i
ANTROPOLOGI PENDIDIKAN Materi Diskusi Kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan Kelas B, Kamis Pukul 16:15 Ruang B 206
Oleh Kelompok 6 1. Ika Arum Cahyani
(150210101092) (150210101092)
2. Karimah Salasari
(150210101095) (150210101095)
3. Lita Khofifah
(150210101098) (150210101098)
4. Rohmad Dwi Hariadi
(150210101099) (150210101099)
5. Diah Pujining Rahayu
(150210101100) (150210101100)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER Semester Genap 2016/2017
i
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah “Pengantar Ilmu Pendidikan”. Pendidikan”. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni yakni Al-Qur’an Al- Qur’an dan sunnah untuk unt uk keselamatan umat di dunia. Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan di Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Jember. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak selaku dosen pengampu mata kuliah kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan Pendidikan dan kepada segenap pihak yang telah memberi arahan selama penulisan makalah ini. Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu it u penulis mengharapkan kritik dan saran sar an yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Jember, 05 Maret 2017
Penulis
2
DAFTAR ISI
COVER ....................................................................................................... DAFTAR ISI ............................................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................ BAB I Pendahuluan ......................................................................................... BAB II Isi.......................................................................................................... BAB III Kesimpulan .......................................................................................... Penutup ................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA
2
3
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Pada hakekatnya pendidikan merupakan proses transformasi nilai dan kebudayaan dari generasi satu kepada generasi berikutnya, karena itu proses pendidikan akan terkait erat dengan latar belakang budaya tempat proses pendidikan berlangsung. (D. M. Brooks: 1988). Pendidikan dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu formal dan infomal. Pendidikan formal merupakan pendidikan melalui lembaga formal seperti sekolah yang di peroleh secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syaratsyarat yang jelas. Sedangkan pendidikan informal sendiri dalam penyampaian kebudayaannya dilakukan melalui enkulturasi semenjak kecil di dalam lingkungan keluarganya. Dalam kehidupan masyarakat yang memiliki kebudayaan masing-masing, pendidikan sangat berperan penting dalam memahami kebudayaan keseluruhan, dan dengan makin pesatnya pergeseran kebudayaan akibat masuknya pengaruh dari asing, maka semakin banyak waktu yang diperukan untuk memahmi kebudayaan itu sendiri, sehingga dalam mempelajari suatu kebudayaan baru diperlukan met ode baru yang mempelajarinya. Dalam hal tersebut pendidikan memiliki peranan besar. Dengan demikian fungsi pendidikan sangat penting dalam mel estarikan budaya dan menjadikan manusia berperilaku sesuai dengan nilai, norma, dan budaya lokal, sehingga manusia masih memiliki wawasan budaya setempat tanpa harus melupakan budaya aslinya. Secara tidak langsung pendidikan berbasis budaya lokal akan mempengaruhi pola pikir dan membentuk manusia seutuhnya. Berdasarkan hal tersebut, penulis akan membahas mengenai antropologi pendidikan yang bertujuan untuk mengetahui konsep kebudayaan, kepribadian, dan pendidikan itu sendiri, serta memahami karakteristik manusia dan implikasinya terhadap pendidikan di Indonesia dan diharapkan bermanfaat dalam menambah
3
4
wawasan dan pengetahuan baru bagi penulis maupun pembaca untuk mewujudkan sistem pendidikan Indonesia yang lebih baik lagi.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep kebudayaan, kepribadian, dan pendidikan ? 2. Bagaimana karakteristik dan kemajemukan sosial budaya di Indonesia? 3. Bagaimana
implikasi
karakteristik
manusia
Indonesia
terhadap
pendidikan? 1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep kebudayaan, kepribadian, dan pendidikan ? 2. Untuk memahami karakteristik dan kemajemukan sosial budaya di Indonesia? 3. Untuk mempelajari implikasi karakteristik manusia Indonesia terhadap pendidikan? 1.4. Manfaat
Dengan dilaksanakan penyusunan makalah ini, maka diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak diantaranya sebagai berikut. 1. Bagi Penulis Sebagai sarana menambah wawasan dan pengetahuan baru untuk menyusun karya ilmiah selanjutnya. 2. Bagi Pembaca Memberi informasi baru mengenai ilmu antropologi pendidikan dan memberi informasi mengenai karakteristik sosial budaya serta implikasinya terhadap pendidikan Indonesia.
