ASKEP STROKE HEMORAGIK & NON-HEMORAGIK BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG Stroke merupakan yaitu penyakit kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya supalai darah kebagian otak. Stroke disebakan oleh trombosis, embolisme serebral, iskemia, dan hemoragi serebral. Penderita stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan pada hampir semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf. Karena, selain menimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya, stroke juga menjadi beban bagi pemerintah dan perusahaan asuransi kesehatan. Angka kejadian stroke dunia diperkirakan 200 per 100.000 penduduk, dalam setahun. Bila ditinjau dari segi usia terjadi perubahan dimana stroke bukan hanya menyerang usia tua tapi juga menyerang usia muda yang masih produktif. Mengingat kecacatan yang ditimbulkan stroke permanen, sangatlah penting bagi usia muda untuk mengetahui informasi mengenai penyakit stroke, sehingga mereka dapat melaksanakan pola gaya hidup sehat agar terhindar dari penyakit stroke. Di indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Saat ini stroke menempati urutan ketiga sebagai penyakit mematikan setelah penyakit jantung dan kanker, sedangkan di indonesia stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di rumah sakit. Berbagai fakta diatas menujukan, stroke masih merupakan masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi penangulangan stroke yang mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif.
Keberadaan unit stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap, tetapi sudah menjadi keharusan, terlebih bila melihatangka penderita stroke yang terus meningkat dari tahun ke tahun di indonesia. Karena penanganan stroke yang cepat, tepat dan akurat akan meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itulah penulis menyusun makalah mengenai stroke yang menunjukan masih menjadi salah satu pemicu kematian tertinggi di Indonesia. B.TUJUAN 1. Umum Agar mahasiswa mampu memahami konsep penyakit stroke serta asuhan keperawatan pasien stroke 2. Khusus a. Agar mahasiswa mampu konsep penyakit stroke b. Agar mahasiswa mampu asuhan keperawatan pada pasien stroke c. Agar mahasiswa mampu asuhan keperawatan kasus C.METODE PENULISAN Dalam penulisan makalah ini kami mengunakan metode deskriptif, yang diperoleh dari literatur dari berbagai media, baik buku maupun internet yang di sajikan dalam bentuk makalah.
D.SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika dalam penulisan makalah ini adalah: BAB I BAB II BAB III : : : Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan, Metode Penulisan, dan yang terakhir Sistematika Penulisan. Tinjauan teoritis yang terdiri dari konsep penyakit stroke, asuhan keperawatan pada pasien stroke, dan asuhan keperawatan kasus Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran
BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Penyakit Stroke 1. Pengertian Stroke Menurut Brunner & Sudarth stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak. Menurut Mansjoer A stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif, cepat berupa defisit neurologis vokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian. Semata-mata disebabkan oleh peredaran darah otak non traumatik. Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Menurut Arif Mutaqin stroke adalah penyakit (kelainan) fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak yang timbul mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Menurut Marilyn E. Doenges stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak. 2. Etiologi Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144) a. Trombosis Trombosis ialah proses pembentukan bekuan darah atau koagulan dalam sistem vascular (yaitu,pembuluh darah atau jantung) selama manusia masih hidup, serta bekuan darah didalam pembuluh darah otak atau leher. Koagulan darah dinamakan trombus. Akumulasi darah yang
membeku diluar sistem vaskular, tidak disebut sebagai trombus. Trombosis ini menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema disekitarnya. b. Embolisme serebral Embolisme serebral adalah bekuan darah dan material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh lain. Merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari trombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. c. Iskemia serebri Iskemia adalah penurunan aliran darah ke area otak. Otak normalnya menerima sekitar 60-80 ml darah per 100 g jaringan otak per menit. Jika alirah darah aliran darah serebri 20 ml/menit timbul gejala iskemia dan infark. Yang disebabkan oleh banyak faktor yaitu hemoragi, emboli, trombosis dan penyakit lain. d. Hemoragi serebral Hemoragi serebral adalah pecahnya pembuluh darah serebral dengan pendarahan ke dalam jaringan otak atau ruangan sekitar otak. Pendarahan intraserebral dan intrakranial meliputi pendarahan didalam ruang subarakhnoid atau didalam jaringan otak sendiri. Pendarahan ini dapat terjadi karena arterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak.
3. Klasifikasi Klasifikasi stroke di bedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi. Dibawah ini skema pembagian stroke menurut patologi serangan stroke Skema 2.1 klasifikasi stroke a. Stroke hemoragik Merupakan pendarahan serebri dan mungkin pendarahan subarakhnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istrahat. Kesadaran klien umumnya menurun (Arif Muttaqin, 2008). Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis vocal yang akut dan disebabkan oleh pendarahan primer subtansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri , vena dan kapiler. Pendarahan otak dibagi dua yaitu (Arif Muttaqin, 2008): 1) Pendarahan intraserebri (PIS) Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena heniasi otak. Pendarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, dan serebellum.
2) pendarahan subarakhnoid (PSA) pendarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarakhnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, merenggangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya). Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, merenggangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul kepala nyeri hebat. Sering juga dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda merangsang selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan pendarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebri. Vasospasme ini dapat mengakibatkan arteri di ruang subbarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan oksigen dan glukosa otak dapat terpenuhi. energi yang di hasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen sehingga jika ada kerusakan atau kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma.. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi oksigen melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak. Dibawah ini tabel perbedaan perdarahan intraserebri dengan perdarahan subarakhnoid Gejala PIS PSA Timbulnya Dalam 1 jam 1 – 2 menit Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Kesadaran Menurun Menurun sementara Kejang Umum Sering fokal Tanda rangsangan meningeal +/- +++ Hemiparese ++ +/Gangguan saraf otak + +++ Tabel 2.1 perbedaan perdarahan intraserebri dengan perdarahan subarakhnoid b. Stroke nonhemorogik Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbvul edema sekunder. Kesadaran umum nya baik. Dibawah ini tabel perbedaan stroke hemoragik dan non hemoragik Gejala (anamnesa) Stroke nonhemoragik Stroke hemoragik Awitan (onset) Sub akut kurang Sangat akut/ mendadak Waktu (saat terjadi awitan) Mendadak Saat aktifitas Peringatan Bangun pagi/ istirahat Nyeri kepala +50% TIA +++ Kejang +/- + Muntah - + Kesadaran menurun -,Kadang sedikit +++
Koma/kesadaran menurun +/- +++ Kaku kuduk - ++ Tanda kerning - + Edema pupil - + Perrdarahan retina - + Bradikardia Hari ke-4 Sejak awal Penyakit lain Tanda adanya aterosklerosis diretina, koroner, perifer. Emboli pada kelainan katu, fibrilasi, bising karosis Hampir selalu hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung hemolisis (HHD) Pemeriksaan darah pada LP - + Rontgen + Kemungkinan pengeseran glandula pineal Angiografi Oklusi, stenosis Aneurisma ,AVM, massa intrahemisfer/ vasospasme CT scan Densitas berkurang (lesi hipodensis) Massa intrakranial densitas bertam bah (lesi hipertensi) Oftalmoskop Penomena silang silver wire art Perdarahan retina atau korpus vitreum Lumbal fungsi • tekanan • warna • eritrosit Normal Jernih <250/mm3 Meningkat Merah >1000/mm3 Arteriografi Oklusi Ada pengeseran EEG Di tengah Bergeser dari bagian tengah Tabel 2.2 perbedaan antara stroke nonhemoragik dengan stroke hemoragik Klasifikasi stroke di bedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya : a. TIA (Transient Ischemic Attack). Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang cdengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. b. Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari. c. Stroke komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplet dapat di awali dengan serangan TIA berulang.
4. Manifestasi klinis Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, secara umum gejala tergantung pada besar dan letak lesi di otak yang menyebabkan gejala dan tanda organ yang dipersarafi oleh bagian tersebut, dan ukuran area yang perfusinya tidak adekuat. Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Jenis patologi (hemoragik atau non hemoragik) secara umum tidak menyebabkan perbedaan dari tampilan gejala, kecuali bahwa pada jenis hemoragi seringkali ditandai dengan nyeri kepala hebat, terutama terjadi saat bekerja. Beberapa perbedaan yang terjadi pada strok hemisfer kiri dan kanan dapat dilihat dari tanda-tanda yang didapat dan dengan
pemeriksaan neurologis sederhana (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897). Perbedaan tersebut dapat dilihat tabel dibawah ini. Stroke hemisfer kiri Stroke hemisfer kanan Paralisis tubuh kanan Defek lapang pandang kanan Afasia (ekpresif, reseptif atau global) Perubahan kemampuan intelektual Perilaku lambat dan kewaspadaan Paralisis tubuh kiri Defek lapang pandang kiri Defisit persepsi khusus Peningkatan distraktibiillitas Perilaku impulsif dan penilaian buruk Kurang kesadaraan terhadap defisit Tabel 2.3 perbedaan stroke hemisfer kiri dan kanan (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897) Defisit neurologis yang sering terjadi antara lain (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144): a. Kehilangan motorik Stroke penyakit kehilangan motorik karena gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakaan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiparesis adalah kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang lain (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan) dan hemiplegia adalah paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan). Serta disfungsi motor yang lain adalah ataksia (berjalan tidak mantap, dan tegak/tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar kaki pada sisi yang sama), disartria (kesulitan dalam membentuk kata), dan disfagia (kesulitan menelan) b. Kehilangan komunikasi Fungsi otak antara lain yang dipengaruhi stroke bahasa dan komunikasi. Disfungsi bahasa dan komunikasi antara lain: disartria (kesulitan dalam membentuk kata, yang ditujukan dengan bicara yang sulit dimengerti disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara), disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara yang terutama ekpresif atau represif. c. Defisit lapang pandang Defisit lapang pandang karena gangguan jarak sensori primer antara mata dan korteks visual. Defisit lapang pandang pada stroke antara lain homonimus hemianopsia/kehilangan setengah lapang penglihatan (tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan penglihatan, mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak), kehilangan penglihatan perifer (kesulitan melihat pada malam hari,tidak menyadari objek) dan diplopia (penglihatan ganda) d. Kehilangan sensori Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propiosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterprestasikan stimuli visual, taktil dan auditorius. e. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis Bila kerusakan terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual, fungsi ini kemungkinan juga terjadi kerusakan. Disfungsi ini ditujukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi. Depresi umum terjadi karena respons alamiah pasien pasien terhadap penyakit.
f. Disfungsi kandung kemih Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urin sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan mengunakan urinal karena kerusakan motorik. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius ekternal hilang atau berkurang. 5. Patofisologi Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang di suplai oleh pembuluh darah yang tersumbat (Arif Muttaqin, 2008). Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali merupakan faktor penting untuk otak, trombus dapat berasal dari flak arterosklerosis, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah akan lambat atau terjadi turgulensi. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak pada area yang di suplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan, dan edema dan kongesti di sekitar area (Arif Muttaqin, 2008). Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukan perbaikan (Arif Muttaqin, 2008). Karena trombosit biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebri oleh embelus menyebabkan edema dan nekrosis di ikuti trombosis. Jika terjadi infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembuluh darah, maka akan terjadi abses atau ensefalisis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini menyebabkan pendarahan serebri, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerosis dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebri yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit serebropaskular, karena perdarahan yang luas terjadi distruksi masa otak peningkatan tekanan intrakranial yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks serebri atau foramen magnum. Kematian disebabkan oleh kompresi batang otak, hemesper otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepergitiga kasus perdarahan otak di nekleus kaudatus, talamus, dan pons. Jika sirkulasi serebri terhambat, dapat berkembang anoksia serebri. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebri dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebri dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunnya drainase otak. Agar lebih memahami patofisiologi stroke dibawah ini perhatikan skema dibawah ini Skema 2.2 patofisiologi stroke (Arif Muttaqin, 2008)
6. Komplikasi Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral, dan luasnya area cedera antara lain (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144): a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenisasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenisasi jaringan. b. Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera. c. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan menghentikan trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki. 7. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan dalam membantu menegakkan diagnosis klien stroke meliputi (Arif Muttaqin, 2008): a. Angiografi serebri Membantu menentukkan penyebab dari stroke secara spesifik seperti pendarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari perdarahan seperi aneurisma atau malformasi vaskuler.
b. Lumbal pungsi Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhonid atau perdarahan pada intrakanial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama. c. CT Scan Memperhatikan secara spesifk letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infrak atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan baisanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. d. Magnetic Imaging Resnance (MRI) Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infrak akibat dari hemografik. e. USG Doppler Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis). f. EEG Pemeriksaan ini bertujuan melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya implus listrik dalam jaringan otak.
8. Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan medis Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretik untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3-5 hari setelah infark serebral. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler. Medikasi antitrombisit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan trombus dan embolisasi (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897). b. Penatalaksanaan pembedahan Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan (Arif Muttaqin, 2008): 1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher 2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA 3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut 4) Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma. c. Penatalaksanaan stroke di unit gawat darurat Pasien yang koma dalam pada saat masuk rumah sakit dipertimbangkan mempunyai prognosis buruk. Sebaliknya, pasien sadar penuh menghadapi hasil yang lebih dapat diharapkan. Fase akut biasanya berakhir 48-72 jam. Dengan mempertahankan jalan napas dan ventilasi adekuat adalah prioritas dalam fase akut ini. Selain itu tindakan yang dapat dilakukan untuk menyatabilkan keadaan pasien dengan konsep gawat darurat yang lain yaitu dengan konsep ABC yaitu (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897): 1) Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan, baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai akibat strokenya sendiri. Contoh tindakannya adalah pasien dipantau untuk adanya komplikasi pulmonal (aspirasi, atelektasis, pneumonia), yang mungkin berkaitan dengan kehilangan refleks jalan napas, imobilitas, atau hipoventilasi dan Jangan biarkan makanan atau minuman masuk lewat hidung
2) Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan di pusat napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas. Contoh tindakannya adalah intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik perlu untuk pasien dengan stroke masif, karena henti pernapasan biasanya faktor yang mengancam kehidupan pada situasi ini dan berikan oksigen 2-4 L/menit melalui kanul nasal 3) Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular), yaitu fungsi jantung dan pembuluh darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau gangguan tekanan darah yang harus ditangani secara cepat. Gangguan jantung seringkali merupakan penyebab stroke, akan tetapi juga bisa merupakan komplikasi dari stroke tersebut. Contoh tindakannya adalah pasien ditempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang dan jantung diperiksa untuk abnormalitas dalam ukuran dan irama serta tanda gagal jantung kongestif. Tindakan lain yang dapat dilakukan antara lain setelah keadaan pasien stabil yaitu (Arif Mansjoer, 2000. hal 17-26): 1) Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal 0,9% dengan kecepatan 20 ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5 % dalam air dan salin 0,45% karena dapat
memperhebat edema otak 2) Buat rekamanan EKG dan lakukan foto rontgen otak 3) Tegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik 4) CT scan atau MRI bila alat tersedia.
