BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toksikologi forensik adalah salah satu dari cabang ilmu forensik. Menurut Saferstein yang dimaksud dengan Forensic Science Science adalah
”the
application of science to low”, low ”, maka secara umum ilmu forensik (forensik sain) dapat dimengerti sebagai aplikasi atau pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk penegakan hukum dan peradilan. Guna lebih memahami pengertian dan ruang lingkup kerja toksikologi forensik, maka akan lebih baik sebelumnya jika lebih mengenal apa itu bidang ilmu toksikologi. Ilmu toksikologi adalah ilmu yang menelaah tentang kerja dan efek berbahaya zat kimia atau racun terhadap mekanisme biologis suatu organisme. 1 Arsen adalah salah satu logam yang sangat toksik dari lingkungan. Penyebab terbesar dari toksisitas arsenik adalah dari kontaminasi air minum lebih banyak berasal dari sumber alam geologis dibanding yang berasal dari pertambangan, peleburan, atau sumber-sumber pertanian (pestisida atau pupuk). Banyak negara-negara industri yang memiliki air minum yang terkontaminasi dengan dengan arsenik. Hal ini adalah suatu kekhawatiran besar di AS, sebagai contohnya, kandungan arsenik air minum yang bersumber dari Millard County County publik dan swasta berkisar dari 14 bagian per miliar (ppb) hingga 166 ppb.
Badan Perlindungan Lingkungan Hidup menurunkan
perizinan kandungan arsenik dalam air minum di Amerika Serikat pada tahun 2001 dari 50 ppb hingga 10 ppb. Konsumsi air yang terkontaminasi arsenik yang lama dapat menyebabkan manifestasi toksisitas pada hampir semua sistem organ. Yang menjadi perhatian paling serius adalah potensi arsenik yang bersifat karsinogen. 2 Menurut National Menurut National Institute Inst itute for f or Occupational Safety and Health (1975), arsen inorganik bertanggung jawab terhadap berbagai gangguan kesehatan kronis, terutama kanker. Arsen juga dapat merusak ginjal dan bersifat racun yang sangat kuat. 3
Senyawa Arsen dahulu sering digunakan sebagai racun untuk membunuh orang lain, dan tidaklah mustahil dapat ditemukan kasus peracunan dengan Arsen dimasa sekarang ini. disamping itu, it u, keracunan arsen ar sen kadang-kadang dapat terjadi karena kecelakaan dalam industri dan pertanian akibat memakan/meminum makanan/minuman yang terkontaminasi dengan arsen. Kematian akibat keracunan arsen sering tidak menimbulkan kecurigaan karena gejala keracunan akutnya menyerupai gejala gangguan gastrointestinal yang hebat sehingga dapat didiagnosa sebagai salah suatu penyakit. 4
B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan Keracunan arsen? 2. Bagaimana sumber dan patofisiologi keracunan arsen? 3. Bagaimana toksikokinetik dan toksikodinamik senyawa arsen? 4. Bagaimana temuan otopsi pada keracunan arsen?
C. Tujuan 1. Mengetahui definisi keracunan arsen. 2. Mengetahui sumber dan patofisiologi keracunan arsen. 3. Mengetahui toksikokinetik dan toksikodinamik senyawa arsen. 4. Mengetahui temuan otopsi pada keracunan arsen.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Racun Racun adalah suatu zat yang apabila kontak atau masuk kedalam tubuh dalam jumlah tertentu (dosis toksik) merusak faal tubuh baik secara kimia mauppun fisiologis sehingga menyebabkan sakit atau pun kematian. Untuk kepentingan di bidang forensik, racun dibagi berdasarkan sifat kimia, fisik serta pengaruhnya terhadap tubuh manusia, yaitu:
5
1. Racun Anorganik. a.
Racun Korosif
b.
Racun Metalik dan non-metalik
2. Racun Organik a.
Racun Volatil
b.
Racun non Volatil dan non alkaloid
3. Racun Gas 4. Racun lain – lain lain a.
Racun makanan
b.
Racun binatang
c.
Racun tumbuh – tumbuhan tumbuhan
d.
Dan lain – lain lain
1. Racun Korosif Terdiri atas racun yang dapat menyebabkan kerusakan atau kematian sel – sel – sel yang terkena akibat efek lokal. Pada itngkat yang lebih ringan dapat terjadi iritasi atau keradangan. Beberapa racun korosif juga memberikan efek sistemik dan diabsorpsi ke dalam peredaran darah sehingga menyebabkan efek umum. Pembagian racun korosif: 5 a. Acid a. Acid Corrosif 1) Mineral Acid (Asam sulfat, asam khlorida dan asam sitrat) 2) Asam Organik (asam oksalat, asetat, asam formiat)
3) Halogenida (klorin, bromin, iodin, flourin) 4) Corrosive Mineral Salt b. Alkaline Corrosive c. Organic Corrosive 1) Phenol
group
( Methyl
Phenol,
dihydroxibenzene,
guiaacol,
pyrogallol ) 2) Formaldehyde .
2. Racun Metalik Terdiri atas semua racun yang mempunyai elemen logam dalam molekulnya. Beberapa perkecualian, beberapa logam seperti arsenikum, merkuri, ataupun timah hitam jarang toksisi bila berada dalam bentuk logam murninya, kecuali bentuk senyawa kimianya akan toksis. Banyak senyawa – senyawa logam ini mempunyai daya korosif dan efek lokal yang cukup hebat.5 Senyawa – senyawa dari logam dapat terdir dari kombinasi asam kuat dengan logam alkali lemah seperti: seng sulfat atau cupri sulfat yang akan menunjukkan efek korosif. Juga dapat dibentuk dari logam basa kuat dengan gugus asam lemah seperti kalium carbonat, sautu garam dengan daya kerja sebagai racun korosif biasa. Efek utama racun metalik setelah absorbsi terjadi adalah pada parenkim terutama organ viseral. Namun, beberapa
racun
logam
lain
seperti
senyawa
radio
aktif
jarang
menyababkan gangguan pada site of absorption, tetapi akan memeberikan efek pada jaringan tempat diakumulasikan seperti tulang dan sum – sum tulang.5
3. Racun Volatil dan non volatil Pada racun jenis ini, senyawa yang digunakan adalah turunan dari alkohol, yaitu Methyl Alcohol (metanol). Metanol juga dikenal sebagai Wood alcohol dimana lethal dosisnya sangat bervariasi pada setiap orang. Kematian timbul pada 30-60 ml pemberian methanol. Kadang – kadang
gejala tidak tampak sampai 26 jam atau lebih setelah keracunan namun tiba – tiba penderita dapat meninggal. Hal ini disebabkan oleh efk depresi CNS, edema serebri dan asidosis akibat dari oksidasi yang lambat dan tidak sempurna dari methanol dalam tubuh menjadi fermaldehid dan asam semut.5
4. Racun Gas Racun gas terdiri dari karbon Dioksida dan Karbon Monoksida. Karbon Dioksida akan menyebabkan asfiksia karena berkurangnya jumlah oksigen di udarapernafasan dan proses ini pada tahap awal akan dipercepat dengan adanya efek langsung Karbon Dioksida pada pusat pernafasan, sehingga tingkat keracunan perinhalasi makin berat. Gejala keracunan akibat karbon dioksida adalah: sakit kepala serta kepala terasa berat, tinitus, nausea, perspirasi, otot – otot menjadi lemah, somnolensi hebat, tekanan darah menignkat disertai dengan sianosis, pernafasan cepat dan nadi cepat, collaps, koma dan meninggal. Penyebab kematian pada akibat keracunan gas karbon dioksida adalah asfiksia akibat anoksia otak dan jaringan tubuh lainnya. Pada karbon monoksida, gas ini berasal dari pembakaran yang tidak sempurna dari senyawa organik misal asap kendaraan bermotor, gas untuk memasak, hasil pembakaran batu bara dan lain – lain. Karbon monoksida akan mengikan Hb secara cepat dan lengkap dan menghambat oksigen berikatan dengan oksigen. Sehingga suplai oksigen ke organ vital pun akan berkurang dan akan timbul anoksemia. Lama kelamaan, Hb akan kehilangan kemampuannya untuk mengikat oksigen dan akan memperburuk kondisi anoksemia pada jaringan. Gejala klinis keracunan karbon monoksida dapat terjadi mendadak, namun biasanya terjadi secara mendadak, pelipis berdenyut, tinitus, pusing, mual, muntah, pandangan kabur dan pingsan. Wajah kemerahan, daya ingta menurun, vertigo, anestesia, hilangnya daya untuk bergerak secara spontan. Selanjutnya denyut nadi akan melemah dan pelan sampai terjadi henti jantung (cardiac arrest ). Pada korban yang mati tidak lama setelah
keracunan CO, ditemukan lebam mayat berwarna merah terang ( cherry pink colour ) yang tampak jelas bila kadarkarboksihemoglobin (COHb)mencapai 30% atau lebih. 5
