BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sehat adalah hak setiap orang. Oleh karena itu setiap orang mempunyai hak yang sama untuk memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan. Setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan secara mandiri berhak menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Di sisi lain, setiap orang mempunyai kewajiban untuk ikut mewujudkan, mempertahankan dan meningkatkan derajad kesehatan masyarakat setinggi-tingginya,
termasuk
kewajiban
berperilaku
sehat,
menjaga
dan
meningkatkan derajad kesehatan irang lain. Dalam Buku Panduan Hari Kesehatan Nasional Ke-48 tahun 2012 disebutkan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajad kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan dilakukan secara berkesinambungan dan bertahap dengan sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2014 yaitu meningkatkan usia harapan hidup menjadi 71 tahun, menurunnya angka kematian bayi menjadi 24/1000 kelahiran hidup dan menurunnya angka kematian ibu menjadi
1
102/100.000 kelahiran hidup, menurunnya angka gizi buruk pada balita menjadi 15%. Pembangunan kesehatan juga tidak terlepas dari komitmen Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia untuk mencapai Millenium Development Goals (MDG’s) yang mencakup 5 dari 8 agenda yang berkaitan langsung dengan bidang kesehatan, yaitu; memberantas kemiskinan dan kelaparan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV dan AIDS, malaria dan penyakit lainnya serta melestarikan lingkungan hidup. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dilakuka intervensi terhadap faktor penentu terbesar yaitu perilaku, lingkungan hidup, keturunan, dan pelayanan kesehatan. Indonesia dewasa ini menghadapi era globalisasi yang sangat luar biasa. Namun, Indonesia masih sangat terkenal dengan sebutan negara dengan tingkat angka kematian ibu hamil dan melahirkan paling tinggi di dunia. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN lainnya. AKI masih merupakan masalah nasional yang harus ditangani dengan serius. Angka Kematian Ibu di Indonesia masih sangat tinggi.Angka Kematian Ibu di Indonesia bervariasi dari yang paling rendah yaitu 130 per 100.000 kelahiran hidup di Yogyakarta, 490 per 100.000 kelahiran hidup di Jawa Barat, sampai yang paling tinggi yaitu 1.340 per 100.000 kelahiran hidup di Nusa Tenggara Barat. Variasi ini antara lain disebabkan oleh perbedaan norma, nilai, lingkungan dan kepercayaan masyarakat, disamping infrastruktur
2
yang ada. Suatu hal yang penting lainnya adalah perbedaan kualitas pelayanan kesehatan pada setiap tingkat pelayanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya Angka Kematian Ibu antara lain adalah Faktor Reproduksi, Komplikasi Obstetric, Faktor Pelayanan Kesehatan, Faktor Sarana dan Fasilitas, Faktor Sosial Budaya dan System Rujukan. Faktor reproduksi terdiri dari usia dan paritas, sedangkan komplikasi obstetric terdiri dari perdarahan post partum, infeksi nifas, retensio plasenta, dan eklamsia. Pelayanan kesehatan primer diperkirakan dapat menurunkan Angka Kematian Ibu sampai 20%, namun dengan sistem rujukan yang efektif, angka kematian dapat ditekan sampai 80%.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Angka Kematian Ibu
1. Definisi Angka Kematian Ibu (AKI) menurut International Classification of Disease (ICD) adalah kematian wanita dalam kehamilan atau 42 hari pasca terminasi kehamilan, tanpa memandang usia kehamilan dan kelainan kehamilan, yang disebabkan baik oleh kehamilannya maupun tatalaksana, namun bukan akibat kecelakaan. Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2001, Angka Kematian Ibu (AKI) adalah kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, oleh sebab apapun terlepas dari umur kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan. Menurut Mubarak (2009) Angka Kematian Ibu (AKI) adalah jumlah kematian ibu sebagai akibat kehamilan, persalinan, dan masa nifas yang dicatat selama periode satu tahun per 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. 2. Penyebab Kematian Ibu Terjadinya kematian ibu melibatkan berbagai faktor. Faktor ini dibagi menjadi faktor yang langsung dan tidak langsung. 4
a.
