ASKEP GADAR HENTI JANTUNG
KONSEP TEORI HENTI JANTUNG A. Pengertian Henti jantung adalah terhentinya kontraksi jantung yang efektif ditandai dengan pasien tidak sadar, tidak bernafas, tidak ada denyut nadi. Pada keadaan seperti ini kesepakatan diagnostis harus ditegakkan dalam 3 – 3 – 4 4 menit. Keterlambatan diagnosis akan menimbulkan kerusakan otak. Harus dilakukan resusitasi jantung – jantung – paru. paru. B. Etiologi 1. Terhentinya system pernafasan secara tiba-tiba yang dapat disebabkan karena: - Penyumbatan jalan nafas : aspirasi cairan lambung atau benda asing. - Sekresi air yang terdapat dijalan nafas, seperti pa da saat tenggelam, edema paru, lender yang banyak. - Depresi susunan saraf pusat yang disebabkan k arena obat-obatan, racun, arus a rus listrik tegangan tinggi, hipoksia berat, edema otak. 2. Terhentinya peredaran darah secara tiba-tiba yang disebabkan : - Hipoksia, asidosis, hiperkapnia karena penyakit paru atau karena henti perrnafasan secara tibatiba. 3. Terganggunya fungsi system saraf, yang terjadi sebagai akibat terganggunya system s ystem pernafasan dan peredaran darah. C. Patofisiologi Henti jantung terjadi bila jantung tiba-tiba berhenti be rdenyut, akibat terjadinya penghentian sirkulasi efektif. Semua kerja jantung berhenti atau terjadi kedutan otot yang tidak seirama ( fibrasi ventrikel ). Terjadi kehilangan kesadaran mendadak, tidak ada denyutan dan bunyi jantung tidak terdengar. Pupil mata mulai berdilatasi dalam 45 detik. Bias atau tidak terjadi kejang. Terdapat interval waktu sekitar 4 menit antara berhentin ya sirkulasi dengan terjadinya kerusakan otak menetap. Intervalnya dpat bervariasi tergantung usia pasien. D. Manifestasi Klinis - Kehilangan kesadaran mendadak. - Tidak adanya denyut karotis dan femoralis. - Henti nafas segera timbul setelahnya. E. Diagnosis Diagnosis didasarkan atas gejala klinis sebagai berikut: - Gerakan pernafasan dan angin pernafasan yang menghilang atau sangat lemah. - Denyut nadi dan bunyi jantung menghilang atau sangat lemah, bradikardia / takikardia yang sangat menjolok. - Hilangnya kesadaran : dilatasi pupil.
F. Penatalaksanaan Penanganan henti jantung dilakukan untuk membantu menyelamatkan pasien / mengembalikan fungsi cardiovascular. Adapun prinsip-prinsipnya yaitu sebagai berikut: Tahap I : - Berikan bantuan hidup dasar
- Bebaskan jalan nafas, seterusnya angkat leher / topang dagu. - Bantuan nafas, mulut ke mulut, mulut ke hidung, mulut ke alat bantuan nafas. Jika nadi tidak teraba : Satu penolong : tiup paru kali diselingi kompres dada 30 kali. Dua penolong : tiup paru setiap 2 kali kompresi dada 30 kali. Tahap II : - Bantuan hidup lanjut. - Jangan hentikan kompresi jantung dan Venulasi paru. Langkah berikutnya : - Berikan adrenalin 0,5 – 1 mg (IV), ulangi dengan dosis yang lebih besar jika diperlukan. Dapat diberikan Bic – Nat 1 mg/kg BB (IV) jika perlu. Jika henti jantung lebih dari 2 menit, ulangi dosis ini setiap 10 menit sampai timbul denyut nadi. - Pasang monitor EKG, apakah ada fibrilasi, asistol komplek yang aneh : Defibrilasi : DC Shock. - Pada fibrilasi ventrikel diberikan obat lodikain / x ilokain 1-2 mg/kg BB. - Jika Asistol berikan vasopresor kaliumklorida 10% 3-5 cc selama 3 menit. Petugas IGD mencatat hasil kegiatan dalam buku catatan pasien. Pasien yang tidak dapat ditangani di IGD akan di rujuk ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas lebih lengkap.