4
5
BAB II PEMBAHASAN 2.1. Kebudayaan 2.1.1. Definisi Kebudayaan
Dalam arti sempit kebudayaan adalah kesenian, yaitu pikiran, karya dan hasil karya manusia yang memenuhi hasratnya akan keindahan. Adapun dalam arti luas kebudayaan adalah seluruh total dari pikiran, karya dan hasil karya manusia yang tidak berakar pada nalurinya karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar (Koentjaradiningrat, 1984). Dengan kata lain kebudayaan itu adalah keseluruhan sistem dan gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarkat
yang
dijadikan
mlik
diri
manusia
dengan
belajar
(Koentjaradiningrat, 1985). 2.1.2. Unsur – unsur Universal Kebudayaan
Menurut Koentjaradiningrat (1984) terdapat 7 unsur universal kebudayaan, yatu sebagai berikut : a. Sistem religi dan tata upacara keagamaan. b. Sistem organisasi kemasyarakatan. c. Sistem pengetahuan. d. Bahasa. e. Kesenian. f. Sistem mata pencaharian hidup. g. Sistem teknologi dan peralatan. Tata urutan unsusr – unsur universal kebudayaan diaas menggambarkan kontinum dari unsur – unsur yang paling sukar berubah ke unsur – unsur yang palng mudah berubah. 2.1.3. Wujud Kebudayaan
5
6
a. Wujud ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide – ide, gagasan, nilai – nilai, norma – norma, peraturan. b. Wujud sistem sosial, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas kelakan berpola dari manusia dalam masyarakat. c. Wujud fisik, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda – benda hasil karya manusia. 2.1.4. Saling Hubungan antara Wujud – wujud Kebudayaan
Kebudayaan ideal memberi arah kepada perbuatan dan karya manusia. Baik pikiran dan ide maupun perbuatan dan karya manusia menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya, kebudayan fisik itu membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan suatu lingkungan alamiahnya sehingga memengaruhi pula pola perbuatannya, bahkan juga memengaruhi cara berpikirnya. 2.1.5. Penggolongan Kebudayaan
Dalam konteks kehidupan suatu masyarakat yang majemuk keadaan sosial-budayanya, Supardi Suparlan (A.W. Widjaja, 1986) membedakan kebudayaan menjadi 3 golongan, yaitu: (a) Kebudayaan suku bangsa (yang lebih dikenal dengan nama Kebudayaan Daerah) (b) Kebudayaan Umum Lokal, dan (c) Kebudayaan Nasional. 2.1.6. Sifat atau Krakteristik Kebudayaan
a. Organik dan super organik. Kebudayaan, bersifat organik kebudayaan berakar pada organ manusia. Kebudayaan super organik karena kebudayaan hidup terus melampaui generasi tertentu dan karena isinya lebih merupakan hasil karya manusia daripada hasil unsur biologis. b. Overt (terlihat) dan covert (tersembunyi). Kebudayaan terlihat daam bentuk tindakan dan benda, seperti rumah dan bentuk pembicaraan yang diamati secara langsung, sedangkan tersembunyi, yakni aspek sikap dasar terhadap alam fisik dan alam gaib.
