������� ��������� �����������
�������� ������ �����������
(����� ����������)
����
� � �. � �� �� �� �� �� �� � . � � �� � �� �� . � � �
Definisi Ependymoma merupakan tumor glioma kedua terbanyak. Sel-sel ependim normal terdapat melapisi kanal vcntrikel, kanal pusat dari medulla spinalis, ventrikulus terminalis dari konus medularis medulla spinalis dan sedikit di hemisfer serebri. Maka di tempat tersebutlah ependimoma ditemukan; 40% supratentorium, 60% infratentorium. Pada infratentorium hampir selalu di garis tengah dari dasar atau atap dari vcntrikel. 60% dari glioma medulla spinalis adalah ependimoma. Tumor ini banyak ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. (Kemohan JW, Sayre GP : 1952). Ependymoma merupakan tumor ganas yang berasal dari bagian dalam dinding ventrikel, dan yang paling sering ventrikel keempat(Muttaqin, 2008). Ependymomas adalah tipe yang jarang dari glioma. Mereka berkembang dari sel-sel ependymal, yang garis ventrikel (berisi cairan ruang di otak), dan dari kanal pusat dari sumsum tulang belakang. Mereka dapat ditemukan di bagian manapun dari otak atau tulang belakang(Macmillan, 2011). Ependymomas adalah tumor glial yang berasal dari sel ependymal dalam sistem saraf pusat (SSP)(Bruce, 2012). Ependymoma cenderung terjadi pada kelompok umur muda, biasanya antara waktu lahir dan umur 4 tahun(Soetomenggolo dan Ismael, 2000). Ependymoma merupakan tumor yang berasal dari lapisan ependymal dalam struktur otak yang melapisi dinding dalam rongga ventrikel. Biasanya ditemukan pada struktur dalam seperti rongga ventrikel atau canalis centralis dari medulla spinalis. Merupakan urutan ke-3 tumor otak terbanyak pada anak serta merupakan 50 persen pada anak dengan usia di bawah 5 tahun(Atifhidayat, 2009). Jadi bisa disimpulkan oleh penulis ependymoma merupakan tumor yang menyerang system saraf pusat dan berkembang dari sel ependymal, biasanya menyerang anak-anak. Klasifikasi WHO mengklasifikasikan ependymoma di bagi menjadi 3 grade: 1. Grade 1: myxo-papiler ependymoma dan sub-ependymoma 2. Grade 2: ependymoma (low-grade) 3. Grade 3: anaplastik (ganas) ependymoma. Grade 1 tumor biasanya tumbuh lambat dan grade 3 tumor cenderung tumbuh lebih cepat.(Tatter,1995) Etiologi Penyebab dari ependymoma menurut Macmillan (2011) seperti kebanyakan tumor, penyakit ini belum diketahui penyebabnya secara pasti namun ada beberapa kemungkinan penyebab antara lain : a. Genetik Menurut penelitian penyebab dari ependymoma ialah hilangnya lokus pada kromosom 22, mutasi p53 pada ependymoma ganas, berulang
� �� .� �� �� �� �� �� �� �. �� �� �� �� �. �� �
���� 2
pada pita 11q13, kariotipe abnormal dengan keterlibatan sering kromosom 6 dan / atau 16, [12] dan NF2 mutasi. b. Kimia dan Virus Pada binatang telah ditemukan bahwa karsinogen kimia dan virus menyebabkan terbentuknya neoplasma primer susunan saraf pusat tetapi hubungannya dengan tumor pada manusia masih belum jelas. c. Radiasi Pada manusia susunan saraf pusat pada masa kanak-kanak menyebablkan terbentuknya neoplasma. d. Trauma Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma selaput otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat belum diketahui. Patofisiologi Ependymoma diperkirakan timbul dari peristiwa oncogenetic yang mengubah sel normal menjadi fenotipe ependymal tumor. Sifat yang tepat dan urutan peristiwa genetik tidak diketahui. Penelitian menjelaskan penelitian sitogenetika pada ependymoma supratentorial dari seorang gadis 3-tahun yang menunjukkan pada satu kromosom X. Dalam 1 dari 4 ependymomas