14
APLIKASI TEKNOLOGI NUKLIR DALAM BIDANG PERTANIAN
LATAR BELAKANG
Masyarakat pertama kali mengenal tenaga nuklir dalam bentuk bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki dalam Perang Dunia II tahun 1945. Sedemikian dahsyatnya akibat yang ditimbulkan oleh bom tersebut sehingga pengaruhnya masih dapat dirasakan sampai sekarang.
Di samping sebagai senjata pamungkas yang dahsyat, sejak lama orang telah memikirkan bagaimana cara memanfaatkan tenaga nuklir untuk kesejahteraan umat manusia. Energy nuklir merupakan salah satu sumber energi yang sangat besar potensinya untuk digunakan dalam kehidupan manusia. Sampai saat ini tenaga nuklir, khususnya zat radioaktif telah dipergunakan secara luas dalam berbagai bidang antara lain bidang industri, kesehatan, pertanian, peternakan, sterilisasi produk farmasi dan alat kedokteran, pengawetan bahan makanan, bidang hidrologi, yang merupakan aplikasi teknik nuklir untuk non energy. Khusus dalam bidang pertanian, salah satu contoh Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR) telah menghasilkan sejumlah varietas unggul yang baru dengan cara mutasi oleh imbas radiasi, seperti varietas padi untuk dataran rendah dan dataran tinggi, kedelai, dan kacang hijau.
TUJUAN
Mengetahui aplikasi teknologi nuklir dalam bidang pertanian di Indonesia.
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana aplikasi nuklir dalam bidang pertanian di Indonesia ?
Apa jenis-jenis aplikasi teknologi nuklir dalam bidang pertanian yang telah diterapkan di Indonesia?
PEMBAHASAN
Teknik nuklir adalah teknik yang berhubungan dengan penggunaan sinar radiasi yang dihasilkan unsur radioaktif, antara lain sinar alfa, beta, dan gamma. Sinar-sinar tersebut dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang, misalnya bidang kedokteran, teknik perunutan, dan bidang pertanian. Khusus dalam bidang pertanian, manfaat sinar radioaktif sangat besar, yaitu sebagai berikut:
4.1. Mutasi tanaman (untuk menemukan varietas unggul).
Salah satu cara untuk mendapatkan rangkaian sifat yang baik yaitu dengan mengubah faktor pembawa sifat (gen). Perubahan gen yang dapat menyebabkan perubahan sifat makhluk hidup dan diwariskan disebut mutasi. Sinar radioaktif yang biasanya digunakan untuk mutasi adalah sinar gamma yang dipancarkan dari radioaktif Cobalt-60.
Pemuliaan tanaman dengan teknik mutasi radiasi untuk mendapatkan varietas baru dilakukan dengan cara mengiradiasi biji tanaman yang dikehendaki pada dosis tertentu. Radiasi yang digunakan adalah sinar gamma yang mampu menembus biji tanaman hingga pada lapisan DNA (gen pembawa sifat keturunan). Perubahan yang terjadi pada DNA akan menghasilkan perubahan sifat pada keturunannya. Perubahan sifat secara genetik dapat diamati melalui pertumbuhan tanaman. Dengan teknik ini dapat diperoleh sifat-sifat baru yang lebih unggul dari varietas induknya, meliputi daya hasil, daya adaptasi, umur tanaman, serta ketahanan terhadap hama dan penyakit. Penyinaran radiasi terhadap biji tanaman tidak mengakibatkan biji menjadi bersifat radioaktif.
Arti dari mutasi dalam bahasan ini adalah suatu proses dimana suatu gen mengalami perubahan struktur dan/atau suatu perubahan sifat keturunan yang mengakibatkan perubahan fenotipe yang diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Sedangkan radiasi adalah pancaran energi melalui materi atau ruang dalam bentuk partikel atau gelombang elektromagnetik / cahaya (foton) dari sumber radiasi.
Keuntungan pemuliaan tanaman dengan teknik mutasi radiasi adalah prosesnya yang relatif cepat dibanding teknik lain, dapat memperbaiki satu atau dua sifat tanaman, dapat menimbulkan sifat baru, serta dapat mematahkan dua sifat yang linkage.