6
7
c. Ideal dan aktual (Manifes). Kebudayaan, ideal terdiri atas cara berbuat yang mereka yakini harus dilakukan atau bagaimana seharusnya mereka berbuat atau berkelakuan sesuain dengan kepercayaannya, sedangkan bersifat aktual maksudnya kebudayaan itu bersifat nyata. d. Stabil dan berubah. Terdapat hal-hal yang dipertahankan oleh masyarakat agar tetap tidak berubah, tetapi terjadi pula perubahan kebudayaan di dalam masyarakat. 2.1.7. Fungsi Kebudayaan
Kerber dan Smith (Imran Manan, 1989) mengemukakan fungsi uama kebudayaan dalam kehidupan manusia, yaitu sebagai berikut : a. Pelanjut keturunan dan pengasuhan anak. b. Pengembang kehidupan ekonomi. c. Transmisi budaya. d. Religi (keagamaan). e. Pengendalian sosial. f. Rekreasi. 2.2. KEBUDAYAAN DAN KEPRIBADIAN 2.2.1. Kepribadian dan Kepribadian Bangsa
Kepribadian adalah susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menetukan perbedaan tingkah laku atau tindakan dari tiap-tiap individu manusia (Koentjradiningrat, 1983). Adapun menurut John J. Honnigman kepribadian itu menunjukkan adanya tingkah laku, cara berpikir, dan perasaan-perasaan yang merupakan karakteristik dari seseorang (Agraha Suhandi, 1985). Kepribadian tersebut ada 2 jenis, yaitu kepribadian yang menunjukkan kepada seseorang individu, dan kepribadian bangsa. 2.2.2. Manusia Menciptakan Kebudayaan dan karena Kebudayaanya Berbudaya
Dilihat dari kepribadiannya, setiap masyarakat akan menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
7
8
a. Di dalam masyarakat yang berbeda-beda (majemuk) norma-norma kepribadian itu berlainan. b. Angota masyarakat mana pun selalu akan menunjukkan perbedaan perbedaan individual mengenai kepribadiannya. c. Dalam semua masyarakat ini terdapat hampir semua tipe kepribadian yang sama. d. Dalam semua masyarakat itu terdapat macam perbedaan-perbedaan yang sama. Adanya perbedaan kebudayaan pada dua atau lebih kelompok masyarakat akan menyebakan perbedaan-perbedaan kepribadian, hal ini karena diperolehnya pengalaman yang berbeda-beda oleh setiap anggota kelompok
masyarakat
yang
berbeda
kebudayaannya
itu
melalui
hubungannya dengan kebudayaan mereka masing-masing. Sebaliknya dari hal di atas, dalam setiap kelompok masyarakat atau suku bangsa dan kelompok bangsa dapat dipastikan akan bersama-sama memiliki sejumlah besar unsur-unsur kepribadian yang sama dan umum. Unsur-unsur kepribadian yang sama dan umum ini bersama-sama membentuk pola yang cukup terintegrasi yang disebut tipe kepribadian dasar bagi masyarakat atau bangsa itu secara keseluruhan. Bagi bangsa Indonesia tipe kepribadian ini antara lain adalah kehidupan gotong-royong, ramah-tamah atau sering di katakan bahwa pancasila adalah kepribadian bangsa Indonesia (Agraha Suhandi, 1985). 2.2.3. Pendidikan/Enkulturasi
Enkulturasi berlangsung di dalam berbagai lingkungan, seperti keluarga, sekolah dan pergaulan di dalam masyarakat. Proses enkulturasi juga dapat berlangsung memlului berbagai media, seperti televisi, radio, film,
upacara-upacara.