5. Racun Lain – lain Jenis – jenis racun yang termasuk dalam golongan ini adalah insektisida, racun binatang, dan racun makanan. Insektisida berdasaarkan asal dan sifat kimiawinya dibagi menjadi: 5 a) Berasal dari tumbuh – tumbuhan seperti Derris, Pyrethrum, Nicotine b) Insektisida Sintesis, terdiri dari golongan Chlorinated Hydrocarbon, Organophosphate, Carbamate,dan Dinitrophenol . Pada keracunan makanan, umumnya disebabkan oleh adanya bahan asing yang bersifat toksis dalam makanan. Keadaan ini dapat terjadi dan digolongkan dalam 4 golongan yaitu: a) Bahan asing anorganik atau organik baik sengaja ataupun tidak tercampur dalam makanan pada waktu proses pembuatan atau pengawetan. b) Makanan itu sendiri yang mengandung racun. Misal sianida pada singkong. c) Adanya kuman atau parasit patogen dalam makanan d) Adanya toksin kuman dalam makanan
B. Arsen 1. Definisi Arsenik adalah unsur alami yang tersebar luas di kerak Bumi. Arsenik diklasifikasikan secara kimia sebagai metaloid, memiliki kedua sifat logam dan bukan logam; Namun, sering disebut sebagai logam. Unsur arsenik (kadang-kadang disebut arsenik logam) adalah material padat abu-abu baja. Namun, arsenik biasanya ditemukan di lingkungan yang dikombinasikan dengan unsur-unsur lain seperti oksigen, klorin,
dan belerang. Arsenik dikombinasikan dengan unsur-unsur ini disebut arsen anorganik. Arsenik dikombinasikan dengan karbon dan hidrogen disebut sebagai arsenik organik. 6 Senyawa arsenik organik dan organik terbanyak a dalah bubuk putih atau tidak berwarna yang tidak menguap. Mereka tidak berbau, dan kebanyakan tidak memiliki rasa khusus. Jadi, kita tidak tahu apakah arsenik ada di makanan, air, atau udara. 6 Arsenik anorganik terjadi secara alami di tanah dan di banyak jenis batuan, terutama dalam mineral dan bijih yang mengandung tembaga atau timah. Ketika bijih ini dipanaskan di smelter, sebagian besar arsenik menumpuk tumpukan dan memasuki udara sebagai debu halus. Smelters dapat mengumpulkan debu ini dan mengambil arsenik sebagai senyawa yang disebut arsenik trioksida (As2O3). Namun, arsenik tidak lagi diproduksi di Amerika Serikat; semua arsenik yang digunakan di Amerika Serikat diimpor. 6
2. Karakteristik Arsen Arsen dalam air tanah terbagi dalam dua bentuk, yaitu bentuk tereduksi terbentuk dalam kondisi anaerobik, sering disebut arsenit. Bentuk lainnya adalah bentuk teroksidasi, terjadi pada kondisi aerobik, umum disebut sebagai arsenat. Arsen merupakan unsur dari komponen obat sejak dahulu kala. Senyawa arsen trioksida misalnya pernah digunakan sebagai tonikum, yaitu dengan dosis 3 x 1-2 mg. Dalam jangka panjang, penggunaan tonikum ini ternyata telah menyebabkan timbulnya gejala intoksikasi arsen kronis. Arsen juga pernah digunakan sebagai obat untuk infeksi parasit, seperti protozoa, cacing, amoeba, sprirocheta, dan tripanisoma, tetapi kemudian tidak lagi digunakan sebagai obat pada resep homeopathi. 3
3. Sifat Kimia Arsen Arsen ditemukan dalam 200 bentuk mineral, diantaranya arsenat (60%), sulfida dan sulfosalts (20%), dan kelompok kecil berupa arsenida, arsenat, oksida silikat, dan arsen murni (Onishi, 1969). Mayoritas arsen ditemukan dalam kandungan utama asenopyrite (FeAsS), realgar (As4S3), dan orpiment (As2S3). Realgar (As4S3), dan orpiment (As2S3) biasanya menurunkan bentuk dari arsen itu sendiri. Kondisi natural lainnya yakni loellingite (FeAs2), safforlite (CoAs), nicolite (NiAs), rammelsbergit (NiAs2), arsenopyrite (FeAsS), kobaltite (CoAsS), enargite (Cu3AsS4), gerdsorfite (NiAsS), glaucodot ((Co,Fe)AsS), dan elemen arsen (Greenwood dan Earnshaw, 1989).3 Dalam lingkungan perairan, kondisi dalam tekanan oksidasi arsen membentuk
pentavalent
arsenat
(As(V)),
dimana
dalam
kondisi
sebaliknya saat tereduksi membentuk trivalent arsenit (As(III)), dan mobilitas serta penyerapan oleh sedimen, tanah lempung, dan mineral tanah bergantung pada bentuk arsennya. Dalam kondisi anoksik, aktivitas mikrobial dapat membentuk arsen dalam metilat, yang mana berbentuk padat dan mampu masuk ke lapisan atmosfer.3
4. Toksikokinetik Arsen a. Absorbsi Masuknya Arsen dalam tubuh manusia melalui oral yaitu melalui makanan/minuman. Gambar berikut memperlihatkan kandungan arsen dalam beberapa jenis makanan dan minuman yang sering dikonsumsi manusia.7
Gambar 1. Sumber Arsen dalam makanan dan minuman 7
Paparan arsen pada manusia dapat dibedakan menjadi 1) Paparan akut Paparan akut dapt terjadi jika tertelan sejumlah 100 mg arsen. Gejala yang dapt timbul akibat paparan akut adalah mual, muntah, nyeri perut, diare, kedinginan, kram otot serta edema di bagian wajah. Paparan dengan dosis besar dapat menyebabkan koma dan kolapsnya pembuluh darah. Dosis fatal adalah jika sebanyak 120 mg arsenik trioksid masuk ke dalam tubuh.7 2) Paparan kronik Gejala klinis yang nampak pada paparan kronis dari arsen adalah peripheral neurophaty (rasa kesemutan atau mati rasa), lelah, hilangnya refleks, anemia, gangguan jantung, gangguan hati, gangguan ginjal, keratosis telapak tangan maupun kaki, hiperpigmentasi kulit dan dermatitis. Gejala khusus yang dapat terjadi akibat terpapar debu yang mengandung arsen adalah nyeri tenggorokan serta batuk yang
dapat mengeluarkan darah akibat terjadinya iritasi. Seperti halnya akibat terpapar asap rokok, terpapar arsen secara menahun dapat menyebabkan terjadinya kanker paru. 7
b. Distribusi Target utama arsen dalam tubuh adalah hati, meski arsen juga dapat mempengaruhi mekanisme kerja paru-paru dan ginjal melalui peredaran darah. Itulah sebabnya pemeriksaan kandungan arsen juga dilakukan melalui darah. Pada keracunan akut maupun kronis dapat terjadi anemia, leukopenia, hiperbilirubinemia.7 Arsenik yang terabsorbsi akan terakumulasi di kuku, rambut, kulit. Kadar arsen dalam rambut merupakan indikator yang cukup baik untuk menilai terjadinya keracunan arsen. Normal kadar arsen dalam rambut kurang dari 1 mg/kg. Namun kandungan arsen dalam rambut belum dapat dipastikan akibat paparan langsung atau metabolisme
dan
akhirnya
terakumulasi
di
rambut
seperti
penyimpanan arsen pada kuku. Arsenik yang akhirnya terakumulasi sampai pada kuku dan rambut ini tersimpan dalam bentuk arsenik trioksid. 7
c. Metabolisme/Biotransformasi Arsenik Biotransformasi
atau
metabolisme
didefinisikan
sebagai
perubahan xenobiotik/toksin yang dikatalisa oleh sutau enzim tertentu dalam makhluk hidup. Tujuannya yaitu dengan merubah toksin bersifat non polar menjadi bersifat polar dan kemudian dirubah menjadi bersifat hirofil sehingga dapat diekskresikan keluar dari tubuh. Mekanisme biotransformasi meliputi 2 reaksi : reaksi fasa 1 dan reaksi fasa 2.7 1) Reaksi fasa 1 atau reaksi fungsionalisasi/memasukkan gugus fungdional (a1 : OH, COOH, NH2, dan SH) kedalam toksin sehingga mengubah toksin non polar menjadi bentuk yang
lebih
polar
secara
langsung
dan
memodifikasi
gugus
fungsional yang ada dalam struktur molekul melalui reaksi oksidasi, reduksi, maupun hidrolisis. 7 2) Reaksi fasa 2 (reaksi konyugasi) reaksi ini melibatkan beberapa jenis metabolit endogen (berupa enzim yang ada dalam tubuh) di retikulum endoplasma. 7 Arsen adalah racun yang bekerja dala sel secara umum. Hal tersebut terjadi apabila arsen terikay dengan gugus sulfihidril (-SH), terutama yang berada dalam enzim. Salah satu system enzim tersebut ialah komplek. Piruvat dehidrogenase yang berfungsi untuk oksidasi dekarboksilasi piruvat menjadi Co-A dan CO2 sebelum masuk ke dalam siklus TOA (tricarbocyclic acid). Dimana enzim tersebut terdiri dari beberapa enzim dan kofaktor. Reaksi tersebut melibatkan trasasetilasi yang mengikat koenzim A (CoA-SH) untuk membentuk asetil CoA dan dihidrolipoil-enzim, yang mengandung dua gugus sulfihidril. Kelompok sulfihidril sangat berperan mengikat arsen trivial yang membentuk kelat. Kelat dari dihidrofil-arsenat dapat menghambat reoksidasis dari kelompok akibatnya bila arsen terika dengan system enzim, akan terjadi akumulasi asam piruvat dalam darah.7 Biotransformasi arsen di dalam tubuh terjadi di hati, melewati dua fasa. Hati akan mengubahanya menjadi bentuk yang tidak merusak dan dibuang lewat urin dalam waktu 4-5 hari dengan persentase 62,7% (dari total arsenik apada tubuh). Pada fasa 1 melalui reaksi oksidasi aromatik membentuk alkohol (-OH) khsuusnya oksidasi benzoapirin karena terdapt epoksid yang dapat menyebabkan bioaktivasi.7
