ANALISIS KRITIS JURNAL FERTILISASI DAN GAMETOGENESIS
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Perkembangan Hewan (SPH) 2 Yang dibimbing oleh : Dr. H. Abdul Gofur, M. Si.
Oleh: Na’immatus Sholikhah Sholikhah
(160341606003)
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MALANG
September 2017
Judul : Pengaruh Waktu Fertilisasi dan Sistem Inkubasi yang
BerbedaTerhadap Tingkat Fertilisasi Sapi Lokal Secara In Vitro
A. Identitas Jurnal/ Bibliografi 1. Nama Penulis
: F. L. Syaiful, R. Saladin, Jaswandi, dan Z.Udin.
2. Tahun Publikasi
: 2011
3. Judul Jurnal
: Pengaruh Waktu Fertilisasi dan Sistem Inkubasi yang Berbeda Terhadap Tingkat Fertilisasi Sapi Lokal Secara In Vitro.
4. Kota Penerbit
: Padang
5. Penerbit
: Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Kampus Unand Limau Manis Padang.
B. Tujuan Penulisan Jurnal
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh waktu fertilisasi dan sistem inkubasi yang berbeda terhadap fertilisasi secara in vitro. C. Fakta Unik
lnkubasi oosit dan sperrna yang terlalu lama dapat mengurangi kemampuan oosit berkembang karena sperma mempunyai potensi untuk melepaskan enzim hidrolitik ke dalam medium fertilisasi.
D. Konsep Utama
Konsep utama dalam jurnal ini adalah sebagai berikut:
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium reproduksi fakultas peternakan Universitas Andalas Padang.
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ovarium sebagai sumber oosit diperoleh dari sapi lokal dewasa dan semen yang digunakan adalah semen segar sapi FrisianHolstein (FH).
Bahan-bahan yang digunakan adalah NaCl fisiologis 0,9%, Phosphate Buffered Salline (PBS; Nissui Jepang), Tissue Culture
Medium- 199 (TCM-199; Sigma, M-5017), Hepes 30 pM (Sigma; H-1617), Heparin 20 pl, Goat serum 10%, FSH 250 ml, Gentamisain (Sigma 6-1397) 50mg/ ml, medium Brackett Oliphant (B-O), medium modifikasi Brackett Oliphant (mB-O), Mineral oil, Alkohol, Aquabidest, dan Aceto Orcein 1% (Sigma O-7380).
Prosedur kerja yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu: 1. Koleksi oosit diperoleh dari ovarium sapi yang dilakukan dengan metode penyayatan (slicing). Ovarium disayat dalam petridish yang berisi medium Phosphate Buffer Saline (PBS) yang disuplementasi dengan goat serum l0%o dan gentamisin (Sigma, G- 1 3 97) 50 pglml. Jumlah dan kualitas oosit yang diperoleh diamati dibawah mikroskop. Oosit yang digunakan untuk maturasi adalah oosit kualitas A dan B. 2. Oosit kualitas A dan B tersebut lalu dicuci 3 kali dalam medium Phosphate Buffered Saline (PBS) selanjufirya oosit dimatangkan dalam medium pematangan (maturasi). 3. Kapasitasi sperma yaitu sperma yang digunakan adalah sperma segar yang diambil dari sapi pejantan Frisia n Holstein (FH) dengan bantuan vagina buatan. Prosedur pencucian spefina pada kapasitasi sperma dilakukan dengan menambahkan 4 ml medium kapasitasi yaitu medium Brackett Oliphant (B-O) dan medium modifikasi Brackett Oliphant (mB-O) ke dalam tabung sentrifus yang berisi 200 µl semen sapi, selanjutnya dilakukan disentrifugasi selama
10 menit. 4. Fertilisasi oosit dilakukan selama 6, 12 dan 18 jam yang di inkubasi pada suhu 38,5 oC pada masing-masing sistem inkubasi yang berbeda yaitu sistem inkubasi CO 2 5% dan sistem inkubasi tanpa CO2 5%.
5. Untuk melihat tingkat fertilisasi dilakukan dengan cara mengamati perkembangan pronukleus (1 PN, 2 PN dan >2 PN) dengan metode pewarnaan
aceto orcein selama
kemudian diwarnai dengan pewarnaan
48 jam
aceto orcein 1%
(Sigma, O-7380) selama 10 menit, kemudian status inti oosit tersebut diamati dibawah mikroskop.