Penyebab langsung Persoalan kematian yang terjadi yang disebabkan oleh faktor obstetrik antara lain terjadinya preeklamsia, perdarahan,
infeksi,
abortus,
partus
lama,
emboli
air
ketuban, komplikasi masa nifas, dan penyulit lain. Perdarahan, yang biasanya tidak bisa diperkirakan dan
terjadi
b an ya k
secara
mendadak,
kema tian
ibu.
bertanggung Seba gian
jawab
besa r
atas kasus
perdarahan dalam masa nifas terjadi karena retensio plasenta dan atonia uteri. Hal ini mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat waktu. Eklampsia merupakan penyebab utama kedua kematian ibu. Pemantauan keh ami lan secara
te rat ur sebenarnya dapat menjamin akses
terhadap perawatan yang sederhana dan murah yang dapat mencegah kematian ibu karena eklampsia. b.
Penyebab tidak langsung R isiko kematian ibu dapat diperparah oleh adanya anemia dan penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis (TB), hepatitis, dan HIV/AIDS. Pada1995, misalnya, prevalensi anemia pada ibu hamil masih sangat tinggi, yaitu 51 persen, da n pada ibu nifas 45 persen. Anemia pada ibu hamil mempuyai 5
dampak kesehatan terhadap ibu dan anak dalam kandungan, meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan berat lahir rendah, serta sering menyebabkan kematian ibu dan bayi baru lahir. Faktor lainyang berkontribusi adalah kekurangan energi kronik (KEK). Pada 2002, 17,6 persen wanita usia subur (WUS) menderita KEK. Selain penyebab obstetrik di atas, ternyata masih ada faktor lain yang juga cukup penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik, kebijakan juga berpengaruh. Kaum lelakipun dituntut harus berupaya ikut aktif dalam
segala
permasalahan
bidang
reproduksi
secara
lebih bertanggu ng jaw ab. Sel ain ma salah medis, tinggin ya kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan gender, nilai budaya, perekonomian, serta rendahnya perhatian lakilaki terhadap ibu hamil dan melahirkan. Oleh karena itu pandangan kelahiran dirubah mendapat
yang adalah
secara
menganggap peristiwa sosio
perhatian
yang
kultural dari
kehamilan alamiah agar
dan perlu
perempuan
masyarakat.
Sangat
diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan
6
ibu,
baik
oleh
pemerintah,
swasta,
maupun
masyarakat terutama suami dan keluarga. . Tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, f a k t o r budaya,
dan
akses
terhadap
sarana
kesehatan
dan
transportasi juga berkontribusi secara tidak l a n g s u n g t e r h a d a p kematian dan kesakitan ibu. Situasi ini diidentifikasi sebagai 3 Terlambat (3T) dan 4 Terlalu (4T). Yang termasuk ke dalam 3 Terlambat antara lain: 1) Terlambat
mengenal
tanda
bahaya
dan
mengambil keputusan 2) Terlambat mencapai fasilitas kesehatan 3) Terlambat mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan 4
Terlalu, meliputi:
1) Terlalu muda (<20 tahun) 2) Terlalu banyak (>3 anak) 3) Terlalu rapat (<2 tahun) 4) Terlalu tua (>35 tahun) B. Proyeksi Angka Kematian Ibu di Kabupaten Bantul
1. Proyeksi Angka Kematian Ibu di Indonesia Angka Kematian ibu melahirkan di Indonesia masih tergolong tinggi. Berdasarkan penelitian
Woman Research Institute,
angka kematian 7
ibu melahirkan pada tahun 2011 mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup. Di Indonesia, saat ini terdapat 13 provinsi yang angka kematian ibu melahirkannya tinggi.