Kebudayaan
mempengaruhi
(membangun)
kepribadian seseorang melalui proses enkulturasi atau pendidikan. 2.3. KEBUDAYAAN DAN PENDIDIKAN
8
9
2.3.1. Pendidikan sebagai Pranata Kebudayaan
Pranata adalah suatu kelakuakan berpola dari manusia dalam kebudayaannya (wujud kedua dari kebudayaan), yang mengacu kepada sistem ide, nilai-nilai, gagasan, norma-norma, peraturan, dan sebagainya (wujud pertama dari kebudayaan) yang dilakukan dengan mengunakan peralatan (wujud ketiga dari kebudayaan) dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Pendidikan merupakan salah satu pranata dalam kebudayaan manusia karena itu dapat dikatakan pula bahwa pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan. 2.3.2. Hubungan Kebudayaan dan Pendidikan
Antara
kebudayaan
dengan
pendidikan
terdapat
hubungan
komplementer. Pertama, kebudayaan berperan sebagai masukan (input) bagi pendidikan. Kedua, pendidikan berfungsi untuk melestarikan kebudayaan masyarakat (fungsi konservasi) dan juga berfungsi dalam rangka melakukan pengembangan dan atau perubahan kebudayaan masyarakat ke arah yang lebih baik (fungsi kreasi a tau inovasi). 2.3.3. Pendidikan Stabilitas dan Perubahan Kebudayaan
Para antropolog mengemukakan 3 proses utama dalam perubahan kebudayaan. Ketiga jenis proses perubahan kebudayaan yang dimaksud adalah originasi, difusi, dan reinterprestasi. Originasi adalah penemuan elemen-elemen baru dalam suatu kebudayaan. Difusi adalah peminjaman elemen-elemen kebudayaan bari dari kebudayaan lain. Adapun reinprestasi adalah modifikasi elemen-elemen budaya yang ada untuk memenuhi tuntutan zaman. 2.3.4. Cultural Lag
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam kebudayaan masyarakat terkadang menimbulkan apa yang di sebut cultural lag atau kesenjangan
9
10
budaya. Di dalam masyarakat. Perkembangan teknologi komunikasi informasi begitu cangih, promosi produk industri menjadi efektif melalui teknologi tersebut. Sementara nilai-nilai tertentu (seperti individu mempunyai tujuan dan kebutuhan pada dirinya sendiri, hidup hemat, kejujuran) terabaikan. Akhirnya, muncul masalah dimana produksi bukan lagi di ciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia, sebalikn ya kebutuhan manusia di ciptakan oleh produksi dan promosi, pola konsumerisme, mungkin pula terjadi promosi produk industri yang mengabaikan nilai-nilai kejujuran. 2.4. Karakteristik dan Kemajemukan Sosial Budaya Indonesia
Kajian tentang karakteristik kemajemukan sosial-budaya Indonesia meliputi keragaman suku, bangsa, keragaman budaya suku bangsa, kebudayaan umum lokal, dan kebudayaan nasional. Keragaman kebudayaan suku bangsa (kebudayaan daerah), antara lain mendeskripsikan 6 unsur kebudayaan universal beberapa suku bangsa yang terdapat di beberapa daer ah di
Indonesia,
diantaranya
adalah
pola
perkampungan/desa,
sistem
kemasyarakatn, sistem kekerabatan, mata pencaharian hidup, bahasa, kesenian, agama/religi. Dengan menjelaskan karakteristik manusia dan masyarakat Indonesia dari aspek keragaman fisik dan lingkungan fisiknya, dan dapat menjelaskan karakteristik kemajemukan sosial-budaya Indonesia. 2.4.1. Karakteristik Fisik Suku-Suku Bangsa di Indonesia
Para sarjana antropologi menggolongkan manusai ke dalam 3 ras pokok, yaitu ras kaukasid (putih), ras mongolid (kuning), ras negroid (hitam). Penggolongan ke dalam kelompok ras tersebut didasarkan atas perbedaan karakteristik wujud fisik yang tampak nyata, seperti bentuk kepala, bentuk muka, bentuk hidung, bentuk mata, bibir dan telinga, warna mta, rambut dan kulit, bentuk rambut, serta bentuk dan tinggi badan. Akan tetapi menghadapi kesulitan dalam menentukan kelompo masyarakat tertentu berdasarkan penggolongan ras di atas maka biasanya digunakanlah 11 konsep ras, yaitu
10
11
(1) ras kaukasid, (2) ras mongolois, (3) ras negroid, (4) ras malanesia, (5) ras mikronesiapolynesia, (6) ras pygmee (kongo), (7) ras austroloid, (8) ras bushman hotentot, (9) ras ainu, (10) ras vedoid (wedda), dan (11) ras pygmee (timur jauh). 2.4.2. Karakteristik Lingkungan Fisik Manusia
