dan jamur dapat diatasi dengan pemberian antimicrobial atau antibiotik yang sesuai. Lozenges (tablet hisap) dan antiseptik hanya meredakan dan bukan terapi utama. Jadi, solusinya dibagi menjadi dua macam, yaitu secara konservatif dan operatif. Konservatif yaitu dengan menghilangkan gejala dan pemberian obat (analgetik, antipiretik, obat kumur, antibiotik spektrum luas sesuai indikasi). Sebelum memberikan obat antibiotik, dokter akan melakukan sistim penilaian (scoring) McIsaac. Pada kasus tonsilofaringitis bakterialis, maka pilihan antibiotik yang dapat diberikan antara lain: penisilin (10 hari). Bila dijumpai alergi terhadap penisilin, maka dapat diberikan amoksisilin (6 hari), sefalosporin (4-5 hari), klaritromisin (5 hari). Yang perlu diingat dan diperhatikan adalah antibiotik tidak perlu diberikan pada anak dengan tonsilofaringitis bila tidak didapatkan kuman atau tidak sesuai dengan kriteria klinik untuk infeksi bakteri. Pada anak-anak, terapi kasus amandel atau radang tenggorokan akibat bakteri streptokokus (streptococcal tonsillitis/pharyngitis) dengan antibiotik diikuti rekolonisasi dengan obat golongan alpha-streptococci dapat menghindari kekambuhan. Strategi konservatif ini perlu disertai dengan istirahat, diet makanan lunak, menghindari semua yang digoreng serta sebisa mungkin tidak pedas. Adapun tindakan operatif yaitu dengan pengangkatan amandel (tonsilektomi). Sebelum melakukan tonsilektomi (operasi amandel), dokter akan mempertimbangkan banyak faktor, seperti: urgensi, tingkat keparahan, usia, biaya, komplikasi, dan yang tak kalah penting adalah beragam faktor penyulit yang berpotensi menghambat atau bahkan “mengganggu operasi”. Faktor penyulit ini misalnya: karena berbagai macam penyakit, seperti: infeksi leher bagian dalam, radang telinga bagian tengah (otitis media), radang rongga hidung (sinusitis paranasal), bahkan perluasan penyakit hingga ke organ-organ ginjal, jantung, dan persendian. Penyulit lainnya adalah perdarahan dan adanya pnemonia aspirasi. Bila operasi sukses tanpa komplikasi, maka diperkirakan tiga hari boleh pulang. Masa pemulihan penderita maksimum adalah sepuluh hari. Mayoritas kasus amandel sembuh total. Namun bila ada keganasan (kanker), maka perlu dilakukan biopsi (pemeriksaan patologi
anatomi) untuk menentukan ganas atau jinak. Dengan penatalaksanaan yang komprehensif dan paripurna, maka amandel tak lagi membandel.
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1.
Pengkajian Focus pengkajian : 1. Wawancara a.
b.
Kaji identitas klien
Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya dan penyakit keluarga c.
Apakah pengobatan adekuat
d.
Kapan gejala itu muncul
e.
Apakah mempunyai kebiasaan merokok
f.
Bagaimana pola makannya
g.
Apakah rutin / rajin membersihkan mulut
(tonsillitis)
2. Pemeriksaan fisik Hasil pemerisaan fisik secara umum di dapat : a. b. c. d. e. f.
Pembesaran tonsil dan hiperemis Letargi Kesulitan menelan Demam Nyeri tenggorokan Kebersihan mulut buruk 3. Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan usap tenggorok Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan sebelum memberikan pengobatan, terutama bila keadaan memungkinkan. Dengan melakukan pemeriksaan ini kita dapat mengetahui kuman penyebab dan obat yang masih sensitif terhadapnya.
2. Pola Fungsional Gordon 1.
Pola persepsi dan manajemen keperawatan
Pada pola ini kita mengkaji: a. Bagaimana klien memandang penyakitnya b. Apakah klien memiliki riwayat merokok dan konsumsi alkohol 2.
Pola nutrisi - metabolik
Pada pola ini kita mengkaji: a. Bagaimanakah pola makan dan minum klien sebelum dan selama dirawat di rumah sakit? b. Kaji apakah klien alergi terhadap makanan tertentu d. Apakah klien mengalami mual dan muntah e. Bagaimana dengan BB klien, apakah mengalami penurunan atau sebaliknya 3.
