Aplikasi Survei Hidrografi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Minyak dan Gas (offshore) Rd Achmad Faizal P S Mahasiswa Jurusan Teknik Geodesi FT-UGM ( ) Jln. Grafika No. 2 Yogyakarta, Telp. +062-274-520226, Email:
[email protected]
Abstract
Ocean dominates the Earth's surface. So many natural resources contained in and made sea as a source of life. As well as oil and gas contained in the ocean to be one of the energy sources. In order to explore oil and gas in the bottom of the sea, we have to mapping the sea floor to determine its location. One mapping technique has been used is the hydrographic survey. Hydrographic survey is the science of measurement and description of features which affect maritime navigation, marine construction, dredging, offshore oil exploration or drilling and related activities. In this journal I will explain how the applications of hydrographic surveys in managing natural resources of oil and gas contained in the seabed, what technology has been used, how the process working, and what are the applications of hydrographic surveys that support the management of oil and gas. Purpose of this paper is to investigate the process of exploration and exploitation of oil and gas in the ocean and the role therein of hydrographic survey. In order to get accurate result of this research, then I compiled methods in the making of this journal, the method I use is technical documentation where I gather some many source and article related such as Wikipedia, ocean.service and others.
Keywords: survei hidrografi, teknik pemetaan, minyak dan gas, sumber daya alam kelautan. Pendahuluan
Laut mendominasi permukaan bumi sebesar 70,8% dengan luas 361.254.000 . Kawasan laut memiliki dimensi pengembangan yang sangat luas karena mempunyai keragaman potensi alam yang dapat dikelola. Beberapa sektor kelautan seperti perikanan, perhubungan laut, pertambangan sudah mulai dikembangkan walaupun masih jauh dari potensi yang ada, salah satunya adalah sumber daya alam minyak dan gas bumi. Seperti yang sudah saya jelaskan pada jurnal sebelumnya (Pemanfaatan sumber daya alam di berbagai zaman), minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat mempengaruhi kehidupan umat manusia, peningkatan kebutuhan minyak dan gas sangat signifikan dikarenakan hampir dari separuh kebutuhan sumber energi didominasi oleh minyak dan gas, walaupun pemanfaatan sumber daya alam terbarukan terus dikembangkan. Minyak dan gas bumi berasal dari banyaknya jasad renik tumbuhan dan hewan sebagai asal – usul minyak dan gas yang mati selama 150 juta yang lalu. Sisa-sisa organisme tersebut mengendap di dasar lautan, kemudian ditutupi oleh lumpur. Lapisan lumpur tersebut lambat laun berubah menjadi batuan karena pengaruh tekanan lapisan di atasnya. Sementara itu, dengan
meningkatnya tekanan dan suhu, bakteri anaerob menguraikan sisa-sisa jasad renik tersebut dan mengubahnya menjadi minyak dan gas. Proses pembentukan minyak bumi dan gas ini memakan waktu jutaan tahun. Minyak dan gas yang terbentuk meresap dalam batuan yang berpori seperti air dalam batu karang. Minyak dan gas dapat pula bermigrasi dari suatu daerah ke daerah lain, kemudian terkosentrasi jika terhalang oleh lapisan yang kedap.
Gambar 1. Anjungan minyak ( oil rig ) Sumber: Wikipedia
Hal ini menyebabkan minyak dan gas bumi banyak ditemukan di dasar laut. Namun, karena minyak dan gas ditutupi oleh lumpur, perlu suatu teknologi untuk bisa menheksplorasinya, tentunya teknologi yang dibutuhkan adalah teknologi yang dapat menggambarkan kondisi-kondisi dasar laut dimana cabang ilmu geodesi yaitu hidrografi sangat berguna dalam hal ini.
Convention on Law of The Sea). Kompetensi profesi dan Akademisi Hidrografi dikelompokkan menjadi beberapa aplikasi yaitu (IHB, 2001) 1. Nautical Charting ( pemetaan laut ) 2. Military 3. Inland Water 4. Coastal Zone management 5. Offshore Seismic 6. Offshore Construction 7. Remote sensing
Gambar 2. Survei Hidrografi Sumber: http://www.substructure.com
Hal ini sangat penting karena untuk bisa mengelola sumber daya alam yang ada tentunya kita perlu mengetahui kondisi lingkungan disekitar sumber daya alam tersebut, begitu pula dalam pengelolaan minyak dan gas di dasar laut, kita perlu mengetahi kondisi permukaan bawah laut, posisi dan lokasi dari sumber minyak dan parameter-parameter yang mempengaruhi nya seperti dinamika laut. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan sumber daya alam kelautan, terutama minyak dan gas bumi, teknologi survei hidrografi semakin dikembangkan dan dilakukan baik dalam tahap eksplorasi maupun feasibility study. Hidrografi (geodesi kelautan) adalah ilmu tentang pemetaan laut dan pesisir. Hidrografi menurut Intrenational Hydographic Organization (IHO), adalah ilmu tentang penggambaran parameter-parameter yang diperlukan untuk menjelaskan sifat-sifat dan konfigurasi dasar laut secara tepat, hubungan geografis dengan daratan, serta karakteristik dan dinamika lautan. Hidrografi sendiri sangat berguna dalam navigasi maritim, konstruksi kelautan dan eksplorasi minyak lepas pantai. survei hidrografi mutlak dilakukan dalam tahapan explorasi maupun feasibility study. Informasi yang diperoleh dari kegiatan ini untuk pengelolaan sumberdaya laut seperti minyak dan konstruksi kelautan. Kebutuhan teknologi survei dan pemetaan laut yang modern ini merupakan suatu kebutuhan, apalagi dengan berlakunya UNCLOS 1982 (United Nations
Tujuan survey hidro-oseanografi diantaranya untuk mendukung pekerjaan seperti rencana penentuan dan pemasangan jalur kabel dan pipa bawah laut, pencarian pesawat dan kapal-kapal yang tenggelam, penentuan algoritma parameter kelautan (TSS, SST, koreksi kolom perairan untuk aplikasi penginderaan jauh, dll), penentuan pengeboran sumur minyak (well rig), operasi pencarian ranjau dan bahan peledak di bawah laut dan investigasi pipa dan kabel bawah laut. Dalam jurnal ini, saya akan menjelaskan bagaimana teknologi survei hidrografi diaplikasikan dalam pengelolaan minyak dan gas bumi, apa saja teknologinya, dan bagaimana cara kerjanya.