Wilayah Kesatuan Republik Indonesia luasnya kurang lebih 1.926.170 km persegi. Wilahnya berupa Kepulauan Nusantara yang terdiri atas kurang lebih 1.300 pulau yang meliputi laut, pedalaman diantara pulau pulaunya. Secara geografik wilayah Keastuan Republik Indonesia terletak di antara benua Asia dan benua Australia, dan diantara samudra india dan samudra pasifik. Secara astronomik wilayah Kesatuan Republik Indonesia terletak antara 95 derajar bujur timur dengan 141 derajat bujur timur, dan antara 6 derajat Lintang Utara dengan 11 derajat lintang selatan. Lingkungan fisik masyarakat (bangsa) Indonesia terdiri atas pegungungan, hutan, perbukitan, sungai, pesisir pantai, lautan, dataran, rawa-rawa. Dit injau dari segi topografi lingkungan fisik ini ada yang berupa lereng yang curam, landai, datar, lembah. Sedangkan dari segi hidrologi lingkungan fisik ini ada yang gersang, kering, lembah dan basah. Tuhan menganugrahi masyarakat (bangsa) Indonesia lingkungan fisik yang luas, bervarisi dan mengandung kekayaan luar biasa sebagai sumber daya alam bagi pembangunan yang mendukung bagi pencapaian kemakmuran. 2.4.3. Kemajemukan Sosial-Budaya Bangsa Indonesia
Antropologi Indonesia, koentjaraningrat mengemukakan bahwa “Bangsa Indonesia yang mendiami kepulauan Nusantara ini merupakan sebuah masyarakat majemuk, baik dalam hal suku bangsa, agama yang dianutnya, adat istiadat atau lebih umum lagi dalam hal kebudayaan”. Apabila lingkaran hukum adat digunakan sebagai pengukur maka ditemui paling tidak ada 19 daerah lingkaran ukum adat. Jika hukum adat digunakan sebagai pencerminan sebuah kebudayaan maka akan ditemukan 19 ragam kebudayaan. Ke-19
11
12
daerah hukum adat tersebut kalau dilihat dari suku bangsa dan bangsa pendukungnya maka keragaman tersebut semakin menonol (makin majemuk lagi) karena terdapat lebih dari 200 jumlahnya. Keragaman tersebut bertambah ruwet lagi dengan adanya keragaman agama yang diamut Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan kepercayaan-kepercayaan lainnya (Imran Manan, 1989). Untuk lebih mendapatkan gambaran kemajemukan masyarakat dan kebudayaan Indonesia, berikut ini akan dideskripsikan 6 unsur kebudayaan universal beberapa suku bangsa yang terdapat dibeberapa daerah di Indonesia, yaitu: 1. Pola Perkampungan/Desa
Suatu kesatuan tempat tinggal yang disebut kampung demikian pula perluasannya, seperti desa bagi suku-suku bangsa di Indonesia memiliki pola yang berbeda-beda. Agraha Suhandi (1985) secara umum menggolongkan pola kampung atau desa ini ke dama 3 pola, yaitu (a) pola kampung atau desa tinier, (b) pola kampung atau desa radial, dan (c) poa kampung atau desa ditengah-tengah ada lapangan/alun-alun. Namun demikian, pola pola kampung disuatu daerah kadang kala menunjukkan adanya beberapa pola tergantung dan keadaan lingkungan dimana kampung atau desa itu berada. Dengan demikian tidak mungkin untuk mengatakan pola kampung tertentu merupakan pola yang khas untuk suku bangsa, sebab kenyataannya setiap suku bangsa memiliki pola kampung/desa campuran. 2. Sistem Kemasyarakatan
Sistem kemasyarakatan Indonesia dalam arti kepemimpinan formal dalam pemerintahan dari tingkat provinsi sampai dengan kecamatan adalah sama. Namun, kepemimpinan pada tingkat desa atau kampung dalam konteks kebudayaan suku bangsa atau daerah cukup bera gam. 3. Sistem Kekerabatan
12
13
Kekerabatan adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan identitas para kerabat berkenaan dengan penggolongan kependudukan mereka dalam hubungan kekerabatan masing-masing dengan ego. Seseorang dianggap sebagai kerabat oleh seseorang yang lainnya karena seseorang tersebut diakui sebagai seketurunan atau mempunyai hubungan darah dengan ego. Pengakuan tersebut tidak dibatasi oleh ruang (misalnya karena tempat tinggal seseorang itu berjauhan dengan tempat tinggal ego) atau karena seseorang itu belum pernah berjumpa dengan ego, orang tersebut tetap diakui kerabat oleh ego. 4. Sistem Mata Pencaharian Hidup