Gambar 2. Senyawa arsen Pada fasa 2 arsen akan mengalami reaksi konjugasi glutation yang melibatkan enzimglutation transferase di mana gugus fungsionalnya adalah epoksid hasil metabolism fasa 1tadi. Glutation/asam merkapturat (GSH) berperan penting pada proses detoktifikasi senyawaarsn yang merupakan
elektrofilik
reaktif
penyebab
kerusakan
jaringan,
karsinogenik,mutagenik dan teratogenik karena membentuk ikatan kovalen dengan gugus-gugus neofilikyang terdapat pada protein dan asam nukleat sel. GSH terdapat pada usus, ginjal, jaringanlain, terutama hati, mengandung gugus nukleofil sulfihidril (-SH) yang dapat bereaksi dengansenyawa elektrofilik reaktif sehingga dapat melindungi jaringan sel yang penting.Keunikan dari GSH adalah terdapat atom S yang memiliki sifat keelektonegatifan tinggi(kelebihan elektron) yang mampu berikatan dengan atom elektropositif (kekuranganelektron) dari senyawa karsinogenesis
kimia. Banyak
senyawa
alifatik,
arilalkil halida,sulfat, sulfonat, nitrat dan organoposfat mempunyai atom C yang kekurangan elektronsehingga dapat bereaksi dengan glutation melalui pemindahan nukleofil membentuk konjugat glutation. 7 Arsenat juga memisahkan oksigen dan fosfolirasi pada fase kedua dariglikolosis dengan jalan berkompetisi dengan fosfat dalam reaksi gliseraldehid dehidrogenase.7 Dengan
adanya pengikatan arsenat reaksi gliseraldehid-3
fosfat, akibatnya tidak terjadi proses enzimatik hidrolisis menjadi 3fosfogliserat dan tidak memproduksi ATP.Selama Arsen bergabung
dengan gugus SH, maupun gugus SH yang terdapat dalam enzim,maka akan banyak ikatan As dalam hati yang terikat sebagai enzim metabolic.Karena adanya protein yang juga mengandung gugus SH terikat
dengan
As,
maka
hal
inilah
yang
meneyebbkan
As
jugaditemukan dalam rambut, kuku dan tulang.Karena eratnya As bergabung dengan gugus SH,maka arsen masih dapat terdeteksi dalam rambut dan tulang beberapa tahun kemudian. 7
Gambar 3. Aktivitas Arsenik dalam sel 7 Gambar di atas menunjukan perbedaan aktivitas gen yang normal di sel dengan aktivitas abnormal yang diakibatkan oleh pengikatan arsenic pada reseptor pengaktivasi gen yang akan menimbulkan kelainan ekspresi gen pada manusia. 7 Arsenik trioksid yang dapat disimpan di kuku dan rambut dapat mempengaruhienzim yang berperan dalam rantai respirasi, metabolisme glutation ataupun enzim yang berperan dalam proses perbaikan DNA yang rusak. Dalam tubuh, arsenik organik diubah monometilarsenic acid (MMA) dan akhirnya diubah menjadi dimetilarsenic acid (DMA) dengan donor metal, S-adenosymetionin (SAM) dikatalisis oleh
metiltransferase dalamglutation yang ada. Derivat metil ini adalah ribuan lipatan yang dalam jumlah sedikit berpotensi kuat sebagai agen mutagenic dari pada arsenic anorganik. Arsenik dikonversidi hati dan menjadi metal dengan toksisitas rendah yang pada akhirnya dapat dikekskresikan melalui urine dan mengikuti model triphasic dalam waktu 28 jam, 59 jamdan 9 hari berturut-turut dengan jarak antara 27 jam dan 86 jam dari jenis arsen yang berbeda menunjukkan tingkatan sebagai berikut: AS5+
memberikan
spektrum
substrat
yang
dikenal
dengan As3MT . Sebelum diekskresikan arsen akan mengalami fase toksodinamik (interaksi antaratoksin dengan reseptor pada tubuh) melalui
interaksi
dengan
sistem
enzim.
Cara
arsen berinteraksi dengan system enzim adalah dengan inhibisi secara b olak-balik (reversible/terpulihkan).
Arsen merupakan toksik polar
inhibitor enzim, di mana terjadi ikatan nonkovalen (ikatan yang lemah ) antara arsen dengan enzim sehingga arsen bisa keluar darienzim dengan mudah. Ikatan kovalen antara arsen tadi dengan gugus SH pada enzim, sehingga enzim tidak dapat berfungsi. Reaksi antara Arsen trivalen dengan protein dan enzim yang mengandung sulfihidril.Waktu paruh biologis pada manusia menyebabkan arsen (As) terkadang kurang terdeteksi dalam urin. Namun demikian, apabila logam arsen (As) ini berada dalam jangka waktu yang cukup lama dalam tubuh ( long term exposure ) maka akan terakumulasi dalam target organ tubuh (kuku, rambut dan kulit). Sehingga akan menimbulkan efek gangguan kesehatan
manusia
yang
bersifat
karsinogenik,
mutagenik
dan
teratogenik dan toksisitasnya dapat bersifat akut dan kronik .7 d. Ekskresi Hasil metabolisme dari arsenik bervalensi 3 adalah asam dimetil arsenik dan asam monometil arsenik yang keduanya dapat diekskresi melalui urine. Gas arsin terbentuk dari reaksi antara hidrogen dan arsen yang merupakan hasil samping dari proses refining (pemurnian logam) non
besi
(non
ferrous
metal).
Keracunan
gas
arsin biasanya bersifat akut dengan gejala mual, muntah, nafas pendek dan sakit kepala. Jika paparan terus berlanjut dapat menimbulkan gejala hemoglobinuria dan anemia, gagal ginjal dan ikterus (gangguan hati). Menurut Casarett dan Doull’s (1986), menentukan indikator biologi dari keracunan arsen merupakan hal yang sangat penting. Arsen mempunyai waktu paruh yang singkat (hanya beberapa hari), sehingga dapat ditemukan dalam darah hanya pada saat terjadinya paparan akut. Untuk paparan kronis dari arsen tidak lazim dilakukan penilaian. Keracunan arsen dapat dideteksi dengan pemeriksaan Uji Marsh dan Uji NAA (Neutron Activation Analysis). 7
5. Toksikodinamik Arsen Ada banyak laporan kasus kematian pada manusia karena konsumsi dosis tinggi arsenik. Pada hampir semua kasus, efek paling cepat adalah muntah, diare, dan perdarahan gastrointestinal, dan kematian dapat terjadi akibat kehilangan cairan dan kolaps sirkulasi. Dalam kasus lain, kematian mungkin tertunda dan hasil dari cedera jaringan ganda yang dihasilkan oleh arsenik. Beberapa agen keracunan arsenik yang mematikan adalah karena efek gastrointestinal segera setelah konsumsi dan kerusakan luas pada beberapa sistem organ sebelum terjadi kematian. Perkiraan tepat dari dosis yang dicerna adalah biasanya tidak tersedia dalam keracunan akut, jadi informasi kuantitatif tentang dosis yang mematikan pada manusia sangat jarang. 6 Dosis mematikan ( Lethal Dose) berkisar dari 22 hingga 121 mg As/kg dalam empat kasus di mana jumlah yang diketahui tertelan bolus tunggal. Dua orang dalam satu keluarga delapan meninggal karena konsumsi air yang mengandung sekitar 110 ppm arsenik selama seminggu. Ini berhubungan dengan dosis sekitar 2 mg As/kg/hari. Berdasarkan ulasan laporan klinis dalam literatur yang lebih terdahulu, memperkirakan dosis minimum untuk menjadi mematikan sekitar 130 mg (juga sekitar 2 mg / kg). Kematian karena paparan arsenik kronis telah dilaporkan pada konsentrasi yang lebih rendah. 6 Lima anak antara usia 2 dan 7 tahun meninggal akibat gejala sisa keracunan arsenik kronis setelah minum air yang terkontaminasi sepanjang hidup mereka dengan perkiraan dosis rata-rata 0,05-0,0 mg As / kg/hari. Seorang pria 22 tahun dengan dermatosis arsenik kronis meninggal karena arsenik yang terkait efek setelah paparan seumur hidup dengan perkiraan dosis rata-rata 0,014 mg As/kg/hari dalam air minum. 6
6. Sumber Pencemaran Arsen Arsenik terdistribusi sangat luas di lapisan kulit bumi, umumnya dalam bentuk arsenik sulfida ataulogam arsenat dan arsenid. Senyawa
arsen dapat keluar ke atmosfer, terutama dalam bentuk trioksida, melalui proses dengan suhu yang tinggi. Di atmosfer, arsen biasanya diserap dalam partikel, terdispersi oleh angin dan terdeposit dalam tanah dan air. Arsen dapat keluar ke atmosfer dan air dengan berbagai cara sebagai berikut. 8 -
Secara alami, seperti aktivitas vulkanik, penguraian mineral (terutama kedalam air tanah), eksudasi dari debu vegetasi dan diterbangkan oleh angin.
