42
Tahun
Luas(m2)
0,44%
99,56%
31,46%
20%
1,58%
17,01%
2,21%
[VALUE]%
0,75%
14,52%
5,98%
5,65%
0,74%
21,78%
78,22%
16,87%
29,88%
38,52%
14,72%
29,34%
70,66%
1,78%
42,09%
56,13%
46,40%
53,60%
2,21%
97,79%
40,86%
7,26%
51,52%
BAB 4
ANALISIS
4.1 Analisis
Analisis fisik Kawasan Strategis Puncak di Kabupaten Bogor bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik fisik, mengidentifikasi potensi dan permasalahan di wilayah kajian. Hal ini dilakukakan dengan menganalisis daya dukung lahan sehingga akan diarahkan untuk dapat dirumuskan menjadi arahan pemanfaatan lahan yang sesuai dengan faktor pembatas dan faktor pendukung pengembangan secara fisik dan lingkungan. Sebagai faktor pendukung pengembangan wilayah, kondisi fisik dan lingkungan dapat sangat membantu dalam mengetahui ketersediaan lahan dan bagaimana pemanfaatannya. Sebagai factor penghambat, kondisi fisik dan lingkungan dapat menjadi faktor pembatas pengembangan wilayah yang dicerminkan dengan penentuan kawasan lindung dan kawasan yang tidak boleh dikembangkan dengan jenis kegiatan budidaya tertentu.
4.1.1 Analisis Daya Dukung Lahan Kawasan Strategis Puncak
Dalam menganalisis Fisik Daya Dukung Lahan digunakan acuan dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung tahun 2010 yang didalamnya terdapat kriteria pengembangan suatu kawasan. Metode yang digunakan yaitu metode skoring, tumpang tindih (Superimpose) dan metode deskriptif.
Tabel 4.1
Variabel Daya Dukung Lahan
No.
Variabel
1.
Kemiringan lereng
2.
Jenis Batuan
3.
Jenis Tanah
4.
Air Tanah
5.
Rawan Bencana
Sumber: Pusat Air Tanah & Geologi Tata Lingkungan, 2010
Metode dalam analisis daya dukung lahan pengembangan kawasan pariwisata berbasis konservasi lingkungan yang akan di pergunakan yaitu dengan menggunakan teknik tumpang tindih peta atau "Overlapping Map" dan skoring/pembobotan pada tiap variabel daya dukung lahan perumahan di wilayah studi.
Variabel Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng merupakan faktor penting dalam mempertimbangkan pengembangan kawasan. Semakin besar sudut kemiringan lereng di suatu wilayah maka semakin sulit untuk di kembangkan. Skoring kemiringan lereng di Kawasan Strategis Puncak dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.2
Skoring Kemiringan Lereng
Keterangan
Klasifikasi
Nilai
Bobot
Skor (Nilai x Bobot)
Kemiringan
0-8%
4
4
16
8-15%
3
12
15-25%
2
8
25-40%
2
8
>40%
1
4
Sumber: Pusat Air Tanah & Geologi Tata Lingkungan dan Hasil Analisis 2017
Berdasarkan dari data yang di keluarkan instansi Bappeda Kabupaten Bogor, Kawasan Strategis Puncak memiliki kemiringan 0-8%, 8-15%, 15-25%, 25-40% dan >40%.
Kemiringan lereng 0-8% dapat dikatagorikan datar - landai dan mempunyai kelas sangat baik untuk di kembangkan dengan nilai 4 dan bobot 4, maka skor untuk kemiringan 0-8% adalah 16.
Kemiringan lereng 8-15% dapat dikatagorikan Landai - Agak Terjal dan mempunyai kelas baik untuk di kembangkan dengan nilai 3 dan bobot 4, maka skor untuk kemiringan 8-15% adalah 12.
Kemiringan lereng 15-25% dan 25-40% dapat dikatagorikan Terjal dan mempunyai kelas sedang-kurang baik untuk di kembangkan dengan nilai 2 dan bobot 4, maka skor untuk kemiringan 15-40% adalah 8.
Kemiringan lereng >40% dapat dikatagorikan sangat terjal dan mempunyai kelas kurang baik untuk di kembangkan dengan nila 1 dan boboy 4, maka skor untuk kemiringa >40% adalah 4.
Variabel Jenis Batuan
Penilaian jenis batuan berdasarkan tingkat kekerasan batuan yang ada. Di Kawasan Strategis Puncak terdiri dari batuan Aliran Lava Basal Gunung Gegerbentang, Breksi Dan Lava Gunung Kencana Dan Gunung Limo, Endapan lebih tua, lahar dan lava, basal andesit dengan oligoklas-andesin, labradorit, olivin, piroksen dan horenblende. Jenis batuan ini memiliki peranan penting untuk pengembangan kawasan pariwisata yang berbasis konservasi lingkungan. Berikut adalah hasil perhitungan skor jenis batuan di Kawasan Strategis Puncak.
Tabel 4.3
Skoring Skor Jenis Batuan
Jenis Batuan
Klasifikasi
Nilai
Bobot
Skor (Nilai x Bobot)
Breksi Dan Lava Gunung Kencana Dan Gunung Limo
Keras
4
5
20
Endapan lebih tua, lahar dan lava, basal andesit dengan oligoklas-andesin, labradorit, olivin, piroksen dan horenblende
Aliran Lava Basal Gunung Gegerbentang
Lunak
2
10
Sumber: Pusat Air Tanah & Geologi Tata Lingkungan dan Hasil Analisis 2017
Breksi Dan Lava Gunung Kencana Dan Gunung Limo memiliki sifatnya padu dan keras. Daya dukung tanah hasil lapukan batuan, sangat tinggi (>100 kg/cm2) dan mampu menopang bangunan berat. Batuan menunjukkan sifat kaku dan keras sehingga pemotongan atau penggalian dalam skala besar harus menggunakan peralatan mekanik (Keterangan Peta Geologi Lembar Bogor, Skala 1:100.000). Dengan karakteristik tersebut maka jenis batuan ini diberi nilai 4 dan bobot 5 maka skor nya 20.
Endapan lebih tua, lahar dan lava, basal andesit dengan oligoklas-andesin, labradorit, olivin, piroksen dan horenblende yaitu jenis batuan yang termasuk dalam pengelompokkan batuan beku dan mempunyai karakteristik material yang baik, keras, padat dan berkualitas baik bila di gunakan sebagai material bangunan kapasitas daya dukung tinggi (Keterangan Peta Geologi Lembar Bogor, Skala 1:100.000). Oleh karena itu maka di beri nilai 4 dan bobot 5 maka skornya 20.
Aliran Lava Basal Gunung Gegerbentang umumnya telah lapuk menjadi lempung atau lempung pasiran tebal yang sifatnya cukup padu namun lunak, dan daya dukungnya untuk menopang fondasi rendah sampai menengah (15-25 kg/cm2). Batuan menunjukkan sifat lunak sehingga mudah digali atau dipotong dengan peralatan sederhana. Tanah hasil lapukan sifatnya kohesif dan tahan terhadap erosi (Keterangan Peta Geologi Lembar Bogor, Skala 1:100.000). Oleh karena itu di beri nilai 3 dan bobot 4 maka hasil skornya 15.
Variabel Jenis Tanah
Penilaian jenis tanah berdasarkan tingkat kepekaan terhadap erosi. Di Kawasan Strategis Puncak terdiri dari jenis tanah Batuan Beku Andesit, Lava Andesit, Andesit Basal dan Lahar, Lempung pasiran dan pasir lempungan, Pasir lempungan-pasir kerikilan. Jenis batuan ini memiliki peranan penting untuk pengembangan pariwisata yang berbasis konservasi lingkungan. Berikut adalah hasil perhitungan skor jenis batuan di Kawasan Strategis Puncak :
Tabel 4.4
Skoring Skor Jenis Tanah
Jenis Tanah
Klasifikasi
Kelas
Nilai
Bobot
Skor (Nilai x Bobot)
Batuan Beku Andesit, Lava Andesit, Andesit Basal dan Lahar
Batuan
Baik
4
5
20
Lempung Pasiran dan Pasir Lempungan
Tanah residu (>2m)
Sedang
3
15
Pasir Lempungan-Pasir Kerikilan
Lanau, pasir, dan kerikil (<5m) Lempung
Buruk
2
10
Sumber: Pusat Air Tanah & Geologi Tata Lingkungan dan Hasil Analisis 2017
Batuan Beku Andesit, Lava Andesit, Andesit Basal dan Lahar umumnya berwarna abu-abu hitam, kompak dan keras, melapuk setengah lanjut hingga segar. Daya dukung batuan tinggi. Untuk bangunan ringan dan berat dapat menggunakan pondasi langsung dengan memperlihatkan faktor kelerengan (Litologi dan Karakteristik Keteknisan Peta Geologi Teknik Lembar Bogor, Skala 1:100.000). Dengan karakteristik tersebut maka jenis tanah ini diberi nilai 4 dan bobot 5 maka skor nya 20.