Masyarakat (bangsa) Indonesia mempunyai keragaman juga dalam sistem pencaharian hidupnya. Memang negara kita terkenal sebagai negara agraris, tapi dalam bercocok tanam terdapat berbagai cara yang dilakukan kelompokkelompok masyarakat sesuai dengan kondisi lingkungan fisik dan budayanya, seperti berladang, bertegalan, dan bersawah. Selain dari hidup bertani, diantara masyarakat Indonesia juga ada yang bermata pencaharian melalui berternak, sebagi nelayan, perikanan darat, perikanan tambak dan berdagang. 5. Bahasa dan Kesenian
Sebagaimana termaktub dalam sumpah pemuda (1928), bangsa Indonesia memang mempunyai satu bahasa persatuan-kesatuan, yaitu bahasa Indonesia. Namun demikian, hampir setiap suku bangsa di Indonesia memiliki bahasa ibu atau bahasa daerahnya masing-masing. Contohnya kita mengenal bahasa Sunda (basa Sunda), bahasa Batak, bahasa Melayu, bahasa padang, bahasa bugis. 6. Sistem Agama/Kepercayaan
Kemajemukan dalam masyarakat Indonesia juga berkenaan dengan agama atau kepercayaan yang dianut. Diantara warga masyarakat Indonesia ada yang menganut agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Hindu, Budha, kong hu cu.
13
14
2.5. Implikasi Karakteristik Manusia Indonesia Terhadap Pendidikan 2.5.1. Implikasi Terhadap Dasar dan Akar Pendidikan
Hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karateristik, yang secara prinsipiil (jadi bukan hanya gradual) membedakan manusia dari hewan. Adanya sifat hakikat tersebut memberikan tempat kedudukan pada manusia sedemikian rupa sehingga derajatnya lebih tinggi daripada hewan. Wujud sifat hakikat manusia dengan maksud menjadi masukan dalam membenahi konsep pendidikan, yaitu: a) Kemampuan menyadari diri b) Kemampuan bereksistensi c) Pemilikan kata hati d) Moral e) Kemampuan bertanggungjawab f) Rasa kebebasan g) Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak h) Kemampuan menghayati kebahagiaan (Hangestiningsih, E dkk, 2015). Pancasila dan UUD 1945 tergolong ke dalam wujud ideal kebudayaan bangsa atau kebudayaan nasional. Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan sebagai dasar begara Indonesia. Implikasinya maka pancasila dan UUD 1945 berkedudukan sebagai dasar pendidikan nasional. Profil karakteristik masyarakat (bangsa) Indonesia antara lain beragama, yaitu berke-Tuhan-an Y.M.E dan memiliki kebudayaan nasional. Oleh sebab itu, pendidikan harus dikembangkan dengan berakar kepada nilai-nilai agama dan kebudayaan bangsa tersebut. Jika
tidak
demikian
maka
pendidikan
tidak
akan
meningkatkan
kesejahtaraan hidup secara utuh. Jika pendidikan tidak berakarkan agama, demikian pula jika pendidikan berakarkan kebudayaan bangsa lain maka akan menimbulkan kesenjangan sosial-budaya. (Wahyudin, D.,2008: 6.32).
14
15
Sehingga, implikasi pendidikan nasional berakar pada nilai-nilai agama dan kebudayaan nasional.
2.5.2. Implikasi Terhadap Pengelolaan Pendidikan.
Pengelolaan bersifat dekonsentrasi. Mengingat betapa luasnya wilayah Indonesia dan majemuknya kedaan sosial budaya maka perlu diambil suatu kebijakan dalam pengelolaan pendidikan agar efisien dan efektif. Implikasinya maka kebijakan pengelolaan pendidikan dalam sistem pendidikan nasional kita bersifat dekonsentrasi seperti tercermin dalam pasal 50 UU RI NO. 20 tahun 2003. Dalam hal ini pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab menteri (menteri pendidikan nasional). Pemerintah pusat menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional (Wahyudin, D.,2008: 6.33). Pengelolaan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah atau madrasah, sedangkan pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan standar prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu dan evaluasi yang transparan. Pengelolaan satuan pendidikan non formal dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Penyelenggara dan atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh pemerintah atau msyarakat berbentuk badan hukum pendidikan yang berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik, berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan. (Wahyudin, D.,2008: 6.33). 2.5.3. Kurikulum Pendidikan.