Teknik mutasi radiasi telah dilakukan di BATAN sejak tahun 1980-an. Sebagai contoh adalah seleksi pedigree varietas padi Cisantana dengan penyinaran radiasi sinar gamma dosis 0,2 kGy menggunakan irradiator gamma (gambar 2.) menghasilkan varietas baru yang diberi nama Bestari. Perbaikan yang dihasilkan adalah dihilangkannya bulu pada gabah Cisantana (gambar 3.). Adanya bulu tidak disukai petani karena dapat menurunkan rendemen beras. Selain itu, potensi hasil produksi juga meningkat dibandingkan dengan varietas induknya, yaitu dari 7,0 ton/ha menjadi 9,42 ton/ha. Kadar amilosanya turun dari 23 % menjadi 20,62 %. Kadar amilosa menentukan tekstur nasi, nilai kadar amilosa antara 10 – 20 % tekstur nasinya sangat pulen, antara 20 – 25 % pulen dan diatas 25 % merupakan nasi pera.
Dengan teknik mutasi radiasi, BATAN hingga saat ini telah menghasilkan 15 varietas padi unggul yang dilepas melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian. Hasil kegiatan pemuliaan tersebut merupakan kontribusi kepada pemerintah dalam upaya meningkatkan produktivitas padi nasional dan membuat petani memiliki banyak pilihan terhadap varietas yang ingin ditanam. Selain itu juga dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa teknik nuklir dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan petani dengan memanfaatkan benih unggul yang lebih tahan terhadap penyakit tanaman dan hasil produksi tinggi.
Tabel Varietas Padi Unggul Hasil Litbang BATAN Tahun Pelepasan
No
Varietas Padi
Tahun Pelepasan
1.
Atomita 1
1982
2.
Atomita 2
1983
3.
Atomita 3
1990
4.
Atomita 4
1991
5.
Situgintung
1992
6.
Cilosasi
1996
7.
Meraoke
2001
8.
Woyla
2001
9.
Kahayan
2003
10.
Winongo
2003
11.
Diahsuci
2003
12.
Yuwono
2004
13.
Mayang
2004
14.
Mira-1
2006
15.
Bestari
2008
Penggunaan benih padi unggul BATAN dapat meningkatkan produktivitas padi lebih dari hasil rata-rata nasional yang hanya 4,9 ton perhektar (BPS 2009). Dari penanaman varietas padi BATAN di beberapa daerah terutama menggunakan varietas Bestari, hasil produksinya dapat mencapai 9 sampai 11 ton per hektar.
Sebagai bukti pengakuan pemerintah bahwa BATAN telah berhasil melakukan inovasi di bidang pertanian dan mendukung program peningkatan ketahanan pangan, maka pada tanggal 6 Agustus 2009 telah menerima Penghargaan Agro Inovasi 2009 dari Menteri Pertanian Anton Apriyantono. Dalam sambutannya pada acara penyerahan penghargaan tersebut Mentan menyatakan, "Peran lembaga penelitian tidak hanya sebatas sebagai penghasil teknologi yang handal dalam pembangunan pertanian, namun dapat juga mengambil peran sebagai "agen perubahan" dan menjadi bagian penting dalam pelaksanaan pembangunan dan transformasi pertanian". (Wijananto, Pusat Diseminasi Iptek Nuklir - BATAN)
Jumlah ketersediaan varietas unggul kedelai di Indonesia hingga sekarang masih terbatas. Karena itu BATAN dalam peran sertanya memperbanyak varietas unggul terus melaksanakan kegiatan penelitian untuk memecahkan masalah nasional tersebut. Pemuliaan mutasi kedelai dimulai pada tahun 1977. Sampai dengan tahun 1998 dengan memanfaatkan teknik mutasi radiasi telah dihasilkan 3 varietas unggul kedelai yaitu Muria dan Tengger, yang dirilis.pada tahun 1987 dan varietas yang diberi nama Meratus dan dirilis pada tahun 1998. Hasil dari kegiatan litbangyasa di bidang kekacangan ini agak lambat karena penelitian lebih difokuskan pada varietas padi yang merupakan bahan pangan utama dan lebih memerlukan perhatian untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional. Pada tahun 2004, BATAN merilis varietas unggul baru kedelai setelah beberapa tahun tidak merilis varietas sejak tahun 1998. Varietas baru ini diberi nama Rajabasa yang merupakan hasil persilangan dari galur mutan No. 214 dengan galur mutan 23 D (dihasilkan dari iradiasi sinar gamma terhadap varietas Guntur). Dibandingkan dengan varietas sebelumnya, varietas
Rajabasa memiliki beberapa keunggulan tertentu, yaitu tingkat produktivitasnya mencapai 2,05 - 3,90 ton per hektar, sedangkan varietas lainnya hanya berkisar antara I,4- 1,6 ton per hektar. Biji kedelai varietas Rajabasa berwarna kuning mengkilat dan ukuran butir lebih besar serta berat per butirnya mencapai 150 gr. Namun sisi kelemahannya adalah umur tanamnya lebih panjang sekitar 6-8 hari.