-
Aktivitas
manusia,
seperti
pertambangan,
peleburan
logam,
pembakaran bahan bakar, penggunaan dan produksi pestisida agrikulutural, dan pengolahan kayu dengan bahan pengawet. -
Remobilisasi sumber sejarah, seperti drainase air tambang.
-
Mobilisasi air minum dari sumur yang berasal dari pengeboran tanah
a. Air Minum Air minum merupakan ancaman terbesar dari pencemaran arsen terhadap kesehatan masyarakat. Arsen Inorganik secara alami sangat banyak pada air tanah pada beberapa negara, seperti Argentina, Chili China, India (Bengal Barat), Meksiko, Amerika dan khususnya di Bangladesh dimana hampir setengah dari total penduduknya berisiko meminum air yang tercemar oleh arsen dari air sumur.8
b. Proses Industri Sebagian besar arsen dalam proses industri digunakan sebagai bahan
pengawet
antijamur
kayu
yang
dapat
menyebabkan
kontaminasi tanah. Arsen juga digunakan dalam industri farmasi dan kaca. Senyawa arsenik juga digunakan dalam jumlah terbatas pada industri mikroelektronika dan optik. Tingkat arsenik yang tinggi di udara dapat ditemukan di lingkungan kerja serta lingkungan di sekitar peleburan logam non-ferrous, di mana arsenik trioksida dapat
dibentuk, dan beberapa pembangkit listrik tenaga batubara (terutama yang menggunakan batubara coklat bermutu rendah). 8
c. Makanan Di daerah-daerah di mana arsen tidak secara alami hadir pada tingkat tinggi, makanan biasanya menyumbang sebagian besar untuk asupan arsenik harian. Ikan, kerang, daging, unggas, produk susu dan sereal adalah sumber utama asupan makanan. Namun, kandungan arsenik ikan dan kerang biasanya melibatkan senyawa organik (misalnya arsenobetain) yang toksisitasnya rendah.1 Di daerah di mana arsenik secara alami ada pada tingkat tinggi, makanan (misalnya beras) yang disiapkan dengan air arsenik tinggi dan tanaman pangan diairi. dengan air yang terkontaminasi juga berkontribusi terhadap total asupan harian.8
d. Merokok Paparan perokok terhadap arsenik muncul dari kandungan arsenik anorganik alami tembakau. Konsentrasinya meningkat ketika tanaman tembakau telah diberikan insektisida arsenat. Pekerja pelebur (Smelter), memiliki risiko tinggi terkena kanker paru-paru karena paparan arsenik, semakin meningkatkan risiko mereka bila merokok.8
C. Patofisiologi Keracunan Arsen 1. Paparan Arsenik Paparan arsenik terjadi melalui inhalasi, penyerapan melalui kulit dan terutama dengan menelan, misalnya, terkontaminasi air minum. Senyawa organik Arsenik dalam makanan relatif tidak beracun (arsenobentain dan arsenocholine). Makanan laut, ikan, dan ganggang adalah sumber senyawa arorganik terkaya. Senyawa organik ini
menyebabkan peningkatan kadar arsenik dalam darah tetapi cepat diekskresikan dan tidak berubah dalam urin. 2 Penyerapan arsenik lebih tinggi pada makanan padat daripada dari cairan termasuk minum air. Senyawa arsen organik dan anorganik dapat memasuki makanan dari produk pertanian atau dari tanah yang diirigasi dengan air yang terkontaminasi arsenik. 2 2. Penyerapan Tempat utama penyerapan adalah usus kecil oleh proses elektrogenik yang melibatkan gradien proton (H +). pH optimal untuk penyerapan arsenik adalah 5,0. Meskipun di lingkungan usus kecil memiliki pH sekitar 7.0 sekresi bikarbonat karena pankreas. 2 3. Metabolisme Arsen yang terserap mengalami biomethylation di hati membentuk asam monomethylarsonik dan asam dimethylarsinik yang kurang beracun tetapi tidak sepenuhnya tidak berbahaya. Sekitar 50% dari dosis yang dicerna dapat diekskresi melalui urin dalam tiga sampai lima hari. Asam dimethylarsinic adalah metabolit urin yang dominan (60% -70%) dibandingkan dengan asam monomethylarsonik. Sejumlah kecil arsenik anorganik yang tidak dimetabolisme juga diekskresikan. Setelah terjadi keracunan akut studi penyerapan spektrometri atom elektrotermal menunjukkan bahwa konsentrasi tertinggi arsenik ada di dalam ginjal dan hati. 2 Pada konsumsi arsenik kronis, arsenik terakumulasi dalam hati, ginjal, jantung, dan paru - paru dan sejumlah kecil di otot, sistem saraf, saluran pencernaan, dan limpa. Meskipun sebagian besar arsenik dibersihkan dari tempat tersebut, terdapat jumlah residual yang menetap di jaringan, kuku, rambut, dan kulit. Setelah sekitar dua minggu menelan, arsenik akan tersimpan di rambut dan kuku. 2
D. Tanda dan Gejala Keracunan Arsen 1. Keracunan Akut Gejala keracunan akut biasanya terjadi dalam waktu 30 menit setelah tertelan tetapi dapat lebih lama jika arsenik tertelan bersama makanan. Awalnya, seorang pasien mungkin akan merasakan rasa logam atau menghiraukan bau nafas seperti bawang putih disertai mulut kering dan kesulitan menelan. Gejala klinis awal pada intoksikasi arsenik akut bisa berupa nyeri otot, kelemahan, dan kulit flusking. Mual dan muntah berat, nyeri kolik, dan diare yang berlebihan dengan tinja seperti air beras. Kerusakan kapiler mengakibatkan vasodilatasi, transudasi plasma, dan syok vasogenik. Efek arsenik pada suplai vaskular mukosa, tidak menyebabkan korosif secara langsung, tapi menyebabkan transudasi cairan dalam lumen usus, perubahan mukosa vesikal, dan terkelupasnya fragmen jaringan. Pasien mungkin akan mengeluh kram otot, mati rasa di tangan dan kaki, ruam kemerahan di tubuh dan rasa haus yang hebat. Pada keracunan yang parah, kulit menjadi dingin dan berkeringat, dan beberapa sirkulasi kolaps biasanya terjadi bersamaan dengan kerusakan ginjal dan penurunan output urin. Rasa kantuk dan kebingungan sering terlihat seiring dengan perkembangan psikosis terkait dengan delusi paranoid, halusinasi, dan delirium. Akhirnya, kejang, koma, dan kematian, biasanya dapat terjadi karena syok. 9 Setelah fase gastrointestinal, kerusakan organ multisistem dapat terjadi. Jika kematian tidak terjadi dalam 24 jam pertama dari kegagalan sirkulasi ireversibel, hal ini mungkin akibat gagal hati atau gagal ginjal beberapa hari berikutnya. Manifestasi jantung termasuk kardiomiopati akut, perdarahan subendokardial, dan perubahan elektrokardiografi. Perubahan paling umum pada elektrokardiogram adalah interval QT memanjang dan perubahan segmen ST non-spesifik. 9
2. Keracunan Kronik Keracunan arsenik kronis jauh lebih banyak terjadi di alam, sering melibatkan beberapa rumah sakit sebelum terdiagnosis dengan benar. Dermatosis arsenik jarang terjadi seperti pada berbagai macam dermatosis. Sumber paparan arsenik ditemukan kurang dari 50% kasus. Manifestasi kronis yang paling menonjol melibatkan kulit, paru-paru, hati dan sistem darah. 9 Perubahan kulit bersifat khas namun tidak spesifik. Bercak awal eritema persisten secara perlahan dan seiring waktu akan mengalami melanosis, hiperkeratosis, dan deskuamasi. Pigmentasi kulit berupa bercak dan disebut sebagai "raindrops on a dusty road". Hiperkeratosis sering timbul pada ekstremitas distal. Deskuamasi yang difus pada telapak tangan dan telapak kaki juga terlihat. Komplikasi kulit jangka panjang adalah perkembangan karsinoma sel basal multisentris dan karsinoma sel skuamosa. Penyakit Bowen, lesi kulit pra-kanker yang langka, berhubungan dengan arsenik dan human papilloma virus (HPV). Arsenik dan HPV menyebabkan kanker jaringan epitel dan ada yang berspekulasi bahwa arsenik menyebabkan kanker pada manusia melalui aktivasi virus onkogenik seperti HPV. Hal tersebut akan menjelaskan bahwa arsenik menginisiasi kanker jaringan epitel pada manusia tetapi tidak pada hewan pengerat, karena tidak membawa virus papilloma. Kuku rapuh, alopecia merata, dan edema wajah dilaporkan dalam literatur penyakit kulit karena arsenik. 9 Anemia dan leukopenia hampir terjadi pada semua orang dengan paparan arsenik kronis. Trombositopenia juga sering terjadi. Anemia biasanya normokromik normositik dan minimal menyebabkan hemolisis. Interferensi dengan metabolisme folat dan sintesis DNA dapat menyebabkan perubahan megaloblastik. Di negara terbelakang seperti India dan Bangladesh, adanya anemia, leukopenia dan trombositopenia dari arsenik harus dinilai dengan hati-hati mengingat hubungannya dengan anemia dan leukopenia karena malnutrisi. 9
Beberapa penelitian telah diusulkan untuk menjelaskan, setidaknya sebagian, sifat karsinogenik arsenik. Sangat mungkin melibatkan beberapa mekanisme, beberapa di antaranya mungkin berhubungan dengan efek non-kanker juga. 9 Stres
oksidatif .
