1.
Aplikasi Lateks Sebagai Sarung Tangan
Lateks alam sebagai bahan baku barang jadi lateks memiliki keunggulan khusus dibanding produk pesaingnya pesaingnya lateks sintetis sintetis yang terbuat dari minyak bumi. bumi. Lateks terdiri atas partikel karet dan bahan bukan karet yang terdispersi dalam air, yaitu fraksi karet 30% sampai dengan 40%, air 58% sampai dengan 68%, dan sisanya bahan-bahan bukan karet yang terdiri dari protein, lemak, ionion ionion logam, dan lain-lain. Lateks kebun mengandung kadar karet kering (KKK) berkisar antara 20% sampai dengan 40%. Untuk pembuatan barang-barang dari lateks, misalnya sarung tangan, tensimeter, dan lain sebagainya. Lateks kebun perlu diolah terlebih dahulu menjadi lateks pekat agar diperoleh KKK yang lebih tinggi, sehingga produk barang jadi karet mempunyai sifatsifat yang lebih baik (Sugianto dalam Masongko, 2013). Industri sarung tangan karet merupakan salah satu manufaktur hilir hilir yang tengah diprioritaskan pengembangannya sebagai sektor padat karya berorientasi ekspor. Industri ini juga dipacu daya saingnya melalui kegiatan riset teknologi secara mandiri agar meningkatkan produksi dan inovasi. Dalam upaya peningkatan kinerja industry sarung tangan karet nasional, keberadaan fasilitas penelitian dan pengembangan sangat diperlukan karena Indonesia merupakan negara penghasil karet alam terbesar kedua di dunia setelah Thailand. Namun, selama ini 80% produ k karet alam primer Indonesia di ekspor dan hanya 20% yang dikomsusi dalam negeri (Kemenperin, 2019). Untuk pembuatan barang-barang dari lateks, maka konsentrat lateks cair mulamula dicampur dengan beberapa bahan kimia kompon. Kemudian cetakan bentuk yang diinginkan dicelupkan ke dalam campuran lateks agar terjadi pengendapan lapisan lateks tipis. Pencelupan bisa dilakukan menggunakan atau tanpa menggunakan bahan kimia penstabil (yakni celup penggumpal atau celup langsung). Pada umumnya, pelumeran dilakukan pada tahap proses tertentu, dan produk diawetkan pada suhu 100°-120°C. Pembuatan kompon karet kering adalah untuk memproduksi berbagai produk elastis yang berguna dengan menggunakan zat pengikat silang (cross (cross--linking agents). Lateks banyak digunakan untuk bahan baku pembuatan karet kering yang
1
selanjutnya menjadi bahan mentah untuk industri pembuatan sarung tangan lateks, ban, pipa karet, selang, selang, sepatu/sandal, sepatu/sandal, komponen otomotif, komponen engineering, lem, dan beberapa peralatan rumah tangga. Selain itu lateks dapat digunakan sebagai perekat, karena partikel karetnya memiliki daya lengket. Namun daya rekat partikel karet alam kurang baik sehingga hanya digunakan untuk merekatkan bahan-bahan ringan yang tidak memerlukan daya rekat baik. Jika rantai molekulnya lebih pendek, d iharapkan kemampuan partikel karet alam tersebut menyerap pada permukaan media akan lebih baik, sehingga meningkatkan daya rekatnya (Alfa dan Syamsu, 2004). 2.