Kemudian pada tahun 2008 melalui SK Menteri Pertanian No. 1013/Kpts/SR.1201712008, BATAN kembali merilis varietas unggul baru kedelai dengan nama Mitani. Varietas baru ini merupakan hasil persilangan dari galur mutan No. 13-D x 9 dosis 200 Gy yang berasal dari hasil iradiasi sinar gamma terhadap Varietas Guntur. Walaupun produksinya lebih rendah dibanding varietas Rajabasa. yakni hanya mencapai 2,0 - 3,2 ton per hektar, kandungan protein varietas Mitani bisa mencapar12,56Vo, sedangkan varietas Rajabasa hanya mencapai 39,627a.
Dengan tersedianya berbagai varietas unggul kedelai diharapkan para petani kembali bergairah untuk menanam palawija, khususnya kedelai untuk memenuhi kebutuhan nasional yang saat ini masih jauh lebih besar dibandingkan dengan kemampuan produksinya. Dengan memanfaatkan teknik mutasi radiasi, BATAN terus berupaya menciptakan varietas baru untuk memperkaya keragaman genetik yang memudahkan petani dalam memilih varietas yang disukai.
Hasil varietas unggul BATAN ini terus dimasyarakatkan ke berbagai daerah agar hasil litbang ini didayagunakan oleh masyarakat luas. Melalui program kerja sama yang dijalin BATAN dengan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Daerah, dan perguruan tinggi setempat, hasil litbang tersebut sudah dikenalkan di daerah yang meliputi 23 propinsi di seluruh Indonesia.
4.2. Pemberantasan hama tanaman.
Pada dasarnya teknik nuklir dibagi menjadi dua yaitu teknik radiasi dan isotop radioaktif. Iradiasi memberikan bermacam-macam pengaruh terhadap makhluk hidup diantaranya adalah pengaruh letal yaitu menimbulkan kematian terhadap makhluk hidup dan pengaru mandul/steril. Pengaruh terhadap kemandulan ini dikembangkan oleh Knipling (1955) menjadi teknik pengendalian hama yang dikenal sebagai Teknik Serangga Mandul (TSM). Selain TSM, pengaruh letal dapat dimanfaatkan untuk membunuh hama dan penyakit untuk desinfestasi dan perlakuan fitosanitari hama pasca panen.
4.2.1. Teknik Serangga Mandul
Prinsip kerja Teknik Serangga Mandul (TSM) sebagai berikut: bila ke lapangan dilepaskan serangga mandul sebanyak 9 kali populasi serangga kebun, maka akan terjadi persaingan kawin antara serangga mandul dengan serangga normal, dan hanya 1/10 serangga normal yang kawin dengan serangga normal dan menghasilkan keturunan. Bila penglepasan serangga mandul dilakukan berulang-ulang maka dari generasi ke generasi populasi hama akan terus menurun sampai nol.