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HENTI JANTUNG Konsep asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami henti jantung harus segera dilakukan tindakan keperawatan seperti memberikan penanganan awal henti jantung. Penanganan Awal Henti Jantung (Cardiac Arrest) Empat jenis ritme jantung yang menyebabkan henti jantung yaitu ventricular fibrilasi (VF), ventricular takikardia yang sangat cepat (VT), pulseless electrical activity (PEA), dan asistol. Untuk bertahan dari empat ritme ini memerlukan bantuan hidup dasar/ Basic Life Support dan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS) (American Heart Association (AHA), 2005). Ventrikel fibrilasi merupakan sebab paling sering yang menyebabkan kematian mendadak akibat SCA. The American Heart Association (AHA) menggunakan 4 mata rantai penting untuk mempertahankan hidup korban untuk mengilustrasikan 4 tindakan penting dalam menolong korban SCA akibat ventrikel fibrilasi. Empat mata rantai tersebut adalah: 1. Sesegera mungkin memanggil bantuan Emergency Medical Service (EMS) atau tenaga medis terdekat. 2. Sesegera mungkin melakukan RJP 3. Sesegera mungkin melakukan defibrilasi 4. Sesegera mungkin dilakukan Advanced Life Support diikuti oleh perawatan postresusitasi. Sebagaimana kondisi VF, kondisi aritmia lain yang dapat menyebabkan SCA juga memerlukan
tindakan resusitasi jantung dan paru (RJP) yang sebaiknya segera dilakukan. Adapun algoritma dari RJP yaitu:
Gambar . Algoritma BLS untuk dewasa Prinsip penangan RJP ada 3 langkah yaitu ABC (Airway/pembebasan jalan nafas, Breathing/ usaha nafas, Circulation/ membantu memperbaiki sirkulasi). Namun sebelum melakukan 3 prinsip penanganan penting dalam RJP tersebut, penolong harus melakukan persiapan sebelumnya yaitu memastikan kondisi aman dan memungkinkan dilakukan RJP. Setelah memastikan kondisi aman, penolong akan menilai respon korban dengan cara: memanggil korban atau menanyakan kondisi korban secara langsung, contoh: “kamu tidak apa-apa?”; atau dengan memberikan stimulus nyeri. Jika pasien merespon tapi lemah atau pasien merespon tetapi terluka atau tidak merespon sama sekali segera panggil bantuan dengan menelepon nomor emergency terdekat. AIRWAY (Pembebasan jalan nafas) Persiapan kondisi yang memungkinkan untuk dilakukan RJP adalah meletakan korban pada permukaan yang keras dan memposisikan pasien dalam kondisi terlentang. Beberapa point penting dalam melakukan pembebasan jalan nafas: 1. Gunakan triple maneuver (head tilt-chin lift maneuver untuk membuka jalan nafas bagi korban yang tidak memiliki tanda-tanda trauma leher dan kepala). 2. Apabila terdapat kecurigaan trauma vertebra cervicalis, pembebasan jalan nafas menggunakan teknik Jaw-thrust tanpa ekstensi leher. 3. Bebaskan jalan nafas dengan membersihkan hal-hal yang menyumbat jalan nafas dengan finger swab atau suction jika ada. Gambar 1. tangan kanan melakukan Chin lift ( dagu diangkat). dan tangan kiri melakukan head tilt. Pangkal lidah tidak lagi menutupi jalan nafas.