Metodologi
Perumusan Masalah Studi Pustaka Memilih Pendekatan Menentukan Sumber Pengumpulan Data Analisis Data Isi dan Pembahasan Menarik Kesimpulan Gambar 3. Tahapan Metode Penelitian
Pada penulisan jurnal ini, saya melakukan cara dan metode penelitian (metodologi) dengan tahapan – tahapan seperti gambar 2 diatas. Pertama, saya merumuskan masalah apa yang akan saya ambil, spesifikasi dari pemanfaatan sumber daya alam minyak dan gas serta bagaimana salah satu cabang keilmuan dari geodesi yaitu hidrografi menjadi metode dalam pengelolaan minyak dan gas merupakan masalah yang saya angkat dalam jurnal ini. Disini saya bertujuan untuk mencari tahu bagaimana survei hidrografi berperan dalam pengelolaan SDA minyak dan gas di laut. Maka saya melakukan studi pustaka guna menambah wawasan saya mengenai judul yang saya ambil sehingga pelaksanaan penelitian dapat dilakukan secara sistematis dan mendapatkan hasil yang maksimal. Studi pustaka saya lakukan dengan mencari berbagai refrensi atau informasi terkait pengelolaan SDA minyak dan gas. Hasil dari perumusan masalah dan studi pustaka, saya mencoba mencari tahu spesifikasi tentang ilmu hidrografi, bagai mana survei hidrografi dilakukan dilapangan, teknologi apa yang digunakan dalam survei hidrografi seperti teknologi hidro-akustik, setelah itu saya mencari tahu tentang bagaimana proses dan tahapan minyak dan gas yang berada di laut dieksploitasi dan dieksplorasi serta bagaimana pengelolaanya. Saya memilih metode pendekatan secara dokumentasi, yaitu dengan mencari data berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, dan artikel online terkait. Saya juga menggunakan sumber – sumber yang saya gunakan ketika melakukan studi pustaka. Maka, pengumpulan data saya lakukan guna mendapatkan refrensi dan sumber – sumber yang akurat untuk dianalisis dan ditarik kesimpulan. Informasi yang saya peroleh meliputi teknologi yang digunakan dalam survei hidrografi, teknik pengambilan datanya, bagaimana laut dipetakan melalui survei hidrografi, alat – alat apa saja yang digunakan serta bagaimana semua itu di aplikasikan dalam pengelolaan minyak dan gas bumi yang ada dilaut berdasarkan tahapan – tahapan dan proses dalam pengelolaan dan pemanfaatan SDA minyak dan gas bumi yang ada di laut meliputi tahapan eksplorasi (pencarian), eksploitasi (pengambilan), konstruksi dari anjungan sebagai base dalam driling (pengeboran) dan instalasi pipa – pipa minyak dan gas di dasar laut sebagai wahana transportasi minyak dan gas dalam proses penyulingan serta bagaimana nautikal-chart (peta laut) digunakan untung monitoring dalam memanajemen distribusi dari persebaran lokasi – lokasi SDA minyak dan gas berdasarkan lokasi pengeboran sehingga memberikan data spasial yang infromatif dan dapat digunakan untuk proses perencanaan pihak – pihak terkait. Dari hasil analisis yang saya lakukan berdasarkan metode diatas maka saya mencoba untuk membagi isi dan pembahasan dari jurnal ini menjadi lima sub-bab
yaitu teknologi hidrografi (hidro-akustik) untuk memberikan pengetahuan mendasar dari teknologi yang digunakan dalam survei hidrografi, tahapan – tahapan dalam pemanfaatan SDA minyak dan gas bumi di laut seperti eksplorasi dan eksploitasi, hal – hal yang menunjang pemanfaatan yaitu konstruksi dari anjungan dan instalasi pipa dasar laut, serta dengan menjelaskan bagaimana distribusi persebaran minyak dan gas dipantau (monitoring) menggunakan peta laut sebagai produk dari survei hidrografi yang kemudian saya tarik kesimpulan secara menyeluruh dari aplikasi dari survei hidrografi dalam pengelolaan minyak dan gas bumi di laut. Berikut adalah hasil dan pembahasan dari analisis saya mengenai aplikasi dari survei hidrografi dalam pengelolaan minyak dan gas bumi di laut berdasarkan metode pendekatan secara dokumentasi. Hasil dan Pembahasan
Teknologi Hidrografi (Hidro-a kustik) Untuk menunjang eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya migas dilaut, dapat digunakan teknologi akustik bawah air (underwater acoustics) yang dalam hidrografi dikenal dengan sebutan Hydro-akustik karena penggunaanya di air. Teknologi Hydro-akustik adalah penggunaan gelombang suara yang dalam dunia navigasi disebut Sonar atau Echosounder dan sejenisnya. Dengan pendekatan fungsi, Sonar atau Echosounder pada teknologi navigasi dapat disetarakan dengan penggunaan Radar untuk pendeteksian objek di permukaan air. Pemrosesan didukung oleh peralatan lainnya seperti komputer; GPS (Global Positioning System), Colour Printer, software program dan kompas. Hasil akhir berupa data siap diinterpretasikan untuk bermacam-macam kegunaan yang diinginkan. Bila dibandingkan dengan metode lainnya dalam hal estimasi atau pendugaan, teknologi hydro- acoustic memiliki kelebihan, antara lain. Informasi pada areal yang dideteksi dapat diperoleh secara cepat (real time). Dan secara langsung di wilayah deteksi (in situ).