Studi
mekanistik
toksisitas
arsenik
telah
menyarankan peran generasi spesies oksigen reaktif dalam toksisitas arsenik anorganik. Hasil dari penelitian in vivo dan in vitro pada manusia dan hewan yang terpapar arsenik menunjukkan kemungkinan keterlibatan peroksidasi lipid yang meningkat, produksi superoksida, pembentukan radikal hidroksil, sulfida nonprotein darah, dan / atau kerusakan DNA yang diinduksi oleh oksidan. Pengurangan pertahanan oksidan seluler oleh pengobatan dengan agen glutathione-depleting menyebabkan peningkatan sensitivitas sel terhadap toksisitas arsenik. Bukti yang mendukung mekanisme toksisitas yang melibatkan stres oksidatif yang diinduksi arsenik berasal dari temuan bahwa arsenik inhalasi dapat mempengaruhi paru terhadap kerusakan oksidatif, keracunan arsenik dosis rendah kronis mengubah gen dan protein yang berhubungan dengan stres oksidatif dan peradangan, dan regulasi transkripsi utama yang mengubah gen adalah senisitifitas redoks. 6 Genotoksisitas. Secara kolektif, uji genotoksisitas in vitro dan in
vivo telah menunjukkan bahwa arsenik menyebabkan putusnya untai tunggal, pembentukan situs apurinic / apyrimidinic, basis DNA dan kerusakan
basis
oksidatif,
ikatan
DNA-protein,
penyimpangan
kromosom, aneuploidi, pertukaran kromatid, dan mikronuklei. Kerusakan kromosom, ditandai dengan celah kromatid, istirahat dan fragmentasi, endoreduplication, dan kerusakan kromosom, tergantung dosis dan arsenit lebih kuat daripada arsenat. Arsenik anorganik dapat menjadi potenisi mutagenisitas, meskipun arsenik itu sendiri tidak muncul untuk menginduksi mutasi titik. Genotoksisitas yang diinduksi arsenik mungkin melibatkan oksidan atau spesies radikal bebas. 6
Perubahan Faktor Pertumbuhan → Proliferasi Sel → Promosi
Karsinogenesis. Peningkatan konsentrasi faktor pertumbuhan dapat
menyebabkan proliferasi sel dan promosi karsinogenesis. Kematian sel yang diinduksi arsenik juga dapat menyebabkan regenerasi sel kompensasi
dan
karsinogenesis.
Perubahan
faktor
pertumbuhan,
proliferasi sel, dan promosi karsinogenesis semuanya telah ditunjukkan dalam satu atau lebih sistem yang terkena arsenik. Perubahan faktor pertumbuhan dan mitogenesis tercatat
pada keratinosit manusia.
Kematian sel diamati pada hepatosit manusia dan epitel kandung kemih tikus. Proliferasi sel ditunjukkan pada keratinosit manusia dan kulit manusia utuh serta sel-sel kandung kemih. Promosi karsinogenesis tercatat pada kandung kemih tikus, ginjal, hati, dan tiroid, dan kulit dan paru-paru tikus.6 Mekanisme tambahan dari Data Toksisitas. Paparan arsenik
anorganik telah terbukti mengubah ekspresi berbagai gen yang terkait dengan pertumbuhan sel dan pertahanan, termasuk gen penekan tumor p53, serta untuk mengubah pengikatan faktor transkripsi nuklir. Efek karsinogenik arsenik dapat terjadi akibat efek karsinogenik. Sedangkan paparan arsenik saja tidak mendatangkan tumor kulit pada tikus, co paparan arsenik dan sinar ultraviolet mengakibatkan tumor kulit yang lebih besar dalam jumlah dan lebih besar dari yang dihasilkan oleh sinar ultraviolet saja. Arsenat dan arsenit meningkatkan amplifikasi gen yang mengkode enzim dihidrofolat reduktase, arsenat menjadi lebih kuat daripada arsenit. Selanjutnya, penghambatan perbaikan DNA telah dibuktikan dalam sel-sel yang dirawat dengan arsenik. 6
E. Kriteria Diagnosis Keracunan Arsen Tabel 1. Kriteria Diagnosis Keracunan Kronik Arsen
1
10
Paling sedikit 3 bulan terpapar senyawa arsen lebih dari 50ug atau terpapar arsenik dengan kadar tinggi dari makanan dan minuman.
2
Gambaran karakteristik dermatologi arsenikosis kronik
3
Manifestasi non karsinoma : kelemahan, penyakit paru kronik, fibrosis hepar nonsirosis portal dengan/tanpa hipertensi, neuropati perifer, penyakit vaskular perifer, non pitting edema pada tangan/kaki.
4
Kanker : Penyakit bowen, karsinoma sel squamosa, karsinoma sel basal di banyak tempat, terjadi pada bagian tubuh yang tidak terekspose
5
Jumlah arsen di rambut dan kuku melebihi 1 mg/kg dan 1,08 mg/kg dan/atau jumlah arsen di urin diatas 50 mcg/L (tanpa riwayat konsumsi seafood)
Tabel 2. Kriteria dermatologis dan derajat keracunan arsen kronik
Grade 1
Ringan
10
a. Melanosis difus b. Curiga Depigmentasi spot/ pigmentasi seluruh badan/ekstremitas c. Penebalan ringan difus pada kaki dan tangan
Grade II
Sedang
a. Pigmentasi spot/depigmentasi pada badan dan ektremitas terdistribusi bilateral b. Penebalan berat difus (dengan/tanpa wart seperti nodul pada tangan dan kaki)
Grade III
Berat
a. Pigmentasi spot/depigmentasi dengan beberapa bisul pigmentasi / bercak makula depigmentasi pada tubuh dan angota gerak b. Pigmentasi yang mengenai permukaan lidah bagian bawah dan atau mukosa bukkal c. Nodul besar pada tangan dan kaki kadang –
kadang pada bagian dorsal tangan dan kaki. Lesi verukosa difus dari kaki dengan fissura dan keratotic pada tangan atau kaki
Tabel 3. Case definition dari toksisitas arsen kronik 10
Definitif 1. Kriteria 1 + Kriteria 2 ± Kriteria 3 ± Kriteria 4 ± Kriteria 5 2. Kriteria 1 + Kriteria 2 (Grade II/III) ± Kriteria 3 ± Kriteria 4 3. Kriteria 2 (Grade II/III) ± Kriteria 3 ± Kriteria 4 ± Kriteria 5 Kemungkinan 1. Kriteria 1 + Kriteria 2 (Grade I) ± Kriteria 3 ± Kriteria 4 2. Kriteria 2 (Grade I) ± Kriteria 3 ± Kriteria 4 + Kriteria 5 3. Kriteria 2 (Grade II/III) ± Kriteria 3 ± Kriteria 4 4. Kriteria 3 + Kriteria 5 5. Kriteria 4 + Kriteria 5
F. Penanganan Keracunan Arsen Intoksikasi arsenik kronis menyebabkan kerusakan permanen pada beberapa organ vital dan arsen merupakan karsinogenik. Meskipun besarnya toksisitasnya berpotensi mematikan, tidak ada terapi yang efektif untuk penyakit ini; pasien yang pernah terkena mungkin tidak pulih bahkan setelah remediasi dari air yang terkontaminasi. Kebutuhan akan terapi yang efektif untuk intoksikasi arsenik kronis sangat diperlukan. 10 Terapi Kelasi (chelation) untuk intoksikasi arsenik kronis dianggap sebagai terapi spesifik untuk menghilangkan manifestasi klinis sistemik dan pengurangan kadar arsen dalam tubuh, yang selanjutnya mengurangi risiko kanker. Terapi kelasi dianggap lebih efektif pada manifestasi awal toksisitas daripada manifestasi berat seperti polineuropati, penyakit paru dan hati kronis, edema tangan dan kaki, gangguan pendengaran dan penglihatan cenderung tidak menanggapi terapi ini. Agen kelasi seperti, DMSA ( Dimercaptosuccinic Acid ), DMPS ( Dimercaptopropane succinate) d-