Lempung Pasiran dan Pasir Lempungan adalah hasil pelapukan lanjut dari batuan vulkanik tebal antara 2,5m-20m. Umumnya berwarna coklat kemerahan hingga merah kecoklatan, mengandung banyak kerikil, kerakal, dan bongkah batuan beku andesit, permeabilitas rendah hingga sedang. Pasir lempungan bersifat lepas agak padat. Daya dukung tanah sedang (Litologi dan Karakteristik Keteknisan Peta Geologi Teknik Lembar Bogor, Skala 1:100.000). Dengan karakteristik tersebut maka jenis tanah ini diberi nilai 3 dan bobot 5 maka skor nya 15.
Pasir Lempungan-Pasir Kerikilan merupakan hasil pelapukan lanjut batuan vulkanik, tebal antara 2m hingga 5m. Umumnya berwarna kuning kecoklatan, berbutir halus hingga kasar, permeabilitas rendah-sedang. Mengandung kerakal batuan andesit. Daya dukung tanah rendah, untuk bangunan ringan disarankan menggunakan pondasi tiang atau sumuran yang bertumpu pada batuan dasar pada kedalaman antara2-5m. Kedalaman muka air tanah bebas sedang-dalam(Litologi dan Karakteristik Keteknisan Peta Geologi Teknik Lembar Bogor, Skala 1:100.000). Dengan karakteristik tersebut maka jenis tanah ini diberi nilai 2 dan bobot 5 maka skornya 10.
Variabel Air Tanah
Penilaian Variabel Kondisi Air Tanah di Kawasan Srategis Puncak diambil berdasarkan data akuifer air tanah yang terdiri Akuifer Produktif Tinggi Dengan Penyebaran Luas, Daerah Air Tanah Langka Atau Tak Berarti Dan Setempat Akuifer Produktif. Berikut adalah hasil skoring untuk variabel hidrogeologi di Kawasan Strategis Puncak.
Tabel 4.5
Skoring Skor Hidrogeologi
Konservasi Air Tanah
Nilai
Bobot
Skor (Nilai x Bobot)
Akuifer Produktif Tinggi Dengan Penyebaran Luas
4
3
12
Setempat Akuifer Produktif
1
3
Daerah Air Tanah Langka Atau Tak Berarti
Sumber: Pusat Air Tanah & Geologi Tata Lingkungan dan Hasil Analisis 2017
Akuifer Produktif Tinggi Dengan Penyebaran Luas dengan aliran celahan dan ruang antar butir, mempunyai keterusan yang bergam dan pada umumnya mempunyai debit lebih dari 10liter/detik. Oleh karena itu dapat di beri nilai 4 dengan bobot 3 maka skornya 12.
Setempat Akuifer Produktif dengan aliran celahan dan ruang antar butir, mempunyai keterusan yang bergam dan pada umumnya air tanah tidak dimanfaatkan karena dalamnya muka air tanah. Karena pemanfaatannya yang kurang, oleh karena itu dapat di beri nilai 1 dengan bobot 3, maka skornya 3.
Daerah Air Tanah Langka Atau Tak Berarti melalui aliran bercelah atau sarang mempunyai keterusan sangat rendah sampai kedap air. Karena pemanfaatannya yang kurang, oleh karena itu dapat di beri nilai 1 dengan bobot 3, maka skornya 3.
Variabel Gerakan Tanah
Penilaian variabel tingkat gerakan tanah terhadap rawan bencana ini akan di analisis sebagai salah satu variabel penentu daya dukung lahan dan termasuk dari faktor bahaya geologi yang harus dihindari untuk pengembangan kawasan pariwisata yang berbasis konservasi lingkungan. Gerakan Tanah yang terjadi pada suatu lahan mengindikasikan terjadinya penurunan daya dukung lahan tersebut. Berdasarkan data yang ada, gerakan tanah di Kawasan Strategis Puncak terdiri dari kategori kelas aman, rendah, menengah dan tinggi.
Tabel 4.6
Skoring Skor Garakan Tanah
Kelas Potensi Gerakan Tanah
Klasifikasi
Nilai
Bobot
Skor (Nilai x Bobot)
Aman
Tingkat kerentanan sangat rendah untuk terjadi longsor (sangat stabil)
4
4
16
Rendah
Tingkat kerentanan rendah untuk terjadi longsor (cukup stabil)
3
12
Menengah
Tingkat kerentanan sedang untuk terjadi longsor (kurang stabil)
2
8
Tinggi
Tingkat kerentanan tinggi untuk terjadi longsor (tidak layak)
1
4
Sumber: Pusat Air Tanah & Geologi Tata Lingkungan dan Hasil Analisis 2017
Potensi gerakan tanah dengan tingkat sangat rendah memiliki tingkat kerentanan sangat rendah untuk terjadi longsor (sangat stabil) oleh karena itu diberi nilai 4 dengan bobot 4 maka skornya 16.
Potensi gerakan tanah dengan tingkat rendah memiliki tingkat kerentanan rendah untuk terjadi longsor (cukup stabil) olehkarena itu diberi nilai 3 dengan bobot 4 maka skornya 12.
Potensi gerakan tanah dengan tingkat menengah memiliki tingkat kerentanan sedang untuk terjadi longsor (kurang stabil) olehkarena itu diberi nilai 2 dengan bobot 4 maka skornya 8.
Potensi gerakan tanah dengan tingkat tinggi memiliki tingkat kerentanan tinggi untuk terjadi longsor (tidak layak) oleh karena itu diberi nilai 1 dengan bobot 4 maka skornya 4.
Daya Dukung Lahan
Berdasarkan penilaian dari seluruh variabel geologi lingkungan diatas akan diperoleh skor tertinggi dan skor terendah yang dapat digunakan untuk menghtiung rentang kelas pengklasifikasian kawasan berdasarkan keleluasaannya.
Tabel 4.7
Skoring Variabel Daya Dukung lahan
Kemiringan Lereng
Jenis Batuan
Jenis Tanah
Air Tanah
Potensi Gerakan Tanah
Total Skor
N
B
S
N
B
S
N
B
S
N
B
S
N
B
S
4
4
16
4
5
20
4
5
20
4
3
12
4
4
16
84
3
12
3
15
3
15
-
-
3
12
54
2
8
2
10
2
10
2
6
2
8
42
1
4
1
5
1
5
1
3
1
4
21
Sumber: Pusat Air Tanah & Geologi Tata Lingkungan dan Hasil Analisis 2017
Keterangan: N = Nilai
B = Bobot
S = Skor
Berdasarkan tabel 4.7 maka panjang kelas interval dapat di tentukan sebagai berikut :
Panjang Kelas Interval = Rentang/ Jumlah Kelas.
Panjang Kelas Interval = (Total Skor Tertinggi – Total Skor Terendah)/ Jumlah Kelas.
Panjang Kelas Interval = (84-21)/3
Panjang Kelas Interval = 21
Dengan hasil diatas maka pengklasifikasian keleluasaan dapat di lihat pada tabel 4.8
Tabel 4.8
Kelas Interval Daya Dukung Lahan
Interval
Daya Dukung Lahan
21- 41
Tidak Leluasa
42 – 62
Agak Leluasa
63 – 84
Leluasa
Sumber: Pusat Air Tanah & Geologi Tata Lingkungan dan Hasil Analisis 2017
Adapun hasil analisis overlay peta skoring masing-masing variabel daya dukung lahan, dapat di lihat pada tabel Lampiran.
Diketahui berdasarkan analisis daya dukung lahan bahwa Kawasan Strategis Puncak terdapat 3 kelas daya dukung lahan untuk pengembangan kawasan pariwisata yang berbasis konservasi lingkungan diantaranya kelas tidak leluasa, agak leluasa dan leluasa. Untuk lebih jelasnya mengenai sebaran luas daya dukung lahan di Kawasan Strategis Puncak berdasarkan dari hasil overlay skoring masing-masing variabel yang ada, dapat di lihat pada Tabel 4.9; diagram dan gambar berikut.
Tabel 4.9
Luasan Daya Dukung Lahan di Kawasan Strategis Puncak
No.
Kecamatan
Daya Dukung
Jumlah
Tidak Leluasa
Agak Leluasa
Leluasa
1.