Gambar 2. manuver Jaw thrust dikerjakan oleh orang yang terlatih Gambar 3. Tehnik finger sweep BREATHING (Cek pernafasan)
Gambar 4. Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan secara simultan. Cara ini dilakukan untuk memeriksa jalan nafas dan pernafasan. Setelah memastikan jalan nafas bebas, penolong segera melakukan cek pernafasan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan cek pernafasan antara lain: • Cek pernafasan dilakukan dengan cara look (melihat pergerakan pengembangan dada), listen (mendengarkan nafas), dan feel (merasakan hembusan nafas) selama 10 detik. • Apabila dalam 10 detik usaha nafas tidak adekuat (misalnya terjadi respirasi gasping pada SCA) atau tidak ditemukan tanda-tanda pernafasan, maka berikan 2 kali nafas buatan (masing-
masing 1 detik dengan volume yang cukup untuk membuat dada mengembang). • Volume tidal paling rendah yang membuat dada terlihat naik harus diberikan, pada sebagian besar dewasa sekitar 10 ml/kg (700 sampai 1000 ml). • Rekomendasi dalam melakukan nafas buatan ini antara lain: 1. Pada menit awal saat terjadi henti jantung, nafas buatan tidak lebih penting dibandingkan dengan kompresi dada karena pada menit pertama kadar oksigen dalam darah masih mencukupi kebutuhan sistemik. Selain itu pada awal terjadi h enti jantung, masalah lebih terletak pada penurunan cardiac output sehingga kompresi lebih efektif. Oleh karena inilah alasan rekomendasi untuk meminimalisir interupsi saat kompresi dada 2. Ventilasi dan kompresi menjadi sama-sama penting saat prolonged VF SCA 3. Hindari hiperventilasi (baik pernapasan mulut-mulut/ masker/ ambubag) den gan memberikan volume pernapasan normal (tidak terlalu kuat dan cepat) 4. Ketika pasien sudah menggunakan alat bantuan nafas (ET. LMA, dll) frekuensi nafas diberikan 8-10 nafas/menit tanpa usaha mensinkronkan nafas dan kompresi dada. • Apabila kondisi tidak memungkinkan untuk memberikan nafas buatan (misalnya korban memiliki riwayat penyakit tertentu sehingga penolong tidak am an/resiko tertular) maka lakukan kompresi dada. • Setelah pemberian per nafasan buatan, segera lakukan pengecekan sirkulasi dengan mendeteksi pulsasi arteri carotis (terletak dilateral jakun/tulang krikoid). • Pada pasien dengan sirkulasi spontan (pulsasi teraba) memerlukan ventilasi dengan rata-rata 10-12 nafas/menit dengan 1 nafas memerlukan 5-6 detik dan setiap kali nafas harus dapat mengembangkan dada. CIRCULATION Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempertahankan sirkulasi pada saat melakukan resusitasi jantung dan paru: • Kompresi yang “efektif” diperlukan untuk mempertahankan aliran darah selama resusitasi dilakukan. • Kompresi akan maksimal jika pasien diletakan terlentang pada alas yang keras dan penolong berada disisi dada korban. • Kompresi yang efektif dapat dilakukan dengan melakukan kompresi yang kuat dan cepat (untuk dewasa + 100 kali kompresi/menit dengan kedalam kompresi 2 inchi/4-5 cm; berikan waktu untuk dada mengembang sempurna setelah kompresi; kompresi yang dilakukan sebaiknya ritmik dan rileks). • Kompresi dada yang harus dilakukan bersama dengan ventilasi apabila pernafasan dan sirkulasi tidak adekuat. Adapun rasio yang digunakan dalam kompresi dada dengan ventilasi yaitu 30:2 adalah berdasarkan konsensus dari para ahli. Adapun prinsip kombinasi antara kompresi dada dengan ventilasi antara lain; peningkatan frekuensi kompresi dada dapat menurunkan hiperventilasi dan lakukan ventilasi dengan minimal interupsi terhadap kompresi. Sebaiknya lakukan masing-masing tindakan (kompresi dada dan ventilasi) secara independen dengan kompresi dada 100x/menit dan ventilasi 8-10 kali nafas per menit dan kompresi jangan membuat ventilasi berhenti dan sebaliknya, hal ini khususnya untuk 2 orang penolong). • Pada pencarian literature ditemukan lima sitation: satu LOE (Level Of Evidence) 4, dan Empat LOE 6. Frekuensi tinggi (lebih dari 100 kompresi permenit) manual CPR telah dipelajari sebagai teknik meningkatkan resusitasi dari cardiac arrest. Pada keban yakan studi pada binatang,