Gambar 4. Multi Sonar Sumber: http://oceanexplorer.noaa.gov
Hydro-acoustic dapat digunakan dalam mengukur dan menganalisa hampir semua yang terdapat di kolom dan dasar air, aplikasi teknologi ini untuk berbagai keperluan yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, diantaranya adalah eksplorasi bahan tambang, minyak dan energi dasar laut (seismic survey), deteksi lokasi bangkai kapal (shipwreck location) untuk melestarikan laut dari bahan-bahan logam, estimasi biota laut, mengukur laju proses sedimentasi (sedimentation velocity), mengukur arus dalam kolom perairan (internal wave), mengukur kecepatan arus (current speed), mengukur kekeruhan perairan (turbidity) dan kontur dasar laut (bottom contour). Salah satu aplikasi dari sistem aplikasi aktif yaitu Sonar yang digunakan untuk penentuan batimetri.
menghasilkan banyak pantulan energi dari masing-masing pulsa suara yang ditransmisikan. Kemampuan setiap elemen transduser menerima kembali pulsa suara yang dipantulkan tergantung kepada metode kalibrasi terhadap gerak kapal yang diterapkan. Multibeam sonar memiliki ketelitian yang sangat baik dalam pengukuran kedalaman. Kedalaman diukur melalui cepat rambat gelombang akustik yang dipancarkan sampai diterima kembali dibagi dengan dua kali waktu yang dibutuhkan sehingga pengukuran kedalaman oleh MBS dapat dirumuskan sebagai berikut :
ℎ = 1⁄2 ∆
(1)
Keterangan : h = kedalaman (m) v = cepat rambat gelombang akustik ∆t = selang waktu gelombang yang ditransmisikan dengan diterima kembali Kedalaman hasil pengukuran yang didapatkan tetap harus dikoreksi dari berbagai kesalahan yang mungkin terjadi. Kesalahan tersebut dapat berasal dari kecepatan gelombang suara, pasang surut, kecepatan kapal, sistem pengukuran, offset dan posisi kapal.
Gambar 5. Ilustrasi Single Beam dan Multi Beam Sumber: http://www.nauticalcharts.noaa.gov
Sonar (Sound Navigation And Ranging) yaitu berupa sinyal akustik yang diemisikan dan refleksi yang diterima dari objek dalam air (seperti ikan atau kapal selam) atau dari dasar laut. Bila gelombang akustik bergerak vertikal ke dasar laut dan kembali, waktu yang diperlukan digunakan untuk mengukur kedalaman air. Multibeam sonar merupakan instrumen hidroakustik yang menggunakan prinsip yang sama dengan single beam namun perbedaannya terletak pada jumlah beam yang dipancarkannya lebih dari satu dalam satu kali pancar. Berbeda dengan Side Scan Sonar pola pancaran yang dimiliki multibeam sonar melebar dan melintang terhadap badan kapal. Setiap beam memancarkan satu pulsa suara dan memiliki penerimanya masing-masing. Saat kapal bergerak hasil sapuan multibeam tersebut menghasilkan suatu luasan area permukaan dasar laut Transduser yang terdapat di dalam multibeam sonar terdiri dari serangkaian elemen yang memancarkan pulsa suara dalam sudut yang berbeda. Biasanya hanya satu beam yang ditransmisikan tetapi
Gambar 6. JRC JFV-250 Echo Sounder Sumber: http://www.selexmarine.com
Echosounder adalah alat untuk mengukur kedalaman air dengan mengirimkan tekanan gelombang dari permukaan ke dasar air dan dicatat waktunya sampai echo kembali dari dasar air. Adapun kegunaan dasar dari echosounder yaitu menentukan kedalaman suatu perairan dengan mengirimkan tekanan gelombang dari permukaan ke dasar air dan dicatat waktunya sampai echo kembali dari dasar air. Data tampilan
juga dapat dikombinasikan dengan koordinat global berdasarkan sinyal dari satelit GPS yang ada dengan memasang antena GPS (jika fitur GPS pada echosounder ada). Teknik echo sounder yang dipakai untuk mengukur kedalaman laut, bisa dibuat alat pengukur jarak dengan ultra sonic. Pengukur jarak ini memakai rangkaian yang sama dengan Jam Digital dalam artikel yang lalu, ditambah dengan rangkaian pemancar dan penerima Ultra Sonic.
instruksi DJNZ (baris 14). Dengan demikian waktu yang diperlukan untuk melaksanakan instruksi-instruksi di baris 3 sampai 13 adalah 12 mikro detik. Di baris 12, nilai Ultra_Out (= pin P3.4) dibalik, kalau semula Ultra_Out bernilai 0 setelah instruksi ini dijalankan Utltra_Out akan bernilai 1, dan sebaliknya kalau semula 1 dan berbalik menjadi 0. Di baris 13 nilai R7 dikurangi 1, selama R7 belum mencapai 0 AT89C2051 akan mengulang lagi baris 2 dan seterusnya. Di baris 1 R7 diberi nilai 24, dengan demikian baris 2 sampai 13 akan diulang sebanyak 24 kali, dan selama itu pin 3.4 akan berbalik dari 0 ke 1 dan 0 kembali sebanyak 12 kali. Dengan demikian, hasil kerja Potongan Program 1 adalah pulsa ultrasonic12 gelombang dengan frekuensi 1/24 mikrodetik = 41666 Hz. Prinsip echo-sounder yang sekarang umum digunakan oleh kapal-kapal sebagai bantuan navigasi. Echo-sounder komersil mempunyai lebar sinar 30-45o vertikal tetapi untuk aplikasi khusus (seperti pelacakan ikan atau kapal selam atau studi lanjut dasar laut) lebar sinar yang digunakan kurang 5o dan arahnya dapat divariasikan. Walaupun menunjukkan pengaruh temperatur, salinitas dan tekanan pada laju bunyi dalam air laut (1500 ms-1) relatif kecil dan sedikit perubahan pada c dapat menyebabkan kesalahan pengukuran kedalaman dan kesalahan sudut akan menambah keburukan resolusi.