Kurikulum sebagai pengembangan proses kognitif merupakan pematangan proses intelektual dan pengembangan kemampuan kognitif yang dapat diaplikasikan sesuai dengan perkembangan zaman. Fokus utama dalam pendekatan ini berhubungan dengan permasalahan apa dan
15
16
bagaimana pendidikan itu pada siswa dalam pembelajaran. Kurikulum pendidikan hendaknya merupakan kurikulum yang berbasis kompetensi. Maksudnya kurikulum itu hendaknya mengembangkan seluruh kemampuan atau kecakapan hidup berbudaya dalam pengertian luas yang meliputi dari ketiga wujud kebudayaan secara integrasi. Kurikulum Nasional dan Kurikulum Muatan Lokal. Ragamnya lingkungan fisik yang dihuni
masyarakat Indonesia, serta ragamnya
keadaan sosial budaya menghadapkan suatu tantangan bagi masyarakat (bangsa) Indonesia, dalam hal ini integrasi adalah keserasian satuan satuan yang terdapat dalam suatu sistem ( bukan penyeragaman, tetapi hubungan satuan – satuan yang sedemikian rupa dan tidak merugikan masing-masing satuan).
Bahwa kepribadian bangsa Indonesia bukan kepribadian
keseluruhan, tetapi juga mencerminkan ciri-ciri suku bangsa, keagamaan, dan lain-lain. (A.W. Widjaja, 1986). Implikasi dari semua hal di atas maka perlu diambil kebijakan untuk tersedianya: pertama, kurikulum nasional yang memungkinkan tetap lestarinya keadaan masyarakat yang bhineka tunggal ika. Kedua, kurikulum muatan lokal yang memungkinkan terjaminnya relevansi pendidikan secara lokal, baik dalam kaitannya dengan lingkungan fisik maupun sosial budaya. 2.5.4. Wajib Belajar
Pada tanggal 2 mei 1984 pemerintah telah mencanangkan gerakan wajib belajar 6 tahun. Tanggal 8 Mei 1990 pemerintah menetapkan perintisan wajb belajar SUP, dan pada tanggal 2 Mei 1994 presiden RI telah mencanangkan Gerakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar. Gerakan ini di peruntukkan bagi warga Indonesia yang berusia 7 sampai 15 tahun untuk mengikuti pendidikan dasar atau yang setara sampai tamat. Jadi wajib belajar ini lamanya 9 tahun, 6 tahun di SD dan 3 tahun di SLTP atau yang sederajat. Ditinjau dari sudut antropologi, yaitu berkenaan dengan karakteristik budaya Indonesia terdapat beberapa hal yang turut berimplikasi terhadap kebijakan dan penyelenggaraan wajib belajar pendidikan dasar ini, diantaranya pertama, salah satu tujuan Negara
16
17
Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Kedua, nilai dan norma yang mengakui kesamaan hak warga negara untuk mendapatkan pendidikan. Ketiga, keragaman lingkungan fisik masyarakat Indonesia. Keempat, pelapisan sosial-ekonomi. Kelima asumsi mengenai fungsi pendidikan demi pembudayaan dan pemberayaan masyarakat. Keenam, asumsi mengenai fungsi kebudayaan sebagai dasar dan alat bagi manusia untuk dapat menangani permasalahan dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut memberikan implikasi terhadap kebijakan dan penyelenggaraan wajib belajar, antara lain: 1.
Adanya kebijakan peningkatan akses dan perluasan kesempatan belajar dengan target utama daerah dan masyarakat miskin dan terisolasi.
2.
Adanya
kebijakan
tentang
keragaman
satuan
pendidikan
penyelenggara wajib belajar pendidikan dasar. 2.5.5. Gerakan Nasional Orang Tua Asuh.