Ciawi
1907,68
2789,09
4696,77
2.
Cisarua
325,99
3318,76
3742,09
7386,84
3.
Megamendung
2483,60
3748,97
6232,57
Jumlah
325,99
7710,05
10280,15
18316,18
Sumber : Hasil Analisis 2017
Diagram 4.1
Presentase Luasa Berdasarkan Daya Dukung
Lahan di Kawasan Strategis Puncak
Berdasarkan hasil analisis dengan metode tumpang tindih dapat diketahui bahwa daya dukung lahan di Kawasan Strategis Puncak didominasi oleh daya dukung lahan pada zona leluasa sebesar 10280 Ha (56,13%), yang berarti bahwa daerah tersebut memiliki sumber daya geologi yang tinggi dan faktor kendala geologi yang rendah, mudah mengorganisasikan ruang kegiatan maupun pemilihan jenis penggunaan lahan. Pada wilayah ini tidak memerlukan rekayasa teknologi sehingga biaya pembangunannya rendah. Selain itu terdapat zona agak leluasa sebesar 7710,05 Ha(42,09%), yang berarti bahwa daerah yang memiliki sumber daya geologi dan kendala geologi menengah, cukup mudah dalam pengorganisasian ruang kegiatan maupun pemilihan jenis penggunaan lahan. Pada wilayah ini diperlukan rekayasa teknologi dan biaya pembangunan sedang. Adapun untuk zona tidak leluasa sebesar 325,99 Ha(1,78%), yang berarti bahwa daerah tersebut memiliki sumber daya geologi yang rendah dan faktor kendala geologi yang tinggi, sulit dalam pengorganisasian ruang kegiatan maupun pemilihan jenis penggunaan lahan sehingga di perlukan rekayasa teknologi dan biaya pembangunan tinggi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada peta daya dukung lahan.
Gambar 4.1 Peta Daya Dukung Lahan
4.2 Analisis Kesesuaian Lahan Kawasan Strategis Puncak
Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan atau nilai kesesuaian sebidang lahan untuk pengembangan suatu komoditas pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan yang berbasis lahan. Tingkat kesesuaian lahan tersebut ditentukan oleh kecocokan antara persyaratan tumbuh/hidup komoditas yang bersangkutan dengan kualitas, karakteristik lahan yang mencakup aspek iklim, tanah dan terain (topografi, lereng dan elevasi) (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 41 Tahun 2007). Analisis ini bertujuan mengidentifikasi lokasi-lokasi yang sangat sesuai dengan tipe penggunaan lahan tertentu pada suatu kawasan. Analisis ini meliputi "overlaying map" (tumpang tindih peta) dan ukuran-ukuran kesesuaian lahan, seperti kemiringan, perubahan penggunaan lahan baik itu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Hasil yang diperoleh dari analisis ini digunakan untuk menghasilkan "suistability scores" (scoring kesesuaian lahan) untuk setiap kawasan dalam wilayah perencanaan.
4.2.1 Kawasan Lindung
Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian Lingkungan Hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan Pembangunan berkelanjutan. (Keppres No 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung).
Tabel 4.10
Kriteria Kesesuaian Lahan Kawasan Lindung
Jenis Kawasan
Kriteria
1. Kawasan Memberikan perlindungan kawasan bawahnya
1.1 Hutan Lindung
Telah ditetapkan sebagai kawsan lindung atau
Memiliki faktor kelerengan tanah, jenis tanah, curah hujan > nilai 175
Kelerengan lahan > 40%
Ketinggian > 2000 m dpl
1.2 Bergambut
- Tanah bergambut dengan ketebalan > 3 meter di hulu sungai dan rawa
1.3 Resapan Air
Kemiringan > 40% dan
Curah hujan > 2500 mm/tahun dan
Jenis tanah : andosol, regosol, litosol, organosol
2. Kawasan Perlindungan Setempat
2.1 Sempadan Pantai
- Daratan sepanjang tepian pantai (minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat)
2.2 Sempadan Sungai
Sekurang-kurangnya 5 m disebelah luar sepanjang kaki tanggul di luar kawasan perkotaan dan 3 m disebelah luar sepanjang kaki tanggul di luar kawasan perkotaan
Sekurang-kurangnya 100 m dikanan kiri sungai besar dan 50 meter dikanan kiri sungai kecil yang tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan
Sekurang-kurangnya 10 m dari tepi sungai untuk mempunyai kedalaman tidak lebih besar dari 3 m
Sekurang-kurangnya 15m dari tepi sungai untuk mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 m sampai dengan 20 m
Sekurang-kurangnya 20 m dari tepi sungai untuk sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 m
Sekurang-kurangnya 100 m dari tepi sungai untuk sungai yang terpengaruh oleh pasang surut air laut, dan berfungsi sebagai jalur hijau
2.3 Sekitar Danau/Waduk
Daratan sepanjang tepian waduk dan situ yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik waduk dan situ sekurang-kurangnya 50 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat
2.4 Sekitar Mata Air
Kawasan dengan radius sekurang-kurangnya 200 m di sekitar mata air
3. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya
3.1 Suaka Alam / Cagar Alam
Kawasan yang ditunjuk mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistemnya
Mewakili formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusun
Mempunyai kondisi alam baik biota maupun fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia
Mempunyai luas dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dengan daerah penyangga yang cukup luas
Mempunyai cirri khas dan dapat merupakan satu-satunya contoh di satu daerah serta keberadaannya memerlukan upaya konservasi
telah ditetapkan sebagai kawasan suaka alam dan cagar budaya
Kawasan sarat dan atau perairan yang ditunjuk mempunyai luas tertentu yang menunjang pengelolaan yang efektif dengan daerah penyangga cukup luas serta mempunyai kekhasan jenis tumbuhan, satwa atau ekosistemnya
3.2 Suaka Margasatwa
Kawasan yang ditunjuk merupakan tempat hidup dan perkembang biakan dari suatu jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasi
Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi
Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu
Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan
3.3 Suaka Alam Laut dan Perairan Lainnya
Kawasan berupa perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang dan/atau yang mempunyai ciri khas berupa keragaman dan/atau keunikan ekosistem
3.4 Pantai Berhutan Bakau
Kawasan pantai berhutan bakau adalah minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah barat
3.5 Taman Nasional
Kawasan darat dan atau perairan yang ditunjuk relatif luas, tumbuhan dan atau satwanya memiliki sifat spesifik dan endemik serta berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumber daya hayati dan ekosistemnya
Dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri atas zona inti, zona pemanfaatan dan zona lain sesuai dengan keperluan
3.6 Taman Hutan Raya
Kawasan yang ditunjuk mempunyai luasan tertentu, yang dapat merupakan hutan dan atau bukan kawasan hutan
Memiliki arsitektur bentang alam dan akses yang baik untuk kepentingan pariwisata
3.7 Taman Wisata Alam
Kawasan darat dan atau perairan yang ditunjuk mempunyai luas yang cukup dan lapangnya tidak membahayakan serta memiliki keadaan yang menarik dan indah, baik secara alamiah maupun buatan
Memenuhi kebutuhan rekreasi dan atau olah raga serta mudah dijangkau
Kawasan terdapat satwa buru yang dikembangbiakkan untuk kelestarian satwa dan memungkinkan perburuan secara teratur dengan mengutamakan segi rekreasi olah raga.
3.8. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan
Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun atau mewakili masa gaya yang khas dan sekurang-kurangnya 50 tahun serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
Lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya
4. Rawan Bencana
4.1 Rawan bencana gunung berapi
Kawasan dengan jarak atau radius tertentu dari pusat letusan yang terpengaruh lansung dan tidak langsung, dengan tingkat kerawanan yang berbeda
Kawasan berupa lembah yang akan menjadi daerah aliran lahar dan lava
4.2 Rawan gempa bumi
Daerah yang mempunyai sejarah kegempaan yang merusak
Daerah yang dilalui oleh patahan aktif
Daerah yang mempunyai catatan kegempaan dengan kekuatan (magnitudo) lebih besar dari 5 pada skala richter
Daerah dengan batuan dasar berupa endapan lepas seperti endapan sungai, endapan pantai dan batuan lapuk
Kawasan lembah bertebing curam yang disusun batuan mudah longsor
4.3 Rawan gerakan tanah
Daerah dengan kerentanan tinggi untuk terkena gerakan tanah, terutama jika kegiatan manusia menimbulkan gangguan pada lereng di kawasan ini
4.4 Rawan gelombang pasang dan banjir
Daerah dengan kerentanan tinggi terkena bencana gelombang pasang dan banjir
Sumber : - Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
Kriteria dan karakteristik diatas dijadikan sebagai pedoman untuk menentukan kesesuaian lahan kawasan lindung di Kawasan Strategis Puncak Kabupaten Bogor.