Bahan yang Digunakan dalam Pembuatan Sarung Tangan Karet
Bahan yang digunakan untuk menghasilkan sarung tangan lateks, akan dikelompokkan menjadi bahan baku, bahan penolong, dan bahan tambahan. Bahan baku adalah bahan utama ut ama yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan sebuah produk. Bahan baku yang digunakan yaitu lateks karet alam. Bahan penolong merupakan bahan yang ikut dalam proses produksi, tetapi tidak terdapat dalam produksi akhir. Bahan ini secara tidak t idak langsung mempengaruhi kualitaas produk yang dihasilkan. Adapun bahan – bahan bahan penolong yang digunakan adalah: 1. H2O (Air) Digunakan untuk menetralkan campuran bahan kimia, air merupakan bahan penolong yang paling utama dalam pembuatan sarung tangan karet ini. Air digunakan juga digunakan sebagai media pencuci pada cetakan serta sebagai pendingin setelah sarung tangan terbentuk. 2. Vulkanisir Sulfur atau belerang digunakan sebagai bahan untuk mempercepat proses pematangan sarung tangan, sulfur berperan dalam mengikat ion ion – ion, ion, sehingga zat – zat zat yang ada menyatu. Dengan demikian komponen yang semula lunak dan plastis diubah untuk menjadi kare yang kuat dan elastis.
2
3. ZnO ( Zinc Zinc Oxide) Oxide) Digunakan sebagai penangkal oksidasi. 4. ZDEC ( Zinc Zinc Diethyl Dithocarbornate) Dithocarbornate) ZDEC 50% digunakan sebagai bahan akselator atau untuk mempercepat proses pelekatan sarung tangan pada cetakan (mold ) yang berfungsi untuk menghambat naiknya CTR (Carbondioxide (Carbondioxide Transferred Rate). Rate). Pemilihan bahan ZDEC dilakukan untuk mempersingkat mempersingkat waktu vulkanisasi karena ZDEC memiliki respon yang sangat cepat terhadap t erhadap proses vulkanisasi. vulkanisasi. 5. KOH 5% (Kalium Karbonat) Berfungsi untuk menstabilkan lateks dari kandungan asam yang berlebih dan juga membuat lateks tidak menggumpal. 6. CaCO3 (Kalium Karbonat) Digunakan untuk mempermudah pencabutan agar sarung tangan tidak lengket. 7. Filler (TiO2) Berfungsi untuk meningkatkan modulus dan viscositas dari viscositas dari produk, menambah berat dari sarung tangan dan juga sebagai zat pewarna pada sarung tangan. 8. Larutan HNO3 (Asam Nitrat) Berfungsi untuk membersihkan kotoran-kotoran dan zat-zat kimia yang melekat pada hand mould hand mould . 3.
Proses Pembuatan Sarung Tangan Karet
Pembutan sarung tangan karet terdiri atas beberapa tahapan proses yaitu, pencampuran (compounding ), ), pencetakan sarung tangan, dan proses finishing . Pada proses pencampuran ini, ini, lateks melalui pengujian pe ngujian mutu terlebih dulu du lu kemudian akan dicampurkan kedalam tangki pencampuran dengan bahan-bahan kimia pengurai (dispersion chemical ) antara lain sulfur, pigmen, senyawa zinc senyawa zinc,, dan antioksidan serta air yang sebelumnya telah dimasukkan kedalam ball mill ball mill dan dan diputar selama 48-72 jam dengan kecepatan putaran 44 rpm. Setelah dimasukkan kedalam tangki compound , campuran akan diaduk selama 24 jam. Selanjutnya lateks pekat 60 % dialirkan dari
3
tangki penyimpanan lateks ke tangki pencampuran (tangki compound) sampai tangki berisi empat ton lateks, lateks, Bahan kimia penguraian penguraian ini lalu dicampur kedalam lateks pekat dan diaduk selama 24 jam. Hasil campuran ini dialirkan ke bak bagian produksi dengan selang untuk digunakan pembentukan sarung tangan (Sinulingga, 2015).
Gambar 1. Proses Pencampuran Lateks dengan Bahan-bahan Dispersi
(Sumber: Sinulingga, Sinulingga, 2015)
Pada proses pencetakan sarung tangan terdiri atas beberapa tahap dimana pada setiap tahap atau proses cetakan dipindahkan dengan mengunakan conveyor mengikuti mengikuti aliran yang telah ditentukan. Tahapan-tahapan pencetakan sarung tangan antara lain : 1. Acid washing Pada tahapan ini cetakan (former atau mold) sarung tangan yang dicelupkan ke bak yang berisi larutan HNO3 untuk mencuci cetakan dari kotoran-kotoran atau kerak-kerak kotoran yang berupa sisa tepung dan zat kima lainnya. Suhu pada tangki sekitar 50-70°C. Cleaning 2. Alkali Cleaning Cetakan selanjutnya dibersihkan dengan cara mencelupkan pada bak yang berisi alkali untuk menetralisir keasaman asam nitrat.