B. Asuhan Keperawatan Teoritis 1. Pengkajian a. Pengkajian Primer - Airway Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan, baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai akibat strokenya sendiri. - Breathing Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan di pusat napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas. - Circulation Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular), yaitu fungsi jantung dan pembuluh darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau gangguan tekanan darah yang harus ditangani secara cepat. Gangguan jantung seringkali merupakan penyebab stroke, akan tetapi juga bisa merupakan komplikasi dari stroke tersebut b. Pengkajian Sekunder 1) Wawancara (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144) a) Identitas klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa medis. b) Keluhan utama: Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. c) Riwayat penyakit sekarang: Identifikasi faktor penyebab, Kaji saat mulai timbul; apakah saat tidur/ istirahat atau pada saat aktivitas, Bagaimana tanda dan gejala berkembang; tiba-tiba kemungkinan stroke karena emboli dan pendarahan, tetapi bila onsetnya berkembang secara bertahap kemungkinan stoke trombosis, Bagaimana gejalanya; bila langsung memburuk setelah onset yang pertama kemungkinan karena pendarahan, tetapi bila mulai membaik setelah onset pertama karena emboli, bila tanda dan gejala hilang kurang dari 24 jam kemungkinan TIA, Observasi selama proses interview/ wawancara meliputi; level kesadaran, itelektual dan memory, kesulitan bicara dan mendengar, Adanya kesulitan dalam sensorik, motorik, dan visual. d) Riwayat penyakit dahulu: Ada atau tidaknya riwayat trauma kepala, hipertensi, cardiac desease, obesitas, DM, anemia, sakit kepala, gaya hidup kurang olahraga, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator dan obat-obat adiktif e) Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. f) Riwayat psikososial: Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga. g) Pola-pola fungsi kesehatan: - Pola kebiasaan. Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol. - Pola nutrisi dan metabolisme , adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. - Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. - Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah, - Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot, - Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. - Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif. - Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/ sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir. - Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin. - Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. - Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. 2) Pemeriksaan fisik (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144) a) Keadaan umum: mengelami penurunan kesadaran, Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/afasia: tanda-tanda vital: TD meningkat, nadi bervariasi. b) Pemeriksaan integument: - Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu. - Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis. - Rambut : umumnya tidak ada kelainan. c) Pemeriksaan leher dan kepala: - Kepala: bentuk normocephalik - Wajah: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi. - Leher: kaku kuduk jarang terjadi. d) Pemeriksaan dada: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan. e) Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung. f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine. g) Pemeriksaan ekstremitas: Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. h) Pemeriksaan neurologi:
- Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central. - Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah satu sisi tubuh. - Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi. - Pemeriksaan refleks: Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis. 2. Diagnosa (Marlyn E Doengoes, 2000) a. Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri. b. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebri, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak. c. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia, kelemahan neuromuskular pada ekstermitas. d. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol/koordinasi otot. e. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada hemisfer, otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan secara umum. 3. Perencanaan dan Implementasi (Marlyn E Doengoes, 2000) a. Diagnosa 1 Tujuan: dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien. Kriteria hasil: Klien tidak gelisah, Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual dan muntah, GCS: 4,5,6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal. Intervensi Rasionalisasi Kaji faktor penyebab dari situasi/keaadaan individu/ penyebab koma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK. Deteksi dini untuk memprioritasikan intervensi, mengkaji status neurologis/ tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pemebedahan. Memonitor tanda-tanda vital tiap 4 jam. Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebri terpelihara dengan baik merupakan tanda penurunan difusi lokal vaskularisasi darah serebri. Peningkatan tekanan darah, bradikardi, distirmia, dispnea merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK.
Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur. Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatan TIK oleh efek rangsangan kumulatif. Observasi tingkat kesadaran dengan GCS Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna menentukan lokasi dan perkembangan penyakit. Kolaborasi: Pemberian O2 sesuai indikasi Mengurangi hipoksemia, di mana dapat meningkatkan vasodalitasi serebri dan volume darah dan menaikkan TIK b. Diagnosa 2 Tujuan: dalam waktu 2x24 jam perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal. Kriteria hasil: klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang. GCS 4,5,6, pupil isokor, refleks cahaya (+), tanda-tanda vital normal (nadi: 60-100 x/menit, suhu: 36-36,7oC, RR:16-20 x/menit).
Intervensi Rasionalisasi Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS. Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut. Monitor tanda-tanda vital, seperti tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi pernafasan, serta hatihati pada hipertensi sistolik. Pada keadaan normal, otoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan otoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler serebri yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik, sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi. Bantu klien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan klien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur. Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intrabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava. Kolaborasi: Berikan cairan per infus dengan perhatian ketat. Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskular dan tekanan intrakranial, retriksi cairan, dan cairan dapat menurunkan edema serebri. Monitor AGD bila diperlukan pemeberian oksigen. Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskemia serebri. c. Diagnosa 3 Tujuan: dalam waktu 2x24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya. Kreteria hasil: klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontarktur sendi, meningkatnya kekuatan otot, klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. Intervensi Rasionalisasi Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan. Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas. Ubah posisi klien setiap 2 jam. Menurunkan risiko terjadinya iskemia jaringan akibat daerah yang tertekan. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit. Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan. Inspeksi kulit bagian distal setiap hari. Deteksi dini adanya gangguan sikulasi dan hilangnya sensasi risiko tinggi kerusakan integritas kulit kemungkinan komplikasi imobilitasi. Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi. Untuk memelihara fleksibilitasi sendi sesuai kemampuan. d. Diagnosa 4 Tujuan: dalam waktu 3x24 jam terjadi peningkatan perilaku dalam perawatan diri. Kriteria hasil: klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri, klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan, mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu. Intervensi Rasionalisasi Mandiri Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL. Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual. Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu. Bagi klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien.
Beri kesempatan untuk menolong diri Mengurangi ketergantungan. Kaji kemampuan komunikasi untuk BAB. Kemampuan menggunakan urinal, pispot. Antarkan ke kamar mandi Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah pengosongan kandung kemih oleh karena masalah neurogenik. Indentifikasi kebiasaan BAB, anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas. Meningkatkan latihan dan menolong mencegah konstipasi e. Diagnosa 5 Tujuan: dalam waktu 2x24 jam klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu mengepresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat. Kriteria hasil: terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat di penuhi, klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat. Intervensi Rasionalisasi Kaji tipe disfungsi misalnya klien tidak mengerti tentang kata-kata atau masalah berbicara atau tidak mengerti bahasa sendiri. Membantu menentukkan kerusakan area pada otak dan menentukan kesulitan klien dengan sebagaian atau seluruh proses komunikasi, klien mungkin mempunyai masalah dalam mengartikan kata-kata (afasia, area Wernicke, dan kerusakan pada area Broca). Bedakan afasia dengan disatria. Dapat menentukan pilihan intervensi sesuai dengan tipe gangguan. Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap, beri kesempatan klien untuk mengklarifikasi. Klien dapat kehilangan kemampuan untuk memantau ucapannya, komunikasinya secara tidak sadar, dengan melengkapi dapat merealisasikan pengertian klien dan dapat mengklarifikasikan percakapan.
Pilih metode komunikasi alternatif misalnya menulis pada papan tulis, menggambar, dan mendemonstrasikan secara visual gerakan tangan. Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan situasi individu. Bicarakan topik-topik tentang keluarga, pekerjaan, dan hobi. Meningkatkan pengertian percakapan dan kesempatan untuk mempraktikan keterampilan praktis dalam berkomunikasi. C. Asuhan keperawatan kasus 1. Kasus Pada pagi jam 08.00 wib tanggal 08 Desember 2012, Tn. A dibawa ke rumah sakit soedarso. Tn A dibawa dikarenakan pingsan dikamar mandi setelah bangun. Keluarga pasien mengatakan ia tidak kejang dan sebelumnya pasien tidak pernah jatuh dan terbentur. Klien telah dirawat di IGD selama 3 hari dan keadaan Tn A membaik sehingga dibawa ke ruangan melati. Tn A mengeluhkan tangan dan kaki sebelah kiri sulit untuk digerakkan. kemudian bicaranya pelo padahal sebelumnya tidak pelo. Klien mengatakan semua kebutuhannya ditolong oleh perawat dan keluarga
2. Pola gordon a. Identitas Nama : Tn. A Umur : 45 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Bangsa/Suku : Indonesia / Melayu Pendidikan : SMP Status Pernikahan : Sudah Menikah Alamat : Jln. Tanjung Raya 2 No.10 Ruang : Melati No. Rm : 027321 Tanggal masuk : 08 Desember 2012 Tanggal Pengkajian : 11 Desember 2012 Diagnosa Medis : Stroke Non Hemoragik Penanggung Jawab : Keluarga pasien b. Riwayat Kesehatan Klien: 1) Kesehatan masa lalu: Klien mengatakan ia mengalami penyakit hipertensi hingga sekarang. 2) Riwayat kesehatan sekarang: a) Alasan utama masuk rumah sakit: Keluarga klien mengatakan klien dibawa ke rumah sakit tanggal 08 Desember 2012, jam 07.30 wib dikarenakan pingsan dikamar mandi setelah bangun setalah pingsan klien sulit mengerakan tubuh bagian kiri dan berbicara sedikit pelo. b) Keluhan waktu di data Tn A mengeluhkan tangan dan kaki sebelah kiri sulit untuk digerakkan. kemudian bicaranya pelo padahal sebelumnya tidak pelo. Klien mengatakan semua kebutuhannya ditolong oleh perawat dan keluarga c. Riwayat Kesehatan Keluarga: Klien mengatakan ayahnya pernah mengalami penyakit hipertensi dan penyakit stroke dan meninggal dikarenakan stroke d. Genogram Keluarga
Keterangan Laki-laki Perempuan
: :
Sudah meninggal : Pasien : e. Data Biologis 1) Pola Nutrisi: A : Antopometric measurement (pengukuran antopometri) Klien memiliki berat badan 170 cm dengan berat badan 67 kg B : Biomedical data (data biomedis) Hasil laboraturium: Hb : 15 g/dl (14-18 g/dl), Ht : 45,3 % (40,7 %-50,3 %), Kreatinin : 0.68 mg/dl (0,5 – 1,5 mg/dl), ureum : 30 mg/dl (20 – 40 mg/dl) C : Clinical sign (tanda-tanda klinis status nutrisi) Klien mengatakan lesu dan lemah. Kulit klien lembut dan lembab. Konjungtiva anemis. Rambut kusam dan kusut. D : Dietary (diet) Klien mengatakan sebelum sakit makan tiga kali sehari. sangat suka mengkonsumsi daging sapi. Klien mengatakan saat sakit klien susah untuk menelan makanan tetapi klien makan setengah piring klien mengatakan makan 3x sehari ingin sekali makan rendang sapi. 2) Pola Minum: Sebelum sakit : Klien mengatakan : - klien minum air putih sekitar 8-10 gelas per hari - klien tidak suka mengkonsumsi minuman keras (beralkhohol). - klien hanya minum kopi setiap pagi sebelum pergi kesawah. Saat sakit : Klien mengatakan : - klien hanya minum air putih sekitar 6-8 gelas per hari 3) Pola Eliminasi : Sebelum sakit : Klien mengatakan : - klien BAB dan BAK nya tak menentu per harinya berapa kali. - BAB nya tidak encer dan berwarna kuning. - BAK nya bewarna kuning pekat dan tidak berbau. Saat sakit : Klien mengatakan : - susah BAB, karna tidak bisa berjalan dan hanya di bantu perawat saat BAB diatas tempat tidur. - Karakteristik fesesnya tidak berubah, sama seperti saat sebelum sakit. - BAK nya sering namun, kencingnya melalui urinal kateter. 4) Pola istirahat dan tidur : Sebelum sakit : Klien mengatakan pada malam tidur hanya sekitar 6-9 jam pada jam 21.00 – 05.00 wib dan siang hari tidur 2-3 jam waktunya tidak menentu Saat sakit : Klien mengatakan : - Klien mengatakan pada malam tidur hanya sekitar 6-9 jam waktu tidak menentu dan siang hari tidur 3-4 jam waktunya tidak menentu f. Pemeriksaan fisik
1) head to toe a) keadaan umum : klien tampak lemah dan sulit mengerakan tubuh b) tingkat kesadaaran : komposmentis E4M5V5 = 14 c) Vital Sign : TD: 130/90 mmHg Nadi: 70 x/mnt RR: 20 x/mnt Suhu: 36 oC d) Kepala s/d leher Klien konjungtiva anemi - , ikterik -, tidak mengunakan otot bantu napas, muka klien asimetris e) Thorax Paru-paru : Rhonki -/Wheezing -/Jantung : klien tidak terdengar bunyi S3 dan S4 dan tidak terdengar mur-mur jantung f) Abdomen Hepar : tidak teraba Lien : tidak teraba Meteorismus : tidak ada Bising usus : normal g) Ekstremitas Oedem : tidak ada Akral : hangat 2) Syaraf kranial a) N.I (olfactorius) Klien dapat mencium bebauan yang diberikan (tidak ada kelainan pada fungsi penciuman) b) N.II (opticus) Klien dapat melihat dan membaca bacaan dekat dengan baik, klien dapat melihat dan membaca snellen chart dengan baik lapang pandang 90o c) N.III, IV, VI (oculomotorius, trochlearis, abducen) - Kedudukan bola mata : tengah-tengah dan Ptosis -/- Pergerakan bola mata : Ke nasal : +/+ Ke temporal : +/+ Ke atas : +/+ Ke bawah : +/+ - Pupil Bentuk : bulat/bulat Lebar : + 3 mm / + 3 mm Reaksi cahaya langsung : +/+ d) N.V. (trigeminus) - Cabang Motorik Otot masseter : lemah Otot temporal : lemah - Cabang Sensorik
maxilaris : Normal mandibularis : Normal - Reflek kornea langsung : Normal e) N.VII (Facialis) - Waktu Diam Kerutan dahi : simetris / asimetris Tinggi alis : simetris / asimetris Sudut mata : simetris / simetris - Waktu Gerak Mengerut dahi : simetris / lebih dangkal Menutup mata : simetris / simetris Bersiul : simetris / asimetris Memperlihatkan gigi : simetris / asimetris Tersenyum : simetris / asimetris Mengembungkan pipi : simetris / asimetris f) N.VIII (Vestibulocochlearis) - Vestibulo Rinne dan webber :Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi - Cochlearis Romberg : Tidak dilakukan g) N.IX dan X (Glosophoryngeys dan Vagus) - Bagian Motorik Suara : biasa Menelan : sulit menelan Kedudukan arcus pharynx : Normal Kedudukan uvula : Normal - Bagian Sensorik Reflek muntah : + Reflek palatum molle : Normal h) N. XI (Accesorius) Mengangkat bahu : Normal / lemah Memalingkan kepala : Normal / lemah i) N. XII (hypoglosus) Kedudukan lidah waktu istirahat ke kiri, waktu gerak ke kiri, tidak terjadi atrofi otot lidah. Kekuatan lidah menekan bagian dalam pipi N / N 3) Sistem Motorik Gerakan : Kekuatan : Bebas Terbatas 5 2 Bebas Terbatas 5 2 Tonus : Trophi : Normal Hipotonus Normal Hipotonus 4) Reflek-reflek - Reflek Fisiologis Jenis refleks Kanan