penicillamine sering dipertimbangkan untuk pengobatan toksisitas arsen kronis. Namun, kegunaannya belum dapat ditegakkan. 10 Agen kelasi membentuk struktur cincin dengan logam atau metalloid. Ketika digunakan untuk mengobati keracunan logam berat, menggunakan agen kelasi menghasilkan pembentukan struktur yang memiliki kelarutan air lebih besar dari logam tersebut dan dengan demikian ekskresinya ditingkatkan oleh ginjal. Agen kelasi biasanya memiliki afinitas yang lebih besar untuk ion logam. 10 Berbagai manifestasi klinis harus diobati secara simtomatik. bronkitis kronis dengan atau tanpa obstruksi adalah penyebab umum kematian pada banyak kasus toksisitas arsen kronis. Hal yang sangat penting bahwa iritasi bronkus harus dikurangi seminimal mungkin. Pasien yang merokok harus disarankan untuk berhenti sepenuhnya dan permanen. Debu dan asap harus dihindari. Infeksi pernafasan harus segera diobati karena dapat memperburuk sesak napas. Sputum purulen dapat diobati dengan oxytetracycline atau ampicillin oral dalam dosis 250-500 mg 4 kali sehari atau Co-trimoxazole 960 mg dua kali sehari. Pengobatan selama 5-10 hari biasanya efektif dan dahak menjadi mukoid. Bronkodilator jauh lebih sedikit efektif pada bronkitis kronis daripada asma bronkial, tetapi harus diberikan kepada semua pasien dengan obstruksi aliran udara reversibel. Perawatan teratur dengan betaadrenoreceptor agonis inhalasi (Salbutamal 200 mcg atau terbutatine 500 mcg, 4-6 jam) mungkin cukup pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang. Obat bronkodilator antikolinergik ipratropium bromide dengan dosis 36-72 mcg 6 jam dapat ditambahkan pada pasien dengan obstruksi aliran udara yang lebih berat. Terapi Theophyllin memiliki sedikit efek pada obstruksi saluran napas yang terkait dengan bronkitis kronis, tetapi akan meningkatkan kualitas hidup pada beberapa pasien. Pilihan perawatan untuk penyakit paru-paru interstisial terbatas. Gejala-gejala diseptik yang terkait dengan arsenikosis kronis bisa dengan mudah dikelola dengan menggunakan bloker reseptor H2 dengan / tanpa obat prokinetik. Meskipun non cirrhotic
fibrosis portal sering terjadi pada pasien ini, kejadian hipertensi portal cukup rendah.10 Penyakit vaskular yang terkait dengan gangren sulit diobati karena nyeri yang hebat. Agen farmakologis seperti pentoxyphyllin atau calcium channel blocker ditemukan memiliki efek terbatas. Sebagian besar pasien ini membutuhkan amputasi bedah. Trisiklik antidepresan seperti amitryptiline mungkin memiliki kegunaan dalam menghilangkan dysthesias dari arsenik neuropati perifer. Penebalan kulit telapak dan telapak tangan bisa diobati dengan aplikasi lokal salep keratolitik (Mengandung asam salisilat 3%). 10
G. Temuan Otopsi 1. Korban Mati Keracunan Akut Pada Pemeriksaan luar ditemukan tanda-tanda dehidrasi. Pada pembedahan jenazah ditemukan tanda-tanda iritasi lambung, mukosa berwarna merah, kadang-kadang dengan perdarahan (flea bitten appearance). Iritasi lambung dapat menyebabkan produk-produk musin yang menutupi mukosa dengan akibat partikel-partikel Arsen dapat tertahan. Orpimen terlihat sebagai partikel-partikel arsen berwarna kuning sedangkan AS2O3 tampai sebagai partikel berwarna putih. 4 Pada jantung ditemukan perdarahan sub-endokard pada septum. Histopatologik jantung menunjukkan infiltrasi sel-sel radang bulat pada miokard.
Sedangkan
organ
lain
parenkimnya
dapat
mengalami
degenerasi bengkak keruh. 4 Pada korban meninggal perlu diambil organ, darah, urin, isi usus, isi lambung, rambut, kuku, kulit dan tulang. Bahan-bahan yang perlu diambil untuk pemeriksaan toksikologik pada korban hidup adalah muntahan, urin, tinja, bilas lambung, darah, rambut, dan kuku. 4 Bila korban cepat meninggal setelah menghirup arsen, akan terlihat tanda-tanda kegagalan kardiorespirasi akut. Bila meninggalnya lambat, dapat ditemukan ikterus dengan anemia hemolitik, tanda-tanda kerusakan
ginjal berupa degenerasi lemak dengan nekrosis fokal serta nekrosis tubuli. 4
2. Korban Mati akibat keracunan Kronik Pada pemeriksaan luar tampak keadaan gizi buruk. Pada kulit terdapat pigmentasi coklat (melanosis arsenik), keratosis telapak tangan dan kaki (keratosis arsenik). Kuku memperlihatkan garis-garis putih (Mee’s lines) pada bagian kuku yang tumbuh dan dasar kuku. Temua pada pemeriksaan dalam tidak khas.4
3. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium Pada kasus keracunan arsen, kadar dalam darah, urin, rambut dan kuku meningkat. Nilai batas normal kadar arsen adalah sebagai berikut. Rambut kepala normal : 0,5 mg/kg Curiga keracunan : 0,75 mg/kg Keracunan akut : 30 mg/kg Kuku normal : sampai 1 mg/kg Curiga keracunan : 1 mg/kg Keracunan akut : 80ug/kg Dalam urin, arsen dapat ditemukan dalam waktu 5 jam setelah diminum, dan dapt terus ditemukan hingga 10-12 hari. Pada keracunan kronik, arsen diekresikan tidak terus menerus (intermitten) tergantung pada intake. Titik-titik basofil pada eritosit dan lekosit muda mungkin ditemukan pada darah tepi, menunjukkan beban sumsum tulang yang meningkat. Uji Kopro-porfirin urin akan memberikan hasil positif. 4
BAB III ILUSTRASI KASUS A. Skenario Kasus Seorang pria berusia 50 tahun berasal dari Pakistan meninggal dunia di Arab Saudi setelah tinggal dengan kerabatnya selama tiga bulan, karena riwayat diare dan muntah. Dia juga mengeluhkan kelemahan seluruh tubuh, nyeri perut, demam ringan, mati rasa pada tangan dan kaki, serta penglihatan kabur. Dia juga kehilangan berat badan kira – kira 15 Kg. Ketika gejala – gejalanya muncul dia mengeluh pada istri, keponakan, dan temannya bahwa dia merasa telah diracuni karena merasa tidak sehat setelah makan.11 Kemudian dia ke Inggris melewati Pakistan dengan tujuan mengunjungi kerabatnya. Di Pakistan, pasien sempat ke rumah sakit sekitar dengan keluhan diare dan muntah. Kemudia dia di diagnosis dengan infeksi helicobacter pylori dan diberikan terapi eradikasi helicobacter pulori. Setelah kembali ke Inggris dan sekitar tujuh minggu dari onset penyakitnya, dia masuk ke dokter umum dengan diare, muntah, dan nyeri perut. Pasien kemudian dirujuk ke rumah sakit. 11 Tidak ada riwayat medis signifikan, tetapi korban memiliki luka tembak di kakinya, di duga oleh kerabatnya selama perjalanan ke Pakistan sekitar setahun sebelumnya. 11 Pada pemeriksaan umum, tampak baik. Tekanan darah, nadi, temperature, pernafasan dan saturasi oksigen normal. Dia mengeluh nyeri perut ringan di hypokondrium kanan. 11 Temuan laboratorium memperlihatkan pansitopenia, gangguan fungsi hati hemoglobin 117 g/L (130-180 g/L), white blood cell 1,0 x 10 9 /L (4 – 11 x 10 9 /L), platelets 95 x 10 9 /L (150 – 400 x 10 9 /L); mean cell volume 80 fL (78 - 99 fL), neutrofil 0,4 x 10 9 /L (2 - 7,5 x 10 9 /L), limfosit 0,4 x 10 9 /L (1,5 – 4 x 10 9 /L), vitamin B12 1053 ng/L (200 – 900 ng/L); folat 4,3 mg/L (3,1 20 mg/L), feritin 422 mg/L (10 - 275 mg/L), urea 10.3 mmol/L (2.5 – 7.8 mmol/L), kreatinin 122 mmol/L (40 - 130 mmol/L), total bilirubin 46 mmol/L
(<20 mmol/L); alkali fosfatase 70 U/L (30 – 130 U/L), aspartat aminotransferase 78 U/L (<40 U/L), alanin aminotransferase 103 U/L (<50 U/L), kalsium 2,15 mmol/L (2,2 - 2,5 mmol/L), fosfat 1,83 mmol/L (0,8 - 1,5 mmol/L), Protein C Reaktif 16 mg/L (<10 mg/L), laktat 1,5 mmol/L (0,5 - 2,2 mmol/L), dan amilase 98 U/L (<10 U/L). 11 Tes HIV antigen/antibody, hepatitis B antigen, hepatitis C antibody, malaria blood film dan antigen, anti-nuclear antibodies, mitochondrial antibody and smooth muscle antibody semuanya negatif. Hapusan darah memperlohatkan anisocytosis sedang dengan beberapa polychromasia. Tidak ada tanda leucopenia and thrombocytopenia. Chest X-ray normal. Abdominal ultrasound
terdapat
sedikit
cairan
bebas
pada
rongga
pelvis.