4
3. Rinsing Pada tahapan ini cetakan dibersihkan dengan mencelupkannya kedalam air bersih untuk membersihkan cetakan dari larutan kimia pada proses sebelumnya. pH air pada rinsing tank harus tetap terjaga pada skala 7, dan dijaga kebersihannya. 4. Coagulant Dipping Dipping Cetakan dicelupkan kedalam bak yang berisi larutan koagulan yaitu kalsium karbonat CaCO3 dan kalsium nitrat Ca(NO3)2. Tujuannya untuk membuat lapisan pertama pada pembuatan sarung tangan supaya hasilnya mudah dicabut dan juga sebagai pengikat lateks. Ketinggian dari permukaan koagulan ini diatur secara otomatis dengan hidrolik. 5. Drying Drying 1 Proses ini dilakukan dengan menggunakan coagulant oven. Fungsi coagulant oven adalah sebagai pengering bahan kimia yang terdapat pada cetakan setelah dicelupkan kedalam coagulant tank. Suhu standar pada coagulant oven adalah 100-140°C. Setelah cetakan sarung tangan dikeringkan pada coagulant oven, suhu cetakan harus diturunkan hingga 60-70°C menggunakan kipas angin. Penurunan suhu ini dimakasudkan agar ketika cetakan d icelupkan kedalam lateks tank, tidak terlalu panas. Suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan sarung tangan yang dicetak bocor. 6. Lateks dipping Pencelupan dilakukan pada bak yang berisi larutan lateks (lateks tank) yang dihasilkan pada proses I (compounding (compounding ). ). Pemeriksaan suhu dan tinggi permukaan lateks di lateks tank harus diperhatikan terus-menerus karena sangat mempengaruhi kualitas sarung tangan. Temperatur lateks dijaga dalam suhu yang stabil, yaitu sekitar 200-330°C dengan cara mengontrol suhu pada electronic reading balance toledo balance toledo oven.
5
7. Drying II Drying II Cetakan yang telah dicelupkan pada larutan compound dikeringkan dengan menggunakan oven. Bahan bakar yang digunakan adalah gas LNG dengan suhu sekitar 2000 – 300°C. 300°C. 8. Leaching Proses leaching adalah proses pencucian sarung tangan dengan air pada suhu sekitar 450 – 650C untuk mengurangi kadar protein, lemak dan sisa karbonat pada sarung tangan. 9. Drying III III Sarung tangan dikeringkan lagi menggunakan oven pada suhu sekitar 10001500°C. 10. Beading 10. Beading Roll Proses beading adalah adalah proses pembentukan penggelapan sarung tangan dengan cara memutar bagian bawah cetakan dari atas dimana ada beading roll yang memutar kedepan, sehingga terbentuk gulungan pada penggelapan sarung tangan. 11. Curing Proses curing adalah proses pematangan sarung tangan dengan oven. Prosesnya sama dengan proses pengeringan sebelumnya, yaitu pada suhu 1000 – 1500°C. 1500°C. 12. Powdering 12. Powdering Powdering merupakan proses pemberian tepung/bubuk pada sarung tangan dengan tujuan agar sarung tangan tidak lengket dan memudahkan pencabutan. 13. Drying 13. Drying IV IV Proses ini dilakukan dengan mengguanakan oven sebagai proses pengeringan terakhir sebelum sarung tangan dilepas dari cetakan. 14. Stripping Stripping adalah adalah proses pelepasan sarung tangan dari cetakan secara manual dan memasukkannya kedalam keranjang yang telah diberi label sesuai dengan mutunya. Proses ini dilakukan dengan cermat sehingga pada saat pelepasan,
6
sarung tangan tidak koyak dan cacat. Ini merupakan proses terakhir pada pencetakan sarung tangan.