Pola eliminasi
pada pola ini kita mengkaji:
4.
a.
Bagaimanakah pola BAB dan BAK klien ?
b.
Apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi?
c.
Kaji konsistensi BAB dan BAK klien
d.
Apakah klien merasakan nyeri saat BAB dan BAK? Pola aktivitas - latihan pada pola ini kita mengkaji:
a.
Bagaimanakah perubahan pola aktivitas klien ketika dirawat di rumah sakit?
b.
Kaji aktivitas yang dapat dilakukan klien secara mandiri
c.
Kaji tingkat ketergantungan klien 0 = mandiri 1 = membutuhkan alat bantu 2 = membutuhkan pengawasan 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain 4 = ketergantungan
d.
Apakah klien mengeluh mudah lelah? 5.
Pola istirahat - tidur pada pola ini kita mengkaji:
6.
a.
Apakah klien mengalami gangguang tidur?
b.
Apakah klien mengkonsumsi obat tidur/penenang?
c.
Apakah klien memiliki kebiasaan tertentu sebelum tidur?
Pola kognitif - persepsi pada pola ini kita mengkaji:
a.
Kaji tingkat kesadaran klien
b.
Bagaimanakah fungsi penglihatan dan pendengaran klien, apakah mengalami perubahan?
c.
Bagaimanakah kondisi kenyamanan klien?
d.
Bagaimanakah fungsi kognitif dan komunikasi klien? 7.
Pola persepsi diri - konsep diri Pada pola ini kita mengkaji:
a.
Bagaimanakah klien memandang dirinya terhadap penyakit yang dialaminya?
b.
Apakah klien mengalami perubahan citra pada diri klien?
c.
Apakah klien merasa rendah diri? 8.
Pola peran - hubungan pada pola ini kita mengkaji: a.
Bagaimanakah peran klien di dalam keluarganya?
b.
Apakah terjadi perubahan peran dalam keluarga klien?
c.
Bagaimanakah hubungan sosial klien terhadap masyarakat
sekitarnya?
9.
Pola reproduksi dan seksualitas Pada pola ini kita mengkaji:
a.
Bagaimanakah status reproduksi klien?
b.
Apakah klien masih mengalami siklus menstrusi (jika wanita)? 10.
Pola koping dan toleransi stress Pada pola ini kita mengkaji: a.
Apakah klien mengalami stress terhadap kondisinya saat ini?
b.
Bagaimanakah cara klien menghilangkan stress yang
dialaminya? c. 11.
Apakah klien mengkonsumsi obat penenang?
Pola nilai dan kepercayaan Pada pola ini kita mengakaji: a.
Kaji agama dan kepercayaan yang dianut klien
b.
Apakah terjadi perubahan pola dalam beribadah klien?
BAB IV TINJAUAN KASUS ANALISA SINTESA PADA PASIEN Ny “N” DENGAN PENYAKIT TONSILITIS AKUT DI RUANG POLIKLINIK THT RUMAH
SAKIT MUH PALEMBANG TAHUN 2014 PENGKAJIAN DATA DASAR DAN FOKUS 4.1 Pengkajian Data Dasar dan Fokus Pengkajian tgl : 16 Desember 2014
Jam
:11:00 WIB.
Tanggal Berobat : 16 Desember 2014
No. RM
: 02.66.07
Dx. Masuk I.
: Tonsilitis Akut
Identitas Nama
: Ny “N”
Umur
: 20 tahun
Agama
: Islam
Pendidikan
: Perguruan tinggi
Pekerjaan
: Mahasiswa
Suku/bangsa
: Indonesia
Alamat
: Jl.Sentosa.Tl.Karet RT.038 RW.011 Kel Sentosa
Jenis Kelamin
: Perempuan
II. Anamnesa Keluhan Utama
: Klien mengeluh sakit ketika menelan
Saat Pengkajian -
:-
Tonsil terlihat ada pembengkakan dan memerah
Terdapat bercak putih pada tonsil klien Nafas bau
III. Data Fokus Klasifikasi Data a.
·
Data Subjektif ·
Klien mengeluh nyeri tenggorokan
·
Klien mengeluh nyeri saat menelan
Klien mengeluh malaise
·
klien mengeluh demam
·
klien mengeluh napsu makan berkurang
·
klien mengeluh susah tidur
·
Klien selalu bertanya – tanya tentang penyakitnya
·
Klien selalu berharap cepat sembuh
b.