5 5
Kiri
2 2
Refleks biseps Normal Meningkat Refleks triseps Normal Meningkat Refleks achiles Normal Meningkat Refleks patela Normal Meningkat - Reflek Patologis Babinski : + Chaddock : Oppenheim : Gordon : Gonda : Schaffer : 5) Susunan saraf otonom Miksi : Normal Defekasi : Normal Salivasi : Normal Sekresi keringat : Normal g. Data Psikososial : 1) Status emosi. Klien tampak tenang selama sakit dan selalu ditemani keluarga 2) Konsep diri. klien mengatakan bangga sebagai kepala keluarga, klien mengatakan tidak malu dengan keadaanya sekarang karena selalu dijengguk ddan dimotivasi oleh keluarga 3) Gaya komunikasi Klien berbicara pelo, kurang jelas dengan intonasi yang sedang 4) Pola interaksi Klien dapat berinteraksi dengan baik dengan perawat dan keluarga selama sakit h. Data Sosial : 1) Pendidikan pendidikan terakhir klien SMP 2) Hubungan sosial klien mengatakan sebelum sakit aktif dalam kegiatan masyarakat dan saat sakit klien pernah dijengguk dan dimotivasi oleh masyarakat 3) Sosiokultural Klien tidak memiliki kebudayaan pada sakit yang bertentangan dengan kesehatan. 4) Gaya hidup Klien mengatakan tidak minum-minuman keras klien merokok 2 bungkus rokok saat sakit setiap hari dan minum kopi 1 gelas setiap pagi i. Data Spiritual : Sebelum: klien mengatakan sering sholat 5 waktu dan mengikuti pengajian setiap minggu Saat sakit: klien mengatakan sulit beribadah tetapi klien mencoba untuk selalu sholat, klien dan keluarga mengkaji tiap malam j. Data Penunjang : Cholesterol : 211 mg/dl Trigliserida : 100 mg/dl Cholesterol LDL : 157 mg/dl Cholesterol HDL : 34 mg / dl BUN : 9 mg/dl
Kreatinin : 0.68 mg/dl SGOT : 25 u/l SGPT : 16 u/l
3. Analisa data No Data senjang Etiologi Problem 1 DS: klien mengatakan sulit mengerakan badan, tangan dan kaki bagian kiri Klien mengatakan sulit untuk berdiri dan perlu dibantu perawat dan keluarga DO: Klien tampak lemah, tingkat kesadaran komposmentis Kekuatan otot dan gerakan:
kelemahan neuromuskular pada ekstermitas
Hambatan mobilitas fisik 2 DS: Klien mengatakan semua aktivitas sehari-hari dibantu perawat dan keluarga Klien mengatakan sulit mengerakan tubuh sehingga menganggu ADL nya DO: klien tampak lemah dan lesu
klien tampak menggaruk tubuhnya dan kulit klien tampak kemerahan klien mengatakan baru mandi satu kali selama dirawat di RS Klien susah memenuhi ADL nya sendiri sehingga sering di bantu keluarga kelemahan neuromuskular Defisit perawatan diri 3 DS: Klien mengatakan sulit berbicara dengan perawat dan keluarga DO: Klien berbicara pelo, kurang jelas dengan intonasi yang sedang Otot masseter klien lemah dan otot temporal klien lemah Kedudukan lidah sebelum dan sesudah digerakan ke kanan kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral Kerusakan komunikasi verbal
4. Rencana keperawatan No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Implementasi Rasional 1 Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular pada ekstermitas ditandai dengan DS: klien mengatakan sulit mengerakan badan, tangan dan kaki bagian kiri Klien mengatakan sulit untuk berdiri dan perlu dibantu perawat dan keluarga DO: Klien tampak lemah, tingkat kesadaran komposmentis Kekuatan otot dan gerakan: klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya. Setelah dilakukan tindakan selama 3x 24 jam dengan kriteria hasil: - klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontarktur sendi - meningkatnya kekuatan otot - klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. - Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan. - Ubah posisi klien setiap 2 jam. - Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit. - Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi. - Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas. - Menurunkan risiko luka tekan. - Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot - Untuk memelihara fleksibilitasi sendi sesuai kemampuan 2 Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular ditandai dengan: DS: Klien mengatakan semua aktivitas sehari-hari dibantu perawat dan keluarga Klien mengatakan sulit mengerakan tubuh sehingga menganggu ADL nya DO: klien tampak lemah dan lesu klien tampak menggaruk tubuhnya dan kulit klien tampak kemerahan klien mengatakan baru mandi satu kali selama dirawat di RS Klien susah memenuhi ADL nya sendiri sehingga sering di bantu keluarga terjadi peningkatan
perilaku dalam perawatan diri klien, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam dengan kriteria hasil: - klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan - mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu. - Klien tidak lemah dalam memenuhi ADLnya - Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL. - Beri kesempatan untuk menolong diri - Kaji kemampuan komunikasi untuk BAB. Kemampuan menggunakan urinal, pispot. Antarkan ke kamar mandi - Indentifikasi kebiasaan BAB, anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas - Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual. - Mengurangi ketergantungan. - Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah pengosongan kandung kemih oleh karena masalah neurogenik. - Meningkatkan latihan dan menolong mencegah konstipasi 3 Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral ditandai dengan: DS: Klien mengatakan sulit berbicara dengan perawat dan keluarga DO: Klien berbicara pelo, kurang jelas dengan intonasi yang sedang Otot masseter klien lemah dan otot temporal klien lemah Kedudukan lidah sebelum dan sesudah digerakan ke kanan klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu mengepresikan perasaannya. Setelah dilakukan keperawatan selama 2x24 jam dengan kriteria hasil: - terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat di penuhi - klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat. - Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap, beri kesempatan klien untuk mengklarifikasi. - Pilih metode komunikasi alternatif misalnya menulis pada papan tulis, Bicarakan topik-topik tentang keluarga, pekerjaan, dan hobi. - Lakukan terapi berbicara secara bertahap sesuai tingkat komunikasi klien - Klien dapat kehilangan kemampuan untuk memantau ucapannya. - Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan situasi individu. - Meningkatkan pengertian percakapan dan kesempatan untuk berkomunikasi - Agar klien dapat mempraktikan keterampilan praktis dalam berkomunikasi
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN B. Kesimpulan Di indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Saat ini stroke menempati urutan ketiga sebagai penyakit mematikan setelah penyakit jantung dan kanker, sedangkan di indonesia stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di
rumah sakit. Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak.Penyebabnya adalah trombosis, embolisme serebral, iskemia dan hemoragi serebral. Stroke dapat mengakibatkan banyak kerugian dari penderita dan keluarga. Bahkan penyakit ini dapat mengakibatkan kematian. Penangganan pada klien yang menderita stroke haruslah cepat, tepat dan akurat untuk meminimalkan kecacatan yang diakibatkan. C. Saran Saran yang disampaikan adalah agar mahasiswa lebih memahami konsep penyakit stroke dan asuhan keperawatan pada klien dengan stroke serta mendalami penangganan pasien dengan stroke
Daftar Pustaka Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 4. Jakarta. Interna Publishing. Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika. Doengoes, Marlyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien: Jakata. Buku Kedokteran EGC. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2, Jakarta: Media Aesculapius. Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
ASUHAN KEPERAWATAN STROKE HEMORAGIK
ASUHAN KEPERAWATAN STROKE HEMORAGIK A. Laporan Pendahuluan
1
Pengertian
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000) Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994) 2 a.
Anatomi fisiologi Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998) Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna. Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan. Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995) b.
Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998) Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri. Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabangcabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis
dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995) Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem : kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah ke Vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah, ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000) 3
Patofisiologi
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arterio talamus (talamo perforate arteries) dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilaris mengalami perubahan-perubahan degenaratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari. Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik. Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93
% pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999) 4
Dampak masalah
a. 1)
Pada individu Gangguan perfusi jaringan otak
Akibat adanya sumbatan pembuluh darah otak, perdarahan otak, vasospasme serebral, edema otak 2)
Gangguan mobilitas fisik Terjadi karena adanya kelemahan, kelumpuhan dan menurunnya persepsi /
kognitif 3)
Gangguan komunikasi verbal
Akibat menurunnya/ terhambatnya sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kelemahan otot wajah 4)
Gangguan nutrisi
Akibat adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, nafsu makan yang menurun 5)
Gangguan eliminasi uri dan alvi
Dapat terjadi akibat klien tidak sadar, dehidrasi, imobilisasi dan hilangnya kontrol miksi 6)
Ketidakmampuan perawatan diri
Akibat adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi / kontrol otot, menurunnya persepsi kognitif. 7)
Gangguan psikologis
Dapat berupa ketakutan, perasaan tidak berdaya dan putus asa.emosi labil, mudah marah, kehilangan kontrol diri, 8)
Gangguan penglihatan
Dapat terjadi karena penurunan ketajaman penglihatan dan gangguan lapang pandang.
b.
Pada keluarga
1)
Terjadi kecemasan
2)
Masalah biaya
3)
Gangguan dalam pekerjaan
B. 1
Asuhan Keperawatan Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990) a.
Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998) 1)
Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis. 2)
Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999) 3)
Riwayat penyakit sekarang Serangan
stroke
hemoragik
seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) 4)
Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995) 5)
Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000)
6)
Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.(Harsono, 1996) 7)
Pola-pola fungsi kesehatan
a)Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral. b)
Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. c)
Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. d)
Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah e)
Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot f)
Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. g)
Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif. h)
Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
i)
Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin. j)
Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. k)
Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000) 8) a) (1)
Pemeriksaan fisik Keadaan umum Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
(2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara (3) b)
Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi Pemeriksaan integumen
(1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu (2)
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
(3)
Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c)
Pemeriksaan kepala dan leher
(1)
Kepala : bentuk normocephalik
(2)
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
(3)
Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
d)
Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan. e)
Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung. f)
Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g)
Pemeriksaan ekstremitas Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h) (1)
Pemeriksaan neurologi Pemeriksaan nervus cranialis Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
(2)
Pemeriksaan motorik Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
(3)
Pemeriksaan sensorik Dapat terjadi hemihipestesi.
(4)
Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999) 9) a)
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan radiologi
(1) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993) (2) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000) (3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998)
(4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke. (Jusuf Misbach, 1999) b)
Pemeriksaan laboratorium
(1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998) (2)
Pemeriksaan darah rutin
(3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999) (4) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi Widjaja, 1993) b.
Analisa data
Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien. (Nasrul Effendy, 1995) c.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa dan interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien. Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi (potensial) di mana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat. (Nasrul Effendy, 1995) Adapun diagnosa yang mungkin muncul adalah : 1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral. (Marilynn E. Doenges, 2000) 2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995)
3) Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori, penurunan penglihatan (Marilynn E. Doenges, 2000) 4) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak (Donna D. Ignativicius, 1995) 5) Gangguan eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995) 6) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan ( Barbara Engram, 1998) 7) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi (Donna D. Ignativicius, 1995) 8) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama (Barbara Engram, 1998) 9) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks batuk dan menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998) 10) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi (Donna D. Ignatavicius, 1995) 2
Perencanaan
Rencana asuhan keperawatan merupakan mata rantai antara penetapan kebutuhan klien dan pelaksanaan keperawatan. Dengan demikian rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan. Rencana asuhan keperawatan disusun dengan melibatkan klien secara optimal agar dalam pelaksanaan asuhan keperawatan terjalin suatu kerjasama yang saling membantu dalam proses pencapaian tujuan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. (Nasrul Effendy, 1995) Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah : a Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra cerebral 1)
Tujuan :
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
2)
Kriteria hasil :
-
Klien tidak gelisah
-
Tidak ada keluhan nyeri kepala
-
GCS 456
Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit) 3)
Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan perfusi jaringan otak dan akibatnya b)
Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua jam d) tipis)
Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal
e)
Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
f)
Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g)
Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
4) a) b)
Rasional Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan Untuk mencegah perdarahan ulang
c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya
g)
Memperbaiki sel yang masih viabel
b
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia
1)
Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya 2)
Kriteria hasil
-
Tidak terjadi kontraktur sendi
-
Bertambahnya kekuatan otot
-
Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
3) a)
Rencana tindakan Ubah posisi klien tiap 2 jam
b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit c)
Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
d)
Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
e)
Tinggikan kepala dan tangan
f) 4)
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien Rasional
a) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan b) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan c) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan c Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori 1)
Tujuan :
Meningkatnya persepsi sensorik : perabaan secara optimal.