Gambar 7. Prinsip Kerja Echosounder Sumber: http://www.dosits.org
Pulsa Ultrasonic, yang merupakan sinyal ultrasonic dengan frekwensi lebih kurang 41 KHz sebanyak 12 periode, dikirimkan dari pemancar Ultrasonic. Ketika pulsa mengenai benda penghalang, pulsa ini dipantulkan, dan diterima kembali oleh penerima Ultrasonic. Dengan mengukur selang waktu antara saat pulsa dikirim dan pulsa pantul diterima, jarak antara alat pengukur dan benda penghalang bisa dihitung. Adapun rangkaian Jam Digital yang digunakan titik desimal pada tampilan satuan dinyalakan dengan tahanan R8. Setiap kali tombol Start ditekan, AT89C2051 membangkitkan pulsa ultrasonic pada Pin P3.4 yang dipancarkan, selanjutnya lewat pin P3.5 yang terhubung ke rangkaian penerima ultrasonic, sambil mengukur selang waktu AT89C2051 memantau datangnya pulsa pantul. Hasil pengukuran waktu itu, dengan sedikit perhitungan matematis ditampilkan di system penampil 7 ruas sebagai besaran jarak, dengan satuan centimeter dan 1 angka dibelakang titik desimal. Processor memerlukan waktu untuk melaksanakan instruksi. Bagi AT89C2051 yang bekerja pada frekuensi 12 MHz, instruksi NOP (baris 4 sampai 12); instruksi CPL (baris13) dilaksanakan dalam waktu 1 mikro detik, dan 2 mikro detik untuk melaksanakan
Gambar 8. Data Kedalaman hasil penggunaan Echosounder Sumber: http://venus.uvic.ca
Teknik echo-sounding untuk menentukan kedalaman dan pemetaan dasar laut bertambah maju dengan berkembangnya peralatan sonar seperti SeaBeam dan Hydrosweep yang merupakan sistem echo-sounding multi-beam yang menentukan kedalaman air di sepanjang swath lantai laut di bawah kapal penarik, menghasilkan peta-peta batimetri yang sangat detail. Sidescan imaging system, sperti GLORIA (Geological Long Range Inclined Asdic), SeaMARC, dan TOBI (Towed Oceand Bottom Instrument)
menghasilkan fotografi aerial yang sama atau citra-citra radar, menggunakan bunyi atau microwave. Echo-sounding banyak juga digunakan oleh nelayan karena ikan menghasilkan echo, dan kawanan ikan atau hewan lain dapat dikenali sebagai lapisan-lapisan sebaran dalam kolom air. Echosounder terbagi menjadi dua jenis yaitu Echosounder single-beam dam multi-beam.
kapal dapat diukur oleh sebuah alat dengan nama Motion Reference Unit (MRU), yang juga digunakan untuk koreksi posisi pengukuran kedalaman selam proses berlangsung. Range frekuensi yang dipakai pada sistem ini menurut WHSC Sea-floor Mapping Group mengoperasikan range frekuensi dari 3.5 kHz sampai 200 kHz. Single-beam echosounders relatif mudah untuk digunakan, tetapi alat ini hanya menyediakan informasi kedalaman sepanjang garis trak yang dilalui oleh kapal. Jadi, ada feature yang tidak terekam antara lajur per lajur sebagai garis traking perekaman, yang mana ada ruang sekitar 10 sampai 100 meter yang tidak terlihat oleh sistem ini. Multi-Beam Echosounder merupakan alat untuk menentukan kedalaman air dengan cakupan area dasar laut yang luas. Prinsip operasi alat ini secara umum adalah
Gambar 9. Software Pengolahan Data Echosounder (Power Nav) Sumber: Power Nav user manual
Single-beam echo sounder merupakan alat ukur kedalaman air yang menggunakan pancaran tunggal sebagai pengirim dan penerima sinyal gelombang suara. Sistem batimetri dengan menggunakan single beam secara umum mempunyai susunan : transciever (tranducer/reciever) yang terpasang pada lambung kapal atau sisi bantalan pada kapal. Sistem ini mengukur kedalaman air secara langsung dari kapal penyelidikan. Transciever yang terpasang pada lambung kapal mengirimkan pulsa akustik dengan frekuensi tinggi yang terkandung dalam beam (gelombang suara) secara langsung menyusuri bawah kolom air. Energi akustik memantulkan sampai dasar laut dari kapal dan diterima kembali oleh tranciever. Transciever terdiri dari sebuah transmitter yan mempunyai fungsi sebagai pengontrol panjang gelombang pulsa yang dipancarkan dan menyediakan tenaga elektris untuk besar frekuensi yang diberikan. Transmitter ini menerima secara berulang-ulang dlam kecepatan yang tinggi, sampai pada orde kecepatan milisekon. Perekaman kedalaman air secara berkesinambungan dari bawah kapal menghasilkan ukuran kedalamn beresolusi tinggi sepanjanlg lajur yang disurvei. Informasi tambahan seperti heave (gerakan naik-turunnya kapal yang disebabkan oleh gaya pengaruh air laut), pitch (gerakan kapal ke arah depan (mengangguk) berpusat di titik tengah kapal), dan roll (gerakan kapal ke arah sisi-sisinya (lambung kapal) atau pada sumbu memanjang) dari sebuah
Gambar 10. Instrumen Echosounder Sumber: http://www.wagtech.co.uk
berdasar pada pancaran pulsa yang dipancarkan secara langsung ke arah dasar laut dan setalah itu energi akustik dipantulkan kembali dari dasar laut (sea bed), beberapa pancaran suara (beam) secara elektronis terbentuk menggunakan teknik pemrosesan sinyal sehingga diketahui sudut beam. Dua arah waktu penjalaran antara pengiriman dan penerimaan dihitung dengan algoritma pendeteksian terhadap dasar laut tersebut. Dengan mengaplikasikan penjejakan sinar, sistem ini dapat menentukan kedalaman dan jarak transveral terhadap pusat area liputan. Multi-Beam Echosounder dapat menghasilkan data batimetri dengan resolusi tinggi ( 0,1 m akurasi vertikal dan kurang dari 1 m akurasi horisontalnya).