Gambar diatas menunjukkan tren AKI Indonesia secara Nasional dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2007 yang bersumber dari SKDI,
8
dimana menunjukkan penurunan yang signifikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan SDKI survei terakhir tahun 2007 AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup, meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di Asia. Angka kematian ibu merupakan salah satu indicator untuk melihat derajad kesehatan perempuan. Angka kematian ibu merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan milenium yaitu tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai 3/4 resiko jumlah kematian ibu. 2. Proyeksi Angka Kematian Ibu di Kabupaten Bantul Angka kematian ibu pada tahun 2011 mengalami peningkatan dibanding pada tahun 2010 yaitu 82,07/100.000 Kelahiran Hidup pada tahun 2010 menjadi 111,2/100.000 Kelahiran Hidup pada tahun 2011. Target AKI tahun 2011 adalah 100/100.000 Kelahiran Hidup.
9
Grafik Angka Kematian Ibu per 100.000 Kelahiran Hidup Di Kabupaten Bantul Tahun 2006-2011 Hasil Audit Maternal Perinatal (AMP) menyimpulkan bahwa penyebab kematian ibu pada tahun 2011 adalah preeklamsia berat (PEB) sebanyak 26,7% kasus, perdarahan sebesar 20%, dan 13,3% akibat emboli air ketuban, sedangkan sisanya disebabkan karena penyebab tidak langsugn seperti DM, gangguan jiwa, stroke, kelainan jantung, dan lainlain. Grafik di bawah ini merupakan penyebab kematian ibu tahun 2011.
10
Penyebaran kasus kematian ibu di Kabupaten Bantul terjadi pada beberapa
wilayah
kecamatan,
dengan
jumlah
kasus
terbanyak
dilaporkanterjadi di Kecamatan Jetis dan kasihan masing-masing 3 kasus. C. Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu
Pada pembahasan sebelumnya telah diterangkan mengenai penyebab dari kematian ibu. Dengan mengenali berbagai masalah utama terkait angka kematian ibu dan upaya-upaya potensial yang efektif dalam menurunkannya, maka secara keseluruhan tidak hanya mengurangi jumlah kematian, tetapi juga menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi. Meskipun intervensi kesehatan yang dilakukan hanya meliputi aspek yang terbatas, namun keberhasilan dalam upaya perbaikan kesehatan maternal ini secara tidak langsung akan meningkatkan derajat kesehatan bangsa. Di bawah ini adalah beberapa upaya pemerintah dalam menurunkan angka kematian ibu di Indonesia. 1. 5 Strategi Menurunkan Angka Kematian Ibu Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia, Kementerian Kesehatan menetapkan lima strategi operasional yaitu penguatan Puskesmas dan jaringannya; penguatan manajemen program dan sistem rujukannya; meningkatkan peran serta masyarakat; kerjasama dan kemitraan; kegiatan akselerasi dan inovasi tahun 2011; penelitian dan pengembangan inovasi yang terkoordinir. Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, 11
Dr.PH
dalam
paparan
yang
berjudul
“Kebijakan
Dan
Strategi
Pembangunan Kesehatan Dalam Rangka Penurunan Angka Kematian Ibu” kepada para peserta Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana di kantor BKKBN Jakarta, 26 Januari 2011. Terkait strategi keempat yaitu kegiatan akselerasi dan inovasi tahun 2011, upaya yang dilakukan Kementerian Kesehatan yaitu: a. Kerjasama dengan sector terkait dan pemerintah daerah b. Pemberian Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) c. Menetapkan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) d. Penempatan tenaga strategis (dokter dan bidan) dan penyediaan fasilitas kesehatan di Daerah Terpencil, Perbatasan, Kepulauan (DTPK), termasuk dokter plus, “mobile team”. 2. Penyediaan sarana pelayanan kesehatan Untuk menunjang ketersediaan sarana pelayanan kesehatan bagi ibu pemerintah mengusahakan adanya Rumah Sakit, Puskesmas (TT maupun non TT), Puskesmas Pembantu, Polindes, Rumah Bersalin, Bidan Praktek Swasta, dan dokter praktek spesialis. 3. Pembiayaan Dalam rangka memperingan biaya kesehatan untuk ibu hamil maupun melahirkan, pemerintah meluncurkan program seperti ANC ibu hamil gratis, jamkesmas, jamkesos, serta jampersal. 4. Sumber daya manusia (SDM) 12