Data Objektif ·
Tonsil tampak merah dan membengkak Klien nampak meringis saat menelan
.
.
Skala Nyeri adalah 7
·
Klien nampak cemas
.
BBS = 45 kg BBSS : 48 kg
Suhu badan 38,6◦C Nadi
: 84 x/menit
Respirasi
: 22x/menit
TD
: 100/60 mmHg
4.2 Etiologi No Data Penunjang 1. DS : - Klien mengeluh nyeri tenggorokan - Klien mengeluh sakit ketika menelan - Klien mengeluh malaise DO : - Tonsil tampak bengkak dan memerah - Wajah klien nampak meringis - Klien nampak meringis saat menelan ---- Skala Nyeri klien ssat menelan = 7\
Etiologi Kuman/bakteri ↓ Reaksi antigen dan antibodi tubuh ↓ Antibodi tubuh tdk dapat melawan antigen kuman ↓ Virus/bakteri menginfeksi tonsil ↓ Inflamasi tonsil ↓ Nyeri saat menelan
Masalah Gangguan rasa nyaman nyeri b/d respon inflamasi
DS : Klien mengeluh nyeri saat menelan Klien mengeluh napsu makannya berkurang DO : - BBS :45kg - BBSS : 48 kg : 84 x/menit : 22x/menit - TD : 100/60 mmHg 3 DS : - Klien mengeluh demam DO : - Suhu badan 38,6 oC
5.
Nyeri saat menelan ↓ Anorexia ↓ Intake tidak adekuat ↓ Resiko kurang nutrisi
Resiko ketidaksimbanga n nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat
Respon inflamasi ↓ Rangsang termoregulasi hipotalamus ↓ Suhu tubuh meningkat ↓ Hipertermi
Peningkatan suhu tubuh b/d respon inflamas
Diagnose Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d respon inflamasi b. Resiko ketidaksimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat c. Peningkatan suhu tubuh b/d respon inflamasi 6.
Perencanaan Keperawatan 1. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d respon inflamasi Data subjektif
: Klien mengeluh nyeri tenggorokan Klien mengeluh malaise
Data objektif
: tonsil tampak bengkak dan Wajah klien nampak meringis
Kelenjar limfa pada leher membesar Skala Nyeri : 7 Tujuan -
:
Rasa nyaman nyeri teratasi d/k :
Rasa nyeri dibagian tenggorokan berkurang
Intervensi 1.
4.
Kaji tingkat nyeri dengan mengintruksikan klien untuk menelan air minum 2.
Anjurkan klien melakukan kompres hangat pada leher
3.
Anjurkan klien untuk berkumur – kumur dengan air hangat setiap jam
Berkolaborasi dengan dokter mengenai pemberian obat golongan antibiotik dan analgetik
Rasional 1.
Agar dapat mengetahui sejauh mana tingkatan nyeri yang dirasakan oleh klien sehingga dapat diberikan tindakan selanjutnya secara tepat.
2.
Kompres air hangat dapat mengurangi rasa nyeri dan mengurangi pembesaran kelenjar limfa.
3.
Berkumur – kumur dapat memberikan rasa nyaman, membunuh mikroorganisme sekaligus mengurangi bau mulut.
4.
Pemberian obat golongan antibiotik seperti Eritromicin bertujuan melawan mikroorganisme, sedangkan pemberian analgetik bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri.
2. Resiko ketidaksimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat Data subjektif
: Klien mengeluh nyeri saat menelan Klien mengeluh napsu makannya berkurang
Data Objektif
: BBS : 45 Kg BBSS : 48 kg
Tujuan
:
-
Pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi d/k ;
-
Keluhan nyeri saat menelan berkurang
-
Napsu makan membaik
-
Porsi makan yang disediakan dihabiskan
Intervensi 1. 2.