Cara Pemakaiannya adalah:
Eksplorasi
1.
Memasang alat dan cek keadaan sebelum memulai pengambilan data.
alat
2.
Pastikan kabel single beam dan display sudah terpasang.
3.
Pasang antena, jika diperlukan input satelit GPS.
4.
Masukkan single beam kedalam air.
5.
Set Skala kedalaman yang ditampilkan display.
6.
Set frekuensi yang akan digunakan 200 Hz untuk laut dangkal atau 50 Hz untuk laut dalam atau dual untuk menggunakan keduanya.
7.
Set input data air yaitu salinitas, temperatur dan tekanan air.
8.
Pengambilan data.
9.
Pengolahan Data
Sumber: http://oceanexplorer.noaa.gov
Perhitungan kedalaman diperoleh dari setengah waktu pemantulan signal dari echosounder memantul ke dasar laut kemudian kembali ke echosounder. Nilai waktu yang diperoleh di konversikan dengan kecepatan gelombang suara di dalam air.
= 1⁄2
(2)
dimana D = kedalaman laut V = kecepatan suara dalam laut t = waktu Untuk data kedalaman yang lebih tepat, dimasukkan pula data-data temperatur air, salinitas air dan tekanan air. Hal ini diperlukan untuk memperoleh konversi yang tepat pada cepat rambat suara di dalam air. Berikut adalah perhitungannya :
= 1448.6 + 4.6182 − 0.0523 + 1.25 ∗ (− 35) + 0.017 (3) dimana : c = kecepatan suara (m/s) T = temperatur (degrees Celsius) S = salinitas (pro mille) D = kedalaman
Gambar 11. Sea Bed Mapping untuk kebutuhan eksplorasi
Survei hidrografi diperlukan dalam proses pemanfaatan minyak dan gas bumi terutama pada tahap eksplorasi. Eksplorasi minyak dan gas bumi itu sendiri adalah proses pencarian cadangan minyak dan gas bumi di permukaan bumi baik didarat dan dilaut dimana ilmu hidrografi dibutuhkan untuk melakukan pemetaan pada daerah yang memiliki cadangan minyak bumi di laut. Proses eksplorasi migas pada awalnya dilakukan dengan melakukan survei seismik yaitu suatu pekerjaan untuk mencari kandungan minyak dan gas bumi yang ada di lapisan bawah bumi tepatnya di daerah laut dengan cara memetakan lapisan bawah laut dengan menggunakan gelombang seismik. Pekeraan seismik ini dilakukan dikapal seismik dan untuk dapat memetakan lapisan bawah laut diperlukan 2 hal yaitu perlu adanya sumber getaran (Air gun ) dan perlu adanya alat perekam yang dapat menerima sumber getaran (Hidrophone ). Prinsipnya kerjanya adalah dengan menembakkan getaran dalam bentuk gelombang udara ( airgun) ke dasar laut, setelah sampai di dasar laut kemudian getaran tersebut dipantulkan, dan getaran ditangkap kembali oleh hidrophone sebagai perekam getaran. Alat – alat yang digunakan dalam syrvei ini adalah GPS C-Nav dan Gyro Compass untuk pemosisian kapal dan keperluan navigasi, Streamer yang bentuknya seperti kabel yang dibentangkan kemudian ditarik oleh kapal seismik dimana streamer ini berisi Hidrophone (alat perekam getaran), ADC (Analog to digital converter), dan bird yang berperan untuk mengatur posisi dan kedalaman streamer, dan AirGun yang berfungsi sebagai sumber getaran. Proses survei seimik ini diawali oleh oleh tahap perencanaan jalur kapal seismik melintas yang biasanya menggunakan nautical chart dimana seorang hidro-surveyor melakukan
pengukuran pasang surut, Survei batimetri, design rencana awal line seismik, navigasi arah kapal dengan memperhatikan arus laut dan cuaca dan Processing Line untuk mendapatkan koordinat jalur kapal yang sudah dilakukan Adjustment/ perataan .
Eksploitasi
Dalam Survei Seismik, panjang lintasan seismik bisa mencapai ratusan kilometer (untuk satu linenya), apalagi jika survei tersebut adalah survei seismik 2D sehingga pengukuran melewati zone yang berbeda dimana secara teori apabila daerah pengukuran telah berada dua zona yang berbeda, maka distorsinya akan lebih besar. Semakin jauh dari meridian tengah tiap zone, maka kesalahannya akan semakin besar, terutama kesalahan jarak. Untuk transformasi antar zone UTM biasanya digunakan Software bantu seperti GeoCalc, Coord Calculator, ataupun menggunakan perhitungan transformasi dari GPSeismic. Penggunaan software bantu apapun, yang paling penting adalah pengecekan parameter-parameter transformasinya, sehingga tidak terjadi kesalahan.