4.2.1.1 Kesesuaian Lahan Kawasan Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahnya
Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan pada wilayah kajian, yakni Kawasan Strategis Puncak terdapat kriteria kesesuaian lahan kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahnya diantaranya adalah kesesuaian lahan hutan lindung dan kesesuaian lahan resapan air.
Kesesuaian Lahan Hutan Lindung
Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan lindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel 4.11.
Tabel 4.11
Luasan Kesesuaian Lahan Hutan Lindung
Kawasan Strategis Puncak
No.
Kecamatan
Luas Lahan
Luas Hutan Lindung
1.
Ciawi
4696,77
1520,80
2.
Cisarua
7386,84
2571,22
3.
Megamendung
6232,57
1282,79
Jumlah
18316,18
5374,80
Sumber : Hasil Analisis 2017
Diagram 4.3
Presentase Kesesuaian Lahan Hutan Lindung
Kawasan Strategis Puncak
Berdasarkan tabel dan diagram diatas diketahui luasan kesesuaian lahan hutan lindung di Kawasan Strategis Puncak mempunya luas 5474,80 Ha atau setara dengan 29,34% dari luas total Kawasan Strategis Puncak, dengan dominasi yang berada pada Kecamatan Cisarua dengan luas kesesuaian lahan hutan lindung sebesaar 2571,22 Ha. Hal ini dipengaruhi oleh kemiringan lereng yang curam yakni 25-40% dan >40%, seta ketinggian 2000 mdpl.
Gambar 4.2 Peta Kesesuaian Hutan Lindung
Kesesuaian Lahan Kawasan Resapan Air
Selain hutan lindung, di Kawasan Strategis Puncak terdapat kesesuain lahan resapan air, yakni ruang yang memiliki fungsi bagi peresapan air hujan untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan. Luas kesesuaian lahan resapan air bisa di lihat pada tabel 4.12.
Tabel 4.12
Luasan Kesesuaian Lahan Resapan Air
Kawasan Strategis Puncak
No
Kecamatan
Luas Lahan
Luas Resapan Air
1.
Ciawi
4696,77
1827,34
2.
Cisarua
7386,84
3951,27
3.
Megamendung
6232,57
2720,77
Jumlah
18316,18
8499,38
Sumber : Hasil Analisis 2017
Diagram 4.5
Presentase Kesesuaian Lahan Resapan Air
Kawasan Strategis Puncak
Berdasarkan tabel dan diagram diatas diketahui luas kesesuaian lahan resapan air di Kawasan Strategis Puncak Kabupaten Bogor sebesar 8499,38 atau setara dengan 46,40% dari luas keseluruhan Kawasan Strategis Puncak, dimana dominasinya terdapat pada Kecamatan Cisarua yang luas kesesuaian lahan resapan air terbesar yaitu 3951,27 Ha. Hal ini di pengaruhi oleh intensitas curah hujan yang tinggi, jenis tanah dan kemiringan lereng yang curam.
Gambar 4.3 Peta Kesesuaian Kawasan Resapan air
4.2.1.2 Kesesuaian Lahan Perlindungan Setempat
Berdasarkan hasil hasil analisis kesesuaian lahan pada wilayah kajian, yaitu Kawasan Strategis Puncak terdapat kriteria kesesuaian lahan perlindungan setempat diantaranya adalah kesesuaian lahan kawasan sempadan sungai dan kesesuaian lahan kawasan sekitar danau/waduk. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel 4.13 dan tabel 4.14
Tabel 4.13
Luasan Kesesuaian Lahan Sempadan Sungai
Kawasan Strategis Puncak
No
Kecamatan
Luas Lahan
Luas Sempadan Sungai
1.
Ciawi
4696,77
40,02
2.
Cisarua
7386,84
140,77
3.
Megamendung
6232,57
224,85
Jumlah
18316,18
405,64
Sumber : hasil analisis 2017
Diagram 4.7
Presentase Kesesuaian Lahan Sempadan Sungai
Kawasan Strategis Puncak
Berdasarkan tabel dan diagram diatas diketahui luasan kesesuaian lahan sempadan sungai di Kawasan Strategis Puncak sebesar 405,64 Ha atau setara dengan 2,21% dari luas keseluruhan Kawasan Strategis Puncak, dimana Kecamatan Megamendung memiliki luas kesesuaian lahan sempadan sungai terbesar yaitu 224,85 Ha.
Tabel 4.14
Luasan Kesesuaian Lahan Sempadan Waduk/Situ
Kawasan Strategis Puncak
No
Kecamatan
Luas Lahan
Luas Sempadan Waduk/Situ
1.
Ciawi
4696,77
2.
Cisarua
7386,84
31,23
3.
Megamendung
6232,57
Jumlah
18316,18
31,23
Sumber : Hasil Analisis 2017
Diagram 4.8
Presentase Kesesuaian Lahan Sempadan Waduk/Situ
Kawasan Strategis Puncak
Berdasarkan tabel diatas diketahui luasan kesesuaian lahan sekitar danau/waduk di Kawasan Strategis Puncak Kabupaten Bogor dimana hanya di Kecamatan Cisarua saja yang memiliki kesesuian lahan sekitar danau/waduk yang sesuai yaitu sebesar 31,23 Ha atau Sebesar 0,17% dari luas keseluruhun Kawasan Strategis Puncak.
Gambar 4.4 Peta Kesesuaian Perlindungan Setempat
Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya Kesesuaian Lahan
Berdasarkan hasil hasil analisis kesesuaian lahan pada wilayah kajian, yakni Kawasan Strategis Puncak terdapat kriteria kesesuaian lahan kawasan suaka alam dan cagar budaya diantaranya adalah kesesuaian lahan suaka alam, yakni kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan peragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel 4.15
Tabel 4.15
Luasan Kesesuaian Lahan Suaka Alam
Kawasan Strategis Puncak
No.
Kecamatan
Luas Lahan
Luas Kawasan Suaka Alam
1.
Ciawi
4696,77
1655,32
2.
Cisarua
7386,84
2029,92
3.
Megamendung
6232,57
4,45
Jumlah
18316,18
3689,69
Sumber : Hasil Analisis 2017
Diagram 4.10
Presentase Kesesuaian Lahan Suaka Alam
Kawasan Strategis Puncak
Berdasarkan tabel dan diagram diatas diketahui luasan kesesuaian lahan suaka alam di Kawasan Strategis Puncak sebesar 3689,69 atau stara dengan 20,14% dari luas keseluruhan Kawasan Strategis Puncak dimana Kecamatan Cisarua memiliki luas kesesuaian lahan suaka alam terbesar yaitu 2029,92 Ha.
Gambar 4.5 Peta Kesesuaian Suaka Alam
4.2.2 Kawasan Budidaya
Kawasan budi daya sebagaimana di maksud dalam Permen PU No.41/PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budi Daya, merupakan wilayah yang di tetapkan dengan fungsi utama untuk di budidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan. Berikut kriteria teknis Kawasan Budidaya.
4.2.2.1 Kawasan Hutan Produksi
Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan Berdasarkan Permen PU no 41 tahun 2007 tentang kesesuaian lahan budidaya yang mengacu pada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 83/KPTS/UM/8/ 1981, penetapan batas hutan produksi sebagai berikut:
Parameter yang diperhatikan dan diperhitungkan dalam penetapan hutan produksi adalah lereng (kemiringan) lapangan, jenis tanah, dan intensitas hujan;
Untuk keperluan penilaian fisik wilayah, setiap parameter tersebut dibedakan dalam 5 tingkatan (kelas) yang diuraikan dengan tingkat kepekaannya terhadap erosi. Makin tinggi nilai kelas parameter makin tinggi pula tingkat kepekaannya terhadap erosi;
Skoring fisik wilayah ditentukan oleh total nilai kelas ketiga parameter setelah masing-masing nilai kelas parameter dikalikan dengan bobot 20 untuk parameter lereng, bobot 15 untuk parameter jenis tanah, dan bobot 10 untuk parameter intensitas hujan
Berdasarkan hasil penjumlahan skoring ketiga parameter tersebut yaitu lereng, jenis lahan, dan intensitas hujan suatu wilayah hutan dinyatakan memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai:
Hutan Produksi Tetap jika memiliki skoring fisik wilayah dengan nilai <125; tidak merupakan kawasan lindung; serta berada di luar hutan suaka alam, hutan wisata dan hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas, dan hutan konversi lainnya.