Kualitas dan kuantitas penolong kesehatan adalah hal yang sangat penting dalam upaya penurunan angka kematian ibu. Dari segi kuantitas atau dalam hal ini adalah ketenagaan diperlukan adanya bidan, dokter, baik dokter umum sebagai konsultan KIA di tingkat Puskesmas maupun dokter spesialis di tinggat yang lebih tinggi. Secara kualitas, perlu adanya refresing perkembangan ilmu terkini, pelatihan, tugas belajar dan sosialisasi-sosialisasi
penemuan-penemuan
terbaru
kepada
petugas
kesehatan dan kader terkait. 5. Program kegiatan kesehatan ibu a. P4K (Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi) b. Pendampingan suami c. Kemitraan bidan dan dukun d. Pelatihan 6. Penanganan Kesehatan Ibu a. PUS (Pasangan Usia Subur) Pada fase ini ditentukan status kesehatan PUS, ada atau tidak penyakit yang diderita, bagaimana perilaku reproduksi yang sehat dan persiapan kehamilan. b. Kehamilan Antenatal care sangat penting untuk menjaga kesehatan ibu maupun bayi. ANC bermanfaat untuk melakukan perencanaan persalinan, perilaku sehat, frekuensi kontak dengan petugas dan 13
menentukan
status
kesehatan
dalam
kehamilan.
Pemeriksaan
kehamilan dilakukan minimal 4 kali dengan minimal salah satunya disertai suami. Pada setiap kunjungan diinformasikan tentang pengawasan tanda kegawatan kehamilan. Pemeriksaan kehamilan dilakukan dengan pedoman standar pelayanan minimal 7 T, yaitu: 1) Timbang berat badan dan ukur Tinggi badan 2) Ukur Tekanan darah 3) Ukur Tinggi fundus uteri 4) Nilai status imunisasi TT 5) Pemberian Tablet besi, minimal 90 hari selama kehamilan 6) Tes terhadap penyakit menular seksual, HIV/AIDS, malaria sesuai indikasi 7) Temu wicara/konseling dengan tenaga kesehatan c. Persalinan Komponen yang penting pada persalinan adalah tersedianya tenaga dan sarana kesehatan yang memadai, siaga jika terjadi komplikasi dan system rujukan yang baik d. Nifas
14
BAB III PEMBAHASAN
Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) disebabkan oleh banyak faktor baik langsung (reproduksi dan obstetrik) maupun tidak langsung (sarana kesehatan yang lain). Berdasarakan pada data AKI di kabupaten Bantul, penyebab terbanyak dari kematian ibu adalah PEB (Preeklamsia Berat) dengan daerah yang terbanyak kasusnya adalah Jetis dan Kasihan. A. Preeklamsia Berat (PEB)
Di Indonesia, klasifikasi yang dipakai untuk hipertensi dalam kehamilan merujuk kepada Report of the National High Blood Presure Education Program Working Group on High Blood Presure in Pregnancy tahun 2001 yang meliputi 5 kategori, yaitu: a. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan menetap sampai 12 minggu pasca persalinan. b. Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu usia kehamilan disertai dengan proteinuria. c. Eklamsia adalah preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma d. Superimposed preeklamsia adalah hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria. 15
e. Transient hipertensi adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklamsia tetapi tanpa tanda proteinuria. 1.
Definisi Preeklamsia Berat (PEB) Preeklamsia Berat (PEB) ialah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai dengan proteinuria lebih dari 5 g/24 jam
2.
Faktor Resiko PEB Terdapat banyak faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan antara lain status paritas (primigravida), hiperplasentosis, umur, riwayat keluarga dengan preeklamsia/eklamsia, penyakit ginjal dan hipertensi, serta obesitas.
3.
Patofisiologi PEB Penyebab PEB sampai saat ini belum diketahui secara jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya PEB tetapi tidak ada satupun dari teori tersebut yang diaggap mutlak sebagai penyebab dari PEB. Teori-teori yang banyak dianut saat ini antara lain: a. Teori kelaina vaskularisasi plasenta b. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel c. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin d. Teori adaptasi kardiovaskular genetik 16
e. Teori defisiensi gizi f. 4.