dipelajari, translokasi kromosom yang melibatkan 9, 17, dan 22 diamati dengan hilangnya kromosom yang normal 17. Studi-studi awal menggarisbawahi heterogenitas molekuler yang dapat ada di antara tumor histologis yang identik. Penelitian selanjutnya telah mengidentifikasi cacat genetik yang lebih konsisten sebagai berikut: hilangnya lokus pada kromosom 22, mutasi p53 pada ependymoma ganas berulang pada pita 11q13, kariotipe abnormal dengan keterlibatan sering kromosom 6 dan / atau 16, dan NF2 mutasi. Pengelompokan ependymomas telah dilaporkan pada beberapa keluarga, dengan analisis segregasi dalam satu keluarga menunjukkan adanya gen supresor tumor ependymoma di wilayah hilangnya kromosom 22 lokus (22pter-22q11.2). Manifestasi Klinis Tanda-tanda paling umum dari ependymomas infratentorial termasuk papilledema dan ataksia. Nystagmus(40-50% dari pasien pada saat diagnosis). Lesi supratentorial sering hadir dengan hemiparesis, kehilangan sensori, kehilangan penglihatan, afasia, dan gangguan kognitif(Bruce, 2012). Menurut Atifhidayat(2009) Gejala klinis tergantung dari besar dan lokasi tumbuhnya tumor. Pada anak-anak 90 persen terdapat pada fossa posterior. Hal ini menyebabkan terjadinya hidrosefalus dengan tanda-tanda (sakit kepala, muntah, head tilt, dan pandangan ganda). Bila terdapat pada dasar ventrikel IV
� �� .� �� �� �� �� �� �� �. �� �� �� �� �. �� �
���� �
dapat menyebabkan torticolis dan ataxia. Dapat pendengaran, dysarthria, dysphagia, dan dysmetria.
disertai
gangguan
Pemeriksaan Diagnostic 1. CT Scan, memberikan informasi spesifik yang menyangkut jumlah ukuran dan kepadatan jejas tumor dan meluasnya tumor serebral sekunder, selain itu alat ini juga member informasi tentang system ventrikuler. 2. MRI, digunakan untuk menghasilkan deteksi jejas yang kecil, membantu dalam mendeteksi tumor didalam batang otak dan daerah hipofisis. 3. Biopsi stereotaktik bantuan computer (3 dimensi) dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasadasarpengobatan dan informasi prognosis. 4. Angiografi serebral, memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral. 5. EEG, dapat mendekati gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang. 6. Penelitian sitologis pada CSF, untuk mendekati sel-sel ganas, karena tumor-tumor pada system saraf pusat mampu menggusur sel-sel ke dalam cairan serebrospinal. 7. Ventriculogram / Arteriografi, apabila diagnose yang diduga sedemikian rumitnya sehingga pungsi spinal atau pungsi lumbal tidak bias dilakukan karena kontra indikasi peningkatan TIK. Penatalaksanaan Menurut Macmillan (2011)Perawatan untuk ependymoma tergantung pada beberapa hal, termasuk kesehatan umum pasien, ukuran dan posisi tumor, dan apakah telah menyebar ke bagian lain dari otak atau sumsum tulang belakang. Jika tekanan dalam tengkorak yang meningkat, penting untuk mengurangi itu sebelum pengobatan diberikan untuk tumor otak. Obat steroid dapat diberikan untuk mengurangi pembengkakan di sekitar tumor. Jika tekanan intrakranial yang diangkat adalah karena build-up dari CSF, tabung (shunt) mungkin harus dimasukkan untuk mengalirkan kelebihan cairan. Pengobatan untuk ependymoma antara lain: 1. Operasi Operasi jika memungkinkan, adalah bentuk pertama pilihan pengobatan untuk ependymoma. Tujuan pembedahan adalah untuk menghapus sebanyak tumor mungkin tanpa merusak jaringan otak sekitarnya. Tergantung pada posisi, ukuran dan penyebaran tumor itu mungkin tidak mungkin untuk menghapus sepenuhnya dan perawatan lebih lanjut dapat diberikan sebagai tindak lanjut operasi.