Hutan Produksi Terbatas jika memiliki skoring fisik wilayah dengan nilai 125-175; tidak merupakan kawasan lindung; serta bisa berfungsi sebagai kawasan penyangga.
Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi jika memiliki skoring fisik wilayah dengan nilai >175; tidak merupakan kawasan lindung; serta berada di luar hutan suaka alam, hutan wisata dan hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas, dan hutan konversi lainnya.
Berdasarkan hasil analisis pada wilayah kajian, yakni Kawasan Strategis Puncak Kabupaten Bogor, terdapat dua kawasan hutan produksi, yaitu hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas. Untuk luasannya dapat dilihat pada Tabel 4.16.
Tabel 4.16
Luasan Kesesuaian Lahan Hutan Produksi
Kawasan Strategis Puncak
No
Kecamatan
Luas Lahan
Hutan Produksi
Terbatas (Ha)
Hutan Produksi
Tetap (Ha)
1.
Ciawi
4696,77
2311,22
208,74
2.
Cisarua
7386,84
2548,20
574,76
3.
Megamendung
6232,57
2625,29
611,63
Jumlah
18316,18
7484,71
1395,13
Sumber : Hasil Analisis 2017
Diagram 4.11
Presentase Kesesuaian Lahan Hutan Produksi
Kawasan Strategis Puncak
Dari tabel dan diagram diatas diketahui bahwa di Kawasan Srategis Puncak terdapat 2 Kesesuain Lahan Hutan Produksi yaitu hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap dengan luas kesesuaian 8879,84 Ha atau setara dengan 48,08% dari luas keseluruhan Kawasan Strategis Puncak. Kesesuaian lahan hutan produksi yang mendominasi adalah kesesuaian lahan hutan produksi terbatas seluas 7484,71 Ha atau setara dengan 40,86% dengan dominasi yang berada di kecamatan Megamendung. Hal ini dipengaruhi oleh dominasi kemiringan 8 – 15 %, jenis lempung pasiran dan pasir lempungan, dan curah hujan 3500-4000 mm/tahun.
Gambar 4.6 Peta Kesesuaian Kawasan Hutan Produksi
4.2.2.2 Kawasan Peruntukan Pertanian
Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan
Karakteristik kawasan peruntukan pertanian terdiri dari pertanian lahan basah, pertanian lahan kering dan pertanian tanaman tahunan. Masing-masing karateristik kawasan peruntukan pertanian tersebut memiliki kriteria teknis.
Kriteria teknis:
Pemanfaatan dan pengelolaan lahan harus dilakukan berdasarkan kesesuaian lahan;
Upaya pengalihan fungsi lahan dari kawasan pertanian lahan kering tidak produktif (tingkat kesuburan rendah) menjadi peruntukan lain harus dilakukan secara selektif tanpa mengurangi kesejahteraan masyarakat;
Kawasan pertanian lahan basah mencakup:
Pola tanam: monokultur, tumpangsari, campuran tumpang giliran
Tindakan konservasi berkaitan dengan:
Vegetatif: pola tanam sepanjang tahun, penanaman tanaman panen atas air tersedia dengan jumlah dan mutu yang memadai yaitu 5-20 L/detik/ha untuk mina padi, mutu air bebas polusi, suhu 23-30ºC, oksigen larut 3 - 7 ppm, amoniak 0.1 ppm dan pH 5-7;
Mekanik: pembuatan pematang, teras, dan saluran drainase.
Kawasan pertanian lahan kering mencakup:
Kemiringan 0-8%: tindakan konservasi secara vegetatif ringan, tanpa tindakan konservasi secara mekanik;
Kemiringan 8-15%:
Tindakan konservasi secara vegetatif ringan sampai berat yaitu pergiliran tanaman, penanaman menurut kontur, pupuk hijau, pengembalian bahan organik, tanaman penguat keras;
Tindakan konservasi secara mekanik (ringan), teras gulud disertai tanaman penguat keras;
Tindakan konservasi secara mekanik (berat), teras gulud dengan interval tinggi 0,75 – 1,5 m dilengkapi tanaman penguat, dan saluran pembuang air ditanami rumput.
Kemiringan 15-40%:
Tindakan konservasi secara vegetatif (berat), pergiliran tanaman, penanaman menurut kontur, pemberian mulsa sisa tanaman, pupuk kandang, pupuk hijau, sisipan tanaman tahunan atau batu penguat teras dan rokrak;
Tindakan konservasi secara mekanik (berat), teras bangku yang dilengkapi tanaman atau batu penguat teras dan rokrak, saluran pembuangan air ditanami rumput.
Kawasan pertanian tanaman tahunan mencakup:
Kemiringan 0-8 %: pola tanam monokultur, tumpang sari, interkultur atau campuran. Tindakan konservasi, vegetative tanaman penutup tanah, penggunaan mulsa, pengolahan tanah minimum. Tanpa tindakan konservasi secara mekanik;
Kemiringan 8-15%:
Pola tanam, monokultur, tumpang sari, interkultur atau campuran;
Tindakan konservasi secara vegetatif, tanaman penutup tanah, penggunaan mulsa, pengolahan tanah minimal;
Tindakan konservasi secara mekanik, saluran drainase, rokrak teras bangku, diperkuat dengan tanaman penguat atau rumput.
Kemiringan 25-40%:
Pola tanam, monokultur, interkultur atau campuran;
Tindakan konservasi secara vegetatif, tanaman penutup tanah, penggunaan mulsa, pengolahan tanah minimal;
Tindakan konservasi secara mekanik, saluran drainase, rokrak teras individu
Kawasan perikanan mencakup luas lahan untuk kegiatan budi daya tambak udang/ ikan dengan atau tanpa unit pengolahannya adalah = 25 Ha, budi daya perikanan terapung di air tawar luas = 2,5 Ha atau jumlah = 500 unit;
Pemanfaatan dan penggunaan lahan untuk usaha perkebunan, luas maksimum dan luas minimumnya ditetapkan oleh menteri dengan berpedoman pada jenis tanaman, ketersediaan tanah yang sesuai secara agroklimat, modal, kapasitas pabrik, tingkat kepadatan penduduk, pola pengembangan usaha, kondisi geografis, dan perkembangan teknologi.
Hak guna usaha untuk usaha perkebunan diberikan dengan jangka waktu paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun;
Lahan perkebunan besar swasta yang terlantar (kelas V) yang tidak berupaya untuk melakukan perbaikan usaha setelah dilakukan pembinaan, pemanfaatan lahannya dapat dialihkan untuk kegiatan non perkebunan.
Tabel 4.17
Karakteristik kawasan peruntukan pertanian
Kriteria Teknis
Pertanian Lahan Basah
Pertanian Lahan Kering
Pertanian Tanaman Tahunan
Iklim:
Kelembaban
(%)
33 – 90
29 - 32
42 – 75
Curah Hujan
(mm)
A, B, C (Schmidt & Ferguson. 1951)
350 - 600
1200 – 1600
Sifat Fisik Tanah:
Drainase
agak baik s/d agak terhambat
baik s/d agak terhambat
baik s/d agak terhambat
Tekstur:
h, ah, s
h, ah, s
h, ah, s
Bahan Bakar
(%)
< 15
< 15
< 35
Kedalaman Tanah
(cm)
> 30
> 30
> 60
Ketebalan Gambut
(cm)
< 200
< 200
< 200
Kematangan gambut
saptik, hemik
saptik, hemik
saptik, hemik
Retensi Harga:
Kejenuhan Basa
(%)
> 30
> 30
> 30
Kemasaman Tanah (pH)
5,5 - 8,2
5,6 - 7,6
5,2 - 7,5
Kapasitan Tukar Kation
(Cmol)
> 12
> 12
> 12
Kandungan C.Organik
(%)
> 0.8
> 0.8
> 0,8
Toksisitas:
Kedalaman Bahan Sulfidik
(cm)
> 50
> 50
> 50
Salinitas
(dS/m)
< 4
< 4
< 4
Bahaya Erosi:
Lereng
(%)
< 8
< 15
< 40
Tingkat bahaya Erosi
R
Sd
Sd
Bahaya Banjir:
Genangan
F0, F11, F12, F21, F23
F0, F11, F12, F21, F23
F0, F11, F12, F21, F23
Penyiapan Lahan:
Batuan di Permukaan
(%)
< atau = 25
< atau = 25
< atau = 25
Singkapan Batuan
(%)
< atau = 25
< atau = 25
< atau = 25
Sumber : Puslitbang Tanah, Departemen Pertanian
Dari pedoman diatas kemudian dilakukan overlay peta sehingga mendapatkan kesesuaian lahan kawasan pertanian diantaranya pertanian lahan kering, pertanian lahan basah pertanian tanaman tahunan dengan luas yang bisa dilihat pada tabel 4.18.