Gambar 2. Blok Diagram Pembuatan Sarung Tangan Karet
(Sumber: Sinulingga, Sinulingga, 2015)
7
Pada proses finishing dilakukan setelah sarung tangan dicabut secara manual dari cetakan dan dimasukkan kedalam keranjang-keranjang. Proses ini meliputi dari, proses tumbler drying , inspection, inspection, serta proses packing proses packing . Proses tumbler drying tumbler drying adalah adalah proses pembersihan sarung tangan dari tepung dan juga untuk mengeringkan sarung tangan hingga benar-benar kering atau tidak mengandung air lagi. Tumbler drying dilakukan dengan menggunakan mesin tumbler dryer selama 45 menit pada temperatur 750 °C dengan kapasitas 36 kg (Sinulingga, 2015). Pemeriksaan kualitas sarung tangan dibagian inpeksi diatur oleh bagian QC (Quality Control ) Pemeriksaan
ini
untuk
memisahkan
dilakukan
dengan
sarung
tangan
menggunakan
tes
berdasarkan angin,
yaitu
mutunya. dengan
menghembuskan angin pada sarung tangan dengan menggunakan kompresor. Di PT Shamrock Manufacturing, sarung tangan yang telah dinyatakan o leh bagian QC dengan mutu yang baik selanjutna dikemas kedalam kotak kecil (etiket) sebanyak 100 buah per etiket selanjutnya dikemas lagi kedalam karton berisi 10 etiket. Sarung tangan yang telah dikemas disimpan ke gudang bahan jadi untuk menunggu proses pengiriman.
Gambar 3. Skematik Proses Finishing Proses Finishing Sarung Sarung Tangan pada PT. SMC Sinulingga, 2015) (Sumber: Sinulingga,
8
4.
Proses Vulkanisasi Sulfur dan Radiasi dalam Pembutan Sarung Tangan Lateks
Proses utama dalam pembuatan sarung tangan lateks adalah proses vulkanisasi. Hal ini dikarenakan proses vulkanisasi berfungsi untuk memperbaiki sifat fiisik dari sarung tangan lateks. Proses vulkanisasi dapat dilakukan dengan menggunakan sulfur sebagai bahan pemvulkanisasi ataupun menggunakan radiasi. Masalah yang timbul pada proses vulkanisasi dengan menggunakan sulfur adalah timbulnya senyawa nitrosamin dan protein alergen. Senyawa nitrosamin dan protein alergen merupakan senyawa yang bersifat karsinogenik. Hal ini merupakan kendala pe masaran barang jadi lateks karet alam khususnya untuk ekspor. Oleh karena itu untuk mengurangi kadar protein pada barang jadi karet dapat dilakukan dengan 3 metode, yaitu klorinasi, penamban tanin, dan metode radiasi (Marsongko, 2013). Berbagai proses yang dilkaukan untuk menurunkan kadar protein pada sarung tangan lateks memiliki kelemahannya masing-masing. Proses klorinasi dapat menurunkan tegangan putus sedangkan penambahan tanin (bahan kimia pengikat protein) dapat menyebabkan lateks berwarna gelap. Alternatif lainnya adalah dengan teknik radiasi atau dengan penambahan enzim protease dalam lateks pekat untuk menguraikan sebagian besar protein yang terkandung di dalamnya. Namun, teknik radiasi dan deproteinase menggunakan teknologi yang mahal sehingga agak sulit jika diterapkan di industri kecil dan menengah (IKM). Penelitian yang dilakukan oleh Marsongko (2013), bahan kimia yang dipakai untuk membuat kompon lateks belerang terdiri dari belerang (vulkanisat), ZnO (penggiat), ZDBC (pencepat), BHT (antioksidan), KOH (pemantap), pewarna, dan larutan Darvan. Bahan-bahan kimia tersebut dicampur dengan menggunakan gilingan peluru dan diputar selama selama 24 jam. jam. Setelah digiling, campuran serbuk ramuan ramuan lateks dan air akan menjadi dispersi. Dispersi selanjutnya ditambahkan ke dalam lateks pekat, diaduk dengan kecepatan 25 rpm selama 1 jam dan dibiarkan (diperam) selama 4 hari pada suhu 40°C, sehingga menghasilkan kompon lateks vulkanisasi belerang untuk pembuatan sarung sarung tangan. Sementara itu, itu, lateks alam iradiasi iradiasi dicampur dengan dispersi 9