Kaji tingkat pemenuhan kebutuhan nutrisi
Anjurkan kepada keluarga klien agar tidak memberikan makanan pedas dan berminyak. 3.
Anjurkan pasien banyak minum dan sari buah yang hangat.
4.
Kolaborasi dengan instalasi gizi untuk memberikan diet makanan cair Rasional
1.
Pemenuhan kebutuhan nutrisi perlu dikaji untuk mengetahui kebutuhan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh.
2.
Makanan pedas dan berminyak dapat membuat rasa nyeri dan tidak nyaman saat makan.
3.
Dengan memberikan banyak minum air hangat dan sari buah membantu memenuhi kebutuhan cairan tubuh dan sari buah merupakan masukan nutrisi terutama vitamin bagi tubuh.
4.
Kolaborasi dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan nutrisi yang tepat untuk klien yang diperlukan setiap harinya. 3.
Peningkatan suhu tubuh b/d respon inflamasi
Data subjektif
: Klien mengeluh demam
Data objektif
:
- Suhu badan 38,6 oC
- Nadi : 84 x/menit - RR
: 22x/menit
- TD
: 100/60 mmHg
Tujuan
: Gangguan pengaturan suhu tubuh teratasi d/k ;
- Klien tidak mengeluh demam lagi
- Suhu badan klien menjadi normal 36,5 oC-37 oC Intervensi 1.
Kaji tingkat demam
2.
Anjurkan kompres hangat pada daerah frontal / dahi
3.
Anjurkan Pasien untuk banyak minum
4.
Anjurkan keluarga klien untuk memakaikan pakaian yang tipis pada klien
5.
Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan obat golongan antipiretik Rasional
1.
Dengan mengkaji tingkat demam maka akan diketahui seberapa berat infeksi yang dialami.
2.
Kompres hangat membantu vasodilatasi pembuluh darah dikepala sehingga mempercepat penguapan panas.
3.
Pakaian tipis membantu proses radiasi pada tubuh secara tidak langsung. 4.
Pemberian obat antipiretik bertujuan untuk menurunkan panas.
BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan Setelah penulis melaksanakan Analisa sintesa pada klien Nn”N” dengan penyakit Tonsilitis di ruangan Poliklinik THT Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :
a.
Pengkajian Terdapat data senjang masalah keperawatan yang muncul setelah pengkajian dan analisa data
sintesa Antara hasil pengkajian dengan studi pustaka untuk kasus Tonsilitis b. Etiologi Muncul beberapa etiologi sehingga dapat memunculkan permasalahan yang ada pada gangguan sistem pernafasan Tonsilitis B. Saran-saran 1. Untuk Rumah Sakit Perlu peningkatan mutu pelayanan bagi penderita Tonsilitis Akut dengan sebaik-baiknya dan 2.
meningkatkan dalam hal sarana dan prasarana Untuk Poliklinik THT Dalam perawatan di Poliklinik THT hendaknya memperhatikan teknik septik dan aseptic serta memberikan promosi kesehatan atau penyuluhan pada klien dan keluarga agar memahami
tindakan keperawatan 3. Untuk Mahasiswa Diharapkkan kepada mahasiswa mampu memberikan asuhahn keperawatan dengan baik keada pasien dengan pemahaman konsep yang baik.
DAFTAR PUSTAKA Adams, George L. 1997. BOISE Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta:EGC. Arsyad, Efiaty Soepardi, dkk. 1995. Penatalaksanaan Penyakit Dan Kelainan THT. Jakarta:Gaya Baru. Arsyad, Efiaty Soepardi, dkk. 2000. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT Edisi IV. Jakarta:Gaya Baru. Doengoes, Marilynn D. 1999. Rencana Asuhan Keparawatan. Jakarta:EGC. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:Media Aeus Calpius. Ngastiyah. 1997. Perawatan anak Sakit. Jakarta:EGC. Pracy R, dkk.1985. Pelajaran Ringkasan Telinga hidung Tenggorokan.Jakarta:Gramedia. Price, Silvia.1995.Patofisiologi Konsep Klinis Proses PenyakitJakarta:EGC. Wilkinson, Judith.2000. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC danKriteria hasil NOC Edisi 7.Jakarta:EGC.