TSM telah berhasil digunakan di berbagai negara untuk mengendalikan hama tertentu sampai musnah. Kelompok Hama dan Penyakit Tanaman PATIR, telah mengembangkan TSM untuk mengendalikan hama lalat buah dan nyamuk. TSM untuk mengendalikan lalat buah Bactrocera carambolae dan Bactrocera papaya telah dapat dikuasai, mengingat teknik pembiakkan massal lalat buah di laboratorium dengan kapasitas produksi jutaan per minggu telah berhasil dikembangkan, dinamika populasinya di kebun telah dipelajari, demikian juga teknik mass trapping hama ini dengan metil eugenol telah dikuasai. Di sisi lain, teknik pembiakkan massal nyamuk telah mampu menghasilkan 25.000 jantan mandul dalam satu minggu, jumlah tersebut dapat ditambah sampai 100.000 ribu jantan mandul sesuai dengan permintaan aplikasi. Jenis nyamuk yang dikembangbiakkan adalah nyamuk vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (Aedes aegypti)dan Malaria (Anopheles).
a). TSM Lalat Buah
Lalat Buah Bactrocera carambolae dan Bactrocera papaya. Tanpa perlakuan khusus selagi masih di pohon, buah-buah seperti belimbing, jambu air, jambu biji, mangga bahkan cabai merah sulit terhindar dari sernagan hama lalat buah. Bahkan menurut KALSHOVEN hama ini sering menyebabkan gagal panen. Menurut laporan, kerusakan pada perkebunan mangga di Jawa Timur dapa mencapai 30 %.. Buah yang terserang sering tampak sehat dan utuh dari luar tetapi bila dikupas di dalamnya membusuk dan mengandung larva lalat. Penyebabnya adalah hama lalat buah terutama Bactrocera carambolae dan Bactrocera papayae.
Karena gejala awalnya yang tak tampak jelas, sementara hama ini sebarannya masih terbatas di kepulauan Indonesia, lalat buah menjadi hama karantina yang ditakuti sehingga dapat menjadi penghambat ekspor buah-buahan. Sebenarnya pembrongsongan dapat mencegah serangan, akan tetapi cara ini tidak praktis untuk dilakukan pada buah di pohon yang tinggi dalam areal yang luas. Sementara penggunaan insektisida selain mencemari lingkungan juga sangan berbahaya bagi konsumen buah. Oleh karena itu diperlukan cara pengendalian yang ramah lingkungan dan cocok untuk diterapkan di areal luas seperti di perkebunan-pertkebunan mangga yang luasnya ratusan sampai ribuan hektar yang sekarang dikembangkan di beberapa propinsi seperti Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatra Utara.
Hasil pembiakan massal lalat buah terutama diperlukan dalam pengendalian dengan TSM. Jutaan kepompong yang dihasilkan dapat dimandulkan dengan iradiasi gama untuk kemudian dilepas di lapangan sebagai agen pengendali. Namun serangga hasil biakkan juga diperlukan sebagai inang dalam pembiakkan parasit atau predator yang dapat digunakan dalam pengendalian hayati. Di Laboratorium Hama PATIR, lalat buah Bactrocera carambolae telah berhasil dibiakkan dengan menggunakan makanan buatan yang murah dan mudah didapat yaitu terdiri dari sekam gandum, gula, ragi roti, HCl, Nipagin, Benzoat dan air, dengan kapasitas produksi jutaan ekor per bulan. Telah diketahui juga bahwa dengan menggunaakan iradiasi gama dosis 90 Gy lalat buah dapat dimandulkan.
Lalat buah Bactrocera carambolae jantan tertarik pada senyawa metil eugenol. Perangkap berisi bahan ini dapat digunakan sebagai alat monitor populasi, namun bila sejumlah besar perangkap dipasang maka lalat buah dapat diperangkap secara massal sehingga populasinya diharapkan dapat turun. Laboratorium Hama PATIR telah berhasil membuat dispenser berisi metil eugenol beracun yang bila dipasang (10 buah perhektar) dapat digunakan untuk menekan populasi lalat buah di kebun. Dispenser ini selain lebih praktis untuk digunakan karena tidak memerlukan perangkap juga lebih awet karena dapat efektif selama lebih dari dua bulan.
FOTO KEGIATAN PELEPASAN LALAT BUAH KABUPATEN KARO
Petani Jeruk dengan perangkap particle board
Pupa Mandul Siap dilepas
Shipping & Packaging
Panen Jeruk
Blok Metil Eugenol
Kebun Jeruk Kabupaten Karo
b). TSM Nyamuk
Teknik Serangga Mandul (TSM) merupakan sebuah produk inovasi terbaru pada pengendalian nyamuk. Dosis iradiasi yang digunakan untuk memandulkan Aedes aegypty adalah 65 dan 70 Gy, sedangkan untuk Anophelles sp. Adalah 120 Gy. Bila dibandingkan dengan sistem pengendalian kovensional, TSM mempunyai banyak kelebihan, yaitu bersifat spesifik species, mudah, murah dan ramah lingkungan. Itulah sebabnya Depkes dalam hal ini Direktorat Pemberantasan Penyakit Menular meminta kepada Batan agar melakukan TSM pada pengendalian nyamuk.