antioksidan BHT dan diaduk sampai homogen, selanjutnya kompon lateks ini siap dipakai untuk pembuatan sarung tangan dengan proses pencelupan. Proses pembuatan sarung tangan dengan vulkanisasi sulfur dan radiasi dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Diagram alir pembuatan sarung tangan dengan proses vulkanisasi sulfur dan
radiasi (Sumber: Marsongko (Sumber: Marsongko,, 2013)
Ikatan silang yang dihasilkan dengan vulkanisasi vu lkanisasi radiasi terjadi jauh lebih kuat daripada yang dihasilkan dengan vulkanisasi belerang, karena pada vulkanisasi radiasi radiasi pengikatan silang terjadi langsung antara atom karbon tanpa melalui atom belerang. Energi ikatan yang dimiliki oleh C-C adalah sebesar 58,6 kkal/mol. Sementara itu, energi ikatan C-S yang terbentuk dari proses vulkanisasi sulfur adalah sebesar 27,5 kkal/mol. Hal ini memberikan kemungkinan vulkanisasi radiasi lebih tahan terhadap
10
proses penuaan atau aging karena energi ikatan yang tinggi. Ikatan C-C dan C-S dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Ikatan silang hasil vulkanisasi belerang dan vulkanisasi radiasi
(Sumber: Marsongko (Sumber: Marsongko,, 2013)
Pada proses pembuatan sarung tangan lateks dilakukan proses pencucian. Proses pencucian dilakukan dengan perendaman di dalam air panas 100°C selama 30 menit. Hal ini ini mengakibatkan mengakibatkan
tegangan putus dan modulus 600% mengalami mengalami
peningkatan, yaitu untuk film karet vulkanisasi belerang masing-masing dari dar i 291,03 kg/cm2 menjadi 315,61 kg/cm2 dan dari 24,52 kg/cm2 menjadi 25,43 kg/cm2, sedangkan untuk film karet vulkanisasi radiasi masing-masing dari 199,88 kg/cm2 menjadi 263,42 kg/cm2 dan dari 16,56 kg/cm2 menjadi 21,69 kg/cm2. Peningkatan ini terjadi karena adanya vulkanisasi tambahan setelah perendaman dalam air panas. Sarung tangan yang diproduksi dari lateks vulkanisasi radiasi, disamping memiliki sifat mekanik yang cukup memenuhi standar pemakaian, juga kekerasannya rendah yaitu sekitar 35 Shore A sebelum perendaman dan 38 Shore A sesudah
11
perendaman dalam air panas. Selain itu, sarung tangan t angan yang dihasilkan dapat dipakai lebih nyaman karena lebih lunak. Sarung tangan baik yang dibuat dari lateks vulkanisasi radiasi maupun vulkanisasi belerang mempunyai tegangan putus yang memenuhi standar karena nilainya lebih tinggi dibandingkan yang terdapat pada SNI 16-2622-2002 dan SNI 16-2623-2002. Sifat fisik fisik dan mekanik film karet sarung tangan dari lateks vulkanisasi belerang dan radiasi, sebelum dan sesudah perendaman dalam air panas 100°C selama 30 menit dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Sifat fisik dan mekanik film karet sarung tangan dari lateks vulkanisasi
belerang belerang dan radiasi, sebelum sebelum dan sesudah perendaman dalam air panas 100°C selama 30 menit
(Sumber: Marsongko (Sumber: Marsongko,, 2013) Untuk mendapatkan tegangan maksimum film karet sarung tangan dengan menggunakan kompon lateks vulkanisasi belerang memerlukan waktu sekitar 20 menit pada suhu 130°C, sementara itu dengan menggunakan kompon lateks vulkanisasi radiasi hanya 8 menit pada suhu 130°C (Gambar 3). Hal ini karena kompon lateks pra-vulkanisasi radiasi merupakan lateks yang sudah divulkanisasi awal lebih sempurna daripada kompon lateks vulkanisasi belerang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses pembuatan sarung tangan menggunakan kompon lateks pra-vulkanisasi radiasi lebih hemat energi panas.