Tabel 4.18
Luasan Kesesuaian Lahan Pertanian
Kawasan Strategis Puncak
No.
Kecamatan
Luas Lahan
Kesesuaian Pertanian
Lahan Basah
Lahan Kering
Tanaman Tahunan
1.
Ciawi
4696,77
1275,76
1006,93
1500,66
2.
Cisarua
7386,84
921,40
2268,99
3009,27
3.
Megamendung
6232,57
893,47
2197,30
2545,84
Jumlah
18316,18
3090,63
5473,22
7055,77
Sumber : Hasil Analisis 2017
Diagram 4.12
Presentase Kesesuaian Lahan Pertanian
Kawasan Strategis Puncak
Dari tabel dan diagram diatas diketahui bahwa di Kawasan Srategis Puncak terdapat 3 Kesesuain Lahan Pertanian pertanian lahan kering, pertanian lahan basah pertanian tanaman tahunan dengan luas kesesuaian sebesar 15619,62 Ha atau setara dengan 85,28% dari luas keseluruhan Kawasan Strategis Puncak. Kesesuaian lahan pertanian yang mendominasi adalah kesesuaian lahan pertanian tanaman tahunan dengan luas sebesar 7055,77 Ha atau setara dengan 38,53%. Hal ini dipengaruhi oleh curah hujan yang sangat tinggi, kemiringan lereng 15-40% dan kerawanan gerakan tanah.
Gambar 4.7 Peta Kesesuaian Lahan Pertanian
4.2.2.3 Kawasan Peruntukan Permukiman
Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya pemukiman berasal dari kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya adalah perumahan dan kata human settlement yang artinya pemukiman. Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau kumpulan rumah beserta prasarana dan sarana lingkungan.
Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan:
Topografi datar sampai bergelombang (kelerengan lahan 0 - 25%);
Tersedia sumber air, baik air tanah maupun air yang diolah oleh penyelenggara dengan jumlah yang cukup. Untuk air PDAM suplai air antara 60 liter/org/hari - 100 liter/org/hari;
Tidak berada pada daerah rawan bencana (longsor, banjir, erosi, abrasi);
Drainase baik sampai sedang;
Tidak berada pada wilayah sempadan sungai/pantai/waduk/danau/mata air/saluran pengairan/rel kereta api dan daerah aman penerbangan;
Tidak berada pada kawasan lindung;
Tidak terletak pada kawasan budi daya pertanian/penyangga;
Menghindari sawah irigasi teknis.
Kriteria dan batasan teknis:
Penggunaan lahan untuk pengembangan perumahan baru 40% - 60% dari luas lahan yang ada, dan untuk kawasan-kawasan tertentu disesuaikan dengan karakteristik serta daya dukung lingkungan;
Kepadatan bangunan dalam satu pengembangan kawasan baru perumahan tidak bersusun maksimum 50 bangunan rumah/ha dan dilengkapi dengan utilitas umum yang memadai;
Memanfaatkan ruang yang sesuai untuk tempat bermukim di kawasan peruntukan permukiman di perdesaan dengan menyediakan lingkungan yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan hidup yang sesuai bagi pengembangan masyarakat, dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Kawasan perumahan harus dilengkapi dengan:
Sistem pembuangan air limbah yang memenuhi SNI 03 - 1733 - 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan;
Sistem pembuangan air hujan yang mempunyai kapasitas tampung yang cukup sehingga lingkungan perumahan bebas dari genangan. Saluran pembuangan air hujan harus direncanakan berdasarkan frekuensi intensitas curah hujan 5 tahunan dan daya resap tanah.
Prasarana air bersih yang memenuhi syarat, baik kuantitas maupun kualitasnya. Kapasitas minimum sambungan rumah tangga 60 liter/orang/hari dan sambungan kran umum 30 liter/orang/hari;
Sistem pembuangan sampah mengikuti ketentuan SNI 03 - 3242 - 1994 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Permukiman.
Penyediaan kebutuhan sarana pendidikan di kawasan peruntukan permukiman yang berkaitan dengan jenis sarana yang disediakan, jumlah penduduk pendukung, luas lantai dan luas lahan minimal, radius pencapaian, serta lokasi.
Penyediaan kebutuhan sarana kesehatan di kawasan peruntukan permukiman yang berkaitan dengan jenis sarana yang disediakan, jumlah penduduk pendukung, luas lantai dan luas lahan minimal, radius pencapaian, serta lokasi
Penyediaan kebutuhan sarana ruang terbuka, taman, dan lapangan olahraga di kawasan peruntukan permukiman yang berkaitan dengan jenis sarana yang disediakan, jumlah penduduk pendukung, luas lahan minimal, radius pencapaian, dan kriteria lokasi.
Dari kriteria diatas kemudian dijadikan pedoman dalam menentukan kesesuaian lahan kawasan permukiman. Untuk wilayah kajian yakni Kawasan Strategis Puncak, luasan kesesuaian lahan kawasan permukiman dapat dilihat pada tabel 4.19.
Tabel 4.19
Luasan Kesesuaian Lahan Permukiman
Kawasan Strategis Puncak
No.
Kecamatan
Luas Lahan
Kesesuaian Lahan
Permukiman
Tidak Sesuai
1.
Ciawi
4696,77
1433,35
3263,42
2.
Cisarua
7386,84
1241,96
6144,88
3.
Megamendung
6232,57
1313,94
4918,63
Jumlah
18316,18
3989,25
14326,93
Sumber : Hasil Analisis 2017
Diagram 4.13
Presentase Kesesuaian Lahan Permukiman
Kawasan Strategis Puncak
Dari tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa di Kawasan Srategis Puncak terdapat kesesuaian lahan permukiman dengan luas kesesuaian sebesar 3989,25 Ha atau setara dengan 21,78% dari luas keseluruhan Kawasan Strategis Puncak. Kesesuaian lahan permukiman yang mendominasi berada pada Kecamatan Ciawi dengan luas sebesar 1433,35 atau setara dengan 7,83% dari luas Keseluruhan Kawasan Strategis Puncak. Hal ini dipengaruhi oleh kemiringan lereng 0-25%, tidak berada pada kawasan rawan bencana longsor, dan keterediaan air.
Gambar 4.8 Peta Kesesuaian Lahan Peruntukan Permukiman
4.2.2.4 Kawasan Peruntukan Industri
Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri.
Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan kawasan peruntukan industri yang berorientasi bahan mentah :
kemiringan lereng : kemiringan lereng yang sesuai untuk kegiatan industri berkisar 0% - 25%, pada kemiringan > 25%-45% dapat dikembangkan kegiatan industri dengan perbaikan kontur, serta ketinggian tidak lebih dari 1000 meter dpl;
hidrologi : bebas genangan, dekat dengan sumber air, drainase baik sampai sedang;
klimatologi : lokasi berada pada kecenderungan minimum arah angin yang menuju permukiman penduduk;
geologi : dapat menunjang konstruksi bangunan, tidak berada di daerah rawan bencana longsor;
lahan : area cukup luas minimal 20 ha; karakteristik tanah bertekstur sedang sampai kasar, berada pada tanah marginal untuk pertanian.
Kriteria teknis :
Harus memperhatikan kelestarian lingkungan;
Harus dilengkapi dengan unit pengolahan limbah;
Harus memperhatikan suplai air bersih;
Jenis industri yang dikembangkan adalah industri yang ramah lingkungan dan memenuhi kriteria ambang limbah yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup;
Pengelolaan limbah untuk industri yang berkumpul di lokasi berdekatan sebaiknya dikelola secara terpadu;
Pembatasan pembangunan perumahan baru di kawasan peruntukan industri;
Harus memenuhi syarat AMDAL sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku;
Memperhatikan penataan kawasan perumahan di sekitar kawasan industri;
Pembangunan kawasan industri minimal berjarak 2 Km dari permukiman dan berjarak 15-20 Km dari pusat kota; Kawasan Perdagangan dan Jasa;
Kawasan industri minimal berjarak 5 Km dari sungai tipe C atau D;
Penggunaan lahan pada kawasan industri terdiri dari penggunaan kaveling industri, jalan dan saluran, ruang terbuka hijau, dan fasilitas penunjang.
Dari kriteria diatas kemudian dijadikan pedoman dalam menentukan kesesuaian lahan kawasan peruntukan industri. Untuk wilayah kajian yakni Kawasan Strategis Puncak, luasan kesesuaian lahan kawasan peruntukan industri dapat dilihat pada tabel 4.20.