1). Metode
Pengurusan izin :
Izin Etik dari Badan litbang Kesehatan Depkes
Izin Lokasi dari Dinas Kesehatan terkait lokasi
Survei populasi awal
Pemeliharaan nyamuk
Proses iradiasi
Evaluasi Populasi
TSM merupakan suatu cara pengendalian vektor yang ramah lingkungan, murah, efektif, dan potensial. Teknik ini disebut juga sebagai pengendalian spesifik species, yaitu membunuh vektor dengan vektor itu sendiri (autocidal technique). Cara kerja teknik ini pun relatif mudah, yaitu mengiradiasi koloni serangga jantan di laboratorium, kemudian melepaskannya ke habitat secara periodik. Akibat pelepasan serangga ke habitat, maka lama kelamaan di lokasi pelepasan tersebut akan terjadi penurunan populasi, yang secara otomatis akan menurunkan jumlah penderita DBD atau malaria.
2). Prestasi yang Telah Dicapai
Mendapat penghargaan dari Menristek sebagai Riset Inovasi Paling Prospektif tahun 2009.
Fakta-fakta (2011):
Sebelum rilis TSM
Setelah rilis TSM
Banjarnegara :
IH = 10 – 50 (r = 35)
Kasus dari bln ke 4 selalu ada
Bangka Barat:
IH = 33 – 78 (r = 49,6)
Kasus tiap bulan ada dan ada 3 orang meninggal
Banjarnegara:
HI = 12 – 23 (r = 15,8)
Penekanan populasi 95 – 75 % (rata-rata = 78,34 %)
Kasus dari bln ke 4 sampai akhir tahun = 0
Bangka Barat:
HI = 17 – 32 (r = 22,25)
Penekanan populasi 46,61 – 95,2 % (r = 42 %)
Sampai dengan Februari 2012 hanya terjadi 3 kasus
Pengawetan makanan.
Iradiasi merupakan suatu proses fisika yang dapat digunakan untuk mengawetkan dan meningkatkan keamanan bahan pangan. Jenis radiasi yang digunakan adalah radiasi berenergi tinggi yang disebut radiasi pengion, karena menimbulkan ionisasi pada materi yang dilaluinya. Energi yang dihasilkan oleh sumber radiasi dapat dimanfaatkan untuk tujuan menghambat pertunasan dan pematangan serta membasmi serangga (dosis rendah) dan membunuh mikroba patogen (dosis sedang), serta membunuh seluruh jenis bakteri yang ada (dosis tinggi), sehingga mutu bahan pangan dapat tetap dipertahankan di dalam kemasan yang baik selama penyimpanan. Sumber radiasi yang dapat digunakan untuk proses pengawetan bahan pangan terdiri dari 4 macam, yaitu: Co-60, Cs-137, masing-masing menghasilkan sinar gamma, mesin berkas elektron dan mesin generator sinar-X.
Dengan menggunakan pembatas dosis iradiasi dan batas maksimum energi dari keempat sumber tersebut, maka bahan pangan yang diawetkan dengan iradiasi tidak menjadi radioaktif. Uji keamanan makanan iradiasi untuk konsumsi manusia dikenal dengan istilah wholesomeness test, mencakup uji toksikologi, makro dan mikro nutrisi serta uji mikrobiologi dan sensorik.
Dalam teknologi iradiasi, terjadinya interaksi antara radiasi dengan materi/sel hidup dapat menimbulkan berbagai proses fisika dan kimia di dalam materi tersebut, yang diantaranya dapat menghambat sintesa DNA dalam sel hidup, misalnya mikroba. Proses ini yang selanjutnya dimanfaatkan untuk berbagai tujuan, yaitu menunda pertunasan, membunuh serangga dan mikroba.