2)
Kriteria hasil :
-
Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi
-
Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa
Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan sensori 3) a)
Rencana tindakan Tentukan kondisi patologis klien
b) Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian c) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien suatu benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh dinding atau batasbatas lainnya. d) Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang berbahaya. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang normal e) Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan semua bagian tubuh yang terabaikan seperti stimulasi sensorik pada daerah yang sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati garis tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit. f) g) 4)
Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan. Lakukan validasi terhadap persepsi klien Rasional
a) Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan b) Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan resiko terjadinya trauma. c) Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan intepretasi diri. Membantu klien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan dari daerah yang terpengaruh.
d)
Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya trauma.
e) Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan mengintegrasikan sisi yang sakit. f) Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebih. g) Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari persepsi dan integrasi stimulus. d Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak 1)
Tujuan
Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal 2)
Kriteria hasil
-
Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
-
Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat
3) a) b)
Rencana tindakan Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi
c) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak” d)
Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien
e)
Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi
f)
Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara
4) a)
Rasional Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien
b)
Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain
c)
Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat
komunikasi
d)
Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif
e)
Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi
f)
Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar
e 1)
Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi 2) klien
Kriteria hasil Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan
Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan 3)
Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri b) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh c) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan d) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya e) 4)
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi Rasional
a) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual b)
Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
c) Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan
d) Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu e) Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus f Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan 1)
Tujuan
Tidak terjadi gangguan nutrisi 2)
Kriteria hasil
-
Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
-
Hb dan albumin dalam batas normal
3)
Rencana tindakan
a)
Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
b)
Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan
c) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan d)
Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
e)
Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
f) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air g)
Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
h)
Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
i) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan melalui selang 4)
Rasional
a)Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien b)
Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
c)Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
d) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan e)Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar f) Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi g)Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak h)Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan i) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut g Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat 1)
Tujuan
Klien tidak mengalami kopnstipasi 2)
Kriteria hasil
-
Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
-
Konsistensi feses lunak
-
Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
-
Bising usus normal ( 7-12 kali per menit )
3)
Rencana tindakan
a)
Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi
b)
Auskultasi bising usus
c)
Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat
d) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi e)
Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien
f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema) 4)
Rasional
a)
Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi
b)
Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik
c) Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguler d) Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler e) Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik f) Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi h 1)
Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama Tujuan
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit 2)
Kriteria hasil
-
Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
-
Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
-
Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
3)
Rencana tindakan
a) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin b)
Rubah posisi tiap 2 jam
c) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol d) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi
e) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit 4)
Rasional
a)
Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
b)
Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
c)
Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
d)
Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
e)
Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
f)
Mempertahankan keutuhan kulit
i Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi 1)
Tujuan :
Jalan nafas tetap efektif. 2)
Kriteria hasil :
-
Klien tidak sesak nafas
-
Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
-
Tidak retraksi otot bantu pernafasan
-
Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
3)
Rencana tindakan :
a) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat ketidakefektifan jalan nafas b)
Rubah posisi tiap 2 jam sekali
c)
Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
d)
Observasi pola dan frekuensi nafas
e)
Auskultasi suara nafas
f) 4)
Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien Rasional :
a) Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas b)
Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran pernafasan
c)
Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
d)
Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
e)
Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
f)
Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru
j Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi 1)
Tujuan :
Klien mampu mengontrol eliminasi urinya 2)
Kriteria hasil :
-
Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
-
Tidak ada distensi bladder
3)
Rencana tindakan :
a)
Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering
b)
Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari
c) Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal) d) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang telah direncanakan e) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi) 4)
Rasional :
a) Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih yang berlebih
b) enuresis
Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah
c)
Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih
d) Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih e) Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal. 3
Pelaksanaan
Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah di susun pada tahap pencanaan. (Nasrul Effendy, 1995)
4
Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang. (Lismidar, 1990).
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Wendra (1999). Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi FKUI /RSCM,UCB Pharma Indonesia, Jakarta.
Brunner / Suddarth., (1984). Medical Surgical Nursing. JB Lippincot Company, Philadelphia.
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8, EGC, Jakarta.
Depkes RI. (1996). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Diknakes, Jakarta.
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Donnad. (1991). Medical Surgical Nursing. WB Saunders.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3, EGC, Jakarta.
Harsono. (1996). Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi 1, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Harsono. (2000). Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M. (1996). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI, Volume II, EGC, Jakarta.
Ignatavicius D.D., Bayne M.V. (1991). Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A. (1995). Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach.2nd edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Islam, Mohammad Saiful. (1998). Stroke : Diagnosis Dan Penatalaksanaannya. Lab/SMF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Juwono, T. (1996). Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek. EGC, Jakarta.
Lismidar, (1990). Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.
Mardjono M., Sidharta P. (1981). Neurologi Klinis Dasar. PT Dian Rakyat, Jakarta.
Price S.A., Wilson L.M. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta.
Rochani, Siti. (2000). Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Saraf Indonesia. Surabaya.
Satyanegara. (1998). Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Susilo, Hendro. (2000). Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu Pendekatan Baru Millenium III. Bangkalan.
Widjaja, Linardi. (1993). Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke. Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Diposkan oleh Zulqifli Bulukumba di 23.48 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Tidak ada komentar: Poskan Komentar Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Mengenai Saya
Zulqifli Bulukumba Lihat profil lengkapku
Arsip Blog
► 2012 (67)
▼ 2013 (42) o ▼ Jan 2013 (14) ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA APLIKASI NANDA... ASUHAN KEPERAWATAN STROKE HEMORAGIK LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ... Pemeriksaan Fisik pada Bayi Baru Lahir pemeriksaan fisik pada ibu hamil Perubahan yang terjadi pada ibu hamil antara lain ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA AKUT RESPIRATORY DISTRESS SINDROME ALLERGI MAKANAN PADA ANAK Askep Apendiksitis ASUHAN KEPERAWATAN ASPIRASI MEKONIUM LUKA TUSUK ABDOMEN LAPORAN PENDAHULUAN VESIKOLITHIASIS ABORTUS IMMINEN o ► Apr 2013 (6)
o o o
► Mei 2013 (2) ► Jun 2013 (19) ► Sep 2013 (1)
Free Blog Content
Sahabat Blogger Template Travel. Gambar template oleh andynwt. Diberdayakan oleh Blogger.
ASKEP STROKE ISKEMIK TERBARU
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN A. KONSEP DASAR 1.
Defenisi. Stroke atau cedera serebrovaskular ( CVA ), adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak. ( Brunner & Suddarth, 2002 ; hal 2131 ). Stroke adalah setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. ( Sylvia A.Price, 2006 ; hal 1110 ).
2.
Klasifikasi. Ada beberapa klasifikasi dari stroke : A. Klasifikasi stroke menurut WHO : Berdasarkan perubahan patologis pada otak Perdarahan subarachnoid Perdarahan intraserebral Nekrosis ischemic serebral Berdasarkan stadium klinik Transient Ischemic Attack ( TIA ) Stroke Ischemic Attack Completed Stroke Reversible Iskhemik Neurologikal Defisit ( RIND )
1. a. b. c. 2. a. b. c. d.
B. Klasifikasi berdasarkan penyebabnya : Stroke non haemorrhagic Merupakan suatu keadaan defisit neurologis akibat kekurangan O2, pada awalnya mungkin akibat iskhemia umum atau hipertensi karena proses anemia atau kesukaran bernafas. Jenis-jenis stroke non haemorhagic adalah : a. Iskhemia Serebri 1.
TIA/serangan iskhemik sepintas Yaitu stroke yang pulih sempurna gejalanya dalam waktu 24 jam. RIND ( Reversible Ischemic Neurologic Deficit ) Yaitu stroke yang sembuh sempurna dalam waktu lebih dari 24 jam. b. Trombosis Serebri Adalah penyumbatan pada pembuluh darah otak , kebanyakan pembuluh darah arterial dengan akibat melunaknya jaringan otak. c. Emboli Serebri Adalah bekuan darah atau sumbatan lain yang dibawa mengalir oleh darah sampai kepembuluh darah otak dengan sumber embolus utama biasanya dari jantung. 2. Stroke Haemorrhagic Adalah sesuatu keadaan defisit neurologis akibat faktor pencetus yang biasanya adalah hipertensi, abnormalitas vaskuler. Stroke Haemorrhagic ini terbagi menjadi 2 : Apopleksia sanguinea serebri Perdarahan subarakhnoidal. 3.
Anatomi dan fisiologi System saraf adalah salah satu system yang berfungsi untuk menyelenggarakan kerjasama yang rapi dalam organisasi dan kordinasii kegiatan tubuh. System saraf terdiri dari : a. Sel-sel saraf ( neuron ) Adalah sel-sel system saraf khusus perangsang yang menerima masukan sensorik atau masukan aferen dari ujung-ujung saraf perifer khusus atau dari organ reseptor sensorik dan menyalurkan masukan motorik atau masukan eferen otot-otot dan kelenjar-kelenjar yaitu organ-organ efektor. b. Sel-sel penyokong Neurolagia : merupakan penyokong, pelindung dan sumber nutrisi bagi neuron - neuron otak dan medulasi spinalis Sel schwann : pelindung dan penyokong neuron-neuron dan tonjolan neuronal diluar system saraf pusat. System saraf terbagi menjadi : 1) System saraf pusat System saraf pusat dilindungi oleh tulang tengkorak, tulang belakang, suspensi dalam cairan serebrospinal. System saraf juga dilindungi oleh selaput meningen. System saraf pusat terdiri dari :
Otak terdiri dari otak besar, otak kecil dan batang otak. Dari batang otak keluar 12 pasang saraf cranial : Nervus olfaktorius : sebagai sarat sensasi penghidu. Nervus optikus : sebagai saraf penglihatan Nervus oculomotorius : sebagai saraf untuk mengangkat bola mata Nervus trochlearis : berfungsi memutar bola mata Nervus trigeminus : saraf ini mengurus sensasi umum pada wajah dan sebagian kepala, bagian dalam hidung, mulut, gigi dan meningen. Nervus abducens : sebagai saraf untuk menggerakkan bola mata ke lateral. Nervus fasialis; sebagai sensasi umum dan pengecapan, untuk otot wajah/mimik. Nervus statoacusticus : sebagai saraf pendengaran dan saraf keseimbangan.
Nervus glassopharyngeus : berfungsi mengurus lidah dan faring Nervus vagus : terdiri dari tiga kompenen. Komponen motoris : mensarafi otot-otot pharing dan otot-otot menggerakkan pita suara. Komponen sensori : yang mengurus perasaan dibawah pharing. Komponen saraf simpatis : yang mensarafi sebagian alat-alat dalam tubuh. Nervus aclesorius : saraf yang mengurus muskulus trapezeus dan muskulus sternocleidomastoideus Nervus hypoglasus : saraf yang mengurus otot-otot lidah Medulla spinalis Dalam medulla spinalis keluar 31 pasang saraf : Servikal 8 pasang Torakal 12 pasang Lumbal 5 pasang Sakral 5 pasang Koksigeal 1 pasang
2) Sistem saraf tepi, terdiri dari : System saraf somatis System saraf otonom, yang terbagi atas system saraf simpatis dan parasimpatis. System saraf berfungsi : a. Menerima informasi (rangsangan ) dari dalam maupun dari luar tubuh melalui saraf sensori. b. Mengkomunikasikan informasi antara system saraf perifer dan system saraf pusat. c. Mengolah informasi yang diterima dengan baik ditingkat medulla spinalis maupun diotak untuk selanjutnya menentukan jawaban (respon) d. Mengatakan jawaban secara cepat melalui saraf motorik keorgan -organ tubuh sebagai control atau modifikasi dari tindakan.
4.
Etiologi Adapun etiologi dari stroke adalah : 1. Trombosis. 2. Embolisme 3. Perdarahan serebri 5. a) 1. 2. 3. b)
1. 2. c) d) e) f)
Manifestasi Klinik Defisit motorik yang umum Hemiparesis atau hemiplegia Disartria Disfagia Defisit sensori yang umum Defisit fisual Hilang respon terhadap sensasi superfisial 3. Hilang respon terhadap propriresepsi 4. Defisit perseptual Defisit bahasa Defisit Intelektual Defisit Emosional Disfungsi kandung kemih
g)
6.
Disfungsi usus
Patofisiologi Hemorrhagi serebral berlemak
lapisan intima arteri besar
Plak pada
i intima arteri
arteri serebri serebri mjd tipis
rserabut
didaerah otak dan/atau Lamina elastika iinterna robek
sel otot menghilang
ruptur
Ekstravasasi darah terjadi
jaringan ikat
subarakhnoid
terpapar mengiritasi sekitar otak
Lumen pembuluh Trombosit menempel sebagian terisi oleh pada permukaan yang terbuka
Vasospasme pada arteri disekitar
materi sklerotik sehingga permukaan dinding pembuluh darah mjd kasar
menyebar keseluruh
perdarahan
aterosklerosis
hemisfer otak embolus
trombus TIK↑
Lumen arteri Menyempit
Lumen arteri Nyeri Muntah tersumbat Kepala
menurun
Suplay darah + o2 nekrosis mikroskopik Neuron
Oedema
Kesadaran T↑ Hemi kejang nadi↑ pupil Menurun plegia umum mengecil
Iskhemik neuron
Gejala berat & menetap
Defisit Defisit Motorik sensorik
Defisit bahasa
Defisit Defisit Intelektual Emosi
Disfungsi Kandung Kemih & Usus
7. Komplikasi Ada 3 komplikasi utama stroke : 1. Vasospasme 2. Hidrosefalus 3. Disritmia 8.
Penatalaksanaan Penatalaksanaan bagi penderita stroke : 1. Menurunkan kerusakan iskemik Ada 3 unsur dalam menurunkan kerusakan iskemik : a. Oksigen b. Glukosa c. Aliran darah yang adekuat 2. Terapi farmakologi a. Pada stroke haemorragik →Pemberian antikoagulasi b. Jika mengalami TIA →Persantine,anturane,dan aspirin c. Nimadipin ( Mengobati vasospasme serebral ) d. Trental digunakan untuk menaikkan aliran darah mikrosirkulasi 3. Intervensi pembedahan a. Endarterektomi ( Untuk pasien dengan penyempitan pembuluh darah ) b. Pembedahan bypass kranial 4. Pencegahan komplikasi 5. Mengatasi masalah-masalah perubahan emosional dan perilaku 6. Mengatasi masalah-masalah perubahan komunikasi
infark
B. ASUHAN KEPERAWATAN. 1. Pengkajian Data dasar yang dikaji pada klien dengan gangguan system persyarafan adalah :
Stroke
Haemorrhagic
o Aktivitas/ Istirahat Gejala : Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis ( hemiplegia ). Merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat ( nyeri/kejang otot ). Tanda : Gangguan tonus otot ( flaksid, spastis ), paralitik ( hemiplegia ) dan terjadi kelemahan umum. Gangguan penglihatan. Gangguan tingkat kesadaran. o Sirkulasi Gejala : Adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi posturnal. Tanda : Hipertensi Arterial sehubungan dengan adanya embolisme/ malformasi vaskular. Nadi : frekuensi dapat bervariasi. Disritmia, perubahan EKG Desiran pada waktu karotis, femoralis dan arteri iliaka/aorta yang abnormal. o Integritas ego Gejala : Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa. Tanda : Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira. Kesulitan untuk mengekspresikan diri.
o Eliminasi Gejala : Perubahan pola berkemih, seperti : inkontinensia urine, anuria. Distensi abdomen, bising usus negatif. o Makanan/ Cairan Gejala :
Tanda :
Nafsu makan hilang. Mual muntah selama fase akut ( peningkatan TIK ). Kehilangan sensasi ( rasa kecap ) pada lidah, pipi dan tengkorak. Disfagia. Adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah. Kesulitan menelan.
o Neurosensori Gejala :
Sinkope/ pusing. Sakit kepala Kelemahan/kesemutan/kebas. Penglihatan menurun. Sentuhan : hilangnya rangsang sensorik kontralateral pada ekstremitas dan kadang-kadang pada ipsilateral. Gangguan rasa pengecapan dan penciuman. Tanda : Status mental/tingkat kesadaran : koma ( haemorrhagic ), tetap sadar ( non haemorrhagic ) gangguan tingkah laku, gangguan fungsi kognitif (penurunan memori, pemecahan masalah). Ekstremitas : kelemahan/ paralisis. Pada wajah terjadi paralisis atau parese. Afasia. Kehilangan kemampuan untuk mengenali/menghayati masuknya rangsang visual, pendengaran, taktil ( agnosia ), seperti gangguan kesadaran terhadap citra tubuh, kewaspadaan, kelalaian terhadap bagian tubuh yang terkena, gangguan persepsi. Kehilangan kemampuan menggunakan motorik saat pasien ingin menggerakkannya. Ukuran/ reaksi pupil tidak sama, dilatasi atau miosis pupil ipsilateral. Kekakuan nukal. Kejang. o Nyeri/Kenyamanan Gejala : Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda. Tanda : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot/fasia. o Pernafasan Gejala : Merokok ( faktor resiko ). Tanda : ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas. Timbulnya pernafasan sulit dan tidak teratur. Suara nafas terdengar/ ronki ( aspirasi sekresi ). o Keamanan Gejala : Motorik/ Sensorik : masalah dengan penglihatan Perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh ( stroke kanan ), kesulitan untuk melihat objek dari sisi kiri.