Rancangan yang digunakan untuk pematangan (maturasi) oosit pada periode inkubasi 24 jam menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan data hasil fertilisasi dianalisis dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2 x 3. Setiap perlakuan terdiri atas tiga (3) ulangan, yang masing-masing unit percobaan terdiri atas 10 oosit. Adapun perlakuan tersebut adalah: a. Faktor I: Sistem inkubasi terdiri atas dua macam yaitu sistem
inkubasi CO2 5% dan sistem inkubasi tanpa CO 2 5%. Fertilisasi pada 18 jam setelah maturasi. b. Faktor II : Waktu fertilisasi terdiri atas tiga perlakuan yaitu:
Pl = Waktu fertilisasi pada 6 jam setelah maturasi. P2 : Waktu fertilisasi pada 12 jam setelah maturasi. P3 = Waktu fertilisasi pada 18 jam setelah maturasi. E. Pembahasan dan Kesimpulan
Rataan persentase fertilisasi oosit pada waktu fertilisasi 6 jam adalah 63,63 %, 12 jam sebesar 56,31%, dan 18 jam yaitu 62,12%. Sedangkan rataan persentase fertilisasi oosit pada sistem inkubasi CO2 5% adalah 6I,460% sedangkan tanpa CO 2 5% sebesar 59,60% seperti terlihat pada tabel 1.
Dari hasil penelitian, terlihat pada Gambar 2, tingkat fertilisasi dari ketiga waktu fertilisasi 6, 12 dan 18 jam terhadap sistem inkubasi yang berbeda adalah hampir sama. Sedangkan persentase fertilisasi in vitro pada waktu fertilisasi 12 jam mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan penelitian Jaswandi (2002) bahwa tingkat fertilis asi oosit pada domba mengalami penurunan pada periode inkubasi 12 jam. Ditambahkan oleh Rehman et al (1994), bahwa fertilisasi pada sapi dengan perlakuan waktu inkubasi kurang dari 16 jam dengan tingkat fertilisasi sebesar 57, l6%.
Hasil penelitian dari pengaruh perlakuan terhadap tingkat fertilisasi in vitro dari
kedua sistem inkubasi pada 3 periode inkubasi dapat dilihat
pada Gambar 3. Terlihat pada Gambar 3 tingkat perkembangan pronukleus (l PN) pada sistem inkubasi yang berbeda diperoleh yaitu untuk sistem inkubasi CO2 5% yaitu 26,32 % sedangkan pada sistan inkubasi tanpa CO 2 5% sebesar 28,13%. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pada 1 PN pada sistem inkubasi berbeda (P > 0,05). Tingkat perkembangan pronukleus 2 PN kedua sistem inkubasi yaitu pada sistem inkubasi yang menggunakan CO 2 5% adalah 52,08% sedangkan tanpa CO2 5 % sebesar 54,77%. Setelah dianalisis sistem inkubasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P >0,05) terhadap tingkat perkembangan 2 PN.
Tingkat perkembangan pronukleus >2PN pada berbagai siste m inkubasi yang berbeda yaitu pada sistem inkubasi CO 2 5% adalah 8,87% sedangkan pada sistem inkubasi tanpa CO 2 5% sebesar 7,51%. Tingkat perkembangan >2PN pada sistem inkubasi CO 2 5% lebih tinggi dari sistem inkubasi tanpa CO 2 5%. Meskipun terdapat perbedaan tingkat perkembangan pronukleus >2 PN pada kedua sistem inkubasi namun secara analisis statistik menunjulkan tidak adanya perbedaan yang nyata (P >0,05).
Berdasarkan hasil dalam penelitian ini, maka dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu sistem inkubasi dan waktu fertilisasi tidak berpengaruh terhadap tingkat fertilisasi oosit. Fertilisasi oosit dapat dilakukan pada periode inkubasi 6 jam, 12 jam, dan 18 jam. Perpanjangan periode fertilisasi sampai 18 jam tidak meningkatkan tingkat fertilisasi.
F. Refleksi
Setelah melakukan analisis kritis jurnal, saya mendapatkan tambahan pengetahuan mengenai isi dari jurnal tersebut antara lain:
sistem inkubasi dan waktu fertilisasi tidak berpengaruh terhadap tingkat fertilisasi oosit.
Fertilisasi oosit dapat dilakukan pada periode inkubasi 6 jam, 12 jam, dan 18 jam.
Rancangan yang digunakan untuk pematangan (maturasi) oosit pada periode inkubasi 24 jam menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan data hasil fertilisasi dianalisis dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2 x 3.