4.3.1. Aspek Keamanan Makanan Iradiasi
Komoditi yang akan diiradiasi wajib memenuhi kriteria higienis dan dengan kontaminasi awal serendah mungkin. Sumber radiasi pengion yang menghasilkan sinar gamma dan sinar-X untuk pengawetan bahan pangan telah ditetapkan batasan maksimalnya masing-masing sebesar 5 MeV dan 10 MeV untuk mesin berkas elektron. Batasan ini dibuat berdasarkan pembentukan imbas radioaktif. Radioaktivitas imbas baru akan timbul pada atom-atom bahan yang diiradiasi bila energi yang digunakan di atas 5 MeV untuk radiasi gamma. Batas energi untuk sumber elektron lebih tinggi karena radioaktivitas imbas yang timbul pada energi kurang dari 16 MeV sangat sedikit jumlahnya dan relatif berumur pendek.
Pembentukan residu zat radioaktif yang berasal dari sumber radiasi pada bahan pangan sama sekali tidak ada, karena radionuklida sumber radiasi tersimpan rapat dalam kapsul logam yang berlapis. Selama proses berlangsung, bahan pangan sama sekali tidak menempel pada sumber.Iradiasi secara umum dapat digambarkan sebagai seberkas sinar yang menembus dengan kekuatan yang berbeda bergantung pada panjang gelombang dan berbanding terbalik dengan frekuensinya. Oleh karena itu, proses radiasi tidak meninggalkan residu apapun, baik pada bahan yang disinari, maupun berada di sekitarnya, sehingga proses tersebut benar-benar aman, bersih dan ramah lingkungan.
4.3.2. Aspek Kimia
Proses penyinaran dengan menggunakan radiasi pengion merupakan proses "dingin" karena tidak menimbulkan kenaikan suhu pada bahan yang dilaluinya. Energi yang diserap bahan pangan dengan teknik tersebut jauh lebih rendah dari energi makanan yang dipanaskan. Akibatnya perubahan unsur kimia yang terjadi akibat radiasi secara kuantitatif juga lebih sedikit. Senyawa kimia yang terbentuk akibat radiasi bergantung pada komposisi bahan dan jumlahnya akan meningkat sesuai dengan bertambahnya dosis radiasi. Perubahan kimia dapat ditekan dengan mengatur suhu dan kadar air bahan, serta menghilangkan oksigen udara di sekeliling bahan yang diiradiasi.
4.3.3. Aspek Gizi
Sebagaimana diutarakan sebelumnya bahwa iradiasi dapat menimbulkan perubahan kimia pada bahan pangan, maka timbul kekhawatiran bahwa iradiasi dapat mempengaruhi nilai gizi dari bahan tersebut. Dari hasil penelitian terbukti bahwa hilangnya zat gizi pada makanan yang diiradiasi sampai dosis 1 kGy tidak nyata. Iradiasi bahan pangan pada dosis sedang (1-10 kGy) dapat menurunkan beberapa unsur mikro nutrisinya apabila udara dan suhu serta kondisi selama proses tidak diatur dengan baik. Perlakuan kombinasi antara pengaturan kondisi iradiasi (dosis, suhu, oksigen) dan teknik pengemasan dapat mempertahankan mutu dan nutrisi pada bahan pangan olahan siap saji.
Beberapa jenis vitamin seperti riboflavin, niacin dan vitamin D cukup tahan terhadap radiasi, tetapi vitamin A, B, C dan E sangat peka. Pada umumnya, penurunan kadar vitamin dalam bahan pangan akibat iradiasi hampir sama saja dengan penurunan akibat pemanasan. Pada sterilisasi panas, kadar thiamin, niacin dan pridoksin masing-masing mengalami penurunan 80, 35 dan 16%, sedangkan pada sterilisasi radiasi dengan dosis 45 kGy yang dilakukan pada suhu -79 C (CO padat) masing-masing hanya mengalami 2 penurunan sebesar 15%, 22%, dan 2%.