12
Gambar 6. Pengaruh waktu pengeringan terhadap tegangan putus film karet hasil vulkanisasi
sulfur dan radiasi (Sumber: Marsongko (Sumber: Marsongko,, 2013)
5.
Pembuatan Sarung Tangan Karet Rendah Protein Alergen
Pada penelitian yang dilakukan oleh Marlina (2009), dilakukan berbagai macam komposisi kompon karet. Hal ini dilakukan untuk menentukan formulasi terbaik dalam pengurangan kandungan protein pada k aret dan perbaikan sifat mekanik karet. Komposisi feed Komposisi feed dapat dilihat pada Tabel 2. Proses pembuatan sarung tangan karet pada percobaan terd iri dari tiga tahapan, yaitu pembuatan dispersi, persiapan cetakan, dan proses pencetakan sarung tangan karet. Tabel 2. Perlakuan penggunaan bahan kimia (per 100 bagian) untuk dispersi
vulkanisasi lateks pekat untuk sarung tangan
(Sumber: Marlina (Sumber: Marlina,, 2009)
13
Hasil pengujian pada percobaan menunjukkan bahwa kadar protein terus mengalami penurunan seiring dengan adanya peningkatan tanin. Pada formula 1 niali kadar protein sebesar 1,8% dan pada formula formula 4 sebesar 0,45%. 0,4 5%. Hal ini disebabkan sifat tanin yang dapat membentuk ikatan kompleks sangat kuat dengan molekul protein. Pembentukan kompleks itu berdasarkan pada pembentukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik antara tanin (golongan polifenol) dengan protein. Tanin merupakan bahan kimia pengikat protein dalam bentuk kompleks protein tanin sehingga menghambat aktivitas enzim protease untuk memecah prot ein menjadi asamasam amino. Tanin secara ilmiah didefinisikan sebagai senyawa phenolic phenolic yang mempunyai bobot molekul yang tinggi dan mempunyai grup hidroksil dan grup lainnya (seperti karboksil) sehingga dapat membentuk kompleks dengan protein dan makromolekul lainnya. Tegangan putus yang dihasilkan d ihasilkan dari setiap formula dari 1 sampai 4 memenuh i persyaratan mutu mutu SNI sarung sarung tangan karet sekali pakai untuk keperluan keperluan medis, SNI 162623-1992, yaitu minimal 206 N/mm2. Penambahan tanin dan titanium oksida akan mempengaruhi tegangan putus sarung tangan, semakin tinggi konsentrasi tanin dan titanium oksida, nilai tegangan putus semakin besar dan mencapai optimum pada penambahan tanin 3 phr pada formula 3. Adanya bahan pengisi titanium oksida (TiO) yang mempunyai ukuran partikel kecil memungkinkan bahan terdispersi dengan baik dan merata dalam kompon lateks, akibatnya terjadi interaksi secara fisika dan kimia dengan lebih baik pula. Secara kimia terbentuk ikatan antara karet dengan gugus fungsional pada permukaan tanin. Terbentuknya ikatan-ikatan mengakibatkan kompon menjadi kaku dan kuat sehingga tegangan putusnya tinggi. Perubahan tegangan putus pada berbagai formula ditampilkan pada Gambar 7.