Tidak mampu mengenali objek, warna, kata dan wajah yang pernah dikenalnya dengan baik. Gangguan berespon terhadap panas dan dengan dingin/ gangguan regulasi suhu tubuh. Kesulitan dalam menelan, tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi sendiri. Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, tidak sabar/ kurang kesadaran diri ( stroke kanan ).
o Interaksi Sosial Gejala : Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi. o Penyuluhan/ Pembelajaran Gejala : Adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke ( faktor risiko ); pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alkohol ( faktor risiko ). o Pertimbangan Rencana Pemulangan DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 7,3 hari. Mungkin memerlukan obat/ penanganan terapeutik. Bantuan dalam hal transportasi, penyiapan makanan, perawatan diri dan tugas-tugas rumah, mempertahankan kewajiban. 2. Dx I Tujuan K. H.
Diagnosa Keperawatan : Perubahan perfusi jaringan serebral b/d gangguan oklusif, haemorrhagic, vasospasme serebral, edema serebral, d/d perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubahan dalam respon motorik/ sensorik, gelisah defisit sensori, bahasa, intelektual, dan emosi, perubahan tanda-tanda vital. : Perfusi jaringan serebral kembali normal : - Dapat mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi kognitif dan motorik/ sensorik membaik. - Menunjukkan tanda-tanda vital yang stabil. - Tidak ada kekambuhan defisit ( sensori, bahasa, intelektual dan emosi ). Intervensi
Rasional
- Pantau/ catat status neurologist Mengetahui kecenderungan tingkat sesering mungkin dan bandingkan kesadaran dan potensial peningkatan TIK dengan keadaan normalnya dan mengetahui lokasi, luas dan kemajuan/ - Pantau tanda-tanda vital resolusi kerusakan SPP. - Variasi mungkin terjadi oleh karena tekanan/ trauma serebral pada daerah - Evaluasi pupil, catat ukuran, vasomotor otak. bentuk, kesamaan, dan reaksinya - Reaksi pupil diatur oleh saraf kranial terhadap cahaya. okulomotor (III) dan berguna dalam menentukan apakah batang otak tersebut - Kaji fungsi-fungsi yang lebih masih baik. tinggi, seperti fengsi bicara jika - Perubahan dalam isi kognitif dan bicara pasien sadar. merupakan indikator dari gangguan - Letakkan kepala dengan posisi serebral. Menurunkan tekanan arteri dan agak ditinggikan dan dalam posisi -
anatomis. - Berikan oksigen sesuai indikasi.
peningkatan drainase dan perfusi serebral. Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi serebral. Dx II : Kerusakan mobilitas fisik b/d kelemahan, parestesia, kerusakan perceptual/ kognitif d/d ketidakmampuan bergerak, kerusakan kordinasi, keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan/ kontrol otot. Tujuan : Mobilitas fisik kembali normal K. H. : - Dapat meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh yang terkena. - Klien dapat menunjukkan teknik/ prilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas. - Dapat mempertahankan integritas kulit. Intervensi
Rasional
Kaji kemampuan secara fungsional melalui skala aktivitas ( 0-4 ) - Ubah posisi minimal setiap 2 jam - Lakukan latihan gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas - Tinggikan tangan dan kepala. -
Mengedentifikasi kekuatan/ kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan. Menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan ( dekubitus ). Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.
-
Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari gangguan serebral. - Alasi kursi duduk atau tempat - Meningkatkan aliran balik vena dan tidur dengan busa atau balon air. membantu mencegah edema. - Berikan tempat tidur dengan - Mencegah/ menurunkan tekanan koksigeal/ matras bulat. kerusakan kulit.
Dx III Tujuan K. H.
: Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan b/d keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat, tidak mengenal sumber-sumber informasi d/d meminta informasi, pernyataan kesalahan informasi. : Klien memiliki pengetahuan kondisi dan pengobatan. : - Klien tidak tampak meminta informasi lagi mengenai kondisi penyakit dan pengobatan. - Tampak dari pernyataan klien bahwa ia memiliki informasi yang benar. Intervensi
Rasional
- Diskusi keadaan patologis yang - Membantu dalam membangun harapan khusus dan kekuatan pad individu. yang realistis dan mengingatkan pemahaman terhadap keadaan dan - Tinjau ulang keterbatasan saat ini kebutuhan saat ini. dan diskusikan rencana - Meningkatkan pemahaman, meberikan harapan pada masa datang dan melakukan aktivitas kembali. menimbulkan harapan dari keterbatasan - Tinjau ulang pengobatan yang hidup secara normal. - Merupakan suatu hal yang penting pada diberikan. Diskusikan rencana untuk kemajuan pemulihan komplikasi. memenuhi kebutuhan perawatan - Berbagai tingkat bantuan mungkin diri. diperlukan berdasarkan pada kebutuhan - Berikan instruksi dan jadwal secara individual. mengenai aktivitas, pengobatan - Memberikan pengetahuan visual dan dan faktor-faktor penting lainnya. sumber rujukan setelah sembuh. ( Marilynn E. Doenges ect,2000 )
BAB II LAPORAN KASUS A. PENGKAJIAN
I. Nama Umur
Identitas Pasien : Tn. R S : 59 thn Alamat
Status perkawinan: Kawin Agama Suku Pendidikan Pekerjaan Lama bekerja
: Islam : Jawa : SMA : Wiraswasta : 30 tahun
Tanggal Masuk RS : 17 Mei 2010 Tanggal pengkajian : 24 Mei 2010 : Perumnas Helvetia Sumber informasi : Ny. R Keluarga terdekat yang dihubungi : Istri klien Pendidikan Pekerjaan Alamat
: SMP : IRT : Perumnas Helvetia Medan
II. Status kesehatan saat ini 1. Alasan kunjungan/keluhan utama : penurunan kesadaran, kelemahan 2. Faktor pencetus : adanya riwayat hipertensi. 3. Lamanya keluhan : 1 hari sebelum masuk RS 4. Timbulnya keluhan : [ ] Bertahap [√ ] Mendadak 5. Faktor yang memperberat : jika klien mengalami peningkatan TD 6. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya : Oleh orang lain : di bawa ke RS 7. Diagnosa Medik : Stroke iskemik : tanggal 17 Mei 2010 III. 1. a. b. c.
Riwayat Kesehatan Yang Lalu Penyakit yang pernah dialami. Kanak–kanak : batuk, demam. Kecelakaan : Klien tidak pernah mengalami kecelakaan Pernah dirawat penyakit : Sebelumnya klien pernah dirawat di RS Materna, dengan keluhan hipertensi. Waktu : 3 bulan sebelum keluhan muncul 2. Pola nutrisi : Frekwensi makan : 3 x / hari BB : 60 kg Tinggi badan : 163 cm Jenis makanan : Nasi putih, ikan, sayur. Makanan yang disukai : Nasi goreng Makanan pantangan : Tidak ada makanan pantangan Nafsu makan : ( ) Baik ( ) Sedang – alasan :mual/muntah/sariawan ( √ ) Kurang – alasan : tidak nafsu makan 3. Pola Eliminasi : a. Buang air besar Frekwensi : 1x/hari penggunaan pencahar : Waktu : pagi hari Warna : coklat Konsistensi : Padat
b. Buang air kecil Frekwensi : 3 – 4 x/hari Warna : Kuning pekat Bau : spesifik urine 4. Pola tidur dan istirahat : Waktu tidur ( jam ) : klien tidur pada malam hari mulai jam 22.00 wib – 05.00 wib Lama tidur/hari : 6 - 7 jam/hari Kebiasaan pengantar tidur :Kesulitan dalam hal tidur: ( ) menjelang tidur ( ) Sering/mudah terbangun ( ) merasa tidak puas setelah bangun tidur 5. Pola aktivitas dan latihan : a. Kegiatan dalam pekerjaan : memelihara bebek b. Olahraga : Jenis : Frekwensi :c. Kegiatan diwaktu luang : istirahat d. Kesulitan/keluhan dalam hal : ( ) pergerakan tubuh ( ) mandi ( ) mengenakan pakaian ( ) bersolek ( ) berjabat ( √ ) sesak nafas setelah melakukan aktifitas ( √ ) Mudah merasa lelah 6.
Pola bekerja : a. Jenis pekerjaan b. Jumlah jam kerja c. Jadwal kerja d. Lain – lain
IV. Riwayat keluarga
: memelihara bebek Lamanya : 30 tahun : tidak teratur Lamanya : 30 tahun : pagi sampai sore hari :-
Keterangan : = pasien = Perempuan IV. Riwayat lingkungan : Kebersihan : Lingkungan rumah selalu dibersihkan. Bahaya : Tidak ada situasi yang dapat membayakan klien di Lingkungan rumah. Polusi : Tidak ada polusi udara disekitar rumah klien
Pengkajian Fisik
V. Aspek Psikososial
: tak dikaji
: kesadaran koma GCS 3 TD : 148/ 84 mmhg, HR : 108 X/m, RR : 27X/m, Temp : 37,4 ° C, saturasi 02 ; 78 % Kepala : Bentuk : lonjong Keluhan yang berhubungan : t.a.k Pusing/sakit kepala : t.a.k Mata : Ukuran pupil :anisokhor Reaksi terhadap cahaya : ada reaksi terhadap cahaya Konjungtiva : tidak ada anemis Hidung : t.a.k Mulut dan tenggorokan : t.a.k Pernafasan : Suara paru : ronki pada kedua paru Pola nafas : irreguler Sirkulasi : Nadi perifer : cepat dan lemah Capilary repling : normal Suara Jantung : lup dup Suara jantung tambahan : murmur Perubahan warna ( Kulit, kuku, bibir dll ) : pucat
= Laki - laki
Keadaan ekstremitas : kelemahan, agak dingin Nutrisi
: Jenis diet : sonde 2000 kalori Intake cairan : IVFD R SOL 20 tts/i, Nacl 0,9 % 10 tts/m : Cateter : 50 cc/ jam : Tak dikaji Neurologi : Tingkat kesadaran : Coma Pola latihan gerak : ROM pasif Kulit : Warna : sawo matang Intregitas : kurang baik Turgor : baik
Eliminasi Reproduksi
Data laboratorium : Darah lengkap Pemeriksaan Hb Elektrolit darah : Natrium Kalium Chorida
Hasil
Normal
12,5 gr/dl
12-16 gr/dl
127 4,0 92
135 - 155 3,6 - 5,5 96 - 106
Hasil Pemeriksaan Diagnostik :
Head CT Scan : infark didaerah basal ganglia kanan dan perifentrikuler kiri, juga tampak mild cerebral atrofi . Pengobatan : Bedrest total Diet sonde 2000 kalori IVFD RL 20 tts/I, Nacl 0,9 % 10 tts/m Cateter terpasang urin 50 cc/ jam Inj. Cefotaxime 1 gr/8jam ( 16,00,06 ) Inj. Ranitidine 1 amp/12jam (16, 04 ) Inj. Citicolin 1 amp/12jam (16, 04 ) Captopril 3x 25mg ( 05, 13, 21 ) Asam asetil salicilat 1x80mg ( 16 ) Kesimpulan : Stroke iskemik
ANALISA DATA No. 1. DO
Data Etiologi DS : Gangguan : oklusi kesadaran koma, GCS 3 Vital sign : TD : 148/ 84 mmhg, HR : 108 x/m, RR : 27x/m, Temp : 37,4 ° C Saturasi 02 : 78 % Sungkup O2 terpasang 8 ltr/m Hasil Ct scan : infark didaerah basal ganglia kanan dan perifentrikuler kiri, juga tampak mild cerebral atrofi
DS : 2.DO : tingkat kesadaran koma,GCS:3 bedrest total DS : 3. DO : keluarga sering bertanya tentang penyakit dan prosedur pengobatan
Masalah Perubahan perfusi jaringan cerebral
Kelemahan, penurunan kesadaran
Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit
Kurang informasi
Kurang pengetahuan
DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Perubahan perfusi jaringan cerebral b/dermis gangguan oklusi d/d kesadaran koma GCS 3, TD : 148/ 84 mmhg, HR : 108X/m,RR :27X/m, Temp :37,4 ° C, saturasi 02 ; 78 %, sungkup o2 terpasang 8 ltr/m, hasil Ct scan : infark didaerah basal gangli kanan dan perifentrikuler kiri, juga tampak mild cerebral atrofi 2. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b/d kelemahan d/d tingkat kesadaran koma, bedrest total 3. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi d/d keluarga sering bertanya tentang penyakit dan prosedur pengobatan
sa medis
PERENCANAAN KEPERAWATAN Nama Umur : Stroke iskemik Ruangan No 1.