� �� .� �� �� �� �� �� �� �. �� �� �� �� �. �� �
���� �
Beberapa tumor, terutama yang grade tang tinggi, tidak dapat dicapai dengan pembedahan atau risiko kerusakan pada sel-sel otak sekitarnya mungkin terlalu tinggi. 2. Radioterapi Pengobatan radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk menghancurkan sel kanker dan sering digunakan setelah operasi untuk menghancurkan sel-sel ganas yang tersisa. Hal ini digunakan sendiri untuk mengobati tumor yang tidak dapat dicapai dengan operasi. Bila mungkin, radioterapi tidak diberikan kepada anak di bawah usia tiga tahun untuk memungkinkan pengembangan lebih lanjut dari otak dan sumsum tulang belakang, dan untuk mengurangi risiko jangka panjang efek samping. Sebaliknya, suatu program kemoterapi diberikan dan, jika perlu, radioterapi ketika anak yang lebih tua. 3. Kemoterapi Kemoterapi adalah penggunaan obat anti-kanker (sitotoksik) untuk menghancurkan sel kanker. Ini dapat diberikan sendiri atau bersamasama dengan operasi dan / atau radioterapi untuk mengobati ependymoma. 4. Obat untuk kejang Jika pasien mengalami kejang akan diberi obat yang disebut antikonvulsan untuk membantu mencegah kejang. Prognosis 10-tahun akhir dilaporkan tingkat kelangsungan hidup keseluruhan untuk ependymoma dapat bervariasi dari 45-55%. Stratifikasi berdasarkan usia menunjukkan tingkat ketahanan hidup 5-tahun dari 76% pada orang dewasa dan 14% pada anak.
� �� .� �� �� �� �� �� �� �. �� �� �� �� �. �� �
���� �
ASUHAN KEPERAWATAN EPENDYMOMA
Pengkajian a. Anamnesis Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, penghasilan, alamat, penanggung jawab, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa medis. b. Riwayat kesehatan •
Keluhan utama Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan biasanya berhubungan dengan peningkatan TIK dan adanya gangguan fokal sepeti nyeri kepala hebat, muntah-muntah, kejang dan penurunan tingkat kesadaran.
•
Riwayat kesehatan sekarang Kaji bagaimana terjadi nyei kepala, mual, muntah, kejang dan penurunan tingkat keasadaran. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan perubahan didalam ntrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsive dan koma.
•
Riwayat Kesehatan lalu Kaji adanya riwayat nyeri kepala sebelumnya. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit saat ini dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
•
Riwayat Kesehatan Keluarga Untuk mengetahui adanya tumor otak pada generasi sebelumnya.
Diagnosa Keperawatan a. Risiko tinggi peningkatan tekanan intracranial berhubungan dengan desak ruang oleh masa tumor intracranial dan edema serebral. b. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan kompresi pada pusat pernapasan di medulla oblongata, kelemahan otot-otot pernapasan, kegagalan fungsi pernapasan. c. Risiko cedera yang berhubungan dengan gangguan dalam cara berjalan, vertigo, dan/ atau gangguan penglihatan, sekunder akibat kompresi/ perubahan tempat jaringan otak. d. Ansietas yang berhubungan dengan implikasi kondisi dan ketidakpastian masa yang akan datang.
� �� .� �� �� �� �� �� �� �. �� �� �� �� �. �� �
���� �
e. Deficit perawatan diri yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk melakukan/ kesulitan dalam pelaksanaan aktivitas hidup sehari-hari sekunder akibat kerusakan sensorik-motorik. f. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan pemakaian energi untuk metabolism, asupan nutrisi yang kurang, mual, muntah. g. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan sensorikmotorik. h. Nyeri akut: sakit kepala yang berhubungan dengan kompresi/ perubahan tempat jaringan otak dan peningkatan tekanan intrakranial. i. Risiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan muntah sekunder akibat peningkatan tekanan intrakranial. Rencana Tindakan Keperawatan a. Diagnosa: Risiko tinggi peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan desak ruang oleh massa tumor intrakranial dan edema serebral. Tujuan : Tidak terjadi peningkatan TIK pada klien Kriteria hasil :klien tidak gelisah , klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-muntah, dan muntah GCS :4,5,6, tidak terdapat papilidema, TTV dalam batas normal. Intervensi
Rasionalisasi
Kaji factor penyebab dari situasi / keadaan dari individu / penyebab koma / penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK. Monitor ttv tiap 4 jam
Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologis / tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan. Suatui keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari otoregulator kebanyakan merupakan tanda penurunan difusi local vaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan tekanan darah (diastolic) maka dibarengi dengan peningkatan tekanan darah intracranial. Adanya peningkatan tekanan darah, bradikardi, distrimia, dispnea merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK Reaksi pupil dan pergerakan kembali
Evaluasi pupil
� �� .� �� �� �� �� �� �� �. �� �� �� �� �. �� �
���� �
Monitor temperature dan pengaturan suhu lingkungan.