frekuensi CPR yang tinggi meningkatkan hemodinamik, dan tanpa meningkatkan trauma (LOE6, Swart 1994, Maier 1984, Kern 1986). Pada satu tambahan studi pada binatang, CPR frekuensi tinggi tidak meningkatkan hemodinamik melebihi yang dilakukan CPR standar (cit Tucker, 1994). • Studi klinis dalam pegguaan CPR frekuensi tinggi masih terbatas. Pada sebuah uji klinis kecil (dengan jumlah sampel 9), CPR frekuensi tinggi meningkatkan hemodinamik melebihi CPR standar (cit Swensen 1988). Lalu, CPR frekuensi tinggi terlihat lebih menjanjikan untuk peningkatan CPR. Hasil dari studi pada manusia diperlukan untuk menentukan keefektifan dari teknik ini dalam manajemen pasien dengan cardiac arrest.
Selain bantuan hidup dasar/ Basic Life Support, dalam penanganan cardiac arrest juga memerlukan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS) untuk meningkatkan harapan hidup korban. Adapun algoritma penanganan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS) untuk pulseless arrest:
Gambar . Algoritma ACLS
DAFTAR PUSTAKA Mustafa I, dkk. 1996. Bantuan Hidup Dasar. RS Jantung Harapan Kita. Jakarta. Sunatrio S, dkk. 1989. Resusitasi Jantung Paru. dalam Anesteiologi. Editor Muhardi Muhiman, dkk, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Sjamsuhidajat R, Jong Wd. 1997. Resusitasi. Hal : 124-129. dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC. Jakarta. http://sixxmee.blogspot.com/2011/11/askep-gadar-henti-jantung.html
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
A. PENDAHULUAN Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan gawat darurat yang diberikan kepada klien oleh perawat yang berkompeten di ruang gawat darurat. Asuhan keperawatan yang diberikan meliputi biologis, psikologis, dan social klien baik actual yang timbul secara bertahap maupun mendadak, resiko tinggi. Adapun langkah yang harus dilakukan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan, tindakan keperawatan dan evaluasi. Yang mempengaruhi sistem asuhan keperawatan, antara lain : 1. Kondisi kegawatan seringkali tidak terpredeksi baik kondisi klien maupun jumlah
klien yang datang ke ruang gawat darurat. 2. Keterbatasan sumber daya dan waktu. 3. Keperawatan diberikan untuk semua usia dan sering dengan data dasar yang
Sangay mendasar. 4. Tindakan yang diberikan harus cepat dan dengan ketepatan yang tinggi. 5. Adanya saling ketergantungan yang Sangat tinggi diantara profesi kesehatan
yang bekerja di ruang gawat darurat. B. PENGKAJIAN 1. Pengkajian primer Pengkajian harus cepat tepat untuk mengidentifikasikan masalah actual atau resiko tinggi untuk mempertahankan anggota tubuh dan kehidupan Prioritas penilaian yang dilakukan : A. Airway B. Breathing
C. Circulation D. Desability E. Exposure
A. Airway Apabila pasien tak memberikan respon kaji ada tidaknya sumbatan jalan nafas baik sumbatan jalan nafas total maupun partial, dimana sumbatan jalan nafas total apabila tidak segera diatasi dalam waktu 5 sampai 10 menit dapat terjadi apiksial, henti nafas, henti jantung. Obstruksi jalan nafas partial apabila tidak segera diatasi dapat terjadi oedem otak, paru, dan henti nafas yang diikuti henti jantung. Sumbatan jalan nafas partial sering disebabkan oleh :