4.3.4. Aspek Mikrobiologi
Paparan radiasi pengion dapat menyebabkan kerusakan DNA pada sel hidup termasuk sel mikroba khususnya yang bersifat patogenss Namun, aplikasi iradiasi dosis sedang (1-10 kGy) tidak dapat menyebabkan terjadinya mutasi pada mikroba yang bersifat lebih patogen atau resisten terhadap radiasi. Sebagian besar bakteri patogen vegetatif, tidak berspora dan gram negatif sangat peka terhadap radiasi, sedangkan bakteri berspora umumnya lebih tahan, kecuali diiradiasi pada dosis tinggi (> 10 kGy).
4.3.5. Aspek Toksikologi
Meskipun dengan cara analisis kimia tidak ditemukan senyawa apapun yang dapat membahayakan kesehatan, namun uji toksikologi terhadap bahan pangan yang diawetkan dengan radiasi masih tetap dilakukan, terutama apabila ada pengembangan jenis produk yang baru. Uji coba keamanan pangan dilakukan berdasarkan kode etik (ethical clearance) baik pada hewan maupun manusia. Sebagai relawan, responden perlu mengisi inform consentuntuk meyakinkan kesediannya. Uji toksikologi terhadap bahan pangan iradiasi dilakukan dengan prosedur yang jauh lebih teliti dan paling lengkap bila dibandingkan dengan pengujian terhadap proses konvensional. Hasil pengujian pangan iradiasi yang dilakukan para pakar yang bergabung di dalam International Food Irradiation Project (IFIP) dan berpusat di Karlshruhe membuktikan bahwa teknik iradiasi yang diterapkan untuk memproses bahan pangan jauh lebih aman dibandingkan teknik pengolahan konvensional lainnya.
4.3.6. Aspek Pengemasan
Persyaratan yang berlaku dalam pemilihan bahan pengemas yang digunakan sebagai pembungkus makanan atau bahan pangan yang akan diiradiasi harus tetap diperhatikan. Bahan dan teknik pengemasan merupakan unsur yang tidak kalah penting, karena mutu dari bahan pangan yang diiradiasi sangat bergantung pada kekuatannya. Bahan pengemas yang "flexible" dalam bentuk laminasi saat ini lebih banyak disukai daripada wadah yang terbuat dari kaleng, terutama untuk pembungkus makanan siap saji yang diiradiasi. Bahan pengemas tersebut umumnya dibuat secara khusus dan bersifat tahan terhadap radiasi, suhu -79 C, kedap udara serta tidak mudah terkelupas, sehingga mampu mempertahankan mutu makanan di dalamnya untuk jangka panjang pada suhu kamar (28 - 30 C).
4.3.7. Aspek Dosimetri
Sebelum bahan pangan diiradiasi, dosis yang akan diterapkan sesuai tujuannya harus sudah diketahui. Dosimetri ditujukan untuk menetapkan tingkat keseragaman dosis, sehingga bahan pangan benar-benar menerima jumlah paparan dosis yang sama sesuai dengan tujuan iradiasi.
4.3.8. Perkembangan Makanan Iradiasi di Indonesia
Penelitian makanan iradiasi sudah dikembangkan sejak tahun 1968, dan aplikasinya terus mengalami peningkatan yang sangat nyata. Makanan iradiasi lazim pula disebut iradiasi pangan telah dikomersialisasikan meskipun hanya terbatas pada kebutuhan ekspor ke berbagai negara di Eropa, Amerika dan Timur Tengah. Komersialisasi bahan pangan iradiasi dilakukan berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 701/MENKES/PER/VIII/2009, Undang-undang Pangan RI No. 7/1996, Label Pangan No. 69/1999 par. 34 dan peraturan perdagangan internasional dari segi komersialisasinya.
KESIMPULAN
Aplikasi teknologi nuklir dalam bidang pertanian
DAFTAR PUSTAKA
http://ruddysusanto.blogspot.com/2011/12/ diakses pada tanggal 30 September 2013 pukul 19.45 WIB
http://www.infonuklir.com/read/detail/112/nuklir-berperan-dalam-peningkatan-produksi-melalui-kegiatan-pertanian-dan-peternakan-untuk-mendukung diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 pukul 20.15 WIB
http://www.batan.go.id/pdin/index.php?page=artikel&artikel=24 diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 pukul 22.07 WIB
http://www.gatra.com/il-tek/sain/32574-pengembangan-teknologi-iradiasi-aman-untuk-pengawetan-makanan.html diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 pukul 22.52 WIB