Teori inflamasi
Diagnosis PEB Diagnosis ditegakkan bila didapatkan satu atau lebih dari gejala di bawah ini a. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg b. Proteinuria lebih dari 5 g/24 jam atau 4+ pada pemeriksaan kualitatif c. Oligouria atau produksi urin < 500 cc/24 jam d. Kenaikan kadar reatinin dalam plasma e. Gangguan visus dan serebral f.
Nyeri epigastrik
g. Edema paru dan sianosis h. Hemolisis mikroangiopatik
5.
i.
Trombositopenia berat
j.
Gangguan fungsi hepar
Penatalaksanaan PEB a. Sikap terhadap kehamilannya Pada kasus PEB dilakukan secara aktif dalam artian manajemen agresif, kehamilan diterminasi setiap saat bila keadaan hemodinamika telah stabil. b. Sikap terhadap penyakitnya 1) Penderita sebaiknya segera dibawa ke rumah sakit untuk penanganan segera 17
2) Pemberian obat anti kejang misalnya MgSO4, diazepam, atau fenitoin. 3) Pemberian obat anti hipertensi -
Lini pertama: nifedipin 10-20 mg/kgBB peroral diulangi setelah 30 menit dengan dosis maksimal 120 mg/24 jam
-
Lini kedua: sodium nitroprusid 0,25 µg/kg/menit secara iv
B. Upaya Pemerintah Kabupaten Bantul dalam Penurunan AKI
1. Pelayanan kesehatan Ibu a. Pemeriksaan ibu hamil K1 dan K4 b. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan c. Pemberian tablet Fe d. Pelayanan bumil risti (resiko tinggi) e. Pemberian vitamin A untuk ibu nifas 2. Keluarga Berencana 3. Peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan 4. Peningkatan sumber daya kesehatan, meliputi tenaga kesehatan, pembiayan kesehatan dan sarana kesehatan.
18
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil proyeksi dan audit tentang angka kematian ibu di daerah kabupaten bantul dari pada yahun 2011 dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1. Kejadian kematian ibu di kabupaten bantul dikarenakan Pre Eklampsia Berat (PEB) sebanyak 26,7 % (4 kasus), sedangkan sisanya 6 kasus disebabkan karena penyebab tidak langsung seperti DM, gangguan jiwa, stroke, kelainan jantung. 2. Wilayah terjadinya kejadian kematian ibu terbanyak di daerah jetis dan kasihan sebanyak 19,5 % (masing-masing 3 kasus) 3. Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu di Kabupaten Bantul, sudah dilakukan upaya-upaya kesehatan meliputi pelayanan kesehatan ibu, KB, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, serta peningkatan sumber daya kesehatan, meliputi tenaga kesehatan, pembiayan kesehatan dan sarana kesehatan B. Saran
Perlu dilakukan peningkatan edukasi atau penyuluhan terhadap ibu-ibu hamil tentang pentingnya antenatal care (ANC) untuk memonitor kesehatan baik ibu
19
maupun janin untuk dapat mendeteksi secara dini kegawatan dan komplikasi yang ada sehingga resiko kematian ibu dapat ditekan.
20
DAFTAR PUSTAKA
DINKES BANTUL. 2012. Profil Kesehatan Kabupaten Bantul. Diunduh dari http://www.bppsdmk.depkes.go.id/index.php?option=com_content&view=arti cle&id=157:capaian-pembangunan-kesehatan-tahun2011&catid=38:berita&Itemid=82 Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. DEPKES. 2012. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Diunduh dari http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL_DATA_KESEHATAN_INDO NESIA_TAHUN_2011.pdf Istitarini, Ninik. 2011. Kebijakan Program KIA Kabupaten Bantul. Dinas Kesehatan Kabupaten
Bantul.
Diunduh
dari
http://dinkes.bantulkab.go.id/documents/20120425073017-kebijakanpenanggulangan-aki-akb-dan-gizi.pdf Anonim.
2010.
Angka
Kematian
Ibu
dan
Anak.
Diunduh
dari
http://www.scribd.com/doc/58626161/AKI-AKB-new
21