ANALISA REGULASI PERHITUNGAN UNTUK TINGKAT KANDUNGAN DALAM NEGERI (TKDN) PADA PERANGKAT TELEKOMUNIKASI Johannes Putra Abri Sipahutar Magister Electrical Engineering Student Mercubuana University - Jakarta, Indonesia Dosen : DR Ir Iwan Krisnadi MBA
ABSTRACT Wacana pemerintah menerapkan aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) adalah untuk mendorong industri dalam negeri, namun hal tesebut membuat beberapa kontroversi khususnya pada pelaku telekomunikasi. TKDN adalah nilai atau persentase komponen produksi buatan Indonesia yang dipakai dalam sebuah produk dimana komponen tersebut bukan cuma soal hardware saja, tapi juga memperhitungkan software hingga tenaga kerja lokal. Tentunya Saat aturan TKDN sudah berlaku, produk yang tidak memenuhinya tidak akan diperbolehkan dijual di Indonesia. Vendor harus memakai komponen, produk, atau jasa dari Indonesia untuk merakit produknya dan memperoleh nilai TKDN yang sudah ditetapkan agar bisa terus berjualan.
I.
INTRODUCTION TKDN atau Tingkat Kandungan Dalam Negeri yang kadang juga diterjemahkan Tingkat Komponen Dalam Negeri, adalah gagasan pemerintah Indonesia, supaya para pemilik brand atau vendor tidak hanya menjadikan Indonesia sebagai konsumen dan pasar saja, tetapi mau turut berinvestasi di Indonesia. Aturan TKDN memang sampai saat ini belum benar-benar baku, tetapi sudah mulai dijalankan. Para pabrikan dan pemilik brand ponsel diharuskan berinvestasi baik dalam bentuk hardware atau software. Jika memilih investasi dalam bentuk hardware, maka ponsel yang dijual di Indonesia harus memiliki kandungan komponen lokal dalam negeri, yang pada tahun 2017 disyaratkan sebesar 30%. Nilai 30% ini bukan berarti terbatas dalam bentuk komponen hardware pada ponsel, tetapi memiliki kriteria yang cukup rumit. Misalnya termasuk komponen dalam bentuk investasi pabrik di Indonesia, berapa nilai yang dimiliki asing dan berapa nilai yang dimiliki bangsa Indonesia, berapa jumlah tenaga kerja asing dan berapa tenaga kerja dalam negeri. Perakitan, dus, buku
manual juga termasuk komponen yang bisa dihitung sebagai komposisi kandungan lokal. Dengan aturan TKDN hardware ini, pemerintah mendorong pemilik brand untuk membuat pabrik di Indonesia, atau bekerjasama dengan pabrikan lokal. Hasilnya pemilik brand harus berinvestasi di Indonesia dan menciptakan lapangan kerja. Jika pemilik brand memilih TKDN dalam bentuk software, maka mereka harus berinvestasi dengan membuat di Indonesia untuk pengembangan software aplikasi atau sistem operasi, yang bisa digunakan pada smartphone mereka. Pengembangan software ini juga bisa berupa kerjasama dengan developer lokal Indonesia. Dengan TKDN software, pemerintah ingin generasi kita tidak hanya menjadi buruh, tetapi juga berkembang dalam penguasaan teknologi software. Ada aturan tambahan dari pemerintah untuk vendor yang memilih TKDN software, hanya boleh memasarkan smartphone (yang dibuat pabrikan luar) dengan harga 8 juta rupiah ke atas. Aturan TKDN ini sekarang mulai memberikan imbas dengan tidak mudahnya semua brand smartphone berbasis teknologi 4G LTE untuk masuk resmi
ke pasar Indonesia, sebelum pemilik brand memenuhi syarat TKDN baik hardware maupun software. TKDN ini sekarang sudah diterapkan sebagai syarat yang harus dimiliki, sebelum badan sertifikasi ponsel di Indonesia boleh mengeluarkan sertifikat postel, tanda lulus uji ponsel untuk aman dan sesuai digunakan di Indonesia. Jadi ponsel-ponsel yang belum masuk resmi ke Indonesia tetapi mudah kita temui di counter-counter hape atau di ecommerce, kemungkinan besar adalah barang BM atau black market yang tidak melewati ijin sertifikasi postel, yang berarti secara aturan sebenarnya tidak boleh dipasarkan di Indonesia. II.