Gambar 13. Penambangan di dasar laut Sumber: http://asopa.typepad.com
Gambar 12. Prinsip Kerja Survei Seismik Laut Sumber: http://rovicky.files.wordpress.com
Survey GPS dilaksanakan terlebih dahulu sebelum dilaksanakan pekerjaan pengukuran topografi lintasan seismik. Tahapan survey GPS dimulai dari desain jaring diatas peta, orientasi lapangan, desain jaring final (setelah orientasi lapangan mengenai obstruksi dan aksesibilitas tempat), pembuatan tugu GPS (Benchmark GPS), pengukuran GPS, pemrosesan data GPS dan pelaporan hasil. Setelah peta jalur lintasan kapal seismik jadi dengan dukungan GIS dalam bentuk nautical-chart maka survei seismik dilakukan. Dari hasil survei seismik ini maka terlihatlah lapisan-lapisan tanah untuk diolah dan manakah lapisan yang berpotensi mengandung gas/oil.
Dari data seismic yang ada, biasanya akan dilakukan pengecekan dengan melakukan pengeboran di sejumlah titik (atau dikenal dengan nama proposed well location). Sehingga akan didapatkan data yang lebih akurat dan kepastian mengenai cadangan minyak dan/atau gas yang terkandung. Biasanya pengeboran dilakukan oleh kapal (drilling vessel) dan juga rig (tergantung dari biaya, kedalaman laut, dan lain-lain). Untuk spesifikasi kedalaman laut maka dikenal dengan nama swamp rig, Jack-up rig (15-100m), semi-submersible rig (>100m). Untuk tahap persiapan sebelum pengeboran biasanya dibutuhkan survey area di sekitar titik pengeboran dikenal dengan istilah geophysical site survey (atau site survey). Survey area biasanya berbentuk kotak (3x3km, 4x4km, dll) tergantung terhadap jenis rig/drilling vessel yang akan digunakan. Alat-alat yang biasa digunakan antara lain DGPS, E chosounder single beam ataupun multibeam, Side scan sonar, USBL, Sub bottom profilling (Pinger, Boomer/Sparker), Magnetometer, dan lain-lain. Data akhir biasanya berupa peta bathymetri, seabed feature, profil penampang dibawah seabed, data magnetic area sekitar (terutama untuk lokasi eksploitasi), dll. Surveyor tentu saja berperan penting dalam survey ini Selain itu Hidro-surveyor juga berperan dalam data processor (terutama jika menggunakan multibeam).
Selain data survey, data yang lain yang biasanya dibutuhkan sebelum pengeboran adalah data geotechnical. Data geotechnical ini didapatkan dari mengambil sampel tanah di bawah permukaan laut (seabed) dengan melakukan pengeboran di titik2 yang telah ditentukan di skitar area pengeboran. Data survey dan geoteknik ini nantinya akan dijadikan referensi, safety issue (terutama untuk jack-up rig), insurance, dan juga gambaran awal mengenai keadaan lingkungan sekitar tempat pengeboran. Setelah data didapatkan, maka rig akan segera bergerak menuju lokasi titik pengeboran dengan dibantu oleh seorang surveyor untuk penentuan posisi titik bor (dikenal dengan istilah rig move). Konstruksi
mengenai kondisi dasar laut sangat dibutuhkan untuk kegiatan pembangunan pipa bawah laut. Informasi mengenai dasar laut didapatkan melalui survei batimetri. Multibeam sonar merupakan instrumen hidroakustik yang banyak digunakan dalam survei batimetri. Hal ini disebabkan kemampuan instrumen tersebut dalam melakukan pemindaian dasar laut dengan akurasi yang sangat tinggi dan cakupan yang luas. Informasi yang didapatkan dari multibeam sonar berupa kedalaman dan nilai backscattering yang dapat digunakan untuk mengetahui sebaran jenis sedimen dasar laut. Sebaran jenis sedimen yang dideteksi menggunakan instrumen multibeam sonar dapat berubah tergantung dari masukan sedimen yang ada di sekitarnya. Pembangunan pipa bawah laut harus memperhatikan topografi dan jenis sedimen dasar laut. Peletakan pipa pada topografi yang salah dapat menyebabkan pipa patah. diperlukan empat tahapan survei secara berurutan dalam melakukan pembangunan pipa bawah laut, yaitu :
Gambar 13. Instalasi Anjungan dan Pipa di bawah laut Sumber: wikipedia
Sebagian besar kegiatan lepas pantai yang melibatkan sisi produksi minyak dan gas membutuhkan suatu rekayasa baik itu berupa anjungan ( rig\platform), maupun pipa bawah laut sebagai jalur transportasi minyak dan gas. Surveyor hidrografi sering bertanggung jawab dalam pembuatan anjungan, pipa konstruksi dan inspeksi kegiatan terkait erat. Instalasi kabel bawah laut adalah satu lagi cabang industri lepas pantai membutuhkan keterampilan surveyor hidrografi. Dalam hal ini, survei hidrografi sangat dibutuhkan untuk memetakan kondisi permukaan laut sebagai dasar dari pembuatan anjungan minyak tersebut. Dan pada tahap kontruksi, survei geodesi seperti yang dilakukan di darat dapat digunakan dalam pengukuran dan pemetaan yang menunjang kegiatan konstruksi seperti pemodelan bentuk dari anjungan minyak lepas pantai tersebut. Akibat dari permintaan terhadap minyak bumi dan gas yang terus meningkat pula mengharuskan proses pengelolaan minyak dan gas menggunakan sistem pendistribusian yang efektif. Pembangunan pipa bawah laut merupakan langkah yang tepat untuk mengatasi lamanya waktu yang dibutuhkan dalam pendistribusian material cair seperti minyak dan gas dari lokasi pengeboran. Pengangkutan material tersebut dalam jumlah besar menggunakan kapal membutuhkan waktu yang cukup lama. Informasi
1.