Electrocardiography dijadwalkan untuk keesokan paginya; Namun, pagi itu pasien ditemukan meninggal tergantung di sisi tempat tidurnya. Pasien ditemukan hipotermi dan diresusitasi namun tidak berhasil. Kasus di alihkan.ke Procurator Fiscal (Skotlandia), dan di instruksi dilakukan pemeriksaan post mortem. 11 Pada post mortem ditemukan beberapa kejadian patologi. Pada pemeriksaan luar petekie hemoragik disekitar mata, mulut dan bagian atas tubuh, serta lengan kanan atas dan area perubahan warna kulit coklat gelap di bagian punggung. Pada pemeriksaan dalam ditemukan efusi pleura bilateral, trakea berisi busa kongesti pulmonal tidak spesifik, dan edema. Hati kongesti yang menandakan peningkatan tes fungsi hati, dan tedapat lesi kemerahan fokal pada lapisan kolon ascendens. Sisanya dalam batas normal. Pada pemeriksaan mikroskopi terdapat contraction bands pada miokardium dan sel – sel inflamasi yang tersebar di sinusoid hati, namun tidak ada tanda nekrosis hati. Muncul beberapa bekas luka berbentuk oval pada depan paha. Dilakukan X Ray pada seluruh tubuh sebelum post mortem, dan diambil beberapa potongan pada paha kanan dan skrotum. Dengan menggunakan Geiger Counter. 11 Sampel hati, urin, darah dan rambut dikumpulkan untuk pemeriksaan toksikologi rutin dan toksik trace element. Arsen, timbale, merkuri dan talium
diukur menggunakan inductive coupled plasma mass spectrometry (ICPMS). Konsentrasi timbale, merkuri, dan talium dalam batas normal namun arsen sangat meningkat pada semua sampel (Tabel 1). Darah 7,0 mmol/L (<0,135 mmol/L), urine 64,5 mmol/L (<0,25 mmol/L), hati 39 mg/g, 3 mm bagian rambut dari ujung akar 71, 74, 44, 24, 14, 11, 10, dan 11 mg/g (<0,5 mg/g). Yang terakhir menunjukkan peningkatan bertahap dalam paparan arsenik dari waktu ke waktu dengan konsentrasi tertinggi di bulan sebelum kematiannya. 10 Tabel 1. Konsentrasi arsen pada urin sample post mortem 11 Konsentrasi
Nilai
batas Konsentrasi
Nilai
batas
arsenic
normal
pada arsenic
normal
pada
(µmol/L)
persentil 95
(µmol/Creatinin) persentil 95
(µmol/L)
(µmol/Creatini n)
Arsen 3+
5.5 (8.5%)
0.007
983
<0.99
Arsen 5+
2.4 (3.7%)
0.003
421
<0.35
Monometil
1.2 (1.9%)
0.03
219
<3.1
Dimetil
17.5
0.17
3122
<16.1
arsenic
(27.1%)
Arsenobetai
0.07 (0.1%)
1.7
12
<175
Kira – kira 6750
Tidak diketahui
arsenic
ne Dimethylthi
Kira – kira Tidak diketahui
o arsenic
38 (58.6%)
Spesiasi arsenik dalam urin dilakukan dengan micro flow liquid chromatography coupled dengan ICPMS 3. Fraksi puncak yang tidak teridentifikasi dikumpulkan dengan high-performance liquid chromatography dan dianalisis oleh micro liquid chromatography-ICP-MS dan electro-spray ionisation
tandem
mass
spectrometry.
Spektrum
massa
puncak
ini
menunjukkan pola fragmentasi yang mirip dengan spektrum massa yang diperoleh dari dimethylthioarsenic ((CH3) 2As (S) O). Hasil spektrum massa juga konsisten dengan penelitian sebelumnya. 11
B. Diskusi Arsen pada darah pasien ini sebesar 7 mmol/L secara substansial lebih tinggi dari batas referensi 0,135 mmol/L tetapi jauh lebih rendah dibanding kasus keracunan arsenik fatal lainnya, misalnya 96 mmol/L dalam satu kasus, rata-rata 49 mmol/L (kisaran: 4 hingga 267 mmol/L) dilaporkan pada 19 korban dan 144 mmol/L (kisaran: 8 hingga 1802 mmol/L) pada 18 korban. Namun, waktu dari keracunan ke pengumpulan darah tidak dicantumkan dalam penelitian ini dan waktu paruh arsen secara in vivo sekitar 48 jam, dimana konsentrasi darah turun dengan cepat. Akibatnya, darah yang diambil pada hari keracunan menunjukkan konsentrasi yang jauh lebih tinggi daripada sampel yang diambil beberapa hari kemudian seperti yang terjadi dalam laporan ini di mana tiga hari yang lalu antara meninggalkan Pakistan dan waktu kematiannya. 11 Konsentrasi arsen pada urin menurun dengan cepat setelah paparan arsen tunggal, sehingga interpretasi sulit. Korban memiliki konsentrasi arsen urin postmortem sebesar 65,4 mmol/L dibandingkan dengan 49,9 mmol/L yang ditemukan dalam kasus fatal lainnya, waktu dari paparan tidak pasti dan yang terakhir tidak tercatat. Dalam dua kasus yang parah tetapi non fatal, konsentrasi 70,8 dan 77,4 mmol/L ditemukan pada hari paparan. Konsentrasi 2777 mmol/L ditemukan dalam satu kasus non fatal di mana sampel dikumpulkan sehari setelah keracunan dan usaha bunuh diri yang gagal, konsentrasi urin ditemukan menjadi 734 mmol/L hanya 3-4 jam setelah
terpapar. Bahkan dengan paparan arsen yang relatif rendah, konsentrasi tetap tinggi pada urin yang dikumpulkan segera setelah konsumsi; misalnya, enam suka relawan sehat memiliki konsentrasi arsen urin hingga 37 mmol/L 10 jam setelah bolus 6 mg arsenik trioksida. 11 Faktor utama yang mempengaruhi konsentrasi arsen pada darah dan urin adalah waktu pengumpuln sampel setelah keracunan serta jumlah arsen yang dikonsumsi. Karena waktu paruh arsen yang pendek sehingga konsentrasi akan menurun dengan cepat dalam periode waktu yang singkat. Sehingga hanya dapat dibuat kesimpulan yang terbatas pada darah dan urin. 10 Pemeriksaan kuku dan rambut pada kasus ini tidak dilakukan dan hati sebanding dengan beban sistemik sehingga perbandingan konsentrasi arsen dalam jaringan dapat diandalkan untuk menilai tingkat paparan. 11 Pengukuran pada bagian longitudinal rambut digunakan untuk mengukur perkiraan waktu paparan menggunakan pertumbuhan rambut per bulan. Keracunan arsen akut dapat berhubungan dengan keringat berlebih, dan termasuk pada kasus ini, konsentrasi arsen pada rambut dapat menyebabkan kontaminasi arsen pada keringat sehingga membuat interpre tasi menjadi lebih sulit. Namun, dalam kasus saat ini, keringat berlebihan tidak dilaporkan dan analisis rambut longitudinal dilakukan. Konsentrasi arsen rambut kepala 71 mg/g (nilai referensi <0,15 mg/g) ditemukan pada sampel rambut kepala 3 mm yang dipotong paling dekat dengan kulit kepala. Hasil tinggi dan sesuai dengan laporan sebelumnya tentang keracunan arsen fatal, misalnya 10, 94, 147 dan 400 mg/g ditemukan dalam empat kasus dan hasil dari 28 266 mg/g dan 7,4 - 37 mg/g pada sepanjang rambut dalam dua laporan kasus. Rambut korban adalah 25 mm panjang mewakili sekitar 10 minggu terakhir hidupnya berdasarkan pada tingkat pertumbuhan rata-rata sekitar 10.6 mm/bulan. Konsentrasi arsen yang tinggi menunjukkan dia telah diracuni selama periode ini. Ini sesuai dengan durasi gejala yang dimulai sekitar 70 hari sebelum kematiannya. Sayangnya, rambutnya tidak cukup panjang untuk memberi indikasi kapan pemaparan dimulai. Konsentrasi arsenik meningkat secara bertahap dari ujung distal sepanjang 3mm panjang