Pelaksanaan
pendidikan
memerlukan
dana
atau
biaya
yang
memadai.Perlu adanya kebijakan untuk melaksanakan peranan sebagai orang tua asuh oleh lapisan masyaraat sosial-ekonomi tinggi (kaya) dan mungkin juga lapisan menengah untuk mennggung beban biaya pendidikan bagi masyarakat miskin. Sejalan dengan hal tersbut pemerintah melalui keputusan mentri sosial RI No. 52/HUK/1996 telah mengambil keputusan tentang pembentukan “Lembaga Gerakan Nasional Orang Tua Asuh” (GN OTA) dan dikeluarkan pula Instruksi Mentri Dalam Negeri Nomor 8 tahun 1997 tentang “Pembentukan Lembaga Gerakan Nasional Orang Tua Asuh”. 2.5.6. Implikasi Karakteristik Kebudayaan Terhadap Praktek Pendidikan.
Karakteristik kebudayaan mengandung potensi untuk memunculkan masalah dalam praktik pendidikan, apabila tidak ada kesejalanan antara kebudayaan aktual dengan kebudayaan idealnya. Kebudayaan
ideal
versus
kebudayaan
aktual.
Kita
memiliki
kebudayaan ideal, contoh: korupsi adalah perbuatan jahat namun secara aktual korupsi terjadi di banyak tempat. Keadaan ini tentunya akan
17
18
menimbulkan konflik pada individu individu tertentu. Di dalam praktik pendidikan kadang terjadi juga ketidak sejalanan antara nilai ideal dengan nilai aktual. Contohnya dalam hal keadilan masalah keterlambatan antara pendidik dan peserta didik Oleh karena itu, harus terdapat kesejalanan antara kebudayaan ideal dan aktual. Stabil versus perubahan. Pendidikan harus bersifat inovatif atau kreatif dimana melalui pendidikan masyarakat tidak hanya berupaya melestarikan nilai – nilai kebudayaan yang lama saja sehingga kebudayaan akan dinamis dan dapat mengikuti perkembangan zaman. Dengan demikian peserta didik diharapkan mampu bersikap kreatif dan memiliki motivasi untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik. Pancasila dan UUD 1945 sebagai nilai – nilai yang menjadi dasar pendidikan diperlukan sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pendidikan agar tetap terarah dan terratur. Implikasinya kita memang perlu melestarikan kebudayaan lama yang telah mapan namun juga tidak menolak perubahan. Namun dalam mengikuti perkembangan tersebut pendidik harus mengevaluasi apakah perubahan itu tidak bertentangan dengan nilai pancasila dan UUD 1945. Prinsip perubahan kebudayaan bukanlah mengikuti perkembangan zaman atau kebudayaan yang sedang berubah, melainkan melakukan perubahan dengan mengacu kepada nilai-nilai dasar tertentu dan mengandalikannya ke arah tujuan tertentu juga.
18
19
BAB III PENUTUP 3.1.
Kesimpulan
Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar dan merupakan dasar dan alat untuk memenuhi kebutuhan dasar lingkungan, dan keletarian. Kebudayaan memiliki karakteristik organik dan super organik, terlihat dan tersembunyi, ideal dan aktual, stabil dan berubah. Kepribadian adalah unsur akal dan jiwa yang menentukan perbedaan tingkah laku, cara berpikir dan perasaan seseorang yang menentukan karakteristiknya. Pendidikan berlangsung dalam kehidupan dan sepanjang hayat. Hubungan antara kebudayaan, kepribadian dan pendidikan yaitu perbedaan kebudayaan pada suatu masyarakat akan menghasilkan kepribadian yang berbeda tetapi dengan adanya persamaan-persamaan yang umum pada kepribadian dari berbagai individu, pendidikan sebagai pranata kebudayaan. Kebudayaan menjadi i nti dari pendidikan sebaliknya pendidikan memiliki fungsi konservasi dan inovasi bagi kebudayaan.
19
20
DAFTAR PUSTAKA
Hangestiningsih, E.dkk. 2015. Diktat Pengntar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: FKIP Universits Sarjanawiyata.
20