Survei pendahuluan (recconaissance survey)
2.
Survei detail (detail investigation survey)
3.
Survei konstruksi (construction survey)
4.
Survei inspeksi (as built or inspection survey)
Adapun syarat-syarat dari instalasi pipa adalah 1. Pipa diletakan sedalam 3 meter di dasar laut untuk kedalaman 0 – 3 meter dari Mean Sea Level (MSL). 2. Pipa diletakan sedalam 2 meter di dasar laut untuk kedalaman 10 – 28 meter dari MSL. 3. Pipa langsung diletakan diatas dasar laut untuk kedalaman lebih dari 28 meter dari MSL. 4. Lokasi peletakan pipa harus terhindar dari lokasi pipa yang telah diletakan berdasarkan syarat-syarat diatas tentunya informasi yang signifikan mengenai topografi bawah laut sangat dibutuhkan dimana itu merupakan produk dari survei hidrografi.
Gambar 14. Pemodelan Instalasi Pipa di dasar laut Sumber: Trico Marine
Monitoring
digunakan untuk mengelola data-data hasil survei seismik yang kemudian dibentuk dalam bentuk peta laut atau nautical-chart. Manfaat dari GIS dalam monitoring minyak dan gas diantaranya adalah melakukan analisis yang lebih akurat untuk Eksplorasi dan Pengembangan Cadangan Minyak seperti Pemodelan seismik, Visualisasi 3D pra dan pasca eksplorasi, pemodelan permukaan penuh serta perencanaan untuk survei seismik dalam konteks memonitoring distribusi minyak dan gas, mengetahuin lokasi sumur, dan rute jaringan pipa. Kesimpulan dan Saran
Gambar 15. Nautikal Chart Sumber: http://www.mi-net.ca
Setelah minyak dan gas bumi dieksploitasi, tentunya perlu dilakukan monitoring guna memantau lancarnya proses distribusi minyak dan gas tersebut seperti memantau kondisi anjungan yang digunakan sebagai base pengeboran, pipa gas dan minyak serta instalasi nya di bawah permukaan laut dan distribusi persediaan minyak yang telah ditemukan melalui eksplorasi. Tentunya penggunaan peta laut nautical-chart sangat dibutuhkan dalam monitoring ini sebagai acuan lokasi. Survei Hidrografi merupakan metode yang digunakan untuk pembuatan nautica-chart, setelah dilakukan survei seismik dan ditemukanya cadangan minyak, lokasi ditemukannya cadangan minyak itu akan rekam koordinat posisinya menggunakan GPS yang kemudian ditandai pada nautical-chart. Jalur pipa gas yang dipasang di dasar laut perlu dilakukan revisi dan rekonstruksi guna menghindari adanya kebocoran, sehingga untuk memantaunya diperlukan survei hidrografi untuk memetakan jalurnya serta mengindentifikasi adanya kerusakan atau tidak menggunakan gelombang teknologi hydro-akustik dimana objek-objek dasar laut dapat dipetakan. Begitupula analisis mengenai dinamika laut seperti gelombang dan pasang surut yang mampu mempengaruhi kondisi instalasi pipa dan anjungan minyak di laut yang kelak menentukan lancar tidaknya proses distribusi minyak dan gas. Data-data yang diperoleh melalui survei hidrografi kemudian dibuat dalam bentuk nautical-chart melalui pengelolahan GIS. GIS ( geographic information system) atau biasa disebut SIG merupakan teknologi software yang
Gambar 16. Topografi bawah laut hasil survei hidrografi Sumber: http://www.nauticalcharts.noaa.gov
Berdasarkan penjelasan yang sudah saya berikan pada bagian isi dan pembahasan diatas, saya menarik kesimpulan bahwa survei hidrografi dengan menggunakan teknologi hidro-akustik sangat berperan dalam berbagai proses pemanfaatan SDA minyak dan gas di laut. Lebih tepatnya lagi, survei hidrografi sangat berperan dalam proses eksplorasi dari minyak dan gas bumi itu di laut dimana teknologi hidro-akustik dengan pemanfaatan teori perambatan gelombang suara di suatu medan perantara (dalam hal ini adalah air) dapat dimanfaatkan untuk memetakan permukaan bawah laut ( sea bed mapping ). Tentunya hasil dari pemetaan bawah laut itu digunakan untuk mengetahui sedimen dasar laut yang dapat menunjang dalam menentukkan kandungan mineral dasar laut dalam. Serta jika hasil dari data yang diperoleh menggunakan teknologi hidro-akustik melalui survei hidrografi dikombinasikan dengan data dari subbottom profilers, akan diperoleh peta dasar laut yang lengkap dan rinci. Peta dasar laut yang lengkap dan rinci ini dapat digunakan untuk menunjang penginterpretasian struktur geologi bawah dasar laut dan kemudian dapat digunakan untuk mencari mineral bawah dasar laut.
Dari hasil itu pula kita dapat mengetahui SDA apa saja yang terdapat di dasar laut termasuk didalamnya sumber daya alam minyak dan gas bumi. Secara garis besar, saya menarik kesimpulan mengenai aplikasi survei hidrografi dalam pengelolaan minyak dan gas bumi meliputi : 1.