Dasar lidah bunyi snoring
Benda asing bunyi gurgling
Spasme laring bunyi crowing
spasme bronchus bunyi wheezing
B. Breathing Kaji dengan cara melihat (look), mendengar (listen), merasakan (feel).
Memastikan pasien bernafas atau tidak
Bila bernafas, pastikan bernafas dengan adequat atau tidak, yaitu : Frekuensi
Tidal
pernafasan
volume
Trauma
pernafasan
Udara Ada
yang dikeluarkan dari jalan nafas
tidaknya penggunaan otot-otot bantu nafas dan retraksi intercostal,
retraksi clavicular. C. Circulation Kaji : Denyut nadi yaitu : o
Iramanya
o
Kuat lemahnya
o
Jumlah (tachicardi, bradichardi)
o
Dapat juga tidak terabanya nadi, terutama apabila tidak teraba nadi carotis atau nadi femoralis merupakan tanda jantung telah berhenti untuk orang dewasa, sedangkan untuk bayi atau anak apabila tidak teraba pada nadi brachialis.
Tekanan darah Warna kulit, kelembaban kulit Pengisian kapiler Tanda-tanda perdarahan internal dan eksternal D. Desability Kaji : Tingkat kesadaran
GCS AVPU
(Alert, respon verbal, respon pain, Unrespon)
Ukuran pupil, respon terhadap cahaya Gangguan sensorik motorik E. Exposure Kaji :
Tanda-tanda trauma
Oedema
2. Pengkajian sekunder Pengkajian ini dilakukan setelah pengkajian airway, breathing, circulation ditemukan dan diatasi. Pengkajian sekunder meliputi : 1. Riwayat penyakit sekarang Alasan
masuk rumah sakit
Waktu
kejadian hingga masuk rumah sakit
Mekanisme
atau biomekanik
Lingkungan
keluarga, kerja, masyarakat sekitar
2. Riwayat penyakit dahulu Perawatan Penyakit
yang pernah dialami
lainnya antara lain DM, Hipertensi, PJK dll
3. Riwayat penyakit keluarga Penyakit
yang diderita oleh anggota keluarga
4. Pengkajian head to toe Pengkajian
kepala leher wajah
Pengkajian
dada
Pengkajian
abdomen dan pelvis
Pengkajian
extremitas
Pengkajian
tulang belakang
5. Pemeriksaan penunjang antara lain : Pemeriksaan
X ray
Pemeriksaan
laboratorium
USG,
dll
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN Masalah keperawatan dapat teridentifikasi sesuai kategori urgensi masalah berdasarkan pada sistem triade dan pengkajian yang telah dilakukan. Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada keadaan gawat darurat : 1. tidak efektifnya bersihan jln nafas b/d penurunan kesadaran, penurunan reflek
batuk, obstruksi trakeobronkeal dll. 2. tidak efektifnya pola nafas b/d penurunan ekspansi paru, peningkatan nyeri,
kelainan neuromuskuler, obstruksi trakeobronkeal, dll. 3. Ggn pertukaran gas.
4. Ggn perfusi jaringan. 5. Penurunan curah jantung. 6. Resiko injury : perdarahan, shock. 7. Kelebihan atau kekurangan volume cairan. 8. Hiper/ Hipo termi dll 9. Ggn mobilitas fisik. 10. Nyeri kronik. 11. Resiko injury : jatuh. dll
D. RENCANA TINDAKAN DAN TINDAKAN KEPERAWATAN Dalam menyusun rencana dan tindakan keperawatan sesuai tujuan yang ingin dicapai serta kriteria yang diharapkan yang dapat dilakukan dengan mandiri maupun hasil kolaborasi E. EVALUASI Evaluasi dilakukan tiap jam dan tiap 15 menit pada pasien dengan kategori emergency atau urgen http://nersgoeng.blogspot.com/2011/02/asuhan-keperawatan-gawat-darurat.html