rambut yang dianalisis, menunjukkan bahwa jumlah arsenik yang diserap meningkat dari waktu ke waktu. Ini juga konsisten dengan penyajian gejalagejalanya yang kronis. 11 Konsentrasi arsen hati dalam kasus ini adalah 39 mg/g (kisaran referensi: <0,013 mg/g). Laporan sebelumnya keracunan arsen fatal dilaporkan konsentrasi hati 15 mg/g, 30 mg / g, 226 mg/g, 147 mg/g dan ratarata 81,7 mg/g (rentang: 5 hingga 400 mg/g) ) dalam 19 kasus. 11 Konsentrasi arsenik yang ditemukan di dalam darah, urin, hati dan jaringan rambut yang dikumpulkan sesuai dengan kasus keracunan arsen fatal yang dilaporkan sebelumnya. Konsentrasi semacam itu dapat dicapai secara tidak sengaja melalui paparan yang tidak disengaja dari makanan, air, obatobatan atau di tempat kerja. Namun, korban adalah seorang pengusaha dan tidak terpapar dalam proses pekerjaan, seperti pembuatan semikonduktor, penelitian akademik, penggunaan arsen yang dikandung pengawet kayu atau pekerjaan lain di mana arsen digunakan, juga tidak diberikan obat arsen. 11 Konsentrasi arsen tidak ada pada bahan makanan kecuali makanan laut sekitar 27 mg/g dalam kasus tiram dan 40 mg/g di rumput laut. Akibatnya, setelah makan ikan atau kerang, konsentrasi tinggi lebih dari 13 mmol/L dan 29 mmol/L (batas referensi <0,25 mmol/L) telah dilaporkan. Sumber makanan utama arsen adalah dalam bentuk senyawa tidak beracun; arsenobetain dan arsenocholine dalam ikan dan kerang dan arsenosugars dalam rumput laut. Arsenobetain cepat diekskresikan tidak berubah dalam urin, 26 dan sementara arsenocholine dan arsenosugars dimetabolisme, spesies arsen anorganik beracun tidak ada. Hasil dari pemeriksaan urin yang dilakukan dalam kasus ini menunjukkan arsenobetain dalam konsentrasi yang relatif rendah sehingga tidak termasuk makanan laut sebagai sumber arsen. 11 Konsentrasi tinggi anorganik As 3+ dan As5+ merupakan sugesti terpaparnya arsen anorganik. Ada variasi individu dalam kemampuan untuk memetabolisme arsen anorganik, dan mungkin ada perbedaan dalam proses metilasi tergantung pada rute paparan. Dalam upaya percobaan bunuh diri menggunakan arsenik trioksida, arsenik trivalen adalah puncak utama tetapi
dalam paparan debu yang dihirup lebih dari 50% dari total arsenik termetilasi dalam sampel urin. Dalam kasus ini, konsentrasi yang sangat tinggi dari kedua arsenik monometil dan dimethyl arsenik terdeteksi menunjukkan detoksifikasi arsenik anorganik dengan metilasi telah terjadi. Puncak yang tidak teridentifikasi dianggap dimethylthioarsenic yang memiliki tingkat tinggi sitotoksisitas yang mungkin lebih beracun daripada arsenit. Meskipun jalur biologis tidak sepenuhnya dipahami, penelitian saat ini menunjukkan dimethylthioarsenic diproduksi setelah paparan arsenik anorganik. 11 Korban menghabiskan waktu di Pakistan di mana konsentrasi arsenik anorganik dalam air dari sumur bor lebih tinggi dibandingkan dengan Inggris. Sebagai contoh, dalam laporan dari 330 subyek Pakistan, konsentrasi urin rata-rata adalah 1,6 mmol/L pada individu yang terpapar berkisar hingga 28,9 mmol/L (2166 mg/L). Dalam penelitian lain, konsentrasi urin setinggi 24,6 mmol/L ditemukan. Meskipun konsentrasi arsen urin biasanya lebih rendah daripada yang ditemukan pada keracunan fatal, pada kesempatan ini tidak terjadi. Namun, individu yang menyerap arsen dalam air minum dalam ja ngka waktu lama memiliki paparan kronis yang mengakibatkan pigmentasi kulit, keratosis dan peningkatan risiko kanker kulit. Selain itu, volume air yang harus diminum mengakumulasi dosis mematikan akut yang diperkirakan 100 hingga 300 mg; dalam dua penelitian yang disebutkan di atas, konsentrasi arsen maksimum dalam air adalah 332 mg/L dan 1840 mg/L. Beras yang ditanam dan dimasak dengan air yang mengandung juga telah terbukti memiliki konsentrasi arsenik anorganik yang tinggi (hingga 482 mg/g). Namun, sekali lagi ini akan mengakibatkan keracunan arsenik yang kronis dan jumlah beras yang terlalu besar perlu dimakan untuk mencapai dosis yang mematikan. 11 Dari riwayat kasus keracunan arsenik akut berhubungan dengan gejala mual, muntah, diare dan sakit perut, takikardia dan hipotensi. Korban juga memberikan riwayat penurunan berat badan dan gejala neurologis perifer yang juga telah dijelaskan dalam kasus-kasus sebelumnya akibat keracunan arsenik fatal. Riwayat kesehatan jelas sebelum kematian mendadak juga
konsisten dengan keracunan arsen karena kematian dapat didahului oleh periode kesehatan yang dirasakan. 11
C. Kesimpulan Dalam
kasus
ini,
terdapat
temuan
postmortem
lebih
sedikit
dibandingkan dengan kasus-kasus sebelumnya di mana terdapat edema, kongesti dan akumulasi cairan organ visceral dan inflamasi hemoragik di saluran pencernaan telah dilaporkan. Kasus ini berbeda dalam konsentrasi arsen pada rambut longitudinal menunjukkan bahwa keracunan terjadi selama periode waktu yang lama sedangkan kebanyakan laporan post-mortem dalam kasus keracunan arsen telah dilaporkan setelah kematian akibat paparan akut. Untuk menyimpulkan bahwa keracunan arsen adalah keracunan yang disengaja, tiga kriteria spesifik harus dipenuhi: bahwa arsenik hadir dalam konsentrasi toksik dalam jaringan, keberadaannya tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh kemungkinan insidental alternatif dan bahwa gejala yang diamati konsisten dengan kasus fatal yang dilaporkan sebelumnya. Dalam kasus ini, ketiga kondisi tersebut dipenuhi dan disimpulkan bahwa kematian adalah akibat dari keracunan arsen mematikan yang disengaja. Arsen dapat dibeli di negara-negara yang dikunjungi pasien. Keracunan arsen terjadi sekitar dua bulan membuat kemungkinan bunuh diri. 11
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Arsenik adalah unsur alami yang tersebar luas di kerak Bumi. Arsenik diklasifikasikan secara kimia sebagai metaloid, memiliki kedua sifat logam dan bukan logam; Namun, sering disebut sebagai logam. Unsur arsenik (kadang-kadang disebut arsenik logam) adalah material padat abuabu baja. Gejala keracunan akut biasanya terjadi dalam waktu 30 menit setelah tertelan tetapi dapat lebih lama jika arsenik tertelan bersama makanan. 2. Paparan arsenik terjadi melalui inhalasi, penyerapan melalui kulit dan terutama dengan menelan, misalnya, terkontaminasi air minum. Tempat utama penyerapan adalah usus kecil oleh proses elektrogenik yang melibatkan gradien proton (H +). pH optimal untuk penyerapan arsenik adalah 5,0. Arsen yang terserap mengalami biomethylation di hati membentuk asam monomethylarsonik dan asam dimethylarsinik yang kurang beracun tetapi tidak sepenuhnya tidak berbaha ya. Sekitar 50% dari dosis yang dicerna dapat diekskresi melalui urin dalam tiga sampai lima hari. 3. Arsen diabsorbsi melalui makanan/minuman ataupun inhalasi, Target utama arsen dalam tubuh adalah hati, meski arsen juga dapat mempengaruhi mekanisme kerja paru-paru dan ginjal melalui peredaran darah. Distribusi arsenik yang terabsorbsi akan terakumulasi di kuku, rambut, kulit. Kadar arsen dalam rambut merupakan indikator yang cukup baik untuk menilai terjadinya keracunan arsen. Metabolisme arsen adalah melalui mekanisme biotransformasi meliputi 2 reaksi : reaksi fasa 1 dan reaksi fasa 2. Reaksi fasa 1 atau reaksi fungsionalisasi/memasukkan gugus fungdional (a1 : OH, COOH, NH2, dan SH) kedalam toksin sehingga mengubah toksin non polar menjadi bentuk yang lebih polar secara langsung dan memodifikasi gugus fungsional yang ada dalam
struktur molekul melalui reaksi oksidasi, reduksi, maupun hidrolisis. Reaksi fasa 2 (reaksi konyugasi) reaksi ini melibatkan beberapa jenis metabolit endogen (berupa enzim yang ada dalam tubuh) di retikulum endoplasma. Hasil metabolisme dari arsenik bervalensi 3 adalah asam dimetil arsenik dan asam monometil arsenik yang keduanya dapat diekskresi melalui urine. 4. Pada
pemeriksaan
luar
ditemukan
tanda-tanda
dehidrasi.
Pada
pembedahan jenazah ditemukan tanda-tanda iritasi lambung, mukosa berwarna
merah,
kadang-kadang
dengan
perdarahan
(flea
bitten
appearance). Pada jantung ditemukan perdarahan sub-endokard pada septum. Histopatologik jantung menunjukkan infiltrasi sel-sel radang bulat pada miokard. Sedangkan organ lain parenkimnya dapat mengalami degenerasi bengkak keruh. Pada korban meninggal perlu diambil organ, darah, urin, isi usus, isi lambung, rambut, kuku, kulit dan tulang. Bahan bahan yang perlu diambil untuk pemeriksaan toksikologik pada korban hidup adalah muntahan, urin, tinja, bilas lambung, darah, rambut, dan kuku. Pada kasus keracunan arsen, kadar dalam darah, urin, rambut dan kuku meningkat.