Ekplorasi
2.
penentuan posisi titik bor di bawah permukaan laut pemetaan kondisi permukaan dasar laut di sekitar lokasi pengeboran
Konstruksi
4.
penentuan jalur kapal survei seismik (navigasi)
Eksploitasi
3.
pemetaan permukaan bawah laut untuk menemukan cadangan minyak
Semoga informasi mengenai aplikasi survei hidrografi dalam pengelolaan minyak dan gas bumi di laut yang saya berikan pada jurnal ini dapat memberikan pengetahuan lebih tentang bagaimana SDA minyak dan gas bumi dikelola, bagaimana ilmu geodesi berperan, dan dapat menginspirasi kita untuk mengembangkan teknologi yang sudah ada sehingga potensi sumber daya alam kelautan yang ada, terutama di Indonesia, dapat dikelola secara maksimal.
pemetaan dasar laut sebagai acuan pembangunan anjungan (oil rig ) pemetaan dasar laut untuk instalasi pipa sebagai sarana transportasi minyak pada proses penyulingan
Monitoring
Penggunaan nautikal chart \peta laut untuk memantau distribusi penyebaran minyak dan gas bumi dilaut dan perencanaan
Dari itu semua saya menarik kesimpulan bahwa survei hidrografi berguna untuk pemetaan dan memberikan data spasial sebagai acuan spasial dalam perencanaan proses pemanfaatan dan pengelolaan minyak dan gas bumi di laut. Tentunya informasi mengenai parameter – parameter apa saja yang mempengaruhi dinamika laut, gambaran mengenai kondisi laut adalah informasi yang dibutuhkan jika kita ingin mengelola SDA apa saja yang ada di laut termasuk minyak dan gas bumi. Dari yang sudah saya jelaskan diatas pula, aplikasi lain bidang geodesi seperti GIS sangat berguna dalam mengelolah data hasil survei hidrografi sehingga lebih informatif untuk digunakan. Namun, semua teknologi dan metode seperti yang dijelaskan diatas membutuhkan biaya yang sangat besar dan terkadang kurang efesien sehingga potensi sumber daya alam minyak dan gas di laut masih belum bisa dimanfaatkan sepenuhnya. Maka perlu dilakukan penelitian dan pengembangan dari metode – metode dan teknologi pemetaan laut sehingga proses pemetaan dapat dilakukan lebih efesien namun tidak mengurangi tingkat persisi dan akurasi data yang dibutuhkan.
Gambar 16.Persebaran blok Migas di Indonesia Sumber: http://pmahatrisna.files.wordpress.com
Ucapan terima kasih
Ucapan terimakasih saya ucapkan pada bapak Djurdjani, Ir, MSP, M.eng, Ph.D selaku ketua jurusan Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada. Juga kepada dosen pengampu mata kuliah Pengelolaan Sumber Daya Alam, bapak Heri Sutanta, ST, Msc, karena dedikasinya dalam memberi ilmu – ilmu akan pentingnya sumber daya alam dan lingkungan dalam kehidupan sehari – hari, serta tugas jurnal ilmiah yang beliau berikan sehingga menginspirasi saya untuk mempelajari mengenai aplikasi survei hidrografi dalam pengelolaan sumber daya alam minyak dan gas, teknologi – teknologi yang digunakan, metode pemetaan laut, serta bagaimana minyak dan gas bumi yang terdapat dibawah permukaan dasar laut dieksplorasi dan dieksploitasi. Terima kasih juga kepada bapak Abdul Basith, ST,M.Si,Ph.D sebagai dosen pengampu mata kuliah oseanografi fisis yang telah memberikan saya dasar – dasar pengetahuan mengenai alat – alat survei oseanografi. Dan terima kasih kepada Google, Wikipedia, dan situs – situs online lainya yang mensajikan artikel – artikel yang kelak saya gunakan sebagai sumber untuk menulis jurnal ini.
Daftar Pustaka
Bachri, S.1989, Offshore Pipeline Survey, Departement Surveying Engineering. University of New Brunswick. New Brunswick. Basith , Abdul, ST,M.Si,Ph.D. “ peralatan survei oseanografi”, kuliah oseanografi fisis ke-11,Program Studi Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada, 26 november 2012. Pascasakti, Denni., 2010, “Offshore seismic and backpacker : lingkup pekerjaan survei seimic laut”, http://dennipasca.blogspot.com/search/label/Seismi k%20Laut (diakses tgl 30 Desember 2013). Zaiho,Oiz., 2012, “Hydrographic Survey: Teknik Pengukuran Kedalaman Laut dan Danau”, http://zaihooiz.blogspot.com/2012/05/teknik-pengu kuran-kedalaman-laut-atau.html (diakses tgl 30 Desember 2013) Gumbira, Gugun., 2011, “Aplikasi Instrument MULTIBEAM SONAR dalam Kegiatan peletakan Pipa Bawah Laut”, skripsi, Departemen Ilmu Dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor. Ingham, A,E. 1975, Hydrographic Survey In Sea Surveying , John Iley and Sons Ltd., London. IHO. 2008. Standards For Hydrographic Surveys. International Hydrographic Bureau. Monaco. National Oceanic and atmospheric administration (NOAA), National Oceanic Service, 1997, Natuical Charts User's Manual, Washinton DC. Anonim 2012,”SeaPro Hydrographic Survey”, http://www.seaproegypt.com/eng/cms/services/hydr ographic-survey (diakses tgl 1 Januari 2013). Anonim 2012,” Fugro, Oil and Gas exploration”, http://www.fugro.com/services/oil-and-gas/explorat ion (diakses tgl 1 Januari 2013). Anonim 2012,” Hydrographic surveying, Nautical Chart”,http://oceanservice.noaa.gov/navigation/hyd ro/ (diakses tgl 1 Januari 2013). Wikipedia Foundation, Inc, 201 2, “Petroleum”, last update 30 Desember 2012, (diakses tgl. 31 Desember 2012).
Wikipedia Foundation, Inc, 2012, “ Offshore Drilling”, last update 30 Oktober 2012, (diakses tgl. 31 Desember 2012). Wikipedia Foundation, Inc, 2012, “Hydrographic Survey”, last update 30 Desember 2012, (diakses tgl. 1 Januari 2013).