dari pergerakan bola mata merupakan tanda dari gangguan saraf jika batang otak terkoyak. Keseeimbangan saraf antara simpatik dan parasimpatik merupakan respons reflex saraf cranial. Panas merupakan reflex dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolism dan O₂ akan menunjang peningkatan TIK
Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.
Tindakan terus-menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek rangsangan kumulatif.
Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan , lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah, dan suasana yang tidk gaduh. Cegah / hindarkan terjadinya valsava maneuver.
Memberikan suasana yang tenang dapat mengurangi respon psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan TIK yang rendah.
Bantu klien jika batuk,muntah
Aktivitas ini dapat meningkatkan intrathoraks/tekanan dalam thoraks dan tekanan dalam abdomen dimana aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan TIK. Tingkah nonverbal ini dapat merupakan indikasi peningkatan TIK atau memberikan repleks nyeri di mana klien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatkan TIK. Dapat meningkatkan respon otomatis yang potensial menaikkan TIK.
Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.
Palpasi pada pembesaran atau pelebaran bladder , pertahankan drainase urine secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang sebab akibat peningkatan TIK Observasi tingkat kesadaran GCS
Mengurangi tekanan intrathorakal dan intraabdominal sehingga menghindarkan peningkatan TIK
Meningkatkan kerjasama dalam meningkatkan perawatan klien dan mengurangi kecemasan. Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna menentukan lokasi dan perkembangan
� �� .� �� �� �� �� �� �� �. �� �� �� �� �. �� �
���� �
penyakit. Kolaborasi pemberian O ₂ sesuai Mengurangi hipokemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi serebral , dan indikasi. volume darah serta menaikkan TIK. Berikan cairan intravena sesuai dengan Pemberian cairan mungkin diinginkan yang diindikasikan. untuk mengurangi edema serebral , peningkatan minuman pada pembuluh darah , tekanan darah, dan TIK. Berikan obat deuritik osmotic contohnya Deuretik mungkin digunakan pada fase dexametason, metal prednisolon. akut untuk mengalirkan air dari sel otak dan mengurangi edema serebral dan TIK. Berikan analgesic narkotik contoh Untuk menurunkan inflamasi (radang) kodein. dan mengurangi edema jaringan. Berikan antipiretik contohnya Mengurangi/ mengontrol hari dan pada asetaminofen. metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan. Monitor hasil laboratorium sesuai Membantu memberikan informasi dengan indikasi seperti protombin, LED. tentang efektivitas pemberian obat. b. Diagnosa
:Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan kompresi pada pusat pernapasan di medulla oblongata, kelemahan otot-otot pernapasan, kegagalan fungsi pernapasan. Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan adanya peningkatan pola napas kembali efektif. Kriteria hasil :Pasien memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif, mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru, adaptif mengatasi factor-faktor penyebab. Intervensi Rasionalisasi Berikan posisi yang nyaman , biasanya Meningkatkan inspirasi maksimal, dengan peninggian kepala tempat tidur. meningkatkan ekspansi paru dan Baik kesisi yang sakit. Dukung klien untuk ventilasi pada sisi yang tidak sakit. duduk klien untuk duduk sebanyak mungkin. Observasi fungsi pernapasan , catat frekuensi pernapasan , dispnea atau perubahan TTV
Jelaskan tersebut
pada klien bahwa tindakan dilakukan untuk menjamin
Disters pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
� �� .� �� �� �� �� �� �� �. �� �� �� �� �. �� �
���� �
keamanan.
mengembangkan kepatuhan terhadap rencana terapeutik.
klien
Jelaskan pada klien tentang etiologi / factor pencetus adanya sesak atau kolaps paruparu.
Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik
Pertahankan prilaku tenang, bantu klien untuk mengontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam. Taruhlah kantung resusitasi di samping tempat tidur dan manual ventilasi untuk sewaktu-waktu dapat digunakan.
Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan / ansietas. Kantung resusitasi / manual ventilasi sangat berguna untuk mempertahankan fungsi pernapasan jika terjadi gangguan pada alat ventilator secara mendadak. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain Kolaborasi dengan tim kesehatan misalnya dokter, radiologi, dan fisioterapi. lain untuk mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan • Pemberian antibiotic parunya. Pemberian analgesic • •
Fisioterapi dada
•
Konsul foto thoraks.
c. Diagnosa : Risiko cedera yang berhubungan dengan gangguan dalam cara berjalan, vertigo, dan/ atau gangguan penglihatan, sekunder akibat kompresi/ perubahan tempat jaringan otak. Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi cedera. Kriteria hasil :Pasien mampu menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungkinan cidera. Intervensi Jauhkan dari benda-benda tajam
Rasional Meminimalkan risiko cedera
Berikan penerangan yang cukup Usahakan lantai tidak licin dan basah Pasang side rail
Meminimalkan terjadinya benturan Meminimalkan klien jatuh Menghindari klien terjatuh pada saat istirahat Untuk meningkatkan menjaga keamanan
Anjurkan pada keluarga klien untuk selalu menemani klien dalam beraktivitas.
� �� .� �� �� �� �� �� �� �. �� �� �� �� �. �� �
���� 10
d. Diagnosa :Ansietas yang berhubungan dengan implikasi kondisi dan ketidakpastian masa yang akan datang. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan rasa cemas klien berkurang Kriteria hasil : a. Klien dapat mengakui dan mendiskusikan rasa takut b. mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi c. tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi. Intervensi
Rasional
Kaji status mental tingkat ansietas dari pasien/keluarga. Catat adanya tanda-tanda verbal atau non verbal.
Gangguan tingkat kesadaran dapat mempengaruhi ekspresi rasa takut tetapi tidak menyangkal keberadaannya. Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu. Meningkatkan pemahaman, mengurangi rasa takut karena ketidaktahuan dan dapat membantu menurunkan ansietas. Penting u/ menciptakan kepercayaan karena diagnosa tumor otak mungkin menakutkan, ketulusan dan informasi yg akurat dapat memberikan keyakinan pd pasien dan juga keluarga. Dapat meringankan ansietas terutama ketika pemeriksaan tersebut melibatkan otak. Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat titujukan.
Berikan penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejalanya. Jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatian dan barikan informasi tentang prognosa penyakit.
Jelaskan dan siapkan u/ tindakan prosedur sebelum dilakukan Berikan kesempatanpasien u/ mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya. Libatkan pasien/ keluarga dalam perawatan, perencanaan kehidupan sehari-hari, membuat keputusan sebanyak mungkin. Berikan dukungan terhadap perencanaan gaya hidup yang nyata setelah sakit dalam dalam keterbatasannya tetapi sepenuhnya menggunakan kemampuan/ kapasitas pasien.
Meningkatkan perasaan kontrol terhadap diri dan meningkatkan kemandirian.
Meningkatkan perasaan akan keberhasilan dalam penyembuhan.