2.
: Tn. R S : 59 thn : A4
Diagnosa keperawatan Perubahan perfusi jaringan cerebral b/dermis gangguan oklusi d/d kesadaran koma GCS 3, TD : 148/ 84 mmhg, HR : 108X/m,RR :27X/m, Temp :37,4 ° C, saturasi 02 ; 78 %, sungkup o2 terpasang 8 ltr/m, hasil Ct scan : infark didaerah basal gangli kanan dan perifentrikuler kiri, juga tampak mild cerebral atrofi
Rencana keperawatan
Tujuan/ kriteria hasil Tujuan : Perfusi jaringan cerebral kembali normal KH : tanda- tamda vital dalam batas normal, GCS normal
Intervensi Mandiri Kaji/ pantau tingkat status neurologi. Pantau tanda- tanda vital Evaluasi pupil dan catat ukuran, bentuk dan reaksi terhadap cahaya Letakkan kepala pada posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis Kolaborasi Berikan 02 sesuai indikasi Berikan obat - anti hipertensi (Captopril), - anti trombosit.(asam acetil salicilat) Berikan infuse (RL dan Nacl 0,9 %)
Mengetahui kecen Variasi mungkin pada daerah vasom Reaksi pupil b apakah batang ota Menurunkan meningkatkan dr sirkulasi/ perfusi se
Menurunkan hipok
Membantu vasodil Mencegah pembe Mempertahankan
Menurunkan resik jaringan yang dap pada kulit ( dekubi Meningkatkan mencegah kontrak Lakukan latihan rentang gerak Meningkatkan alira pasif Tinggikan tangan dan kepala Untuk memen Bantu dalam pemenuhan ADL membantu mence (makan minum, BAB/BAK, kulit mandi)
Mandiri Ubah posisi setiap 2 jam
Resiko tinggi terhadap kerusakan Tujuan : integritas kulit b/d kelemahan d/d tingkat Kerusakan kesadaran koma, bedrest total integritas kulit tidak terjadi KH : kulit tetap utuh, dekubitus tidak terjadi
Mandiri
Meningkatkan pe
3.
Kurang pengetahuan b/d kurang Keluarga memiliki informasi d/d keluarga sering bertanya pengetahuan tentang penyakit dan prosedur tentang penyakit pengobatan dan pengobatan Kh : keluarga mengerti tentang penyakit dan pengobatan
Diskusikan keadaan patologis yang dialami klien Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan klien Berikan penjalasan mengenai prosedur perawatan dan pengobatan
dan kebutuhan saa Berbagai tingkat berdasarakan p individual Merupakan sua kemajuan pemulih
CATATAN PERKEMBANGAN NAMA PASIEN : Tn.RS UMUR : 59 THN NO.Dx KEP
TGL/ JAM
Dx. MEDIS : STROKE ISKHEMIK RUANGAN : A4 IMPLEMENTASI
EVALUASI
24 Mei 2010 I
08.00 08.15 08.30
08.40
08.50 09.00 09.00 09.15
II
09.30 09.40 10.00 12.00
III
12.30 12.50 13.00
S: Mengkaji / memantau tingkat O:kesadaran koma status neurologi. ( GCS 3 ), vital sign Memantau tanda- tanda vital Mengevaluasi pupil dan mencatat 90/ 60 mmhg, ukuran, bentuk dan reaksi HR:92X/m, RR:21X/m, terhadap cahaya Meletakkan kepala pada posisi Temp:37,4°C, agak ditinggikan dan dalam posisi Saturasi 02 ; 71 % A:masalah perfusi anatomis Jaringan belum teratasi Kolaborasi P: intervensi Memberikan 02 sesuai indikasi dilanjutkan Memberikan obat - anti hipertensi (Captopril), anti trombosit.(asam acetil salicilat) Memberikan infuse (RL dan Nacl 0,9 %)
S: Mengubah posisi O:tidak tampak Melakukan latihan rentang gerakadanya kerusakan pasif integritas kulit Meninggikan tangan dan kepala A:masalah belum Membantu dalam pemenuhanterjadi ADL (makan minum, BAB/BAK, P:intervensi mandi) dilanjutkan S: keluarga memiliki Mendiskusikan keadaan patologispengetahuan yang yang dialami klien cukup mengenai Mendiskusikan rencana untukpenyakit dan memenuhi kebutuhan klien pengobatan Memberikan penjelasan mengenai O:mau mengikuti prosedur perawatan daninstruksi pengobatan A:masalah teratasi P:observasi selanjutnya
I
25 Mei 2010 08.00 08.15 08.30
08.40
08.50 09.00 09.00 09.15
II
09.30 09.40 10.00 12.00
S: Mengkaji / memantau tingkatO:kesadaran koma ( GCS 3 ), vital sign status neurologi. 90/ 60 mmhg, Memantau tanda- tanda vital Mengevaluasi pupil dan mencatat HR:92X/m, ukuran, bentuk dan reaksi RR:21X/m, Temp:37,4°C, terhadap cahaya Meletakkan kepala pada posisi Saturasi 02 ; 71 % A:masalah perfusi agak ditinggikan dan dalam posisi Jaringan belum anatomis teratasi P: intervensi Kolaborasi dilanjutkan Memberikan 02 sesuai indikasi Memberikan obat - anti hipertensi (Captopril), anti trombosit.(asam acetil salicilat) Memberikan infuse (RL dan Nacl 0,9 %) S: O:tidak tampak Mengubah posisi adanya kerusakan Melakukan latihan rentang gerakintegritas kulit pasif A:masalah belum Meninggikan tangan dan kepala terjadi Membantu dalam pemenuhan P:intervensi ADL (makan minum, BAB/BAK,dilanjutkan mandi)
26 Mei 2010 I
08.00 08.15 08.30
08.40
08.50 09.00 09.00 09.15
S: O:kesadaran koma Mengkaji / memantau tingkat ( GCS 3 ), vital sign status neurologi. 90/ 60 mmhg, Memantau tanda- tanda vital HR:92X/m, Mengevaluasi pupil dan mencatat RR:21X/m, ukuran, bentuk dan reaksi Temp:37,4°C, terhadap cahaya Saturasi 02 ; 71 % A:masalah perfusi Meletakkan kepala pada posisi agak ditinggikan dan dalam posisiJaringan belum teratasi anatomis P: intervensi dilanjutkan Kolaborasi Memberikan 02 sesuai indikasi Memberikan obat - anti hipertensi (Captopril), anti trombosit.(asam acetil salicilat)
II
09.30 09.40 10.00 12.00
Memberikan infuse (RL dan Nacl S: 0,9 %) O:tidak tampak adanya kerusakan Mengubah posisi Melakukan latihan rentang gerakintegritas kulit A:masalah belum pasif Meninggikan tangan dan kepala terjadi P:intervensi Membantu dalam pemenuhan ADL (makan minum, BAB/BAK,dilanjutkan mandi)
BAB III PEMBAHASAN
Setelah penulis menerapkan asuhan keperawatan pada pasien Tn.RS dengan gangguan system persyarafan stroke iskemik di ruang RA4 RSUP Haji Adam malik Medan, maka penulis membahas kesenjangan antara teoritis dan kasus secara nyata. Pembahasan ini sesuai dengan tahap proses keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Asuhan keperawatan pada Tn. P dilaksanakan selama 3 hari, yaitu dari tanggal 24 Mei 2010 sampai 26 Mei 2010. Dalam hal ini penulis berperan sebagai perawat pelaksana asuhan keperawatan dan kerja sama dengan tim kesehatan lainnya. Adapun uraian pembahasan mengenai asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien adalah:
A. Tahap Pengkajian Dalam tahap pengkajian pasien dengan apendiktomi dimana pada tinjauan teoritis terdapat kelelahan, nyeri post operasi, cemas, lemah, lelah, dan pada laporan kasus ditemukan hal – hal tersebut.
B. Diagnosa Keperawatan Adapun diagnosa keperawatan yang terdapat di landasan teoritis adalah: 1.
Perubahan perfusi jaringan serebral b/d gangguan oklusif, haemorrhagic, vasospasme serebral, edema serebral, d/d perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubahan dalam respon motorik/ sensorik, gelisah defisit sensori, bahasa, intelektual, dan emosi, perubahan tanda-tanda vital.
2.
Kerusakan mobilitas fisik b/d kelemahan, parestesia, kerusakan perceptual/ kognitif d/d ketidakmampuan bergerak, kerusakan kordinasi, keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan/ kontrol otot.
3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan b/d keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat, tidak mengenal sumber-sumber informasi d/d meminta informasi, pernyataan kesalahan informasi.
Berdasarkan landasan teoritis pada pasien dengan stroke iskemik terdapat tiga diagnosa keperawatan dan yang ditemukan pada kasus terdapat tigat diagnosa keperawatan.
C. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan pada kasus didasarkan pada prioritas masalah yang sebelumnya telah dilakukan setelah pelaksanaan analisa data yang antara lain: 1.
Prioritas tertinggi diberikan kepada masalah kesehatan yang mengancam keselamatan / kehidupan px antara lain:
Perubahan perfusi jaringan cerebral
Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit
Kurang pengetahuan
2. Prioritas masalah juga disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dasar manusia menurut hirarki Maslow.
D. Tahap Pelaksanaan Dalam melaksanakan tindakan keperawatan disesuaikan dengan masalah yang dihadapi pasien sehingga masalah tersebut dengan mudah dapat diatasi. Secara garis besar, tindakan yang diberikan pada pasien antara lain:
Mengatur posisi klien dengan posisi semi fowler
Memantau O2 yang terpasang
Mengukur tanda-tanda vital
Mengajarkan klien untuk rentang gerak ekstremitas aktif
Memantau keluaran urine
Memberi lingkungan yang tenang
Memberi obat sesuai indikasi
E. Tahap Evaluasi Adapun hasil evaluasi terhadap tindakan keperawatan dapat dikatakan bahwa ketiga diagnosa keperawatan dapat diantara:
Nyeri semakin berkurang
Dapat mencapai peningkatan toleransi aktivitas
Dapat mengetahui tentang stroke iskemik
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Pada tahap pengkajian penulis melakukan pendekatan terhadap pasien dan keluarga sehingga data yang mencakup bio, psiko, sosial, dan spiritual dapat dikumpulkan dengan baik.
2.
Pada tahap diagnosa keperawatan penulis menemukan enam diagosa pada Tn. RS yaitu: Perubahan perfusi jaringan cerebral, Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit , Kurang pengetahuan
3. Pada tahap perencanaan penulis memfokuskan pada rencana tindakan sesuai dengan masalah dan kondisi klien. 4.
Pada tahap pelaksanaan penulis melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.
5.
Pada tahap evaluasi penulis melakukan penilaian terhadap implementasi yang telah dilakukan.
B. Saran 1.
Diharapkan pada pasien yang mengalami tanda dan gejala stroke supaya secepatnya memeriksakan diri ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan.
2. Kepada perawat untuk lebih memperhatikan dalam perawatan untuk mencegah komplikasi. 3. Diharapkan sebelum pulang keluarganya diberi pendidikan kesehatan meningkatkan derajat kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah,edisi 8,vol 3. Jakarta : EGC Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis,edisi VI,Volume 2. Jakarta : EGC Lumbantobing. 1994. Stroke. Jakarta : EGC Sylvia A.Price. 2006. Patofisiologi,edisi 6,vol 2. Jakarta : EGC
ASKEP STROKE
BAB I LANDASAN TEORI A.
Pengertian Stroke Stroke adalah terjadinya kerusakan pada jaringan yang disebabkan berkurangnya aliran darah ke otak/retaknya pembuluh darah yang menyuplai darah ke otak dengan berbagai sebab yang ditandai dengan kelumpuhan sensorik atau motorik tubuh sampai dengan terjadinya penurunan kesadaran. Mekanisme serangan stroke sendiri dibagi menjadi dua jenis, yakni:
1. Stroke Hemoragik (stroke pendarahan) Stroke yang terjadi karena pecahnya pembuluh darah diotak, terkait dengan fluktuasi tekanan darah yang terjadi pada saat tekanan darah sedang tinggi. 2. Stroke Iskemik (penyumbatan pembuluh darah) Stroke yang terjadi apabila salah satu cabang dari pembuluh darah otak mengalami penyumbatan, sehingga bagian otak yang seharusnya mendapat suplai darah dari cabang pembuluh darah tersebut, akan mati karena tidak mendapatkan suplai oksigen dan aliran darah sebagaimana seharusnya.
B.
Penyebab Stroke Stroke biasanya diakibatkan oleh :
1.
Trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak atau leher)
2.
Embolisme Serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain)
3. 4.
Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak) Hemoragi Serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan pendarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak)
C. 1.
Tanda dan Gejala Stroke
Gejala stroke sementara (sembuh dalam beberapa menit/jam) -
Sakit kepala secara tiba-tiba, pusing, bingung
-
Penglihatan kabur atau kehilangnya ketajaman penglihatan pada satu atau kedua mata
-
Kehilangan keseimbangan (limbung), lemah
2.
Rasa kebal atau kesemutan pada sisi tubuh
Gejala stroke ringan
3.
-
Mengalami beberapa atau semua gejala stroke sementara
-
Kelemahan/kelumpuhan tangan/kaki
-
Bicara tidak jelas
Gejala stroke berat (sembuh/mengalami perbaikan dalam beberapa bulan/tahun, atau tidak bisa sembuh sama sekali)
-
Mengalami beberapa atau semua gejala stroke sementara dan ringan
-
-
Koma jangka pendek (kehilangan kesadaran)
-
Kelemahan/kelumpuhan tangan/kaki
-
Bicara tidak jelas/hilangnya kemampuan bicara
-
Sukar menelan
-
Kehilangan kontrol terhadap pengeluaran air seni dan fases
-
Kahilangan daya ingat dan konsentrasi
Terjadi perubahan perilaku misalnya : bicara tidak menentu, mudah marah, tingkah laku seperti anak kecil, dan lain-lain.
D.
Penatalaksanaan Stroke Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi :
-
Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3-5 hari setelah infark serebral
-
Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/memberatnya trimbosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler
-
Medikasi anti trombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan trombus dan embolisasi
-
Memberikan obat tertentu yang berfungsi menghancurkan bekuan darah (misal: striptokinase atau plasminogen jaringan) diberikan dalam waktu 3 jam setelah timbulnya stroke, hal ini dapat mencegah dan memulihkan kelumpuhan dan gejala lainnya
-
Monitol atau kortikosteroid untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan didalam otak pada penderita stroke akut
-
Respirator diberikan pada penderita stroke yang sangat berat untuk mempertahankan pernapasan yang adekuat
-
Terapi psikis atau obat-obatan diberikan setelah serangan stroke yang biasanya terjadi perubahan suasana hati (terutama depresi)
E.