Tabel 4.20
Luasan Kesesuaian Lahan Peruntukan Industri
Kawasan Strategis Puncak
No.
Kecamatan
Luas Lahan
Kesesuaian
Lahan Industri
Tidak Sesuai
1.
Ciawi
4696,77
60,64
4636,13
2.
Cisarua
7386,84
1,19
7385,65
3.
Megamendung
6232,57
18,79
6213,78
Jumlah
18316,18
80,62
18235,56
Sumber : Hasil Analisis 2017
Diagram 4.14
Presentase Kesesuaian Lahan Peruntukan Indutri
Kawasan Strategis Puncak
Berdasarkan tabel dan grafik diatas dapat diketahui pada Kawasan Strategis Puncak hanya 80,62 Ha atau 0,44% lahan yang sesuai untuk dijadikan industri. Hal ini dikarenakan fungsi Kawasan Strategis Puncak sebagai kawasan konservasi dan kawasan perlindungan bawahnya, sehingga jika banyak industri dapat mencemari dan merusak lingkungan setempat maupun lingkungan yang berdampak langsung dari Kawasan Strategis Puncak.
Gambar 4.9 Peta Kesesuaian Lahan Industri
4.2.3 Kesesuaian Lahan Kawasan Strategis Puncak
Berdasarkan kesesuaian lahan per peruntukan di Kawasan Strategis Puncak yang kemudian di kaitkan dengan kondisi eksisting untuk melihat dan menentukan kawasan peruntukan mana yang lebih sesuai bagi kesesuaian per peruntukan yang gap maka setelah itu di overlay sehingga menghasilkan Kesesuaian Lahan Strategis Puncak dengan distribusi luas yang dapat di lihat pada tabel 4.21 dan diagram 4.15.
Tabel 4.21
Luasan Kesesuaian Lahan
Kawasan Strategis Puncak
Kesesuaian
Kecamatan
Jumlah
Ciawi
Cisarua
Megamendung
Hutan Lindung
1700,58
2720,13
1341,99
5762,70
Hutan Produksi Terbatas
801,09
1395,91
1377,47
3574,42
Hutan Produksi Tetap
69,33
96,10
123,13
288,56
Industri
57,93
1,19
18,34
77,49
Kawasan Resapan Air
306,18
1374,66
1434,63
3115,17
Kawasan Sempadan Sungai
39,93
140,51
224,39
404,80
Kawasan Sempadan Waduk/Situ
0,00
31,18
0,00
31,17
Kawasan Suaka Alam
135,71
1,90
0,00
137,67
Permukiman
759,66
1120,19
780,32
2660,20
Pertanian Lahan Basah
541,91
209,90
342,99
1095,00
Pertanian Lahan Kering
258,55
262,25
513,41
1034,26
Pertanian Tanaman Tahunan
25,90
32,92
75,91
134,73
Jumlah
4696,77
7386,84
6232,58
18316,18
Sumber : Hasil Analisis 2017
Diagram 4.15
Presentase Kesesuaian Lahan
Kawasan Strategis Puncak
Berdasarkan tabel dan diagram diatas dapat di ketahui bahwa kawasan strategis Puncak di dominasi oleh kawasan hutan lindung dengan luas sebesar 5762,70 Ha atau setara dengan 31,46%, sesuai dengan arahan kebijakan bahwa kawasan strategis puncak diperuntukan kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
Gambar 4.10 Peta kesesuaian lahan kawasan strategis puncak
4.3 Analisis Daya Tampung Lahan
Metode ini diperlukan sebagai bentuk responsif terhadap dinamika pertumbuhan penduduk yang saat ini tidak terhindarkan. Konsekuensi pertumbuhan dan perkembangan penduduk yang menempati lahan, menyebabkan kepadatan hunian menjadi bertambah. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan kemampuan lahan, yaitu berupa daya tampung lingkungan. Yang dimaksud dengan daya tampung lingkungan disini adalah kemampuan wilayah secara administrasi dalam menampung jumlah penduduk sebagai pengguna lahan.
Analisis ini dilakukan dengan cara mengetahui terlebih dahulu jumlah potensi lahan terbangun lalu mencari tahu kebutuhan lahan yang dapat dilihat dari jumlah proyeksi penduduk di suatu wilayah.
4.3.1 Potensi Lahan Terbangun
Lahan yang dapat di kembangkan menjadi kawasan terbangun, dimana lahan ini tidak termasuk kawasan lindung. Perhitungan ini digunakan untuk melihat potensi lahan yang dapat dikembangakan pada wilayah kawasan Strategis Puncak. Dimana pada tabel dibawah ini dapat menjelaskan jumlah lahan yang yang berpotensi untuk dibangun atau di kembangkan.
Tabel 4.22
Potensi Lahan Terbangun
Kawasan Strategis Puncak
No.
Kecamatan
Potensi Ketersediaan Lahan Terbangun
Tegalan
Belukar/
Semak
Kebun Campuran
Lahan Terbuka
Sawah Tadah Hujan
Total (Ha)
Total (m2)
1.
Ciawi
82,97
17,02
570,72
1,93
212,49
885,13
8.851.321,815
2.
Cisarua
452,83
417,99
354,16
1224,98
12.249.774,62
3.
Megamendung
568,87
4,82
702,94
29,74
279,32
1585,70
15.856.977,85
Jumlah
1104,67
21,84
1691,65
31,67
845,98
3695,81
36.958.074,29
Sumber : Sumber:Hasil Analisis 2017
4.3.2 Kebutuhan Lahan
Pada analisis kebutuhan lahan, Data yang harus di siapkan yaitu :
Standar kebutuhan lahan per kepala keluarga.
Proyeksi penduduk.
Konversi proyeksi pernduduk (per kepala keluarga)
Proyeksi Kebutuhan lahan.
Standar Kebutuhan lahan Per kepala keluarga
Menurut SNI nomor 03-1733-2004 tentang tata cara perencanaan lingkungan. Dimana pada SNI tersebut dijelaskan bahwa kebutuhan lahan untuk setiap kepala keluarga yaitu sebesar 100 m².
Proyeksi Penduduk
Proyeksi penduduk pada Kawasan Strategis Puncak dapat dilihat pada table 4.23.
Konversi Proyeksi Penduduk (per kepala keluarga)
Analisis konversi penduduk merupakan hasil perhitungan dari jumlah penduduk dibagi 5. Angka 5 merupakan asumsi dari jumlah orang pada setiap keluarga. Dibawah ini merupakan konversi penduduk pada Kawasan Strategis Puncak. Hasil dari perhitungan yang telah di peroleh dapat dilihat pada tabel 4.24.
Kepala Keluaarga=P5
Kebutuhan lahan
Kebutuhan lahan kali ini di dapatkan dari hasil konversi proyeksi penduduk dikali dengan standar kebutuhan lahan per kepala keluarga. Hasil dari perhitungan yang telah di peroleh dapat dilihat pada tabel 4.25.
Kebutuhan Lahan=P5×100m2
4.3.3 Daya Tampung
Kemampuan wilayah secara administrasi dalam menampung jumlah penduduk sebagai pengguna lahan. Daya tampung ini di dapatkan dari potensi lahan terbangun dibandingkan dengan kebutuhan lahan. Hasil dari perhitungan yang telah di peroleh dapat dilihat pada tabel 4.26.
Tabel 4.23
Proyeksi Penduduk
Kawasan Strategis Puncak
No.
Kecamatan
Jumlah Penduduk (Jiwa)
2016
2021
2026
2031
2036
2066
2116
2166
2216
2266
2316
2366
1.
Cisarua
123.397
122.334
138.465
145.998
153.532
198.735
274.072
349.410
424.747
500.085
575.422
650.760
2.
Megamendung
106.544
105.609
120.229
127.072
133.914
174.969
243.394
311.819
380.244
448.669
517.094
585.519
3.
Ciawi
115.749
112.272
134.597
144.020
153.444
209.987
304.224
398.462
492.699
586.937
681.174
775.412
Jumlah
345.690
340.215
393.290
417.090
440.890
583.691
821.690
1.059.691
1.297.690
1.535.691
1.773.690
2.011.691
Sumber : Hasil Analisis Aspek Kependudukan 2017
Tabel 4.24
Konversi Proyeksi Penduduk (Per kepala keluarga)
Kawasan Strategis Puncak
No.
Kecamatan
Jumlah Kepala Keluarga
2016
2021
2026
2031
2036
2066
2116
2166
2216
2266
2316
2366
1.