� �� .� �� �� �� �� �� �� �. �� �� �� �� �. �� �
���� 11
e. Diagnosa :Deficit perawatan diri yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk melakukan/ kesulitan dalam pelaksanaan aktivitas hidup sehari-hari sekunder akibat kerusakan sensorik-motorik. Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan personal hygiene terpenuhi Kriteria hasil : a.Klien dapat menunjukkan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri b. Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan Intervensi
Rasionalisasi
Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam melakukan ADL Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu
Menyadarkan tingkah laku / sugesti tindakan pada penindungan kelemahan. Pertahankan support pola pikir, izinkan klien melakukan tugas, beri umpan balik positif untuk usahanya Rencanakan tindakan untuk menangani defisit penglihatan Tempatkan perabotan jauhkan dari jalan
ke
dinding,
Beri kesempatan untuk menolong diri seperti ekstensi untuk berpijak pada lantai atau ke toilet Kaji kemampuan komunikasi untuk BAK
Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual Klien dalam keadaan cemas dan ketergantungan, hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien Klien memerlukan empati, tetapi perlu mengetahui perawatan yang konsisten dalam menangani klien. Sekaligus meningkatkan harga diri, memandirikan klien, dan menganjurkan klien untuk terus mencoba Klien akan mampu melihat dan memakan makanan, akan mampu melihat keluar masuknya orang ke ruangan Menjaga keamanan klien bergerak di sekitar tempat tidur menurunkan resiko tertimpa perabotan Mengurangi ketergantungan
Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan minum dan meningkatkan istirahat
Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah pengosongan kandung kemih oleh karena masalah neurogenik Meningkatkan latihan dan menolong mencegah konstipasi
Pemberian supositoria dan pelumas feses / pencahar
Pertolongan utama terhadap fungsi bowell atau BAB
� �� .� �� �� �� �� �� �� �. �� �� �� �� �. �� �
���� 12
Konsul ke dokter terapi okupasi
f.
Untuk mengembangkan terapi melengkapi kebutuhan khusus
dan
Diagnosa :Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan pemakaian energi untuk metabolism, asupan nutrisi yang kurang, mual, muntah. Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi. Kriteria hasil : Pasien mengerti tentang pentingnya nurisi bagi tubuh. Memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil pemeriksaan laboraturium. Intervensi
Evaluasi kemampuan makan klien
Observasi atau timbang berat badan jika memungkinkan
Monitor keadaan otot yang menurun dan kehilangan lemak subkutan Catat pemasukan peroral jika diindikasikan. Anjurkan klien untuk makan.
Berikan makanan kecil dan lunak.
Rasionalisasi
Klien dengan tracheostomy tube mungkin sulit untuk makan, tetapi klien dengan endotracheal tube dapat menggunakan mag slang atau member makanan parenteral Tanda kehilangan berat badan dan kekurangan intake nutrisi menunjang terjadinya masalh katabolisme, kandungan glikogen dalam otot dan kepekaan terhadap pemasangan ventilator. Menunjukkan indikasi kekurangan energy otot dan mengurangi fungsi otot-otot pernapasan. Nafsu makan biasanya berkurang dan nurisi yang masukpun berkurang. Anjurkan klien memilih makanan yang disenangi dapat di makan (bila sesuai anjuran) Mencegah terjadinya kelelahan, memudahkan masuknya makanan, dan mencegah ganggu.an pada lambung
Kajilah fungsi system gastrointestinal Fungsi system gastrointestinal sangat yang meliputi suara bising usus, catat penting untuk memasukan makanan. terjadi perubahan di dalam lambung Ventilator dapat menyebabkan kembung seperti mual dan muntah. Observasi pada lambung dan perdarahan lambung. perubahan pergerakan usus misalnya diare , konstipasi. Anjurkan pemberian cairan 2500 Mencegah terjadinya dehidrasi akibat
� �� .� �� �� �� �� �� �� �. �� �� �� �� �. �� �
���� 1�
cc/hari selama tidak terjadi gangguan jantung. Kolaborasi a. Aturlah diet yang diberikan sesuai keadaan klien
b. Lakukan pemeriksaan laboratorium yang diindikasikan seperti serum, transferin, BUN/Creatinin, dan glukosa
penggunan ventilator selama tidak sadar dan mencegah terjadinya konstipasi. a.Diet tinggi kalori, protein, karbohidrat sangat diperlukan selama pemasangan ventilator untuk mempertahankan fungsi otot-otot respirasi. b.Memberikan informasi yang tepat tentang keadaan nutrisi yang dibutuhkan klien
g. Diagnosa : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan sensorik-motorik. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya Kriteria hasil : a. Tidak terjadi kontraktur sendi. b. Bertambahnya kekuatan otot. c . Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. Intervensi
Rasional
Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dg cara yang teratur. Ubah posisi minimal setiap 2 jam
Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan. Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan. Membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional.