Pencegahan Terhadap Stroke Pencegahan stroke adalah memungkinkan pendekatan yang paling baik. Langkah-langkah yang dilakukan untuk mencegah stroke antara lain :
-
F.
-
Pengendalian hipertensi
-
Mencegah kolesterol tinggi
-
Mengendalikan dan mengatur makan dan minum
-
Jangan mengkonsumsi alkohol
-
Hindari memakai obat-obatan terlarang (kokain)
-
Hidari merokok
-
Hindari kontrasepsi oral
-
Kurangi makan-makanan yang berlemak, kolentrol, dan terlalu manis
Hindari kontrasepsi oral (khususnya disertai hipertensi, merokok dan kadar estrogen tinggi)
Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan infark dengan pendarahan. 2. Sken resonasi magnetik (MRI) lebih sensitif dari CT Scan dalam mendeteksi infark serebri dini dan infark batang otak 3.
Ekokardiografi untuk mendeteksi adanya sumber emboli dari jantung. Pada pasien, ekokardiografi transtorakal sudah memadai. Ekokardiografi transesofageal memberikan hasil yang lebih mendetail, terutama kondisi atrium kiri dan arkus aorta, serta lebih sensitif untuk mendeteksi trombus mural atau vegetasi katup.
4.
Ultrasonografi Doppler Karotis diperlukan untuk menyingkirkan stenosis karotis yang simtomatis serta lebih dari 70% yang merupakan indikasi untuk enarterektomi karotis.
5. Ultrasonografi Doppler Transkranial dapat dipakai untuk mendiagnosis oklusi atau stenosis arteri intrakranial besar. Gelombang intrakanial yang abnormal dan pola aliran kolateral dapat juga dipakai untuk menentukan apakan suatu stenosis pada leher menimbulkan gangguan hemodinamik yang bermakna. 6. Angiografi resonansi magnetik dapat dipakai untuk mendiagnosis stenosis atau oklusi arteri ekstrakranial atau intrakranial. 7. Pemantauan Holter dapat dipakai untuk mendeteksi fibrilasi atrium intermiten.
PERAWATAN KEBERSIHAN DIRI PADA PASIEN
1. Merawat Rambut Merawat rambut merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya untuk mencuci dan menyisir rambut. Tujuan : a.
Menghilangkan mikroorganisme kulit kepala
b.
Menambah rasa nyaman
c.
Membasmi kutu atau ketombe yang melekat pada kulit
d.
Memperlancar sistem peredaran darah di bawah kulit Alat dan bahan :
a.
Handuk secukupnya
b.
Pelak atau pengalas
c.
Baskom berisi air hangat
d.
Shampo
e.
Kasa dan kapas
f.
Sisir
g.
Bengkok
h.
Gayung
i.
Ember Prosedur kerja :
a.
Jelaskan prosedur pada pasien
b.
Cuci tangan
c.
Tutup jendela atau pasang smpiran
d.
Atur posisi pasien (manusia coba) setengah duduk atau tidur e.
Setelah posisi tidur lalu letakkan perlak/pengalas dibawah kepaa pasien dan perlak diarahkan kebawah tempat tidur tepat dibawah kepala pasien
f.
Letakkan baskom dibawah tempat tidur tepat dibawah kepala pasien
g.
Tutup telinga dengan kapas
h.
Tutup dada dengan handuk sampai leher
i.
Kemudian sisir rambut dan lakukan pencucian dengan air hangat selanjutnya menggunakan shampo dan bilas dengan air hangat sambil dipijat
j.
Setelah selesai, keringkan rambut dengan sisir
k.
Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
2. Higiene Vulva Higiene vulua merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu secara mandiri dalam membersihkanvulva. Tujuan : a.
Mencegah terjadinya infeksi pada vulva
b.
Menjaga kebersihan vulva Alat dan bahan :
a.
Kapas sublimat atau desinfektan
b.
Pinset
c.
Bengkok
d.
Pispot
e.
Tempat cebok yang berisi larutan
f.
Desinfektan sesuai dengan kebutuhan
g.
Pengalas
h.
Sarung tangan Prosedur kerja
a.
Jelaskan prosedur pada pasien
b.
Cuci tangan
c.
Atur posisi pasien (manusia coba) dengan dorsal recumbent
d.
Pesang pengalas dan pispot diletakkan dibawah bokong pasien
e.
Gunakan sarung tangan
f.
Lakukan tindakan higiene vulva dengan tangan kiri membuka vulva memakai kapas sublimat dan tangan kanan menyiram vulva dengan larutan desinfektan
g.
Kemudian ambil kapas sublimat dengan pinset, lalu bersihkan vulva dari atas kebawah dan kapas kotor dibuang ke bengkok. Lakukan hingga bersih.
h.
Setelah selesai ambil pispot dan atur posisi pasien
i.
Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
3. Merawat kuku Merawat kuku merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu merawat kuku secara mandiri. Tujuan : Menjaga kebersihan kuku dan mencegah timbulnya luka atau infeksi akibat kuku yang panjang. Alat dan bahan : a.
Alat pemotong kuku
b.
Handuk
c.
Baskom berisi air hangat
d.
Bengkok
e.
Sabun
f.
Kapas
g.
Sikat kuku Prosedur kerja :
a.
Jelaskan prosedur pada pasien
b.
Cuci tangan
c.
Atur posisi pasien (manusia coba) duduk atau tidur
d.
Tentukan kuku yang akan dipotong
e.
Rendam kuku dalam air hangat ± 2 menit dan sikat dengan air sabun bila kotor
f.
Keringkan tangan dan kaki dengan handuk
g.
Letakkan tangan diatas bengkok dan lakukan pemotongan kuku
h.
Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN MASALAH STROKE HEMORAGIK A.
Pengkajian 1. Biodata
a.
Identitas klien Nama
b.
: Tn. H
Umur
: 40 tahun
Jenis Kelamin
: Pria
Pendidikan
: S1
Pekerjaan
: Guru
Status Perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Alamat
: Jl. Pramuka 72 E
Sumber Informasi
: Klien, keluarga klien
Tanggal Masuk
: 16 Desember 2007
Tanggal Pengkajian
: 23 Desember 2007
Dx Medis
: Stroke Hemoragik
Identitas penanggung jawab Nama
: Ny. Z Umur
: 35 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Jl. Pramuka 72 E
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pendidikan
: S1
Pekerjaan
: Guru
Hubungan dengan penderita
: Istri
2. Riwayat kesehatan
a.
Keluhan utama Terjadi kelumpuhan
b.
Riwayat kesehatan sekarang -
-
Pusing
Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
-
Penglihatan ganda
-
Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
-
Bicara tidak jelas (vero)
-
Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
-
Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh
-
Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih
-
Pingsan
-
Kelemahan/kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh c.
d.
e.
Riwayat kesehatan dahulu -
Hipertensi
-
Kolesterol tinggi
-
Obesitas
-
Gagal jantung kongestif
-
Diabetes
Riwayat kesehatan keluarga -
Diabetes
-
Hipertensi
Riwayat kesehatan lingkungan Tempat tinggal klien bukan merupakan daerah endemik. Lingkungan sekitar pasien cukup bersih.
3. Pola fungsi kesehatan a.
Persepsi terhadap kesehatan Jika ada yang sakit, hal-hal yang biasanya dilakukan adalah :
b.
-
Langsung membeli obat diwarung
-
Menggunakan obat tradisional
-
Berobat ke dokter
Pola aktifitas latihan
Kemampuan pasien dalam menata diri apabila tingkat kemampuannya 0, berarti mandiri, 1 berarti menggunakan alat bantu, 2 berarti dibantu orang lain, 3 berarti dibantu orang lain dengan alat bantu, 4 berarti ketergantungan atau tidak mampu. Yang dimaksud aktifitas sehari-hari antara lain seperti yang tercantum dibawah ini : Aktifitas
0
1
2
3
Mandi Berpakaian/berdandan Eliminasi Mobilisasi Pindah Ambulansi Makan
c.
Pola nutrisi/metabolik Yang perlu diperhatikan adalah :
d.
-
Diet khusus/suplemen yang dikonsumsi
-
Intruksi diet sebelumnya
-
Nafsu makan, jumlah makan atau minum, serta cairan yang masuk
-
Ada tidaknya mual-mual, muntah, stomatis, dan
-
Adanya kesukaran menelan (disfagia dan disastria)
Pola eliminasi Yang perlu diperhatikan adalah :
e.
-
Jumlah kebiasaan defeksi tiap hari
-
Ada atau tidaknya konstipasi
-
Tidak bisa menahan air kencing (BAK) dan BAB
Pola tidur dan istirahat Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
f.
-
Jumlah jam tidur pada pagi, siang, dan malam
-
Masalah selama tidur
-
Adanya terbangun dini, insomnia, atau mimpi buruk
Pola perseptual Pada pola ini yang diperhatikan adalah pada : -
Pendengaran
4
g.
-
Penglihatan
-
Kemampuan mengerti
-
Adanya persepsi sensorik atau nyeri
Pola konsep diri Hal-hal yang menyangkut konsep diri antara lain :
h.
-
Peran diri
-
Ideal diri
-
Konsep diri
-
Gambaran diri dan
-
Identitas diri
Pola seksual dan reproduksi Pola seksual dan reproduksi menurun karena menderita stroke hemoragik
i.
Pola peran hubungan Hubungan dengan anggota keluarga yang lain dan masyarakat sekitar baik, tidak ada permusuhan atau masalah dalam hubungan antara manusia.
j.
Pola koping Jika terjadi masalah, maka hal-hal yang dilakukan adalah :
k.
-
Bercerita kepada orang terdekat, atau
-
Pergi ke psikolog atau psikiater
Pola nilai kepercayaan Waktu sakit, klien tidak menjalankan sholat lima waktu
4. Pemeriksaan fisik a.
Keadaan umum Tergantung berat-ringannya penyakit. Misalnya kesadaran berkaitan dengan GCS (Glasglow Coma Scale) yang kriterianya :
Compos Meutis
= 14-15
Sedang
= 9-13
Coma
= 3-8
b.
Tanda-tanda vital
Suhu
36,5-37,0o C
Nadi
>100 x / menit
Respirasi
16-24 x / menit
TD S = >140 mmHG D = > 90 mmHG
c.
Kepala
Inspeksi Bentuk muka simetris, kulit kepala bersih, tidak ada lesi, rambut berwarna hitam, rambut tidak mudah patah.
Palpasi Kulit kepala tidak ada massa.
d.
Kulit, rambut, dan kuku
Inspeksi Warna kulit sawo matang, warna kuku putih kemerahan, jumlah rambut lebat, tidak ada lesi.
Palpasi Tekstur kulit kasar, tidak ada edema.
e.
Mata Bentuk bola mata bulat, sklera merah muda, kornea bening, pupil isokor
f.
Telinga
Inspeksi Dua telinga simetris, tidak ada serumen, membran timpani utuh.
Palpasi Kartilago elastis, tidak ada nyeri tekan.
g.
Hidung
Inspeksi Bagian luar dan dalam hidung simetris, tidak ada pendarahan.
Palpasi Tidak ada nyeri tekan.
h.
Mulut
Inspeksi Bibir tidak simetris, tidak ada tensilitas.
Palpasi Lidah tidak ada nyeri tekan.
i.
Leher
Inspeksi Bentuk leher simetris.
Palpasi Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
j.
Abdomen
Inspeksi Kontur permukaan rata, bentuk simetris.
Palpasi Tidak ada nyeri tekan.
Auskultasi Peristaltik usus antara 5-35 x / menit.
k.
Ektremitos
Inspeksi Tangan dan kaki susah digerakkan.
Palpasi Tidak ada nyeri tekan.
l.
Neurologi Gerakan tidak seperti biasa, terjadi perubahan sensasi (rasa).
B.
Diagnosa Keperawatan Data Fokus
Terjadi kelumpuhan Abnormal berbicara Kelemahan ekstremitas
Perubahan respon motorik Kerusakan lapisan kulit (dermis) Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar Perubahan pola komunikasi Kuku tampak panjang dan kotor serta hitam Perilaku tidak seperti biasa Rambut kotor, perinealnya tampak kotor dan bau Penurunan emosi Keluarga cemas Kesulitan berkemih Terdapat nyeri kepala Posisi mengurangi nyeri Hilangnya sebagian penglihatan/pendengaran Fokus pada diri sendiri Pusing Inkontinesia tidak disadari Bicara tidak jelas Ekskresi (pengeluaran keringat) Sukar memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat dan tidak mampu mengenali bagian tubuh Pergerakan yang tidak biasa Perubahan sensasi Hilangnya pengendalian kandung kemih Ketidakseimbangan dan terjatuh Tampak lemah Pingsan Nafsu makan hilang Kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, dan tenggorokan Terdapat nyeri bahu Kelurga tampak sulit menerima ketidakmampuan pasien Obesitas TTV Suhu
: 36,5 – 37,0º C
Nadi
: >100 kali / menit
Respirasi
: 16 – 24 kali / menit
TD
:S
: >115 mmHG D
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 -
: >60 mmHG
SYMTON Do : Terdapat nyeri pada bahu Posisi untuk mengurangi nyeri Fokus pada diri sendiri Do : Abnormal berbicara Kelemahan ekstremitas Kesulitas menelan Perubahan respon motorik TTV
PROBLEM Nyeri (bahu nyeri)
ETOLOGI Hemiplegia dan disose
Ketidakefektifan perfusi jaringan Perifer/cerbral
Interupsi aliran darah (hemoragik)
Do : Ketidakseimbangan Tidak mampu dalam Nafsu makan hilang nutrisi kurang dari memasukkan, mencerna, Kehilangan sensasi (rasa kecap) kebutuhan tubuh mengabsorbsi makanan pada lidah, pipi, dan tenggorokan karena faktor biologi Do : Inkontinensia Kandung kemih flaksid Sering berkemih dan ketidakstabilan Hilangnya pengendalian kandung detrusor kemih Inkontenesia tidak disadari Do : Resiko terhadap Hemiparesis/hemiplegia, Ekskresi kerusakan penurunan mobilitas Perubahan status nutrisi (obesitas) intregritas kulit Perubahan sensasi Kerusakan lapisan kulit (dermis) Do : Kerusakan mobilitas Hemiparesis kehilangan Ketidakseimbangan dan terjatuh fisik sistem koordinasi, cidera Tubuh tampak lemah otak, spastisitas Pergerakan yang tidak biasa Do : Kerusakan Kerusakan otak Bicara tidak jelas komunikasi verbal Sukar memikirkan/mengucapkan kata-kata yang tepat Do : Perubahan proses Kerusakan otak, Penurunan emosi berfikir konfusi, Perilaku tidak seperti biasa ketidakmampuan untuk mengikuti instruksi Do : Kurang perawatan Gejala sisa stroke Kuku tampak panjang, kotor serta diri (higiene, hitam berpindah, toileting Rambut kotor makanan) Perinielnya tampak kotor dan berbau
10 -
Do : Keluarga tampak cemas Keluarga tampak sulit menerima ketidakmampuan pasien
Perubahan proses keluarga
Penyakit berat dan beban pemberian perawatan
Diagnosa Keperawatan dan Prioritas, misal : 1. 2. 3.