Cisarua
24.679
24.467
27.693
29.200
30.706
39.747
54.814
69.882
84.949
100.017
115.084
130.152
2.
Megamendung
21.309
21.122
24.046
25.414
26.783
34.994
48.679
62.364
76.049
89.734
103.419
117.104
3.
Ciawi
23.150
22.454
26.919
28.804
30.689
41.997
60.845
79.692
98.540
117.387
136.235
155.082
Jumlah
69.138
68.043
78.658
83.418
88.178
116.738
164.338
211.938
259.538
307.138
354.738
402.338
Sumber: Hasil Analisis 2017
Tabel 4.25
Kebutuhan Lahan
Kawasan Strategis Puncak
No.
Kecamatan
Kebutuhan Lahan (m2)
2016
2021
2026
2031
2036
2066
2116
2166
2216
2266
2316
2366
1.
Cisarua
2.467.940
2.446.680
2.769.300
2.919.960
3.070.640
3.974.700
5.481.440
6.988.200
8.494.940
10.001.700
11.508.440
13.015.200
2.
Megamendung
2.130.880
2.112.180
2.404.580
2.541.440
2.678.280
3.499.380
4.867.880
6.236.380
7.604.880
8.973.380
10.341.880
11.710.380
3.
Ciawi
2.314.980
2.245.440
2.691.940
2.880.400
3.068.880
4.199.740
6.084.480
7.969.240
9.853.980
11.738.740
13.623.480
15.508.240
Jumlah
6.913.800
6.804.300
7.865.800
8.341.800
8.817.800
11.673.820
16.433.800
21.193.820
25.953.800
30.713.820
35.473.800
40.233.820
Sumber : Hasil Analisis 2017
Tabel 4.26
Daya Tampung
Kawasan Strategis Puncak
No.
Kecamatan
Potensi Ketersediaan Lahan Terbangun
Kebutuhan Lahan (m2)
2016
2021
2026
2031
2036
2066
2116
2166
2216
2266
2316
2366
1
Cisarua
12.249.774,62
2.467.940
2.446.680
2.769.300
2.919.960
3.070.640
3.974.700
5.481.440
6.988.200
8.494.940
10.001.700
11.508.440
13.015.200
2
Megamendung
15.856.977,85
2.130.880
2.112.180
2.404.580
2.541.440
2.678.280
3.499.380
4.867.880
6.236.380
7.604.880
8.973.380
10.341.880
11.710.380
3
Ciawi
8.851.321,82
2.314.980
2.245.440
2.691.940
2.880.400
3.068.880
4.199.740
6.084.480
7.969.240
9.853.980
11.738.740
13.623.480
15.508.240
Jumlah
36.958.074,29
6.913.800
6.804.300
7.865.800
8.341.800
8.817.800
11.673.820
16.433.800
21.193.820
25.953.800
30.713.820
35.473.800
40.233.820
Sumber : Hasil Analisis 2017
Grafik 4.1
Kebutuhan Lahan Daya Tampung
Kawasan Strategis Puncak Kabupaten Bogor
Dari tabel dan grafik hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa potensi lahan terbangun pada Kawasan Strategis Puncak Kabupaten Bogor seluas 36.958.074,29 m², dengan luas potensi lahan terbangun ini maka Kawasan Strategis Puncak akan jenuh atau tidak mampu menampung kebutuhan penduduk akan lahan pada tahun 2366 atau jika di hitung dari tahun ini, yakni 2016 maka kejenuhan akan terjadi 350 tahun yang akan datang dengan kebutuhan lahan seluas 40.233.820 m². Hal ini menunjukan bahwa perlunya suatu rencana untuk mengantisipasi kejenuhan akan lahan di Kawasan Strategis Puncak pada tahun 2366 atau 350 tahun yang akan datang.
4.4 Potensi dan Masalah
Dari hasil analisis aspek fisik Kawasan Strategis Puncak, maka terumuskanlah potensi dan masalah mengenai kondidi fisik Kawasan Strategis puncak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.27
Tabel 4.27
Potensi dan Masalah Fisik
Kawasan Strategis Puncak
No.
Kecamatan
Potensi
Masalah
Kesimpulan
1.
Ciawi
Kecamatan Ciawi memiliki dominasi daya dukung lahan pada zona leluasa dengan persentase 59,38% dari luas keseluruhan Kecamatan Ciawi dan diikuti oleh daya dukung lahan zona agak leluasa dengan persentase 40,62% dari luas keseluruhan Kecamatan Ciawi yang menandakan pada wilayah ini tidak memerlukan rekayasa teknologi sehingga biaya pembangunannya rendah sampai sedang.
Kesesuaian Lahan di kecamatan Ciawi didominasi oleh kawasan Hutan Lindung dengan persentase 36,21% dari luas keseluruhan kecamatan Ciawi, sehingga sesuai dengan peruntukan kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
Potensi Lahan terbangun seluas 885,13 Ha yang akan jenuh atau tidak mampu menampung kebutuhan penduduk akan lahan pada tahun 2366.
Memiliki dominasi daya dukung lahan pada zona leluasa dengan presentase 59,13% dari luas keseluruhan kawasan strategis puncak, menandakan wilayah ini memiliki sumberdaya geologi yang tinggi dan faktor kendala geologi yang rendah sehingga tidak memerlukan rekayasa teknologi dan biaya pembangunannya rendah serta di ikuti oleh daya dukung lahan zona agak leluasa dengan persentase 42,09% dari luas keseluruhan kawasan strategis Puncak, menandakan wilayah ini memiliki sumberdaya geologi dan kendala geologi menengah sehingga diperlukan rekayasa teknologi dan biaya pembangunan sedang dan Dominasi kesesuaian lahan hutan lindung dengan persentase 31,46% dan kesesuaian lahan kawasan resapan air dengan persentase 17,01%. Hal ini menandakan bahwa kawasan strategis puncak berpotensi sebagai kawasan berpotensi dari sudut kepentingan,fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, serta Potensi lahan terbangun seluas 3696,81 Ha atau 20,18% dari luas kawasan strategis puncak yang akan jenuh atau tidak mampu menampung kebutuhan penduduk akan lahan pada tahun 2366. Kawasan strategis puncak memiliki permasalahan pada kawasan rawan bencana longsor yaitu terdapat permukiman dengan persentase luas 0,55%,dari luas keseluruhan Kawasan Strategis Puncak.
2.
Cisarua
Kecamatan Cisarua memiliki dominasi daya dukung lahan pada zona leluasa dengan persentase 50,66% dari luas keseluruhan Kecamatan Cisarua dan diikuti oleh daya dukung lahan zona agak leluasa dengan persentase 44,93% dari luas keseluruhan Kecamatan Cisarua yang menandakan pada wilayah ini tidak memerlukan rekayasa teknologi sehingga biaya pembangunannya rendah sampai sedang.
Kesesuaian Lahan di Kecamatan Cisarua didominasi oleh Kawasan Hutan Lindung dengan persentase 36,82% dari luas keseluruhan kecamatan Cisarua sehingga sesuai dengan peruntukan kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
Potensi Lahan Terbangun seluas 1224,98 Ha yang akan jenuh atau tidak mampu menampung kebutuhan penduduk akan lahan pada tahun 2366.
Pada kawasan rawan bencana longsor terdapat permukiman dengan persentase luas 1,14%, dari luas keseluruhan Kecamatan Cisarua.
3.
Megamendung
Kecamatan Megamendung memiliki dominasi daya dukung lahan pada zona leluasa dengan persentase 59,38% dari luas keseluruhan Kecamatan Megamendung dan diikuti oleh daya dukung lahan zona agak leluasa dengan persentase 40,62% dari luas keseluruhan Kecamatan Megamendung yang menandakan pada wilayah ini tidak memerlukan rekayasa teknologi sehingga biaya pembangunannya rendah sampai sedang.
Kesesuaian Lahan di Kecamatan Megamendung didominasi oleh Kawasan Resapan Air dengan persentase 23,02% dari luas keseluruhan kecamatan Megamendung sehingga sesuai dengan peruntukan kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
Potensi Lahan Terbangun seluas 1585,70 Ha yang pada tahun 2366 akan jenuh atau tidak mampu menampung kebutuhan penduduk Kecamatan Megamendung akan lahan, namun dapat menampung kebutuhan lahan dari Kecamatan Ciawi dan Cisarua.
Pada kawasan rawan bencana longsor terdapat permukiman dengan persentase luas 0,27%,luas keseluruhan Kecamatan Megamendung.
Gambar 4.11 Peta Potensi Fisik
Gambar 4.12 Peta Masalah Fisik
0,17%
99,83%
20,14%
79,86%