Letakkan pada posisi telungkup satu atau dua kali sehari jika pasien dapat mentoleransinya. Mulailah melakukan laihan rentang Meminimalkan atropi otot, meningkatkan gerak aktif dan pasif pada semua sirkulasi, membantu mencegah kontraktur. ekstrimitas saat masuk. Sokong ekstrimitas dalam posisi Mencegah kontraktur dan memfasilitasi fungsionalnya, gunakan papan kaki kegunaannya jika berfungsi kembali. selama periode paralisis flaksid. Tempatkan bantal di bawah aksila u/ Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku. malakukan abduksi pada tangan. Tinggikan tangan dan kepala. Meningkatkan aliran balik vena dan membantu mencegah terjadinya edema. Bantu u/ mengembangkan Membantu dalam melatih kembali saraf,
� �� .� �� �� �� �� �� �� �. �� �� �� �� �. �� �
���� 1�
keseimbangan duduk.
meningkatkan respons proprioseptik dan motorik.
Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
Mempertahankan posisi fungsional.
h.
Nyeri akut :Sakit kepala yang berhubungan dengan kompresi/ perubahan tempat jaringan otak dan peningkatan tekanan intrakranial. Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan nyeri dapat berkurang / hilang Kriteria hasil :secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat mengidentifikasikan aktivitas yang meningkat atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah, skala nyeri 0.
Intervensi Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri non farmakologi dan non invasive
rasional Pendekatan dengan menggunakan non farmakologi telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri
Ajarkan teknik relaksasi masase
Dapat melancarkan peredaran darah sehingga kebutuhan oksigen oleh jaringan akan terpenuhi dan akan dapat mengurangi nyerinya Mengalihkan perhatian ke hal-hal yang menyenangkan Istirahat akan merelaksasikan semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan
Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab nyeri dan menghubungkan berapa nyeri akan berlangsung Observasi nyeri dan tingkat respon motorik klien Kolaborasi pemberian analgesik
i.
Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya, dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik Untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang
Diagnosa: Risiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan muntah sekunder akibat peningkatan tekanan intrakranial. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi.
� �� .� �� �� �� �� �� �� �. �� �� �� �� �. �� �
���� 1�
Kriteria hasil : Menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh haluaran urine adekuat, tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik. Intervensi Awasi tanda vital, pengisian kapiler, status membran mukusa, turgor kulit.
Rasional Indikator keadekuatan volume sirkulasi.
Awasi jumlah dan tipe masukan cairan. Ukur haluaran urine dengan adekuat.
Pasien tidak mengkonsumsi cairan sama sekali mengakibatkan dehidrasi atau mengganti cairan untuk masukan kalori yang berdampak padakeseimbangan elektrolit. Membantu pasien menerima perasaan bahwa akibat muntah dan/atau penggunaan laksatif/ diuretik mencegah kehilangan cairan lanjut. Melibatkan pasien dalam rencana untuk memperbaiki ketidakseimbangan akan lebih besar kesempatan untuk berhasilnya.
Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan laktasik/ diuretik.
Identifikasi rencana untuk meningkatkan atau mempertahankan keseimbangan cairan optimal misal jadwal masukan cairan.
Evaluasi Dx 1 : Klien tidak gelisah. Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-muntah, dan muntah. GCS :4,5,6, TTV dalam batas normal. Tidak terdapat papilidema. Dx 2: Pasien memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif. Terjadi perbaikan pertukaran gas-gas pada paru, adaptif mengatasi factor faktor penyebab. Dx 3: Pasien mampu menyatakan pemahaman faktor ang terlibat dalam kemungkinan cidera. Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor risiko dan untuk melindungi diri dari cedera. Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan. Dx 4 : Klien dapat mengakui dan mendiskusikan rasa takut. Mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi. Dx 5 : Klien dapat menunjukkan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri.
� �� .� �� �� �� �� �� �� �. �� �� �� �� �. �� �
���� 1�
Dx 6 :
Dx 7 :
Dx 8 :
Dx 9 :
Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan. Pasien mengerti tentang pentingnya nurisi bagi tubuh. Memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil pemeriksaan laboraturium. Tidak terjadi kontraktur sendi. Bertambahnya kekuatan otot. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. Pasien melaporkan nyeri berkurang. Pasien dapat mengidebtifikasi activitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri. Pasien tampak relaks. Skala nyeri 0. Haluaran urine adekuat. Tanda vital stabil. Membran mukosa lembab. Turgor kulit baik.