Nyeri (bahu nyeri) yang berhubungan dengan hemiplegia dan disuse
Ketidakefektifan perfusi jaringan : perifer/cebral interupsi aliran darah (hemoragik) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh, tidak mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan, karena faktor biologi 4.
5.
8.
Inkontinensia, kandung kemih flaksid, ketidakstabilan detrusor
Resiko terhadap kerusakan intgritas kulit, hemiparesis/hemiplegia, penurunan mobilitas 6.
Kerusakan mobilitas fisik, hemiparesis, kehilangan
7.
Kerusakan komunikasi verbal, kerusakan otak
Perubahan proses berpikir, kerusakan otak, konfusi, ketidakmampuan untuk mengikuti instruksi
9.
Kurang perawatan diri (higiene, berpindah, toileting, makanan), gejala sisa stroke
10.
Perubahan proses keluarga, penyakit berat dan beban pemberian perawatan C.
Perencanaan
No Dx 1
Rencana Kepercayaan Diagnosa Tujuan Nyeri
akut
Intervensi
(bahu Setelah dilakukan tindakan Pain management
nyeri), Hemiplegia dan keperawatan disuse
24jam.
selama....x -
Kontrol
Melakukan
pengkajian
nyeri nyeri secara komprehensif
dengan kriteria hasil :
meliputi
-
Adanya mobilisasi bahu
karakteristik, onset, durasi
-
Latihan bahu
frekuensi,
-
Lengan
dan
Mengenali faktor penyebab nyeri
-
Menggunakan
presipitasi. Observasi tanda-tanda non verbal
dari
metode ketidaknyamanan
pencegahan non analgetik sesuai kebutuhan
koalitas,
tangan intersitas nyeri, dan faktor
dinaikkan sesuai interval -
lokasi
Gunakan
komunikasi
terapi agar pasien dapat
Rencana Kepercayaan
No
Diagnosa
Dx
Tujuan -
Mengenali
gejala-gelaja mengekpresikan nyeri
nyeri -
Intervensi
-
Kaji latar belakang budaya
Mencatat pengalaman nyeri pasien sebelumnya
-
Kontrol lingkungan
faktor-faktor yang
dapat
mempengaruhi pasien
respon terhadap
ketidaknyamanan -
Berikan informasi tentang nyeri
-
Anjurkan pasien untuk memonitor sensasi nyeri
-
Tingkatkan tidur istirahat yang cukup
2
Ketidakefektifan perfusi
jaringan
Setelah dilakukan tindakan Monitor tanda vital : keperawatan selama ....x 24 -
perifer/serebral,
jam perfusi jaringan perifer dan RR setiap 6 jam sekali
interupsi aliran darah dan serebral dengan kriteria (hemoragik)
hasil : -
-
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang
Catat adanya fluktuasi TD Monitor TD, nasi, RR,
Tidak ada nyeri pada sebelum, ekstrimitas
3
Monitor TD, nadi, suhu,
selama,
dan
setelah aktivitas
-
Perfusi jaringan perifer
-
-
Kekuatan pulsasi perifer -
-
Tidak ada pelebaran vena
-
Tidak ada edema perifer -
Monitor bunyi jantung Monitor frekuensi dan irama pernafasan Monitor status neurologi
-
Monitor tingkat kesadaran
-
Monitor status pernafasan
-
Monitor ukuran
-
Monitor tingkat orientasi
Setelah dilakukan tindakan Nutririon management dari keperawatan
selama...
-x
Kaji
adanya
alergi
Rencana Kepercayaan
No
Diagnosa
Dx
Tujuan
kebutuhan tubuh
Intervensi
24jam. Ketidakseimbangan makanan nutrisi dengan kriteria hasil:-
Tenaga
-
Penyembuhan jaringan
-
Dada tahan tubuh
Berikan makanan yang terpilih
-
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
-
Berikan kalori tentang kebutuhan nutrisi
-
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Nutrition Monitoring
-
Berat badan pas dalam batas normal
-
Monitor adanya penurunan berat badan
4
-
Monitor tungor kulit
-
Monitor mual dan muntah
Inkontinensia, kandung Setelah dilakukan tindakan -
Monitor pola perkemihan
kemih,
selama...x -
Monitor status perkemihan
Inkontinensia -
Catat frekuensi dan jumlah
flaksit,
dan keperawatan
ketidakstabilan
24jam.
detrusor
dengan kriteria hasil : -
-
Kandung
kemih
berkemih dapat -
Anjurkan pasien untuk
diatur
minum
paling
Pola perkemihan lebih baik
200ml/dalam toleransi
tidak batas
jantung
dan
termasuk minum jus buah 5
Resiko
terhadap Setelah dilakukan tindakan -
Inspeksi seluruh area kulit
kerusakan
integritas keperawatan
Berikan perhatian khusus
kulit,
24jam.
selama
Integritas
hemiparesis/hemiplegia dengan kriteria hasil : penurunan mobilitas -
Mengidentifikasi
....x -
kulit pada
daerah
belakang
kepala kulit, didaerah kaos faktor kaki atau pada lekukan
Rencana Kepercayaan
No
Diagnosa
Dx
Tujuan
Intervensi
resiko individu -
dimana
sering
Mengungkapkan tersentuh/tertekan pemenuhan
kebutuhan -
tindakan -
kulit
Lakukan
masase
dan
lubrikasi pada kulit dengan
Berpastisipasi pada tingkat lotion atau minyak kemampuan
untuk -
mencegah kerusakan kulit
Lindungi sendi dengan menggunakan
bantalan
busa 6
Kerusakan fisik,
mobilitas Setelah dilakukan tindakan -
hemiparasis keperawatan selama .... x (terlentang, pola miring dan
kehilangan cidera spastisitas
Ubah posisi setiap 2jam
sistem 24jam. Kerusakan mobilitas sebagainya) otak
dan fisik dengan kriteria hasil : -
Mempertahankan
oleh
kontraktur
juga
memungkinkan bisa lebih
posisi sering jika diletakkan dan
optimal dari fungsi yang posisi dibuktikan
dan
bagian
yang
adanya terganggu -
-
Kaji kemampuan secara fungsi anal atau luasnya
Mempertahankan/meningka
kerusakan awal dan dengan
tkan kekuatan dan fungsi cara yang teratur bagian
tubuh
yan -
terkena/kompensasi -
Mulailah
melakukan
latihan-latihan
tentang
Mendemonstrasikan gerak aktif pada semua teknik/perilaku
yang ekstrimitas saat masuk
memungkinkan melakukan aktivitas
Evakuasi penggunaan dari kebutuhan alat bantu untuk pengaturan posisi
-
Bantu
untuk
mengembangkan keseimbangan (seperti
duduk meninggikan
bagian kepala tempat tidur)
Rencana Kepercayaan
No
Diagnosa
Dx
Tujuan
Intervensi bantu untuk duduk disisi tempat tidur, biarkan pasien menggunakan
kekuatan
tangan untuk menyokong berat badan 7
Kerusakan komunikasi Setelah dilakukan tindakan verbal, kerusakan otak
keperawatan 24jam.
selama
Kaji tipe disfungsi seperti
...x pasien
tidak
Kerusakan memahami
tampak
kata
komunikasi verbal dengan mengalami kriteria: -
berbicara
kesulitan atau
membuat
Klien dapat berkomunikasi pengertian sendiri dengan baik
-
-
Bedakan antara afesia
Mengidenkasikan dengan disastria pemahaman
tentang -
masalah komunikasi -
atau
Membuat komunikasi, kebutuhan
Perhatikan dalam
kesalahan
komunikasi
dan
metode berikan umpan balik dimana -
Tunjukkan
dapat minta
diekspresikan
objek
pasien
dan untuk
menyebutkan nama benda tersebut -
Berikan
metode
komunikasi alternatif -
Bicaralah dengan nada normal
dan
hindari
percakapan yang cepat -
Katakan secara langsung dengan
pasien,
bicara
perlahan dan tenang 8
Perubahan berpikir, otak
proses Setelah dilakukan tindakan -
Kaji tentang perhatian
kerusakan keperawatan selama .....x kebingungan
dan
konfusi, 24jam. Perubahan proses tingkat ansietas pasien
catat
No Dx
Rencana Kepercayaan Diagnosa
Tujuan
ketidakmampuan untuk berpikir mengikuti instruksi
dengan
Intervensi kriteria -
hasil:
Pastikan dengan orang terdekat
-
untuk
membandingkan Mempertahankan/malakuka
kepribadian/tingkah
laku
n kembali orientasi mental pasien sebelum mengalami dan realitas biasanya -
Mengenali
trauma
respon
perubahan pasien sekarang
berpikir/perilaku -
dengan
-
Usahakan
untuk
Berpartisipasi dalam aturan menghindarkan
realitas
teraupetik/penyerapan
secara konsisten dan jelas,
kognitis
hindari
pikiran-pikiran
yang tidak masuk akal -
Dengarkan dengan penuh perhatian semua hal yang diungkapkan pasien
-
Tingkatkan dalam
sosialisasi
batas-batas
yang
wajar -
Pertahankan
harapan
realitas dari kemampuan pasien untuk mengontrol tingkah-lakunya
sendiri,
memahami dan mengingat informasi yang ada 9
Kurang perawatan diri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama
Kaji
kemampuan
....x tingkat kekurangan untuk
24jam. Kurang perawatan melakukan diri dengan kriteria hasil : -
dan
Mendemonstrasikan teknik -
kebutuhan
sehari-hari Hindari malakukan sesuatu
atau perubahan gaya hidup untuk pasien yang dapat untuk memenuhi kebutuhan dilakukan pasien sendiri,
No Dx
Rencana Kepercayaan Diagnosa
Tujuan
Intervensi
perawatan diri -
tapi berikan bantuan sesuai
Melakukan
aktivitas kebutuhan
perawatan diri dan tingkat kemampuan sendiri -
Pertahankan sikap
yang
dukungan, tegas.
Beri
Mengidentifikasi sumber pasien waktu yang cukup pribadi/komunikasi,
untuk
mengerjakan
memberikan bantuan sesuai tugasnya kebutuhan
-
Gunakan alat bantu pribadi seperti
kombinasi
pisau
bereabang, tangkai panjang untuk mengambil sesuatu dari lantai -
Identifikasi
kebiasaan
devokasi sebelumnya dan kembalikan kebiasaan pola normal
tersebut.
Kadar
makanan
yang
terserat,
anjurkan
minum
yang
banyak dan aktivitas 10
Perubahan
proses Setelah dilakukan tindakan -
keluarga
keperawatan 24jam.
selama
Proses
....x unit
Mulai
keluarga
keluarga keberadaan/keterlibatan
dengan kriteria hasil : -
Catat bagian-bagian dari
sistem pendukung
mengekspresikan -
Anjurkan keluarga untuk
perasaan yang bebas dan mengemukakan tepat -
yang
menjadi
hal-hal perhatian
Mengidentifikasi sumber- tentang keseriusan kondisi sumber
internal
dan memungkinkan
untuk
eksternal untuk menghadapi meninggal atau kecacatan situasi -
Mengarahkan
-
Dengarkan pasien denga
energi penuh
perhatian
selama
No Dx
Rencana Kepercayaan Diagnosa
Tujuan
Intervensi
dengan cara yang bertujuan pasien untuk
merencanakan ketidakberdayaan
resolusi krisis -
mengungkapkan
Memdorong memungkinkan
yang
membuatnya gelisah dan -
Anjurkan untuk mengakui
anggota perasaannya,
jangan
yang cidera untuk maju menyangkal/meyakinkan kearah kemandirian
bahwa segala sesuatunya akan beres atau baik-baik saja -
Tekankan
pentingnya
untuk selalu menjaga suatu dialog terbuka secara terusmenerus keluarga
antara
anggota
BAB III PENUTUP A
KESIMPULAN
Dari penjabaran diatas, dapat disimpulkan sebagai berkut : 1. Stroke adalah terjadinya kerusakan pada jaringan yang disebabkan berkurangnya aliran darah ke otak/retaknya pembuluh darah yang menyuplai darah ke otak dengan berbagai sebab yang ditandai dengan kelumpuhan sensorik/motorik tubuh sampai dengan terjadinya penurunan kesadaran. 2.
Tindakan keperawatan yang diberikan pada Tn. H adalah merawat rambut, merawat kuku, dan vulva higiene/peroniel higiene.
B 1.
SARAN
Seharusnya perawat lebih memperhatikan kebersihan klien, sehingga pasien tidak mengalami rambut kotor, kuku tampak panjang dan hitam, serta perinielnya tampak kotor dan bau.
2.
Dalam menjalankan tugasnya, perawat harus teliti, sungguh-sungguh dan bertanggungjawab.
DAFTAR PUSTAKA Bates, Barbara. 1997. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Jakarta : EGC Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC Hidayat, A. Aziz Alimul dan Usrifatul Uliyah. 2004 Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC Johnson, Marion dan Meridaen Maas. 1997. Nursing Outcomes Classification. USA. Mosby Year Book. Mansjoer, Arif M. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Aescula Pius. Mcloskey, Joanne C dan Gloria M. Bulechec. 1996. Nursing Interventions Classification. USA. Mosby Year Book. Misbach, Jusuf dan Harmani Kalim. 2007. Stroke Mengancam Usia Produktif. www.Medika Strore.com. Muda, Ahmad A. K. 2003. Kamus Lengkap Kedokteran. Surabaya. Gitamedia Press. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konseo Klinis Proses Penyakit Vol 1. Jakarta. EGC Smelizer, Susan ne c. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Vol 3. Jakarta. EGC