14
Gambar 7. Perubahan tegangan putus pada beberapa formula sarung tangan karet
(Sumber: Marlina (Sumber: Marlina,, 2009) Perpanjangan putus adalah kemmapuan contoh uji untuk meregang apabila ditarik sampai putus. Pengujian perpanjangan putus bertujuan untuk mengetahui sifatsifat tegangan dan regangan dari sarung tangan melalui kekuatan dan pertambahan panjang ketika mengalami penarikan p enarikan sampai perpa njangan tertentu dan sampai putus. Hasil pengujian tegangan putus sarung tangan karet untuk formula 1 sampai dengan formula 4 memenuhi persyaratan mutu SNI sarung tangan karet sekali pakai untuk keperluan medis, SNI 16-2623-1992, yaitu minimal 700 N/mm2. Hasil pengujian tertinggi terdapat pada formula 3, yaitu sebesar 801% d an nilai terendaah terdapat pada formula 1, yaitu sebesar 764%. Hasil pengukuran untuk berbagai formula dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Perubahan perpanjangan putus pada beberapa formula sarung tangan
karet (Sumber: Marlina (Sumber: Marlina,, 2009)
15
Jumlah tanin dan titanium oksida dalam kompon akan mempengaruhi nilai perpanjangan putus. Semakin tinggi tanin dan titanium oksida yang ditambahkan, semakin besar nilai perpanjangan putus sarung tangan karet. Semakin banyak ikatan yang terbentuk antara gugus fungsional dari tanin dengan molekul karet maka akan mengurangi keleluasaan gerak rantai polimer sehingga elastisitas turun. Selain itu, nilai perpanjangan putus dipengaruhi oleh jumlah bahan pengisi titanium oksida yang ditambahkan dalam pembuatan sarung tangan karet. Semakin besar TiO yang ditambahkan, nilai perpanjangan putus semakin tinggi dan mencapai optimum pada penambahan TiO 0,6 phr. Hasil pengujian nilai ketahanan sobek sarung tangan karet tertinggi terdapat pada formula 3, yaitu sebesar 680 N/mm2 dan nilai terendah terdapat pada formula 1, yaitu sebesar 520 N/mm2. Konsentrasi tanin yang semakin besar akan menaikkan nilai ketahanan sobek sampai pada konsentrasi tertentu. Hal ini disebabkan tanin mempunyai struktur molekul yang tinggi dengan luas permukaan yang lebih besar sehingga gugus fungsional pada tanin yang berikatan dengan karet semakin banyak. Penambahan bahan pengisi TiO akan meningkatkan ketahanan sobek sarung tangan karet karena luas permukaan bahan pengisi yang meningkat dengan semakin tinggi konsentrasi yang ditambahkan. Ketahanan sobek berkaitan dengan energi pemutusan. Sifat-sifat tersebut dapat ditingkatkan dengan menambah ikatan silang hingga mencapai tingkat kerapatan tertentu. Ketahanan sobek akan meningkat dengan peningkatan luas permukaan bahan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Kemenperin, 2019. Industri Sarung Tangan Karet Nasional Eksis Di Kancah Global. (Online) http://www.kemenperin.go.id/artikel/17176/Industri-Sarung-TanganKaret-Nasional-Eksis-di-Kancah-Global (Diakses pada tanggal 23 februari 2019). Marlina, P. 2009. Teknologi Pembuatan Sarung Tangan Karet Renda h Protein Alergen. Jurnal Riset Industri. Industri. Vol. III(2): 103-108. Marsongko. 2013. Pembuatan Sarung Tangan dari Lateks Alam yang Divulkanisasi Radiasi dan Belerang. Jurnal Belerang. Jurnal Kimia Kemasan. Kemasan. Vol. 35(2): 131-136. Sinulingga, 2015. Laporan PKL PT Shamrock Manufacturing. Medan: Politeknik Teknologi Kimia Industri.
17
MAKALAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN KARET ‘PEMBUATAN SARUNG TANGAN KARET’
DISUSUN OLEH : 1. Josua Lazcano Alfredo
(03031381621067) (03031381621067)
2. Octavianus Octavianus Rudy Setiawan (03031381621101) (03031381621101)
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2019
18
19