RELATED WORK Pengambilan materi untuk jurnal ini adalah mengambil dari beberapa penelitian yang sudah ada sebagai referensi. Pada penelitian Gunawarman hartono menjelaskan tentang analisis penetapan strategi peningkatan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) pada industri manafaktur (1). Pada penelitian tersebut gunawarman menjelaskan tentang strategi dari perhitungan tkdn dalam produk kopling mengenai tingkat TKDN produk kopling. Pada paper yang dibuat oleh indah susanti membahas tentang evaluasi kualitas layanan jasa sertifikasi tingkat komponen dalam negeri (tkdn) di PT. Sucofindo (2). Pada penelitian tersebut menjelaskan dengan mengidentifikasi, mengukur, dan menganalisis atribut kualitas layanan yang perlu diperbaiki oleh PT. Sucofindo (Persero) berdasarkan dimensi kualitas pelayanan dan perbaikan proses dengan menganalisis atribut kualitas untuk mengurangi keluhan pelanggan untuk meningkatkan kualitas pelayanan sertifikasi konten lokal melalui metode Kaizen. Pada penelitian Yetri membahas mengenai rancangan model struktrual kelembagaan untuk peningkatan capaian tingkat komponen dalam negeri (tkdn) industri hulu migas (3). Dalam penelitian tersebut menjelaskan tentang menyukseskan cara peningkatan penggunaan
produk dalam negeri di kegiatan usaha hulu migas. III.
METODOLOGI Metodologi yang digunakan pada jurnal ini adalah melihat dari dasar hukum pada pedoman pelaksanaan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), antara lain: KEPPRES NO. 80/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah, serta perubahannya pada Perpres No. 85/2006. Peraturan Menteri Perindustrian R.I Nomor : 11/M-IND/PER/3/2006 tentang Pedoman Teknis Penggunaan Produksi Dalam Negeri. Peraturan Sekretaris Jendral Departemen Perindustrian R.I Nomor : 372/SJIND/PER/6/2006 tentang Petunjuk Teknis dan Tata Cara Penilaian Sendiri Capaian TKDN Dalam mengukur TKDN untuk suatu produk, ada tiga aspek yang menjadi penilaian yaitu material, tenaga kerja dan overhead. Material dinilai berdasarkan daerah asal artinya material tersebut dibuat dan diproduksi di mana. Tenaga kerja yang digunakan dinilai berdasarkan kewarnegaraan. TKDN barang dihitung berdasarkan perbandingan antara harga barang jadi dikurangi harga komponen luar negeri terhadap harga barang jadi. Harga barang jadi merupakan biaya produksi yang dikeluarkan untuk memproduksi barang.
Gambar 1. manufaktur
Struktur
penetapan
biaya
• IV.
HASIL PERCOBAAN Dalam penelitian ini obyek yang digunakan untuk analisis perhitungan pada peningkatan tingkat komponen dalam negeri pada perangkat telekomunikasi dalam hal ini ponsel di Indonesia. Perhitungan dibawah ini adalah berupa contoh dimana nilai berupa asumsi. % TKDN Barang = (Nilai Barang Total (3C)-Nilai Barang Luar Negeri (3B)) / Nilai Gabungan Barang dan Jasa (9C) ) * 100% = ((2.000.000 – 1.800.000 )/10.000.000)*100% = 20% % TKDN Jasa = (Nilai Jasa Total (8C)-Nilai Jasa Luar Negeri (8B) / Nilai Gabungan Barang dan Jasa (9C)) * 100% = ((8.000.000 – 7.300.000)/10.000.000)*100% = 70% % TKDN (Gabungan Barang dan Jasa) = 90% Dari hasil penetapan nilai TKDN di atas terlihat bahwa perusahaan menggunakan banyak komponen dalam negeri. Hal ini dimungkinkan karena pada waktu menetapkan nilai TKDN, sumber daya manusia yang terlibat dalam produksi memberikan konstribusi yang sangat besar. Nilai TKDN adalah 90% yang menunjukkan bahwa ponsel tersebut adalah produk dengan komponen dalam negeri yang sangat tinggi, karena batas nilai TKDN yang ditetapkan oleh pemerintah adalah 40%.
V.
KESIMPULAN Dengan mereferensi pada pengujian yang telah dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : •
Penguatan produksi produk dalam negeri harus dikuatkan demi menjaga TKDN yang lebih besar.
VI. [1]
[2]
[3]
Perlunya instansi untuk mengatur TKDN baik itu dalam hal sertifikasi TKDN. DAFTAR PUSTAKA Gunawarman Hartono, "Analisis penetapan strategi peningkatan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) pada industri manufaktur di indonesia : studi kasus pada komponen kopling", Industrial Engineering Department, Binus University. Indah susanti, "Evaluasi Kualitas Layanan Jasa Sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) DI PT. Sucofindo (Persero)", Teknik Industri, Universitas Mercubuana. Yetri Laili, "Rancangan model struktural kelembagaan untuk peningkatan capaian tingkat komponen dalam negeri (TKDN) industri hulu migas indonesia", 2014, Universitas Indonesia..