� �� .� �� �� �� �� �� �� �. �� �� �� �� �. �� �
���� 1�
PENUTUP Kesimpulan Ependymoma merupakan tumor yang menyerang system saraf pusat dan berkembang dari sel ependymal, biasanya menyerang anak-anak.penyerbab dari ependymoma menurut Macmillan (2011) diantaranya adalah karena genetic, radiasi, kimia virus dan juga trauma. Ependymoma diperkirakan timbul dari peristiwa oncogenetic yang mengubah sel normal menjadi fenotipe ependymal tumor. Sifat yang tepat dan urutan peristiwa genetik tidak diketahui. Penelitian menjelaskan penelitian sitogenetika pada ependymoma supratentorial dari seorang gadis 3-tahun yang menunjukkan pada satu kromosom X. Dalam 1 dari 4 ependymomas dipelajari, translokasi kromosom yang melibatkan 9, 17, dan 22 diamati dengan hilangnya kromosom yang normal 17 Tanda-tanda paling umum dari ependymomas infratentorial termasuk papilledema dan ataksia. Nystagmus(40-50% dari pasien pada saat diagnosis). Lesi supratentorial sering hadir dengan hemiparesis, kehilangan sensori, kehilangan penglihatan, afasia, dan gangguan kognitif(Bruce, 2012). Pemeriksaan diagnostic yang bisa dilakukan adalah dengan MRI, CtT scan, Biopsi stereotaktik, Angiografi serebral, Penelitian sitologis pada CSF,EEG dan Ventriculogram / Arteriografi. Pemeriksaan diagnostic digunakan untuk menegakkan diagnose mediknya. Sedangkan penatalaksanaan yang bisa dilakukan adalah dengan operasi, kemoterapi, obat untuk kejang dan juga bisa dengan radio terapi . 10-tahun akhir dilaporkan tingkat kelangsungan hidup keseluruhan untuk ependymoma dapat bervariasi dari 45-55%. Stratifikasi berdasarkan usia menunjukkan tingkat ketahanan hidup 5-tahun dari 76% pada orang dewasa dan 14% pada anak Dari ependymoma ini bisa muncul 9 masalah keperawatan diantaranya adalah ketidakefektifan pola nafas, gangguan kebutuahan nutisi kurang dari kebutuhan tubuh dan ada resiko tinggi terjadi PTIK. Dan dari 9 masalah keperawatan itu bisa diangkat 9 diagnosa keperawatan Saran Untuk mencegah munculnya ependymoma ini maka perlu sekali tindakan preventif. Karena ependymoma ini merupakan penyakit yang berbahaya dan mengancam jiwa. Karena menyerang sistem saraf pusat. Dan pencegahannya adalah tanggung jawab semua pihak bukan hanya tim kesehatan tapi juga tanggung jawab masyarakat dan masing-masing individu.
� �� .� �� �� �� �� �� �� �. �� �� �� �� �. �� �
���� 1�
DAFTAR PUSTAKA
Bruce, JeffreyN. 2012.Ependymoma Clinical Presentation. http://emedicine.medscape.com diakses24 Mei 2012 Carpenito, Linda Jual. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC Doenges, E Marylin (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC Engram, Barbara (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC FKUI, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Gesapius Kemohan JW, Sayre GP. Tumor of the central nervous system. A.F.I.P. Washington, 1952. Macmillan. 2008. Ependymoma. http://www.macmillan.org.uk diakses 24 mei 2012 Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Neurobehaviour. Jakarta: Salemba Medika Reeves C, J, (2001), Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, Salemba Medika Suddart, Brunner (2000), Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC Tatter, Stephen B.1995. The new WHO Classification of Tumors affecting the Central Nervous System. http://neurosurgery.mgh.harvard.edu/newwhobt.htm diakses 24 mei 2012 Ganong, WF, (1996), Fisiologi Kedokteran, Jakarta, EGC Talbot, LA (1997), Pengkajian Keperawatan Kritis, Jakarta, EGC
� �� .� �� �� �� �� �� �� �. �� �� �� �� �. �� �
���� 1